• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efektivitas Didaktis Terhadap Definisi Matematika Pada Kasus Nilai Absolut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Efektivitas Didaktis Terhadap Definisi Matematika Pada Kasus Nilai Absolut"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFEKTIVITAS DIDAKTIS TERHADAP

DEFINISI MATEMATIKA PADA KASUS

NILAI ABSOLUT

TESIS

Oleh

ABDUL JALIL

097021051/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011

(2)

ANALISIS EFEKTIVITAS DIDAKTIS TERHADAP

DEFINISI MATEMATIKA PADA KASUS

NILAI ABSOLUT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ABDUL JALIL

097021051/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS EFEKTIVITAS DIDAKTIS TERHADAP DEFINISI MATEMATIKA PADA KASUS

NILAI ABSOLUT Nama Mahasiswa : Abdul Jalil

Nomor Pokok : 097021051 Program Studi : Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus: 14 Juni 2011

(4)

Telah diuji pada Tanggal 14 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang

Anggota : 1. Dr. Sutarman, M.Sc

2. Prof. Dr. Drs. Iryanto, M.Si

(5)

ABSTRAK

Objek matematika sangat sering bisa diperkenalkan dengan serangkaian definisi yang ekuivalen. Pertanyaan mendasar adalah menentukan ”efektivitas didaktik” dari teknik untuk memecahkan sejenis masalah yang terkait dengan definisi tersebut; efektivitas ini dievaluasi dengan memperhitungkan dimensi epistemik, kognitif dan instruksional dari proses studi. Karena itu untuk memberikan contoh proses dalam tesis ini di kaji efektivitas didaktik dari teknik yang terkait dengan definisi-definisi yang berbeda dari gagasan nilai absolut. Proses belajar-mengajar nilai absolut memang bermasalah; ini dibuktikan oleh jumlah dan heterogenitas tulisan-tulisan penelitian yang dipub-likasikan. Tesis ini mengajukan suatu studi ”global” dari sudut pandang ontologik dan semiotik.

Kata kunci : Ekuivalen, Nilai Absolut, Efektivitas Didaktik

i

(6)

ABSTRACT

Quite often a mathematical object may be introduced by a set of equivalent definitions. A fundamental question is determining the ”didactic effectiveness” of the techniques for solving a kind of problem associated with these definitions; this effectiveness is evaluated by taking into account the epistemic, cognitive and instructional dimensions of the study processes. So as to provide an example of this process, in this thesis we study the didactic effectiveness of techniques associated with different definitions of absolute value notion. The teaching and learning of absolute value are problematic; this is proven by the amount and heterogeneity of research papers that have been published. This thesis propose a ”global” study from an ontological and semiotic point of view.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rah-mat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul ”Analisis Efektivitas Didaktis Terhadap Definisi Matematika Pada Kasus Nilai Absolut”.

Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Magister Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Untuk itulah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan yang sangat berharga bagi penyusunan tesis ini. Secara khusus, ucapan ini penulis sampaikan kepada:

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara,

Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan kepada penulis sejak awal hingga selesai tesis ini,

Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Magister Mate-matika FMIPA USU dan selaku Dosen Pembimbing serta Bapak Dr. Bapak Prof. Dr. Drs. Iryanto, M.Si selaku Dosen Pembanding, serta Bapak Drs. Sawaluddin, M.Sc selaku Dosen Pembanding,

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Badan Perencanaan Pembangunan Da-erah (BAPPEDA) yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Sumatera Utara,

Bapak Awan Maghfirah, M.Si Kepala SMA Swasta Al-azhar Medan dan Bapak Drs. H. Agustono, MA Kepala SMP Swasta Al-azhar Medan beserta fungsionarisnya yang telah memberikan dorongan, motivasi dan rekomendasi,

Bapak Ketua Yayasan Hajjah Rahmah Nasutiaon, beserta staf Edukatif Perguruan Al-Azhar Medan yang telah banyak memberi dukungan.

iii

(8)

Ayahanda M.Ali dan Ibunda Siti Aisyah serta keluarga besar saya yang telah banyak memberikan doa dan nasehat,

Isteri tercinta Listriani,SE, Ananda tersayang Rizky Afrianda Arwindo dan Mutia Raisya yang telah memberikan kasih-sayangnya,

Rekan-rekan Guru di SMA Swasta Al-azhar Medan dan SMP Swasta Al-azhar Medan,

Dan terakhir yang sangat istimewa kepada rekan-rekan seperjuangan dengan saya yang banyak memberi masukan atas terselesainya tesis ini dan Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis berharap agar apa yang telah Bapak dan Ibu sumbangkan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengem-bangan ilmu pengetahuan. Amin.

Medan, 14 Juni 2011

Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Takengon, Nangroe Aceh Darussalam pada tanggal 30 Agus-tus 1982 dari pasangan Bapak M.Ali dan Ibu Siti Aisyah, merupakan anak pertama dari Enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Tajuren Keca-matan Silih Nara pada tahun 1995, di MTsN Angkup pada tahun 1998, dan di MAN 2 Takenngon pada tahun 2001. Pendidikan Peguruan Tinggi penulis diselesaikan pada tahun 2005 di Jurusan Pendidikan Matematika UISU Medan dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).

Riwayat pekerjaan formal penulis dimulai pada tahun 2006 sebagai guru di SD 2 Swasta Perguruan Al-azhar Medan Setahun Kemudian dipindahkan ke SMP dan SMA Swasta Al azhar Medan sampai sekarang. Penulis menikah pada tahun 2008 dengan istri tercinta Listriani SE, dan dikaruniai dua orang anak satu laki-laki yaitu Rizky Afrianda Arwindo dan satu orang perempuan yang bernama Mutia Raisya. Pada tahun 2009 penulis mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melanjutkan studi pada Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

v

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Metode Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Implikasi Didaktikmakro 5

2.2 Implikasi Didaktikmikro 5

2.3 Hakikat Matematika 5

2.4 Belajar Mengajar Matematika 6

2.5 Metode Pengajaran 7

BAB 3 LANDASAN TEORITIS 8

3.1 Efektivitas Dalam Suatu Pembelajaran 8

3.2 Definisi Nilai Absolut 9

3.3 Definisi Aritmetik 9

(11)

3.5 Definisi Fungsi Maksimum 10

3.6 Definisi Fungsi Komposisi 11

3.7 Sintesa dan Implikasi Teoritis 11

3.8 Efektivitas Kognitif Atas Arti Parsial Aritmetik Dan Arti Parsial

”Fungsi Sepotong-Sepotong” Dari Nilai Absolut 12

BAB 4 PEMBAHASAN 14

4.1 Efektivitas Dalam Pemecahan Masalah 14

4.2 Analisis Singkat Atas Teknik Penghitungan Penyelesaian dari |

x2|= 1 15

4.3 Analisa Test 16

4.3.1 Analisis A Priori 16

4.3.2 Analisis Implikatif 17

4.3.3 Analisis Hierarkis 17

4.4 Hasil-hasil Analisis 18

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 20

5.1 Kesimpulan 20

5.2 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

vii

(12)

ABSTRAK

Objek matematika sangat sering bisa diperkenalkan dengan serangkaian definisi yang ekuivalen. Pertanyaan mendasar adalah menentukan ”efektivitas didaktik” dari teknik untuk memecahkan sejenis masalah yang terkait dengan definisi tersebut; efektivitas ini dievaluasi dengan memperhitungkan dimensi epistemik, kognitif dan instruksional dari proses studi. Karena itu untuk memberikan contoh proses dalam tesis ini di kaji efektivitas didaktik dari teknik yang terkait dengan definisi-definisi yang berbeda dari gagasan nilai absolut. Proses belajar-mengajar nilai absolut memang bermasalah; ini dibuktikan oleh jumlah dan heterogenitas tulisan-tulisan penelitian yang dipub-likasikan. Tesis ini mengajukan suatu studi ”global” dari sudut pandang ontologik dan semiotik.

(13)

ABSTRACT

Quite often a mathematical object may be introduced by a set of equivalent definitions. A fundamental question is determining the ”didactic effectiveness” of the techniques for solving a kind of problem associated with these definitions; this effectiveness is evaluated by taking into account the epistemic, cognitive and instructional dimensions of the study processes. So as to provide an example of this process, in this thesis we study the didactic effectiveness of techniques associated with different definitions of absolute value notion. The teaching and learning of absolute value are problematic; this is proven by the amount and heterogeneity of research papers that have been published. This thesis propose a ”global” study from an ontological and semiotic point of view.

Keywords : Equivalent, Absolute Value,Didactic Effectiveness

ii

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan pengajaran matematika adalah untuk menyalurkan pemiki-ran sehari-hari kearah pemikipemiki-ran yang lebih teknis dan ilmiah pada tahap lebih dini. Selain itu juga sebagai cara untuk mengatasi masalah dalam kemajuan kognitif pada diri siswa untuk berpikir pada tahap lebih dini. Sejumlah tulisan dalam Pendidikan Matematika menjelaskan pada definisi matematika, bahwa aspek-aspek yang sangat penting dalam definisi matematika untuk menjadi bagian pokok pembahasan adalah analisis, (lihat Linchevsky, Vinner dan Karsenty, (1992); Mariotti dan Fischbein, (1997); De Villiers, (1998); Winicki-Landman dan Leikin (2000)). Berkaitan de-ngan keterade-ngan para ahli di bidang matematika penulis akan mencoba mede-nganilisis efektivitas didaktis terhadap definisi matematika dengan nilai absolut. Untuk menen-tukan definisi matematika perlu kita lihat dari dua sisi definisi pada objek yang sama yaitu ekuivalensi epistemik dan kognitif atau ekuivalensi didaktik.

(15)

2

aktivitas matematika. Konsep dalam bahasa matematika yang mencakup berba-gai ekspresi dan menganggap sebaberba-gai objek matematika segala jenis identitas nyata atau imajiner yang menjadi acuan sewaktu melaksanakan pembelajaran, mengkomu-nikasikan atau mempelajari matematika.

Teori di atas berawal dari gagasan tentang arti institusional dan personal dari objek matematika, dengan berlandaskan asumsi-asumsi pragmatis, atau gagasan-gagasan yang fokus pada pengetahuan matematika institusional, tanpa melupakan orang-orang yang fokus didunia pendidikan.

TeoriGodino,at all (2005)yang mencakup gagasan tentang fungsi semiotik dan kategori objek matematika. Mereka menjelaskan identitas utama untuk menguraikan aktivitas matematika adalah sebagai berikut:

1. Bahasa (istilah, ungkapan, notasi, grafik).

2. Situasi(masalah, aplikasi luar-matematika atau dalam-matematika, latihan,...). 3. Tindakan subjeksewaktu menyelesaikan tugas-tugas matematika (operasi,

algo-ritma, teknik, prosedur).

4. Konsep, yang diberikan menurut definisi atau deskripsinya (angka, titik, garis lurus, rata-rata, fungsi,...)

5. Sifat-sifat atau ciri-ciri, yang biasanya diberikan sebagai pernyataan atau propo-sisi.

6. Argumen digunakan untuk mengesahkan dan menjelaskan proposisi (deduktif, induktif, dll)

Tujuan utama dalam tulisan ini adalah membahas efektivitas didaktik atau fak-tor pendukung yang menjadi fakfak-tor perkembangan dalam proses pendidikan mate-matika khususnya pada nilai absolut. Dengan tujuan ini dapat dimasukkan gagasan arti parsial untuk objek matematika, yang ditafsirkan sebagai ”subsistem praktek” yang terkait dengan definisi tertentu. Juga dapat dimasukkan gagasan arti holis-tik, yang dipahami sebagai network ontosemiotik yang terdiri dari arti parsial yang berbeda-beda. Gagasan teoritis baru ini akan berkembang untuk kasus nilai absolut

(16)

3

tertentu dan akan memungkinkan maju ke arah artikulasi kuat dari visi matematika yang pragmatis dan realistis.

Serangkaian masalah kesulitan belajar-mengajar matematika tentang nilai ab-solut, dalam penelitian ini akan dibahas tentang masalah nilai absolut dan juga menyimpulkan kompleksitas psikologik dan pedagogik dari nilai absolut. Karena itu, berkenaan dengan nilai absolut, tujuan dalam tulisan ini adalah untuk membahas masalah-masalah yang sering timbul dalam pembelajaran nilai absolut.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana menganalisis efektivitas didaktis terhadap pembelajaran matematika pada kasus nilai absolut.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas didaktis terhadap pembelajaran matematika pada kasus nilai absolute yang sangat membantu dalam proses belajar mengajar.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui analisis efektivitas didaktis ter-hadap definisi matematika yang sangat bermanfaat dalam proses belajar mengajar khususnya pada kasus nilai absolut.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah bersifat literatur atau kepustakaan dengan mengumpulkan informasi dari referensi beberapa buku dan jurnal dengan langkah-langkah penjelasan sebagai berikut:

a. Menjelaskan teori-teori tentang nilai absolut, dan

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam belajar-mengajar pada kasus nilai absolut masih banyak bermasalah, ini dibuktikan oleh sejumlah peneliti yang telah mempublikasikan tulisan-tulisan mereka seperti yang dijelaskan oleh Gagatsis dan Thomaidis (1994) membahas dengan cer-mat tentang evolusi sejarah dari pengetahuan tentang nilai absolut. Mereka juga menafsirkan kesalahan siswa dalam bentukkendala epistemologik terkait dengan nilai absolut dankendala didaktik terkait dengan proses transposisi. Baru-baru ini, Gagat-sis (2003) menjelaskan, berdasarkan data empiris, bahwa ”kendala-kendala yang dite-mukan dalam perkembangan sejarah konsep nilai absolut tampak jelas dalam perkem-bangan konsepsi siswa”.

Dari sudut pandang profesi, Arcidiacono (1983) membenarkan pengajaran perki-raan nilai absolut yang didasarkan pada analisa grafik pada bidang Cartesius atas fungsi linier. Horak (1994) memastikan bahwa kalkulator grafik merupakan alat yang lebih efektif dari pada kertas dan pensil untuk melaksanakan pengajaran tentang nilai absolut. Di pihak lain, Chiarugi, Fracassina & Furinghetti (1990) menjelaskan studi tentang dimensi kognitif dari kelompok-kelompok siswa yang berbeda dihadapkan de-ngan penyelesaian masalah yang melibatkan nilai absolut. Pembelajaran matematika memastikan bahwa perlunya penelitian yang akan memungkinkan kesalahan konsep yang akan diatasi. Perin-Glorian (1995) menjelaskan petunjuk-petunjuk tertentu un-tuk institusionalisasi pengetahuan tentang nilai absolut dalam konteks aritmetika dan aljabar, Perin-Glorian (1995) juga menjelaskan tentang fungsi pokok dari keputusan didaktik adalah guru sangat berperan dalam pengembangan nilai absolut, itu harus diperhitungkan karena pembatasan kognitif siswa harus ditegaskan dalam peranan instrumental dari nilai absolut.

Dari semua penjelasan peneliti tersebut di atas secara implisit menganggap sangat tansparan, mereka tidak memandang objek ini yang bermasalah. Dari sudut pandang epistemologik dan pendekatan ontologik dan semiotik terhadap kognisi dalam pengajaran matematika diperlukan teori tentang gagasan arti dalam didaktik.

(18)

5

2.1 Implikasi Didaktikmakro

Sebagaimana ditegaskan Winicki-Landman & Leikin (2000), ”satu pertanyaan yang lebih penting dalam pendidikan matematika adalah: ’Apa cara terbaik dalam memperkenalkan konsep matematika baru kepada pelajar?” Dalam mengajarkan ga-gasan matematik dengan menggunakan arti parsial terkait perlu kiranya dijamin daya representatipnya berkenaan dengan arti rujukan institusional. Memperkenalkan nilai absolut dengan menggunakan arti parsial aritmetik tidaklah representatip. Setiap arti parsial analitik tidak bisa ditangani dengan jaminan (teori fungsi di luar pengetahuan siswa); arti parsial vektor hanya bisa diuraikan dalam bahasa natural (tidak diformal-isasikan) dan terakhir, arti parsial geometrik dipahami sebagai aturan sederhana ”un-tuk menghapus tanda minus”. Karenanya, memasukkan nilai absolut dalam konteks aritmetik merupakan suatu keputusan yang disayangkan di institusi sekolah zaman modern, itu berarti memasukkan dalam kurikulum gagasan tentang ”nilai absolut” hanya karena alasan budaya. Akan tetapi, struktur kurikulum tidak siap sekarang ini untuk mengatasi studi tentang gagasan ini dengan tepat dalam konteks aritmetik secara eksklusif. Kiranya lebih baik menghapuskan gagasan ini ”untuk sementara”. Ini akan bersifat sementara, sebelum transposisi didaktik terkait, atau sebelum siswa mulai mempelajari teori fungsi, yang sifatnya sentral berkenaan dengan gagasan nilai absolut.

2.2 Implikasi Didaktikmikro

Untuk nilai absolut, arti parsial fungsi sepotong-spotong ini perlu ditetapkan teknik didaktik untuk pengembangan nilai absolut pada teori fungsi. Teknik ini harus mengartikulasikan analisis epistemologik dengan batasan metodologik dan waktu di dalam masing-masing institusi spesifik. Berkenaan dengan nilai absolut, tujuan terdiri dari penetapan sistem praktek yang akan memungkinkan interaksi eksplisit dari arti parsial aritmetik dengan arti parsial lain dan khususnya dengan arti parsial analitik.

2.3 Hakikat Matematika

(19)

hubungan-6

hubungan yang diatur secara logika sehingga matematika itu berkaitan dengan ab-strak”.

Selanjutnya Muliyono Abdurahman (1999:2) mengemukakan bahwa Matematika adalah salah satu cara yang dihadapi manusia, suatu cara mengemukakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, yang menggunakan tentang bentuk dan pengetahuan hitung dan paling penting adalah memahirkan dalam diri manusia sendiri melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.

Walaupun banyak pendapat pakar tentang matematika itu, tetapi sampai sekarang belum ada keseragaman mengenai defenisi matematika siswa diharapkan dapat mengem-bangkan kemampuan untuk menemukan atau memahami konsep matematika dan meggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.4 Belajar Mengajar Matematika

Belajar dan Mengajar matematika merupakan dua konsep yang tidak bisa dip-isahkan satu sama lain. Belajar menuju kepada apa yang harus dilakukan seseorang yang menerima pelajaran (peserta didik). Sedangkan mengajar menunjukan kepada apa yang harus dilakukan guru. Menurut Herman Hudojo (1990 : 6) bahwa ”men-gajar suatu kegiatan dimana pen”men-gajar menyampaikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik”. Selanjut Herman Hudojo (1988 ; 6) menyatakan bahwa ”untuk dapat mengintervensi siswa belajar, guru harus mengua-sai materi pelajaran yang diajarkan, untuk dapat membuat siswa berpartisipasi aktif secara intlektual dalam belajar mengajar. Pengajar seharusnya juga memahami teori belajar sehingga belajar matematika menjadi bermakna bagi peserta didik.

Belajar mengajar itu sendiri merupakan suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sedangkan belajar Matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika. Seperti yang di katakan E.T. Rusefendi (1993 ; 59) bahwa ”belajar Matematika adalah belajar ten-tang konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur Matematika itu”.

(20)

7

Dengan demikian belajar Matematika tidak terlepas dari objek matematika yang bersifat abstrak dan pembuktian secara deduktif.

2.5 Metode Pengajaran

Metode adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seprti yang dikemukakan olah Ali Pandie ( 1984 : 70 ) ” metode adalah suatu cara yang sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan”. Dalam pen-capaian tujuan pengajaran yang telah direncanakan perlu adanya beberapa metode mengajar yang selaras dengan tujuan, sebab dengan metode mengajar yang relevan makan makin efektiflah pencapaian tujuan. Untuk menetapkan suatu metode dapat dikatankan relevan digunakan beberapa faktor utamanya adalah menentukan tujuan yang akan dicapai khususnya mengenai metode mengajar dikelas.

(21)

BAB 3

LANDASAN TEORITIS

3.1 Efektivitas Dalam Suatu Pembelajaran

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut dapat men-capai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Slavin (dalam Bornok Sinaga 1998: 310) bahwa keefektipan pembelajaran ditentukan empat aspek antara lain:

1. Kualitas Pembelajaran, yaitu seberapa besar informasi atau keterampilan yang disajikan sedimikian sehingga siswa dengan mudah dapat mempelajarinya,

2. Kesesuaian tingkat pembelajaran, yaitu sejauh mana guru memastikan tingkat kesiapan siswa untuk mempelajari informasi yang baru.

3. Insentif yaitu seberapa besar usaha guru memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas-tugas belajar dan mempelajari materi yang disajikan.

4. Waktu yaitu banyak waktu yang diberikan kepada siswa untuk mempelajari materi yang disajikan.

Efektivitas suatu pembelajaran juga selalu berhubungan dengan guru yang efek-tif, W. James Pophan dan Eva L. Baker (1994) mengemukakan sudah ada usaha un-tuk mengenali seorang guru yang baik lewat sifat-sifat tertentu yang ia miliki atau lewat prosedur-prosedur yang ia gunakan di kelas dan efektivitas itu seharusnya di-tinjau dari hubungan dengan guru tertentu yang mengajar kelompok siswa tertentu, di dalam situasi tertentu dan dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan intruksional tertentu. Untuk meningkatkan efektivitas mengajar adalah dengan persiapan penga-jaran dengan sebaik mungkin, sehingga akan diperoleh hasil yang mengembirakan.

Dari keterangan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dikata-kan efektif apabila pembelajaran itu dapat mencapai tujuan yang diharapdikata-kan. Menu-rut Moh Uzer Usman (1996) ada beberapa hal yang menentukan keberhasilan belajar siswa dalam menciptakan efektivitas belajar mengajar yaitu:

(22)

9

a. Melibatkan siswa secara aktif

b. Menarik minat dan perhatian siswa

c. Membangkitkan motivasi siswa

d. Peragaan dan pengajaran

3.2 Definisi Nilai Absolut

Dalam bagian ini, diperkenalkan beberapa definisi nilai absolut yang terkait de-ngan konteks kegunaan yang berbeda-beda, yang menunjukkan teks matematika yang berbeda dan menguraikan hubungan yang ditetapkan antara definisi-definisi yang diberikan. Disini juga diindikasikan secara singkat bagaimana definisi ini, sebagai objek yang timbul dari subsistem praktek yang berbeda-beda, mengkondisikan atu-ran diskursif untuk menyatakan dan mengesahkan sifat-sifat dan instrumen operatif untuk pemecahan masalah, dan juga jenis tindakan dan argumen yang bisa diterima. Contoh dari fakta ini dengan menggunakan penyelesaian persamaan linier dengan nilai absolut (|x2|= 1) Persamaan ini bisa diselesaikan dalam aneka ragam ben-tuk. Berikut ini akan ditunjukkan bagaimana definisi nilai absolut menentukan teknik spesifik untuk penyelesaian suatu masalah.

3.3 Definisi Aritmetik

Dalam konteks aritmetik, nilai absolut merupakan aturan yang membiarkan bilangan positip tidak berubah dan mengubah bilangan negatip menjadi positip.

”Nilai absolut dari x, yang dinotasikan dengan | x |, didefinisikan sebagai berikut:

|x|=x jika x >0;|x|=x jika x <0;|0|= 0

(23)

10

Kemudian, untuk menyelesaikan persamaan | . . .2 |= 1, kita pertimbangkan sebagai berikut: ”nilai absolut dari suatu bilangan sama dengan 1, maka bilangan itu adalah 1 atau -1; Bilangan manakah, bila dikurangkan 2 darinya, menghasilkan 1?, Bilangan apakah, bila dikurangkan 2 darinya, menghasilkan -1?”. Formalisasi metode ini bisa dinyatakan dengan cara berikut:

|x2|= 1

Dalam konteks analitik, secara formal, nilai absolut sering dimasukkan dengan menggunakan fungsi sepotong-sepotong dalam Q dan, dengan perluaan, dalam R. Kemudian, untuk menyelesaikan persamaan|x2|= 1 , kita pertimbangkan sebagai berikut: Pada umumnya, definisi dari nilai absolut adalah

|( )|=

Definisi klasik dari nilai absolut, sebagai gagasan dasar untuk dasar-dasar ana-lisa matematik, ada kalanya dirumuskan ulang dalam bentuk fungsi maksimum: |x|= max{x;x}. Definisi nilai absolut ini dalam bentuk fungsi maksimum bisa diperluas untuk melengkapi ruang vektor terurut dalam bentuk gagasan paling umum tentang ”supreme”. Ternyata, dimungkinkan mendefinisikan secara fungsional dalam suatu field terurut (tidak kosong) nilai absolut atau, lebih tepatnya, gagasan abstrak

(24)

11

tang ”pengukuran atau norm”. Lalu, untuk menyelesaikan persamaan | x2 |= 1, karena | x2 |= max{x2;(x2)}, bukti direduksi menjadi proses yang dilak-sanakan menurut definisi fungsi sepotong-sepotong.

3.6 Definisi Fungsi Komposisi

Terakhir, mudah dibuktikan bahwa: | x |= +√x2 (Mollin,1998). Kemudian, untuk menyelesaikan persamaan |x2|= 1 , kita kerjakan sebagai berikut:

|x2|=

Seperti yang telah di tegaskan sebelumnya, hanya mempresentasikan sampel dari semua definisi yang mungkin. Pencirian lainnya dari nilai absolut bisa didasarkan, misalnya, pada norma vektor. Apa yang penting dalam tulisan ini bukanlah angka atau jenis definisi tertentu yang digunakan, tetapi fakta bahwa beberapa definisi un-tuk gagasan matematika ada secara bersamaan, bahwa masing-masing di antaranya melibatkan network objek-objek terkait dan bahwa semua definisi ini berinteraksi. Se-muanya ini, secara bersama-sama, menimbulkan kompleksitas semiotik yang tinggi.

3.7 Sintesa dan Implikasi Teoritis

Dalam tulisan ini mengkontribusikan perspektif baru tentang dua masalah teori-tis penting untuk epistemologi matematika dan pendidikan matematika:

(25)

12

matematika akan mencirikan aneka ragam konfigurasi yang membentuk arti global atau holistiknya, untuk mengadopsi keputusan yang terkait dengan rep-resentatip dan seleksi efektif dari arti dalam setiap keadaan pendidikan spesifik.

2. Artikulasi yang kuat antara visi matematika pragmatis dan realistis, mem-bangun dan mengkomunikasikan arti objek matematika, di satu pihak, meng-haruskan diketahuinya realitivitas institusional dan kontekstual untuk yang sama, dan di lain pihak menerima eksistensi sudut pandang realistis-referensial untuk objek ini yang biasanya diasumsikan oleh ahli matematika profesional. Mengar-tikulasikan kedua visi ini mensyaratkan diketahuinya konteks kegunaan dalam-matematika, di mana deskripsi struktur formal umumnya pada konteks kegu-naan yang lain dan landasan matematika sebagai kumpulan pengetahuan.

3.8 Efektivitas Kognitif Atas Arti Parsial Aritmetik Dan Arti Parsial ”Fungsi Sepotong-Sepotong” Dari Nilai Absolut

Dalam kerangka teoritis, untuk masalah didaktik selalu institusional dan bisa mengacu kepada proses pengajaran, yang merupakan rujukan cepat untuk pembela-jaran siswa, perencanaan proses pengapembela-jaran tersebut (arti yang dimaksudkan), atau rujukan global yang lebih luas daripada pengajaran yang direncanakan (arti holistik). Dimensi kognitif dalam kerangka ini berkenaan dengan objek dan arti pribadi siswa. Sisi institusional-personal ini berfungsi menjelaskan pembelajaran siswa juga limitasi dan konfliknya dalam fungsi dari hubungan antara arti pribadi masing-masing siswa dan arti institusional yang diimplementasikan.

Dalam bagian ini kita eksplorasi dimensi kognitif dalam proses pengajaran ni-lai absolut dari jawaban siswa atas soal yang diberikan. Ini merupakan bagian dari penyelidikan yang lebih luas yang mencakup revisi silabus, penyiapan buku teks dan materi ajar, pengamatan atas sesi pengajaran dan wawancara dengan siswa. Analisa dilakukan dalam bagian arti holistik nilai absolut sebelumnya berfungsi dalam peneli-tian tersebut sebagai rujukan dalam rancangan pengajaran dan evaluasi belajar.

Dalam bagian ”Definisi nilai absolut” di tunjukkan bagaimana teknik yang terkait dengan definisi nilai absolut memungkinkan jenis masalah ”persamaan linier dengan nilai absolut” bisa diselesaikan. Fakta ini bukan berarti adanya ekuivalensi

(26)

13

(27)

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Efektivitas Dalam Pemecahan Masalah

Pada umumnya, penegasan seseorang dalam memahami nilai absolut jika seseo-rang tersebut membedakan arti-arti parsial yang terkait pasti sangat berbeda. Untuk menata struktur arti-arti parsial yang disebutkan dalam rangkaian yang kompleks dan padu dan memenuhi praktek operatif dan diskursif yang dibutuhkan berkenaan de-ngan nilai absolut dalam konteks kegunaan yang berbeda-beda. Bills dan Tall (1998) menetapkan bahwa definisi adalah operatif untuk subjek bila ia bisa menggunakan definisi ini dengan cara terkait dalam proses pembuktian logika dan deduktif. Dari sudut pandang, kapasitas operasi dari suatu objek matematika dalam sebuah proses studi membutuhkan keseimbangan antara peran pengoperasi dan fungsi teoritis atau diskursif. Dalam proyek pendidikan global, analisa kapasitas pengoperasi haruslah juga diperhitungkan, selain dimensi kognitif, dan instruksional.

Gagasan ”efektivitas didaktik” yang diperkenalkan sebelumnya memperhitung-kan kedua dimensi ini dan memadumemperhitung-kan fungsi operatif dan diskursif dari aktivitas ma-tematika. Kemudian berkenaan dengan arti parsial aritmetik dan arti parsial fungsi sepotong-sepotong kita tanya diri kita sendiri: Apakah dimungkinkan membedakan arti parsial tersebut menurut efektivitasnya.

Satu-satunya cara dalam membedakan arti yang dikaitkan seseorang dengan objek adalah melalui situasi atau serangkaian masalah yang bisa diselesaikan dengan menggunakan arti-arti parsial yang berbeda yang dapat menghasilkan tindakan terkait dan berguna.

Percobaan yang dilaksanakan memungkinkan kita dapat mengklasifikasikan siswa menurut arti parsial dari nilai absolut yang terkait dengan praktek operatif dan diskur-sif berkenaan dengan masalah yang diajukan yang menentukan tingkat efektivitas tertentu. Karenanya agar dapat mengklasifikasikan siswa, perlu kiranya mengkaitkan secara timbal-balik koleksi tugas-tugas dan menentukan (dengan tingkat aproksimasi) tugas-tugas yang memungkinkan pelaksanaan tugas-tugas tersebut terjamin.

(28)

15

4.2 Analisis Singkat Atas Teknik Penghitungan Penyelesaian dari|x2|= 1

Dari definisi-definisi yang disebutkan sebelumnya ekuivalen secara matematika, tetapi penggunaannya mensyaratkan aktivitas matematika. Khususnya, penggunaan-nya mensyaratkan teknik penyelesaian persamaan | x2 |= 1 , seperti yang telah tunjukkan. Karena alasan ini, bisa kita tegaskan bahwa definisi tidak ekuivalen dari sudut pandang epistemik definisi tersebut tidak melibatkan objek matematik yang sama dalam penyelesaian suatu masalah. Definisi tersebut mensyaratkan praktek opertif dan diskursif dalam kaitannya dengan nilai absolut.

Bukti yang akan diajukan melibatkan penggunaan beberapa teknik umum untuk menyelesaikan persamaan linier dengan nilai absolut (yaitu, persamaan dengan tipe

|xk |=m; k, mR) untuk kasus khusus. Dalam analisa epistemik atas objek ma-tematika, perlu kiranya dijawab pertanyaan dasar apa bidang aplikasi untuk teknik? Sebagai contoh misalnya. Apakah teknik tersebut memungkinkan persamaan berben-tuk|rxk|=|s.xt | (r, k, s, t R) dapat diselesaikan. Dimungkinkan melakukan penyesuaian yang substansial atau penyesuaian sederhana agar dapat menyelesaikan masalah ini. Alat evaluasi apa yang kita miliki untuk menilai apakah penyesuaian teknik ini substansial atau sederhana.

(29)

16

Test

1. Lengkapilah, bila memungkinkan, persamaan berikut:

| −2|=. . . |2 |=. . . |0|=. . . |2|=. . .

|√2|=. . . | −√2|=. . . |2√2|=. . . | √22|=. . .

2. Isilah titik-titik dalam persamaan berikut untuk menjadikannya benar:

|. . .2|= 1 |. . .+ 2 |= 1; | . . .2|= 0 |(. . .)24|= 0;

|(. . .)2+ 4|= 0; |(. . .)21|= 1; |(. . .)23|= 1;

3. Minsalkan a bilangan riil. Lengkapilah kesamaan berikut:

| −a |=. . . |a|=. . . |a2|=. . .

| −a2|=. . . |2a |=. . . |a+ 2|=. . .

4.3 Analisa Test

Tujuan utama dari percobaan test adalah untuk mendukung atau tidak men-dukungnya secara empiris. Menurut arti parsial ”aritmetik” dan ”fungsi sepotong-sepotong” yang terkait dengan nilai absolut sangat serupa. Analisa a priori mem-berikan kriteria untuk memilih variabel dalam melaksanakan studi implikatif dan hierarkis.

4.3.1 Analisis A Priori

Analisis A Priori menjelaskan kompleksitas onto-semiotik dari nilai absolut mem-berikan arti institusional nilai absolut. Perbedaan antara analisis A Priori ini dan realisasi efektif siswa dinyatakan dalam bentuk kecocokan proses studi, yaitu penco-cokan arti yang dimaksudkan, yang diajarkan dengan efektif dan dicapai. Sebagian kriteria yang cocok, yang bisa dipahami dengan memperhitungkan dimensi epistemik, kognitif dan instruksional, akan diberikan di bawah ini.

Evaluasi kecocokan epistemik terdiri dari penilaian persamaan dan perbedaan antara arti institusional rujukan dan arti yang diajarkan dengan efektif. Kecocokan

(30)

17

kognitif menilai apakah memperhitungkan batasan kognitif siswa dan apakah sumber-daya materi dan waktu cukup untuk mengatasi permasalahan arti institusional yang ingin kita ajarkan. Terakhir, kecocokan instruksional berkenaan dengan mekanisme pengajaran, untuk mengidentifikasi konflik semiotik dan menyelesaikannya dengan secara diskusi.

Keabsahan dalam membrikan soal haruslah dinilai dari dimensi epistemik, kogni-tif dan instruksional. Sebagai contoh misalnya, dalam pemberian soal kita perkirakan jawabannya adalah ”bilangan kompleks”, ”tak tentu”, ”anda tidak bisa mengambil akar kuadrat dari bilangan negatip”, bila siswa diminta menentukan 2 . Batasan ins-titusional menentukan fungsi nilai absolut yang akan didefinisikan dalam himpunan bilangan riil (dimensi epistemik); sebuah soal mempunyai satu, tidak mempunyai atau beberapa penyelesaian (dimensi kognitif); dan terakhir, proses studi keseluruhan fokus pada nilai absolut dari bilangan riil (dimensi instruksional).

4.3.2 Analisis Implikatif

Dalam analisa implikatif, tujuannya adalah untuk menentukan apakah, dalam sampel pertanyaan kuisioner fakta telah menjawab pertanyaan mengimplikasikan de-ngan tepat secara statistik jawaban untuk pertanyaan lainnya diharapkan agar ada orang yang dapat melaksanakan tugas yang lebih kompleks daripada tugas lainnya dan mengeneralisasirnya dengan cara tertentu, kemudian ia juga akan dapat melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi, tidak selalu demikian halnya gagasan ”kesuli-tan” terkait dengan praktek naturalisasi dalam institusi tertentu dan arti pribadi yang tidak selalu dispesifikasikan, karena itu harapan penyelesaian bisa ”dikontradiksikan” dalam sampel tertentu dengan kelompok besar subjek. Karena hal inilah mengapa dalam banyak keadaan, perlu kiranya dibandingkan hipotesa-hipotesa tertentu dalam pelaksanaan tugas-tugas.

4.3.3 Analisis Hierarkis

(31)

18

antara jenis-jenis pertanyaan yang akan diuraikan dengan cara yang lebih baik, karena merupakan jawaban untuk pertanyaan yang telah diajukan. Siswa yang mampu un-tuk menjawab test sebesar 70% dari 40 orang siswa yang di ujikan. Hasil ini cocok diterapkan sesuai dengan efektivitas didaktik khusus pada nilai absolut.

4.4 Hasil-hasil Analisis

Analisis implikatif dan hierarkis memberikan hasil-hasil berikut:

1. Arti parsial aritmetik dari nilai absolut dipahami sebagai aturan yang beroperasi pada ”bilangan”, yaitu bilangan ”dalam format desimal”.

2. Siswa yang menunjukkan perilaku ”yang baik” dalam pelajaran sebagian besar mengoperasikan nilai absolut ’secara simbolis” (|√22|= 2√2)

3. Kelompok siswa bisa disusun dalam dua subkelompok, masing-masing dengan jawaban stabil berkenaan dengan tugas-tugas yang mereka laksanakan (dan arti dari nilai absolut yang diaplikasikan).

4. Dari analisis siswa yang menjawab test secara benar sebanyak 70% dari 40 siswa yang diujikan dan dapat secara sistematik dan efektif mengaplikasikan arti parsial fungsi sepotong-sepotong membentuk satu kelompok yang lainnya dicirikan menurut aplikasi arti parsial aritmetik.

5. Arti parsial fungsi sepotong-sepotong penting untuk pelaksanaan yang efektif dari tugas-tugas yang terkait dengan Nilai Absolut. Lebih tepatnya, kita ha-rapkan implikasi dari tugas-tugas yang membutuhkan arti parsial analitik untuk

tugas-tugas yang membutuhkan arti parsial aritmetik.

6. Analisa pengamatan, pengamatan sesi mengajar dan wawancara dengan guru dan siswa, menunjukkan bahwa pengajaran yang dilaksanakan sebelum mem-berikan soal, mungkin cocok dari sudut pandang kognitif karena sumberdaya waktu dan materi memungkinkan siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diajukan selama proses studi ini. Akan tetapi, kecocokan epistemik dan instruk-sional mungkin rendah. Di satu pihak, arti instituinstruk-sional yang diajarkan tidak memungkinkan sebagian besar siswa bisa mengetahui formalisasi nilai absolut

(32)

19

dalam bentuk arti parsial ”fungsi sepotong-sepotong” arti institusional yang di-maksudkan. Di lain pihak, tugas-tugas yang diajukan dalam proses studi tidak memungkinkan identifikasi konflik arti yang terkait dengan nilai absolut.

(33)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Analisa, menunjukkan bahwa pengajaran yang dilaksanakan sebelum memberikan soal, mungkin cocok dari sudut pandang kognitif karena sumberdaya waktu dan materi memungkinkan siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diajukan selama proses studi ini. Akan tetapi, kecocokan epistemik dan instruksional mungkin rendah. Di satu pihak, arti institusional yang diajarkan tidak memungkinkan sebagian besar siswa bisa mengetahui formalisasi nilai absolut dalam bentuk arti parsial ”fungsi sepotong-sepotong” arti institusional yang dimaksudkan. Di lain pihak, tugas-tugas yang di-ajukan dalam proses studi tidak memungkinkan identifikasi konflik arti yang terkait dengan nilai absolut.

Arti parsial aritmetik ditransformasikan dalam pernyataan: ”nilai absolut adalah aturan yang menghilangkan tanda minus dari bilangan negatip”; yaitu aturan untuk annotasi: ostensif ”3” dan ”| −3 |” menyatakan objek yang sama, keduanya meru-pakan kasus bersinonim. Siswa ”yang baik” adalah siswa yang menerima aturan yang ditetapkan guru, yang menerima pelajaran dengan baik dan membutuhkan pengua-saan yang kuat dalam belajar.

5.2 Saran

Dalam penelitian ini, efektivitas didaktis sangat berpengaruh terhadap pembe-lajaran matematika khususnya pada pepembe-lajaran nilai absolut, dengan demikian penulis berharap agar dalam penelitian selanjutnya efektivitas didaktis dibahas dengan sebaik mungkin dan lebih dalam.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arcidiacono, M. J. (1983). A visual approach to absolute value. The Mathematics sTeacher, 76 (3), 197?201.

Barrow, R. (1997). Language: definition and metaphor. Studies in Philosophy and Education, 16, 113?124.

Bills, L., and Tall, D.(1998). Operable definitions in advanced mathematics: the case of the least upper bound. In A.

Chiarugi, I., Fracassina, G., and Furinghetti, F. (1990). Learning difficulties behind the notion of absolute value.Proceedings of PME 14 (Mxico), Vol. 3, 231?238. De Villiers, M.(1998). To teach definitions in geometry or teach to define?. In A.

Olivier and K. Newstead (eds.), Proceedings of PME 22 (Stellenbosch, South Africa), Vol. 2, 248?255.

Godino, J. D. (2002). Un enfoque ontolgico y semitico de la cognicin matemtica. Recherche en Didactique des

Godino, J. D. and Batanero, C. (1998). Clarifying the meaning of mathematical objects as a priority area of research in mathematics education. In A. Sierpinska and J.Kilpatrick (Eds.),Mathematics Education as a Research Domain:A Search for Identity (pp. 177-195). Dordrecht: Kluwer, A. P.

Godino, J. D., Batanero, C., and Roa, R. (2005). An onto-semiotic analysis of combi-natorial problems and the solving processes by university students. Educational Studies in Mathematics, 60(1),3 - 36.

Gagatsis, A. (2003). A multidimensional approach to understanding and learning ma-thematics. In Gagatsis and

Gras, R. (1996). L’implication statistique. Grenoble, FRA: La Pense Sauvage.

Horak, V. M. (1994). Investigating absolute-value equations with the graphing calcu-lator.The Mathematics Teacher,87(1), 9?11.

James Pophan, W dan Eva L. Baker, (1994), Bagaimana Mengajar Yang Efektif, Surabaya, Rosda Karya

Leithold, L. (1968). The calculus with analytic geometry. New York: Harper & Row. Leikin, R., and Winicki-Landman, G. (2000). On equivalent and non-equivalent

defi-nitions: part 2. For the Learning of Mathematics, 20(2), 24?29.

Papastavridis (eds),Proceedings of the 3rd International Mediterranean Conference on Mathematics Education. (pp.53-72). Athnes: Hellas.

Sinaga Bornok, (1998), Efekyivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Intruction), Thesis, Surabaya, PPS IKIP Surabaya

Referensi

Dokumen terkait