PENANAMAN MODAL
TESIS
Oleh
KARINA UTARI NASUTION
097011121/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENANAMAN MODAL
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
KARINA UTARI NASUTION
097011121/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nama Mahasiswa : Karina Utari Nasution
Nomor Pokok : 097011121
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : KARINA UTARI NASUTION
NIM : 097011121
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN JOINT VENTURE
AGREEMENT DALAM PERUSAHAAN PENANAMAN
MODAL
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya
saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya
tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi
sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya
tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat
Medan,
Yang Membuat Pernyataan
Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri di dalamnya. Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, juga harus tunduk kepada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas beserta seluruh peraturan pelaksananya. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan para pihak dalamjoint venture agreement,klausula-klausula yang penting dalamjoint venture agreement, dan penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan para pihak dalamjoint venture agreement.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.
Dalam joint venture agreement ditentukan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu kedudukan yang seimbang antara pihak yang satu dengan yang lainnya.
Joint venture agreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa joint venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut. Klausula joint venture agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas di antara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut di masa yang akan datang. Di antara klausula-klausula penting dalam joint venture agreementantara lain : klausula mengenai defenisi, tujuan perjanjian, pendirian, permodalan dan kedudukanjoint venture company,pasal kontribusi para pihak terhadap
joint venture company (contributions), berakhirnya joint venture (termination), penyelesaian sengketa (resolution of disputes), dan lain-lain. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanaman modal, yakni antara lain musyawarah dan mufakat, arbitrase, pengadilan, ADR, dan arbitrase internasional. Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indonesia yang disepakati dan dipilih adalah arbitrase, hal ini dapat dilihat dari berbagai joint venture agreement dan alasan memilih arbitrase adalah kebebasan, kepercayaan, dan keamanan, keahlian
arbiter, cepat dan hemat biaya, bersifat confidential, bersifat non preseden,
Capital investment in the era of globalization is inseparable from the series of international agreements in which Indonesia is involved. Joint venture agreement in the framework of foreign investment in Indonesia is the first step to establish a joint venture company which is a must for foreign investors planning to invest their capital in Indonesia. A foreign investment company is not only subject to Law No.25/2007 on Capital Investment but also to law No.40/2007 on Limited Liability Company as well as all of their implementing regulations. The problems solved in this study were the position of the parties involved in joint venture agreement, important clauses in joint venture agreement, and kind of settlement taken in case a dispute occurs in the parties involved in joint venture agreement.
This prescriptive normative juridical study used the secondary data in the forms of legal materials obtained through library study and emphasized the theoretical-speculative steps and qualitative-normative analysis.
In a joint venture agreement, the rights and responsibilities to be done by each party is determined and there is a balanced position between the right and responsibility belong to respective parties. Joint venture agreement has been tied up by a stipulation based on the deal and stated in a mutual-beneficial written agreement. This means that joint venture agreement causes the parties have responsibility to benefit the other parties and vice versa. The clause of joint venture agreement must reflect a clear relationship between the parties involved and can describe the future development of the relationship. The important clauses included in joint venture agreement, among other things, are: definition, purpose of agreement, establishment, capital, domicile of the joint venture company, the articles on the contributions of the parties involved in the joint venture company, termination of joint venture, resolution of disputes, et cetera. The forms of dispute resolution between the government and the capital investor, among other things, are deliberation and consensus, arbitration, court, ADR, and international arbitration. In settling the dispute related to the foreign investment in Indonesia, arbitration is chosen because of its freedom, trust, security, the expertise of arbitrator, quick and cost-effective, confidential, non-precedent, independence, final and binding, and sensitivity of the arbitrator.
Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
berkat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul
“Analisis Hukum Kedudukan Joint Venture Agreement Dalam Perusahaan
Penanaman Modal”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat
terpelajar Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku ketua pembimbing,
Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum
selaku anggota pembimbing, juga Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku para anggota penguji yang
telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan
penulisan tesis ini.
Juga semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang
konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan
penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan
tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat
bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di
selama menjalani pendidikan.
7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2009 dan
Kelas C yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
Sembah sujud saya kepada Ayahanda Husni Nasution,SH, M.Kn dan Ibunda
Sinta Uli Pulungan, SH, M.Hum serta suami tercinta Wahana Grahawan Manurung,
SH dan buah hati tersayang Lathifah Namira Manurung yang selalu memberikan
cinta, kasih sayang, dukungan dan doa yang tidak putus-putusnya serta memberikan
semangat dan doa kepada Penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun
besar harapan Penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan
pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada Penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin Ya Rabbal
‘Alamin.
Medan, Desember 2011
Penulis,
I. DATA PRIBADI
Nama : Karina Utari Nasution, SH.
Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 18 Oktober 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jalan Karya Wisata Komplek Citra Wisata
Blok V No. 17 Medan
Telepon/HP : 0617864324 / 081397678916
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD St. Yoseph Medan Lulus tahun 1997
2. SLTP St.Maria Medan Lulus tahun 2000
3. SLTA St.Maria Medan Lulus tahun 2003
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan Lulus tahun 2007
5. S-2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Lulus tahun 2011
III. Pendidikan Informal
Halaman
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penulisan ... 12
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 14
1. Kerangka teori... 14
2. Kerangka Konsepsi ... 22
G. Metode Penelitian... 24
BAB II KEDUDUKAN PARA PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT ... 28
A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia... 28
B. Kerjasama Antara Modal Asing dan Nasional ... 47
C. Joint Venture Agreementsebagai Bentuk Kerjasama Modal... 57
D. Kedudukan Para Pihak dalamJoint Venture Agreement... 73
BAB III KLAUSULA-KLAUSULA DALAMJOINT VENTURE AGREEMENT... 80
C. Peranan BKPM dan Notaris dalam Pembentukkan
Joint Venture Agreement ... 102
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT... 107
A. Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan... 108
B. Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase ... 112
C. Penyelesaian Sengketa melalui Cara-cara Penyelesaian Sengketa Alternatif(Alternative Dispute Resolution) ... 117
D. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Internasional .... 121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 139
A. Kesimpulan ... 139
B. Saran ... 141
Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri di dalamnya. Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, juga harus tunduk kepada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas beserta seluruh peraturan pelaksananya. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan para pihak dalamjoint venture agreement,klausula-klausula yang penting dalamjoint venture agreement, dan penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan para pihak dalamjoint venture agreement.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.
Dalam joint venture agreement ditentukan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu kedudukan yang seimbang antara pihak yang satu dengan yang lainnya.
Joint venture agreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa joint venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut. Klausula joint venture agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas di antara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut di masa yang akan datang. Di antara klausula-klausula penting dalam joint venture agreementantara lain : klausula mengenai defenisi, tujuan perjanjian, pendirian, permodalan dan kedudukanjoint venture company,pasal kontribusi para pihak terhadap
joint venture company (contributions), berakhirnya joint venture (termination), penyelesaian sengketa (resolution of disputes), dan lain-lain. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanaman modal, yakni antara lain musyawarah dan mufakat, arbitrase, pengadilan, ADR, dan arbitrase internasional. Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indonesia yang disepakati dan dipilih adalah arbitrase, hal ini dapat dilihat dari berbagai joint venture agreement dan alasan memilih arbitrase adalah kebebasan, kepercayaan, dan keamanan, keahlian
arbiter, cepat dan hemat biaya, bersifat confidential, bersifat non preseden,
Capital investment in the era of globalization is inseparable from the series of international agreements in which Indonesia is involved. Joint venture agreement in the framework of foreign investment in Indonesia is the first step to establish a joint venture company which is a must for foreign investors planning to invest their capital in Indonesia. A foreign investment company is not only subject to Law No.25/2007 on Capital Investment but also to law No.40/2007 on Limited Liability Company as well as all of their implementing regulations. The problems solved in this study were the position of the parties involved in joint venture agreement, important clauses in joint venture agreement, and kind of settlement taken in case a dispute occurs in the parties involved in joint venture agreement.
This prescriptive normative juridical study used the secondary data in the forms of legal materials obtained through library study and emphasized the theoretical-speculative steps and qualitative-normative analysis.
In a joint venture agreement, the rights and responsibilities to be done by each party is determined and there is a balanced position between the right and responsibility belong to respective parties. Joint venture agreement has been tied up by a stipulation based on the deal and stated in a mutual-beneficial written agreement. This means that joint venture agreement causes the parties have responsibility to benefit the other parties and vice versa. The clause of joint venture agreement must reflect a clear relationship between the parties involved and can describe the future development of the relationship. The important clauses included in joint venture agreement, among other things, are: definition, purpose of agreement, establishment, capital, domicile of the joint venture company, the articles on the contributions of the parties involved in the joint venture company, termination of joint venture, resolution of disputes, et cetera. The forms of dispute resolution between the government and the capital investor, among other things, are deliberation and consensus, arbitration, court, ADR, and international arbitration. In settling the dispute related to the foreign investment in Indonesia, arbitration is chosen because of its freedom, trust, security, the expertise of arbitrator, quick and cost-effective, confidential, non-precedent, independence, final and binding, and sensitivity of the arbitrator.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang
berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu
dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke
negaranya.1
Bagi Indonesia, masuknya modal asing merupakan tuntutan keadaan baik
ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembangunan
perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik
dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti pinjaman luar
negeri.2Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa secara langsung bagi negara,
kegiatan penanaman modal secara langsung menghasilkan manfaat yang sangat
signifikan bagi negara tujuan penanaman modal (host country)karena sifatnya yang
permanen/jangka panjang.3 Manfaat tersebut antara lain: untuk mempercepat
pembangunan ekonomi nasional, untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan
1 Ahmad Yulianto, “Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hal. 39.
2
Yulianto Syahyu,”Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hal. 46.
3Asmin Nasution,Transparansi dalam Penanaman Modal, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 1.
ekonomi riil dengan menggunakan modal asing, untuk menciptakan lapangan kerja,
dan lain sebagainya. Kebutuhan akan modal asing ini dipelukan karena sumber
pembiayaan negara dalam negeri (pajak, migas/ non migas, bea masuk ekspor/
impor, tabungan masyarakat) dan luar negeri (seperti pinjaman dan hibah), seringkali
tidak cukup untuk pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan modal asing.
Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan antara lain adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1967
jo Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing
(UUPMA), Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang No. 12 Tahun
1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN), kemudian diubah
dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dalam
pelaksanaannya, terdapat berbagai peraturan pelaksanaan penanaman modal, di
antaranya: Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Pemberian Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Daerah-Daerah
Tertentu, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha
Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, dan lain sebagainya.
Dasar dilakukannnya perubahan terhadap UUPMDN dan UUPMA adalah
kebutuhan akan percepatan perkembangan ekonomi nasional yang dalam hal ini melalui
cara investasi aset asing maupun dalam negeri dalam artian pembuat undang-undang
berpendapat bahwa percepatan perekonomian nasional dapat dicapai dengan cara
pengakumulasian modal dari pihak asing maupun modal sendiri. Alasan lainnya adalah
untuk menyesuaikan dengan komitmen Indonesia dalam kesepakatan internasional.
Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan akumulasi modal, pemerintah mengambil
sikap dan kebijakan untuk mengatasi faktor-faktor penghambat iklim investasi, antara lain
melalui perbaikan koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi
yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing
tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.
Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
digambarkan setidaknya sebagai bentuk komitmen bagi keamanan dan kenyamanan
pemilik modal.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,
mendefenisikan penanaman modal hanya mencakup penanaman modal secara
langsung (direct investment). Penanaman modal langsung dilakukan oleh para
pemilik modal dengan cara membentuk perusahaan sendiri, menyediakan dana, dan
(portofolio investment) yang merupakan bagian dari Hukum Pasar Modal, dimana
investortidak perlu hadir secara fisik.
Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelengaraan perekonomian
nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional,
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang
berdaya saing.4
Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting
sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi
akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong
pertumbuhan bisnis, adanyasupplyteknologi dariinvestorbaik dalam bentuk proses
produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan lapangan kerja.
Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk utama transaksi bisnis
internasional. Ada beberapa bentuk kerjasama antara penanam modal asing dengan
penanam modal dalam negeri yang dapat dilakukan seperti joint venture, joint
enterprise, production sharing contract, maupun bentuk kerjasama lainnya. Di
banyak negara, peraturan pemerintah tentang penanaman modal asing berbentuk
persyaratan joint venture, yaitu persyaratan bahwa penanaman modal asing harus
membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan
ekonomi yang mereka inginkan,5 juga antara dua perusahaan asing atau lebih yang
sering terjadi di Indonesia. Dengan adanya pengaturan tentang joint venture
diharapkan penanaman modal dapat lebih bergairah untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
Joint venture secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan antara
dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Persetujuan
yang dimaksud adalah kesepakatan yang didasari atas suatu perjanjian yang harus
tetap berpedoman kepada syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
Joint venture agreement merupakan bentuk perjanjian patungan yang tidak
terlepas dari Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1319, yang
menyebutkan: “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus,
maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian
perjanjian-perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri
di dalamnya.6 Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di
Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan(joint
venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan
berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.7
Investorasing dan pihak lokal menjadi pemegang saham dalam perusahaan patungan
yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Undang-Undang Penanaman
Modal juga telah memberikan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman
Modal untuk melakukan koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal,
wewenang tersebut tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang No. 25
Tahun 2007.
Kegiatan penanaman modal asing langsung di Indonesia harus dijalankan
melalui perusahaan berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia,
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 Tentang Penanaman Modal, yakni dalam bentuk perseroan terbatas. Berkaitan
dengan hal ini, badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang akan
menanamkan modalnya di Indonesia harus mengikuti ketentuan yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
dinyatakan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian. Dengan demikian, terdapat dua perjanjian yang menjadi
landasan pembentukan perusahaan patungan (joint venture company), yakni joint
venture agreementdan anggaran dasar (article of association).
Joint venture agreement yang dibuat oleh investor asing dan investor
nasional akhirnya bermuara pada pendirian joint venture company, sehingga joint
venture company dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas
kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam hukum perjanjian,
memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum,
kepatutan dan kesusilaan yang baik. Asas kebebasan berkontrak (freedom of
contract)sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian, memberikan
keleluasaan kepada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk menentukan isi
perjanjiannya. Tidak hanya itu, sebuah perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata) serta memiliki kekuatan mengikat(pacta sun servanda)terhadap para pihak
yang membuatnya.
Joint venture agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam penanaman
modal asing oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) digunakan sebagai
dasar dibentuknya joint venture company. Artinya joint venture company tunduk
kepada hukum perjanjian. Namun dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, joint venture company harus berbentuk
perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa
joint venture company tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam Pasal
5 ayat (2) menentukan bahwa penanam modal asing di Indonesia harus dalam bentuk
vennootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis.
Perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.8
Perseroan terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling
disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas,
perseroan terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham)
untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh
saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut. Kata “perseroan” menunjuk
kepada modal yang terdiri atas sero (saham), sedangkan kata “terbatas” menunjuk
kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham
yang diambil bagian dan dimiliki.9 Dikarenakan oleh hal-hal tersebut, maka tepat
apabila undang-undang mengatur bahwa perseroan terbatas merupakan wadah bagi
penanaman modal asing di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, maka suatu perusahaan penanaman modal asing
selain tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,
juga harus tunduk kepada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas beserta seluruh peraturan pelaksananya. Di dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, menjelaskan bahwa:
“Perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat
dalam bahasa Indonesia”.10
Biasanya isi dari joint venture agreement ini sangat lengkap, bahkan lebih
lengkap dari anggaran dasar (articles of association) dari perusahaan yang dibentuk.
Sehingga tidak semua ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam joint venture
agreement dapat dimasukkan ke dalam akta pendirian perusahaan, karena akta
pendirian perusahaan yang dibuat oleh Notaris biasanya memiliki standar format
yang sudah ditetapkan. Penetapan standar tersebut bertujuan untuk mempermudah
proses klarifikasi kelengkapan dokumen yang akan diajukan kepada Departemen
Hukum dan HAM.11
Para pihak tidak secara bebas dapat menentukan anggaran dasar, biasanya
pada saat pembuatanjoint venture agreement para pihak juga membuat draft untuk
anggaran dasar12perseroan, sehingga ketentuan yang ada dalam anggaran dasar tidak
berbeda jauh denganjoint venture agreement.
Joint venture company yang lahir karena adanya joint venture agreement
yang dibuat oleh para pihak dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia,
harus memiliki badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas. Pembentukan badan
10Munir Fuady,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 137.
11 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 167.
hukum perseroan terbatas tersebut mengikuti persyaratan dan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Pengaturan joint venture agreement secara sistematis juga membahas
mengenai ketentuan hukum jika ada masalah hukum yang timbul dari pelaksanaan
joint venture agreement tersebut. Beberapa modal dasar bagi pemerintah adalah
bahwa pengaturan hukum yang bagaimanapun bersifat mengikat. Dalam masalah
penanaman modal asing ini bahkan bagian terbesar adalah masalah hukum, dan
hukum nasional jugalah yang menguasai bagian terbesar dari kegiatan penanaman
modal asing tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan analisis
hukum kedudukan joint venture agreement dalam perusahaan penanaman modal
yang notabene telah diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal harus dalam bentuk perseroan terbatas.
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tesis ini adalah:
1. Bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian pembentukan perusahaan
patungan (joint venture agreement)?
2. Klausula-klausula apa saja yang penting dimuat dalam joint venture
3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan para pihak
dalamjoint venture agreement?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menganalisis kedudukan para pihak dalam perjanjian pembentukan
perusahaan patungan (joint venture agreement).
2. Untuk mengetahui dan menganalisis klausula-klausula yang penting dimuat
dalamjoint venture agreementagar tidak terjadi masalah bagi para pihak.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa apabila terjadi
perselisihan para pihak dalamjoint venture agreement.
D. Manfaat Penulisan
1. Secara Teoritis
Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan
pengetahuan ilmu hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum penanaman
modal.
2. Secara Praktis
Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan
mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah agar dapat lebih
mengetahui dan memahami tentang kedudukan joint venture agreement
yang berlaku dan peraturan lainnya yang terkait di Indonesia. Penelitian ini
juga sedapat mungkin dilakukan agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja
memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi
menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan yang dilaksanakan/ditegakkan
dalam kenyataannya.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian
mengenai “Analisis Hukum KedudukanJoint Venture Agreement Dalam Perusahaan
Penanaman Modal” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di lingkungan
Universitas Sumatera Utara dan tesis ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan
plagiat atau diambil dari tesis orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari
proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat
dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada tesis yang sama, maka
penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang memiliki
topik yang sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya jelas berbeda
1. Dedi Harianto/992105108, Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan
Forum Arbitrase Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Di Kota
Medan;
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
Forum lembaga arbitrase asing apakah yang selalu dipergunakan oleh para
investor (baik investor asing maupun mitra nasionalnya) dalam setiap
klausula arbitrase mengenai PMA di Kota Medan, Faktor-faktor apakah yang
menjadi pendorong para investor untuk lebih mempergunakan forum
arbitrase asing dalam menyelesaikan sengketa PMA, bila dibandingkan
dengan mempergunakan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dan
Hal-hal apakah yang merupakan penghambat berkaitan dengan pemilihan
forum arbitrase asing tersebut didalam praktek.
2. Lanni Ervina/067011046, Fungsi Notaris Dalam Perjanjian Alih Teknologi
Melalui Penanaman Modal Asing;
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah mekanisme perjanjian alih teknologi melalui penanaman
modal asing, bagaimanakah akibat-akibat hukum yang timbul dari perjanjian
alih teknologi melalui penanaman modal asing, dan bagaimanakah fungsi
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi.13Sedangkan kerangka teori merupakan landasan
dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran
atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak
disetujui.14
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15Dikarenakan penelitian ini
merupakan penelitian hukum dalam lapangan hukum perjanjian (joint venture
agreement), maka teori hukum yang dipergunakan adalah teori hukum dalam
lapangan hukum perjanjian.
Dasar pokok pengaturan joint venture antara modal asing dengan modal
nasional adalah hukum kontrak/perjanjian. Perjanjian kerjasama ini disebut dengan
perjanjian patungan atau joint venture agreement. Dalam joint venture agreement,
bentuk perjanjian kerjasamanya merupakan suatu permufakatan atau persepakatan
antara pihak-pihak yang mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh
janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang
13
JJ. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas,Penyunting M. Hisyam, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 203.
menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama
mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.16
Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan
bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara
dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk
memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan
prestasi.17
Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian sebagaimana yang
termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah sangat luas, maka kontrak dapat
menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan
perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan
bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para
pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara para pihak yang satu dengan
yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu
16Subekti,Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, Cet. 21, 2005), hal. 1.
dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kontrak yang dibuat oleh para
pihak berlaku sebagai undang-undang bila terjadi pelanggaran isi kontrak.
Hukum kontrak di Indonesia menganut sistem terbuka yang berarti bahwa
setiap orang bebas membuat kontrak, sehingga mempunyai sifat yang “optional
law”.18Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,yaitu
asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang
memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan suatu kontrak
dengan siapapun dan untuk hal apapun. Namun asas kebebasan berkontrak bukan
berarti bebas mutlak, ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Pasal-Pasal
dalam KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak
tak terbatas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak selain harus memenuhi syarat
sahnya suatu perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata juga dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian hanya dapat dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, cara ini
dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak
diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang
bagi mereka sendiri, dengan pembatasan bahwa perjanjian yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma
kesusilaan. Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata
(BW), yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) yang seyogyanya dalam perjanjian:
1. Mengenai terjadinya perjanjian
Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanijan hanya
terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak
(consensus, consensualisme).
2. Tentang akibat perjanjian
Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu
sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menegaskan
bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku sebagai
Undang-Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
3. Tentang isi perjanjian
Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid atau
partijautonomie) yang bersangkutan.
Dengan kata lain selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka
perjanjian itu diperbolehkan. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan
sekehendak hati klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus
didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada
itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat
Sehingga dalam membuat joint venture agreement para pihak bebas untuk
membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya dan bebas
mengatur isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian yang dibuat dengan sengaja
atas kehendak para pihak secara sukarela dan yang telah disepakati/disetujui oleh
para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana yang telah dikehendaki.
Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain
dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan
jalur hukum yang berlaku.19
Dengan adanya kesepakatan, maka muncullah hak dan kewajiban di antara
para pihak. Dalam joint venture agreement ditentukan hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban
tersebut terdapat suatu keseimbangan. Joint venture agreement telah diikat dengan
suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam
kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwajoint
venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk
memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk
menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan
perjanjian tersebut.
Selain melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan perjanjian,
dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan teori keadilan. Teori keadilan
mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara
adil bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. Oleh karenanya suatu konsep
keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep
keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan
keadilan itu sendiri.20
Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu:
moral, hukum, kebenaran, dan keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa
Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut
Plato, “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.”21
Teori Keadilan Hukum menerangkan bahwa setiap orang tidak akan merasa
dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Jadi keadilan bukan berarti
bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama. Tentang isi keadilan sukar untuk
memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu
justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa
setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya, yang adil di sini ialah
apabila setiap orang mendapat hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan
pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Sedangkan justitia
20 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisi, 2000), hal. 42.
commutativa memberi kepada setiap orang sama banyaknya, yang adil ialah apabila
setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.22
Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja
yang mendapatkan simpati dari kita. Penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan
individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang kita
samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan, dengan demikian mencakup
semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.23
John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu tindakan itu hendaklah
ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah
apabila ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Ia
menyetujui, bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya. Akan
tetapi ia berpendapat, bahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan
pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk
mempertahankan diri dan perasaan simpati.24
Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan
atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak yang bersangkutan. Perumusan
hubungan perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak.
Melalui proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk adanya
22
Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal. 77.
23 Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, the philosophy and the Methos of the Law, (Cambridge Mass: Harvard University Press, 1974), hal. 86.
kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan)
melalui proses tawar menawar tersebut.25
Pada umumnya berawal terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan
dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh karena itu
melalui hubungan perjanjian, perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya
dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para
pihak. Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila
perbedaan yang ada diantara para pihak dapat terakomodir melalui sebuah
mekanisme hubungan perikatan yang bekerja secara seimbang dan terarah.26
Dengan tujuan pembentukan joint venture agreement, diharapkan akan
memunculkan perjanjian secara adil dan seimbang bagi para pihak dalam hubungan
kerjasama, tetapi jika para pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
mestinya karena adanya perbuatan atas wanprestasi berarti prestasinya tidak
dilakukan pihak, dengan sendirinya hak dari pihak lain menjadi tidak terwujud, dan
menimbulkan adanya kerugian. Pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk
mengajukan gugatan atau tuntutan ke pengadilan untuk meminta kerugian sebagai
upaya pihak yang bersangkutan agar mendapatkan pemulihan atas haknya tersebut.27
Asas kebebasan berkontrak merupakan inti daripada perjanjian kerjasama ini
yang mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja
25 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hal.1 26Ibid
asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Lebih jauh lagi para pihak yang membuat perjanjian harus mempunyai posisi yang
setara dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya, sehingga kedudukan hak dan
kewajiban para pihak menjadi seimbang.
2. Kerangka Konsepsi
Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan
dalam penelitian ini, maka berikut akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah sebagai
berikut:
1. Joint venture (kerjasama patungan) adalah suatu usaha kerjasama yang
dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional
semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontraktuil), dimana
tidak membentuk suatu badan hukum baru.28
2. Joint venture company (perusahaan patungan) adalah perusahaan berbentuk
perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan patungan modal asing dengan
modal dalam negeri (nasional).
3. Joint venture agreement (perjanjian kerjasama patungan) adalah perjanjian
antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri untuk
mendirikan dan menjalankan perusahaan berbentuk perseroan terbatas.
4. Modal asing adalah adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan Warga Negara Asing, badan usaha asing, badan hukum asing,
dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya
dimiliki oleh pihak asing.29
5. Modal dalam negeri (nasional) adalah modal yang dimiliki oleh negara
Republik Indonesia, perseorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha
yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.30
6. Anggaran dasar adalah manifestasi dari pemberian kewenangan dan hak
untuk bertindak sebagai perseroan terbatas oleh negara. Lebih dari itu,
anggaran dasar adalah dokumen hukum dasar (basic constitutional document)
bagi setiap perusahaan.31 Dalam penelitian tesis ini yang dimaksud dengan
anggaran dasar adalah anggaran dasar perusahaan patungan (joint venture
company).
7. Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah lembaga pemerintah non
departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden32, yang melaksanakan tugas dan memiliki wewenang di bidang
penanaman modal.
29Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 angka 8. 30
Ibid, Pasal 1 angka 9.
31 Emmet Scully, “Shareholders’ Agreement: A Practical Analysis”, http//www.dundee.ac. ukl/cepmlp/journal/html/Vol1/article-5.html. Diakses tanggal 5 Mei 2011.
8. Perusahaan penanaman modal adalah sebuah kesatuan yang dibentuk antara 2
(dua) pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama.
Pihak-pihak itu setuju untuk berkelompok dengan menyumbang keadilan,
kepemilikan, dan kemudian saham dalam penerimaan, biaya, dan kontrol
perusahaan.33
9. Sengketa penanaman modal adalah perselisihan dalam pelaksanaan
penanaman modal yang timbul karena ketidakpatuhan para pihak terhadap
joint venture agreement.
10. Penanaman modal adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor
baik penanam modal asing maupun domestik secara langsung membentuk
suatu badan usaha atau perusahaan di Indonesia.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian, maka
sifat penelitian yang sesuai adalahpreskriptif. Ilmu hukum mempunyai karakteristik
sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas
aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.34Untuk membahas
pokok permasalahan dalam tesis ini akan digunakan spesifikasi penelitianpreskriptif
33 http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan. Diakses tanggal 16 Mei 2011.
yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan saran-saran mengenai
apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.35
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu
penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is
written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses
pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)36. Penelitian
hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada
langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.37
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.38 Logika keilmuan yang
juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan
cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu
sendiri. Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber
hukum, peraturan perundang-undangan, dan beberapa buku mengenai kedudukan
joint venture agreementdalam perusahaan penanaman modal.
35Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2007), hal. 10. 36Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 118.
37J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 3.
2. Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang
terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan peraturan
lainnya yang berkaitan.39 Data dari pemerintah yang berupa
dokumen-dokumen tertulis yang bersumber pada perundang-undangan, di antaranya:
1) KUH Perdata;
2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan
peraturan pelaksananya;
3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas;
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa buku, penelusuran
internet, junal, surat kabar, makalah, skripsi, tesis maupun disertasi.40
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus dan
ensiklopedia. Selain itu juga buku mengenai metode penelitian dan penulisan
hukum untuk memberikan penjelasan mengenai teknik penulisan tesis.41
3. Alat Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan tesis, maka
penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi dokumen yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti dokumen-dokumen dari bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penulisan tesis ini antara lain berasal dari peraturan
perundang-undangan, buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel
baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, makalah ilmiah,
dokumen-dokumen joint venture agreement, dan bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan meteri yang dibahas dalam tesis ini.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.42
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan pendekatan
kualitatif. Analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan
menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya. Kemudian
analisis itu akan dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi
kepustakaan.
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa
dengan menggunakan metode deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan
membaca, menafsirkan dan membandingkan, sehingga diperoleh kesimpulan yang
sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
BAB II
KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAMJOINT VENTURE AGREEMENT
A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia
1. Prinsip-Prinsip dalam Penyelenggaraan Penanaman Modal
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan
kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal
untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Untuk itu, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan
perekonomian nasional. Penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai
apabila sejalan dengan tujuan pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang
Penanaman Modal.
Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi diperlukan adanya pembatasan
kegiatan usaha yang dapat dimasuki modal asing, juga memerintahkan untuk
mengatur melalui perundang-undangan mengenai persyaratan bidang usaha yang
tertutup dan yang terbuka, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau
dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Oleh karena itu, dapat
ditarik prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dalam UUPM, antar lain:
a. Pasal 3 UUPM asas penyelenggaraan penanaman modal;
Dasar atau prinsip maupun asas yang terkandung dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah:43
1) Kepastian Hukum
Asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai dasar dalam setiap
kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
2) Keterbukaan
Asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman
modal.
3) Akuntabilitas
Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara
Asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri
dalam daerah maupun yang berasal dari luar daerah dan penanam modal
asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam
modal dari negara asing lainnya.
5) Kebersamaan
Asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara
bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
6) Efisiensi Berkeadilan
Asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan
mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan
iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
7) Berkelanjutan
Asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan
dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini
maupun yang akan datang.
8) Berwawasan lingkungan
Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan
mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
9) Kemandirian
Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan
potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya
10) Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi antar
wilayah di daerah dalam kesatuan ekonomi nasional.
b. Pembatasan bidang usaha
Undang-Undang Penanaman Modal Asing mengatur beberapa hal yang
menjadi landasan dalam membuat joint venture agreement seperti yang
berkaitan dengan bentuk badan usaha, kedudukan, bidang usaha, perizinan
perusahaan, dan penyelesaian sengketa. Dalam UUPM terdapat ketentuan
mengenai pembatasan bidang usaha bagi penanaman modal asing maka agar
penanam modal asing dapat menanamkan modal di bidang usaha yang
tertutup bagi penanam modal asing diperlukan adanya kerja sama dengan
penanam modal nasional.
c. Perlakuan dan fasilitas
Fasilitas penanaman modal merupakan hal yang biasa dilakukan untuk
menarik penanam modal. UU Penanaman Modal mengatur tentang fasilitas
penanaman modal dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 24. Fasilitas
penanaman modal menjadi suatu permasalahan dalam hal fasilitas tersebut
dilakukan dikaitkan dengan pemenuhan Performance Requirement yang
dilarang di dalam TRIMs. Salah satu hal yang menjadi perhatian di dalam UU
Penanaman Modal adalah Pasal 18 ayat (3) huruf j, yang menyebutkan
penggunaan komponen lokal. Bilamana ditelaah maka pengaturan Pasal 18
ayat (3) huruf j, UU Penanaman Modal merupakan suatu perlakuan yang
tidak sama antara barang dalam negeri dan barang import.44
d. Pengembangan partisipasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan koperasi
Pemerintah perlu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong
perkembangan yang bergairah dan dinamis. Untuk ini, yang merupakan
kepentingan utama adalah apabila pertumbuhan ekonomi yang ekspansif.
Merupakan kunci utama bagaimana seharusnya pemerintah menciptakan
lingkungan penanaman modal yang sehat.
Salah satu aspek dari lingkungan usaha yang sehat adalah mudahnya perijinan
usaha. Pada umumnya, untuk memperoleh perijinan usaha, seorang
pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar 3 atau 4 kali dari biaya perijinan
yang ditentukan. Surat ijin harus diperbaharui setiap tahun dan memerlukan
beberapa klarifikasi dari beberapa pejabat yang berwenang, yang biasanya
menyebabkan perlunya biaya tambahan. Hal ini terjadi karena perijinan tidak
transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama dan tidak pasti, serta
tumpang tindih vertical (antara pusat -daerah) dan horizontal (antara instansi
di daerah). Akibatnya, minat pengusaha terhambat untuk mengembangkan
usahanya.
e. Penyelenggaraan administrasi kegiatan investasi
Ada beragam pilihan yang dimiliki pemerintah untuk memperbaiki iklim
penanaman modal di daerah, dimana salah satu kebijakan yang terkait dengan
kepentingan tersebut, adalah penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) yang didasarkan pada UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Kebijakan ini sangat menarik untuk dicermati, karena jika ditilik pada
substansinya, memiliki kemiripan dengan Keppres No. 29 Tahun 2004
tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka PMA dan PMDN
melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. Keppres ini pernah dianggap
pemerintah daerah sebagai upaya pemerintah pusat untuk menarik kembali
kewenangan penanaman modal yang pernah didesentralisasikan. Di sisi lain,
secara teoritik, PTSP dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dalam
bidang investasi, melalui penyederhanaan perizinan dan percepatan waktu
penyelesaian.45
2. Fasilitas Penanaman Modal
Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan
penanaman modal berupa:46
a. melakukan peluasan usaha; atau
b. melakukan penanaman modal baru.
45 http://setyopamungkas.wordpress.com/tag/penanaman-modal/. Diakses tanggal 5 November 2011.
Adapun penanaman modal yang dilakukan tersebut harus memenuhi salah
satu kriteria sebagai berikut:47
a. menyerap banyak tenaga kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah
lain yang dianggap perlu;
g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau industri
yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi
di dalam negeri.
Apabila salah satu kriteria itu telah di penuhi, maka dianggap cukup bagi
pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada
sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu
investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut
ini:48
a. fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto;
b. pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa
diproduksi di dalam negeri;
c. pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi
tertentu;
d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor
barang modal;
e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat;
f. keringanan PBB.
Selain fasilitas tesrsebut di atas, Pemerintah juga memberikan kemudahan
pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk
memperoleh:49
a. hak atas tanah
b. fasilitas pelayanan keimigrasian, dan
c. fasilitas perizinan impor
Fasilitas-fasilitas yang dimaksud di atas hanya diberikan terhadap penanaman
modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
3. Bidang Usaha Penanaman Modal
Sebelum penanaman modal khususnya penanaman modal asing
mengaplikasikan modalnya terlebih dahulu harus melalui beberapa prosedur dan tata
cara penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Calon penanaman modal
yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal asing harus
mempelajari daftar bidang-bidang usaha yang tertutup. Selanjutnya penanam modal
khususnya penanaman modal asing dapat mengajukan permohonan penanaman
modal kepada Kepala BKPM dengan mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh
BKPM.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 12 UU No. 25 Tahun 2007 yang
pada pokoknya menyatakan bahwa pemerintah telah menetapkan perincian
bidang-bidang usaha baik bidang-bidang usaha yang terbuka, bidang-bidang usaha yang tertutup, maupun
bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Adapun Daftar Negatif
Investasi (DNI) yang harus diperhatikan bagi penanam modal khususnya penanaman
modal asing diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 jo Peraturan
Presiden No. 111 Tahun 2007 jo Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan
untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.50
Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang