• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengendalian Pencemaran Keramba Jaring Apung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengendalian Pencemaran Keramba Jaring Apung"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU TOBA

TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN SEBAGAI DASAR

DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN

KERAMBA JARING APUNG

TESIS

OLEH

RISMAWATI

087004009/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU TOBA

TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN SEBAGAI DASAR

DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN

KERAMBA JARING APUNG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

RISMAWATI

087004009/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Thesis : ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU

TOBA TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN

SEBAGAI DASAR DALAM PENGENDALIAN

PENCEMARAN KERAMBA JARING APUNG

Nama : Rismawati Nomor Pokok : 087004009

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc., Ph.D. Ketua

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, MSc. Drs. Chairuddin, MSc.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D

Anggota : 1. Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, MSc. 2. Drs. Chairuddin, MSc.

3. Prof. Dr. Ir. Setiati Pandia 4. Ir. Mena Uly Tarigan, Msi.

(5)

ABSTRAK

Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia dan juga merupakan Danau vulkanik terbesar di dunia, dengan kategori sebagai danau oligotrofik dengan ciri khas miskin akan unsur hara, memiliki waktu tinggal yang cukup lama. Perairan Danau Toba dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan, pertanian, pemukiman, peternakan dan pariwisata. Khusus untuk kegiatan perikanan telah dimulai sejak Tahun 1986 dan terus mengalami peningkatan yang tajam hingga Tahun 2008 terdapat 6.269 unit keramba di perairan Danau Toba. Pertumbuhan kegiatan perikanan di Danau Toba perlu dianalisis apakah masih memungkinkan untuk di tambah atau dikurangi. Untuk itu perlu dilakukan Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengedalian Pencemaran Keramba Jaring Apung. Analisis dilakukan berdasarkan keberadaan Fosfor di Perairan Danau Toba mengingat dasar perhitungannya adalah parameter Fosfor.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis keberadaan Fosfor di perairan Danau Toba, mengenalisis daya dukung perairan Danau Toba berdasarkan status trofik atau keberadaan unsur Fosfor dan menyarankan kapasitas keramba yang ideal untuk pengendalian pencemaran perairan Danau akibat kegiatan keramba jaring apung. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengukuran kualitas air terhadap parameter Fosfor dan penerapan metode atau rumus Dillon dan Ridgler; Beveridge;Pulatsu dan Kementerian Lingkungan Hidup dalam menetapkan kapasitas daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan perikanan. Hasil pengukuran kualitas air Danau Toba menunjukkan rata-rata Fosfor 0.172 mg/L dan di beberapa titik telah melebihi Baku Mutu yaitu 0,2 mg/L sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba yaitu Sibaganding, Simanindo, Ambarita, Silima Lombu dan Haranggaol yang merupakan pusat kegiatan perikanan. Sedangkan kapasitas daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan perikanan adalah sebesar 8.357,011 ton ikan/tahun atau sebanyak 2.228 Unit keramba. Sehingga perlu pengurangan sebanyak 4.041 unit keramba di perairan Danau Toba.

Oleh karena itu perlu penetapan daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan keramba jaring apung melalui peraturan daerah berdasarkan daya dukung lingkungan dengan mempertimbangkan faktor hidrologi Danau Toba, laju penggelontoran eksisting kualitas air serta peruntukan Danau Toba.

(6)

ABSTRACT

Lake Toba is the biggest lake in Indonesia and also the largest vulcanic lake in the world with categorized as oligotrophic lake with a low supply of plant nutrients and a long habitation time. Lake Toba has been utilized for fish farming, agriculture, settlement, livestock, and tourism. Fish farming industry has started since 1986 and there has been a sharp increase in the number of fish cages afterwards. In 2008, the number of fish cages in Lake Toba amounted to 6,269 units. Growth in the fish farming activities needs to be analyzed to see the possibility of addition or reduction. Therefore, there is a need for an Analysis of the Carrying Capacity of Lake Toba

Waters Towards Fish Farming as the Basis for Controlling the Pollution of the Fish Cages. The analysis is conducted based on the existence of Phosphorus in Lake

Toba waters considering that the basic measurement is the Phosphorus parameter itself.

The primary aims of this study are to analyze the existence of Phosphorus in Lake Toba, to analyze the carrying capacity of Lake Toba waters on the basis of Phosphorus existence, and to recommend feasible in the number of fish cages as a way of controlling the pollution caused by the fish cages in Lake Toba. For that purpose, this research employs a method of water quality measurement towards Phosphorus parameter, as well as the application of Dillon and Ridgler; Beveridge; Pulatsu and the Ministry of Environment’s methods of determining the carrying capacity of Lake Toba waters towards the fish farming activities. The results of Lake Toba water quality measurement show an average concentration of Phosphorus (0.172 mg/L) and as excess amount of Phosphorus in several point above the level of quality standard (0.2 mg/L) based on the Governor Regulation No.1 in the year 2009 concerning the Quality Standard of Lake Toba water in the vicinity of Sibaganding, Simanindo, Ambarita, Silima Lombu and Haranggaol as fish farming centers. And the carrying capacity of Lake Toba towards fish farming activities amounts to 8,357.011 tonnes of fish/year or as many as 2,228 units fish cages. As results 4,041 fish cages need to be reduced in lake Toba waters.

Therefore, certain measures regarding the carrying capacity of Lake Toba towards the floating net fish cages need to be specified through local regulations based on the environmental carrying capacity by considering the hidrological factors of Lake Toba, the flushing rate of water quality existence as well as Lake Toba share.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas pertolonganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan thesis dengan judul : Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengendalian Pencemaran Keramba Jaring Apung. Thesis ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir penyelesaian program pasca sarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan thesis ini penulis telah mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc., PhD., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, nasehat, arahan dan waktu secara sabar untuk berdiskusi dengan memberikan semangat secara terus menerus sejak perencanaan penelitian sampai penyelesaian penulisan thesis ini.

(8)

3. Prof. Alvi Syahrin, SH., MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan untuk tetap bertahan dalam menyelesaikan studi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Setiati Pandia dan Ir. Mena Uly Tarigan, Msi., Selaku Penguji yang telah memberikan koreksi, masukan, saran perbaikan dan semangat dalam menyelesaikan studi.

5. Ayahanda Kapt. Pol. (Alm.) R. Simanjuntak dan Ibunda T. Br Simamora yang senantiasa memberikan semangat, dorongan, bahkan pertolongan dalam menjaga anak-anakku ketika penulis melaksanakan penelitian di kawasan Danau Toba. 6. Kakak Ir. Rosmauli Sitompul dan Ibu Dra. Rosdiana Simarmata, Msi., yang

dengan tulus membantu dan mendorong sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan thesis ini.

7. Suamiku Ir. Z. Sitorus dan anak-anakku Lidia Putri Agata Sitorus dan Zuriel Roderick Sitorus yang dengan setia dan sabar mendukung penulis dalam menyelesaikan thesis ini, bahkan terkadang terabaikan dalam mendapatkan perhatian dari penulis namun kalian tetap setia mendampingi.

(9)

9. Bapak Dr. Drs. Edward Simanjuntak, MM., beserta keluarga yang telah memberikan semangat, dorongan dan motivasi dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak dengan berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Juli 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Labuhan Bilik, pada tanggal 3 Maret 1972. Penulis merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara sebagai puteri dari Bapak Kapt. Pol. Radjiman Simanjuntak (alm) dan Ibu Tiodor Simamora.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1976-1984, menempuh pendidikan tingkat dasar di SD Negeri No. 114375 Rantau Prapat, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara.

2. Tahun 1984-1987, menempuh pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri 1 Rantau Prapat, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara.

3. Tahun 1987-1990, menempuh pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 4 Medan. 4. Tahun 1990-1996 menempuh pendidikan tingkat sarjana di Fakultas Teknik Jurusan

Teknik dan Manajemen Industri, Universitas Sumatera Utara.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ………... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1.Latar Belakang ………...………. 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 4

1.3. Tujuan Penelitian ………. 4

1.4.Manfaat Penelitian ……….. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 6

2.1.Ekosistem Perairan Danau………. 6

2.2. Pencemaran Perairan Danau………... 9

2.3. Fosfor...…... 10

2.4. Daya Dukung Lingkungan... 13

2.5. Kegiatan Perikanan Keramba Jaring Apung... 15

2.5.1. Konstruksi dan Lokasi Keramba Jaring Apung... 16

2.5.2. Komposisi Pakan Ikan... 17

2.5.3. Dampak Kegiatan Keramba Jaring Apung... 18

2.5.3.1. Dampak Ruang... 18

2.5.3.2. Dampak Penurunan Estetika Danau... 18

2.5.3.3. Dampak Penurunan Kualitas Lingkungan Danau... 19

2.5.4. Rasio Konversi Pakan... ... 20

III. METODE PENELITIAN ………... 21

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...…………....……... 21

3.2. Bahan dan Alat ………...………... 21

3.3. Jenis dan Sumber Data……….... 21

3.4. Pelaksanaan Penelitian……….………... 22

(12)

3.4.2. Pengawetan Contoh... 24

3.4.3. Sumber dan Beban Pencemaran Kegiatan Keramba ... 25

3.5. Analisis Data... 25

3.5.1. Analisis Kualitas Air Parameter Fosfor... 25

3.5.2. Analisis Daya Dukung Danau Toba... 25

3.6. Jadwal Penelitian ………... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

4.1. Hasil Penelitian... 29

4.1.1. Gambaran Umum Kawasan Danau Toba... 29

4.1.1.1. Curah Hujan... 30

4.1.1.2. Air yang Berasal dari DTA Danau Toba... 32

4.1.1.3. Tinggi Muka Air Danau Toba, Debit Aliran Keluar dan Volume Air ... 36 4.1.2. Kegiatan Budi Daya Perikanan... 36

4.1.2.1. Dampak Positif dan Negatif Kegiatan Keramba ... 37

4.1.2.2. Proses Produksi Kegiatan Budi Daya Perikanan di Danau Toba... 39

4.1.2.3. Lokasi dan Luasan Keramba di Danau Toba... 40

4.1.2.4. Pakan Ikan dan Rasio Konversi Pakan... 41

4.1.2.5. Kandungan Fosfor dalam Pakan Ikan... 44

4.1.3. Kualitas Air Danau Toba... 44

4.2. Pembahasan... 48

4.2.1. Kualitas Perairan Danau Toba... 48

4.2.2. Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Perikanan... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 54

5.1. Kesimpulan... 54

5.2. Saran... 54

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Kondisi Total Fosfor di Perairan Danau Toba Pada Tahun 1979 ………. 1

2. Daftar Kuantitatif Air di Dunia dalam Siklus Hidrologi……… 6

3. Kriteria Status Trofik Danau ………... 8

4. Lokasi Titik Sampling di Perairan Danau Toba ... 23

5. Sistem Pengawetan Contoh Kualitas Air... 24

6. Jadwal Penelitian... 28

7. Luas Wilayah DTA Danau Toba... 31

8. Debit Aliran Masuk Sungai Permanen ke Danau Toba... 34

9. Luas DTA Sungai-Sungai yang Masuk ke Danau Toba... 35

10. Produksi Perikanan, Ekspor, Konsumsi per Kapita dan Penyerapan Tenaga Kerja ... 37 11. Lokasi dan Luasan Keramba Jaring Apung Unit Usaha PT. Aquafarm.... 40

12. Data Pemakaian Pakan Ikan Dibanding Hasil Produksi... 42

13. Kandungan Fosfor dalam Setiap 100 Gram Pakan Ikan... 44

14. Lokasi Titik Sampling... 45

15. Data Kualitas Air Danau Toba... 48

16. Morfologi dan Hidrologi Perairan Danau Toba…………... 51

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Siklus Fosfor di Perairan Danau... 11

2. Keramba Jaring Apung Tampak Atas... 15

3. Keramba Jaring Apung Tampak Depan... 16

4. Peta Lokasi Sampling Perairan Danau Toba... 23

5. Peta Sebaran Sungai di Daerah Tangkapan Air Danau Toba... 33

6. Perbandingan Pemakaian Pakan dan Tingkat Produksi... 42

7. Grafik Regresi Korelasi Jumlah Pemakaian Pakan dan Produksi Ikan Pada Tahun 2008... 43

8. Grafik Regresi Korelasi Jumlah Pemakaian Pakan dan Produksi Ikan Pada Tahun 2009... 44

9. Grafik Kualitas Air Parameter Total Fosfor... 49

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 . Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2009... 59

2. Grafik Pengaruh Fosfor Terhadap Nilai pH dan Klorofil... 68

3. Data Curah Hujan Rata-Rata di Kawasan Danau Toba... 69

4. Data Curah Hujan Bulanan di Kawasan Danau Toba... 70

5. Rata-Rata Outflow Tahunan Danau Toba Tahun 1986-1999... 71

6. Tinggi Permukaan Air Danau Toba Tahun 1982-2008... 72

7. Peta Persebaran Keramba Jaring Apung ... 73

8. Lokasi dan Luasan Keramba Jaring Apung di Danau Toba... 74

9. Hasil Perhitungan Regresi-Korelasi Jumlah Pakan dan Produksi Ikan Tahun 2008 dan Tahun 2009... 76 10. Sertifikat Analisis Laboratorium Kandungan Fosfor dalam Pakan ... 77

(16)

ABSTRAK

Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia dan juga merupakan Danau vulkanik terbesar di dunia, dengan kategori sebagai danau oligotrofik dengan ciri khas miskin akan unsur hara, memiliki waktu tinggal yang cukup lama. Perairan Danau Toba dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan, pertanian, pemukiman, peternakan dan pariwisata. Khusus untuk kegiatan perikanan telah dimulai sejak Tahun 1986 dan terus mengalami peningkatan yang tajam hingga Tahun 2008 terdapat 6.269 unit keramba di perairan Danau Toba. Pertumbuhan kegiatan perikanan di Danau Toba perlu dianalisis apakah masih memungkinkan untuk di tambah atau dikurangi. Untuk itu perlu dilakukan Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengedalian Pencemaran Keramba Jaring Apung. Analisis dilakukan berdasarkan keberadaan Fosfor di Perairan Danau Toba mengingat dasar perhitungannya adalah parameter Fosfor.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis keberadaan Fosfor di perairan Danau Toba, mengenalisis daya dukung perairan Danau Toba berdasarkan status trofik atau keberadaan unsur Fosfor dan menyarankan kapasitas keramba yang ideal untuk pengendalian pencemaran perairan Danau akibat kegiatan keramba jaring apung. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengukuran kualitas air terhadap parameter Fosfor dan penerapan metode atau rumus Dillon dan Ridgler; Beveridge;Pulatsu dan Kementerian Lingkungan Hidup dalam menetapkan kapasitas daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan perikanan. Hasil pengukuran kualitas air Danau Toba menunjukkan rata-rata Fosfor 0.172 mg/L dan di beberapa titik telah melebihi Baku Mutu yaitu 0,2 mg/L sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba yaitu Sibaganding, Simanindo, Ambarita, Silima Lombu dan Haranggaol yang merupakan pusat kegiatan perikanan. Sedangkan kapasitas daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan perikanan adalah sebesar 8.357,011 ton ikan/tahun atau sebanyak 2.228 Unit keramba. Sehingga perlu pengurangan sebanyak 4.041 unit keramba di perairan Danau Toba.

Oleh karena itu perlu penetapan daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan keramba jaring apung melalui peraturan daerah berdasarkan daya dukung lingkungan dengan mempertimbangkan faktor hidrologi Danau Toba, laju penggelontoran eksisting kualitas air serta peruntukan Danau Toba.

(17)

ABSTRACT

Lake Toba is the biggest lake in Indonesia and also the largest vulcanic lake in the world with categorized as oligotrophic lake with a low supply of plant nutrients and a long habitation time. Lake Toba has been utilized for fish farming, agriculture, settlement, livestock, and tourism. Fish farming industry has started since 1986 and there has been a sharp increase in the number of fish cages afterwards. In 2008, the number of fish cages in Lake Toba amounted to 6,269 units. Growth in the fish farming activities needs to be analyzed to see the possibility of addition or reduction. Therefore, there is a need for an Analysis of the Carrying Capacity of Lake Toba

Waters Towards Fish Farming as the Basis for Controlling the Pollution of the Fish Cages. The analysis is conducted based on the existence of Phosphorus in Lake

Toba waters considering that the basic measurement is the Phosphorus parameter itself.

The primary aims of this study are to analyze the existence of Phosphorus in Lake Toba, to analyze the carrying capacity of Lake Toba waters on the basis of Phosphorus existence, and to recommend feasible in the number of fish cages as a way of controlling the pollution caused by the fish cages in Lake Toba. For that purpose, this research employs a method of water quality measurement towards Phosphorus parameter, as well as the application of Dillon and Ridgler; Beveridge; Pulatsu and the Ministry of Environment’s methods of determining the carrying capacity of Lake Toba waters towards the fish farming activities. The results of Lake Toba water quality measurement show an average concentration of Phosphorus (0.172 mg/L) and as excess amount of Phosphorus in several point above the level of quality standard (0.2 mg/L) based on the Governor Regulation No.1 in the year 2009 concerning the Quality Standard of Lake Toba water in the vicinity of Sibaganding, Simanindo, Ambarita, Silima Lombu and Haranggaol as fish farming centers. And the carrying capacity of Lake Toba towards fish farming activities amounts to 8,357.011 tonnes of fish/year or as many as 2,228 units fish cages. As results 4,041 fish cages need to be reduced in lake Toba waters.

Therefore, certain measures regarding the carrying capacity of Lake Toba towards the floating net fish cages need to be specified through local regulations based on the environmental carrying capacity by considering the hidrological factors of Lake Toba, the flushing rate of water quality existence as well as Lake Toba share.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia dan juga merupakan Danau Vulkanik terbesar didunia dengan luas 1.130 Km2 dan titik terdalam 529 m (BKPEKDT 2008). Danau Toba adalah danau oligotrofik (Hehanusa, 2000) dengan ciri khas miskin akan unsur hara, memiliki waktu tinggal yang cukup lama, hampir tidak ada arus dan suhu stabil, (Odum, 1996) namun secara gradual telah mengalami pengkayaan unsur hara jika dilihat dari keberadaan unsur Fosfor di kawasan Danau Toba. Berdasarkan data dari Nontji (1990), keberadaan Fosfor dari berbagai sumber sejak Tahun 1929 seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Konsentrasi Fosfor Sejak Tahun 1929

Parameter A B C D E F

A : Mar-Apr 1929, Ruttner (1930) B : Des 1968, Ondara (1969) C : Apr & Nov. 1979, Surjani (1979) E : Nov. Des 1979, Eyanoer et al (1981)

(19)

Keberadaan Total Fosfor tersebut terus mengalami peningkatan, dimana hingga Tahun 2005 rata-rata keberadaan Total Fosfor di Danau Toba telah mencapai 1.72 mg/L (BLH 2005). Hal ini telah melebihi Baku Mutu Kualitas Air Danau Toba yang ditetapkan sebagai Sumber Air Baku Air Minum sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2009 (Lampiran 1), dimana dalam Keputusan ini parameter Total Posfat diukur kemudian dikonversi menjadi Total Posfor.

Kondisi ini antara lain disebabkan oleh limbah rumah tangga (domestik), limbah pertanian, limbah peternakan dan juga akibat semakin berkembangnya kegiatan keramba jaring apung sejak Tahun 1995, baik yang diusahakan oleh masyarakat maupun pihak perusahaan. Hingga Tahun 2008, terdapat 6.269 unit keramba jaring apung di perairan Danau Toba (BKPEKDT 2008). Dimana untuk kegiatan ini, pemberian Fosfor dalam kandungan makanan ikan adalah sangat penting. Fosfor merupakan elemen penting yang dibutuhkan oleh semua jenis ikan untuk pertumbuhan, pembentukan tulang ikan, mengatur kadar asam dalam tubuh ikan dan metabolisme lemak dan karbohidrat (National Research Council USA, 1993; Beveridge, 1984). Makanan atau pakan ikan merupakan sumber utama Fosfor bagi ikan air tawar, karena konsentrasi Fosfor sangat rendah di dalam air tawar atau danau (National Research Council USA, 1993).

(20)

Secara potensial penyebaran dampak buangan limbah yang kaya zat hara dan bahan organik tersebut dapat meningkatkan sedimentasi. Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang ke badan air memberi sumbangan bahan organik, yang mempengaruhi tingkat kesuburan (eutrofikasi) perairan Danau Toba. Prinsip pengkayaan nutrien khususnya Fosfor pada perairan adalah ditambahkannya sejumlah nutrien pada suatu area lokasi di permukaan danau dalam satu satuan waktu (Pulatsu, 2002).

Akibat pengkayaan unsur hara tersebut khususnya Fosfor telah terjadi gejala eutrofikasi di Danau Toba yang diindikasikan dengan meningkatnya pertumbuhan Eceng Gondok di perairan Danau Toba yaitu mencapai 500 Ha (BKPEKDT 2008). Faktor kunci untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada danau di dunia adalah dengan membatasi Fosfor masuk ke danau (Antasch, 2009).

Sementara itu penambahan keramba jaring apung di kawasan Danau Toba terus bertambah. Namun, intensitas kegiatan atau jumlah produksi budidaya perikanan seharusnya ditentukan berdasarkan daya dukung perairan danau. Daya dukung perairan danau sangat tergantung kepada morfologi dan hidrologi danau serta status trofik dan status kualitas airnya (KLH 2008).

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Dalam konteks analisis daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan Keramba jaring Apung berdasarkan status trofik danau, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian yaitu :

a. Bagaimana kualitas perairan berdasarkan keberadaan Fosfor di perairan Danau Toba?

b. Berapa kapasitas daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan Keramba Jaring Apung berdasarkan analisis keberadaan Fosfor.

c. Berapa kapasitas yang ideal jika dibandingkan dengan jumlah eksisting kerambah untuk pengendalian pencemaran kualitas air Danau Toba.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kualitas perairan berdasarkan keberadaan Fosfor di perairan Danau Toba

2. Menganalisis daya dukung perairan Danau Toba berdasarkan keberadaan Fosfor di perairan Danau Toba

(22)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak terutama :

a. Bagi pemerintah, informasi ini dapat digunakan untuk menetapkan daya dukung perairan Danau Toba terhadap kegiatan kerambah jaring apung yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam memformulasikan kebijakan dalam pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Toba akibat kegiatan kerambah jaring apung.

b. Bagi masyarakat sebagai informasi dalam pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya perairan Danau Toba.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Perairan Danau

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang mencakup semua organisme di dalam suatu daerah, terdiri dari atas komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi sehingga membentuk satu kesatuan (Odum, 1996). Ekosistem air yang menutupi 2/3 dari permukaan bumi dimana dari 2/3 bagian tersebut hanya kurang dari 1 % yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber air minum dan berbagai kebutuhan lainnya, seperti pada Tabel 2 (Susan et al, 1985).

Tabel 2. Daftar Kuantitas Air di Dunia dalam Siklus Hidrologi

Lokasi Presentasi dari Jumlah Total

Air Permukaan :

1. Danau (Freshwater Lakes)

2. Perairan Laut Dalam (Inland Seas) 3. Air Mengalir (Stream Cannel) Sub Air Permukaan (Sub Surface) : 1. Embun Tanah (Soil Moisture) 2. Air Bawah Tanah (Ground Water) Lapisan Es dan Gleiser

Atmosfer Lautan (Ocean)

0.0171 0.009 0.008 0.0001

0.625 0.005 0.62 2.15 0.001

97.2

(24)

Menurut Barus (2004), diperkirakan bahwa air yang terdapat dibumi volumenya sebesar 1.348.000.000 km3. Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas 2(dua) yaitu : (1) perairan lentik atau yang disebut juga perairan tenang misalnya danau, rawa, waduk, situ telaga dan (2) perairan lotik yaitu perairan berarus deras misalnya sungai. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat.

Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas, mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004). Danau yang berasal dari bencana alam, dalam zaman es atau periode aktivitas tektonik dan vulkanik yang intensif, mencerminkan distribusi yang terlokasi pada lembah di atas daratan (Odum, 1996).

(25)

Ekosistem danau termasuk habitat air tawar yang memilki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali (Wetzel, 2001).

Berdasarkan kandungan hara (tingkat kesuburan), danau diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu : (1) danau oligotrofik, (2) danau mesotrofik dan (3) danau eutrofik. Danau eutrofik merupakan danau yang memiliki kadar hara tinggi, memiliki perairan dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah (Goldmen dan Horne, 1989 dalam Marganof, 2007). Sementara itu, danau oligotrofik adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam. Semakin dalam danau tersebut semakin tidak subur, tumbuhan litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Danau Mesotrofik merupakan danau dengan kadar nutrien sedang, juga merupakan peralihan antara kedua sifat danau eutrofik dan danau oligotrofik. (Odum, 1996, Browne et al, 2004)

Kriteria status Trofik Danau danau dapat dinyatakan pada Tabel 2 (UNEP-ILEC, 2001dalam KLH 2008).

Tabel 3. Kriteria Status Trofik Danau Tipe Trofik Klorofil-a

(26)

Berdasarkan Nontji (1990), Danau Toba digolongkan sebagai Danau Oligotrofik yaitu dengan ciri kadar hara yang rendah serta memiliki perairan yang dalam.

2.2. Pencemaran Perairan Danau

Pencemaran air dapat didefinisikan sebagai perubahan sifat fisika dan kimia perairan sehingga mengakibatkan rusaknya atau terganggunya organisme hidup (Jackson, 2000).

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyatakan bahwa, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas perairan turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Peraturan ini menyatakan bahwa pencemaran harus ditanggulangi dan penanggulangannya adalah merupakan kewajiban semua pihak .

(27)

lenyapnya organisme hidup, bahkan mencegah semua kehidupan di perairan (Southwick, 1976).

Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran karena kegiatan manusia (Jackson, 2000). Sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai : (1) point source (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat

diketahui secara pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar bersifat lokal dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik kualitas air. Sedangkan sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui limpasan (run off) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah pemukiman dan perkotaan.

Dewasa ini permasalahan ekologis danau adalah menurunnya kualitas air oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari perikanan, sampah permukiman, sedimentasi, industri, pertanian dan perikanan.

2.3. Fosfor

(28)

tidak terlarut. Limbah Fosfor 10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri, 7 % dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 % dari limbah perikanan dan peternakan (http://id.wikipedia.org/wiki/Eutrofikasi Tahun 2010).

Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus Fosfor yang terdapat dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam suatu ekosistem, Fosfor akan membentuk suatu rangkaian interaksi yang kompleks seperti terlihat pada Gambar 1. Dalam perairan Danau, keberadaan Fosfor dalam badan air ditentukan oleh 3(tiga) faktor yaitu : (1) faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar dimana masuknya Fosfor melalui aliran air (water inflow), (2) faktor internal yaitu yang berasal dari sedimen, (3) faktor siklus nutrien yaitu Fosfor dilepas oleh biota danau (Sigee, 2004).

Hujan

Tumbuhan

Hewan

Pengurai

Posfat dalam tanah

Dilepaskan ke danau

Dibawa air ke danau

Posfat dihancurkan oleh Cuaca dari bebatuan

Peningkatan melalui Proses geologi

Posfat dalam bentuk terlarut

Pengendapan melalui proses kimiawi

Mengendap ke bawah

Seimentasi = membentuk batuan yang baru

(29)

Walaupun dibutuhkan oleh organisme danau, keberadaan jumlah Fosfor dalam danau sangat dibatasi, dimana jumlah Fosfor harus sangat kecil jika dibandingkan dengan keberadaan jumlah Nitrogen. Pembatasan keberadaan jumlah Fosfor di perairan danau diindikasikan oleh sejumlah parameter berikut ini (Sigee, 2004) :

1. Konsentrasi Fosfor yang ideal di perairan danau diindikasikan dengan perbandingan antara konsentrasi Fosfor dengan konsentrasi Nitrogen dalam badan air, dimana rasio N/P adalah >10 : 1.

2. Konsentrasi Fosfor yang ideal di perairan danau diindikasikan dengan perbandingan antara Partikulat Karbon (PC), Partikulat Fosfor (PP) dan Partikulat Nitrogen (PN), dimana pembatasan jumlah konsentrasi Fosfor dalam badan air diindikasikan oleh rasio PC/PN > 106 dan PN/PP > 16.

Keberadaan Fosfor merupakan salah satu elemen kunci dalam penetapan status kualitas air danau, karena keberadaan unsur ini pada air danau sangat sedikit, sehingga penambahan atau masuknya Fosfor ke perairan danau sedikit saja akan dengan cepat mencetuskan terjadinya penyuburan tanaman perairan (seperti Alga, Eceng Gondok), memperlambat terjadinya penetrasi cahaya, menurunkan tingkat DO, juga akan menyebabkan penurunan nilai estetika perairan, bahkan penyuburan tanaman perairan (algal bloom ) (Mylaparavu, 2008).

(30)

yang banyak untuk kebutuhan respirasi dan akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam air (Ministry of Evironment of Ontario, 2007).

Faktor dominan dalam pengendalian kualitas air danau untuk mencegah terjadinya eutrofikasi, direkomedasikan dengan mengurangi sumber pencemar Fosfor masuk ke dalam danau (Antasch, 2009). Dibanding dengan Nitrogen, umumnya konsentrasi Fosfor meningkat lebih besar dari konsentrasi Nitrogen selama terjadinya eutrofikasi (Bachman dan J.R. Jones, 1974; Guk An, K dan Park, S.S. 2002). Bahkan hasil penelitian menyatakan bahwa peledakan populasi phytoplankton adalah merupakan tanggungjawab keberadaan unsur Fosfor di perairan bukan Nitrogen, bahkan akibat keberadaan Fosfor dalam air akan semakin meningkatkan nilai pH, tingkat fiksasi Carbon (Carbon fixation) seperti ditunjukkan pada Lampiran 2 (Schelske et al, 1974 ; Guk An, K dan Park, S.S. 2002).

2.4. Daya Dukung Lingkungan

Pada konsep paling awal, daya dukung lingkungan (carrying capacity) diartikan sebagai hubungan antara ukuran suatu populasi dengan perubahan dalam sumber-sumberdaya tempat bergantungnya populasi tersebut. Diasumsikan terdapat suatu ukuran populasi optimal yang dapat ditopang oleh sumberdaya yang ada. Konsep ini dasarnya diaplikasikan untuk menjelaskan laju stok maksimum dalam suatu area (Odum, 1989).

(31)

lingkungan, hal ini dapat diartikan bahwa pengukuran daya dukung lingkungan didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Daya dukung lingkungan untuk setiap spesies makhluk hidup yang tinggal pada suatu habitat tertentu adalah berbeda, dimana hal ini tergantung kepada ketersediaan makanan, ruang atau tempat perlindungan makhluk hidup. (http://en.wikipedia.org/wiki/Carrying_capacity).

Pertumbuhan suatu makhluk hidup dapat secara positif terjadi apabila daya dukung lingkungan masih lebih besar, namun pertumbuhan suatu kegiatan secara terus menerus tanpa memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan akan mengakibatkan timbulnya kompetisi terhadap ruang dan lahan sampai daya dukung lingkungan tidak lagi mendukung pertumbuhan (Spain, 1982 dalam Kurnia 2005).

(32)

Menurut Dillon dan Ridgler (1975) dalam Beveridge (1984), menyatakan bahwa daya dukung lingkungan perairan danau terhadap perikanan adalah :

Kapasitas maksimum Keramba (Ton Ikan/Tahun) = La /PLP La = Total beban pencemaran Fosfor di perairan danau (gram/tahun) PLP = Jumlah Fosfor yang dilepas ke perairan danau dari limbah ikan

(Kg/ton ikan)

2.5. Kegiatan Perikanan Keramba Jaring Apung

Kegiatan keramba jaring apung merupakan salah satu kegiatan perikanan akuakultur yang dilakukan pada wadah jaring yang terapung seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3. Pada umumnya kerambah jaring apung digunakan untuk budidaya ikan Mas, Ikan Nila, Ikan Patin, ikan Mujair, ikan bandeng (Gusrina, 2008).

(33)

Gambar 3. Keramba Jaring Apung Tampak Depan

2.5.1. Konstruksi dan Lokasi Keramba Jaring Apung

Konstruksi jaring terapung pada dasarnya terdiri dari 2(dua) bagian yaitu kerangka dan kantong jaring. Kerangka berfungsi sebagai tempat pemasangan kantong jaring dan tempat lalu lalang orang pada waktu memberikan pakan pada saat panen. Kantong jaring merupakan tempat pemeliharaan ikan yang akan dibudidayakan.

Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi budidaya ikan keramba jaring apung adalah (Gusrina, 2008):

a. Arus Air

(34)

b. Tingkat Kesuburan

Jenis perairan yang sangat baik untuk digunakan dalam budidaya ikan adalah perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Jika perairan dengan tingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan maka hal ini sangat beresiko tinggi karena perairan dengan kesuburan tinggi (eutrofik) kandungan oksigen terlarut pada malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang akan dipelihara dengan kepadatan tinggi.

c. Bebas dari Pencemaran

Jika lokasi budidaya mengandung bahan pencemar maka akan berpengaruh terhadap kehidupan ikan yang dipelihara.

2.5.2. Komposisi Pakan Ikan

(35)

2.5.3. Dampak Kegiatan Keramba Jaring Apung

Menurut Beveridge (1984), dampak kegiatan keramba jaring apung berdampak terhadap 4 (empat) hal yaitu (1) membutuhkan banyak tempat (space) atau permukaan perairan danau, (2) menghambat aliran air dan arus untuk transportasi oksigen, sedimen, plankton serta larva ikan, (3) menurunkan kualitas estetika perairan danau dan (4) menurunkan kualitas lingkungan hidup danau.

2.5.3.1. Dampak Ruang (Space)

Salah satu persyaratan lokasi kegiatan keramba jaring apung adalah sebaiknya berada pada area yang dangkal atau berada pada area permukaan air dengan kedalaman kurang dari 7 meter, dimana area ini pada umumnya adalah zona litoral danau yaitu zona tempat tumbuhan air berakar (Odum, 1996). Zona ini juga merupakan tempat pemijahan yang baik bagi ikan-ikan endemik danau. Disamping itu keberadaan keramba jaring apung juga berdampak terhadap pemakaian permukaan perairan danau sehingga tidak dapat dipergunakan untuk kebutuhan lainnya dan juga dapat mengganggu jalur pelayaran kapal atau transportasi danau.

2.5.3.2. Dampak Penurunan Estetika Danau

(36)

swasta telah mengurangi kunjungan wisata ke wilayah tersebut sebanyak 2 juta orang per tahun dan hal ini berdampak langsung terhadap penurunan pendapatan masyarakat lokal dan juga penurunan tingkat hunian hotel sehingga berdampak terhadap penurunan angka tenaga kerja (Beveridge, 1984).

2.5.3.3. Dampak Penurunan Kualitas Lingkungan Danau

Dampak keramba jaring apung terhadap lingkungan adalah : 1. Peningkatan konsentrasi nutrien pakan ikan di perairan

Peningkatan konsentrasi nutrien di perairan dalam bentuk partikulat dan larutan (dissolved), berasal dari sisa pakan ikan yang tidak termakan serta kotoran ikan. Hal ini mengakibatkan peningkatan sedimentasi pada dasar perairan

2. Peningkatan konsentrasi antibiotik ikan di perairan

Menurut Beveridge (1984), diberikan antibiotik antara lain Aureomycin, Furazodilene, Nitrofurazone, Penicillin, Oxytetracycline, Sulpa-Merazine dan

Teramycin yang biasanya dicampurkan ke dalam pakan ikan. Residu antibiotik

yang diberikan akan berdampak terhadap kualitas perairan bahkan kesehatan masyarakat yang memanfaatkan air danau untuk air minum.

3. Penyuburan perairan (Eutrofikasi)

(37)

cahaya atau meningkatnya kekeruhan (Henderson-Seller dan Markland, 1987 dalam Marganof 2007).

Peningkatan unsur hara tersebut akan meningkatkan proses pertumbuhan berbagai jenis tumbuhan air yang sangat cepat sehingga terjadi ledakan populasi vegetasi yang sering disebut sebagai blooming. Biomassa dari vegetasi ini setelah mati akan mengalami proses pembusukan/dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri dan berlangsung secara aerob. Proses tersebut membutuhkan ketersediaan oksigen terlarut di dalam air. Akibat proses dekomposisi tersebut kandungan oksigen terlarut akan semakin sedikit, bahkan apabila proses tersebut terus berlangsung dapat menimbulkan kondisi anaerob karena kandungan oksigen terlarut sudah sangat sedikit. Dalam kondisi tidak tersedia oksigen terlarut, proses penguraian akan berjalan secara anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa yang bersifat toksik dan menimbulkan bau busuk seperti Amoniak (Barus, 2004).

2.5.4. Rasio Konversi Pakan atau Food Convertion Ratio (FCR)

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di perairan Danau Toba, terletak antara 02019’37.1” LU-02 053’40.2” LU dan 98 009”56.1” BT- 99 003’56.1” BT. Danau Toba merupakan danau vulkanik dengan titik terdalam 529 meter, terletak pada ketinggian 915-927 m di atas permukaan laut.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air danau, HNO3

untuk bahan pengawet sampel air, kemudian sampel air yang telah diawetkan diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat (Southern Cooperative Serise, 2009). Sedangkan alat-alat yang digunakan meliputi : water sampler, ice box, gelas botol sampling, botol sampling, GPS, tali, ember plastik, Secci Disk, pH-meter, Thermometer dan speedboat untuk sarana pengambilan sample air Danau Toba. Untuk analisis parameter Fosfor di laboratorium digunakan peralatan Spektrofotometer.

3.3. Jenis dan Sumber Data

(39)

danau diperoleh dari hasil analisis di laboratorium, data jumlah kerambah jaring apung di perairan Danau Toba, data FCR (Feed Convertion Ratio) yaitu kebutuhan pakan per ton produksi ikan serta kadar P dalam pakan ikan. Sedangkan data sekunder berupa volume air , debit air rata-rata, kedalaman danau, luas permukaan perairan dan kadar P dalam ikan diperoleh dari berbagai sumber seperti hasil penelitian terdahulu, hasil studi pustaka, laporan serta dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan topik yang dikaji.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pengambilan Sampel Kualitas Air

Tujuan dari pengambilan data ini adalah untuk mendapatkan gambaran kadar unsur Fosfor di perairan Danau Toba. Penentuan lokasi pengambilan sampel ditetapkan secara purposive (sengaja). Pengambilan sampel lebih diarahkan pada pusat-pusat kegiatan keramba jaring apung, pemukiman, pertanian dan peternakan serta lokasi pembanding yaitu lokasi tanpa kegiatan. Pengambilan contoh air dilakukan secara komposit pada kedalaman 0 m (permukaan) dan kedalaman terakhir yang terlihat hasil pengukuran dengan Secci Disk. Selanjutnya ditentukan titik (stasiun) pengambilan contoh air berdasarkan pemanfaatan, seperti pada Tabel 4 dan Gambar 4 berikut ini.

(40)

dan TDS. Setelah sampel diambil maka dilakukan pengawetan contoh, pengepakan dan pengangkutan ke laboratorium.

Tabel 4. Lokasi Titik Sampling Danau Toba No

.

Lokasi Titik Sampling

Keterangan No. Lokasi Titik Sampling

Gambar 4. Peta Lokasi Sampling Perairan Danau Toba

Sibaganding Silalahi Tao Silalahi

(41)

Parameter Fosfor yang diukur adalah Total Posfat yang langsung dikonversi menjadi Total Posfor sesuai dengan parameter kualitas air Kelas 1 yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara. Selain parameter Fosfor juga dilakukan pemeriksaan terhadap parameter BOD, COD, Nitrat, Nitrit dan Ammoniak.

3.4.2. Pengawetan Contoh

Pengawetan contoh untuk parameter tertentu diperlukan apabila pemeriksaan tidak dapat langsung dilakukan setelah pengambilan contoh. Jenis bahan pengawetan yang digunakan dan lama penyimpanan berbeda-beda tergantung pada jenis parameter yang akan diperiksa sesuai dengan Tabel 5 (Sucofindo, 2010).

Tabel 5. Sistem Pengawetan Contoh Kualitas Air Jenis Analisa Keperluan

Contoh (mL)

H2SO4:pH<2, didinginkan

H2SO4:pH<2, didinginkan

H2SO4:pH<2, didinginkan

(42)

3.4.3. Sumber dan Beban Pencemaran Kegiatan Kerambah Jaring Apung Data beban limbah yang masuk ke perairan danau diperoleh melalui pengukuran konsentrasi parameter limbah pada titik sampling, sedangkan pengumpulan data jumlah pakan ikan dan jumlah keramba di perairan Danau Toba diperoleh melalui wawancara dengan penduduk serta instansi terkait dan pengamatan langsung.

3.5. Analisis Data

3.5.1 Analisis Kualitas Air Parameter Fosfor

Analisis kualitas air untuk parameter Fosfor diukur di Laboratorium dan kemudian dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air Danau Toba berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba di Sumatera Utara.

3.5.2. Analisis Daya Dukung Danau Toba

Untuk estimasi daya tampung perairan Danau Toba terhadap kegiatan kerambah jaring apung diukur berdasarkan keberadaan Fosfor dengan rumus (Dillon dan Ridgler, 1975; Beveridge, 1984; Pulatsu, 2003; KLH, 2008) :

1. Penghitungan morfologi dan hidrologi danau :

(43)

Ž= kedalaman rata-rata danau (m)

V= Volume air danau (juta m3) A= Luas perairan Danau Toba (m2)

P = Qo/V

P = Laju pembilasan air danau (1/tahun)

Qo = Jumlah debit air keluar danau (juta m3/tahun)

2. Penghitungan daya dukung perairan Danau Toba

a. Penghitungan eksisting jumlah keramba jaring apung di perairan Danau Toba b. Pengukuran konsentrasi P rata-rata di perairan Danau Toba

c. Penghitungan daya dukung perairan Danau Toba terhadap Fosfor adalah berdasarkan rumus berikut :

c.1. Penghitungan jumlah beban pencemaran Total P (La) per m2

La (gr/thn) = Likan x A (1)

Likan (beban pencemaran Fosfor) =∆[P] Žñ/(1- Rikan ) (2)

Likan = gr/m2 per tahun

Dimana :

∆[P] = Nilai selisih antara Konsentrasi rata-rata P di perairan Danau Toba

dengan status trofik danau (mg/m3) Ž = kedalaman rata-rata danau (m)

(44)

V = Volume air danau (juta m3) A = Luas perairan Danau Toba (Ha)

ñ = Laju pembilasan (1/tahun)

ñ = Q0 / V

Q0 = Jumlah debit air keluar danau (juta m3/tahun)

Rikan = Kemampuan badan air untuk mereduksi beban pencemar Fosfor dari keramba

Rikan = x + [(1-x) R] (4)

Dimana :

x = proporsi P yang secara permanen masuk ke dasar danau, 45-55 % (Pulatsu, 2003; KLH, 2008)

R = Koefisien retensi R = 1/(1 + 0.747 ñ0.507)

c.2. Penghitungan daya dukung perairan Danau Toba terhadap keramba jaring apung di perairan Danau Toba .

Kapasitas maksimum Keramba (Ton Ikan/Tahun) = La /PLP (5)

PLP = Jumlah Fosfor yang dilepas ke perairan danau dari limbah ikan

PLP = FCR x PPakan – PIkan (6)

Dimana :

(45)

PPakan = Kadar P dalam pakan (Kg P/ton pakan)

PIkan = Kadar P yang dimakan ikan (Kg P/Ton Ikan)

= 3,4 Kg P/Ton Ikan (Beveridge, 1984 ; KLH, 2008)

d. Penetapan jumlah kerambah yang harus dikurangi dihitung berdasarkan selisih antara kapasitas maksimum kerambah dengan jumlah total eksisting kerambah di perairan Danau Toba.

3.6. Jadwal Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 (bulan) dengan perincian kegiatan sesuai Tabel 6.

Tabel 6. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Waktu

1. 2. 3. 4.

Survey Lokasi Penelitian Pengambilan data primer Pengumpulan data sekunder

Pengolahan data & pembuatan laporan

2 Minggu 1 Bulan 2 Minggu

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kawasan Danau Toba

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba yang meliputi Sub DAS Ekosistem kawasan Danau Toba Ekosistem Kawasan Danau Toba secara geografis terletak diantara 2021’32”- 2056’28” Lintang Utara dan 98026’35”- 98026’40” Bujur

Timur, dengan panjang 87 Km dari Utara ke Selatan dan memiliki lebar 27 Km dari Timur ke Barat. Danau Toba merupakan danau Vulkano-Tektonik yang terbentuk dari letusan vulkanik yang sangat besar 75.000 tahun yang lalu. Letusan besar tersebut kemudian diikuti dengan runtuhnya atap Kulminasi Batak dan terbentuklah Kaldera . Kaldera tersebut kemungkinan terbentuk secara bertahap, kemudian terisi air. Permukaan air danau mula-mula berada pada ketinggian 1.150 meter dpl, seperti dibuktikan dengan adanya endapan tufa yang mengisi Lembah Asahan purba serta adanya morfologi teras di sebelah Timur cekungan Toba pada ketinggian tersebut. Air yang mengalir di atas endapan tufa di Lembah Asahan kemudian mengikis lembah sempit di Asahan hingga mencapai ketinggian ± 906 meter yang merupakan

elevasi air Danau Toba pada saat ini. (Van Bemmelen, 1992 dan Hehuwat 1982 dalam Nasution, Z., 2009).

(47)

meter dpl, memiliki luas permukaan danau 113.000 Ha atau 1.130 Km2 dan kedalaman maksimum danau 529 meter dengan waktu tinggal 75 tahun. Danau Toba merupakan danau terdalam kesembilan di dunia dan merupakan danau tipe vulkanik kaldera yang terbesar di dunia.

Secara administratif, ekosistem kawasan Danau Toba mencakup 9(sembilan) Kabupaten/Kota, dimana pada daerah hulu mencakup 7(tujuh) kabupaten yaitu : Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Dairi serta Karo dan pada daerah hilir mencakup 2(dua) kabupaten/kota yaitu : Asahan dan Tanjung Balai. Gambaran luas wilayah dan jumlah kecamatan yang masuk dalam Daerah Tangkapan Air Danau Toba dapat dilihat pada Tabel 7.

Ekosistem kawasan Danau Toba merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang tinggal disekitarnya khususnya manusia. Secara umum ekosistem kawasan Danau Toba dimanfaatkan untuk pemukiman, pertanian, perikanan, peternakan, transportasi, pariwisata, pertambangan dan olah raga.

4.1.1.1. Curah Hujan

(48)

Tabel 7. Luas Wilayah DTA Danau Toba 3 Simalungun Silima Kuta

(49)

4.1.1.2. Air Yang Berasal dari Daerah Tangkapan Air Danau Toba

Air yang masuk ke Danau Toba berasal dari air hujan yang langsung jatuh ke danau dan air yang berasal dari sungai-sungai yang masuk ke danau. Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba terdiri dari 19(sembilan belas) Sub Daerah Tangkapan Air yaitu (1) Sigubang, (2) Bah Bolon, (3) Guluan, (4) Arun, (5) Tomok, (6) Halian, (7) Sibandang, (8) Simare, ((9) Aek Bolon, (10) Mandosi, (11) Gopgopan, (12) Tongguran, (13) Mongu, (14) Kijang, (15) Sinabang, (16) Ringo, (17) Prembakan, (18) Sipultakhuda, (19) Silang.

Daerah Tangkapan Air (DTA) tersebut terdiri dari 26 Sub Daerah Aliran Sungai yaitu : (1) Aek Sigumbang, (2) Aek Haranggaol, (3) Situnggaling, (4) Naborsahan, (5) Tongguran, (6) Gopgopan, (7) Mandosi, (8) Aek Bolon, (9) Simare, (10) Halion, (11) Sitobu, (12) Siparbul, (13) Pulau Kecil, (14) Silang, (15) Bodang, (16) Parembakan, (17) Tulas, (18) Aek Ranggo, (19) Simala, (20) Bah Sigumbang,

(21) Bah Bolon, (22) Silabung, (23) Guluan, (24) Arun, (25) Simaratuang, (26) Sitiung-tiung.

(50)
(51)

Sungai permanen yang masuk ke Danau Toba memiliki debit yang bervariasi dimana debit maksimum yang tertinggi adalah 58 m3/detik yaitu Sungai Silang dan debit maksimum yang terendah adalah 0.3 m3/detik yaitu Sungai Baturaja. Detail debit aliran masuk Sungai ke Danau Toba dapat dilihat pada Tabel 8 sedangkan luas daerah tangkapan air sungai-sungai yang masuk ke Danau Toba sesuai dengan Tabel 9 berikut ini.

Tabel 8. Debit Aliran Masuk Sungai Permanen Ke Danau Toba No Nama Sungai Debit (m3/dt) No Nama Sungai Debit (m3/dt)

Max Min Max Min

1 Naborsaham 25 1.5 30 Lumban Babi 2.5 0.35

2 Simotung 5 0.2 31 Gur-gur 3 0.3

3 Sigapiton 6 0.3 32 Sitabe/Meat 4.5 0.5

4 Sirungkungon 4 1 33 Meat II 0.5 0.08

5 Tonngoran 10 1 34 Aek Siparbue 10 1.5

6 Naultak 2 0.1 35 Sosor Lontung 0.5 0.002

7 Situmurun 2.5 0.15 36 Silang 58 5

8 Siarsik-arsik 20 0.35 37 Lobudona 8 0.35

9 Gopopan I 11 0.8 38 Sipultakhoda 15 1.5

10 Gopgopan II 2 0.1 39 Tipang 7.5 0.35

11 Siregar 1.5 0.1 40 Baturaja 0.3 0.002

12 Gonting 0.8 0.08 41 Aek Lumbang 0.35 0.025

13 Marem I 1.5 0.09 42 Aek Raja 0.5 0.25

14 Marem II 2.5 0.1 43 Rapusan 2.5 0.008

15 Simarintop 18 0.5 44 Lumban Raja 3.5 0.8

16 Janji Matoga 2 0.06 45 Sei Bulan 2.5 0.7

17 Salak 20 1.5 46 Banjar Siantar 6 0.5

18 Nalela 12 1.5 47 Ranggasana 6.5 0.6

19 Raut Bosi 5 0.9 48 Sihotang 12 1.5

20 Mondasi I 7.5 0.5 49 J. Martahan 5 0.3

21 Mondasi II 15 1.5 50 T. Sihotang 4.5 0.4

22 Aek Bolon 26 2.5 51 Telo/Harian Boho 7.5 1.25

23 Sidakka 4.5 0.5 52 Limbong 25 2.5

24 Silambat 10 0.5 53 Paranggunan 20 1.5

25 Simare 25 2.5 54 Sipinggan 2.5 0.35

26 Mardupur 5 0.5 55 Gala-gala 4.5 0.5

27 Sibitara 7.5 1 56 Topigagan 15 1.25

28 Aek Halian 20 1.5 57 Kesinggahan 3 0.8

29 Sihail-hail 2.5 0.5

(52)

Tabel 9 . Luas Daerah Tangkapan Air Sungai-Sungai Yang Masuk ke Danau Toba

(53)

m3/detik sampai dengan 41,70 m3/detik dan debit pelepasan air minimum bulanan sejak Tahun 1986-1999 berkisar antara 107,60 m3/detik hingga 21,10 m3/detik. Dari data tersebut terlihat bahwa fluktuasi debit air pelepasan Danau Toba cukup variatif dimana rentang nilai debit pelepasan maksimum sebesar 141,4 m3/detik dan rentang nilai debit pelepasan minimum sebesar 86,5 m3/detik.

Berdasarkan Lampiran 6, tinggi maksimum muka air Danau Toba sejak Tahun 1982 hingga Tahun 2008 berkisar antara 905,23 meter hingga 903,17 meter dan tinggi air minimum sejak Tahun 1982 hingga Tahun 2008 berkisar antara 904,54 meter hingga 902,66 meter. Dengan melihat data tinggi muka air Danau Toba tampak bahwa angka terendah terjadi mulai sejak Tahun 1997 hingga awal Tahun 1999 berada di bawah ketinggian 904 meter. Namun setelah Tahun 1999 permukaan air Danau Toba kembali naik di atas 904 meter.

4.1.2. Kegiatan Budi Daya Perikanan

(54)

4.1.2.1. Dampak Positif dan Negatif Kegiatan Keramba Jaring Apung

Keberadaan budi daya perikanan di perairan Danau Toba memiliki dampak positif bagi perekonomian masyarakat di sekitar Danau Toba namun juga memiliki dampak negatif bagi perairan Danau Toba. Dampak positif kegiatan budi daya perikanan di Danau Toba adalah dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, meningkatkan nilai konsumsi ikan sebagai sumber protein serta adanya penyerapan tenaga kerja lokal seperti pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Produksi Perikanan, Ekspor, Konsumsi per Kapita dan Penyerapan Tenaga Kerja

No. Uraian Tahun

2006 2007

1. 2. 3. 4. 5.

Produksi Perikanan Budidaya (Ton) Produksi Perikanan Tangkap (Ton) Ekspor (Ton)

Konsumsi Ikan (Kapita/Tahun) Penyerapan Tenaga Kerja (orang)

51.027 354.907 37.719,29

23.7 132.378

53.323,22 370.877,82 46.743,38 24.5 137.378 Sumber : Dinas Perikanan Sumatera Utara, 2008.

Sedangkan dampak negatif dari kegiatan keramba jaring apung adalah sebagai berikut :

(55)

2. Dampak penurunan nilai estetika, Danau Toba merupakan salah satu tujuan wisata nasional dan internasional yang memiliki keindahan luar biasa. Keberadaan keramba jaring apung di perairan Danau Toba telah mengurangi nilai keindahan permukaan perairan Danau Toba.

3. Dampak penyuburan perairan Danau (eutrofikasi), pengkayaan unsur hara yang antara lain bersumber dari kegiata perikanan telah meningkatkan populasi eceng Gondok di perairan Danau Toba. Berdasarkan data dari BKPEKDT Tahun 2008, terdapat 500 Ha Eceng Gondok di perairan Danau Toba, dimana keberadaan tumbuhan ini telah mengurangi nilai estetika perairan Danau Toba sebagai daerah tujuan wisata serta menghambat pemutaran turbin pada mesin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan.

4. Dampak Penurunan Kualitas Perairan Danau Toba.

(56)

4.1.2.2. Proses Produksi Kegiatan Budi Daya Perikanan di Danau Toba

Proses produksi kegiatan perikanan di kawasan Danau Toba terdiri dari 3(tiga) bagian yaitu :

1. Pembenihan dan penaburan bibit ikan

Pembenihan ikan dilakukan di luar kawasan Danau Toba yaitu di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Deli Serdang.

2. Pemberian Pakan Ikan

Pakan merupakan kebutuhan utama dalam proses pembesaran ikan. Pakan untuk ikan dapat berupa pakan alamidan pakan buatan. Pakan yang dipergunakan di perairan Danau Toba adalah pakan yang dibeli dari supplier dengan merk dagang Charoen Phokpand, Japfa Comfeed, Sinta Prima, Cargill dan Global.

Bahan utama pakan ikan adalah tepung kedelai (soybean meal), tepung gandum (wheat flour) dan tepung ikan (fishmeal). Untuk bahan perekat dipergunakan tepung tapioka (casava meal) dan tepung gandum juga berfungsi sebagai daya lekat. Untuk menghasilkan pakan yang berkualitas juga ditambahkan vitamin dan mineral.

3. Proses Pemanenan

(57)

4.1.2.3. Lokasi dan Luasan Keramba di Kawasan Danau Toba

Daerah-daerah budidaya perikanan merupakan sumber pencemar bagi kualitas air Danau Toba . Saat ini budidaya perikanan dengan sistem keramba sudah sangat marak (Lampiran 7) baik yang dikelola oleh masyarakat maupun yang dikelola oleh perusahaan penanaman modal asing. Keramba milik masyarakat terdapat di seluruh kabupaten se kawasan Danau Toba yaitu sebanyak 51 lokasi dengan jumlah keramba sebanyak 4.922 unit dan keramba milik perusahaan asing pada Tabel 11 terdapat 5(lima) lokasi dengan jumlah keramba sebanyak 1.347 unit.

Tabel 11. Lokasi dan Luasan Keramba Jaring Apung Unit Usaha PT. Aquafarm

(58)

Sehingga total jumlah Keramba di kawasan Danau Toba adalah 6.269 unit sesuai dengan Lampiran 8 dengan luasan 6.169 Ha. Perusahaan asing membudidayakan ikan sejenis nila (Oreochromis sp) berskala besar terdapat pada 3(tiga) kabupaten yaitu di Kabupaten Samosir (Pangambatan, Lontung dan Silimalombu), Kabupaten Toba Samosir (Sirungkunon) dan Kabupaten Simalungun (Panahatan). Untuk model keramba yang digunakan ada 2(dua) jenis yakni berbentuk petak dan bulat. Keramba bentuk petak berukuran 6 x 6 meter dan 4 x 4 meter dengan kedalaman efektif jaring 3 meter dan bentuk bulat dengan diameter 18 meter serta kedalaman jaring 6 meter. Jumlah ikan nila rata-rata untuk keramba petak adalah 8.500 ekor dan keramba bulat sekitar 100.000 ekor.

4.1.2.4. Pakan Ikan dan Rasio Konversi Pakan (Feed Convertion Ratio)

(59)

0 20.000.000 40.000.000 60.000.000

Tahun 2008 Tahun 2009

Produksi Ikan

Pakan Ikan

Tabel 12. Data Pemakaian Pakan Ikan Dibanding Hasil Produksi

No Bulan/Tahun Tahun 2008 Tahun 2009

Jumlah Produksi (Kg)

Jumlah Pakan (Kg)

Jumlah Produksi (Kg)

Jumlah Pakan (Kg)

1 Januari 2.502.000 4.937.000 2.376.000 4.510.000

2 Februari 2.716.000 4.607.000 2.220.000 4.558.000

3 Maret 2.349.000 4.726.000 1.454.000 2.763.000

4 April 2.754.000 5.196.000 1.163.000 2.330.000

5 Mei 2.443.000 4.668.000 979.000 1.809.000

6 Juni 2.676.000 4.682.000 1.505.000 3.095.000

7 Juli 3.033.000 6.415.000 1.921.000 3.730.000

8 Agustus 2.447.000 4.857.000 2.546.000 4.544.000

9 September 2.512.000 4.839.000 2.176.000 4.026.000

10 Oktober 2.507.000 5.351.000 2.703.000 4.621.000

11 November 2.543.000 4.671.000 2.829.000 4.839.000

12 Desember 2.544.000 5.990.000 2.411.000 4.181.000

Jumlah 31.026.000 60.939.000 24.283.000 45.006.000

Sumber : PT. Aquafarm, 2009.

(60)

Dari Tabel 12 di atas, maka dapat dilihat hubungan antara jumlah pemakaian pakan dengan jumlah produksi ikan pada Tahun 2008 dan Tahun 2009, juga dapat dilihat analisa korelasi dan regresi dengan menggunakan Excel. Untuk pengolahan data, jumlah pemakaian pakan sebagai variabel bebas (X) sedangkan jumlah produksi ikan sebagai variabel terikat (Y).

Dari hasil perhitungan (Lampiran 9) diperoleh nilai korelasi antara jumlah pemakaian pakan dan jumlah produksi ikan pada Tahun 2008 adalah 0,8225 yang menyatakan bahwa 82,25 % pemakaian jumlah pakan memiliki relasi linear dengan jumlah produksi ikan (pada Gambar 7) sedangkan Tahun 2009 adalah 0,9611 yang menyatakan bahwa 96,11 % memiliki relasi linear dengan jumlah produksi ikan (pada Gambar 8 ).

(61)

Gambar 8. Grafik Regresi Korelasi Jumlah Pemakaian Pakan dengan Produksi Ikan Tahun 2009.

4.1.2.5. Kandungan Fosfor dalam Pakan Ikan

Hasil pemeriksaan terhadap kandungan Fosfor dalam setiap 100 gram pakan ikan yang dipakai adalah sebagai berikut (sertifikat hasil uji pada Lampiran 10):

Tabel 13. Kandungan Fosfor dalam Setiap 100 Gram Pakan Ikan

Parameter Satuan Hasil Metoda

Parameter % 0.86 Spectrophotometry

Sumber : Data Primer diuji pada Laboratorium Sucofindo Medan.

4.1.3. Kualitas Air Danau Toba

(62)

Tabel 14. Lokasi Titik Sampling milik masyarakat dan tidak ada pemukiman atau kegiatan lain dan jarak titik sampling 2 m.

Perikanan, keramba milik perusahaan asing dan di sekitar lokasi sampling tidak ada kegiatan lain, jarak titik sampling 15 m.

Perikanan, pertanian dan ada sedikit pemukiman, jarak titik sampling 60 m

Pemukiman dan pertanian jarak titik sampling 40 m dari pantai

Pariwisata, Hotel, jarak titik sampling 70 m dari pelabuhan bebas titik sampling 12 m

(63)

Lanjutan Tabel 14 . titik sampling 50 m

Pemukiman, jarak titik sampling 50 m

Tidak ada kegiatan, daerah pembanding

Pelabuhan, pemukiman, jarak titik sampling 50 m dari pelabuhan. jarak 50 m dari kegiatan

Tanpa kegiatan (pembanding)

(64)

Lanjutan Tabel 14. jarak 10 m dari keramba

Perikanan, peternakan babi, pertanian jarak titik sampling 60 m dari pantai

Perikanan milik

masyarakat, pemukiman dan pelabuhan, jarak titik sampling 50 m dari pantai.

Sumber : Data Primer.

(65)

Tabel 15. Data Kualitas Air Danau Toba

Lokasi Sampling Parameter

pH Trans 14. Tao Nainggolan 15. Pangururan

Sumber : Data Primer.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kualitas Perairan Danau Toba

(66)

Sirungkungan dan Haranggaol yang merupakan lokasi pusat kegiatan perikanan seperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Kualitas Air Parameter Total Fosfor.

(*Baku Mutu Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2009)

Konsentrasi Fosfor tertinggi berada di lokasi Silima Lombu dengan konsentrasi 0.42 mg/L dan konsentrasi rata-rata Fosfor sebesar 0.172 mg/L.

Sedangkan jika dibandingkan nilai Total Fosfor dan Total Nitrogen pada Gambar 8, nilai Fosfor lebih besar dari nilai Nitrogen atau jika dirata-ratakan maka rata-rata nilai Fosfor adalah 0.172 mg/L dan rata-rata nilai Nitrogen adalah 0.182 mg/L dengan perbandingan rasio N/P adalah 1:1.

Perbandingan nilai Fosfor dan Nitrogen tersebut telah jauh dari kondisi ideal dimana rasio N/P yang ideal pada perairan danau adalah 10 : 1 (Sigee, 2004). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi penyuburan tanaman perairan (seperti Alga, Eceng Gondok), memperlambat terjadinya penetrasi cahaya, menurunkan tingkat DO, juga

K

on

se

n

tr

as

i

F

os

for

(

m

g/

L

(67)

akan menyebabkan penurunan nilai estetika perairan bahkan penyuburan tanaman perairan (algal bloom ) (Mylaparavu, 2008).

Gambar 10. Perbandingan Konsentrasi Total Fosfor dan Total Nitrogen

Gambar

Tabel 1. Data Konsentrasi Fosfor Sejak Tahun 1929
Tabel 3. Kriteria Status Trofik Danau
Gambar  1. Siklus Fosfor Dalam Perairan Danau
Gambar 2. Keramba Jaring Apung Tampak Atas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai Januari 2011 di perairan Danau Toba Provinsi Sumatera Utara, bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi

Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis kualitas perairan lingkungan Danau Laut Tawar; menganalisis total beban pencemaran dan daya tampung perairan Danau

DAYA DUKUNG PERAIRAN DENGAN PARAMETER FOSFOR UNTUK MENUNJANG KEGIATAN AKUAKULTUR DI DANAU BULILIN KABUPATEN..

Berdasarkan pendekatan beban limbah N, daya dukung lingkungan perairan Pulau Semak Daun terhadap kegiatan budidaya adalah 114 unit keramba jaring apung.Diasumsikan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui daya dukung perairan menampung limbah yang masuk dari kegiatan antropogenik dan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung

Salah satu kegiatan yang menonjol di perairan Danau Toba dan patut diduga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan kualitas dan peningkatan kesuburan

Judul Penelitian : Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba.. Nama

Pendugaan daya dukung dengan pendekatan beban limbah N di perairan pulau Semak Daun yaitu berdasarkan kepada beban limbah yang berasal dari kegiatan budidaya KJA serta beban limbah