POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO
SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA
DI KOTA GUNUNGSITOLI
KERTAS KARYA
OLEH
JAN PINTERSON ZEBUA
NIM : 082204086
PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: maena fangowai zowatö
(2)LEMBAR PERSETUJUAN
POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO
SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI
OLEH
JAN PINTERSON ZEBUA
082204060
Dosen Pembimbing,
Dosen Pembaca,
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Kertas Karya : POTENSI TARI MAENA DAN TARI
MOYO SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA
DI KOTA GUNUNGSITOLI
OLEH
: JAN PINTERSON ZEBUA
NIM
: 082204086
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, MA.
NIP. 19511013 197603 1 001
PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA
Ketua,
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat-Nya
yang begitu melimpah dalam kehidupan penulis hingga saat ini. Tiga tahun lamanya
menyelesaikan pendidikan di tingkat perguruan tinggi dan berkat-Nya begitu
melimpah. Akhirnya kini penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini yang
merupakan salah satu syarat bagi penulis meraih gelar Ahli Madya Pariwisata
Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Adapun judul dari kertas karya ini adalah:
“POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI”.
Penulis menyusun kertas karya ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan kawasan wisata pulau sabang sebagai salah satu objek wisata di
Nanggroe Aceh Darussalam yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat lokal.
Informasi yang penulis paparkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya agar
pembaca mendapatkan informasi yang jelas dan semoga kertas karya ini bermanfaat
memberikan sedikit pengetahuan bagi pembaca.
Dalam hal ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Syahron Lubis, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
2. Arwina Sufika, SE., M.Si, selaku Ketua Program Studi D3 Pariwisata Fakultas
3. Solahuddin Nasution, SE., MSP, selaku Dosen Koordinator Praktek Bidang
Keahlian Usaha Wisata Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya USU
Medan.
4. Drs. Jhonson Pardosi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
masukan, petunjuk dan arahan kepada penulis dalam penyusunan kertas karya
ini.
5. Drs. Ridwan Azhar, M.Hum, selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan
arahan kepada penulis dalam penyusunan kertas karya ini.
6. Seluruh staff / Dosen Program Studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya USU
Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.
7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Kasianus Zebua dan
Ibunda Yusmina Zendratő atas segala motivasi, kasih sayang, dan perhatian bagi
penulis selama ini. Buat penulis, kebahagiaan terindah adalah melihat senyum
dan bangga dari orang tuaku tercinta.
8. Buat kakak, dan adik-adik penulis, berilah yang terbaik buat orang tua kita.
Senyum dan keberhasilan kita merupakan kebahagian mereka.
9. Buat Pak Binari dan Ibu Erika yang telah menjadi orang tua selama penulis
menempuh pendidikan. Tiada kata-kata yang dapat diucapkan untuk
mengungkapkan rasa terima kasih penulis selama ini.
10. Teman-teman yang begitu dekat dengan penulis selama ini. Begitu indah
11. Teman-teman UW’08, begitu banyak kenangan dan kisah yang kita lewati.
Terima kasih buat semuanya, tour yang kita lalui akan menjadi kenagan terindah
buat penulis, sungguh kenangan tak terlupakan. Semoga kita semua menjadi
orang-orang yang sukses di kemudian hari, amin.
Kertas karya ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi penyusunan kata maupun penyampaian informasi. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
untuk menyempurnakan kertas karya ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih.
Medan, Juni 2011
Penulis,
Jan Pinterson Zebua
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penulisan ... 5
1.4 Metode Penelitian ... 5
1.5 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Pariwisata ... 8
2.2 Bentuk dan Jenis Pariwisata ... 10
2.3 Wisatawan ... 11
2.4 Pengertian Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata ... 13
2.5 Sarana dan Prasarana Pariwisata ... 15
2.6 Motivasi Perjalanan Wisata ... 18
2.7 Produk Industri Pariwisata ... 20
BAB III : GAMBARAN UMUM KOTA GUNUNGSITOLI
3.1 Kota Gunungsitoli Secara Umum ... 25
3.2 Letak Geografis ... 31
3.3 Sistem Adat dan Kebudayaan ... 33
3.4 Sarana dan Prasarana ... 36
3.5 Kependudukan ... 40
3.6 Perkembangan Wisatawan ... 44
BAB IV : POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI 4.1 Sejarah Tari Maena dan Tari Moyo ... 47
4.2 Nilai dan Makna Tari Maena dan Tari Moyo ... 55
4.3 Potensi Tari Maena dan Tari Moyo ... 58
4.4 Pengembangan Tari Maena dan Tari Moyo ... 61
4.5 Upaya-Upaya Pemerintah dan Masyarakat Dalam Pengembangan Tari Maena dan Tari Moyo ... 63
BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran ... 67
ABSTRAK
Industri pariwisata merupakan industri terbesar di seluruh dunia. Budaya tidak dapat
dipisahkan dari kepariwisataan. Kota Gunungsitoli memiliki tari maena dan tari
moyo yang berpotensi membangkitkan dunia kepariwisataan. Tari maena
menampilkan sukacita dan kebersamaan, tari moyo memberikan makna kebudayaan.
Kedua warisan budaya leluhur ini mampu menjadi sajian bagi setiap orang yang
berkunjung ke Nias. Menarik, khas dan mempesona dapat menjadikan tari maena
dan tari moyo menjadi tarian daerah terbaik. Kota Gunungsitoli yang merupakan
gerbangnya Pulau Nias kaya akan sumber daya untuk dikembangkan.
ABSTRAK
Industri pariwisata merupakan industri terbesar di seluruh dunia. Budaya tidak dapat
dipisahkan dari kepariwisataan. Kota Gunungsitoli memiliki tari maena dan tari
moyo yang berpotensi membangkitkan dunia kepariwisataan. Tari maena
menampilkan sukacita dan kebersamaan, tari moyo memberikan makna kebudayaan.
Kedua warisan budaya leluhur ini mampu menjadi sajian bagi setiap orang yang
berkunjung ke Nias. Menarik, khas dan mempesona dapat menjadikan tari maena
dan tari moyo menjadi tarian daerah terbaik. Kota Gunungsitoli yang merupakan
gerbangnya Pulau Nias kaya akan sumber daya untuk dikembangkan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa dulu akan sangat berbeda bila dibandingkan dengan masa sekarang.
Berbagai perubahan telah terjadi yang diiringi dengan zaman yang semakin
berkembang. Demikian juga kehidupan manusia yang merupakan suatu proses sosial
dan budaya selalu berubah seiring berjalannya waktu. Berbagai perubahan tersebut
telah menyebabkan adanya unsur, nilai sosial budaya yang berubah bahkan
ditinggalkan manusia. Tentu saja hal ini merupakan efek negatif dari rangkaian
perubahan yang terjadi. Jikalau nilai sosial budaya tersebut dibiarkan saja tanpa
usaha melestarikannya, maka hilanglah suatu nilai dalam sejarah kehidupan manusia
di masa lampau.
Sesuatu telah terjadi, dan hal itu merugikan. Apakah kita pun diam sambil
menatapnya pergi? Seharusnya tidak karena hal ini merupakan tanggung jawab kita
bersama menjaga kelestarian warisan-warisan budaya leluhur sehingga tidak hilang
dan menjadi kenangan belaka.
Pulau Nias yang merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan potensi
besar dalam kepariwisataan tentunya menyimpan banyak daya tarik wisata yang
dapat dinikmati. Daya tarik yang dimaksud seperti kehidupan masyarakat yang unik,
kebersamaan dan rasa gotong royong di masa lampau, berbagai jenis tarian daerah,
dan sebagainya.
Sebutan Pulau Nias dalam bahasa Niasnya sering disebut Tanö Niha yang
artinya “tanah manusia” sedangkan orang Nias sering disebut Ono Niha yang artinya
“anak manusia.” Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar masyarakat Nias
masih menggunakan bahasa daerah Nias untuk berkomunikasi satu sama lain. Tetapi
saat ini, ada banyak kalangan masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa
Indonesia dalam proses berkomunikasi. Kaum muda berada di urutan teratas untuk
kebiasaan ini. Menurut pendapat sebagian pihak, berkomunikasi dalam bahasa
daerah Nias menimbulkan rasa malu dan dianggap telah ketinggalan zaman.
Harus diakui bahwa banyak kebudayaan asli milik Nias telah banyak berubah
karena dipengaruhi berbagai penyebab. Modernisasi zaman dengan pengaruh budaya
barat merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi. Selain itu, tingkat
pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap manfaat budaya turut serta menjadi
penyebabnya. Tarian daerah suku Nias adalah salah satu hasil budaya yang
seyogianya pada masa lampau dapat diperankan oleh setiap orang terutama kaum
muda, akan tetapi di masa sekarang ini telah jauh berbeda dan menunjukkan tingkat
kemunduran. Tari Maena dan Tari Moyo adalah salah satu di antaranya. Tari Maena
adalah tarian kolosal yang penuh sukacita. Tari Maena seringkali menjadi
pertunjukkan hiburan ketika Suku Nias menyelenggarakan pesta pernikahan adat.
simbol untuk memuji mempelai laki-laki dan keluarganya. Tarian ini sangat simpel
dan sederhana, tetapi mengandung makna kebersamaan, kegembiraan, kemeriahan.
Tari Maena tak kalah menarik dengan tarian-tarian lain yang ada di Nusantara.
Gerakannya yang sederhana membuat hampir semua orang bisa melakukannya.
Kendala dan kesulitan yang dihadapi mungkin terletak pada rangkaian pantun-pantun
Maena yang harus disesuaikan. Rangkaian pantun-pantun Maena biasanya dikenal
dalam bahasa Nias sebagai “fanutunö Maena.” Lain halnya dengan Tari Moyo yang
diperankan oleh kaum perempuan. Nama tari “Moyo” yang dapat diartikan dalam
Bahasa Indonesia yakni “Elang” merupakan suatu tarian yang khas dengan
gerakan-gerakan lincah dan lemah gemulai. Tetapi di balik gerakan-gerakan tersebut tersirat makna
kegagahan seperti burung elang itu sendiri. Hal ini menyimbolkan bahwa orang Nias
gagah berani terutama dalam menghadapi musuh. Makna lain adalah kewibawaan
dan sikap optimis yang dapat kita amati ketika burung elang menerkam mangsa.
Tidak ada sikap keraguan dalam benaknya, dan hal ini dimaknai juga bahwa orang
Nias memiliki sikap optimis dan sekali maju tetap maju. Tari Moyo ini awalnya
begitu populer di mata masyarakat karena kaum perempuan Nias yang beranjak
dewasa sangat senang mempelajarinya. Tetapi keadaan berbanding terbalik justru
terjadi saat ini. Tingkat minat masyarakat melakonkan Tari Moyo yang sangat
rendah, perhatian pemerintah daerah yang sangat kurang adalah faktor-faktor
penyebabnya. Padahal sebenarnya, kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan secara
Pengaruh kedua tarian ini dalam pengembangan pariwisata di Gunungsitoli
sangat besar sebagai atraksi budaya. Hal ini dikarenakan daerah-daerah yang menjadi
objek wisata di Gunungsitoli masih berada di belakang objek wisata seperti Pantai
Sorake, Pantai Lagundri, Bawamataluo, dan beberapa objek lain di Nias. Sektor
atraksi budaya haruslah menjadi keunggulan dalam kepariwisataan Gunungsitoli
karena merupakan gerbang masuk Pulau Nias. Wisatawan yang datang akan dapat
disuguhkan atraksi budaya masyarakat sehingga akan sangat berkesan bagi mereka.
Selain alasan tersebut, kedua tarian ini tidaklah kalah dengan tarian-tarian yang
terkenal di Indonesia. Dengan pengembangan yang baik, tarian ini diharapkan dapat
berbicara banyak dalam kepariwisataan Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memberikan simpati dan perhatian atas
keadaan budaya dalam kepariwisataan Gunungsitoli. Oleh karena itu, penulis
mengemasnya dalam kertas karya sederhana ini. Kertas karya ini merupakan salah
satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi D III Pariwisata dan meraih gelar
Ahli Madya Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini adalah “Potensi Tari
Maena dan Tari Moyo Sebagai Atraksi Budaya di Gunungsitoli.”
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dalam penulisan kertas karya ini penulis
dan masyarakat lokal melestarikan Tari Maena dan Tari Moyo serta
mengembangkannya dalam mendukung kepariwisataan di Kota Gunungsitoli?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan pembatasan masalah yang penulis uraikan di atas, maka tujuan
pembatasan masalah adalah untuk mengetahui upaya-upaya pemerintah daerah dan
masyarakat lokal melestarikan dan mengembangkan Tari Maena dan Tari Moyo di
Kota Gunungsitoli.
1.4 Metode Penelitian
Untuk memudahkan pembuatan kertas karya ini, penulis menggunakan
beberapa metode penelitian, antara lain:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Adalah penelitian untuk mendapatkan sumber informasi menyangkut Tari
Maena dan Tari Moyo melalui data-data dari buku atau tulisan lainnya yang
mendukung pembahasan.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Adalah penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan sumber informasi
berhubung kait dengan objek kajian Tari Maena dan Tari Moyo. Informasi
tokoh-tokoh adat serta orang-orang tertentu yang mengerti dengan baik
seluk-beluk tarian.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Yaitu latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN
Dalam bab ini, penulis menguraikan penjelasan mengenai pengertian
pariwisata, bentuk dan jenis pariwisata, defenisi wisatawan, objek
dan daya tarik wisata, sarana dan prasarana pariwisata, motivasi
perjalanan wisata, produk industri pariwisata, dan hubungan
kebudayaan dengan pariwisata.
BAB III : GAMBARAN UMUM KOTA GUNUNGSITOLI
Dalam bab ini, penulis menguraikan penjelasan mengenai kondisi
umum Kota Gunungsitoli, letak geografis, admistrasi dan
pemerintahan, sistem adat dan kebudayaan, sarana dan prasarana,
BAB IV : POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO SEBAGAI
ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI
Dalam bab ini, penulis menjelaskan tentang Tari Maena dan Tari
Moyo, nilai dan makna Tari Maena dan Tari Moyo, potensi Tari
Maena dan Tari Moyo sebagai atraksi budaya, proses pengembangan
Tari Maena dan Tari Moyo, peranan pemerintah dan masyarakat, dan
dan permasalahan yang dihadapi.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini, penulis menguraikan kesimpulan dan saran dari
penulisan kertas karya.
DAFTAR PUSTAKA
Damardjati, RS. 2001. Istilah-istilah Dunia Pariwisata. Jakarta:
Pradnya Paramita
Yoeti, Oka A. 1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa
Hammerlse, Johannes Maria, 2001. Asal Usul Masyarakat Nias.
Suatu interpretasi. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias
Koentjaraningrat, Prof.Dr. 2007. Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia. Jakarta: Djambatan
BAB II
URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN
2.1 PENGERTIAN PARIWISATA
Pariwisata merupakan bentuk perjalanan sementara waktu meninggalkan
tempat semula ke tempat yang lain, tidak untuk mencari nafkah di tempat yang
dikunjungi, tetapi untuk menikmati kegiatan dan rekreasi. Richard Sihite
menyatakan:
“Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.”
Pariwisata merupakan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang
bersifat sementara bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat
yang dikunjungi, tetapi untuk melakukan perjalanan, dapat dilakukan perorangan
maupun kelompok, (dalam Yoeti; 1983 hal.112) menyatakan:
Pariwisata merupakan suatu kebutuhan yang menumbuhkan cinta akan
keindahan alam, hasil dari perkembangan zaman dan kecanggihan transportasi dan
komunikasi, E. Guyer Freuler (Soekadijo, 1997) menyatakan pengertian pariwisata
dengan memberi batasan sebagai berikut:
“Pariwisata dalam pengertian modern adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari pada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-alat pengangkutan.”
Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990, pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Pariwisata adalah kegiatan ekonomi dengan pergerakan masuk keluar suatu
kota, daerah atau negara. Ahli ekonomi Austria, Herman V. Schulard (Soekadijo;
1997) memberikan batasan pariwisata yakni “...Kepariwisataan adalah sejumlah
kegiatan, terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang secara
langsung berhubungan dengan masuknya, adanya pendalaman dan bergeraknya
orang-orang asing keluar masuk suatu kota, daerah atau negara.”
Pariwisata merupakan suatu aktivitas yang bersifat sementara tidak untuk
memperoleh penghasilan dan untuk menikmati perjalanan sebagai rekreasi untuk
memenuhi keinginan yang beragam tanpa adanya suatu paksaan, menurut Hunzieker
“ilmu pariwisata adalah keseluruhan dari segala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pediaman orang-orang asing dari segala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pediaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dan aktivitas yang bersifat sementara”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang
dilakukan oleh perorangan maupun kelompok untuk sementara waktu dari tempat
asal ke tempat tujuan dengan maksud bukan mencari nafkah (menjalankan usaha)
ataupun menetap di tempat yang dikunjungi, tetapi untuk menikmati perjalanan,
rekreasi dan atau untuk memenuhi keinginan yang beragam tanpa adanya unsur
paksaan.
2.2 BENTUK DAN JENIS PARIWISATA
Secara umum bentuk pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan objek yang dapat disaksikan pengunjung menurut situasi tertentu dan waktu
yang tepat, serta kemauan untuk mengunjungi objek tersebut. Bentuk dan jenis
pariwisata membantu dalam menetapkan langkah-langkah tepat mengembangkan
objek dan daya tarik wisata. Langkah-langkah tersebut seperti kapan dan darimana
wisatawan yang menjadi sasaran. Adapun bentuk dan jenis pariwisata (dalam
Yoeti;1983 hal.111) dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menurut Letak Geografi
a. Pariwisata Lokal (Local Toruism) b. Pariwisata Regional (Regional Tourism) c. Nasional Tourism (Domestic Tourism) d. Regional International Tourism
2. Menurut Tujuannya :
a. Pariwisata Rekreasi (Recreational Tourism) b. Pariwisata Budaya (Culture Tourism) c. Pariwisata Olahraga (Sport Tourism) d. Pariwisata Sosial (Social Tourism)
e. Pariwisata Kesehatan (Recuperational Tourism) f. Pariwisata Politik (Political Tourism)
g. Pariwisata Keagamaan (Religion Tourism)
3. Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran :
a. Pariwisata Aktif (kegiatan pariwisata yang mendatangkan devisa dengan masuknya wisatawan asing ke dalam suatu negara tertentu).
b. Pariwisata Pasif (kegiatan pariwisata yang mengurangi cadangan devisa negara ditandai dengan keluarnya penduduk ke suatu negara lain ke negara lain untuk melakukan kegiatan kunjungan).
4. Menurut alasannya :
a. Seasional Tourism (kegiatan pariwisata yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu).
b. Occational Tourism (kegiatan pariwisata yang dilakukan menurut kejadian atau event-event tertentu).
2.3 WISATAWAN
Menurut The Comitee of Statisticsl Expert of the Language of Nation pada
tahn 1937 menyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi
suatu negara selain negara dimana dia biasa tinggal, dan dengan periode
setidak-tidaknya 24 jam. Adapun yang biasa disebut wisatawan adalah:
1. Orang-orang yang berpergian dengan tujuan untuk bersenang-senang, alas an
keluarga, untuk tujuan kesehatan, dan sebagainya.
2. Orang-orang yang berpergian dengan tujuan untuk melakukan pertemuan atau
3. Orang-orang yang singgah dalam pelayaran laut sekalipun mereka tidak tinggal
24 jam.
Berikut ini yang tidak dapat disebut sebagai wisatawan adalah:
1. Orang-orang yang datang baik atas dasar kontrak maupun tidak, mencari
pekerjaan dan atau bekerja pada suatu aktifitas usaha di negara tujuan.
2. Orang-orang lain yang datang untuk menetap menjadi penduduk di negara
tersebut.
3. Pelajar dan orang-orang muda yang menginap di suatu pemondokan/ asrama.
Uraian di atas dapat didefenisikan dalam dua aspek antara lain:
1. Pelancong (Exercursionist), adalah orang yang tinggal kurang dari 24 jam di
negara yang dikunjungi.
2. Wisatawan (Tourist), adalah pengunjung yang tinggal lebih dari 24 jam di
negara yang dikunjungi/ daerah tujuan wisata dan tujuan perjalanannya
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. menggunakan waktu luang untuk berekreasi, hiburan, kesehatan, studi,
olahraga, keagamaan.
2. bertujuan untuk dagang, keluarga, misi dan pertemuan (Michael Peters,
hal.14-15).
Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 yang berasal dari instruksi
presiden, disebutkan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang berpergian dari
dari kunjungan tersebut. Sedangkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 disebutkan
bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
Menurut Burkart dan Medlik (dalam Toety Heraty;1998 hal.4-5), wisatawan
memiliki empat ciri utama, yakni:
1. Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di berbagai tempat tujuan.
2. Tempat tujuan wisata berbeda dari tempat tinggal dan tempat kerjanya sehari-hari, karena itu kegiatan wisatawan tidak sama dengan kegiatan penduduk yang berdiam dan bekerja di tempat tujuan wisatawan.
3. Wisatawan bermaksud pulang kembali dalam beberapa hari atau bulan; karena itu perjalanannya bersifat sementara dan berjangka pendek.
4. Wisatawan melakukan perjalanan bukan untuk mencari tempat tinggal untuk menetap di tempat tujuan atau bekerja untuk mencari nafkah.
Sebuah konsep yang lain dikemukakan oleh Cohen (dalam Toety
Heraty;1998 hal.5) tentang wisatawan adalah “...seorang pelancong yang melakukan
perjalanan atas kemauan sendiri dan untuk sementara waktu saja, dengan harapan
mendapat kenikmatan dari hal-hal baru dan perubahan yang dialami selama dalam
perjalanan yang relatif lama dan tidak terulang”.
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wisatawan
adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara atau daerah tujuan wisata bukan
untuk bekerja dan dalam kurun waktu lebih dari 24 jam.
2.4 PENGERTIAN OBJEK WISATA DAN DAYA TARIK WISATA
Objek wisata atau dengan istilah “Tourist Attraction” yaitu segala sesuatu
(Arwina;www.google.com). Mengacu pada istilah bahasa inggrisnya “tourist
attraction” yang lebih mengarah ke makna “atraksi wisata”, maka muncul beberapa
defenisi yang berbeda. Beberapa defenisi yang lazim dikenal di Indonesia dan resmi
datang dari pemerintah, (dalam Yoeti;1983 hal.160) menyatakan:
1. Menurut UU No. 9/1990
“...Objek wisata adalah semua hal-hal yang menarik untuk dilihat, dirasakan oleh wisatawan yang bersumber pada alam.”
2. SK. Menteri Pertanian & MENPARPOSTEL No. 204/KPTS/HK.050/4/1989 dan No. KM47/PW.004/MPPT/89
“...Objek wisata adalah satu tempat (alam) yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembang sehingga mempunyai daya tarik wisata yang dikunjungi wisatawan.”
3. Peraturan Pemerintah No.24/1979
“...Objek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, cara hidup, seni budaya, sejarah bangsa, dan juga suatu alam yang menarik untuk dikunjungi.”
4. Undang-Undang No.9 Tahun 1990
“atraksi wisata adalah semua segala sesuatu yang menarik untuk dilihat, dirasakan dan dinikmati oleh wisatawan yang kesemuanya merupakan hasil kerja manusia.”
Kepuasan wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata tergabung atas dua faktor,
(dalam Yoeti;1996 hal.162) menyatakan:
1. Tourism Resources
Merupakan segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata dan menarik untuk disaksikan, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Natural Amenities, adalah benda-benda yang tersedia di alam seperti
iklim, fauna dan flora, sumber air panas (hot spring), dan lain-lain.
b. Hasil ciptaan manusia (man-made suppty), adalah benda-beda buatan yang bersejarah, mengandung nilai kebudayaan dan keagamaan seperti monumen, museum, rumah-rumah ibadah, dan sebagainya.
c. Tata cara hidup masyarakat (the way of life)
2. Tourism Services
Selain itu, ada tiga syarat suatu daerah menjadi suatu daerah tujuan wisata yang
potensial yakni:
1. Something to see, adalah daerah yang menjadi tujuan wisata mempunyai daya
tarik khusus di samping atraksi wisata yang dapat menjadi “entertainments”
bagi pengunjung.
2. Something to do, adalah bahwa selain banyak yang dapat disaksikan, haruslah
ada fasilitas rekreasi (amusements) yang membuat wisatawan betah tinggal di
sana.
3. Something to buy, di tempat wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja
seperti souvenirs dan hasil kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh yang dapat
dibawa pulang ke tempat asal. Fasilitas lain yang sebaiknya tersedia adalah
money changer, bank, kantor pos, telepon, dan sebagainya.
2.5 SARANA DAN PRASARANA PARIWISATA 2.5.1 Sarana Pariwisata
Sarana Pariwisata adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan
pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung dan hidup
Sarana kepariwisataan tersebut adalah:
2.5.1.1 Sarana Akomodasi
Sarana akomodasi merupakan wahana yang menggunakan sebagian dan atau
seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan, minum, dan jasa
lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial. Menurut Surat Keputusan
Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi No.37/PW.304/MPT/86 tanggal 17 Juni
1986, yang dimaksud dengan pengertian akomodasi adalah wahana yang
menyediakan pelayanan jasa penginapan yang dilengkapi dengan pelayanan makan
dan minum serta jasa lainnya seperti : hotel, losmen, bungalow, dan sebagainya.
2.5.1.2 Sarana Transportasi
Sarana transportasi dalam industri pariwisata sangat vital sekali, mengingat
hal ini merupakan mobilisasi wisatawan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Sebagai
komponen wisata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
sarana transportasi ini, antara lain model transportasi, jenis fasilitas, biaya dan lokasi.
Berikut ini bagian sarana transportasi (angkutan wisata) yang terlibat dalam
perhitungan paket tur (dalam Yoeti;1983 hal.172):
a. Charter pesawat udara atau pesawat udara dengan jadwal tetap (reguler);
b. Feri penyeberangan, hovercraft (kapal cepat), hydrofaol atau catamaran; c. Kapal pesiar (cruise line ship);
d. Kereta api ekspress, subway; e. Coach dan mobil sewaan;
f. Transportasi lokal: delman, becak, kereta kuda yang melayani khusus pariwisata saja.
2.5.1.3 Sarana Makanan dan Minuman (Restoran)
Dilihat dari lokasi, ada restoran yang berada di dalam hotel dan menjadi
independen. Begitu juga dengan rumah makan, depot atau warung-warung yang
berada di sekitar objek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan
pengunjung dari objek wisata tersebut.
2.5.1.4 Art Shop (Toko Sovenir)
Komponen-komponen ini identik dengan buah tangan, oleh-oleh atau
kenang-kenangan dari suatu tempat kunjungan dalam bentuk barang tertentu. Barang-barang
yang dijual ciri khusus sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah tempat
cinderamata tersebut berada. Toko-toko penjual cinderamata khas dari objek wisata
tersebut yang notabene mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang
cinderamata khas objek tersebut (dalam Yoeti;1996 hal.185). Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam komponen ini antara lain jenis barang, kapasitas, lokasi,
harga, kualitas dan keunikannya. Barang-barang tersebut akan menjadi kenangan
tersendiri bagi wisatawan.
2.5.2 Prasarana Pariwisata
Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana
kepariwisataan dapat hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan
untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam. Prasarana tersebut
antara lain, (Yoeti;1996 hal.181-183) menyatakan:
1. perhubungan: jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal. 2. instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih.
3. sitem telekomunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televisi, kantor pos. 4. pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit.
6. pelayanan wisatawan baik itu berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata.
7. pom bensin dan lain-lain.
Dalam pengembangan sebuah objek wisata sarana dan prasarana tersebut
harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu objek wisata dapat
membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk melakukan wisata tersebut
maka akan mendatangkan pengunjung yang kelak sangat berguna juga untuk
peningkatan sektor ekonomi baik untuk komunitas di sekitar objek wisata tersebut
maupun pemerintah daerah.
2.6 MOTIVASI PERJALANAN WISATA
Salah satu sifat alami dan menjadi cirri manusia adalah melakukan
pergerakan. Manusia tidak dapat berdiam diri hanya di suatu tempat saja, tetapi
selalu ingin mengetahui sesuatu yang baru yang belum dilihatnya sebelumnya.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya keadaan social ekonomi,
mendorong manusia untuk selalu bergerak. Pergerakan ini timbul dari berbagai
macam dorongan kebutuhan dan kepentingan yang sering dikenal dengan istilah
motivasi. Motivasi-motivasi tersebut (dalam Yoeti;1982 hal.80) adalah sebagai
berikut:
1. Dorongan kebutuhan kepentingan keagamaan, pendidikan 2. Dorongan keamanan
3. Dorongan kesehatandan pemukiman 4. Dorongan kepentingan politik
6. Dorongan kebutuhan minat kebudayaan, hubungan keluarga, olahraga dan rekreasi.
Menurut M. Intosh (Nyoman;1999 hal.155), motivasi kunjungan wisata dapat
dikelompokkan:
a. Physical motivations
Hal ini banyak hubungannya dengan hasrat untuk mengembalikan kondisi fisik, beristirahat, santai, berolah raga, atau pemeliharaan kesehatan agar kegairahan bekerja timbul kembali.
b. Cultural motivations
Motivasi kunjungan wisata karena keinginan pribadi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata agar dapat melihat dan mengetahui negara lain, penduduknya, tata cara hidupnya serta adat istiadatnya yang berbeda dengan negara lainnya.
c. Interpersonal motivations
Motivasi kunjungan wisata yang didorong oleh keinginan seseorang untuk mengunjungi sanak-keluarganya, kawan-kawan, atau ingin menghindarkan diri dari lingkungan kerja, ingin mencari teman-teman baru dan lain-lain. Secara singkat motivasi ini erat hubungannya dengan keinginan untuk melarikan diri dari kesibukan rutin sehari-hari.
d. Status and presige motivations
Motivasi kunjungan wisata seeseorang untuk memperlihatkan siapa dia, kedudukannya; statusnya dalam masyarakat tertentu demi prestise pribadinya. Jadi sifat perjalanan ini sangat emosional dan adakalanya dihubungkan dengan perjalanan bisnis, dinas, pendidikan, profesi, hobi, dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa banyak sekali motivasi-motivasi atau
alasan-alasan seseorang melakukan kunjungan wisata. Orang melakukan kunjungan wisata
karena ada hasrat untuk mengembalikan kondisi fisik, istirahat, untuk mengetahui
adat istiadat yang berbeda dengan negara asalnya, keinginan untuk mengunjungi
sanak-keluarganya, serta motivasi untuk memperlihatkan kedudukannya atau status
2.7 PRODUK INDUSTRI PARIWISATA 2.7.1 Pengertian Industri Pariwisata
Industri pariwisata adalah keseluruhan hasil produksi, keuntungan barang dan
jasa serta pembawaan khusus pada wisatawan. Demikianlah pernyataan Hunzieker
(dalam Yoeti;1996 hal.150): “…tourism enterprise are all business entities, which
combining various means of production, provide goods, and service of a specilly
tourist nature.”
Batasan lain diberikan oleh L.J. Lickorish dan A.C. Kershaw (dalam
Yoeti;1996 hal.149) dari British Travel Association (BTA) tentang industri
pariwisata:
“…industri pariwisata adalah keseluruhan para penjual produk wisata yang secara bersama-sama memberikan kepuasan kepada wisatawan.” Industri tersebut dikelompokkan:
• Industri pokok, melayani dalam hal tranportasi, penginapan, makanan dan persiapan perjalanan (travel agent, tour operator, etc.)
• Industri tambahan, industri pariwisata yang menyediakan souvenirs serta kebutuhan lainnya, hiburan, pelayanan bank, dan lainnya.
Defenisi yang lain disampaikan oleh R.S. Darmaji (dalam Yoeti;1996
hal.153) menyatakan:
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa industri pariwisata adalah
keseluruhan kegiatan hasil produksi yang menghasilkan produk barang dan jasa dan
bermanfaat dalam pengembangan bidang pariwisata.
2.7.2 Produk Industri Pariwisata
Pariwisata yang merupakan sebuah industri menghasilkan jasa-jasa (services)
sebagai produk yang dibutuhkan para wisatawan. Menurut Medlik & Medliton dalam
tulisan mereka “The Formulation in Tourism” (dalam Yoeti;1983 hal.151-152)
menyatakan: “…yang dimaksudkan dengan hasil (product) industri pariwisata adalah
semua jasa atau service yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat
meninggalkan tempat kediamannya sampai ia kembali ke rumah dimana ia tinggal.”
Pada dasarnya ada tiga golongan pokok poduk industri pariwisata yaitu:
1. Tourist Object atau produk pariwisata yang terdapat pada objek-objek wisata
yang menjadi daya tarik orang-orang untuk datang berkunjung.
2. Fasilitas yang dperlukan di daerah tujuan wisata tersebut seperti akomodasi,
bar, restoran, hiburan, rekreasi, souvenir, bank, money changer, perangko, dan
lainnya.
3. Transportasi yang menghubungkan tempat asal wisatawan dengan daerah
Secara terperinci dapat kita gambarkan jasa-jasa yang merupakan produk
industri pariwisata yang dibutuhkan oleh seorang wisatawan ketika ia meninggalkan
kediamannya hingga ia kembali pulang. Secara berurutan adalah sebagai berikut:
Saat berangkat:
1) Jasa travel agent untuk mengurus dokumen perjalanan seperti passport,
exit-permit, visa, tiket transportasi.
2) Jasa Taxi untuk transfer dari rumah ke bandara waktu berangkat (departure).
3) Jasa maskapai penerbangan yang membawa ke tempat tujuan yang
dikehendaki.
4) Jasa Taxi/ Coach-Bus dari bandara ke tempat penginapan saat tiba di daerah
tujuan.
5) Jasa akomodasi di tempat yang dituju selama kunjungan.
6) Jasa tour operator untuk kegiatan sightseeing tour ke objek-objek wisata.
7) Jasa yang diberikan di objek pariwisata berupa atraksi wisata, hiburan, dan
lainnya.
8) Jasa souvenirs shop dan handicraft center, dan lain-lain.
Saat kembali:
1) Jasa taxi untuk transfer dari hotel ke bandara.
2) Jasa maskapai penerbangan dari tempat yang telah dikunjungi kembali ke
daerah asal.
4) Mailing Services bagi wisatawan yang membeli souvenirs kemudian
menggunakan jasa pengiriman untuk meringankan bawaan.
2.8 HUBUNGAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 2.8.1 Pengertian Kebudayaan
Pengertian kebudayaan menurut oleh E.B. Tailor adalah keseluruhan yang
kompleks dan di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian
moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan lain dan kebiasaan yang didapat manusia
sebagai anggota masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan kelakuan dan
hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya
dengan belajar dan kesemuanya itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.
2.8.2 Hubungan Kebudayaan dan Pariwisata
Secara ekonomi, hubungan kebudayaan dengan pariwisata dinyatakan dalam
bentuk penggunaan kekayaan kebudayaan untuk membentuk atraksi-atraksi baik
living attraction (seni tari, itual adat, dll.) maupun non-living attraction (arsitektur
bangunan, peninggalan sejarah, dll.). Atraksi budaya dapat disuguhkan dalam suatu
pameran, festival, event yang dapat memberikan kesempatan kerja bagi seniman,
penyelenggara, serta masyarakat yang bekerja dalam industri pendukung pariwisata
Implikasi sosial yang ditimbulkan oleh hubungan kebudayaan dan pariwisata
adalah keuntungan positif dari hasl pendekatan masyarakat dunia dengan berbagai
peradaban yang pada akhirnya menimbulkan kerja sama. Hubungan kebudayaan dan
pariwisata juga menghasilkan nilai dan pemeliharaan, termasuk pengawasan serta
bimbingan akan kekayaan kebudayaan. Restorasi dan proyek konservasi terhadap
benda-benda, monumen sejarah, dan segala warisan peninggalan bersejarah harus
dirancang dan dijaga. Pembentukan desain produk pariwisata hendaknya tidak hanya
BAB III
GAMBARAN UMUM KOTA GUNUNGSITOLI
3.1 Kota Gunungsitoli Secara Umum
Kota Gunungsitoli tidak dapat terlepas dari satu gugusan induk yang
menaungi yakni Pulau Nias. Pulau Nias terletak di antara 00 12’– 10 32’ Lintang
Utara dan 97 - 980 Bujur Timur. Adapun batasan-batasan Pulau Nias adalah sebagai
berikut:
• Sebelah utara : berbatasan dengan Pulau-Pulau Banyak, Provinsi Daerah
Istimewa Aceh.
• Sebelah selatan : berbatasan dengan Kepulauan Mentawai, Daerah Tingkat I
Provinsi Sumatera Barat.
• Sebelah timur : berbatasan dengan Kepulauan Mursala, Kabupaten Daerah
Tingkat II Tapanuli Tengah.
• Sebelah barat : berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Beberapa tahun terakhir terlaksana pemekaran daerah di Pulau Nias. Dari yang
awalnya hanya satu kabupaten yakni Kabupaten Nias dengan Gunungsitoli sebagai
ibukota kabupaten. Kemudian berkembang menjadi dua kabupaten yakni Kabupaten
Nias, dan Kabupaten Nias Selatan. kini telah menjadi empat kabupaten dan satu
kotamadya. Hal ini merupakan keinginan seluruh masyarakat Nias dengan penerapan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 47 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kota
Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan
bahwa Kabupaten Nias yang mempunyai luas wilayah ± 3.799,80 km2 dengan
jumlah penduduk pada tahun 2007 berjumlah 444.524 jiwa terdiri atas 34 (tiga puluh
empat) kecamatan. Kabupaten ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk
mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan luas
wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian
perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui
pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan
aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Nias Nomor 3/KPTS/DPRD/2007 tanggal 10 Mei 2007 tentang
Persetujuan Pembentukan Kota Gunungsitoli, Surat Bupati Nias Nomor
135/1842/Pem tanggal 29 Maret 2007, Perihal Usul Pembentukan Kabupaten Nias
Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli, Surat Bupati Nias Nomor
135/3736/Pem tanggal 25 Juni 2007, Perihal Persetujuan Pembentukan Kabupaten
Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli, Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 11/K/2007 tanggal 17
September 2007 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Nias, Surat Gubernur
Daerah Kabupaten Nias, Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 135/6752 tanggal
10 Oktober 2007 perihal Usul Pemekaran Kabupaten Nias, Keputusan Bupati Nias
Nomor 135/655/2007 dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Nias Nomor 135/4385/DPRD tanggal 11 Nopember 2007 tentang
Bantuan Dana Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Nias
Kepada Calon Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli
di Wilayah Kabupaten Nias, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Nias Nomor 08/KPTS/DPRD/2007 tanggal 11 November 2007 tentang
Dukungan Dana dalam APBD Kabupaten Nias (Induk) kepada Calon Kota
Gunungsitoli, Keputusan Bupati Nias Nomor 135/376/K/2007 tanggal 11 November
2007 Dukungan Dana dalam APBD Kabupaten Nias (Induk) kepada Calon Kota
Gunungsitoli.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian yang secara
mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan
berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Gunungsitoli. Pembentukan Kota
Gunungsitoli yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias terdiri atas 6 (enam)
kecamatan, yaitu Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa,
Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan,
Kecamatan Gunungsitoli Barat, dan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Dengan
terbentuknya Kota Gunungsitoli sebagai daerah otonom, pemerintah Provinsi
Kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan perangkat daerah yang efektif
dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan
memfasilitasi pelaksanaan pemindahan personil, pengalihan aset dan dokumen untuk
kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota
Gunungsitoli. Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kota Gunungsitoli perlu
melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, persiapan sarana dan
prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia, serta
pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kota Gunungsitoli sebagai gerbang masuk Pulau Nias merupakan daerah
yang lebih dikenal oleh masyarakat di luar Pulau Nias. Hal ini dikarenakan
Gunungsitoli merupakan kota tertua dan terbesar yang ada di Kepulauan Nias.
Terlebih lagi, Kota Gunungsitoli selangkah lebih maju dibanding daerah lain di Nias
dalam berbagai aspek kehidupan dan kemajemukan masyarakat. Untuk mencapai
Kota Gunungsitoli dapat ditempuh dengan dua cara, yakni menggunakan sarana
transportasi udara dan laut. Untuk transportasi udara, dari Bandara Polonia, Medan
ke Bandara Binaka, Nias ditempuh selama ± 45 menit. Seterusnya akan menempuh
transportasi darat dari bandara selama ± 1 jam. Untuk transportasi laut, dari
Pelabuhan Sibolga ke Pelabuhan Gunungsitoli yang berjarak 133 km dapat ditempuh
selama ± 9 jam. Saat ini, telah ada kapal feri cepat yang mampu menempuh jarak
Berdasarkan catatan sejarah, Gunungsitoli atau sering disebut Luaha (dalam
bahasa Indonesia “muara”) sudah dikenal dan dikunjungi sejak abad ke-18. Posisi
kota Luaha ini terletak pada muara sungai Nou atau pasar Gunungsitoli saat ini. Pada
saat itu ada tiga marga dominan yang menghuni kota Luaha, yaitu Harefa, Zebua,
dan Telaumbanua atau lebih dikenal dengan sitőlu tua. Sitőlu tua dalam Bahasa
Indonesia berarti “tiga kakek”. Belum diketahui secara pasti asal muasal penamaan
Gunungsitoli. Tapi referensi yang ditemukan dari sebuah buku yang ditulis seorang
pastor yang mendirikan Museum Pusaka Nias disebutkan nama Gunungsitoli
diberikan oleh para pedagang yang berasal dari Indocina daratan Asia. Kelak, para
pedagang inilah yang disebut-sebut nenek moyang orang Nias. Merujuk secara
harfiah, jelas kata Gunungsitoli berasal dari kata Gunung dan kata Sitoli. Gunung
berarti tanah yang tinggi (berbukit) dan Sitoli berasal dari nama orang yang berdiam
di bukit dekat rumah sakit (daerah Onozitoli sekarang).
Kota Gunungsitoli telah memiliki walikota yang tetap sekarang ini dari hasil
pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan pada Februari 2011. Hasil
pilkada tersebut menetapkan Drs. Martinus Lase, M.SP sebagai walikota dan Drs.
Lakhomizaro Zendrato sebagai wakil walikota.
Kota ini telah melakukan gebrakan memutar roda pembangunan dan
pemerintahan yang diikuti dengan ditetapkannya sebuah visi yakni, ‘’Gunungsitoli
Kota SAMAERI’’. Dalam bahasa Nias, ini bermakna sebagai seorang ibu yang
apalagi sampai kelaparan. Bahkan secara terus menerus selalu siap mengawal
perjalanan kehidupan anaknya menuju masa depan yang gilang-gemilang. Berangkat
dari pemahaman itulah, maka kata ‘’samaeri’’ diberi nafas guna membumikan dalam
melakukan misi pemerintahan dan pembangunan Kota Gunungsitoli dengan uraian
SA = Satukan langkah dan tekad, MA = Mandiri, E = Ekonomi kerakyatan, RI =
Beriman. Dengan demikian visi SAMAERI akan dilaksanakan melalui perumusan
misi yaitu “SAtukan langkah dan tekad mewujudkan kota MAndiri yang berbudaya,
sejahtera dan berwawasan lingkungan, dengan penguatan program Ekonomi,
pendidikan, kesehatan, pariwisata dengan dukungan masyarakat beRIman, yang takut
akan Tuhan sehingga memperoleh curahan berkat berkelimpahan yang dapat
dinikmati secara bersama-sama”.
Perilaku sosial masyarakat Kota Gunungsitoli cukup kompleks yang
disebabkan berbaurnya adat dan norma yang berlaku. Pada masyarakat Kota
Gunungsitoli prinsip kegotongroyongan masih diutamakan. Sistem kekerabatan dan
kerja sama cukup menonjol walaupun terpolarisaasi dalam paham keagamaan yang
saling berbeda. Mayoritas masyarakatnya menganut agama Kristen Protestan, disusul
Islam dan kemudian Kristen Katolik. Dialek berbahasa pun beragam di Gunungsitoli
karena ada berbagai etnis yang mendiami yakni suku Nias, Batak, Padang, Jawa, dan
3.2 Letak Geografis
Tabel 3.1
Letak dan Batas Wilayah Kota Gunungsitoli
1. Luas wilayah ± 280,78 km2
2. Letak di atas permukaan laut 0 – 600 m
3. Batas-batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sitolu Ori, Kabupaten Nias Utara
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Gido dan Kecamatan Hili Serangkai, Kabupaten Nias
Sebelah Timur berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hiliduho Kabupaten Nias serta Kecamatan Alasa
Talumuzői dan Kecamatan Namőhalu Esiwa
Kabupaten Nias Utara
Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010
Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010
Akibat letak Kota Gunungsitoli dekat dengan garis khatulistiwa, maka curah
hujan setiap tahun cukup tinggi. Pada tahun 2009 jumlah curah hujan mencapai
2.662,5 mm setahun atau rata-rata 221,9 mm per bulan dengan banyaknya hari hujan
mencapai 240 setahun atau rata 20 hari per bulan dan penyinaran matahari
rata-rata 53 % per bulan. Curah hujan yang paling besar terjadi pada bulan September
yaitu 334,2 mm dengan banyaknya hari hujan mencapai 27 hari. Hujan dan
penyinaran matahari sebesar 40 %, musim kemarau dan hujan silih berganti dalam
dengan penyinaran matahari sebesar 56 %. Curah hujan yang tinggi sepanjang tahun
mengakibatkan kondisi alam Kota Gunungsitoli sangat lembab dan basah dengan
rata-rata kelembaban antara 89-92 % serta sering mengalami banjir bandang.
Di samping itu, struktur batuan dan susunan tanah di Kota Gunungsitoli pada
umumnya bersifat labil, mengakibatkan sering terjadinya patahan pada jalan-jalan
aspal dan longsor. Demikian juga sering ditemuinya daerah aliran sungai yang
berpindah-pindah.
Keadaan iklim Kota Gunungsitoli dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu
udara dalam satu tahun rata-rata 26,20 C per bulan dengan rata-rata minimum 18,10 C
dan rata-rata maksimum 31,30 C. Kecepatan angin rata-rata dalam satu tahun sebesar
6 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata kecepatan maksimum sebesar 16 knot/jam
dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara. Kondisi seperti ini di samping
curah hujan yang tinggi mengakibatkan sering terjadinya badai besar. Musim badai
laut setiap tahunnya biasanya terjadi antara bulan September sampai dengan
November, tetapi kadang-kadang terjadi juga pada bulan Agustus dan cuaca bisa
berubah secara mendadak.
Keadaan cuaca dan jumlah curah hujan ini sangat mempengaruhi
kepariwisataan Kota Gunungsitoli menyangkut jumlah wisatawan yang berkunjung.
Wisatawan mengalami kenaikan jumlah yang signifikan pada saat curah hujan
rendah yakni bulan Februari. Demikian juga sebaliknya, pada saat jumlah curah
tentang cuaca dan jumlah curah hujan sangat penting dalam pengembangan
kepariwisataan seperti dalam hal pembuatan paket wisata dan berbagai kegiatan
lainnya.
3.3 Sistem Adat dan Kebudayaan
Kebudayaan Nias seperti kita kenal sekarang, ternyata belum begitu tua
sekitar 500 tahun. Dinilai baru, bukan berarti baru diciptakan tetapi baru diterima di
Nias sebagai masukan dan kemudian menjadi faktor penting dalam kemajuan. Besar
kemungkinan budaya tersebut berasal dari Cina oleh sekelompok orang keturunan
Cina di wilayah Kecamatan Lahusa dan Kecamatan Gomo, Nias Selatan. Kelompok
pendatang ini memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang sehingga
membawa perubahan dan kemajuan bagi masyarakat Nias. Beberapa bidang tersebut
adalah arsitektur, pertukangan, pertanian, peternakan dan tenunan. Juga kemajuan
dalam hal kultur megalitik, patung, silsilah, dan kasta.
Di daerah Nias ada berbagai macam kebudayaan yang unik seperti
kebudayaan megalith yang masih kental dan terjaga. Dalam mendirikan batu
megalith diadakan sebuah pesta besar yang sering disebut “owasa” yaitu dengan
menyembelih sampai seratus ekor babi. Pelaksanaan owasa ini dilakukan untuk
membuktikan status seseorang di dalam masyarakat. Beberapa hukum tradisional
1. Hukuman : menyangkut tentang sanksi yang dijatuhkan kepada pembunuh,
pezinah, pencuri, dan sebagainya. Seorang yang melakukan
perzinahan akan dihukum mati, tetapi dapat ditebus dengan
denda seratus ekor babi atau seratus unit emas batangan.
2. Jujuran : adalah harga yang harus dibayarkan pihak laki-laki ketika
hendak menikahi seorang wanita. Biaya tersebut digunakan
untuk membiayai keselurahan acara. Dalam bahasa Nias sering
disebut “bőwő”.
3. Afore : sistem pengukuran babi.
4. Kutak : sistem pengukuran beras
5. Nilai emas
Berikut ini beberapa jenis upacara adat yang sering diadakan masyarakat:
1. Famataro Mbanua, adalah kegiatan saat pengesahan suatu nama daerah di
wilayah Nias.
2. Fangotome’ő, adalah kegiatan perjamuan kepada orang yang telah lanjut usia
yang didasari oleh banyak faktor.
3. Fatabo, diartikan dalam Bahasa Indonesia sebagai “bertepuk tangan”.
4. Famadaya hasi zimate, upacara ketika mengangkat peti jenazah orang Nias yang
meninggal.
5. Fananő bunga, diartikan dalam Bahasa Indonesia “tanam bunga”. Kegiatan ini
6. Fadabu
Adapun alat masik tradisional yang terdapat di Kota Gunungsitoli adalah:
1. Doli-Doli, adalah sejenis gamelan.
2. Garamba, berupa gendang besar yang berperan penting dalam setiap pesta adat.
3. Faritia, berupa gong dalam ukuran kecil.
4. Fondrahi, berupa gendang yang berukuran kecil dengan salah satu ujungnya
terbuka.
5. Gőndra, berupa gong dalam ukuran besar.
Untuk mendukung pelestarian kebudayaan d Kota Gunungsitoli, telah ada
beberapa organisasi kesenian yang diharapkan berperan aktif mengembangkan
budaya bersama pemerintah dan masyarakat. Berikut ini data disajikan dalam bentuk
tabel.
Tabel 3.2
Gunungsitoli
Alo’oa 15 5 1 0 0 0
Gunungsitoli
Utara 12 4 2 0 0 0
Jumlah/Total 66 45 14 0 0 0
Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010
Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010
3.4 Sarana dan Prasarana 3.4.1 Pendidikan
Pendidikan di Kota Gunungsitoli sedang memasuki tahap peningkatan
terutama dalam segi kualitas sehingga mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain
di luar Pulau Nias. Saat ini telah banyak sekolah di Nias yang menjadi salah satu
sekolah standar nasional seperti SMP N 1 Gunungsitoli dan SMA N 1 Gunungsitoli.
Bahkan dalam beberapa tahun belakangan, telah dibangun sebuah sekolah SMA
Swasta Sukma yang memiliki kualitas sehingga mampu meluluskan sebagian besar
siswanya ke berbagai universitas negeri di Indonesia. Tingkat persaingan yang sangat
tinggi sekarang ini menuntut setiap orang memiliki pendidikan yang tinggi supaya
mampu bersaing dan meraih sukses. Dunia kerja membutuhkan kualitas dalam
pendidikan di samping kualitas kepribadian dan berbagai pengetahuan lainnya.
Kota Gunungsitoli pun senantiasa mengembangkan pendidikan dengan
bertambahnya jumlah sekolah dan tenaga pendidik. Kemajuan terbesar terlihat
diperuntukkan untuk memberntuk siswa-siswi yang siap kerja. Berikut ini data
tentang pendidikan di Kota Gunungsitoli:
Tabel 3.3
Jumlah Sekolah di Kota Gunungsitoli Tahun Pelajaran 2009/2010
Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010
Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010
Ket : * belum termasuk ruang belajar SMP
Melalui data statistik di atas, bila dihubungkan dengan kepariwisataan
khususnya wisata budaya, seluruh siswa diharapkan mendapat pengetahuan tentang
kebudayaan daerah asalnya. Hal ini karena para siswa merupakan generasi penerus
yang akan melanjutkan pelestarian budaya sehingga dapat dimaksimalkan bagi
pengembangan pariwisata. Beberapa sekolah terutama SMA di Kota Gunungsitoli
telah memiliki wahana pelestarian tarian daerah dengan adanya sanggar tari. Ini
merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang rutin diadakan. Setiap siswa-siswi yang
berbagai kegiatan untuk mempertunjukkan tarian tersebut. Saat ini, pengarahan
kepada para siswa akan pentingnya budaya termasuk tarian daerah masih sangat
kurang sehingga perlu ditingkatkan lagi. Dunia pendidikan berperan penting
membentuk orang-orang yang peduli melestarikan budaya.
3.4.2 Penginapan, Tour and Travel
Kota Gunungsitoli memiliki beberapa sarana akomodasi. Maksudnya
akomodasi adalah hotel berbintang maupun tidak berbintang, serta tempat tinggal
lainnya yang digunakan untuk menginap seperti wisma, losmen, motel, cottage,
bungalow dan sejenisnya. Tempat-tempat penginapan tersebut adalah Ganada Hotel,
Gomo Hotel, Hawaii Hotel, Hidayat Hotel, Laraga Losmen, Olayama Hotel, Otawa
Losmen, Serasi Hotel, Tenang Losmen, Soliga Hotel, dan sebagainya. Tempat
penginapan di Kota Gunungsitoli masih memiliki standar kelas melati. Berikut data
yang tentang jumlah hotel yang ada di Kota Gunungsitoli (saat itu masih bergabung
Tabel 3.4
Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya, Kamar, Lama Menginap Hotel
Di Kota Gunungsitoli
2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Hotel 16 17 16 13 14
Jumlah Kamar 195 194 244 222 226
Jumlah Tempat Tidur 445 455 459 410 419
Rata-rata Lama Inap 1,00 1,12 1,12 1,20 1,69
Tingkat Huni Hotel 27,55 27,07 16,17 18,31 20,19 Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010
Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010
Salah satu faktor yang mempengaruhi berkembangnya objek wisata dalam
satu daerah adalah adanya sarana akomodasi. Wisatawan pada umumnya lebih
menyukai hotel berbintang dibandingkan dengan hotel yang tidak berbintang karena
hotel berbintang memiliki fasilitas yang memadai. Tempat-tempat penginapan di
Kota Gunungsitoli sebagian besar merupakan hotel lama dan belum mengalami
perkembangan berarti hingga sekarang ini.
Dari data statistik di atas, tidak ditemukan hotel berbintang di Kota
Gunungsitoli, padahal hotel berbintang merupakan akomodasi yang lebih digemari
oleh wisatawan asing untuk memudahkan segala aktifitasnya. Tentunya akomodasi
Tabel 3.5
Daftar Tour & Travel di Kota Gunungsitoli
NO. NAMA TOUR & TRAVEL ALAMAT
1. Bernando Travel Jl. Diponegoro 196, Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli
2. Kantor Perwakilan Merpati JL. Yos Sudarso No. 139 Kel. Saombo, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli
3. Tiara Tours and Travel Jl. Diponegoro No. 196 Kel. Ilir, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli
4. Mutiara Nias Tour and Travel Jl. Diponegoro, Kel. Ilir, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli
5. PT.Dachi Expo Ceria Tour and Travel
Jl. Diponegoro No 158, Kel. Ilir, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli
6. Hermen Tour and Travel Jl. Diponegoro No.109 (depan Libi Hotel), Kel. Ilir Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli
7. Surya Ya’ahowu Tour and Travel Jl. Gomo, Kel. Pasar, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli
Sumber: Nias dalam Angka 2008
Source : Nias in Figures 2008
Perusahaan yang bergerak dalam jasa perjalanan sangat penting dalam
industri pariwisata. Perusahaan tersebut akan membantu memudahkan para
wisatawan untuk berkunjung ke Kota Gunungsitoli dan menyaksikan atraksi budaya
tari maena dan tari moyo. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa tersebut juga
akan menjadi lumbung informasi bagi para wisatawan. Pelayanan yang baik dan
terpadu sangat diharapkan untuk tour and travel yang ada di Kota Gunungsitoli
3.5 Kependudukan
Penduduk merupakan faktor yang sangat penting dalam mekanisme
perencanaan pembangunan, karena penduduk tidak saja menjadi sasaran
pembangunan (obyek), tetapi juga berperan sebagai pelaksana pembangunan
(subyek). Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas rendah, disadari hanya
menjadi beban pembangunan, apalagi jika distribusinya tidak merata dan komposisi
secara sosial dan budayanya beraneka ragam. Oleh sebab itu, untuk menunjang
keberhasilan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
perkembangan penduduk diarahkan pada pengendalian kualitas, pengembangan
kualitas, serta pengerahan mobilitas sehingga mempunyai ciri dari karakteristik yang
menguntungkan pembangunan suatu daerah khususnya di Kota Gunungsitoli.
Tabel 3.6
Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Gunungsitoli
Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010
Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010
Jumlah penduduk Kota Gunungsitoli pada dasarnya mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Adanya peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Kota
Gunungsitoli dipengaruhi meningkatnya derajat kehidupan sosial masyarakat
khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan lainnya. Arus urbanisasi ke Kota
Gunungsitoli juga ikut mempengaruhi karena Kota Gunungsitoli menawarkan
banyak lapangan pekerjaan, apalagi dalam tahap pembangunan pasca-gempa tektonik
2005.
Kependudukan masyarakat sangat erat hubungannya dengan lapangan kerja
yang menjadi sumber mata pencaharian. Berikut ini diuraikan secara singkat data
tentang pekerjaan-pekerjaan masyarakat Kota Gunungsitoli.
Tabel 3.7
bekerja
Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010
Dari data statistik tersebut di atas, disimpulkan bahwa sebagian besar
masyarakat Kota Gunungsitoli merupakan petani, bekerja di perkebunan, dan buruh.
Maka dari data tersebut pula, kesejahteraan penduduk masih belum memenuhi
standar dilihat dari pekerjaan yang ditekuni. Data yang dihimpun penulis masih
sebagian dari banyaknya pekerjaan masyarakat.
Memaksimalkan Kota Gunungsitoli sebagai kota budaya tentunya akan lebih
menguntungkan masyarakat karena kesejahteraan pasti terjamin apabila dikelola
dengan baik. Lahan-lahan yang ada selama ini pun tidak perlu harus dikurangi atau
dirusak karena pelestarian budaya membuat semua berjalan seimbang. Pemanfaatan
atraksi budaya dapat berjalan seiring dengan kegiatan keseharian penduduk.
3.6 Perkembangan Wisatawan
Kota Gunungsitoli merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera
Utara. Wisatawan akan rutin berkunjung ke Kota Gunungsitoli dengan berbagai
macam tujuan. Selama ini sebagian besar menuju Pantai Lagundri dan Sorake.
Wisatawan asing yang sering berkunjung berasal dari Jepang, Amerika, Australia,
Jerman, dan berbagai Negara lainnya. Berikut ini data statistik perkembangan
wisatawan dalam beberapa tahun terakhir.
Tabel 4.1
Tahun/ Year Wisatawan/ Tourist Jumlah/ Total Asing/ Foreign Domestik/ Domestic
2004 323 3.132 3.455
Sumber : BPS- Gunungsitoli dalam Angka 2010
Source : Gunungsitoli in Figures 2010
Tabel 4.2
Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung Januari – Desember 2009
Bulan/ Month Wisatawan/ Tourist Jumlah/ Total Asing/ Foreign Domestik/ Domestic
Januari/ January 10 1.200 1.210
September/ September 13 1.560 1.573
Oktober/ October 8 2.560 2.568
Desember/ December 2 4.501 4.503
Jumlah/ Total 151 22.598 22.749
Sumber : BPS- Gunungsitoli dalam Angka 2010
Source : Gunungsitoli in Figures 2010
Dari data tersebut di atas, tingkat kunjungan wisatawan semakin meningkat
walaupun pada tahun 2005 yang merupakan tahun bencana di Gunungsitoli
mengalami kemerosotan wisatawan. Data statistik tahun 2009 juga menjelaskan
bahwa wisatawan asing lebih banyak berkunjung pada bulan Mei sebanyak 25 orang
dan wisatawan domestik pada bulan Desember sebanyak 4.501 orang. Tingkat
jumlah wisatawan di Kota Gunungsitoli masih sedikit bila dibandingkan dengan
daerah objek wisata lain. Oleh karena itu pelu langkah-langkah menarik minat
wisatawan yang salah satunya dengan atraksi tarian daerah. Semakin tinggi jumlah
wisatawan maka semakin berhasil kepariwisataan suatu daerah dengan penghasilan
yang semakin banyak. Demikian juga sebaliknya jika terjadi penurunan jumlah
BAB IV
POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO
SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI
4.1 Sejarah Tari Maena dan Tari Moyo 4.1.1 Sejarah Tari Maena
Tari maena adalah atraksi budaya yang menjadi milik seluruh masyarakat
Nias. Tari maena sebenarnya hanyalah sebuah pengembangan dari suatu kegiatan
masyarakat masa lampau. Mulanya, ketika orang Nias berhasil dalam suatu kegiatan
seperti panen, menangkap buruan, menang berperang, dan lainnya maka diadakanlah
owasa (pesta). Owasa tersebut diikuti oleh setiap orang di daerah tersebut dan daerah
sekitar. Dalam owasa, maka akan ada banyak orang terutama kaum laki-laki akan
fabőli hae. Fabőli hae dapat diartikan dalam Bahasa Indonesia “menyorakkan,
melompat kegirangan”. Masyarakat Nias awalnya melakukan fabőli hae di lapangan
yang luas sambil membagikan secara adil hasil yang diperoleh. Dari kegiatan inilah
muncul gerakan berkeliling empat segi yang kemudian dilakukan secara teratur.
Gerakannya berupa hentakan kaki ke tanah dan ayunan tangan yang seimbang
dengan hentakan. Mereka pun menamakannya “maena” yang berarti “perayaan,
pesta”. Makna “maena” sebenarnya agak sulit diterjemahkan karena merupakan
sebutan khusus yang diberikan masyarakat pada awalnya. Tetapi maknanya hampir
Selanjutnya oleh masyarakat Nias, fanari maena dijadikan sebagai suatu
kebiasaan yang dilakukan setiap kali ada perayaan dan mulai ditampilkan saat pesta
pernikahan. Untuk lebih memeriahkan, maka kaum perempuan pada masa dulu
menciptakan syair atau pantun maena (dői zinunő). Syair dan pantun maena
sangatlah dinamis karena disesuaikan dengan perayaan yang sedang berlangsung.
Orang yang membacakan syair dinamakan sanutunő maena. Seorang sanutunő
maena harus fasih berbahasa Nias. Biasanya, yang menjadi sanutunő maena yakni
tetua adat atau sesepuh suku Nias. Isi syair disesuaikan dengan waktu pertunjukan
tari maena dipertunjukkan. Ketika tari maena diselenggarakan pada pesta
pernikahan, pantun biasanya berisi kegembiraan dan doa untuk kedua mempelai.
Namun ketika tari maena dijadikan tari penyambutan tamu kehormatan, syair maena
menggambarkan rasa hormat tuan rumah kepada tamu. Syair maena biasanya
disampaikan pada awal pertunjukan. Setelah sanutunő maena menyampaikan
beberapa bait syair/pantun, pertunjukan tari maena dilanjutkan dengan nyanyian
berbahasa Nias. Dengan lantang, para penari maena menyanyikan beberapa syair
lagu yang isinya disesuaikan dengan tema acara. Mulai dari awal penyampaian, lirik
lagu dalam pertunjukan tari maena tetaplah sama dan disampaikan secara berulang.
Syair lagu itulah yang mengiringi gerakan para penari maena hingga pertunjukan tari
maena usai
Setelah berbagai perubahan-perubahan kebudayaan, gerakan maena yang