• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Asertivitas Terhadap Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Asertivitas Terhadap Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Perempuan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ASERTIVITAS TERHADAP PRILAKU

SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PEREMPUAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

IRMA PRATIWI HIDAYAH

061301022

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul :

Pengaruh Asertivitas Terhadap Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Perempuan

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian – bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Mei 2011

(3)

Pengaruh Asertivitas Terhadap Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Perempuan

Irma Pratiwi Hidayah dan Indri Kemala Nst

ABSTRAK

Masa remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak – kanak dan masa dewasa yang mengalami perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Perubahan fisik meliputi perubahan seksual yang diiringi dengan keinginan remaja untuk dekat dengan lawan jenis yang diwujudkan dalam bentuk berpacaran. Bentuk–bentuk dari prilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan yaitu dating, kissing, necking, petting dan coitus. Salah satu faktor penyebab remaja terjerumus pada prilaku seks bebas (prilaku seksual pranikah) berkaitan dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap asertif. Asertivitas berarti tegas dalam perbuatan pasti dalam mengekspresikan dirinya dan pendapatnya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 80 orang remaja perempuan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik multi stage. Alat ukur pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner dengan skala likert yaitu skala asertivitas disusun berdasarkan komponen – komponen asertivitas yang dikemukakan oleh Eisler Miller & Pinkton (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) yaitu compliance, duration of

replay, loudness, request for new behavior, affect, latency of response dan non verbar behavior. Skala bentuk – bentuk prilaku seksual pranikah disusun

berdasarkan bentuk – bentuk dari prilaku seksual yang dikemukakan oleh Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) yaitu touching, kissing, petting dan sexual intercourse. Reliabilitas alat ukur untuk asertivitas adalah 0,928 dan untuk prilaku seksual pranikah sebesar 0,933.

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan (r = -0,085, F=7,706, p=0,008) asertivitas memberikan sumbangan efektif sebesar 8,5% terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan.

(4)

Asertivitas Effect Against Sexual Behaviour In Young Women's premarital

Irma Pratiwi Hidayah dan Indri Kemala Nst

ABSTRACT

Adolescence is the transition between childhood development - childhood and adulthood who experience physical changes, cognitive, and psychosocial. Physical changes include changes in sexual desire accompanied by adolescents to a close with the opposite sex in the form of dating. The forms of sexual behavior by teenagers that dating according to research conducted by Centra Mitra Youth (CMR) field of dating, kissing, necking, petting and coitus. One of the factors fall into this teen sex behaviors (premarital sexual behavior) associated with the inability of youth to be assertive. Asertivitas means resolute in deed certainly in expressing himself and his opinions.

This study aims to look at the influence asertivitas toward premarital sexual behavior among girls. The number of samples of this study were 80 female teenagers. Sampling was done by using multi-stage technique. Measuring instrument in this study is to use a questionnaire with Likert scale is a scale asertivitas preparedbased on the component - component asertivitas proposed by Miller & Eisler Pinkton ( inMartin EY RA & Poland ,1980 ),namely compliance ,duration of replay ,loudness ,requests for new behavior, affect, latency of response and non verbar behavior. Scale forms - forms of premarital sexual behavior have been prepared on the form - the form of sexual behavior suggested by Duvall, EM & Miller, BC (1985) that is Touching, kissing, petting and sexual intercourse. Reliability measure for asertivitas is 0.928 and for premarital sexual behavior of 0.933.

Data obtained in this study were processed using regression analysis. The results showed no significant effect asertivitas toward premarital sexual behavior among girls (r = -0.085, F = 7.706, p = 0.008) asertivitas effective contribution of 8.5% against premarital sexual behavior among girls.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., berkat

hidayah dan curahan kasih sayang-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Asertivitas terhadap Prilaku Seksual Pranikah pada Remaja

Perempuan.” Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah

SAW.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada ibunda

tercinta (Hj. Nining Rahmawati) dan ayahanda tersayang (H. Ali AHman Hrp)

atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya dalam membimbing penulis

selama ini. Semoga Allah selalu mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya, di

dunia maupun di akhirat. Kepada adikku tersayang Patima Komala Sari penulis

ucapkan terima kasih banyak atas segala perhatian dan dukungannya. Semoga kita

berdua bisa memberi yang terbaik untuk kedua orangtua tercinta.

Terselesaikannya proposal penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Irmawati, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara dan juga Dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan

(6)

berikan, atas kesabaran ibu membimbing dan mengajari penulis selama

proses penyusunan proposal ini. Penulis minta maaf yang sebesar-besarnya

bila selama proses penelitian ini pernah membuat ibu kesal. Semoga Allah

selalu membalas setiap kebaikan ibu dengan pahala yang melimpah. Amin.

3. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumtera

Utara. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga penulis

dapat memanfaatkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya.

4. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumtera Utara. Bapak

Aswan, Bapak Iskandar, Kak Ari, Kak Devi, dan Kak Erna yang telah banyak

membantu penulis khususnya dalam hal administrasi.

5. Kepala Sekolah SMA Krakatau dan Madrasah Aliyah Laboratorium 3 Medan

beserta para staf, guru, dan para siswa.

6. Sahabat – sahabat ku tersayang Ulfa, Daeng dan Rosya yang telah

memberikan dukungan dan semangatnya selama ini kepada penulis.

7. Terima kasih juga penulis ucapkan pada semua pihak yang telah memberikan

dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab

itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna

penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak.

Medan, 20 Mei 2011

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Prilaku Seksual Pranikah ... 10

1. Defenisi Prilaku Seksual Pranikah ... 10

2. Bentuk – Bentuk Prilaku Seksual ... 13

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prilaku Seksual Pranikah Remaja ... 13

B. Asertivitas ... 15

1. Defenisi Asertivitas ... 15

2. Komponen – Komponen Asertivitas ... 17

(8)

C. Remaja ... 22

1. Defenisi Remaja ... 22

2. Tugas perkembangan remaja ... 23

3. Ciri-ciri masa remaja ... 23

4. Perkembangan Seksualitas Remaja... .24

D. Pengaruh Asertivitas terhadap Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Perempuan ... 26

E. Hipotesa Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

1. Asertivitas ... 30

2. Prilaku Seksual Pranikah ... 31

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 32

1. Populasi dan sampel ... 32

2. Metode pengambilan sampel ... 33

3. Jumlah Sampel Penelitian ... .34

D. Metode Pengumpulan Data ... 34

1. Skala Prilaku Seksual Pranikah ... .35

2. Skala Asertivitas ... 35

E. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Diskrimnasi Aitem ... 36

1. Validitas alat ukur ... 36

(9)

3. Uji daya beda aitem... 38

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... .38

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 40

1. Tahap Persiapan penelitian ... 40

2. Tahap Pelaksanaan penelitian ... 42

3. Tahap Pengolahan Data ... 43

H. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Analisa Data ... 45

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 45

B. Hasil Penelitian ... 47

1. Hasil uji asumsi penelitian ... 47

2. Hasil Analisa Data ... 49

3. Deskripsi Data Penelitian ... 52

C. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan... 59

B. Saran ... 60

(10)

Pengaruh Asertivitas Terhadap Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Perempuan

Irma Pratiwi Hidayah dan Indri Kemala Nst

ABSTRAK

Masa remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak – kanak dan masa dewasa yang mengalami perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Perubahan fisik meliputi perubahan seksual yang diiringi dengan keinginan remaja untuk dekat dengan lawan jenis yang diwujudkan dalam bentuk berpacaran. Bentuk–bentuk dari prilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan yaitu dating, kissing, necking, petting dan coitus. Salah satu faktor penyebab remaja terjerumus pada prilaku seks bebas (prilaku seksual pranikah) berkaitan dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap asertif. Asertivitas berarti tegas dalam perbuatan pasti dalam mengekspresikan dirinya dan pendapatnya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 80 orang remaja perempuan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik multi stage. Alat ukur pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner dengan skala likert yaitu skala asertivitas disusun berdasarkan komponen – komponen asertivitas yang dikemukakan oleh Eisler Miller & Pinkton (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) yaitu compliance, duration of

replay, loudness, request for new behavior, affect, latency of response dan non verbar behavior. Skala bentuk – bentuk prilaku seksual pranikah disusun

berdasarkan bentuk – bentuk dari prilaku seksual yang dikemukakan oleh Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) yaitu touching, kissing, petting dan sexual intercourse. Reliabilitas alat ukur untuk asertivitas adalah 0,928 dan untuk prilaku seksual pranikah sebesar 0,933.

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan (r = -0,085, F=7,706, p=0,008) asertivitas memberikan sumbangan efektif sebesar 8,5% terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan.

(11)

Asertivitas Effect Against Sexual Behaviour In Young Women's premarital

Irma Pratiwi Hidayah dan Indri Kemala Nst

ABSTRACT

Adolescence is the transition between childhood development - childhood and adulthood who experience physical changes, cognitive, and psychosocial. Physical changes include changes in sexual desire accompanied by adolescents to a close with the opposite sex in the form of dating. The forms of sexual behavior by teenagers that dating according to research conducted by Centra Mitra Youth (CMR) field of dating, kissing, necking, petting and coitus. One of the factors fall into this teen sex behaviors (premarital sexual behavior) associated with the inability of youth to be assertive. Asertivitas means resolute in deed certainly in expressing himself and his opinions.

This study aims to look at the influence asertivitas toward premarital sexual behavior among girls. The number of samples of this study were 80 female teenagers. Sampling was done by using multi-stage technique. Measuring instrument in this study is to use a questionnaire with Likert scale is a scale asertivitas preparedbased on the component - component asertivitas proposed by Miller & Eisler Pinkton ( inMartin EY RA & Poland ,1980 ),namely compliance ,duration of replay ,loudness ,requests for new behavior, affect, latency of response and non verbar behavior. Scale forms - forms of premarital sexual behavior have been prepared on the form - the form of sexual behavior suggested by Duvall, EM & Miller, BC (1985) that is Touching, kissing, petting and sexual intercourse. Reliability measure for asertivitas is 0.928 and for premarital sexual behavior of 0.933.

Data obtained in this study were processed using regression analysis. The results showed no significant effect asertivitas toward premarital sexual behavior among girls (r = -0.085, F = 7.706, p = 0.008) asertivitas effective contribution of 8.5% against premarital sexual behavior among girls.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan

dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik dari segi

emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah

(Hurlock, 1999). Hal senada juga diungkapkan oleh Sternberg (dalam Rezha,

2009) bahwa pada masa remaja, manusia mulai mengalami masa terjadinya

perubahan – perubahan pada fisik, kognitif dan perubahan seksual, khususnya

pada remaja perempuan. Perubahan secara seksual yang terjadi diantaranya timbul

proses perkembangan dan kematangan organ reproduksi. Kematangan organ

reproduksi tersebut mendorong remaja melakukan hubungan sosial baik dengan

sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Dalam melakukan hubungan sosial

dengan lawan jenis, remaja berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan

dengan membentuk teman sebayanya (peer-group) (Dariyo, 2004).

Interaksi antara teman sebaya pada remaja yang berlainan jenis mendorong

remaja untuk melakukan pergaulan yang tidak terkendali dalam hal ini pergaulan

bebas. Pergaulan bebas pada remaja terjadi karena adanya tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual. Dorongan hasrat seksual tersebut menyebabkan

terjadinya prilaku seksual diluar nikah (Dariyo, 2004).

Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku

(13)

diluar perkawinan yang sah. Hal senada juga diungkapkan oleh Yuwono (2002)

bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja adalah perilaku karena adanya

dorongan seksual yang dilakukan oleh lawan jenis dan belum resmi terikat dalam

perkawinan. Sarwono (2003) menambahkan bahwa prilaku seksual pranikah tidak

hanya belum diterima oleh masyarakat, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

lain, seperti kehamilan di luar nikah. Terjadinya kehamilan diluar nikah tidak saja

menimbulkan masalah sosial, tetapi juga masalah kesehatan bagi yang

bersangkutan, terutama bila yang mengalaminya adalah remaja perempuan yang

masih muda.

Penelitian PKBI di Yogyakarta selama tahun 2001 yang menunjukkan data

angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut fakta

HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi tiap tahun,

dimana 15% diantaranya dilakukan oleh remaja belum menikah (Yuwono dalam

Amrillah dkk, 2001). Kepala BKKBN pusat Sugiri Syarif juga mengatakan bahwa

sebanyak 52% remaja di kota medan pernah melakukan prilaku seksual pranikah,

ia juga menyatakan bahwa rata – rata usia remaja yang pernah melakukan

hubungan seksual diluar nikah antara 13 sampai 18 tahun.

Penelitian tentang seksualitas remaja pada beberapa kota di Indonesia pun

memperlihatkan kondisi yang sangat memprihatinkan, Sarwono (1991) dalam

population raport 1985 menunjukkan bahwa 1-25% remaja Indonesia telah

melakukan hubungan seks pranikah. Laporan dari jurnal ESCAP pada tahun 1992

menunjukkan bahwa di Indonesia satu dari lima perempuan yang statusnya

(14)

dari hubungan seksual sebelum menikah (Saifuddin dan Hidayana dalam Taufik

dan Nur Rachmah, 2005) . Survei terhadap perilaku seksual remaja di Jakarta

yang diadakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI)

menunjukkan bahwa 2,8% pelajar SMA wanita dan 7% dari pelajar SMA pria

melaporkan adanya gejala-gejala penyakit menular seksual (Utomo dkk dalam

Taufik dan Nur Rachmah, 2005). Sebuah penelitian di Malang dan Manado, serta

sebuah penelitian di Bali menunjukkan bahwa 26% dan 29% anak muda berusia

20 sampai 24 tahun telah aktif seksual (dalam Taufik dan Nur Rachmah 2005).

Hasil penelitian di Bali yang dilakukan oleh Soetjipto dan Faturochman

(dalam, Taufik dan Nur Rachmah 2005) menunjukkan bahwa persentase remaja

laki-laki dan perempuan di desa dan kota yang telah melakukan hubungan seks

sebelum menikah masing-masing adalah 23,6% dan 33,5%. Sementara di

Semarang, penelitian terhadap 1086 responden pelajar SMP-SMU ditemukan data

4,1% remaja putra dan 5,1% remaja putri pernah melakukan hubungan seks. Pada

tahun yang sama Tjitarra mensurvei 205 remaja yang hamil tanpa dikehendaki.

Survei yang dilakukan Tjitarra juga memaparkan bahwa mayoritas dari mereka

berpendidikan SMA ke atas, 23% di antaranya berusia 15-20 tahun, dan 77%

berusia 20 - 25 tahun (Satoto dalam Taufik dan Nur Rachmah 2005).

Berdasarkan fakta diatas tidak hanya masalah kesehatan namun secara

psikologis prilaku seksual sebelum menikah juga membawa pelakunya mengalami

perubahan – perubahan. Study Billy dkk (dalam Faturochman, 1992) yang

menunjukkan bahwa para pelaku seksual pranikah mengalami penurunan aspirasi.

(15)

belajar. Sehingga tidak mengherankan bahwa banyak diantara remaja yang telah

melakukan prilaku seksual pranikah mengalami penurunan prestasi akademik dan

masalah psikologis lainnya

Fenomena yang terjadi saat ini adalah prilaku seksual pranikah justru banyak

dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Meskipun tidak semua remaja berpacaran

melakukan hal tersebut, tetapi dari fakta ini menunjukkan kecenderungan yang

mengkhawatirkan dan memprihatinkan (Kosmopolitan, dalam Mayasari &

Hadjam, 2000). Perilaku seksual pranikah pada remaja yang berpacaran

merupakan manifestasi dorongan seksual yang diwujudkan mulai dari melirik

kearah bagian sensual pasangan sampai bersenggama yang dilakukan oleh remaja

yang sedang berpacaran (Mayasari & Hadjam, 2000). Bentuk–bentuk dari prilaku

seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang

dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan yaitu dating, kissing, necking,

petting dan coitus. Dan bardasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

hampir 10% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah

(Yuwono, dalam Amrillah dkk, 2001).

Syani (2003, dalam Seminar, Lokakarya dan Rapat Tahunan BKSPTN)

menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pria dan wanita dalam menunjukkan

prilaku seksual pranikah. Kaum pria cenderung lebih independen dan interaktif

dalam posisi meminta dan menekan (memaksa). Sedangkan pihak wanita sendiri

memberikan reaksi seks dalam posisi terikat (dependen) dan tak mampu menolak

tuntutan seks. Sehingga tanpa disadari terjadi eksploitasi atau pemaksaan terhadap

(16)

penelitian Triratnawati (dalam Hanifa, 2009) yang menunjukkan bahwa remaja

laki-laki memang cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka,

gigih, terang-terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja

perempuan. Akibatnya, banyak remaja perempuan mendapatkan pengalaman

pertama hubungan seksual pranikah dari pacarnya, seperti yang didapat dari

penelitian sebelumnya (Khisbiyah: 1997, Iskandar:1998, Utomo:1999 dalam

dalam Hanifa 2009). Perilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai

jender yang dipercayainya sebagai lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif,

berinisiatif, berani, sedangkan perempuan harus pasif, penunggu, dan pemalu. Jika

perempuan tidak menyesuaikan diri dengan nilai itu maka ia akan dianggap

‘murahan’. Begitu pula sebaliknya, apabila laki-laki tidak menyesuaikan dengan

nilai tersebut, maka ia akan dicap ‘kurang jantan’ (Saifuddin & Hidayana, dalam

Hanifa 2009).

Psikolog Rima Olivia (dalam Olivia, 2005) juga menambahkan bahwa

terjadinya hubungan seksual pranikah karena remaja perempuan tidak merasa

memiliki kekuatan, cemas memikirkan pendapat orang lain, berupaya

menyenangkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri, penghargaan diri

rendah dan mengkritik diri sendiri . Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya

kontrol diri yang dimiliki oleh remaja perempuan sehingga mengakibatkannya

terjerumus kehal-hal negatif. Kemampuan mengontrol diri dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk–bentuk

(17)

konsekuensi positif. Kemampuan remaja dalam mengontrol diri sangat terkait erat

dengan kepribadian (Lazarus dalam mayasari & Hadjam, 2000).

Nunally dan Hawari (dalam Marini. L, 2005) menambahkan bahwa salah satu

penyebab para remaja terjerumus pada seks bebas adalah kepribadian yang lemah.

Adapun ciri kepribadian yang lemah tersebut antara lain, daya tahan terhadap

tekanan dan tegangan rendah, harga diri yang rendah, kurang bisa

mengekspresikan diri, menerima umpan balik, menyampaikan kritik, menghargai

hak dan kewajiban, kurang bisa mengendalikan emosi dan agresif serta tidak

dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik. Ciri dari kepribadian yang

lemah ini berhubungan erat dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap

asertif.

Asertif dari kata assertive yang berarti tegas dalam pernyataan, pasti dalam

mengekspresikan dirinya dan pendapatnya (Sumintardja, 1995), selain itu juga

Chaplin (dalam Prabowo, 2001) menyatakan bahwa assertiveness adalah kondisi

individual yang tidak pasif atau takut pada situasi tertentu

Townend (dalam Prabowo, 2001) menggambarkan bahwa orang yang

mempunyai sikap dan prilaku pasif cenderung kurang percaya diri, meletakkan

dirinya di bawah orang lain, memberikan gambaran negatif tentang dirinya,

cenderung mengundang orang–orang untuk berprilaku agresif terhadap dirinya

dan sulit mengatakan “tidak” tanpa harus merasa bersalah atau menuntut sesuatu.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian mengenai hubungan prilaku asertif dengan

kepercayaan diri pada mahasiswa, yang menyatakan bahwa adanya hubungan

(18)

prilaku asertif yang tinggi cenderng memiliki tingkat kepercayaan diri yang

cenderung tinggi juga (Muhammad dalam Rosita, 2003).

Alberti & Emons (1995) menambahkan bahwa seseorang yang asertif merasa

bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan

bermacam-macam orang secara terbuka, langsung dan tepat, memiliki orientasi yang aktif

terhadap kehidupan, bertindak dalam cara yang dihargainya dalam situasi

menekan dan menghasilkan tingkah laku interpersonal yang efektif. Selain itu

Kusmayadi (2007) juga menambahkan bahwa asertivitas bukan hanya berarti

seseorang dapat bebas berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya. Namun di

dalam asertivitas juga terkandung berbagai pertimbangan positif mengenai baik

buruknya suatu sikap dan perilaku yang akan dimunculkan.

Perilaku asertif bukan bawaan ataupun muncul secara kebetulan pada tahap

perkembangan individu, namun merupakan pola–pola yang dipelajari sebagai

reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya (Rathus & Nevis, dalam

Widjaja dan Wulan 1998). Selain itu juga asertivitas akan berkembang sejalan

dengan usia seseorang. Semakin dewasa maka kemampuan asertif akan semakin

matang (Kusmayadi, 2007).

Kemampuan asertif juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, seperti yang

diungkapkan oleh Bromberger dan matthews (dalam Arrindell, 1997) bahwa

laki–laki lebih asertif dibandingkan perempuan, laki – laki cenderung mengambil

peran dominan dan tegas, sedangkan perempuan lebih pasif dan memiliki

ketergantungan dengan orang lain, Shaevitz (dalam Arrindell, 1997) mengatakan

(19)

yaitu perempuan sulit untuk mengatakan tidak dan sulit untuk meminta tolong.

Seperti yang terjadi pada remaja putri sering melaporkan bahwa mereka merasa

dipaksa oleh pacar mereka. Kenyataannya mereka sering menyebutkan bahwa

alasan utama mereka menyetujui untuk malakukan hubungan intim adalah karena

mereka takut pacar mereka akan meninggalkan mereka (K.A Martin; P.Schwartz

& Rutter dalam Matlin, 2004). Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang

dilakukan oleh Rosita mengenai hubungan antara prilaku asertif dengan

kepercayaan diri pada mahasiswa, dimana dalam hasil penelitiannya menyatakan

bahwa laki-laki lebih asertif dibandingkan dengan perempuan.

Banyak studi yang telah dilakukan oleh universitas dan lembaga penelitian di

negara maju sehubungan dengan peer pressure dan kebiasaan merokok,

penggunaan alkohol, napza, serta penelitian mengenai hubungan seksual yang

dilakukan oleh remaja. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa semua itu

berkaitan dengan ketidakmampuan remaja yang bersangkutan untuk bersikap

asertif. Utamadi (2002) juga menambahkan bahwa ketidakmampuan untuk

bersikap asertif sering berperan terhadap terjadinya hubungan seks yang

sebetulnya tidak diinginkan. Seperti yang sering terjadi dan beberapa kali dibahas

dalam forum (rubrik) curhat yang membahas prilaku seksual pada remaja bahwa

seorang remaja melakukan hubungan seks karena tidak berani menolak keinginan

pacarnya, takut diputusin, atau takut pacarnya malah berhubungan seks dengan

orang lain. Hal ini tentu sangat disayangkan, apalagi apabila hubungan seks tadi

berdampak lebih jauh seperti terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki dan

(20)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya prilaku seksual

pranikah pada remaja khususnya pada remaja perempuan dikarenakan remaja

tersebut tidak mampu untuk menolak sesuatu yang tidak diinginkannya, dimana

mereka melakukan prilaku seksual pranikah tersebut atas dasar paksaan pacar

mereka, hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bersikap asertif.

Sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk melihat seberapa

besarkah pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja

perempuan.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini ingin melihat seberapa besar pengaruh asertivitas terhadap

prilaku seksual pranikah pada remaja perempan?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(21)

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam ilmu psikologi,

khususnya di bidang Psikologi Perkembangan terutama mengenai

pengaruh asertivitas dengan prilaku seksual pranikah pada remaja

perempuan.

b. Manfaat Praktis.

Bagi orang tua dan pengajar :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan

bahan masukan untuk memberikan pengetahuan – pengetahuan mengenai

seks dan dampaknya pada remaja dan juga mengajarkan asertivitas pada

remaja perempuan. Sehingga mampu berperan aktif dalam membina dan

mengendalikan serta mengarahkan ke hal – hal positif dan juga mampu

meningkatkan asertivitas khususnya pada remaja perempuan sehingga

terhindar dari prilaku seksual pranikah.

Bagi remaja :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

sehingga dapat menjaga tingkahlaku, sikap maupun kepribadiannya dan

terhindar dari hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai agama khususnya

dalam hal melakukan hubungan seksual serta mampu meningkatkan

asertivitas khususnya pada remaja perempuan.

D. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun atas 5 (lima) bab, dengan tujuan agar mempunyai

(22)

memahami hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu

rangkaian yang konsisten, yaitu:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang

menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori mengenai prilaku

seksual pranikah dan asertivitas. Bab ini juga mengemukakan hipotesa

masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh asertivitas terhadap

prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variable, defenisi operasional variable,

metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda

aitem dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan

untuk mengolah hasil data

BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi

dan pembahasan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang

diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Seksual Pranikah

1. Definisi Prilaku Seksual Pranikah

Prilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang

sah (Sarwono, 2005). Mu’tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual

pranikah merupakan prilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses

pernikahan resmi menurut agama dan kepercayaan masing – masing.

Semantara Luthfie (dalam Amrillah dkk, 2001) mengungkapkan bahwa

prilaku seksual pranikah adalah prilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan

masing-masing individu. Simanjuntak (dalam prastawa & Lailatushifah, 2009)

menyatakan bahwa prilaku seksual pranikah adalah segala macam tindakan seperti

bergandengan tangan, berciuman sampai dengan bersenggama yang dilakukan

dengan adanya dorongan hasrat seksual yang dilakukan sebelum ada ikatan

pernikahan yang sah

Berdasarkan definisi – definisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan

bahwa prilaku seksual pranikah adalah segala prilaku yang didorong oleh hasrat

seksual seperti bergandengantangan, berciuman, bercumbu dan bersenggama yang

dilakukan oleh pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi

(24)

2. Bentuk – Bentuk Prilaku Seksual

Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) mengatakan bahwa bentuk prilaku seksual

pranikah mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun bentuk – bentuk

prilaku seksual tersebut adalah.

a. Touching

Berpegangan tangan, berpelukan.

b. Kissing

Berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang

lama dan lebih intim.

c. Petting

Menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya

meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin.

d. Sexual Intercourse

Hubungan kelamin atau senggama

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk dari

prilaku seksual menurut Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) yaitu touching,

kissing, petting dan sexual intercouse

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prilaku Seksual Pranikah Remaja

Pratiwi (2004) mengatakan bahwa prilaku seksual remaja disebabkan oleh

beberapa faktor. Faktor – faktor tersebut adalah :

1. Biologis

Yaitu, perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan

(25)

2. Pengaruh Orangtua

kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja

dalam masalah seksual, dapat memperkuat munculnya penyimpangan

prilaku seksual.

3. Pengaruh teman sebaya

Pengaruh teman sebaya membuat remaja mempunyai kecenderungan

untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada.

4. Akademik

Remaja yang prestasi dan aspirasi yang rendah cenderung lebih sering

memunculkan prilaku seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang

baik di sekolah.

5. Pemahaman

Pemahaman kehidupan sosial akan membuat remaja mampu untuk

mengambil keputusan yang akan memberikan pemahaman prilaku seksual

dikalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil keputusan secara

tepat berdasarkan nilai – nilai yang dianutnya akan menampilkan prilaku

seksual yang sehat.

6. Pengalaman Seksual

Semakin banyak remaja mendengar, melihat dan mengalami hubungan

seksual maka semakin kuat stimulasi yang mendorong munculnya prilaku

seksual tersebut, misalnya melihat gambar – gambar porno diinternet

(26)

7. Pengalaman dan Penghayatan Nilai – Nilai Keagamaan

Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai – nilai

keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan

seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari

prilaku yang produktif.

8. Faktor Kepribadian

Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri dan tanggung jawab akan

membuat remaja mampu mengambil dan membuat keputusan. 9. Pengetahuan mengenai Kesehatan Reproduksi

Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang

kesehatan reproduksi cenderung memahami prilaku seksual serta alternatif

cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara

sehat dan bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang

mempengaruhi prilaku seksual pada remaja menurut Pratiwi (2004) yaitu

biologis, pengaruh teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik, pemahaman,

pengalaman seksual, pengalaman dan penghayatan nilai – nilai keagamaan,

kepribadian dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.

B. Asertivitas

1. Definisi Asertivitas

Menurut Bar-on (dalam golmen, 2000) asertivitas merupakan kemampuan

(27)

mempertahankan kebenaran tanpa berprilaku agresif. Selanjutnya Lazarus

(Rakos, 1991) mendefenisikan asertivitas sebagai kemampuan mengatakan

“tidak”, kemampuan untuk meminta sesuatu, kemampuan mengekspresikan

perasaan positif dan negatif, kemampuan untuk memulai, menyambung dan

mengakhiri percakapan umum. Myers dan Myers (2002) mengatakan asertivitas

adalah salah satu gaya komunikasi dimana individu dapat mempertahankan hak

dan mengekspresikan perasaan, pikiran dan kebutuhan secara langsung, jujur dan

bersikap terus terang.

Asertivitas merupakan kemampuan mengungkapkan diri sendiri, meyakini

opini dan perasaan dan mempertahankan haknya. Hal ini tidak sama dengan

agresifitas. Individu dapat menjadi asertif tanpa menjadi kuat dan kasar.

Sebaliknya asertif mempertimbangkan pengungkapan dengan jelas apa yang

diharapkan dan meminta dengan tegas hak – haknya (Williams, 2001). Selain itu

Jakubowski-Spector (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menyatakan

asertivitas merupakan suatu unit prilaku verbal dan non verbal yang kompleks

dimana seseorang menggunakannya untuk mengkomunikasikan hak, perasaan,

kebutuhan, pendapat dan harapannya secara jujur dan terbuka kepada orang lain

dengan cara yang sesuai secara social dan adaptif dan tidak dimanipulasi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa asertivitas adalah

kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, gagasan, keyakinan, serta

kemampuan mengatakan tidak, mengungkapkan opini, perasaan dan

mempertahankan haknya secara jujur, terbuka dan tegas baik secara verbal

(28)

2. Komponen – Komponen Asertifitas

Menurut Eisler Miller & Pinkton (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) ada

beberapa komponen dari asertivitas, antara lain :

1. Compliance

Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat

dengan orang lain. Yang perlu ditekankan adalah keberanian seseorang

untuk mengatakan tidak pada orang lain jika memang itu tidak sesuai

dengan kenginginannya.

2. Duration of Reply

Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang

dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk

(dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menemukan bahwa orang yang

tingkat asertifnya tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti

lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) dari pada orang yang

tingkat asertifnya rendah.

3. Loudness

Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu

tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang

terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Eisler dkk

(29)

4. Request for New Behavior

Meminta munculnya prilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan

tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain,

dengan tujuan agar situasi berubah sesuai yang kita inginkan.

5. Affect

Afek berarti emosi, ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka

intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih

asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak

berupa respons yang monoton ataupun respon emosional.

6. Latency of Response

Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita

untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat

sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat

jeda.

7. Nonverbal behavior

Serber (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menyatakan bahwa

komponen nonverbal dari asertivitas antara lain :

a. Kontak Mata

Secara umum jika kita memandang orang yang kita ajak bicara

maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga akan

(30)

b. Ekspresi Muka

Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang

sesuai dengan pesan yang disampaikan, misalnya pesan kemarahan

akan disampaikan secara langsung tanpa senyuman ataupun pada

saat gembira tunjukkan dengan wajah senang.

c. Jarak Fisik

Sebaiknya berdiri atau tunduk dengan jarak yang sewajarnya. Jika

kita terlalu dekat dapat mengganggu orang lain dan terlihat seperti

menentang, sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah

untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita.

d. Sikap Badan

Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan

membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak

tegak dan terlihat malas – malasan akan membuat orang lain

menilai mundur atau melarikan diri dari masalah.

e. Isyarat Tubuh

Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat

menembah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan

penekanan pada apa yang kita katakan, misalnya dengan

mengarahkan tangan keluar. Sementara yang lain dapat

mengurangi seperti menggaruk leher dan menggosok – gosok mata

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh

(31)

R.A & Poland E.Y, 1980) yaitu compliance, duration of replay, loudness, request

for new behavior, affect, latency of response dan non verbar behavior.

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Asertifitas

a. Jenis Kelamin

bromberger dan matthews (dalam Arrindell, 1997) mengatakan laki – laki

lebih asertif dibandingkan perempuan. Laki – laki cenderung mengambil

peran dominan dan tegas, sedangkan perempuan lebih pasif dan memiliki

ketergantungan dengan orang lain. Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Fukuyama dan Green Field (1985) bahwa laki – laki lebih asertif

dibandingkan perempuan. Shaevitz (dalam Arrindell, 1997) mengatakan

bahwa ada dua penyebab perempuan lebih tidak asertif dibandingkan laki

– laki, yaitu perempuan sulit untuk mengatakan tidak dan sulit untuk

meminta tolong. b. Kebudayaan

Rakos (1991) mengemukakan bahwa konsep asertifitas berkaitan dengan

kebudayaan dimana seseorang tumbuh dan berkembang. Dapat dikatakan

bahwa pada suatu budaya suatu prilaku dipandang asertif dan sesuai

dengan budaya setempat. Akan tetapi hal yang sama tidak dapat ditolerir

oleh masyarakat dengan latar belakang budaya lain.

c. Pola Asuh

Menurut Daud (2004) komunikasi orang tua dan anak dapat

(32)

perasaannya. Berbedanya pola asuh yang diberikan orang tua dapat

mengakibatkan berbedanya tingkat asertifitas anak.

d. Pendidikan

Rodriques (2001) mengatakan bahwa lingkungan dan tingkat pendidikan

memberikan andil terhadap terbentuknya prilaku asertif. Hal ini terjadi

karena pendidikan bertujuan untuk menghasilkan individu yang mudah

menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan, lebih mampu untuk

mengungkapkan pendapatnya memiliki rasa tanggung jawab lebih

berorientasi kemasa depan dan lain – lain.

e. Usia

Baer (1976) menyatakan karena self – assertiveness berkembang

sepanjang kehidupan seseorang, maka faktor usia diasumsikan juga

berpengaruh terhadap perkembangan asertifitas seseorang. f. Kepribadian

Allport (Suryabrata, 1998) menyatakan kepribadian sebagai organisasi

dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan

caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi asertifitas diantaranya yaitu jenis kelamin, kebudayaan, usia,

(33)

C. Remaja

1. Defenisi Remaja

Istilah adolscence atau remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescence” yang

berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks dkk, 1999). Piget (dalam Hurlock,

1999) mengemukakan bahwa istilah adolscence mempunyai arti lebih luas yaitu

mencakup kematangan emosional, mental, sosial dan fisik. Santrock (2003),

mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa

anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial.

Menurut papalia (2004) remaja merupakan transisi perkembangan antara masa

kanak – kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif

dan perubahan sosial.

Menurut monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 sampai 21 tahun.

Monks membagi batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu remaja awal

(antara usia 12 tahun sampai 15 tahun), remaja tengah (antara usia 15 tahun

sampai 18 tahun) dan remaja akhir (antara usia 18 tahun sampai 21 tahun).

Sementara batasan usia remaja menurut WHO antara usia 12 tahun sampai 24

tahun.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah

periode perkembangan dari anak – anak ke dewasa awal yang mencakup

perubahan baik secara fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang

(34)

2. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999), tugas perkembangan remaja

meliputi:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa

lainnya

f. Mempersiapkan karir ekonomi

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku-mengembangkan ideologi.

3. Ciri – Ciri Masa Remaja

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat

tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju

kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu : a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan

dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai

(35)

mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah

dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan

remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. b. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada

kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih

menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan

dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena

masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau

sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan

pencapaian :

1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

4. Perkembangan Seksualitas Pada Remaja

Menurut imran (2000) masa remaja diawali oleh masa pubertas yaitu masa

(36)

tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ – organ

seksual). Perubahan ini ditandai dengan haid atau menarche pada wanita dan

mimpi basah atau polutio pada laki – laki (Hurlock, 1999).

Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, dipengaruhi

oleh berfungsinya hormon – hormon seksual (testosteron untuk laki – laki) dan

progesteron & estrogen untuk wanita). Hormon – hormon inilah yang

berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja (Imran, 2000). Hal ini didukung

oleh pendapat monks (1999), dimana pertumbuhan kelenjar seks seseorang telah

sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada fase

ini biasanya lebih diarahkan pada prilaku seksual dibandingkan pertumbuhan

kelenjar seks itu sendiri.

Pada kehidupan sosial remaja, perkembangan organ reproduksi

mempunyai pengaruh dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Kematangan

organ reproduksi tersebut mendorong individu melakukan hubungan sosial, baik

dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Mereka berupaya

mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebayanya

(peer-group). Pergaulan bebas yang tak terkendali secara normatif dan etika-moral

antar remaja yang berlainan jenis akan berakibat adanya hubungan seksual diluar

(37)

D. Pengaruh Asertivitas Dengan Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Perempuan

Masa remaja merupakan periode transisi antara masa kanak – kanak

dengan masa dewasa. Masa remaja ini dimulai pada saat anak mulai matang

secara seksual dan berakhir saat ia mencapai usia dewasa secara hukum ( Hurlock,

1980). Banyaknya permasalahan yang terjadi pada masa remaja menjadikan para

ahli dalam bidang psikologi perkembangan menyebutnya sebagai masa krisis

(Iskandarsyah, 2006).

Menurut Rosyidah (2006) ada dua permasalahan utama yang mendominasi

kehidupan remaja yang berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhannya,

yaitu masalah dari sisi individualnya dan dari sisi seksualnya. Dari sisi

individunya remaja mengalami krisis identitas atau mereka sedang bingung dalam

mencari jati dirinya, sehingga tidak heran remaja senang mencoba sesuatu yang

baru. Umumnya juga remaja mulai menarik diri dari nilai yang didapatnya dari

lingkungan sekitarnya (keluarga) dan beralih kepada nilai – nilai teman

sekelompoknya. Sedangankan dari sisi seksualitas remaja sedang mengalami

perkembangan baik dari sisi biologis, fisik, maupun mental. Dari sisi biologis,

remaja sedang mengalami perkembangan kemampuan reproduksi yang dari sisi

fisiknya terlihat dengan adanya pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder, hal ini

juga memicu perkembangan mental yaitu meningkatnya libidonya atau hasrat

seksual, yang mana remaja tersebut akan mudah sekali tertarik dengan lawan

(38)

Selain itu juga pada masa remaja sedang mengalami pertumbuhan fisik

dan pematangan fungsi seksual. Pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh

hormon-hormon seksual yang telah berfungsi yaitu testosteron pada laki-laki, dan

progesteron serta estrogen pada perempuan. Hormon-hormon ini jugalah yang

berpengaruh terhadap dorongan seksual (BKKBN, 1997). Monks (1999) juga

menjelaskan bahwa perubahan hormonal pada masa remaja mempengaruhi

munculnya perilaku seksual.

Perilaku seksual yang dilakukan oleh para remaja kita saat ini sudah sampai

pada batas yang sangat mengkhawatirkan. Peningkatan yang terjadi tidak hanya

dalam hal angka kejadiannya, melainkan juga pada kualitas penyimpangannya.

Berbagai analisa dilakukan, mengapa perilaku seksual remaja yang menyimpang

tersebut semakin hari semakin meningkat. Salah satu pendapat yang kemudian

cukup mengemuka adalah bahwa hal tersebut terjadi karena beberapa hal antara

lain kurangnya informasi yang dimiliki oleh remaja tentang kesehatan reproduksi

ataupun perilaku seksual yang benar, lemahnya kualitas keimanan dan ketakwaan

remaja, bangunan kepribadian yang rapuh, hubungan dan komunikasi dengan

orang tua/pendidik yang kurang lancar serta harmonis, gaya hidup yang hedonis,

individualis dan materialis yang marak di masyarakat, hingga peran negara

sebagai pihak penerap sistem di masyarakat yang justru memungkinkan hal-hal

yang mendukung terjadinya free sex terjadi (seperti maraknya pornografi-aksi,

semakin banyaknya lokalisasi ataupun tempat-tempat mesum yang ’legal’, dsb)

(39)

Selain itu juga Remaja cenderung lebih mengikuti kata-kata teman

sebayanya daripada kata-kata orangtua dan norma agama, sehingga kontrol

dirinya menjadi berkurang. Apa yang dikatakan oleh teman-temannya langsung

diikuti walaupun belum tentu benar. Penyebab kurangnya kontrol diri pada remaja

antara lain: kurang percaya diri, keagamaan yang kurang terinternalisasi,

rendahnya kemampuan dalam mengambil keputusan. Serta kurangnya

ketrampilan berkomunikasi (misalnya: kesulitan menolak ajakan teman) dan tidak

bisa bersikap tegas ataupun asertif (BKKBN, 1997).

Kebanyakan orang khususnya para remaja enggan bersikap asertif karena

dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya

tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan “untuk mempertahankan

kelangsungan hubungan” juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak

ingin membuat pihak lain sakit hati (Learn to say no, 2009). Hal ini sering terjadi

pada remaja perempuan, yang mana remaja perempuan sering tidak tahu

bagaimana mengatakan “tidak” kepada pacarnya jika dia diajak melakukan

sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bisa bersikap

tegas dalam melakukan prilaku seksual. Sehingga banyak remaja khususnya

perempuan terjerumus kehal – hal negatif (BKKBN, 1997).

K.A Martin; P.Schwartz & Rutter (dalam Matlin, 2004) menyatakan bahwa

pada remaja putri sering dilaporkan bahwa mereka merasa dipaksa oleh pacar

mereka. Dan pada kenyataannya mereka sering menyebutkan bahwa alasan utama

mereka menyetujui untuk malakukan hubungan intim adalah karena mereka takut

(40)

2005) juga menambahkan bahwa terjadinya hubungan seksual pranikah karena

remaja perempuan tidak merasa memiliki kekuatan, cemas memikirkan pendapat

orang lain, berupaya menyenangkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri,

penghargaan diri rendah dan mengkritik diri sendiri. Berdasarkan uraian diatas

dapat disimpulakan bahwa ketidakmampuan untuk bersikap asertif sering

berperan terhadap terjadinya hubungan seks yang sebetulnya tidak diinginkan

(Utamadi, 2002).

E. Hipotesa

Adapun hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh

negatif asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah dimana semakin tinggi

asertivitas pada remaja perempuan maka semakin rendah prilaku seksual

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian ilmiah

sehingga metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah hasil

penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional.

Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauhmana variasi pada satu

variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain. Peneliti dapat

memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi melalui studi

korelasional ini (Azwar, 2004).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Berikut adalah identifikasi variabel yang di gunakan dalam penelitian ini :

1. Variabel bebas : Asertivitas

2. Variabel tergantung : Prilaku Seksual Pranikah

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Asertivitas

Asertivitas merupakan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, gagasan,

(42)

dan mempertahankan haknya secara jujur, terbuka dan tegas baik secara verbal

maupun non verbal tanpa adanya manipulasi. Asertivitas diukur dengan

menggunakan skala asertivitas yang terdiri dari beberapa aitem berdasarkan

komponen – komponen asertivitas yang dikemukakan oleh Eisler Miller &

Pinkton (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) yaitu compliance, duration of

replay, loudness, request for new behavior, affect, latency of response dan non

verbar behavior. Model skala yang digunakan adalah penskalaan tipe Likert.

Total skor yang diperoleh pada skala asertivitas menggambarkan tingkat

asertivitas remaja. Semakin tinggi skor yang dicapai berarti semakin tinggi

asertivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah total skor skala

asertivitas maka semakin rendah asertivitas yang dimiliki oleh remaja.

2. Prilaku seksual pranikah

Prilaku seksual pranikah adalah segala prilaku yang didorong oleh hasrat

seksual seperti bergandengan tangan, berciuman, bercumbu dan bersenggama

yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa ikatan pernikahan yang resmi menurut

hukum dan agama. Prilaku seksual pranikah akan diukur dengan menggunakan

skala prilaku seksual yang terdiri dari beberapa aitem berdasarkan bentuk –

bentuk dari prilaku seksual yang dikemukakan oleh Duvall, E.M & Miller, B.C

(1985) yaitu touching, kissing, petting dan sexual intercourse. Model skala yang

digunakan adalah penskalaan tipe likert. Skor total pada skala likert merupakan

petunjuk tinggi rendahnya intensitas prilaku seksual pada remaja perempuan.

(43)

tinggi intensitas prilaku seksual. Sebaliknya, semakin rendah skor prilaku seksual

pranikah yang dilakukan remaja perempuan semakin rendah intensitasnya.

C. Populasi, Sampel, dan Metode pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi

sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang

sama (Hadi, 2000). Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan

penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus memiliki paling

sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2002).

Adapun ciri-ciri sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Remaja Putri

Alasan digunakannya remaja putri karena manurut bromberger dan

matthews (dalam Arrindell, 1997) bahwa laki – laki lebih asertif

dibandingkan perempuan. Laki – laki cenderung mengambil peran

dominan dan tegas, sedangkan perempuan lebih pasif dan memiliki

ketergantungan dengan orang lain. Shaevitz (dalam Arrindell, 1997) juga

mengatakan bahwa ada dua penyebab perempuan lebih tidak asertif

dibandingkan laki–laki, yaitu perempuan sulit untuk mengatakan tidak dan

sulit untuk meminta tolong.

b. Berusia 15-18 tahun

Menurut Muss (dalam Sarwono, 2010) pada usia ini gejala yang timbul

(44)

Soetjiningsih ( bahwa prilaku seksual pranikah banyak dilakukan oleh

remaja pada usia 15-18.

c. Mempunyai pacar

2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling menurut Kerlinger (dalam Hasan, 2002)

berarti mengambil suatu bagian dari populasi atau semesta itu. Teknik Sampling

adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan

menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan

memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili

populasi (Hasan, 2002).

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini multi stage

sampling yaitu teknik sampling yang membagi-bagi daerah-daerah populasi ke dalam

sub-sub daerah dan sub-sub daerah ini dibagi dalam daerah kecil, dan seterusnya

sehingga dilaksanakan dalam dua tahap atau lebih sesuai dengan kebutuhan. Pada saat

pengambilan sampel bertahap ini anggota kelompok tidak harus seluruhnya dijadikan

sampel (Sugiarto, 2003). Pada kota Medan terdapat 22 kecamatan, yang kemudian

dirandom 1 kecamatan kemudian dari 1 kecamatan dipilih 2 keluran yaitu

kelurahan glugur darat dan kelurahan durian kemudian dari masing – masing

kelurahan dipilih 2 sekolah. Pengambilan sekolah dilakukan secara random

kembali dan terpilih 2 sekolah dari masing – masing kelurahan yaitu SMA

Krakatau dan MAL IAIN. Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah

(45)

3. Jumlah sampel penelitian

Tidak ada batasan mengenai jumlah ideal yang digunakan sebagai sampel

penelitian. Secara tradisional statistika menganggap bahwa jumlah sampel yang

lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak (Azwar, 2000). Hadi (2000) menyatakan

bahwa menetapkan jumlah sampel yang banyak lebih baik daripada menetapkan

jumlah sampel yang sedikit. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 180 orang,

uji coba (try out) dilakukan pada 100 orang responden. Sedangkan sampel untuk

penelitian 80 orang yang dilakukan pada siswa SMA usia 15-18 tahun.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala likert dengan beberapa

pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pertanyaan yang

telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat

mengisi dengan mudah (Azwar, 2000).

Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada

laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki

kelebihan dengan asumsi sebagai berikut :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat

dipercaya

3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sama

(46)

Dalam penelitian ini menggunakan dua buah skala psikologi yaitu skala

prilaku seksual pranikah dan skala asertivitas.

1. Skala Prilaku Seksual Pranikah

Skala prilaku seksual pranikah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

skala yang disusun peneliti berdasarkan bentuk – bentuk dari prilaku seksual yang

dikemukakan oleh Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) yaitu yaitu touching,

kissing, petting dan sexual intercourse.

Tabel. 1

Blue print Skala prilaku seksual pranikah

No Bentuk prilaku seksual pranikah Aitem

1. Touching 9

2. Kissing 10

3. Petting 7

4. Sexual intercourse 4

Total 29

Skala yang digunakan dalam mengukur prilaku seksual pranikah ini

menggunakan model skala likert yang berjumlah 24 aitem yang terdiri dari aitem

favorable dan unfavorable, dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu :

Sangat sering (SS), Sering (S), Jarang (J), Tidak Pernah (TP). Pemberian skor

bergerak dari 4 sampai 1 pada aitem favorable dan bergerak dari 1 sampai 4 pada

aitem unfavorable.

2. Skala Asertifitas

Skala asertivitas disusun berdasarkan pada komponen – komponen Asertivitas

(47)

compliance, duration of replay, loudness, request for new behavior, affect, latency

of response dan non verbar behavior.

Tabel. 2

Blue print Skala Asertivitas

No Komponen Asertivitas Aitem favorable

Skala asertivitas menggunakan model skala likert yang berjumlah 70 aitem

yang terdiri dari aitem favorable dan unfavorable, dengan menggunakan empat

pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai

(TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari

5 sampai 1 untuk item favorable, sedangkan untuk item unfavorable bergerak dari

1 sampai 5.

E. Validitas, Reliabilitas dan Uji Daya Beda Aitem

1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

menjalankan fungsi ukur artinya alat ukur memang mengukur apa yang

(48)

penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang

diestimasi lewat pengujiaan terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat

professional judgement (Azwar, 2000). Pertama sekali aspek – aspek dan

karakteristik yang akan diukur ditentukan terlebih dahulu. Selanjutnya peneliti

akan menyusun aitem – aitem yang mengacu pada blueprint yang telah dibuat

sebelumnya. Setelah itu, peneliti meminta pertimbangan professional judgment

sebelum aitem – aitem dijadikan alat ukur. Dalam penelitian ini, professional

judgement adalah dosen pembimbing.

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur adalah mencari dan mengetahui sejauhmana hasil

pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran ini dapat dipercaya apabila dalam

pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek sama, diperoleh hasil yang

sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah

(Azwar, 2000). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya

berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. semakin tinggi koefisien reliabilitas

mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien

yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya

(Azwar, 2000).

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi

internal (internal consistency). Formula reliabilitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah formula Alpha Cronbach melalui bantuan SPSS version 16.0

for windows. Dalam penelitian ini menggunakan koefisien reliabilitas minimal

(49)

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut

dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan

dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya

selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi

antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu

distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi

aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi Product

Moment Pearson (Azwar, 2000). Pengujian daya beda aitem ini akan digunakan

pada alat ukur dalam penelitian ini yaitu skala prilaku seksual pranikah dan skala

asertivitas.

F. Hasil uji coba alat ukur

Uji coba skala prilaku seksual pranikah dan skala asertivitas dilakukan pada

100 orang remaja yang berusia 15 – 18 tahun yang sedang berpacaran, pernah

berpacaran dan belum pernah berpacaran.

1. Skala Prilaku Seksual Pranikah

Setelah diujicobakan pada subjek penelitian, dari 29 aitem yang terdapat pada

skala prilaku seksual pranikah, ternyata hanya 1 aitem yang gugur. Koefisien

korelasi aitem total yang memenuhi criteria bergerak dari rxy = 0,304 sampai

(50)

Seperti yang terlihat pada tabel 3, diketahui bahwa dari 29 aitem setelah

diuji coba diperoleh seluruh aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rix ≥ 0,3 dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0,933. Azwar menyatakan bahwa kriteria

berdasarkan korelasi aitem total biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,3. Aitem yang

mencapai koefisien korelasi minimal 0,3 daya bedanya dianggap memuaskan.

Peneliti menggunakan 28 aitem yang lolos seleksi untuk skala dalam penelitian.

Selanjutnya dilakukan penomoran baru bagi aitem – aitem yang diikutsertakan

dalam skala untuk penelitian. Distribusi aitem – aitem skala prilaku seksual

pranikah yang digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel. 3 berikut ini.

Tabel. 3 Distribusi Aitem – Aitem skala prilaku seksual pada saat

penelitian

No Bentuk prilaku seksual pranikah Aitem Total Bobot

1. Touching 1, 2, 6, 7, 10, 15, 20,

24, 28

9 32,1%

2. Kissing 3, 8, 11, 12, 16, 17,

21, 22, 25, 26,

10 35,7%

3. Petting 4, 5, 9, 13, 18, 23, 27 7 25%

4. Sexual intercourse 19, 29 2 7,14%

Total 28 28

2. Skala Asertivitas

Setelah diujicobakan pada subjek penelitian, dari 64 aitem yang terdapat pada

skala asertivitas, ternyata sebanyak 13 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem 5,

10, 12, 17, 22, 24, 29, 35, 38, 45, 57, 58, 60. Koefisien korelasi aitem total yang

(51)

nilai koefisien alpha (α) sebesar 0,928. Distribusi aitem hasil uji coba skala akan

dijelaskan pada tabel. 4.

Tabel. 4 Distribusi Susunan Aitem – Aitem Skala Asertivitas Setelah Uji

Coba

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut

adalah tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap

pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan yang dilakukan oleh peneliti mencakup :

a. Pembuatan Alat Ukur

Tahap persiapan penelitian diawali dengan menyusun alat ukur penelitian.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 skala yaitu skala

asertivitas dan prilaku seksual pranikah. Pembuatan alat ukur Skala asertivitas

Gambar

Tabel. 1
Tabel. 2 Blue print Skala Asertivitas
Tabel. 3 Distribusi Aitem – Aitem skala prilaku seksual pada saat
Tabel. 4 Distribusi Susunan Aitem – Aitem Skala Asertivitas Setelah Uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya persentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai atau DPR, tapi ditentukan oleh laba bersih

Kagan (1,1:5) menuliskan di dalam bukunya bahwa dalam setiap kategori pembelajaran kooperatif, terdapat struktur model pembelajaran yang berbeda dan dapat digunakan oleh

PIHAK PERTAMA tidak bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan dari PIHAK KEDUA kepada Peserta dan terhadap kerugian maupun tuntutan yang

Atas dasar keresahan tersebut maka penulis memilih untuk meneliti lebih dalam tentang bagaimana hukum mendownload lagu secara ilegal menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun

Hasil Analisis korelasi menunjukkan karakter-karakter jumlah daun, jumlah tandan, jumlah buah, lingkar polar buah utuh, bobot buah tanpa sabut, lingkar equatorial

Dari beberapa penjelasan mengenai pengantar ilmu sosial budaya dasar kelompok kami menyimpulkan bahwa manusia itu tidak dapat hidup sendiri manusia adalah zoon

Capaian IPM Kabu- paten Sumedang tahun 2012 sebesar 72,95, shortfall sebesar 1,02 dan masuk kategori menengah atas.. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah daerah

[r]