• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

(Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik

Oleh:

MARIANCE MAGDALENA HASIBUAN 100903064

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

i ABSTRAKSI

OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMERINTAHAN DESA

(studi pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan).

NAMA : Mariance M Hasibuan

NIM : 100903064

FAKULTAS : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DEPARTEMEN : Ilmu Administrasi Negara

PEMBIMBING : Hatta Ridho, S.Sos, M.SP

Otonomi daerah telah memberikan ruang yang luas pada setiap daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan lokal diskresi yang dimilikinya. Salah satunya yang memiliki otonomi adalah desa, penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Badan Permusyawaratan Desa merupakan mitra Kepala desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Peran BPD berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 adalah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menyusun dan menetapkan peraturan desa bersama kepala desa.

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemerintahan Desa pada Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah sudah Optimal Peran BPD tersebut serta kendala–kendala yang dihadapi dalam menjalankan perannya.

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, lokasi penelitian berada pada Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Fokus penelitiannya adalah pada Peran BPD sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat desa, membantu pembuatan dan mengesahkan Peraturan Desa. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan pembahasan, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian bahwa BPD Desa Aek Goti belum optimal dalam pelaksanaan perannya. Dalam menampung apirasi masyarakat, BPD tidak menyelenggarakan rapat resmi melainkan dengan cara perwiritan, kemudian sebagai pembuat dan pengesah peraturan desa, BPD hanya menetapkan satu perdes. Terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan peran tersebut yaitu masalah SDM, sumber dana, dan sarana prasarana.

(Kata Kunci : Optimalisasi, Badan Permusyawaratan Desa, Penyelenggaraan

(3)

ii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)”.

Skripsi ini dalam rangka untuk memenuhi dan melengkapi sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana pada Departemen Ilmu

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki, skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna. Demi penyempurnaannya, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari semua pihak yang berkompeten dalam bidang ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua penulis yaitu Bapak Marlon Hasibuan dan Mami Repelita

Lumbantoruan terima kasih telah sabar dalam membimbing dan mengajari penulis, doa dan dukungan yang selalu diberikan memberi kekuatan dan semangat untuk penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada adek–adek ku terkasih, Maria Stefani Hasibuan, Tasya

(4)

iii Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan memberikan motivasi dan dukungan baik melalui kata-kata penguatan, dukungan moril maupun materil. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Hatta Ridho, S.Sos, M.SP selaku dosen pembimbing yang telah

dengan sabar membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak M. Arifin Nasution, S.Sos, M.SP selaku dosen penguji yang juga

telah memberikan saran demi kebaikan skripsi ini.

6. Bapak Ahmad Rojali selaku Kepala Desa dan Bapak Ongku Muda

Sitompul selaku Sekretaris Desa beserta seluruh staf (kak Butet, kak melati, kak Zaitun) Kantor Kepala Desa Aek Goti yang telah menyambut

baik kehadiran penulis untuk melakukan penelitian dan membantu dalam segala urusan Administrasi.

7. Bapak Iin Flourisman selaku Sekretaris dan seluruh staf Kantor

(5)

iv

8. Untuk seluruh dosen dan staf pengajar Ilmu Administrasi Negara yang

telah mendidik dan mengajar penulis selama perkuliahan,

9. Untuk kak Dian dan kak Mega, yang telah membantu penulis dalam proses

administrasi selama penulis berkuliah sampai menyelesaikan studi.

10.Buat Tulang Feri Lumbantoruan, terima kasih telah membimbing penulis

selama SMA dan juga membantu penulis dalam melakukan penelitian

skripsi ini.

11.Untuk seluruh keluarga besar penulis juga mengucapkan terima kasih atas

doa dan dukungannya.

12.Buat keluarga baru saya di AN, keluarga “Batokers” Ade Auristha

Manurung, Zudika DM Manullang, Petra Rosjuwita Telaumbanua, Ira Ria

Purba, Christine Anne Batubara, Susanti Lona Silalahi, Elfina Dewi Gulo, Bobby Trimart Gea, Maulana All Ravi Siregar, David Saputra. Terima kasih buat kebersamaan kita, banyak suka duka dan pengalaman yang

telah kita lalui bersama, semoga semua itu dapat menjadi pelajaran dan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

13.Teman-teman magang kelompok VII Desa Sei Musam Kendit, terima

kasih buat kebersamaan selama 10 hari disana banyak kenangan lucu dan aneh yang kita lewati disana, semuanya bakalan jadi kenangan yang gak

akan terlupakan.

14.Buat teman – teman AN 2010 terima kasih buat kenangan indah selama

(6)

v

15.AN 2011, AN 2012 dan AN 2013, tetap semangat dalam perkuliahan dan

sukses buat kalian semua.

Akhir kata penulis memohon maaf atas segala kekurangan baik dalam

penulisan maupun bahasa, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 19 Mei 2014

(7)

vi DAFTAR ISI

Abstrak ……… i

Kata Pengantar ……… ii

Daftar Isi ……… vi

Daftar Tabel ……… ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 6

1.3 Fokus Penelitian ……… 6

1.4 Tujuan Penelitian ……… 7

1.5 Manfaat Penelitian ……… 7

1.6 Implementasi Metode Penelitian ……… 8

1.7 Sistematika penulisan ……… 10

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka ……… 12

2.2 Kerangka Teori ……… 21

2.2.1 Optimalisasi ……… 21

2.2.2 Badan Permusyawaratan Desa ……… 22

2.2.2.1 Tugas Badan Permusyawaratan Desa ………… 24

2.2.2.2 Hak dan Kewajiban BPD ……… 25

2.2.2.3 Peran Badan Permusyawaratan Desa ………… 27

2.2.3 Pemerintahan Desa ……… 28

(8)

vii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian ……… 35

3.2 Lokasi Penelitian ……… 35

3.3 Informan Penelitian ……… 36

3.4 Teknik Pengumpulan data ……… 37

3.5 Teknik Analisis Data ……… 39

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……… 41

4.1.1 Keadaan Geografis ……… 41

4.1.2 Keadaan Penduduk ……… 43

4.1.3 Perekonomian Masyarakat ……… 47

4.1.4 Partisipasi Masyarakat ……… 49

4.2 Administrasi Desa ……… 50

4.2.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Aek Goti ……… 50

4.2.2 Lembaga – Lembaga Masyarakat Desa ……… 53

4.2.3 Gambaran Umum Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Aek Goti ……… 53

(9)

viii 5.1.1 Hasil wawancara langsung dengan

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Desa Aek Goti ……… 55

5.1.2 Hasil wawancara langsung dengan

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Desa Aek Goti ……… 60

5.1.3 Hasil wawancara langsung dengan

Kepala Desa Aek Goti ……… 68

5.1.4 Hasil wawancara langsung dengan

Sekretaris Desa Aek Goti ……… 72

5.1.5 Hasil wawancara dengan

beberapa masyarakat Desa Aek Goti ………… 76

5.2 Pembahasan ……… 83

5.2.1 Analisa Data Tentang Peran

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ………… 83

5.2.2 Analisis Peran Badan Permusyawaratan Desa

Di Desa Aek Goti ……… 91

5.2.3 Kendala – kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan peran BPD ……… 99

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ……… 102

6.2 Saran ……… 103

(10)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang ………… 18

Tabel 2.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa ……… 33

Tabel 3.1 Analisis Interaktif ……… 41

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur ……… 43

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Gender ……… 44

Tabel 4.3. Sarana Tempat Beribadah ……… 44

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……… 45

Tabel 4.5. Sarana Pendidikan ……… 46

Tabel 4.6. Jumlah Guru dan Siswa ……… 47

Tabel 4.7. Perekonomian Masyarakat ……… 48

Tabel 4.8. Jumlah Penduduk Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja ……… 48

Tabel 4.9. Partisipasi Masyarakat ……… 49

Tabel 4.10. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Aek Goti ………… 51

(11)

i ABSTRAKSI

OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMERINTAHAN DESA

(studi pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan).

NAMA : Mariance M Hasibuan

NIM : 100903064

FAKULTAS : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DEPARTEMEN : Ilmu Administrasi Negara

PEMBIMBING : Hatta Ridho, S.Sos, M.SP

Otonomi daerah telah memberikan ruang yang luas pada setiap daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan lokal diskresi yang dimilikinya. Salah satunya yang memiliki otonomi adalah desa, penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Badan Permusyawaratan Desa merupakan mitra Kepala desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Peran BPD berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 adalah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menyusun dan menetapkan peraturan desa bersama kepala desa.

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemerintahan Desa pada Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah sudah Optimal Peran BPD tersebut serta kendala–kendala yang dihadapi dalam menjalankan perannya.

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, lokasi penelitian berada pada Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Fokus penelitiannya adalah pada Peran BPD sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat desa, membantu pembuatan dan mengesahkan Peraturan Desa. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan pembahasan, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian bahwa BPD Desa Aek Goti belum optimal dalam pelaksanaan perannya. Dalam menampung apirasi masyarakat, BPD tidak menyelenggarakan rapat resmi melainkan dengan cara perwiritan, kemudian sebagai pembuat dan pengesah peraturan desa, BPD hanya menetapkan satu perdes. Terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan peran tersebut yaitu masalah SDM, sumber dana, dan sarana prasarana.

(Kata Kunci : Optimalisasi, Badan Permusyawaratan Desa, Penyelenggaraan

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah negara Republik Indonesia sangat luas meliputi banyak

kepulauan yang besar dan kecil, maka tidak memungkinkan jika segalasesuatunya

akan diurus seluruhnya oleh Pemerintah yang berkedudukan di Ibukota Negara.

Untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan negara sampai kepada seluruh

pelosok daerah negara, maka perlu dibentuk suatu pemerintahan daerah.

Pemerintahan daerah menyelenggarakan pemerintahan yang secara langsung

berhubungan dengan masyarakat (Syaukani, 2005: 2).

Setelah Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen hingga empat kali

sejak 1999 sampai dengan 2002, konsep negara kesatuan yang selama orde baru dipraktekkan secara sentralistis berubah menjadi desentralistis. Otonomi daerah yang luas menjadi pilihan solusi diantara tarikan tuntutan mempertahankan negara

kesatuan atau berubah menjadi Negara federal. Perubahan lain yang penting adalah pemberian hak kepada daerah untuk menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (Ni’matul Huda, 2009:13).

Otonomi daerah berimplikasi luas terhadap tata pemerintahan di daerah. Penerapan otonomi daerah telah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahan daerah berdasarkan lokal diskresi yang dimiliki.

(13)

2 yang sentralistik menjadi desentralistik sehingga pemberian pelayanan kepada

publik menjadi lebih dekat dan dapat dilakukan secara optimal. Penerapan ini membawa banyak harapan kepada perbaikan, dalam hal pengelolaan dan kualitas kinerja daerah.

Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan angin baru untuk kehidupan pemerintahan di Indonesia yang reformatif, transparan dan profesional

dalam mengelola proses-proses pembangunan dan pemerintahan, bahkan telah memberikan harapan akan jaminan untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah yang optimal, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Salah satunya yang memiliki otonomi adalah desa, penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga

desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala desa dalam hal ini bertanggung jawab kepada Badan Permusyawaratan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tersebut kepada

bupati.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Dalam pasal 200 ayat 1 diketahui bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ada dua unsur pemerintahan penting yang berperan didalamnya, yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kemudian pada Pasal 200

(14)

3 yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayananan kepada masyarakat. Sejalan

dengan UU No 32 Tahun 2004, dalam pasal 34 Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa juga disebutkan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi pelaksanakan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja pemerintah Desa.

Kehadiran BPD telah memberikan harapan dengan keberlangsungan demokrasi desa. BPD berperan bukan sebagai tangan panjang dari pemerintah,

tetapi lebih merupakan tangan panjang dari masyarakat sekaligus perantara antara masyarakat dengan pemerintah desa. Demi menjamin terwujudnya suatu pemerintahan desa yang demokratis, lebih baik dan berpihak pada masyarakat,

perlu adanya check and balance dalam pelaksanaan pemerintahan. Masing-masing lembaga harus mempunyai fungsi yang jelas dan lebih independen.

BPD memiliki posisi yang strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dimana BPD merupakan saluran aspirasi masyarakat, menjembatani apa yang menjadi kebutuhan masyarakat desa yang merupakan mitra kerja Kepala

Desa dalam menyelenggarakan pemerintah desa. Selain itu BPD juga dapat digunakan masyarakat untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan kebijakan desa

yang dilakukan oleh Pemerintah Desa, adanya pemberian tempat bagi partisipasi oleh warga desa dengan demokratis. Dengan demikian dalam mewujudkan pemerintahan desa yang baik, yang perlu dibangun adalah sebuah mekanisme

(15)

4

tata peraturan tersebut (http://www.kabarindonesia.com /berita.php?pil=20&jd=

Optimalisasi +Peran +Strategis +BPD&dn

Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004, Badan Permusyawaratan Desa dikatakan melaksanakan peran nya apabila telah ikut dalam pembuatan kebijakan desa dan menampung aspirasi masyarakat. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 72 tahun 2005, disebutkan bahwa anggota BPD terdiri dari ketua RW, pemangku adat, pemuka agama, dan tokoh masyarakat lainnya. Karakterisitik

desa dan fungsi lembaga merupakan dasar untuk mengoptimalkan peran anggota Badan Permusyawaratan Desa sesuai dengan harapan masyarakat yaitu mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Tugas yang diwujudkan

dalam rincian fungsi lembaga pada hakekatnya merupakan mandat lembaga, oleh sebab itu BPD haruslah memiliki Sumber Daya manusia yang profesional,

kapabel, dan dapat diandalkan kinerjanya sehingga dapat memberi respon yang cepat terhadap aspirasi masyarakat. Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa dibentuknya BPD sebagai pilar demokrasi serta pendorong pembangunan di

lingkungan desa perlu diikuti dengan upaya optimalisasi.

di akses pada 5 februari 2014 pukul 19.47).

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada dasarnya adalah penjelmaan

dari segenap masyarakat dan merupakan lembaga tertinggi desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga merupakan pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan masyarakat desa. Lembaga ini memiliki urgensi yang

tidak jauh berbeda dengan DPR. Sebagai elemen penting yang dianggap menjadi penggerak demokratisasi desa, kehadiran dan kinerja BPD ternyata masih

(16)

5 demokratisasi. Dalam beberapa kasus, kehadiran BPD justru dianggap

menimbulkan keruwetan pada kehidupan politik desa, dimana banyak BPD yang bergantung pada aparatur/birokrat Pemerintah Kabupaten, Kecamatan atau Desa. BPD dinilai hanya sebagai “pemberi stempel” untuk memberikan legitimasi

kepada pemerintah desa. Umumnya, anggota Badan Permusyawaratan Desa belum berpengalaman dalam memahami dan merumuskan agenda-agenda yang

diaharapkan secara efektif menciptakan pembaruan di desa, wajar bila kemudian dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Kepala Desa masih lebih dominan daripada Badan Permusyawaratan Desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ada di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan telah lama ada di desa

tersebut. Sebagai badan yang memiliki posisi strategis dalam pemerintahan desa, BPD berperan dalam menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat untuk

kemudian disampaikan kepada pemerintah desa, namun peran tersebut seperti tidak tampak dalam Pemerintahan Desa Aek Goti. Berdasarkan informasi yang didapatkan oleh peneliti, diketahui bahwa masih banyak masyarakat yang tidak

mengetahui apa itu Badan Permusyawaratan Desa (BPD), padahal mereka adalah lembaga yang berperan dalam menampung dan menyampaikan aspirasi

masyarakat bahkan masyarakat lebih mengenal kepala dusun sebagai perwakilan mereka di desa dan bukan BPD. Selain itu dalam melaksanakan perannya, BPD Desa Aek Goti tidak memiliki kantor tersendiri, melainkan masih menumpang

(17)

6 BPD untuk terlepas dari intervensi pihak yang terkait dengan kinerja BPD.

Keadaan seperti itu tentunya akan sulit bagi BPD dalam mengoptimalkan apa yang menjadi perannya sebagai lembaga yang ikut dalam pembuatan peraturan desa.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Optimalisasi Peran Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pemerintahan Desa” (studi pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan tersebut diatas,

maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Bagaimana

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pemerintahan Desa (studi pada Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan) ?

1.3 Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah pokok persoalan apa yang menjadi pusat perhatian

(18)

7 Sedangkan menurut Moleong (2008) fokus penelitian adalah, masalah

pokok yang bersumber dari pengalaman penelitian / pengetahuan yang diperolehnya melalui keputusan ilmiah.

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah menyangkut

tentang bagaimana “Peran BPD sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat desa serta membantu pembuatan dan mengesahkan Peraturan Desa

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa”.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari uraian tersebut adapun yang menjadi tujuan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah sudah Optimal

Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan pemerintahan di desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan serta kendala – kendala yang dihadapi dalam menjalankan peran tersebut

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat mencakup hal – hal sebagai berikut :

1) Secara Ilmiah , sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan

(19)

8

2) Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

bagi BPD desa tersebut dalam rangka pengoptimalisasian peran nya dalam pemerintahan desa.

3) Secara Akademis, penelitian ini sebagai salah satu syarat penyelesaian

program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara, serta untuk menambah khasanah ilmiah dan memberikan kontribusi secara langsung maupun

tidak langsung dalam penelitian – penelitian sosial khususnya bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera.

1.6 Implementasi Metode Penelitian

Peneliti melakukan penelitian selama dua minggu. Pertama kali melakukan penelitian, peneliti langsung disambut baik oleh pegawai Kecamatan Silangkitang, hal itu dikarenakan peneliti memiliki ikatan saudara dengan salah satu pegawai

kantor kecamatan silangkitang. Setelah peneliti ditanyakan ada urusan apa peneliti datang ke kantor kecamatan, peneliti kemudian dibawa untuk menemui sekretaris

Kecamatan Silangkitang dan oleh sekretaris kecamatan kembali ditanyakan apa maksud kedatangan peneliti. Awalnya sekretaris kecamatan silangkitang tidak mengetahui bahwa peneliti memiliki ikatan saudara dengan salah satu

pegawainya, sehingga percakapan antara peneliti dengan sekretaris sangat kaku. Setelah berbincang – bincang akhirnya sekretaris kecamatan pun mengetahui

(20)

9 sekretaris kecamatan mengatakan bahwa baru pertama kali ada mahasiswa yang

meneliti dikecamatan tersebut sekaligus juga di desa yang akan peneliti lakukan penelitian. Setelah menyampaikan maksud kedatangan dan menyerahkan surat izin penelitian kepada sekretaris surat tersebut langsung diproses dan disposisikan

kepada kepala desa.

Oleh salah satu pegawai kecamatan, peneliti diantar langsung ke kantor

kepala desa dan langsung menemui sekretaris desa. Peneliti disambut baik oleh sekretaris desa, dan saat itu peneliti langsung melakukan wawancara dengan informan tersebut. Peneliti juga mendapatkan sedikit hal yang memalukan, yaitu

saat makan siang di dekat kantor kepala desa, peneliti tidak menyadari bahwa kepala desa duduk di samping peneliti, saat itu peneliti sedikit acuh dan

mengabaikan orang yang disamping peneliti. Sampai selesai makan siang barulah peneliti mengetahui bahwa orang tersebut adalah kepala desa, peneliti tidak menyadarinya karena kepala desa tersebut tidak mengenakan pakaian dinas.

Peneliti pun akhirnya meminta maaf dan kepala desa memaklumi hal tersebut dan mengatakan bahwa hal tersebut hanyalah salah paham. Setelah mengatur jadwal

wawancara, peneliti pun berkesempatan untuk mewawancarai kepala desa. Dalam melakukan wawancara dengan informan – informan lain, peneliti tidak mendapatkan kesulitan yang berarti, semua informan dapat menjawab setiap

pertanyaan peneliti dengan baik. Walaupun peneliti berhasil melakukan wawancara, peneliti mendapat kesulitan mendapatkan data – data sekunder yang

(21)

10 peraturan daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan, peneliti mendapatkannya saat

melakukan wawancara dengan Ketua Badan Permusyawaratan Desa.

Hal ini peneliti siasati dengan mengajukan lebih banyak pertanyaan ketika melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak. Namum,

peneliti menyadari masih harus banyak belajar strategi dalam melakukan In depth

interview karena wawancara yang peneliti lakukan masih kurang mendalam. Salah

satu kelalaian peneliti lagi adalah, peneliti tidak mendokumentasikan saat wawancara dengan beberapa informan, sehingga peneliti hanya memiliki sedikit dokumentasi dengan informan penelitian.

1.7 Sistematika penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORI

Bab ini menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, teori – teori yang

digunakan dalam penelitian dan defenisi konsep.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data .

(22)

11 Bab ini berisikan gambaran umum dan karakteristik mengenai

lokasi penelitian

BAB V : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini membahas hasil data – data yang di peroleh dari lapangan dan hasil analisa yang di peroleh dari hasil penelitian dan melakukan pengujian dengan metode yang telah ditentukan

sehingga diperoleh hasil penelitian.

BAB VI : PENUTUP

(23)

12 BAB II

KERANGKA TEORI

2.1Tinjauan Pustaka

Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot.

Menurut Djuharie (2001: 55) mengatakan bahwa telaah kepustakaan berisi tentang hasil telaah terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait.

Telaah ini bisa dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing–masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya menyatakan posisi/pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya.

Telaah ini diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa didahului telaah kepustakaan.

Penelitian ini mengangkat judul “Optimalisasi Peran Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa“. Penelitian yang dilakukan peneliti bertujuan untuk melihat apakah sudah optimal

peran yang dijalankan oleh Badan Permusyawaratan Desa di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan serta kendala-kendala

yang dihadapi dalm pelaksanaan peran tersebut.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang memiliki tema yang sama dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian pertama berjudul

(24)

13 Kab. Klaten” (Ridwan Nasrulloh, skripsi, 2008). Tema yang diangkat dalam skripsi ini mengenai BPD sebagai pelaksana demokrasi desa dalam mendukung pemerintahan desa di Desa Tegalgondo. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana perwujudan peran

dan fungsi BPD serta faktor apa yang menjadi hambatan atau pendukung bagi BPD dalam menjalankan peran dan fungsi BPD dalam mendukung tata

penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Tegalgondo. Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh gambaran mengenai perwujudan peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam mendukung tata penyelenggaraan pemerintahan

desa di Desa Tegalgondo Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dan pendukung bagi Badan

Permusyawaratan Desa dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian yang dilakukan Ridwan Nasrulloh berupa

penelitian lapangan namun penggunaan data sekunder yaitu penelitian kepustakaan lebih dominan digunakan. Penelitian lapangan dilakukan pada Kantor

BPD Desa Tegalgondo, kemudian metode penelitian yang digunakan yaitu metode observasi dan wawancara. Dalam menganalisis permasalahan yang terjadi mengenai BPD dalam mendukung Pemerintahan Desa, Ridwan Nasrulloh

mengacu pada UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004, perda Kabupaten Klaten Nomor 8 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa.

(25)

14 Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa BPD Desa Tegalgondo

telah mampu menjadi lembaga sebagai wahana pelaksanaan demokrasi di desa. Hal itu ditunjukkan dengan pelaksanaan pemerintahan oleh Pemerintah Desa yang telah melibatkan unsur masyarakat yang ada melalui forum - forum komunikasi

desa yang bersifat formal maupun informal sehingga kebijakan-kebijakan maupun dari Pemerintah Desa Tegalgondo sesuai dengan aspirasi yang diinginkan dari

masyarakat. BPD Desa Tegalgondo juga telah melaksanakan fungsinya yaitu sebagai pengayoman adat, penyerapan aspirasi, Legislasi, dan pengawasan.

Selanjutnya penelitian kedua dilakukan oleh Eko Tri Utami (skripsi, 2007)

berjudul “Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Perencanaan

Pembangunan Desa (Suatu Studi Deskrptif Tentang Proyek Desa Melalui APBD di Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan)”. Adapun yang menjadi tema penelitian ini adalah peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan desa, yaitu untuk mengetahui bagaimana peranan

Badan Permusywaratan Desa dalam perencanaan pembangunan desa dalam hal ini di Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah bagaimanakan penanan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan. Adapun yang

menjadi tujuan peneliti adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan di Desa Sampali

(26)

15 pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara wawancara, observasi dan

penelitian kepustakaan. Dalam menganalisis permasalahan yang terjadi Eko Tri Utami menggunakan teori mengenai perencanaan pembangunan desa dan teori tentang rencana – rencana desa.

Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan adalah peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan yang berada di Desa

Sampali sudah berjalan dengan baik, dimana mereka sangat aktif dalam menampung aspirasi masyarakat, cara yang dilakukan juga tidak hanya yang bersifat formal tetapi yang non formal juga dilakukan seperti bincang–bincang di

kedai kopi. Selain itu fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan proyek desa juga telah dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa dengan baik. Namun masih

ada kekurangan dimana perlunya diadakan perubahan format keanggotaan pada Badan Permusyawaratan Desa yang lebih mencerminkan perwakilan dari setiap dusun.

Selanjutnya penelitian ketiga yang dilakukan oleh Primuadi Hia (Tesis,

2006) dengan judul “Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) dalam Proses

Demokratisasi di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Studi Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)“. Dalam penelitian ini Primuadi ingin melihat sejauh mana peranan Badan Perwakilan

Desa (BPD) sebagai lembaga baru yang dibentuk untuk menggantikan LMD memberi pola baru dalam membangun proses demokratisasi di desa.

(27)

16 desa, faktor–faktor apa yang menyebabkan BPD di desa Simalingkar A dan Desa

Perumnas Simalingkar tidak berjalan sebagaimana yang diatur melalui UU No. 22 Tahun 1999. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini menggunakan teori demokrasi, teori lembaga sosial, UUD 1945 bagian umum bab II tentang Pokok –

Pokok Pikiran dalam alinea ke-3, kemudian UU No 22 Tahun 1999 dan UU no 32 Tahun 2004. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan deskriptif dengan tipe penelitian kualitatif serta teknik pengumpulan yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi.

Hasil dari penelitian Primuadi ini menunjukkan bahwa BPD pada kedua

desa tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif desa untuk melaksanakan proses demokratisasi. BPD pada kedua desa tersebut hanya

tampak pada saat ada pelantikan, setelah itu tidak ada lagi kegiatan yang di hadiri oleh BPD. Namun pada dua desa tersebut fungsi keterwakilan sudah dapat dipenuhi dengan adanya perwakilan dari setiap dusun.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berjudul, “Optimalisasi Peran

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan”. Penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dalam memaparkan peran yang dilakukan

BPD di Desa Aek Goti, peneliti menggunakan teori dari Hurlock dan Ali mengenai Peran Badan Permusyawaratan Desa yaitu sebagai penampung aspirasi

(28)

17 Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Penyelenggaraan pemerintahan di Desa Aek

Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan serta kendala– kendala yang dihadapi dalam menjalankan peran tersebut.

Hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti dari wawancara kepada

Kepala BPD, Anggota BPD, Kepala Desa, Sekretaris desa, dan beberapa orang masyarakat, terungkap bahwa BPD Desa Aek Goti belum melaksanakan perannya

dengan optimal. Dalam melaksanakan perannya sebagai penampung aspirasi, BPD Aek Goti tidak mengadakan pertemuan/rapat resmi dengan masyarakat, melainkan dengan cara perwiritan dan pertemuan non formal lainnya seperti di

kedai dan warung, padahal sebagai lembaga resmi BPD Desa Aek Goti harusnya membuat pertemuan yang resmi. Kemudian dalam melaksanakan perannya

sebagai pembuat dan pengesah kebijakan, BPD Desa Aek Goti telah mengesahkan satu kebijakan desa yaitu tentang Alokasi Dana Desa (ADD). Namun dalam hal pembuatan kebijakan, BPD merasa kurang dianggap keberadaannya di Desa Aek

Goti, adanya anggapan Pemerintah Desa yang terlalu mendominasi seluruh kegiatan desa membuat hubungan keduanya cenderung dingin dan tertutup. BPD

(29)

18 Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang

Ridwan Nasrulloh Eko Tri Utami Primuadi Hia Mariance M Hasibuan Judul Proyek Desa Melalui APBD Di Desa Sampali (Studi Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Aek Goti Kecamatan peran dan fungsi BPD serta faktor apa yang menjadi hambatan atau pendukung bagi BPD dalam menjalankan peran dan fungsi BPD dalam mendukung tata penyelenggaraan

pemerintahan desa di desa Tegalgondo pembangunan desa di Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan

Fokus pada bagaimana Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga baru yang dibentuk pemerintah dalam proses

demokratisasi di desa.

Fokus pada bagaimana Peran BPD sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat desa, membantu pembuatan dan mengesahkan Peraturan Desa serta kendala yang ada pada BPD dalam

(30)

19 Pendekatan

Penelitian

Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif

Jenis Penelitian

Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif

Metode

pemerintahan desa di desa Tegalgondo Kecamatan dimana peran BPD sebagai lembaga baru dalam pelaksanaan demokratisasi di desa, faktor – faktor apa yang menyebabkan BPD di desa Simalingkar A dan Desa Perumnas

Simalingkar tidak berjalan sebagaimana yang diatur melalui UU No. 22 Tahun 1999.

pemerintahan di desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan serta kendala – kendala yang dihadapi dalam menjalankan peran tersebut.

Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa BPD desa Tegalgondo telah mampu menjadi

Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa BPD pada kedua desa tersebut tidak dapat menjalankan

(31)

20 lembaga sebagai wahana

pelaksanaan demokrasi di Desa. Hal itu ditunjukkan

dengan pelaksanaan

pemerintahan oleh Pemerintah Desa yang telah melibatkan unsur

masyarakat yang ada

melalui forum - forum

dengan aspirasi yang

diinginkan dari masyarakat. BPD Desa

Tegalgondo juga telah melaksanakan Fungsinya yaitu sebagai pengayoman adat, penyerapan aspirasi,

Legislasi, dan pengawasan.

pembangunan yang berada di Desa Sampali sudah berjalan dengan baik, dimana mereka sangat aktif dalam

menampung aspirasi masyarakat, cara yang dilakukan juga tidak hanya yang bersifat formal tetapi yang non formal juga dilakukan seperti bincang – bincang di kedai kopi. Selain itu fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan proyek desa juga telah dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa dengan baik. Namun masih ada kekurangan

perwakilan dari setiap dusun.

fungsinya sebagai lembaga legislatif desa untuk melaksanakan proses demokratisasi.

BPD pada kedua desa tersebut hanya tampak pada saat ada pelantikan, setelah itu tidak ada lagi kegiatan yang di hadiri oleh BPD. Namun pada dua desa tersebut fungsi keterwakilan sudah dapat

perwiritan dan pertemuan non formal lainnya, padahal sebagai lembaga resmi BPD harusnya membuat pertemuan yang resmi. Kemudian dalam melaksanakan perannya

(32)

21 2.2Kerangka Teori

Menurut Sugiyono (2007) dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif

dan Kualitatif, kerangka teori merupakan konsep tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah

yang penting. Teori adalah konsep – konsep dan generalisasi – generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan

penelitian.

Pada penelitian kualitatif, teori yang dikemukakan bersifat sementara, dan

akan berkembang atau berubah setelah peneliti berada dilapangan. Selanjutnya dalam landasan teori, tidak perlu dibuat kerangka berfikir sebagai dasar untuk perumusan hipotesis, karena dalam penelitian kualitatif tidak akan menguji

hipotesis, tetapi justru mengemukakan hipotesis (Sugiyono, 2010: 292).

2.2.1. Optimalisasi

Pengertian optimalisasi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. poerdwadarminta (1997 : 753) dikemukakan bahwa, “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, optimalisasi merupakan pencapaian hasil

sesuai harapan secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Winardi dalam

bukunya Istilah ekonomi (1996: 363) Optimalisasi adalah ukuran yang

menyebabkan tercapainya tujuan. Optimalisasi hanya dapat diwujudkan apabila dalam perwujudannya secara efektif dan efisien. Dalam penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk mencapai hasil secara efektif dan

(33)

22 Optimalisasi adalah suatu proses, cara atau perbuatan untuk menjadikan

sesuatu paling baik dan paling tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996:705). Dalam hal ini, yang dijadikan untuk menjadi lebih baik dan paling tinggi adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD merupakan sesuatu yang harus

dioptimalkan keberadaannya karena merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa yang berperan sebagai penampung dan penyalur aspirasi

masyarakat serta pembuat dan pengesah peraturan desa.

2.2.2. Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dimana demokrasi yang

dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya. Dalam

Pemerintahan Desa BPD dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya desa karena memiliki peran sebagai pembuat dan pengesah peraturan desa. BPD mempunyai

kedudukan sejajar dengan pemerintah desa (kepala desa) dengan kata lain BPD dan Pemerintah Desa merupakan mitra yang saling bekerja sama dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa, maka disini terjadi mekanisme check

and balance system dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan

(34)

23 permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa disamping menjalankan

fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat. Dalam melaksanakan perannya sebagai sarana yang melancarkan

keputusan kolektif di desa maka BPD yang merupakan wakil dari masyarakat desa tersebut, harus menjembatani antara masyarakat dengan Pemerintah Desa agar

minimal adanya kesamaan pendapat dalam menetukan keputusan–keputusan kolektif di desa dan apabila tidak dijembatani maka setidaknya BPD mampu menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa agar nantinya setiap

keputusan–keputusan yang diambil merupakan kesepakatan bersama dan sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Menurut Peraturan Pemerintah No.72 tahun 2005 tentang Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai unsur penyelenggara dalam

pemerintahan desa. Pada Pasal 30 ayat 1 (satu) disebutkan bahwa anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat, ayat 2 (dua) anggota BPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Ketua Rukun Warga, Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan Tokoh atau Pemuka Masyarakat

lainnya, ayat 3 (tiga) masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Kemudian dalam pasal 32 ayat 1(satu) disebutkan peresmian anggota BPD

(35)

24 BPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara

bersama-sama di hadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/Walikota.

Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masayarakat desa,

masing-masing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Oleh karena itu hubungan yang bersifat kemitraan antara BPD dengan Pemerintah Desa harus didasari pada

filosofi antara lain :

1. Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra

2. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai

3. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan

4. Adanya prinsip saling menghormati (Wasistiono 2006:36).

2.2.2.1 Tugas Badan Permusyawaratan Desa

Berdasarkan pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, diamanatkan bahwa tugas Badan Permusyawaratan Desa yaitu :

a. Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa.

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan

Peraturan Kepala Desa.

c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa.

d. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa.

e. Menggali, menampung, menghimpun merumuskan dan menyalurkan aspirasi

masyarakat.

(36)

25 2.2.2.2 Hak dan Kewajiban BPD

Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun2005, BPD mempunyai hak yaitu :

a. Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa.

b. Menyatakan pendapat.

Anggota BPD juga mempunyai hak yaitu :

a. mengajukan rancangan peraturan desa

b. mengajukan pertanyaan

c. menyampaikan usul dan pendapat

d. memilih dan dipilih

e. memperoleh tunjangan

selain hak, anggota BPD juga mempunyai kewajiban yaitu :

a. Mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan.

b. Melaksanakan kehidupan Demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Desa.

c. Mempertahankan dan memelihara hukum Nasional serta keutuhan Negara

Republik Indonesia.

d. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi

(37)

26 Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan

berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan menurut Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang desa, sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD

sebanyak 5 (lima) orang.

b. Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah

anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang.

c. Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah

anggota BPD sebanyak 9 (Sembilan) orang.

d. Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah

anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang.

e. Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13

(tiga belas) orang.

Jumlah anggota Badan Permusyaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan.Anggota BPD dipilih dari calon-calon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi social-politik, golongan profesi

dan unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan :

a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan

berkembang di desa yang bersangkutan, sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan.

b. Legalisis, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa

(38)

27

c. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanana peraturan

desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta Keputusan Kepala Desa.

d. Menampung aspirasi yang diterima dari masyarakat dan menyalurkan

kepada pejabat instansi yang berwenang (Widjaja 2001:13).

2.2.2.3 Peran Badan Permusyawaratan Desa

Adapun peran BPD dalam penelitiaan ini dikelompokkan dalam 2 (dua)

peran secara umum, yakni: pembuat kebijakan dan penampung aspirasi masyarakat (Hurlock,1979 dan Ali, 2007). Peran dari BPD ini selanjutnya akan dijelaskan pada uraian berikut:

a. Penampung aspirasi masyarakat, “aspirasi memiliki sasaran dan

melibatkan diri individu itu sendiri serta menimbulkan suatu usaha untuk

mencapainya, sehinggatujuan yang telah dirancangnya akan mempunyai makna yang berarti bagi dirinya” (Hurlock, 1979:264). BPD sebagai aktor yang memobilisasi masyarakat harus mampu merangsang pikiran

masyarakat untuk menggali potensi-potensi yang ada, untuk kemudian menyampaikan apa yang menjadi cita-cita dan keinginan masyarakat demi

terciptanya kemajuan desa dan kesejahteraan masyarakat.

b. Pembuat Kebijakan, “Kebijakan merupakan keputusan-keputusan publik

yang diambil oleh negara dan dilaksanakan oleh aparat birokrasi” (Ali,

(39)

28 pengambilan keputusannya, orang-orang atau kelompok yang dilibatkan,

dan bagaimana kebijakan ini dilaksanakan. BPD sebagai legislatif di desa mempunyai peran utama dalam membuat kebijakan di desa. Kebijakan yang dibuat oleh BPD ini berupa peraturan desa ataupun ketentuan desa

yang diberlakukan bagi segenap warga desa yang berada di desa yang bersangkutan. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 209 Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan, “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat”.

Dengan kata lain, BPD dalam menyusun peraturan desa harus melibatkan masyarakat mulai dari proses perencanaan hingga terlibat dalam evaluasi

terhadap peraturan desa tersebut.

2.2.3 Pemerintahan Desa

Secara umum di Indonesia, desa (atau yang disebut dengan nama lain sesuai bahasa daerah setempat) dapat dikatakan sebagai suatu wilayah yang

ditinggali oleh sejumlah orang yang saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adatistiadatnya yang relatif sama, dan mempunyai tata-cara tersendiri

dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. Sebagian besar mata pencahariannya adalah bertani atau nelayan. Pada desa daratan sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai petani baik sawah ataupun kebun,

(40)

29 Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 209,

urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa adalah, pertama urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, kedua urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang diserahkan

pengaturannya kepada desa, ketiga tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten/kota, keempat urusan pemerintahan

lainnya yang oleh peraturan perundang–undangan diserahkan kepada desa.

Dengan dikeluarkannya UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas–batas yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

asala – usul dan adat – istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten atau kota. Landasan

pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai

komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak

bergantung secara langsung dengan alam. Oleh karena itu, desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat bersahaja serta tingkat pendidikan yang

(41)

30 Pemerintahan desa sebagai penyelenggara pemerintahan yang terendah

dan langsung berhadapan dengan rakyat mempunyai beban tugas yang cukup berat karena selain harus melaksanakan segala urusan yang datangnya dari pihak atasan juga harus mengurus berbagai urusan rumah tangga desa yang

pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat (Misdiyanti, 1993: 47).

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ((PPRI No. 72 Tahun 2005 tentang Desa).

Selain itu, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa adalah seluruh proses

kegiatan manajemen pemerintahan dan pembangunan Desa berdasarkan kewenagan desa yang ada, meliputi perencanaan, penetapan kebijakkan,

pelaksanaan,pengorganisasian, pengawasan, pengendalian, pembiayaan,

koordinasi, pelestarian, penyempurnaan dan pengembagannya (PEMENDAGRI No. 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan

Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa).

Sebagai penyelenggara unsur pemerintahan desa, pemerintah desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan. Oleh sebab itu fungsi pemerintah desa adalah sebagai berikut :

A. Fungsi Pemerintahan Desa :

(42)

31

2) Melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan

3) Melaksanakan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong

masyarakat

4) Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat

5) Melaksanakan musyawarah penyelesaian perselisihan

6) Melaksanakan pembinaan perekonomian desa (Solekhan, 2012:63).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.72 Tahun 2005 Tentang Desa, Pemerintah desa terdiri dari Pemerintah desa dan BPD. Dalam

penyelenggaraan Pemerintah Desa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD, Pemerintah Desa adalah organisasi Pemerintah Desa yang terdiri atas :

a. Unsur Pimpinan yaitu Kepala Desa

b. Unsur pembantu kepala desa yang terdiri atas :

1) Sekretaris desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh

sekretaris desa

2) Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang

melaksanakan unsur teknis lapangan seperti unsur pengairan,

keagamaan dan lain – lain.

3) Unsur kewilayahan, yaitu pembantu kepala desa diwilayah kerjanya

(43)

32

B. Aspek – Aspek Tata Pemerintahan Desa

Adapun yang menjadi aspek pemerintahan desa adalah sebagai berikut :

1. Administrasi Pemerintahan desa, yaitu proses penyelenggaraan dan

pencatatan serta pelaporan kegiatan – kegiatan pemerintahan,

perkantoran desa, keuangan desa, ipeda, kependudukan, pertahanan, kantibmas, dan lain sebagainya

2. Administrasi pembangunan desa, yaitu proses penyelenggaraan dan

pencatatan serta pelaporan kegiatan – kegiatan bantuan pembangunan desa, pendapatan desa, perencanaan pembangunan desa, pengaturan

bangunan – bangunan, lomba desa, LKMD dan sebagainya

3. Administrasi pembinaan masyarakat, proses penyelenggaraan dan

pencatatan serta pelaporan kegiatan – kegiatan pembinaan masyarakat desa, baik yang diselenggarakan oleh masyarakat maupun instansi – instansi sektoral

4. Manajemen dan kepemimpinan desa,

Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan desa yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, actuating dan pengawasan pembangunan desa. Sedangkan kepemimpinan desa adalah suatu kelompok orang yang menduduki posisi pimpinan formal maupun non formal dalam

membangkitkan dan memotivasi warga desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa serta mengkoordisasikan kegiatan – kegiatan

(44)

33 Gambar 2.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa

Sumber : (Nurcholis, 2011: 74)

2.3. Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995 :18) konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak menenai kejadian, keadaan,

kelompok atau individu menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuan adanya konsep adalah untuk mendapatkan batasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti. Untuk lebih mengetahui konsep–konsep yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Optimalisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memberikan yang terbaik

dan memaksimalkan sesuatu dan mencapai hasil yang diinginkan. Dalam penelitian ini Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan sesuatu yang harus dioptimalkan keberadaannya karena merupakan salah satu unsur

penting dalam penyelenggara pemerintahan desa yang berperan sebagai BPD

Kepala desa

Sekretaris desa

Staf

Kepala Kewilayahan Pelaksana

(45)

34 penampung dan penyalur aspirasi masyarakat serta pembuat dan pengesah

peraturan desa

2. Pemerintahan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang seluruh proses

kegiatan pemerintahan berdasarkan kewenangan desa dan diselenggarakan

(46)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Metode penelitian Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif.Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu kegiatan secara objektif. Penelitian yang dimaksudkan untuk mengukur suatu fenomena

sosial tertentu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun data tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.(Singarimbun dan Effendi, 1989 ; 17).

Peneliti memilih bentuk penelitian kualitatif karena peneliti ingin

memaparkan/mendeskripsikan bagaimana optimalisasi peran Badan permusyawaratan Desa di desa aek Goti dalam pemerintahan Desa.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi Penelitian bertempat di Kantor Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) dan Kantor Kepala desa Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Sekretariat kantor Badan Permusyawaratan Desa (BPD) desa Aek Goti berada satu atap dengan Kantor Kepala desa Aek Goti

(47)

36 Kantor Badan Permusyawaratan Desa dan Kantor Kepala Desa berada di

Jalan Besar Pandan Sari desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

3.3. Informan Penelitian

Menurut Hendarso (dalam Usman, 2009:50) Dalam penelitian Kualitatif

tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja, oleh sebab itu tidak dikenal adanya populasi dan

sample. Bahkan subjek penelitian seperti disebutkan akan menjadi informan yang akan memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan merupakan orang yang menguasai dan memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007: 108).

Adapun Informan dalam penelitian ini adalah :

a. Informan Kunci yaitu : Ketua Badan Permusyawaratan Desa, Anggota

Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa

b. Informan Utama yaitu : Sekretaris Desa

c. Informan Tambahan yaitu : Beberapa orang masyarakat yang

berdomisili di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten

(48)

37 3.4. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Metode pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang diperoleh secara

langsung pada saat kita melakukan penelitian, sumber data yang diperoleh secara langsung dari orang-orang atau responden yang secara sengaja dipilih untuk

memperoleh data-data atau informasi yang ada relefansinya dengan permasalahan penelitian.

a. Wawancara

Menurut Sugiyono (2007:194), wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung pewawancara kepada responden

dan jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan

oleh yang diwawancara (Abdurrahmat, 2005,105). Sedangkan menurut Moleong (2005:186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara mendalam (indeep interview)

dengan cara tanya jawab secara langsung, dimana peneliti menggunakan teknik

(49)

38 sebanyak mungkin dari informan sebagai sumber data dengan cara mencatat atau

merekam hasil wawancara tersebut.

b. Observasi

Menurut Abdurrahman (2006:104) observasi adalah teknik pengumpulan

data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan – pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. Observasi diartikan

sebagai pengamatan secara langsung dari dekat terhadap fenomena obyek yang terjadi atau diteliti, sehingga memungkinkan untuk memperoleh gambaran dari fenomena yang sulit diperoleh dari orang-orang yang dijadikan sember data.

Teknik ini dilakukan karena untuk mencari dan mendapatkan “sesuatu” diluar atau tidak mungkin diperoleh dari sumber data langsung, sehingga dapat

diharapkan nilai data yang diterima melalui pengamatan langsung akan memberikan kekuatan pandangan tentang nilai atau validalitas data tersebut, sebagai pembanding dari sumber data baku yang sudah ada. Dan dalam penelitian

ini teknik observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan.

2. Metode pengumpulan data sekuner yaitu data yang dikutip dari sumber-sumber

tertentu yang digunakan sebagai pendukung data primer, sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang melengkapi serta memperkaya sumber data primer

atau sumber data sekunder ini diperoleh dari data pendukung.

Data sekunder yang merupakan sumber data yang akan melengkapi

(50)

39

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara meneliti dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan penelitian. Dengan teknik ini akan terkumpul data yang diperoleh dari nara

sumber tetapi terdapat pada berbagai sumber tertulis, seperti dokumen-dokumen yang dikeluarkan pemerintah, laporan-laporan dan arsip-arsip lainnya.

Dokumentasi diperlukan untuk memperoleh data-data yang relevan dengan permasalahan penelitian yang tidak mungkin diperoleh dengan observasi dan interview. Dokumentasi dilakukan dengan cara memilih dokumen-dokumen yang

ada dan diambil data yang relevan dengan permasalahan penelitian.

b. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku – buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti (Suyanto, 2005 :55-56).

3.5. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah teknik analisis data kualitatif. Data diperoleh kemudian diolah

secara sistematis. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah dan menyusunnya dalam satu – satuan, yang dikategorikan pada

(51)

40 analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan

penelitian ( Moleong, 2006: 274).

Dalam melakukan analisis data, menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009: 246) ada langkah – langkah yang harus dilakukan yaitu :

a. Reduksi data (Data reduction) yang merupakan proses merangkum,

mengikhtisarkan atau menyeleksi data dari catatan lapangan yang

kemudian dimasukkan dalam kategori tema yang mana, fokus atau permasalahan yang mana sesuai dengan fokus penelitian.

b. Penyajian data (Data display) merupakan proses penyajian data kedalam

sejumlah matrik yang sesuai yang berfungsi untuk memetakan data yang telah direduksi, juga untuk memudahkan mengkontruksi didalam rangka

menuturkan, menyimpulkan dan mnginterprestasikan data sehingga memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

c. Penarikan kesimpulan, membuat suatu kesimpulan sementara yang dapat

dijadikan sebagai suatu pembekalan dalam melaksanakan penelitian untuk

memberikan penafsiran dari data yang diperoleh terutama data yang berhubungan dengan fokus penelitian. Penarikan kesimpulan atau vertifikasi dilakukan dengan longgar, tetap terbuka, tetapi semakin lama

lebih semakin rinci berdasarkan kumpulan-kumpulan data yang diperoleh dilapangan dan mengakar dengan kokoh. Data yang diperoleh dilapangan,

(52)

41 Dari ketiga tahapan analisis ini dapat digambarkan dengan bentuk skema

sebagai berikut :

Tabel 3.1 ANALISIS INTERAKTIF

Sumber : Miles dan Huberman (1984), (dalam bukunya Sugiono, 2008 : 147).

Pengumpulan data Penyajian data

Reduksi data Penarikan kesimpulan atau

(53)

42 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Desa Aek Goti terletak di Kecamatan

Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Desa ini merupakan Ibukota Kecamatan Silangkitang.

Adapun batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut:

a. Batas wilayah

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rintis

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Binanga Dua

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Ulumahuam

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Siram

b. Luas wilayah

Desa Aek Goti merupakan desa terkecil di Kecamatan Silangkitang,

dengan luas 31.00 KM2 dengan perbandingan terhadap jumlah penduduk per

1KM2 adalah 172 jiwa. Kemudian luas wilayah menurut penggunaan lahan nya

adalah untuk bangunan sebanyak 62Ha, untuk tanaman kelapa sawit yaitu seluas

476Ha dan untuk tanaman karet seluas 580Ha dan untuk keperluan lainnya 35Ha

(54)

43

4.1.2 Keadaan Penduduk

a. Jumlah penduduk berdasarkan umur

Berdasarkan data penelitian tahun 2014 adapun jumlah penduduk di desa Aek

Goti berjumlah 5.330 jiwa, dengan usia produktif yaitu 15-56 tahun adalah yang terbanyak dengan jumlah 3.992 jiwa, kemudian terbanyak kedua adalah penduduk yang berusia lebih dari 56 tahun yaitu sebanyak 766 jiwa, ketiga adalah usia

antara 7-15 tahun yaitu sebanyak 344 jiwa, adapun usia balita sebanyak 137 jiwa dan bayi sebanyak 27 jiwa. Berikut data disajikan dalam tabel :

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk berdasarkan umur

NO INDIKATOR JUMLAH

1 0-12 bulan 27 orang

2 > 1-<5 tahun 137 orang

3 >5-<7 tahun 64 orang

4 >7-<15 tahun 344 orang

5 >15-56 tahun 3992 orang

6 >56 tahun 766 orang

Jumlah 5330 orang

Sumber : Hasil Penelitian 2014

b. Jumlah penduduk berdasarkan gender

Dari jumlah penduduk tersebut terbagi atas 1.231 ribu kepala keluarga (KK). Dengan perbandingan antara jumlah laki – laki dengan perempuan hampir sama / cukup seimbang. Jumlah penduduk laki – laki adalah 2.653 jiwa dan jumlah

(55)

44 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk berdasarkan Gender

No INDIKATOR JUMLAH

1 Jumlah Penduduk 5.330 orang

2 Jumlah Laki – laki 2.653 orang

3 Jumlah Perempuan 2.677 orang

4 Jumlah Kepala keluarga 1.231 KK

Sumber : Hasil Penelitian 2014

c. Jumlah penduduk berdasarkan agama

Penduduk desa Aek Goti memeluk agama islam sebanyak 99% dan selebihnya beragama Kristen. Adapun sarana tempat ibadah di Desa Aek Goti berjumlah 14

dimana mesjid berjumlah 10 buah dan mushola berjumlah 4 buah. Berikut diperlihatkan dalam tabel :

Tabel 4.3. Sarana tempat beribadah

NO INDIKATOR JUMLAH

1 Masjid 10 buah

2 Musholla 4 buah

Jumlah 14 buah

Sumber : Hasil Penelitian 2014

d. Jumlah penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Penduduk desa Aek Goti sebagian besar telah mengenyam pendidikan wajib

belajar 9 tahun, hal itu terlihat dari tidak adanya masyarakat yang putus sekolah selama wajib belajar 9 tahun. Namun di sisi lain masih ada warga nya yang buta huruf yaitu sebanyak 15 orang. Berdasarkan data yang ada, penduduk dengan

(56)

45 tamat SD/Sederajad berjumlah 173 jiwa. Pada tingkat SLTP/sederajad, jumlah

penduduk yang tamat berjumlah 564 jiwa dan untuk tingkat SLTA jumlah penduduk yang tamat adalah 246 jiwa, sedangkan penduduk yang tamat D-3 berjumlah 19 jiwa. Berikut disajikan tingkat pendidikan penduduk desa Aek Goti

ada pada tabel berikut :

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

NO INDIKATOR SUB INDIKATOR JUMLAH

1 Pendidikan

Penduduk Usia 15 Tahun keatas

1.Jumlah penduduk buta huruf 15 Orang

2.Jumlah Penduduk tidak tamat SD/Sederajat

7.Jumlah penduduk tamat D-2 - Orang

8.Jumlah penduduk tamat D-3 19 Orang

9.Jumlah penduduk tamat

1. Jumlah penduduk usia 7- 15 tahun masih sekolah

650 Orang

2. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun putus sekolah

- orang

Sumber : Hasil Penelitian 2014

Sarana pendidikan yang tersedia di Desa Aek Goti dapat dikatakan cukup

Gambar

Tabel 2.1
gambaran mengenai
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
Tabel 3.1 ANALISIS INTERAKTIF
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Analisis fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD dalam membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan

Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Tahun 2013.. Peran Badan

Berdasarkan jawaban informan diatas, dapat diketahui yang menjadi kendala Pemerintah Desa dalam melakukan koordinasi dengan BPD yaitu susahnya mendapatkan kata sepakat pada

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menetapkan Peraturan Desa yaitu menampung usulan-usulan baik yang berasal dari BPD maupun Kepala Desa dimana usulan tersebut dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa serta

Berdasarkan pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi membahas dan

Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Perencanaan Pembangunan Desa ada tiga tahap yaitu tahap perencanaan,

Hasil penelitian Analisis fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD dalam membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan