• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi dan Evaluasi Aktivitas Emulgel dari Kombinasi Avobenzone dan Oktilmetoksisinamat sebagai Tabir Surya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Formulasi dan Evaluasi Aktivitas Emulgel dari Kombinasi Avobenzone dan Oktilmetoksisinamat sebagai Tabir Surya"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN EVALUASI EMULGEL DARI KOMBINASI

AVOBENZONE DAN OKTILMETOKSISINAMAT

SEBAGAI TABIR SURYA

SKRIPSI

OLEH:

Tria Maisyura

NIM 101501161

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

FORMULASI DAN EVALUASI EMULGEL DARI KOMBINASI

AVOBENZONE DAN OKTILMETOKSISINAMAT

SEBAGAI TABIR SURYA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

TRIA MAISYURA

NIM 101501161

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI DAN EVALUASI EMULGEL DARI KOMBINASI

AVOBENZONE DAN OKTILMETOKSISINAMAT

SEBAGAI TABIR SURYA

OLEH: TRIA MAISYURA

NIM 101501161

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal 29 Mei 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra.Anayanti Arianto., M.Si., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001 NIP 195807101986012001

Pembimbing II, Dra. Anayanti Arianto., M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Dra.Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 195201171980031002 NIP 196005111989022001

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

(4)

iii

FORMULASI DAN EVALUASI EMULGEL DARI KOMBINASI AVOBENZONE DAN OKTILMETOKSISINAMAT

SEBAGAI TABIR SURYA ABSTRAK

Latar belakang: Dewasa ini, penggunaan tabir surya dalam bentuk krim, losion, gel dan emulsi banyak digunakan untuk melindungi kulit dari sinar matahari. Sediaan tabir surya diformulasikan menggunakan kombinasi Avobenzone dan Oktilmetoksisinamat sebagai penyerap ultraviolet A dan ultraviolet B dalam bentuk emulgel karena memilki system penghantaran obat yang baik dibandingkan sediaan lain.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan Avobenzone dan Oktilmetoksisinamat yang berfungsi sebagai tabir surya dalam sediaan emulgel.

Metode: Emulgel tabir surya dibuat menggunakan Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), propilen glikol, metil paraben dan propil paraben sebagai basis gel dan Avobenzone, Oktilmetoksisinamat, paraffin cair, dan variasi konsentrasi Tween 20 yaitu F1: 0,1%; F2: 0,5%; F3: 1%; F4: 1,5%; F5: 2%; F6: 2,5%; dan F7: 3% sebagai basis emulsi. Pengujian sediaan meliputi pengamatan organoleptis, pengamatan homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, viskositas, ukuran partikel menggunakan mikroskop selama penyimpanan 8 minggu dimana pengukuran dilakukan setiap 1 minggu dalam suhu kamar,iritasi terhadap kulit manusia, dan penentuan nilai SPF sediaan.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan emulgel tabir surya berwarna putih susu dan tidak berbau. Hasil pengamatan stabilitas emulgel tabir surya formula 7 menggunakan Tween 20 dengan konsentrasi 3% menunjukkan emulgel yang paling stabil karena tidak mengalami perubahan organoleptis, pembentukan krim (creaming) pada emulgel terjadi setelah 8 minggu, memiliki viskositas paling tinggi, memiliki ukuran rata-rata partikel paling kecil 20,89 µm, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki nilai SPF paling tinggi yaitu 13,26±0,03. Sediaan emulgel tabir surya yang dibuat memiliki pH 4,83-6,16 dan memiliki tipe emulsi minyak dalam air.

Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Tween 20 maka semakin stabil sediaan emulgel dan nilai SPF sediaan tabir surya yang dihasilkan termasuk dalam kategori maksimal yaitu SPF antara 8-15.

(5)

iv

FORMULATION AND EVALUATION OF EMULGEL WITH COMBINATION OF AVOBENZONE AND OCTYLMETHOXYCINNAMATE AS SUNSCREEN

ABSTRACT

Background: Nowadays, sunscreens in cream, lotion, gel and emulsion forms are widely used to protect skin from sunshine. Sunscreen preparation is formulated using Avobenzone and Octylmethoxycinnamate combinations as ultraviolet A and ultraviolet B absorber in emulgel form since its drug delivery system which better than another preparation.

Purpose: This research purpose was to formulated Avobenzone and Octylmethoxycinnamate of which function as sunscreen in emulgel preparation.

Method: Emulgel sunscreen was made using Hydroxypropilmethylcelulose (HPMC), propylene glycol, methyl paraben and propyl paraben as gel basic and using Avobenzone, Octylmethoxycinnamate, dilute paraffin, and some variant of Tween 20 concentrations as F1: 0.1%; F2: 0.5%; F3: 1%; F4: 1.5%; F5: 2%; F6: 2.5%; and F7: 3% as emulsion basic. Preparations was tested, included organoleptic and homogeneity observations, emulsion types determination, pH, viscosity, particle size by microscop for 8 weeks which the measuring was done every 1 week at room temperature, human skin irritation, and SPF value determination.

Results: Results of the research showed that emulgel sunscreen preparation has milk white color and scentless. Result of stability observation, formula 7 emulgel sunscreen using 3% concentration of Tween 20 showed be themost stable emulgel since it did not under go organoleptic changes, creaming on emulgel occured after 8 weeks, highest viscosity, smallest mean of particle size is 20.89 µm, didn’t cause skin irritation, and has highest SPF value as 13.26±0.03. Emulgel sunscreen preparation which had been made has pH of 4.83-6.16 and had oil in water (o/w) emulsion type.

Conclusion: It can be conclude that as higher as concentration of Tween 20 will make emulgel preparation more stable and the SPF value of sunscreen obtain include in maximal category SPF value between 8 to 15.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta shalawat beriring salam kepada Nabi

Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Formulasi dan Evaluasi Aktivitas Emulgel dari Kombinasi Avobenzone dan

Oktilmetoksisinamat sebagai Tabir Surya”.

Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk

maksud membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama

daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah

terjadinya gangguan kulit karena cahaya matahari. Avobenzone sebagai penyerap

UVA dan Oktilmetoksisinamat (OMC) sebagai penyerap UVB.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra.

Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku

dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama

melakukan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis juga

menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,

Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada

penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku ketua penguji,

Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.,

selaku anggota penguji yang telah memberikan saran dan arahan untuk

menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Drs. Wiryanto, M.Si,. Apt., selaku

(7)

vi

perkuliahan hingga selesai, serta seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi USU

Medan yang telah membantu dan mendidik penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

keluarga tercinta Ayahanda Drs.H. Djazuli A.Gani, S. Farm., Apt. dan Ibunda

Hj.Arnita Yanti, SE., kakak Defri Yulianti, S. Farm., Apt., kakak Rheni Nazlita,

SKG., abang Yusrin, M.M., adik Ammar Syukran atas do’a tulus dan dorongan

moril maupun material serta cinta dan kasih yang diberikan kepada penulis dalam

menghantar penulis meraih cita-cita. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

sahabat Bella, Tika, Penni, Putri, Rayya, Reni, Diah, Muza, Dini, Sukma yang

telah memberikan motivasi yang begitu besar dan seluruh mahasiswa Farmasi

angkatan 2010 lainnya serta kakak-kakak maupun adik-adik yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, saran, dan

semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu

penulis dengan kerendahan hati bersedia menerima kritikan dan saran yang

membangun dari kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juni 2015 Penulis,

(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kulit ... 6

2.2 Fungsi Kulit ... 6

2.3 Tabir Surya ... 7

(9)

viii

2.5 Sun Protecting Factor (SPF) ... 10

2.6 Avobenzone ... 11

2.7 Oktil Metoksisinamat ... 12

2.8 Emulgel ... 13

2.9 Teori Emulsifikasi ... 16

2.10 Stabilitas Emulsi Terhadap Ukuran Partikel ... 20

2.11 Ketidakstabilan Emulsi ... 21

2.12 Analisis Ukuran Partikel ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Alat ... 24

3.2 Bahan ... 24

3.3 Sukarelawan ... 24

3.4 Formulasi Sediaan ... 25

3.4.1 Formulasi modifikasi emulgel tabir surya ... 25

3.4.2 Prosedur pembuatan emulgel ... 25

3.5 Penentuan Mutu Fisik Sediaan Emulgel ... 26

3.5.1 Pemeriksaan homogenitas ... 26

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 26

3.5.3 Penentuan pH sediaan ... 27

3.5.4 Pengamatan perubahan viskositas ... 27

3.5.5 Pengamatan stabilitas sediaan ... 27

3.5.6 Ukuran partikel dan distribusi partikel terdispersi .. 27

3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 28

(10)

ix

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Formulasi Emulgel ... 30

4.2 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 31

4.2.1 Penentuan homogenitas sediaan ... 31

4.2.2 Tipe emulsi sediaan ... 31

4.2.3 Penentuan pH sediaan ... 32

4.2.4 Pengamatan perubahan viskositas sediaan ... 33

4.2.5 Pengamatan stabilitas sediaan ... 34

4.2.6 Hasil pemeriksaan ukuran partikel dan distribusi partikel terdispersi ... 35

4.2.6.1 Ukuran partikel terdispersi ... 35

4.2.6.2 Penentuan distribusi partikel terdispersi 37 4.3 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 40

4.4 Penentuan Nilai SPF Sediaan ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tabir surya yang dizinkan untuk digunakan ... 8

2.2 Ketetapan nilai EE x I ... 11

3.1 Persentase komposisi bahan dalam emulgel ... 25

3.2 Ketentuan nilai EE x I ... 29

4.1 Pengamatan homogenitas sediaan ... 31

4.2 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 31

4.3 Pengaruh pH sediaan selama penyimpanan ... 32

4.4 Pengaruh viskositas sediaan selama penyimpanan ... 33

4.5 Pengaruh stabilitas sediaan selama penyimpanan ... 34

4.6 Pengaruh penyimpanan terhadap ukuran rata-rata partikel terdispersi 36

4.7 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 40

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumus bangun Avobenzone ... 12

2.2 Rumus bangun Oktilmetoksisinamat ... 13

2.3 Gambaran kombinasi bahan pengemulsi pada antar-muka minyak-air suatu emulsi ... 18

2.4 Skema tetesan minyak dalam emulsi minyak-air, menunjukkan orientasi molekul Tween dan Span pada antar mukanya ... 19

4.1 Pengaruh pH sediaan selama penyimpanan ... 32

4.2 Pengaruh viskositas sediaan selama penyimpanan ... 33

4.3 Pengaruh penyimpanan terhadap ukuran rata-rata partikel terdispersi ... 36

4.4 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F1) ... 37

4.5 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F2) ... 37

4.6 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F3) ... 38

4.7 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F4) ... 38

4.8 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F5) ... 38

4.9 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F6) ... 39

4.10 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F7) ... 39

4.11 Grafik waktu penyimpanan terhadap distribusi partikel terdispersi semua formula ... 39

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Sertifikat HPMC ... 47

2 Sertifikat Avobenzone ... 48

3 Sertifikat Oktilmetoksisinamat (OMC) ... 49

4 Avobenzone, HPMC, dan Oktilmetoksisinamat ... 50

5 Neraca analitik, Viskometer, pH meter, Spektrofotometer, dan mikroskop ... 51

6 Contoh surat pernyataan sukarelawan ... 52

7 Gambar homogenitas sediaan ... 53

8 Gambar stabilitas sediaan ... 54

9 Gambar tipe emulsi sediaan ... 55

10 Perhitungan ukuran partikel terdispersi ... 56

11 Gambar mikroskopik sediaan emulgel tabir surya ... 69

12 Tabel distribusi partikel terhadap penyimpanan ... 74

13 Hasil pengukuran SPF menggunakan spektrofotometer ... 77

(14)

iii

FORMULASI DAN EVALUASI EMULGEL DARI KOMBINASI AVOBENZONE DAN OKTILMETOKSISINAMAT

SEBAGAI TABIR SURYA ABSTRAK

Latar belakang: Dewasa ini, penggunaan tabir surya dalam bentuk krim, losion, gel dan emulsi banyak digunakan untuk melindungi kulit dari sinar matahari. Sediaan tabir surya diformulasikan menggunakan kombinasi Avobenzone dan Oktilmetoksisinamat sebagai penyerap ultraviolet A dan ultraviolet B dalam bentuk emulgel karena memilki system penghantaran obat yang baik dibandingkan sediaan lain.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan Avobenzone dan Oktilmetoksisinamat yang berfungsi sebagai tabir surya dalam sediaan emulgel.

Metode: Emulgel tabir surya dibuat menggunakan Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), propilen glikol, metil paraben dan propil paraben sebagai basis gel dan Avobenzone, Oktilmetoksisinamat, paraffin cair, dan variasi konsentrasi Tween 20 yaitu F1: 0,1%; F2: 0,5%; F3: 1%; F4: 1,5%; F5: 2%; F6: 2,5%; dan F7: 3% sebagai basis emulsi. Pengujian sediaan meliputi pengamatan organoleptis, pengamatan homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, viskositas, ukuran partikel menggunakan mikroskop selama penyimpanan 8 minggu dimana pengukuran dilakukan setiap 1 minggu dalam suhu kamar,iritasi terhadap kulit manusia, dan penentuan nilai SPF sediaan.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan emulgel tabir surya berwarna putih susu dan tidak berbau. Hasil pengamatan stabilitas emulgel tabir surya formula 7 menggunakan Tween 20 dengan konsentrasi 3% menunjukkan emulgel yang paling stabil karena tidak mengalami perubahan organoleptis, pembentukan krim (creaming) pada emulgel terjadi setelah 8 minggu, memiliki viskositas paling tinggi, memiliki ukuran rata-rata partikel paling kecil 20,89 µm, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki nilai SPF paling tinggi yaitu 13,26±0,03. Sediaan emulgel tabir surya yang dibuat memiliki pH 4,83-6,16 dan memiliki tipe emulsi minyak dalam air.

Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Tween 20 maka semakin stabil sediaan emulgel dan nilai SPF sediaan tabir surya yang dihasilkan termasuk dalam kategori maksimal yaitu SPF antara 8-15.

(15)

iv

FORMULATION AND EVALUATION OF EMULGEL WITH COMBINATION OF AVOBENZONE AND OCTYLMETHOXYCINNAMATE AS SUNSCREEN

ABSTRACT

Background: Nowadays, sunscreens in cream, lotion, gel and emulsion forms are widely used to protect skin from sunshine. Sunscreen preparation is formulated using Avobenzone and Octylmethoxycinnamate combinations as ultraviolet A and ultraviolet B absorber in emulgel form since its drug delivery system which better than another preparation.

Purpose: This research purpose was to formulated Avobenzone and Octylmethoxycinnamate of which function as sunscreen in emulgel preparation.

Method: Emulgel sunscreen was made using Hydroxypropilmethylcelulose (HPMC), propylene glycol, methyl paraben and propyl paraben as gel basic and using Avobenzone, Octylmethoxycinnamate, dilute paraffin, and some variant of Tween 20 concentrations as F1: 0.1%; F2: 0.5%; F3: 1%; F4: 1.5%; F5: 2%; F6: 2.5%; and F7: 3% as emulsion basic. Preparations was tested, included organoleptic and homogeneity observations, emulsion types determination, pH, viscosity, particle size by microscop for 8 weeks which the measuring was done every 1 week at room temperature, human skin irritation, and SPF value determination.

Results: Results of the research showed that emulgel sunscreen preparation has milk white color and scentless. Result of stability observation, formula 7 emulgel sunscreen using 3% concentration of Tween 20 showed be themost stable emulgel since it did not under go organoleptic changes, creaming on emulgel occured after 8 weeks, highest viscosity, smallest mean of particle size is 20.89 µm, didn’t cause skin irritation, and has highest SPF value as 13.26±0.03. Emulgel sunscreen preparation which had been made has pH of 4.83-6.16 and had oil in water (o/w) emulsion type.

Conclusion: It can be conclude that as higher as concentration of Tween 20 will make emulgel preparation more stable and the SPF value of sunscreen obtain include in maximal category SPF value between 8 to 15.

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pesatnya pertumbuhan produk yang mengandung tabir surya menunjukkan

bahwa orang sadar akan bahaya photoaging dan kanker kulit, terjadi sebagai

akibat dari sengatan matahari yang berlebihan. Setiap tahun, sekitar satu juta

orang didiagnosis dengan kanker kulit dan sekitar 10.000 meninggal karena

melanoma ganas (Dutra et al, 2004). Kanker kulit terjadi pada daerah tubuh yang

paling sering terkena sinar matahari, seperti wajah, leher, kepala, dan punggung

tangan (Dutra et al, 2004).

Ada dua macam komponen sinar ultraviolet yang mencapai bumi, yaitu

UVA (320-400 nm) dan UVB (290-320 nm). UVB merupakan komponen yang

mempunyai daya rusak tinggi pada kulit, sedangkan UVA lebih condong dapat

merusak kulit dengan bantuan fotosinsitizer kimia baik alami maupun sintesis

yang terdapat pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Kulit manusia secara alami mempunyai sistem perlindungan terhadap sinar

UV yaitu penebalan stratum corneum, pembentukan melanin, dan pengeluaran

keringat. Namun pada kontak yang berlebihan, paparan sinar UV yang terlalu

lama menjadikan sistem alamiah tersebut tidak berfungsi dengan baik sehingga

menyebabkan efek yang merugikan bagi kulit. Oleh karena itu diperlukan

senyawa tabir surya untuk melindungi kulit dari radiasi UV secara langsung

(Cumpelik, 1972).

Tabir surya bekerja dengan dua mekanisme yaitu penghambat fisik

(17)

2

terdiri dari TiO2, ZnO, kaolin, CaCO3, MgO. Penyerap kimia meliputi PABA,

PABA ester, benzofenon, salisilat, antranilat, yang dapat mengabsorbsi hampir

95% radiasi sinar UVB yang dapat menyebabkan sunburn (eritema) dan

menghalangi UVA penyebab direct tanning, kerusakan sel elastin, actinitic skin

damage, dan timbulnya kanker kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Penelitian ini menggunakan bahan tabir surya kimia, yaitu avobenzone

sebagai penyerap UVA dan oktilmetoksisinamat sebagai penyerap UVB.

Konsentrasi avobenzone yang umum adalah 3% dan konsentrasi

oktilmetoksisinamat adalah 7,5% (Rieger, 2000). Pemilihan kedua bahan ini

didasari oleh banyaknya kosmetik dipasaran yang mengandung kedua bahan

tersebut dalam bentuk sediaan krim, losion, dan emulsi.

Untuk mengaplikasikan kombinasi avobenzone dan oktilmetoksisinamat

pada kulit perlu dibuat suatu sediaan topikal untuk penggunaan lokal pada kulit.

Ada berbagai macam bentuk sediaan topikal, antara lain lotion, cream, gel dan

emulgel. Emulgel merupakan campuran emulsi dan gel. Atas dasar kelebihan dari

emulsi yaitu terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai emolien atau occlusive

yang akan mencegah penguapan sehingga kandungan air di dalam kulit dapat

dipertahankan juga dapat melarutkan avobenzone dan oktilmetoksisinamat karena

kedua bahan ini tidak larut dalam air dan kelebihan gel yang dapat memberikan

rasa dingin di kulit dengan adanya kandungan air yang cukup tinggi sehingga

nyaman digunakan (Mitsui, 1997), sehingga pada penelitian ini digunakan sediaan

emulgel.

Pada sediaan emulgel terdapat sistem gel dan sistem emulsi. Pada

(18)

3

(emulgator) dan dibuat dalam 7 variasi konsentrasi yaitu 0,1%, 0,5%, 1%, 1,5%,

2%, 2,5%, dan 3% sebagai sistem emulsi. Pada sistem gel digunakan hidroksi

propil metil selulosa yang berfungsi sebagai agen pembentuk gel.

Hidroksi propil metil selulosa merupakan agen pembentuk gel yang aman

digunakan karena tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe, 2009). Evaluasi

sediaan tabir surya dilakukan dengan uji mutu fisik sediaan yang meliputi uji

organoleptis, pH, viskositas, homogenitas, uji iritasi, uji mikroskopik, dan uji nilai

SPF sediaan sebagai tabir surya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Apakah avobenzone dan oktilmetoksisinamat dapat diformulasikan

sebagai sediaan emulgel menggunakan HPMC dan Tween 20 ?

b. Apakah perbedaan konsentrasi Tween 20 berpengaruh terhadap

stabilitas sediaan emulgel?

c. Apakah sediaan emulgel yang dihasilkan memiliki aktivitas

sebagai tabir surya ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini

adalah :

a. Avobenzone dan oktilmetoksisinamat dapat diformulasikan

sebagai sediaan emulgel menggunakan HPMC dan Tween 20.

b. Perbedaan konsentrasi Tween 20 berpengaruh terhadap stabilitas

(19)

4

c. Sediaan emulgel yang dihasilkan memiliki aktivitas sebagai tabir

surya.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Memformulasi avobenzone dan oktilmetoksisinamat sebagai

sediaan emulgel menggunakan HPMC dan Tween 20.

b. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi Tween 20 terhadap

stabilitas sediaan emulgel.

c. Mengetahui apakah sediaan emulgel yang dihasilkan memiliki

aktivitas sebagai tabir surya.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Menambah informasi dalam ilmu pengetahuan mengenai bentuk

sediaan emulgel menggunakan HPMC dan Tween 20 yang

mengandung avobenzone dan oktilmetoksisinamat.

b. Menambah informasi dalam ilmu pengetahuan mengenai pengaruh

penggunaan Tween 20 terhadap stabilitas sediaan emulgel.

c. Menambah informasi dalam ilmu pengetahuan mengenai aktivitas

(20)

5 1.6 Kerangka Pikir

Latar belakang Tujuan Variabel bebas Variabelterikat Parameter

(21)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti

pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan

sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan

keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya

sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap

tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu:

a) Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar

b) Dermis (korium, kutis, kulit jangat).

Dibawah dermis terdapat Subkutis atau jaringan lemak bawah kulit (Tranggono

dan Latifah, 2007).

Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik

karena kosmetik dipakai pada epidermis itu.Meskipun ada beberapa jenis

kosmetik yang digunakan sampai ke dermis, namun tetap penampilan epidermis

yang menjadi tujuan utama (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Fungsi Kulit

Fungsi kulit adalah sebagai sawar utama antara tubuh dan lingkungan

hidup yang terdiri atas berbagai macam agen, baik fisik maupun kimia seperti

(22)

7

lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit. Radiasi solar

adalah agen fisik utama yang dapat membahayakan kulit kita.Kerusakan kulit

tersebut terjadi akibat adanya komponen sinar ultraviolet dari sinar matahari yang

mencapai bumi kita (Wasitaatmadja, 1997).

Ada dua macam komponen sinar ultraviolet yang mencapai bumi, yaitu

UVA (320-400 nm) dan UVB (290-320 nm). UVB merupakan komponen yang

mempunyai daya rusak tinggi pada kulit, sedangkan UVA lebih condong dapat

merusak kulit dengan bantuan fotosinsitizer kimia baik alami maupun sintesis

yang terdapat pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

2.3 Tabir Surya

Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk

maksud memantulkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama

daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah

terjadinya gangguan kulit karena cahaya matahari (Ditjen POM, 1985).

Ada 2 macam tabir surya, yaitu :

1. Tabir surya kimia, meliputi PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat,

antranilat, yang dapat mengabsorbsi hampir 95% radiasi sinar UVB yang

dapat menyebabkan sunburn (eritema) dan menghalangi UVA penyebab

direct tanning, kerusakan sel elastin, actinitic skin damage, dan timbulnya

kanker kulit.

2. Tabir surya fisik, misalnya titanium dioksida, Mg silikat, seng oksida, red

petrolatum dan kaolin, yang dapat memantulkan sinar. Tabir surya fisik dapat

(23)

8

Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan

kombinasi antara tabir surya kimia dan tabir surya fisik, bahkan ada yang

menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetik

(Wasitaatmadja, 1997).

Kemampuan menahan sinar ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam faktor

proteksi sinar (Sun Protecting Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis

minimal yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi tabir

surya dengan yang tidak. Nilai SPF ini berkisar antara 0 sampai 100, dan

kemampuan tabir surya yang dianggap baik berada di atas 15. Pathak membagi

tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut :

1. Minimal bila SPF antara 2-4, contoh salisilat, antranilat.

2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat, benzofenon.

3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivat PABA.

4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA

5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non PABA,dan

Fisik (Wasitaatmadja, 1985).

Tabel 2.1 Tabir surya yang diizinkan untuk digunakan Bahan aktif tabir surya Konsentrasi

Maksimum % (Amerika Serikat)

(24)

9

Oktisalat (Oktil salisilat) 5 5

Oksibenzon 6 10

Padimat O 8 8

Ensulizol (Asam sulfonat fenilbenzimidazol)

2.4 Proteksi Terhadap Ultraviolet

Perlindungan dari paparan radiasi UV menyebabkan penurunan risiko

untuk perkembangan kanker kulit. Oleh karena itu, fotoproteksi optimal secara

teratur menggunakan tabir surya, mengenakan pakaian pelindung, termasuk

menghindari paparan UV jika dimungkinkan. Rekomendasi untuk fotoproteksi

yang mencakup ketiga pendekatan ini paling efektif dalam mengurangi resiko

kanker kulit. Tabir surya bekerja terutama melalui dua mekanisme: (i)

menghamburkan dan refleksi energi UV, dan (ii) penyerapan energi UV. Banyak

tabir surya saat ini mengandung bahan-bahan yang bekerja melalui kedua

mekanisme baik dalam hal perlindungan UV. Faktor yang paling penting untuk

menentukan efektivitas tabir surya adalah Sun Protection Factor (SPF).

Pengukuran SPF menunjukkan kemampuan tabir surya untuk mencegah

terjadinya eritema pada paparan radiasi UV, terutama UVB. Nilai SPF

didefinisikan sebagai perbandingan energi UVB yang dibutuhkan untuk

menghasilkan eritema minimal pada kulit yang dilindungi dengan eritema yang

sama pada kulit yang tidak dilindungi dalam individu yang sama. Untuk contoh,

seorang individu menggunakan tabir surya SPF 4 akan mengambil empat kali

(25)

10

dibandingkan dengan ketika individu tidak memiliki perlindungan. Food and

Drug Administration (FDA) yang mengawasi pemasaran dan distribusi

produk-produk tabir surya di Amerika Serikat, menyarankan bahwa tabir surya harus

menyediakan setidaknya nilai SPF 2. Kebanyakan di pasaran tersedia produk tabir

surya memiliki nilai SPF yang melebihi perlindungan minimum. Nilai SPF tabir

surya terutama mengukur kemampuan untuk melindungi terhadap radiasi UVB

dan tidak cukup mengatasi efek UVA (Draelos, 2006).

2.5 Sun Protecting Factor (SPF)

Efektivitas dari suatu sediaan tabir surya dapat ditunjukkan salah satunya

adalah dengan nilai sun protecting factor (SPF), yang didefinisikan sebagai

jumlah energi UVB yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose

(MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan jumlah

energi UVB yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang tidak

diberikan perlindungan (Wood et al, 2000; Wolf et al, 2001).

Minimal erythema dose (MED) didefinisikan sebagai waktu jangka waktu

terendah atau dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan

terjadinya erythema (Wood et al, 2000; Wolf et al, 2001).

Secara sederhana SPF dapat dirumuskan sebagai berikut :

SPF = minimal erythema dose in sunscreen protected skin minimal erythema dose in nonsuscreen protected skin

Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in

vitro. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro secara umum dibagi dalam dua

tipe. Tipe pertama adalah dengan cara mengukur serapan atau transmisi radiasi

(26)

11

yang kedua adalah dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya

menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasill pengenceran dari

tabir surya yang diuji (Fourneron et al, 1999; Gordon, 1993; Mansur et al, 1986;

Pissavini et al, 2003; Walters et al, 1997).

Mansur (1986), mengembangkan suatu persamaan matematis untuk

mengukur nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer.

Persamaannya adalah sebagai berikut :

SPF = CF x x EE x I

Dimana : EE = Spektrum efek eritemal

I = Intensitas spektrum sinar

Abs = Serapan produk tabir surya

CF = Faktor koreksi (= 10)

Tabel 2.2 Ketetapan nilai EE x I (Sayre et al, 1979)

Panjang gelombang (nm) Nilai EE x I

290 0,0150

295 0,0817

300 0,2874

305 0,3278

310 0,1864

315 0,0839

320 0,0180

2.6 Avobenzone

Avobenzone atau dikenal dengan nama lain yaitu Butil

Metoksidibenzoilmetan disetujui untuk digunakan oleh FDA pada tahun 1997,

merupakan serbuk putih yang larut dalam minyak yang menunjukkan baik pada

absorbansi UVA (lamda maks. 358). Avobenzone dapat digunakan sendiri atau

(27)

12

• Dietanolamin metoksisinamat (saat ini tidak disetujui FDA)

• Dioksibenzone

• Oktokrilene

• Oktinosat

• Oktisalat

• Oksibenzone

• Sulisobenzone

• Trolamin Salisilat (Rieger, 2000).

Gambar 2.1 Rumus bangun Avobenzone (Sumber : USP 32- NF 27, 2009). 2.7 Oktil Metoksisinamat

Oktil metoksisinamat adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam

sediaan tabir surya. Oktil metoksisinamat tergolong dalam tabir surya kimia yang

melindungi kulit dengan cara menyerap energi dari radiasi UVB dan

mengubahnya menjadi energi panas. Senyawa-senyawa golongan ini menyerap

radiasi UVB dan mengubahnya ke dalam bentuk radiasi dengan panjang

gelombang yang lebih besar. Radiasi yang diserap senyawa ini menyebabkan

molekulnya tereksitasi ke bentuk yang memiliki energi lebih besar daripada

ground state. Dan ketika molekul yang tereksitasi ini kembali ke keadaan ground

state, energi diemisikan dalam bentuk yang lebih rendah daripada energi yang

(28)

13

2-etilheksil 4-metoksisinamat atau oktinosat adalah senyawa golongan

sinamat yang menyerap sinar pada panjang gelombang 290-320 nm pada daerah

UVB. Saat terekspos ke cahaya, oktilmetoksisinamat berubah menjadi bentuk

yang memiliki kemampuan absorbsi lebih rendah (dari bentuk trans- menjadi

bentuk cis-) sehingga menurunkan efektifitasnya (Barel et al, 2001).

Gambar 2.2 Rumus bangun Oktil Metoksisinamat (Sumber :Merck Index, 2001). 2.8 Emulgel

Emulgel adalah emulsi, baik itu tipe minyak dalam air (M/A) maupun air

dalam minyak (A/M), yang dibuat menjadi sediaan gel dengan mencampurkan

bahan pembentuk gel (Mohamed, 2004; Jain et al, 2010; Bhanu et al, 2011).

Sedangkan emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika

yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu

diantaranya didispersikan sebagai globul-globul dalam fase cair lain (Martin et al,

1993). Fase tersebut terdiri atas fase hidrofil, umumnya adalah air, dan fase lipofil

(hidrofob) yaitu minyak mineral, minyak tumbuhan, atau pelarut lipofil seperti

kloroform, benzene, dan sebagainya. Untuk menstabilkan emulsi dibutuhkan

emulgator atau bahan pengemulsi (Voight, 1995).

Emulsi sering digunakan sebagai bentuk sediaan topikal karena memiliki

tingkat elegan tertentu dan dapat dengan mudah dicuci dengan air kapanpun bila

diinginkan. Emulsi juga memiliki kemampuan penetrasi yang tinggi dalam

(29)

14

penampilan, kelicinan, dan kekentalannya untuk dibuat suatu sediaan emulsi

kosmetik atau dermatologis (Mohamed, 2004).

Terdapat dua tipe emulsi sederhana, yaitu emulsi air dalam minyak (A/M)

dan emulsi minyak dalam air (M/A). Emulsi air dalam minyak terbentuk bila

medium pendispersi/fase kontinu/fase luar adalah minyak dan fase terdispersi/fase

dalam adalah air, sedangkan emulsi minyak dalam air merupakan minyak sebagai

fase dalam didispersikan didalam fase kontinu air (Martin et al, 1993). Baik

emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak telah banyak digunakan sebagai

bahan pembawa untuk menghantarkan obat melalui rute pemberian topikal

(Mohamed, 2004). Namun emulsi minyak dalam air merupakan tipe emulsi yang

paling banyak digunakan karena lebih mudah dihilangkan dari kulit serta tidak

mengotori pakaian. Basis ini disebut dengan basis tercuci. Kerugian dari basis ini

adalah air dapat menguap serta bakteri dan jamur lebih mudah tumbuh sehingga

memerlukan pengawet (Panwar et al, 2011).

Pada emulgel, emulsi dicampurkan kedalam basis gel yang telah dibuat

secara terpisah. Kapasitas gel dari sediaan emulgel membuat formulasi emulsi

menjadi lebih stabil karena adanya penurunan tegangan permukaan dan tegangan

antar muka secara bersamaan dengan meningkatnya viskositas dari fase air

(Khullar et al, 2012). Emulgel memilki karakteristik yang dimiliki oleh suatu

sediaan emulsi dan gel sehingga memiliki tingkat penerimaan oleh pasien yang

tinggi. Oleh karena itu emulgel saat ini telah banyak digunakan sebagai pembawa

dalam sediaan topikal (Panwar et al, 2011).

Dibandingkan dengan sediaan lain, emulgel memiliki beberapa kelebihan,

(30)

15

a. Dapat membawa obat yang bersifat hidrofobik dan tidak larut air. Obat-obat

hidrofobik tidak dapat dicampurkan secara langsung kedalam basis gel biasa

karena kelarutan menjadi penghalang utama dan menjadi masalah ketika obat

akan dilepaskan. Emulgel membantu mencampurkan obat hidrofobik kedalam

fase minyak lalu globul minyak tersebut didispersikan dalam fase air dengan

mencampurkannya pada basis gel

b. Stabilitas yang lebih baik. Sediaan transdermal/topikal lain memiliki stabilitas

yang lebih rendah bila dibandingkan dengan emulgel. Misalnya sediaan

serbuk bersifat higroskopis, krim yang menunjukkan inversi fase atau

breaking dan salep dapat menjadi tengik karena menggunakan basis

berminyak.

c. Kapasitas penyerapan obat lebih baik bila dibandingkan dengan sistem

partikulat seperti niosom dan liposom. Niosom dan liposom yang berukuran

nano dan merupakan struktur vesikular dapat terjadi kebocoran sehingga

dapat menyebabkan efisiensi penyerapan yang lebih rendah. Sedangkan gel

yang merupakan konstituen dengan jaringan yang lebih luas dapat menyerap

obat lebih baik.

d. Memungkinkan biaya produksi yang lebih rendah. Pembuatan emulgel terdiri

dari tahapan yang pendek dan sederhana sehingga memungkinkan untuk

diproduksi. Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan untuk memproduksi

emulgel. Selain itu, bahan yang digunakan merupakan bahan yang mudah

dijangkau secara ketersediaan dan ekonomis.

e. Tidak memerlukan proses sonikasi yang intensif. Dalam membuat molekul

(31)

16

degradasi obat. Namun, permasalahan ini tidak ditemui ketika membuat

emulgel karena tidak memerlukan sonikasi.

f. Emulgel dapat dibuat menjadi sediaan lepas terkendali untuk obat-obat

dengan waktu paruh pendek (Panwar et al, 2011).

Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dengan gel dengan

perbandingan tertentu.Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan

emulgel adalah gelling agent yang dapat meningkatkan viskositas, emulsifying

agent untuk menghasilkan emulsi yang stabil, humektan dan pengawet. Syarat

sediaan emulgel sama seperti syarat untuk sediaan gel, yaitu untuk penggunaan

dermatologi harus mempunyai syarat sebagai berikut : tiksotropik, mempunyai

daya sebar yang mudah melembutkan, dapat bercampur dengan beberapa zat

tambahan (Mohamed, 2004).

Emulgel merupakan emulsi, baik minyak dalam air (m/a) maupun air

dalam minyak (a/m) yang dicampurkan bersama agen pembentuk gel sehingga

membentuk emulgel.Bentuk sediaan emulgel lebih disukai oleh pasien karena

memiliki keuntungan sifat emulsi dan gel. Oleh karena itu, emulgel digunakan

sebagai pembawa berbagai macam obat pada kulit (Mohamed, 2004).

2.9 Teori Emulsifikasi

Beberapa teori emulsifikasi berikut menjelaskan bagaimana zat

pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling

bercampur:

a. Adsorpsi Monomolekuler

Surfaktan, atau amfifil, mengurangi tegangan antarmuka karena

(32)

17

Tetesan terdispersi dilapisi oleh suatu lapisan tunggal koheren yang membantu

mencegah penggabungan antara dua tetesan ketika satu sama lain mendekat.

Idealnya, lapisan selaput tersebut bersifat fleksibel sehingga mampu membentuk

kembali dengan cepat jika pecah atau terganggu. Efek lain yang meningkatkan

stabilitas adalah adanya muatan permukaan yang akan menyebabkan

tolak-menolak antara partikel-partikel yang berdekatan (Sinko, 2006).

Pada praktiknya, sekarang ini kombinasi bahan pengemulsi lebih sering

digunakan daripada pengemulsi tunggal dalam pembuatan emulsi. Pada tahun

1940, Schulman dan Cockbain untuk pertama kalinya mengetahui perlunya

pengemulsi hidrofilik terutama dalam fase air dan bahan hidrofobik dalam fase

minyak untuk membentuk suatu selaput kompleks pada antarmuka. Tiga

campuran bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air digambarkan pada

Gambar 2.3. Kombinasi natrium setil sulfat dan kolesterol menyebabkan

terbentuknya suatu selaput kompleks Gambar 2.3a, yang menghasilkan emulsi

yang sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol zat tunggal tidak

membentuk selaput yang terkondensasi atau tersusun rapat Gambar 2.3, dan

karenanya, kombinasi keduanya menghasilkan emulsi yang tidak baik. Pada

Gambar 2.3c, setil alkohol dan natrium oleat menghasilkan selaput yang tersusun

rapat, tetapi kompleksasinya terabaikan sehingga juga menghasilkan suatu emulsi

yang buruk.

Atlas – ICI menganjurkan untuk mengkombinasi Tween yang hidrofilik

dengan Span yang lipofilik, dengan memvariasikan perbandingannya untuk

menghasilkan emulsi m/a atau a/m yang diinginkan. Boyd dkk membahas

(33)

18

Pada Gambar 2.4, bagian hidrokarbon molekul Span 80 (Sorbitan monoleat)

berada dalam globul minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Kepala

sorbitan yang besar pada molekul Span mencegah ekor-ekor hidrokarbon

bergabung rapat dalam fase minyak. Ketika Tween 40 (polioksietilen sorbitan

monopalmitat) ditambahkan, senyawa ini mengarah pada antarmuka dengan ekor

hidrokarbonnya berada dalam fase minyak, sedangkan sisa rantainya, bersama

dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air.Rantai

hidrokarbon molekul Tween 40 teramati berada dalam globul minyak diantara

rantai-rantai Span 80, dan orientasi ini menghasilkan tarik-menarik van der Waals

yang efektif. Dengan cara ini, selaput antarmuka diperkuat dan stabilitas emulsi

m/a ditingkatkan terhadap penggabungan partikel (Sinko, 2006).

(34)

19

Gambar 2.4 Skema tetesan minyak dalam emulsi minyak-air, menunjukkan orientasi molekul Tween dan Span pada antarmukanya (Martin et al, 1993).

Tipe emulsi yang dihasilkan, m/a atau a/m, terutama bergantung pada sifat

bahan pengemulsi. Karakteristik ini disebut sebagai kesimbangan hidrofil-lipofil

(hydrophile-lipophile balance, HLB). Surfakatan merupakan suatu pengemulsi,

bahan pembasah, detergen, atau bahan pelarut dapat diperkirakan dari harga HLB

(Sinko, 2006).

b. Adsorpsi Multimolekuler dan Pembentukan Selaput

Koloid lipofilik terhidrasi telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai

bahan pengemulsi, meskipun penggunaannya menurun karena saat ini banyak

(35)

20

aktif permukaan karena tampak pada antarmuka minyak-air. Namun, koloid ini

berbeda dari bahan aktif permukaan sintetis, yaitu tidak menyebabkan penurunan

tegangan antarmuka yang berarti dan zat ini membentuk suatu lapisan

multimolekuler dan bukan lapisan monomolekuler pada antarmuka. Kerja koloid

ini sebagai bahan pengemulsi terutama disebabkan oleh efek yang kedua karena

selaput yang terbentuk kuat dan mencegah penggabungan. Suatu efek pembantu

yang meningkatkan stabilitas adalah peningkatkan viskositas medium dispersi

yang signifikan. Karena bahan pengemulsi yang membentuk multilapisan di

sekitar tetesan selalu hidrofilik, bahan pengemulsi tersebut cenderung

menyebakan pembentukan emulsi m/a (Sinko, 2006).

c. Adsorpsi Partikel Padat

Partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi hingga derajat tertentu oleh

minyak dan air dapat bekerja sebagai bahan pengemulsi. Hal ini disebabkan

partikel padat tersebut menghasilkan suatu selaput partikulat di sekitar tetesan

terdispersi sehingga mencegah penggabungan. Serbuk yang lebih mudah dibasahi

dengan air membentuk emulsi m/a, sedangkan yang lebih mudah dibasahi dengan

minyak membentuk emulsi a/m (Sinko, 2006).

2.10 Stabilitas Emulsi Terhadap Ukuran Partikel

Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika :

a) fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk

membentuk agregat dari bulatan-bulatan.

b) jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau

turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari

(36)

21

Menurut persamaan Stokes, laju pemisahan dari fase terdispersi dari suatu

emulsi dapat dihubungkan dengan faktor-faktor seperti, ukuran partikel dari fase

terdispersi, perbedaan dalam kerapatan antarfase, dan viskositas fase luar. Perlu

diingat bahwa laju pemisahan ditingkatkan oleh makin besarnya ukuran partikel

fase dalam, makin besarnya perbedaan kerapatan antara kedua fase, dan

berkurangnya viskositas fase luar. Oleh karena itu untuk meningkatkan stabilitas

suatu emulsi, bulatan atau ukuran partikel harus dibuat sehalus mungkin,

perbedaan fase terdispersi dan fase luar harus sekecil mungkin dan viskositas fase

luar harus cukup tinggi (Ansel, 1989).

2.11 Ketidakstabilan Emulsi

Emulsi yang secara termodinamika tidak stabil umumnya disebabkan oleh

tingginya energi bebas permukaan yang terbentuk. Hal ini terjadi karena pada

proses pembuatannya luas permukaan salah satu fase akan bertambah berlipat

ganda, sedangkan seluruh sistem cenderung kembali kepada posisinya yang paling

stabil, yaitu pada saat energi bebasnya paling rendah. Oleh karena itu,

globul-globul akan bergabung sampai akhirnya sistem memisah kembali. Berdasarkan

fenomena tersebut dikenal beberapa peristiwa ketidakstabilan emulsi yaitu

flokulasi, creaming, koalesen, dan demulsifikasi (Lund, 1994).

Flokulasi dan creaming terjadi karena penggabungan kembali globul

terdispersi yang disebabkan oleh adanya energi bebas permukaan. Flokulasi

adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya

tidak beraturan di dalam emulsi, sedangkan creaming adalah suatu peristiwa

terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam

(37)

22

kedua peristiwa tersebut, emulsi masih dapat diperbaiki melalui pengocokan

(Lund, 1994).

Koalesen dan demulsifikasi terjadi bukan semata-mata karena energi

bebas permukaan tetapi juga disebabkan oleh ketidaksempurnaan pelepasan

globul. Koalesen adalah peristiwa terjadinya penggabungan globul-globul menjadi

lebih besar, sedangkan demulsifikasi terjadi akibat proses lanjutan dari koalesen.

Untuk kedua peristiwa ini, emulsi tidak dapat diperbaiki melalui pengocokan

(Lund, 1994).

Ketidakstabilan emulsi yang lain adalah terjadinya inversi fase. Inversi

fase terjadi bila emulsi yang semula merupakan emulsi minyak dalam air (m/a)

berubah menjadi emulsi air dalam minyak (a/m). Inversi fase dapat terjadi karena

jumlah fase terdispersi ditingkatkan hingga mencapai atau melebihi batas

maksimum yaitu 74% dari volume total, perubahan suhu, atau penambahan bahan

yang dapat mengganggu kestabilan emulsi. Inversi fase juga dapat terjadi karena

penggunaan peralatan yang kotor atau prosedur pencampuran yang salah (Lund,

1994).

2.12 Analisis Ukuran Partikel

Mikromimetik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil, salah satunya adalah partikel. Dalam bidang kefarmasian terdapat beberapa informasi

yang perlu diperoleh dari partikel, yaitu bentuk dan luas permukaan partikel serta

ukuran partikel dan distribusi partikel. Data tentang ukuran partikel diperoleh

dalam diameter partikel dan distribusi diameter partikel, sedangkan bentuk

partikel member gambaran tentang luas permukaan spesifik partikel dan

(38)

23

Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya

menggunakan satu alat yaitu mikroskop yang bukan merupakan alat yang rumit

dan memerlukan penanganan khusus. Kerugian dari metode mikroskopik adalah

bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dua dimensi dari partikel tersebut yaitu

diameter, selain itu jumlah partikel yang harus dihitung sekitar 200-500 partikel

agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi, sehingga metode ini

membutuhkan waktu dan ketelitian (Martin et al, 1993).

Setiap kumpulan partikel biasanya berupa polidispersi. Oleh sebab itu,

perlu untuk mengetahui tidak hanya ukuran partikel tertentu, tetapi juga jumlah

partikel berukuran sama yang terdapat dalam sampel. Jadi, kita membutuhkan

suatu perkiraan kisaran ukuran yang ada dan banyaknya atau berat fraksi setiap

ukuran partikel atau disebut juga dengan distribusi partikel (Sinko, 2006).

Berdasarkan distribusi partikel ini kita dapat menghitung ukuran partikel

rerata untuk sampel tersebut. Distribusi ukuran partikel dilihat dengan cara

memplotkan jumlah partikel yang terletak dalam suatu kisaran ukuran tertentu

terhadap kisaran ukuran atau ukran partikel rata-rata, maka akan diperoleh kurva

distribusi frekuensi. Dari kurva distribusi frekuensi dapat dilihat juga ukuran

(39)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi

pembuatan sediaan emulgel, penentuan mutu fisik sediaan meliputi uji

homogenitas, penentuan tipe emulsi, uji viskositas, penentuan pH, pengamatan

stabilitas sediaan, uji iritasi terhadap kulit serta pengujian nilai SPF sediaan

sebagai tabir surya. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kosmetologi dan

Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas ukur (Pyrex), gelas

beker (Pyrex), mortir dan stamfer, gelas arloji, cawan porselin, batang pengaduk,

objek glass, neraca analitik (Boeco Germany), viskometer brokfield, pH meter

(Hanna), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), dan Mikroskop (Boeco

Germany).

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah avobenzone,

oktilmetoksisinamat, HPMC, paraffin cair, Tween 20, metil paraben, propil

paraben, propilen glikol, aquadest, dan etanol.

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi sediaan berjumlah 9 orang

dengan kriteria sebagai berikut :

1. Wanita berkulit sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

(40)

25

4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985).

3.4 Formulasi Sediaan

3.4.1 Formulasi modifikasi emulgel tabir surya (Dzuhro, 2011). Tabel 3.1 Persentase komposisi bahan dalam emulgel

Bahan basis gel Formula

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

Bahan basis emulsi Formula

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

3.4.2 Prosedur Pembuatan Emulgel

Pada proses pembuatan emulgel, dibuat terlebih dahulu masing-masing

komponen gel dan emulsi, selanjutnya kedua komponen tersebut dicampurkan

dengan perbandingan sama banyak (1:1). Prosedur pembuatan emulgel sebagai

berikut :

1. Dalam lumpang pertama, HPMC dikembangkan dengan air panas (suhu

800C) sebanyak 86,2 ml selama setengah jam, dan digerus kuat hingga

(41)

26

metil paraben (Nipagin) dan propil paraben (Nipasol) dilarutkan dalam

propilen glikol dan ditambahkan kedalam basis gel hingga membentuk

massa gel (massa 1).

2. Dalam lumpang kedua, dimasukkan avobenzone dan oktilmetoksisinamat

digerus hingga homogen.

3. Fase minyak disiapkan : Paraffin cair dipanaskan dalam cawan penguap

diatas penangas air 70-800C.

4. Fase air disiapkan : Tween 20 dilarutkan dalam sisa aquadest dan

dipanaskan dalam cawan penguap diatas penangas air 70-800C.

5. Fase minyak dan fase air ditambahkan ke dalam lumpang kedua, lalu

digerus hingga homogen dan membentuk emulsi (massa 2).

6. Massa 2 dimasukkan ke dalam massa 1 dengan rasio 1:1 dan gerus

homogen hingga membentuk emulgel (Dzuhro, 2011).

3.5 Penentuan Mutu Fisik Sediaan Emulgel 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas

Penentuan homogenitas dilakukan dengan cara :

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca dan diamati

apakah sediaan menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya

butiran kasar ( Ditjen POM, 1979).

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan diatas objek gelas, ditambahkan 1

tetes metilen biru, diaduk menggunakan batang pengaduk.Tutup dengan kaca

(42)

27

sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti

sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM, 1985).

3.5.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar

netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan

harga pH tersebut. Kemudiaan elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan

dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,25 gram

sediaan dan dilarutkan dalam 25 ml air suling. Kemudiaan elektroda dicelupkan

dalam larutan tersebut.Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan.

Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.5.4 Pengamatan perubahan viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sediaan emulgel dimasukkan

ke dalam beaker glass 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai. Pengukuran

ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Pemeriksaan ini menggunakan

viskometer Brookfield DV-E.

3.5.5 Pengamatan stabilitas sediaan

Pengamatan dilakukan dengan cara melihat pecah atau tidaknya emulsi,

pemisahan fase, perubahan warna, bentuk dan bau dari sediaan emulgel yang telah

mengalami penyimpanan selama 1, 4, 8, 12 minggu pada temperatur kamar.

3.5.6 Ukuran partikel dan distribusi partikel terdispersi

Pemeriksaan stabilitas sediaan meliputi ukuran partikel dan distribusi

partikel terdispersi menggunakan mikroskop. Ukuran partikel terdispersi

(43)

28

sebuah layar dan dilakukan pemotretan dari slide yang sudah disiapkkan. Pada

sistem ini akan muncul ukuran partikel dalam bentuk pixel selanjutnya diubah

kedalam bentuk µm (1 pixel= 264,58334 µm). Dari hasil pengamatan kemudian di

plot grafik waktu versus ukuran partikel terdispersi sehingga diamati perubahan

ukuran partikel terdispersi. Ukuran rata-rata partikel terdispersi yang semakin

kecil menandakan produk emulsi semakin stabil.

Distribusi partikel terdispersi ditentukan dengan memplot ukuran partikel

versus jumlah partikel sehingga diperoleh kurva distribusi partikel terdispersi

(Sinko, 2006).

3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 9 orang sukarelawan yang menggunakan

sediaan emulgel yang stabil yaitu formula 7 (Tween 20 3%) dengan cara :

Sejumlah tertentu emulgel dioleskan dibelakang telinga, kemudian biarkan selama

12 jam (siang) selama 2 hari berturut-turut (Wasitaatmadja, 1997).

3.7 Penentuan Nilai SPF Sediaan

Penentuan nilai SPF menggunakan Metode Mansur.Spektrum serapan

sampel diperoleh dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 290-400 nm dengan menggunakan etanol sebagai blanko. Penentuan

ini dilakukan dengan cara ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dengan pelarut

etanol 96% dalam labu takar 100 ml dan disaring menggunakan kertas saring, lalu

dipipet 5 ml dari larutan tersebut, dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan

ditambahkan dengan etanol 96% hingga garis tanda. Lalu dipipet 5 ml dari labu

(44)

29

etanol 96% sampai garis tanda. Larutan yang terakhir ini diukur serapannya

dengan spektrofotometer UV-Vis.

Nilai serapan yang diperoleh dikalikan dengan EE x I untuk

masing-masing interval.Jumlah EE x I yang diperoleh dikalikan dengan faktor koreksi

akhirnya diperoleh nilai SPF dari sampel yang diuji.

Cara perhitungan SPF menurut metode Mansur :

SPF = CFx

x EE x I

Dimana : EE = Spektrum efek eritemal

I = Intensitas spektrum sinar

Abs = Serapan produk tabir surya

CF = Faktor koreksi (= 10)

Tabel 3.2 Ketetapan nilai EE x I (Sayre et al, 1979)

Panjang gelombang (nm) Nilai EE x I

290 0,0150

295 0,0817

300 0,2874

305 0,3278

310 0,1864

315 0,0839

320 0,0180

a) Serapan diukur pada panjang gelombang 290, 295, 300, 305, 310, 315, dan

320 nm.

b) Nilai serapan yang diperoleh dikalikan dengan nilai EE x I untuk

masing-masing panjang gelombang.

c) Hasil perkalian serapan dan EE x I dijumlahkan.

d) Hasil penjumlahan kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang nilainya

(45)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Formulasi Emulgel

Pada penelitian ini dihasilkan sediaan emulgel yang berwarna putih susu,

dan tidak berbau. Formulasi sediaan emulgel terdiri dari avobenzone sebagai

bahan tabir surya penyerap UVA dengan konsentrasi 3% dan oktilmetoksisinamat

(OMC) sebagai penyerap UVB dengan konsentrasi 7,5% (Rieger, 2000).

Penggunaan paraffin cair dalam formula ini sebagai fase minyak dengan

konsentrasi 7,5%, konsentrasi yang biasa digunakan untuk sediaan topikal adalah

1-32% (Rowe et al, 2009). Tween 20 dalam formula ini berfungsi sebagai

emulgator hidrofilik dengan variasi konsentrasi 0,1, 0,5, 1, 1,5, 2, 2,5, dan 3%.

Tween 20 selain digunakan sebagai emulgator hidrofilik juga sebagai

surfaktan nonionik. Oleh karena itu, surfaktan tersebut dapat menurunkan

tegangan permukaan pada fase emulsi (Rowe et al, 2009).

Bahan pembentuk gel yang digunakan yaitu HPMC yang merupakan

serbuk warna putih yang larut dalam air dingin. HPMC memerlukan air 20-30%

untuk membuatnya menjadi gel dengan pengadukan yang kencang serta suhu 800

-900C. HPMC juga digunakan sebagai zat pengemulsi, agen pensuspensi, dan agen

penstabil (Rowe et al, 2009).

` Propilen glikol dalam formula ini berfungsi sebagai humektan untuk

menjaga kelembaban kulit pada konsentrasi 1-15%. Propilen glikol juga berfungsi

sebagai pelarut pengawet yaitu metil paraben dan propil paraben (Rowe et al,

(46)

31 4.2 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Penentuan homogenitas sediaan Tabel 4.1 Pengamatan homogenitas sediaan

No Formula Homogenitas sediaan emulgel

Homogen Tidak homogen

1 F1 √ -

Keterangan: F1: Konsentrasi Tween 20 (0,1 %) F5:Konsentrasi Tween 20 (2%) F2: Konsentrasi Tween 20 (0,5%) F6:Konsentrasi Tween 20 (2,5%) F3: Konsentrasi Tween 20 (1%) F7: Konsentrasi Tween 20 (3%) F4: Konsentrasi Tween 20 (1,5%)

Dari hasil uji homogenitas sediaan yang dapat dilihat pada tabel diatas,

sediaan emulgel menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya

butiran kasar ( Ditjen POM, 1979).

4.2.2 Tipe emulsi sediaan

Tabel 4.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

No Formula Tipe emulsi

Keterangan: F1: Konsentrasi Tween 20 (0,1 %) F5: Konsentrasi Tween 20 (2%) F2: Konsentrasi Tween 20 (0,5%) F6: Konsentrasi Tween 20 (2,5%) F3: Konsentrasi Tween 20 (1%) F7: Konsentrasi Tween 20 (3%) F4: Konsentrasi Tween 20 (1,5%) m/a: minyak dalam air

(47)

32

Dari hasil uji tipe emulsi yang dapat dilihat pada tabel diatas bahwa

penentuan tipe emulsi dapat dilihat dengan menggunakan metilen biru. Dalam

emulsi, air merupakan fase eksternal apabila emulsi bertipe m/a, maka metilen

biru akan terlarut dan berdifusi merata dalam air (Sinko, 2006).

4.2.3 Penentuan pH sediaan

Tabel 4.3 Pengaruh pH sediaan selama penyimpanan

Formula pH (minggu)

1 4 8 12

F1 5,33 5,10 4,86 4,83

F2 5,33 5,33 5,10 5,00

F3 5,67 5,43 5,30 5,13

F4 5,83 5,76 5,50 5,40

F5 5,86 5,80 5,53 5,57

F6 6,06 5,96 5,73 5,70

F7 6,16 6,00 5,90 5,86

Keterangan: F1: Konsentrasi Tween 20 (0,1 %) F5: Konsentrasi Tween 20 (2%) F2: Konsentrasi Tween 20 (0,5%) F6: Konsentrasi Tween 20 (2,5%) F3: Konsentrasi Tween 20 (1%) F7: Konsentrasi Tween 20 (3%) F4: Konsentrasi Tween 20 (1,5%)

Gambar 4.1 Pengaruh pH sediaan selama penyimpanan

Hasil pengujian pH sediaan menunjukkan semakin tinggi konsentrasi

(48)

33

selama 12 minggu pada suhu kamar menunjukkan sedikit penurunan pH, namun

pH sediaan masih sesuai dengan pH kulit yaitu antara 4,5 – 6,5 sehingga aman

digunakan dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Tranggono, dan Latifah.,

2007).

4.2.4 Pengamatan perubahan viskositas sediaan

Tabel 4.4 Pengaruh viskositas sediaan terhadap penyimpanan Formula Viskositas dalam poise (minggu)

1 4 8 12

F1 48,67 41,33 38,67 34,00

F2 52,00 45,33 40,67 39,33

F3 54,00 47,33 46,00 42,00

F4 58,67 56,00 49,33 47,67

F5 62,67 60,00 53,67 50,00

F6 66,00 63,33 60,67 55,33

F7 70,67 68,67 64,00 60,00

Keterangan: F1: Konsentrasi Tween 20 (0,1 %) F5: Konsentrasi Tween 20 (2%) F2: Konsentrasi Tween 20 (0,5%) F6: Konsentrasi Tween 20 (2,5%) F3: Konsentrasi Tween 20 (1%) F7: Konsentrasi Tween 20 (3%) F4: Konsentrasi Tween 20 (1,5%)

Gambar 4.2 Pengaruh viskositas sediaan terhadap penyimpanan

Berdasarkan hasil uji viskositas pada grafik diatas disimpulkan bahwa

(49)

34

viskositas sediaan namun seiring lamanya penyimpanan menyebabkan viskositas

menurun, hal ini disebabkan karena penurunan viskositas berhubungan dengan

pemisahan fase. Jika fase terdispersi kurang rapat dibandingkan fase kontinyu

menyebabkan creaming ke atas (Martin, 1993). Creaming pada emulgel ditandai

dengan fase emulsi berada dibagian atas dan fase gel dibagian bawah. Pemisahan

emulsi secara sempurna terjadi karena pembentukan tetesan yang lebih besar

dengan penggabungan dari tetesan yang lebih kecil (Syukri et al, 2009).

Menurut persamaan Stokes, laju pemisahan fase terdispersi dari emulsi

dapat dihubungkan dengan faktor-faktor seperti ukuran partikel dari fase

terdispersi, perbedaan dalam kerapatan antar fase dan viskositas fase luar.

4.2.5 Pengamatan stabilitas sediaan

Tabel 4.5 Pengaruh stabilitas sediaan selama penyimpanan

No Formula

Pengamatan selama penyimpanan (minggu)

Awal 1 4 8 12

Keterangan: F1: Konsentrasi Tween 20 (0,1 %) F5: Konsentrasi Tween 20 (2%) F2: Konsentrasi Tween 20 (0,5%) F6: Konsentrasi Tween 20 (2,5%) F3: Konsentrasi Tween 20 (1%) F7: Konsentrasi Tween 20 (3%) F4: Konsentrasi Tween 20 (1,5%) x: Perubahan warna

y: Perubahan bau z: Creaming

√: Terjadiperubahan -: Tidak terjadi perubahan

Pada tabel tersebut tampak bahwa semua sediaan tidak mengalami

perubahan warna dan bau selama 12 minggu penyimpanan pada suhu kamar,

(50)

35

Creaming pada emulgel terus mengalami peningkatan dengan bertambahnya

umur sediaan. Pada formula 1, 2, 3, dan 4 terbentuknya krim terjadi pada 4

minggu penyimpanan pada suhu kamar. Pada formula 5 dan 6 creaming terjadi

pada 8 minggu penyimpanan pada suhu kamar dan formula 7 terbentuknya krim

terjadi setelah 8 minggu penyimpanan. Pembentukan krim (creaming) yang

terjadi pada semua formula dapat dihomogenkan kembali dengan pengocokan

yang cukup.

Creaming menyebabkan suatu sediaan emulsi memerlukan pengocokan

untuk menjadi homogen kembali karena sebagian fase minyak mengalami

penggabungan membentuk lapisan yang lebih pekat di permukaan. Pembentukan

creaming masih diperbolehkan dalam suatu sediaan emulsi karena terjadinya

creaming bersifat reversibel, artinya dengan pengocokan yang cukup emulsi

tersebut dapat kembali homogen. Berbeda dengan koalesensi/breaking (pecahnya

sediaan emulsi) yang bersifat irreversibel (Ansel, 1989).

4.2.6 Hasil pemeriksaan ukuran partikel dan distribusi partikel terdispersi 4.2.6.1Ukuran partikel terdispersi

Hasil pengamatan mikroskopik dari emulgel tabir surya yang dibuat pada

variasi konsentrasi Tween 20 dapat dilihat pada Lampiran 11.

Dari keseluruhan gambar pada Lampiran 11, dapat kita lihat bahwa ukuran

partikel terdispersi semakin kecil dengan bertambahnya konsentrasi Tween 20,

namun selama penyimpanan 8 minggu ukuran partikel terdispersi semakin besar.

Peristiwa ini mungkin disebabkan karena fase terdispersi kurang rapat

dibandingkan fase luar sehingga menyebabkan creaming. Pengamatan diameter

(51)

36

penggabungan globul-globul minyak menjadi lebih besar pada sediaan emulsi

selama 8 minggu penyimpanan.

Tabel 4.6 Pengaruh penyimpanan terhadap ukuran rata-rata partikel terdispersi Formula Ukuran partikel terdispersi dalam µm (minggu)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

F1 29,35 29,71 31,95 33,20 34,22 36,04 36,95 38,09 45,95 F2 22,53 22,97 24,55 25,14 25,17 27,23 28,08 29,20 29,51 F3 24,05 26,82 26,85 28,38 28,89 32,02 36,59 37,92 42,29 F4 17,18 18,21 19,17 19,46 19,82 20,00 20,31 21,03 22,39 F5 18,50 18,87 19,01 19,03 19,18 19,62 19,95 22,52 22,81 F6 16,27 18,21 18,98 19,00 19,76 20,09 20,31 21,22 21,59 F7 17,36 19,54 20,06 20,18 20,51 20,55 20,66 20,79 20,89

Keterangan: F1: Konsentrasi Tween 20 (0,1 %) F5: Konsentrasi Tween 20 (2%) F2: Konsentrasi Tween 20 (0,5%) F6: Konsentrasi Tween 20 (2,5%) F3: Konsentrasi Tween 20 (1%) F7: Konsentrasi Tween 20 (3%) F4: Konsentrasi Tween 20 (1,5%)

Gambar 4.3 Pengaruh penyimpanan terhadap ukuran rata-rata partikel terdispersi.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, peningkatan konsentrasi

Tween 20 menyebabkan ukuran partikel semakin kecil. Hal ini disebabkan

semakin besar penambahan Tween 20, maka akan semakin banyak partikel

(52)

37

Faktor internal yang mempengaruhi stabilitas emulsi tergantung pada ukuran

partikel. Ukuran partikel yang semakin kecil menandakan produk emulsi yang

semakin stabil (Martin, 1993). Penggunaan kombinasi Tween yang hidrofilik dan

Span yang lipofilik mungkin akan menghasilkan produk emulsi yang lebih stabil

dibandingkan penggunaan Tween saja (Sinko, 2006).

4.2.6.2Penentuan distribusi partikel terdispersi

Hasil distribusi partikel selama 8 minggu dapat dilihat pada Lampiran 12.

Distribusi partikel masing – masing formula semakin meningkat sesuai dengan

penambahan konsentrasi Tween 20.

Menurut Patrick (2006), cara yang tepat untuk menentukan stabilitas

emulgel dengan melihat analisis ukuran-jumlah emulsi selama penyimpanan.

Pengamatan mikroskopik dapat dihentikan setelah emulsi memecah. Pengamatan

yang dilakukan hanya 8 minggu, ini dikarenakan emulgel telah memisah.

(53)

38

Gambar 4.5 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F2)

Gambar 4.6 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F3)

(54)

39

Gambar 4.8 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F5)

Gambar 4.9 Grafik distribusi partikel terhadap penyimpanan (F6)

Gambar

Gambar       Halaman
Gambar homogenitas sediaan   .....................................................
Tabel 2.1 Tabir surya yang diizinkan untuk digunakan
Gambar 2.1 Rumus bangun  Avobenzone (Sumber : USP 32- NF 27, 2009).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bacalah dengan seksama setiap pernyataan berikut ini dan beri tanda lingkaran ( Ο ) untuk nilai pencapaian tujuan diklat terhadap pernyataan tersebut pada kolom penilaian di sebelah

Aplikasi ini dibuat untuk mempermudah dalam menggambarkan grafik kuadrat yang memotong sumbu x khususnya bagi pelajar.Adapun Metode penelitian/penulisan yang digunakan adalah

Bacalah dengan seksama setiap pernyataan berikut ini dan beri tanda lingkaran ( Ο ) untuk nilai pencapaian tujuan diklat terhadap pernyataan tersebut pada kolom penilaian di sebelah

Program tes kesehatan mental ini terdiri dari lima tahapan adaptabilitas, dimana setiap tahapan mempunyai karakteristik-karakteristik yang akan menunjuk pada suatu bidang tingkah

Berikut ini yang merupakan cara merawat lingkungan adalah….. sering meruras bak

Oleh sebab itu membuat penulisan ilmiah yang ruang lingkupnya tidak jauh dari internet, yaitu tentang pembuatan website Dewa 19. Penulisan ilmiah ini, ditujukan untuk

sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Bengkulu tentang Pendaftaran Wajib Pajak Bagi Pelaku Usaha Yang Melakukan Usaha

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W7, 2015 25th International CIPA Symposium 2015, 31 August – 04