• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Taman Kupu-Kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maros Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Taman Kupu-Kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maros Sulawesi Selatan"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN TAMAN KUPU-KUPU DI TAMAN

NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

MAROS SULAWESI SELATAN

PAUL BRUGMAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Judul Penelitian : Pengelolaan Taman Kupu-Kupu Bantimurung Maros Sulawesi Selatan

Nama : Paul Brugman

NIM : E34090037

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Taman Kupu-Kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maros Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

(4)

ABSTRAK

PAUL BRUGMAN. Pengelolaan Taman Kupu-Kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maros Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan NOOR FARIKHAH HANEDA.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diketahui memiliki jenis kupu-kupu yang melimpah. Banyak dari jenis ini termasuk endemik dan digolongkan sebagai jenis dilindungi. Akibat banyaknya pemanfaatan kupu-kupu sebagai produk komersial dan objek wisata, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung membuat sebuah unit konservasi bernama resort taman kupu-kupu. Sebagai unit konservasi, taman kupu-kupu menggunakan pendekatan semi intensif dalam pengelolaannya. Taman kupu-kupu TN Babul memfokuskan pengelolaan pada 3 bagian utama yaitu: perkandangan, tumbuhan pakan, dan reproduksi. Sebanyak 12 jenis (2 famili) dilaporkan telah berhasil ditangkarkan, namun sejak 2013 jenis yang ditangkarkan menurun menjadi 4 jenis (1 famili). Jenis yang ditangkarkan dideskripsikan dengan metode venasi sayap dan warna Reichs-Ausschuß für Lieferbedingungen und Gütesicherung (Panel warna RAL). Tingkat keberhasilan penangkaran adalah sebesar 16.95%, dianalisa menggunakan tabel kehidupan. Fase larva merupakan fase yang paling rawan dalam daur hidup kupu-kupu. Tingkat kematian pada fase ini adalah 80%. Faktor yang paling menentukan tingkat keberhasilan penangkaran adalah ketersedian pakan.

Kata kunci: konservasi, penangkaran kupu-kupu, semi intensif, tabel kehidupan, tingkat keberhasilan

ABSTRACT

PAUL BRUGMAN. Management of Butterfly Garden in Bantimurung Bulusaraung National Park Maros South Sulawesi. Supervised by LIN NURIAH GINOGA and NOOR FARIKHAH HANEDA.

Bantimurung Bulusaraung National Park has been known for its richness of butterfly species. Many of these species were endemic and considered as protected species. Due to its high utilization as a commercial product and object of tourism, Bantimurung Bulusaraung National Park made a conservation unit called butterfly garden resort. As a conservation unit, butterfly garden resort used semi intensive approach in its management system. It focused on 3 main aspects such as: cage, feed plant, and reproduction. As many as 12 species (belong to 2 families) reported to succesfully reared, but since 2013 reared species have been reduced down to 4 species (belong to 1 family). These species were described by using wing cell venation and Reichs-Ausschuß für Lieferbedingungen und Gütesicherung (RAL color chart). Succes rate for butterlfy rearing was 16.95%, it’s analyzed by using life table. Larval is the most crucial stage in butterfly life cycles. Mortality rate for this stage was 80%. The most important factor which determined succes rate from butterly rearing was feed supply.

(5)

Diketahui

i, MSetua DepTanggal

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENGELOLAAN TAMAN KUPU-KUPU DI TAMAN

NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

MAROS SULAWESI SELATAN

PAUL BRUGMAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengelolaan Taman Kupu-Kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maros Sulawesi Selatan

Nama : Paul Brugman NIM : E34090037

Disetujui oleh

Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi Pembimbing I

Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Halleluya, ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, hanya karena kasih dan pertolongan-Nya maka penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kupu-kupu dengan fokus penelitian pengelolaan penangkaran kupu-kupu di Taman Kupu-Kupu TN Babul, Maros, Sulawesi selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga, MSi dan ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MSc selaku pembimbing. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Maiser Syaputra, S.Hut, MSi, yang telah membantu dan memberikan bimbingan. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada bapak Ir. Sri Winenang, MM dari Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung beserta staf, rekan-rekan dari Resort Taman Kupu-kupu, teman-teman dari Universitas Negeri Makassar dan Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah membantu memberikan saran, kritik, dan pertolongan selama penulis mengumpulkan data. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk rekan-rekan dari KPK Sarpedon HIMAKOVA dan “Anggrek Hitam 46” untuk setiap pengalaman dan ilmu yang didapatkan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala dukungan doa, semangat, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Bioekologi Kupu-Kupu 2

Konservasi kupu-kupu 5

METODE 6

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Bahan 7

Alat 7

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 7

Prosedur Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Jenis Kupu-kupu yang Ditangkarkan 9

Morfologi Kupu-kupu yang Ditangkarkan 10

Perkandangan 17

Tanaman dan Pakan Tambahan 20

Reproduksi 22

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kupu-kupu yang dilindungi di Indonesia 6

2 Data primer yang diambil 7

3 Tabel kehidupan 8

4 Kupu-kupu yang ditangkarkan oleh taman kupu-kupu TN Babul 9 5 Jumlah jenis yang ditangkarkan pada beberapa penangkaran di

Indonesia 10

6 Perbedaan jenis kandang pada beberapa penangkaran 19

7 Tanaman pakan larva 20

8 Tanaman pakan imago 21

9 Lama fase larva pada beberapa jenis yang ditangkarkan 23 10 Lama fase pupa pada beberapa jenis yang ditangkarkan 23 11 Lama fase imago pada beberapa jenis yang ditangkarkan 24

12 Metode pencegahan hama dan penyakit 25

13 Tingkat keberhasilan umum 26

14 Tabel kehidupan Pachliopta polyponthes 27

15 Tingkat keberhasilan penangkaran 28

DAFTAR GAMBAR

1 Segmentasi tubuh pada kupu-kupu 3

2 Alat reproduksi kupu-kupu jantan dan betina 4

3 Lokasi penelitian 6

4 Panjang Sayap dan Venasi Sel Sayap Kupu-Kupu, L: panjang sayap depan, A: basal, B: discal/central, C: submarginal, D: marginal, E: costal, F: apical, G: subapical, H: tornus, I: dorsal, X: sayap depan,

Y: sayap belakang 8

5 Troides helena (a) jantan (b) betina 11

6 Troides haliphron (a) jantan (b) betina 11

7 Troides hypolitus (a) jantan (b) betina 12

8 Papilio ascalaphus (a) jantan (b) betina 13

9 Papilio sataspes (a) jantan (b) betina 13

10 Papilio polytes (a) jantan (b) betina 14

11 Papilio gigon (a) jantan (b) betina 14

12 Papilio demoleus 15

13 Pachliopta polyponthes 15

14 Graphium agamemnon 15

15 Catopsilia pomona (a) jantan (b) betina 16

16 Catopsilia scylla (a) jantan (b) betina 17

17 Contoh (a) dan sketsa (b) kandang pemeliharaan telur dan ulat 17 18 Contoh (a) dan sketsa (b) kandang pemeliharaan pupa 18

19 Contoh (a) dan sketsa (b) kandang imago 18

20 Preferensi pakan Troides helena dewasa 22

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Suhu udara di dalam laboratorium kupu-kupu, taman kupu-kupu TN

Babul bulan Agustus-Oktober 2013 32

2 Jenis-jenis pakan larva 33

3 Jenis-jenis pakan imago 34

4 Daftar warna German Reichs-Ausschuß für Lieferbedingungen und

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Alfred Russel Wallace dalam bukunya “The Malay Archipelago” mengungkapkan bahwa Pulau Sulawesi (Celebes) adalah wilayah yang memiliki keanekaragaman kupu-kupu endemis cukup tinggi. Jumlah jenis endemis yang ditemukan mencapai 18 dari 24 jenis untuk Famili Papilionidae. Famili Pieridae menyumbangkan 19 jenis endemis dari 30 jenis yang ditemukan, sedangkan Nymphalidae memiliki 35 jenis endemis dari 48 jenis yang diketahui. Jika dibandingkan dengan wilayah lainnya seperti Jawa, Kalimantan, dan Papua maka persentase jenis endemik dari Famili Papilionidae dan Pieridae adalah yang tertinggi dengan persentase mencapai 69% (Wallace 1869).

Salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman jenis kupu-kupu tinggi di Sulawesi adalah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul), Maros, Sulawesi Selatan. Mattimu et al. (1977) dalam TN Babul (2008) mengungkapkan bahwa dengan jenis-jenis endemik yang terdapat di TN Babul antara lain : Papilio blumei, P. polites, P. sataspes, Troides haliphron, T. helena, T. hypolitus, dan Graphium androcles. Jumlah jenis kupu-kupu yang ada di TN Babul mengalami beberapa perubahan. Kegiatan inventarisasi yang dilakukan Mattimu et al. (1977) diacu dalam TN Babul (2008) mendapatkan 103 jenis kupu-kupu. Data dari TN Babul menunjukkan terjadinya trend kenaikan jumlah jenis kupu-kupu mulai dari 133 jenis (2010), 194 jenis (2011) dan 200 jenis (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Sumah (2012) menyebutkan terdapat 144 jenis kupu-kupu.

Peranan yang dimiliki oleh kupu-kupu tidak hanya sebagai satwa polinator, namun juga sebagai obyek daya tarik wisata dan koleksi. Potensi yang dimiliki oleh kupu-kupu di sekitar kawasan TN Babul telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar TN Babul lebih banyak mengambil stock di alam liar.

Antisipasi perlu dilakukan sehingga stock kupu-kupu yang ada di alam tetap lestari. Beberapa penangkaran yang telah didirikan pihak swasta telah berhasil melakukan konservasi terhadap beberapa jenis kupu-kupu contohnya, Bali Butterfly Park di Bali, Penangkaran Kupu-Kupu Cihanjuang di Bandung, serta taman kupu-kupu milik Wana Wisata Curug Cilember di Bogor. TN Babul di dalam Rencana Strategis tahun 2010-2014 mengungkapkan perlunya penangkaran semi insitu dan pembangunan demplot kupu-kupu sehingga kegiatan pemanfaatan dapat terkontrol. Sebagai penangkaran yang dikelola oleh pemerintah maka Taman Kupu-Kupu TN Babul dapat menjadi pilot project pemerintah dan dibandingkan hasilnya dengan penangkaran milik swasta. Perbandingan yang dilakukan dapat dijadikan evaluasi pengelolaan penangkaran bagi kedua pihak.

(14)

2

Perumusan Masalah

Potensi kupu-kupu yang melimpah di TN Babul merupakan sumberdaya yang harus dikelola secara baik agar terjaga kelestarian sekaligus memberikan manfaat. Pemilihan teknik konservasi melalui penangkaran memungkinkan pihak TN Babul untuk lebih leluasa dalam mengembangkan cara-cara penangkaran yang tepat terutama untuk jenis yang langka dan dilindungi. Penelitian teknik penangkaran kupu-kupu dapat menjadi salah satu solusi untuk mengetahui pengelolaan penangkaran kupu-kupu yang tepat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis yang ditangkarkan di Taman Kupu-Kupu TN Babul, mengkaji sistem dan teknik penangkaran serta menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkaran kupu-kupu di Taman Kupu-Kupu TN Babul, dan membandingkan tingkat keberhasilan Taman Kupu-Kupu TN Babul dengan beberapa penangkaran kupu-kupu milik swasta di Jawa dan Bali.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai masukan untuk perbaikan teknik penangkaran di Taman Kupu-Kupu TN Babul. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian dengan topik yang sama

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup pengamatan dan analisa terhadap aspek biologi kupu-kupu di Taman Kupu-Kupu TN Babul seperti : identifikasi jenis kupu-kupu, pengamatan morfologi kupu, pengamatan perilaku, serta siklus hidup kupu-kupu. Aspek penangkaran kupu-kupu yang diteliti meliputi : pengelolaan pakan, pengelolaan kandang, pengelolaan kesehatan, serta teknik budidaya yang dipakai. Aspek tambahan yang dikaji adalah jenis pemanfaatan yang dilakukan serta nilai ekonominya.

TINJAUAN PUSTAKA

Bioekologi Kupu-Kupu

Klasifikasi kupu-kupu

(15)

3 kurang dari 12% jika dibandingkan dengan total 155.000 jenis yang dimiliki Ordo Lepidoptera (Peggie 2011).

Secara ilmiah, kupu-kupu terbagi menjadi 5 famili utama (Orr dan Kitching 2010).

Dunia : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Sub ordo : Rhopalocera

Famili : Hesperiidae, Papilionidae, Pieridae, Nymphalidae, dan Lycaenidae

Morfologi kupu-kupu

Kupu-kupu dewasa memiliki 3 bagian utama pada tubuhnya yaitu : head, thorax, dan abdomen (Braby 2004) . Klasifikasi ini juga sama dengan jenis dari kelas insecta lainnya. Pada bagian kepala dapat ditemukan mata majemuk, yaitu mata yang terdiri dari ratusan lensa yang berbentuk heksagonal atau dikenal dengan nama facet. Mata yang dimiliki oleh kupu-kupu sudah mampu mengenali warna, bentuk, bahkan dapat mendeteksi pergerakan. Lidah yang dimiliki oleh kupu-kupu memiliki ciri khas yaitu dapat dilipat, organ ini dinamakan proboscis.

Bagian dada merupakan tempat melekatnya kaki dan sayap kupu-kupu. Dada kupu-kupu terbagi menjadi 3 bagian yang disebut prothorax, mesothorax, dan metathorax. Setiap bagian pada segmentasi dada dilengkapi dengan 1 pasang kaki. Bagian mesothorax dan metathorax merupakan tempat melekatnya sayap kupu-kupu (Gambar 1).

Abdomen atau perut merupakan tempat melekatnya organ reproduksi dari kupu-kupu. Organ ini terletak pada bagian 3 segmen terakhir dari total 10 segmen pada abdomen. Kupu-kupu jantan dapat dikenali dengan adanya capit pada ujung perutnya (Gambar 2).

(16)

4

Daur hidup kupu-kupu

Kupu-kupu merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Kupu-kupu dewasa (imago) merupakan salah satu dari beberapa tahap dalam daur hidup kupu-kupu. Secara umum ada 4 tahap yang dilalui oleh kupu-kupu semasa hidupnya. Tahap itu meliputi telur, ulat, kepompong, dan kupu-kupu dewasa (Whalley 2000).

Telur kupu-kupu umumnya berukuran kecil. Bentuk dan corak dari tiap jenis kupu-kupu berbeda dan sangat bergantung kepada jenisnya. Telur kupu-kupu diletakkan oleh induknya pada tumbuhan inang yang sekaligus menjadi makanan saat telur-kupu menjadi ulat. Waktu yang dibutuhkan bagi telur sebelum berubah menjadi ulat umumnya kurang dari seminggu (Allen et al. 2005). Keluarnya ulat dari cangkang telur sendiri memerlukan waktu kurang lebih satu jam (Orr dan Kitching 2010).

Ulat yang keluar dari telur umumnya langsung mencari makanan. Beberapa jenis bahkan memakan cangkangnya sendiri sebelum mencari makanan lain. Ulat dapat mengalami pergantian kulit bervariasi sesuai dengan jenisnya. Secara umum ulat dapat melakukan pergantian kulit sebanyak 5 kali (instar) (Brock dan Kaufman 2006). Pergantian kulit terakhir akan mengubah ulat menjadi pupa. Ulat merupakan fase yang paling lama dalam siklus hidup kupu-kupu.

Kepompong atau pupa adalah fase pasif. Selama fase ini kupu-kupu akan diam dalam sebuah cangkang. Waktu yang diperlukan selama kupu-kupu berada dalam cangkang umumnya bervariasi mulai dari 1-2 minggu tergantung jenisnya (Orr dan Kitching 2010).

Kupu-kupu akan keluar dari dalam kepompong setelah semua organnya telah siap. Umumnya kupu-kupu akan keluar dari dalam kepompong pada waktu pagi hari (Woodhall 2005). Saat keluar dari kepompong kupu-kupu akan memompa haemolymph ke seluruh bagian sayap melalui vena sehingga sayap akan mengeras. Kupu-kupu membutuhkan waktu 1-2 jam hingga sayapnya benar-benar kuat dan siap untuk terbang (Brock dan Kaufman 2006).

Gambar 2 Alat reproduksi kupu-kupu jantan dan betina Gambar direproduksi dari Orr &

(17)

5 Konservasi kupu-kupu

Penangkaran kupu-kupu

Pola dan strategi konservasi jenis/populasi terbaik adalah dengan melakukan kegiatan konservasi di habitat asli dan alami. Pola ini dikenali dengan nama konservasi in-situ. Pola ini sangat cocok untuk dipakai dalam pelestarian jangka panjang sumberdaya hayati (Indrawan et al. 2007). Namun, pada beberapa jenis dengan jumlah sangat sedikit, habitat yang sudah tidak mendukung serta memiliki pola pergerakan yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif kawasan konservasi, pola ini tidak dapat diterapkan. Metode yang dipakai adalah menempatkan jenis dalam satu lingkungan yang dimodifikasi agar peluang hidup dari jenis bertambah. Strategi ini disebut konservasi ex-situ atau konservasi diluar habitat aslinya. Salah satu teknik yang dihasilkan oleh konservasi ex-situ disebut penangkaran.

Pada Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar disebutkan bahwa penangkaran adalah upaya pengembangan tumbuhan dan satwaliar dengan tetap memelihara kemurnian jenisnya. Bentuk penangkaran dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu penangkaran intensif (game farming) serta penangkaran ekstensif (game ranching) (Alikodra 2010). Perbedaan utama dari kedua jenis penangkaran ini ditentukan oleh pengelola. Penangkaran intensif diperlukan untuk melakukan domestikasi sehingga hasilnya digunakan untuk keperluan manusia. Penangkaran ekstensif dilakukan untuk memenuhi keperluan restocking satwa liar di habitat alaminya.

Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pengembangan komoditi satwa liar melalui penangkaran adalah (Alikodra 2010): (1) Objek satwaliar, meliputi populasi di alam serta kondisi jenis; (2) Penguasaan ilmu dan teknologi tentang ekologi satwaliar yang di kembangkan; (3) Tenaga kerja yang terampil dalam melakukan kegiatan pengembangan; (4) Kondisi sosial budaya masyarakat . Penangkaran kupu-kupu dapat berjalan dengan baik jika tujuan awal pengelolaan ditetapkan dengan tegas dan jelas. Kriteria yang dibutuhkan juga perlu dilengkapi sehingga tidak menjadi masalah saat program pengembangan sudah berjalan. Aturan perlindungan kupu-kupu

Perlindungan terhadap beberapa jenis kupu-kupu diperlukan karena tingginya permintaan pasar terhadap kupu-kupu dan produk olahannya. Harga yang tinggi akan mengakibatkan naiknya aktivitas perburuan. Tanpa kontrol yang ketat, populasi kupu-kupu di alam terancam punah.

(18)

6

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Kupu-Kupu TN Babul (Gambar 3), Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus – Desember 2013.

Tabel 1 Kupu-kupu yang dilindungi di Indonesia

Spesies CITES Appendix II Dilindungi di Indonesia

Cethosia myrina - √

Ornithoptera aesacus √ -

O. chimaera √ √

O. croesus √ -

O. goliath √ √

O. meridionalis √ -

O. paradisea √ √

O. priamus √ √

O. rothschildi √ √

O. tithonus √ √

Trogonoptera brokiana √ √

Troides amphrysus √ √

T. andromache √ √

T. criton √ √

T. cuneifera √ -

T. dohertyi √ √

T. haliphron √ √

T. helena √ √

T. hypolitus √ √

T. miranda √ √

T. oblongomacolatus √ -

T. plato √ √

T. prattorum √ -

T. riedeli √ √

T. vandepolli √ √

(19)

7 Bahan

Bahan yang digunakan selama penelitian meliputi semua individu kupu-kupu yang ada dalam Taman Kupu-Kupu TN Babul.

Alat

Alat yang dipergunakan dalam penelitian meliputi : buku identifikasi kupu-kupu TN Babul, kamera digital Fujifilm Finepix HS 30 EXR, laptop ASUS seri A53S, software Microsoft office 2007, meteran gulung, termometer alkohol, alat tulis, alat pengawetan kupu-kupu dan jaring serangga.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data primer

Data primer adalah data yang didapatkan melalui pengamatan, pengukuran, dan wawancara secara langsung terkait dengan objek studi di lokasi penelitian. Wawancara dilakukan pada pihak pengelola Taman Kupu-Kupu TN Babul dengan metode in-deep interview. Data yang diambil merujuk pada Syaputra (2011) dengan beberapa perubahan (Tabel 2).

Identifikasi jenis kupu-kupu menggunakan teknik deskripsi anatomi awetan yang telah tersedia (Dephut 1990). Jenis yang teridentifikasi dicatat sesuai nama latin, umum, dan nama lokalnya. Spesimen difoto dan hasilnya diolah menjadi

Tabel 2 Data primer yang diambil

Jenis data Metode Pengumpulan Data Pengamatan Pengukuran Wawancara

C. Tanaman pakan dan pendukung

(20)

8

gambar berskala. Pengukuran panjang dan venasi sel sayap (Otsuka 1988) digunakan untuk mengetahui perbedaan spesifik antar jenis (Gambar 4). Identifikasi warna pada venasi sayap menggunakan standar warna German Reichs-Ausschuß für Lieferbedingungen und Gütesicherung (RAL color) (Lampiran 4).

Jenis kandang yang digunakan oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul akan dicatat sesuai dengan fungsi utama serta dibuat sketsanya. Tanaman pakan dan pendukung yang digunakan dicatat dalam nama latin, umum, dan lokal. Sistem perkawinan kupu-kupu dicatat untuk setiap jenisnya. Jumlah individu tiap fase serta lama fase dibuat rataannya. Jenis penyakit yang menyerang kupu-kupu dicatat namanya, cara pengobatan, serta pencegahannya. Pakan tambahan yang dibutuhkan kupu-kupu didata, begitu pula dengan unsur yang terkandung, tujuan pemberian, serta manfaat dari pakan.

Tingkat keberhasilan diukur menggunakan tabel kehidupan mengacu pada Price et al. (2011) dengan parameter yang tersaji di Tabel 3. Aspek tambahan yang dicatat adalah jenis pemanfaatan yang dilakukan beserta nilai ekonominya.

Keterangan: x = kelas umur

lx = jumlah individu yang hidup pada interval x

dx = jumlah individu yang mati pada interval x

qx = peluang kematian pada interval x (dx qx-1) px = peluang hidup pada interval x (1-qx) Px = peluang hidup kumulatif pada interval x marginal, E: costal, F: apical, G: subapical, H: tornus, I: dorsal, X: sayap depan, Y: sayap belakang

Gambar direproduksi dari Otsuka (1988)

X

(21)

9 Data sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam penelitian namun tidak diambil langsung dari objek studi. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini meliputi sejarah Taman Kupu-Kupu TN Babul, kondisi umum kawasan TN Babul, kebijakan/peraturan yang berkaitan dengan penangkaran, data pengelolaan penangkaran kupu-kupu Bali Butterfly Park dan Taman Kupu-Kupu Cilember, serta pustaka terkait yang terkait dengan kupu-kupu. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka.

Prosedur Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah kualitatif dan deskriptif. Data yang didapat disederhanakan dalam kelas-kelas data. Data juga ditampilkan dalam bentuk tabulatif sehingga mudah untuk dibandingkan. Penyajian data diberikan secara naratif dengan tambahan gambar, bagan, dan tabel. Prosedur akhir adalah penarikan kesimpulan tentang pengelolaan Taman Kupu-kupu TN Babul secara umum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Kupu-kupu yang Ditangkarkan

Kupu-kupu yang telah berhasil ditangkarkan oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul berjumlah 12 jenis dari 2 famili yaitu Papilionidae dan Pieridae (Tabel 4). Pada tahun 2013 jenis-jenis yang ditangkarkan secara intensif terdiri dari 4 jenis yaitu: Troides helena, T. haliphron, T. hypolitus, dan Pachliopta polyponthes.

Tabel 4 Kupu-kupu yang ditangkarkan oleh taman kupu-kupu TN Babul

(22)

10

Departemen kehutanan (2003) menyebutkan bahwa pemilihan jenis kupu-kupu yang akan ditangkarkan perlu memperhatikan beberapa faktor antara lain : (1) Jenis yang akan ditangkarkan memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menutupi biaya dan memberikan keuntungan bagi penangkar; (2) Jenis yang akan ditangkarkan diketahui mengalami penurunan populasi di alam sehingga perlu mendapat prioritas konservasi. Pemilihan jenis yang ditangkarkan oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul dilakukan berdasarkan tingkat perlindungan jenis, ketersediaan di alam, serta tersedianya pakan yang memadai. Pemilihan jenis berdasarkan tingkat perlindungan menjadi prioritas utama bagi Taman Kupu-kupu TN Babul. FSW (2005) menyatakan bahwa konservasi jenis yang dilindungi perlu menjadi prioritas karena laju kepunahan jenis di alam saat ini jauh di atas laju kepunahan alami. Pada beberapa penangkaran kupu-kupu yang ada di Jawa dan Bali, pemilihan jenis untuk ditangkarkan didasarkan pada penguasaan teknik penangkaran, aspek estetis dan permintaan pasar. Jumlah jenis yang ditangkarkan bervariasi mulai dari 4-15 jenis, tergantung pada luasan dan kebijakan masing-masing penangkaran (Tabel 5).

Morfologi Kupu-kupu yang Ditangkarkan

Famili Papilionidae

(23)

11 Troides helena Felder dan Felder, 1864

T. helena merupakan salah satu kupu-kupu dengan ukuran besar, panjang sayap mencapai 79 mm untuk jantan dan 88 mm untuk betina (Gambar 5). Sayap depan untuk jenis ini didominasi warna graphite black pada bagian basal dan traffic black pada bagian apical. Pada betina, terdapat variasi bercak berwarna traffic white yang mengelilingi vena pada bagian discal. Pada sayap belakang, bercak besar berwarna traffic yellow dapat ditemukan mulai dari basal hingga submarginal. Khusus pada betina, terdapat bercak berwarna traffic black yang memanjang pada bagian submarginal.

Troides haliphron Boisduval, 1836

T. haliphron yang memiliki panjang sayap 71 mm untuk jantan dan 72 mm untuk betina tergolong dalam kupu-kupu ukuran besar (Gambar 6). Pola warna pada sayap depan didominasi warna graphite black dan black brown. Vena pada sayap depan berwarna black brown. Sayap belakang juga didominasi oleh warna graphite black untuk jantan dan traffic black pada betina. Pada bagian discal jenis ini terdapat bercak berwarna traffic yellow. Pada betina bercak tersebut tersebut ditimpa oleh bercak-bercak berwarna graphite black yang melingkar di sisi luar discal.

(a) (b) Gambar 5 Troides helena (a) jantan (b) betina

(a) (b)

(24)

12

Troides hypolitus Rothschild, 1895

Panjang sayap T. hypolitus mencapai 79 mm untuk jantan. Pada betina panjang sayap yang diukur mancapai 96 mm (Gambar 7). Hal ini membuat T. hypolitus menjadi kupu-kupu paling besar yang ada di penangkaran. Pola warna pada sayap depan T. hypolitus mengikuti pola umum yang dimiliki oleh jenis dari genus troides, yaitu di dominasi warna traffic black dan graphite black pada bagian basal hingga discal. Bagian vena pada discal dikelilingi oleh bercak berwarna pearl light grey. Bagian sayap belakang pada kupu jantan juga didominasi oleh warna grey brown kecuali pada bagian marginal, costal, apical dan dorsal. Bagian-bagian tersebut diisi oleh bercak berwarna rape yellow. Ciri khas dari jenis ini dapat ditemukan pada bagian abdomen atas kupu jantan yang mempunyai bercak orange. Kupu betina dari jenis ini juga didominasi warna traffic black pada sayap depan. Vena pada bagian discal dan submarginal berwarna traffic black dengan dikeliling bercak pearl light grey. Pada sayap belakang pola warna dominan adalah grey brown, kecuali pada costal dan apical. Pada bagian ini terdapat bercak rape yellow beralur dengan bercak traffic black di tengahnya.

Papilio ascalaphus Boisduval, 1836

P. ascalaphus mempunyai panjang sayap yang tidak terlalu berbeda ukuran antara jantan dan betinanya (Gambar 8). Pada jantan panjang sayap mencapai 75 mm, sedangkan pada betina mencapai 76 mm. Bagian basal pada sayap depan jenis ini didominasi oleh warna graphite black. Pada bagian discal hingga submarginal kupu jantan didominasi oleh graphite black sedangkan betina berwarna traffic white. Pada bagian marginal kupu jantan, terdapat bercak berwarna tarpaulin grey yang berbentuk sisir. Sayap belakang jenis ini didominasi oleh warna graphite black untuk jantan dengan bercak berwarna light green memanjang di bagian marginal hingga tornus, sedangkan pada betina terdapat bercak berwarna dahlia yellow pada bagian marginal hingga apical.

(a) (b)

(25)

13

Papilio sataspes Felder dan Felder, 1864

Panjang sayap kupu jantan dari jenis ini mencapai 69 mm. Pada kupu betina panjang sayap mencapai 70 mm (Gambar 9). Sayap depan dari jenis ini berwarna graphite black, mulai dari bagian basal hingga marginal. Kupu betina juga memiliki warna graphite black. Sayap belakang pada jenis ini juga masih di dominasi oleh graphite black, kecuali bercak berwarna pure white pada discal bagian hingga costal. Khusus untuk jantan terdapat sepasang bercak berwarna sun yellow pada bagian dorsal.

Papilio polytes Linnaeus, 1758

Kupu jantan P. polytes memiliki panjang sayap 55 mm, sedangkan betina 61 mm. Sayap depan jenis ini didominasi oleh warna traffic black (Gambar 10). Kupu jantan memiliki bercak berwarna pure white yang memanjang secara diagonal di bagian marginal, sedangkan pada kupu betina, terdapat bercak pure white yang mengelilingi vena pada bagian discal. Sayap belakang kupu jantan juga didominasi oleh warna traffic black. Terdapat bercak berwarna pure white yang menyilang sepanjang discal hingga bagian apical. Pada kupu betina bagian basal berwarna traffic black. Bagian discal berwarna traffic white dengan bercak bright red orange pada sisi atas. Bercak berwarna bright red orange juga ditemukan pada bagian marginal, apical dan dorsal.

(a) (b)

Gambar 8 Papilio ascalaphus (a) jantan (b) betina

(a) (b)

(26)

14

Papilio gigon Felder dan Felder, 1864

P. gigon jantan memiliki panjang sayap 68 mm. Pada betina panjang sayap lebih kecil yaitu 66 mm (Gambar 11). Sayap depan dari jenis ini berwarna traffic black dengan variasi bercak pure white yang memanjang mulai submarginal bawah, subapical, dan berakhir pada apical. Sayap belakang berwarna traffic black pada bagian basal. Bercak pure white yang memanjang terdapat pada bagian discal. Bercak ini menyambung dengan bercak pure white yang ada pada sayap bagian depan. Pada bagian submarginal juga terdapat bercak pure white yang memanjang hingga bagian costal. Sepasang bercak berwarna light ivory dapat ditemukan pada bagian tornus jenis ini.

Papilio demoleus Linnaeus, 1758

Panjang sayap P. demoleus jantan dapat mencapai 54 mm untuk jantan dan 50 mm pada betina (Gambar 12). Warna dasar yang dimiliki oleh jenis ini adalah umba grey. Pada sayap depan, bercak berwarna green beige dapat ditemukan pada bagian basal hingga apical. Sayap belakang dari jenis ini juga masih didominasi oleh warna umba grey. Bercak berwarna green beige dapat ditemukan pada bagian discal. Area submarginal berwarna umba grey dengan bercak green beige yang tersebar merata. Bercak berwarna distant blue dapat ditemukan pada bagian costal dan tornus.

(a) (b)

Gambar 10 Papilio polytes (a) jantan (b) betina

(a) (b)

(27)

15

Pachliopta polyponthes Boisduval, 1836

P. polyponthes memiliki panjang sayap 57 mm untuk jantan dan 54 mm untuk betina (Gambar 13). Area basal pada jenis ini berwarna graphite black. Warna traffic white menjadi dominan pada bagian discal. Warna graphite black pada vena membuat warna traffic white pada bagian ini menjadi kontras. Pada bagian marginal warna graphite black kembali menjadi dominan. Sayap belakang jenis ini berwarna graphite black, terutama pada bagian basal. Area discal berwarna silk grey, sedangkan submarginal berwarna graphite black. Bercak berwarna tomato red tersebar mulai dari bagian submarginal, costal, apical, dan tornus.

Graphium agamemnon Linnaeus, 1758

G. agamemnon memiliki ukuran sayap yang sama antara jantan dan betinanya yaitu 43 mm (Gambar 14). Warna dominan yang dimiliki oleh jenis ini adalah graphite black. Jenis ini memiliki keunikan yaitu bercak berwarna green beige yang tersebar secara merata pada seluruh bagian sayap.

Gambar 12 Papilio demoleus

Gambar 13 Pachliopta polyponthes

(28)

16

Famili Pieridae

Jenis dari famili ini dapat diketahui dari warna dominan berupa kuning dan putih pada sayapnya. Kupu-kupu dari famili ini biasa juga disebut white-yellow. Umumnya ukuran kupu-kupu dari famili ini tergolong kecil hingga sedang (Braby 2004) . Jumlah jenis dari famili ini mencapai 1200 jenis, terbagi dalam 60 genus dari 4 subfamili (Vane-Wright dan De Jong 2003). Pakan larva dari famili ini sebagian besar berasal dari famili Asteraceae, Brassicaceae, Capparaceae, Fabaceae, Loranthaceae, Rhamnaceae, Santalaceae and Zygophyllaceae; Coniferales (Vane-Wright dan De Jong 2003).

Catopsilia pomona Fabricius, 1775

Panjang sayap C. pomona bervariasi mulai dari 35 mm untuk jantan dan 30 mm untuk betina (Gambar 15). Pola warna pada sayap depan jenis ini didominasi oleh warna silk grey untuk bagian basal hingga submarginal. Kupu betina memiliki bercak berwarna clay brown yang tersebar pada bagian discal dan submarginal. Warna clay brown ditemukan pada bagian marginal, apical dan subapical dari jenis ini.

Sayap belakang jantan dari jenis ini dipenuhi oleh warna traffic yellow mulai dari basal hingga apical. Kupu betina memiliki variasi yang berbeda dari jantan pada bagian sayap belakang. Bagian basal berwarna silk grey sedangkan discal hingga submarginal berwarna traffic yellow. Warna clay brown dapat ditemukan pada bagian marginal. Warna traffic yellow kembali menjadi dominan pada bagian costal. Apical, dan tornus. Warna silk grey dapat ditemukan pada bagian dorsal.

Catopsilia scylla Linnaeus, 1763

Kupu jantan memiliki panjang sayap 37 mm, sedangkan kupu betina memiliki panjang sayap 35 mm (Gambar 16). Jenis ini berwarna sulfur yellow pada seluruh bagian sayap, sayap depan dan sayap belakang. Pada kupu betina ditemukan bercak berwarna clay brown pada bagian submarginal sayap depan dan marginal sayap belakang.

(a) (b)

(29)

17

Perkandangan

Jenis kandang

Kandang yang dimiliki oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu kandang untuk telur dan larva, pemeliharaan pupa, dan display untuk imago. Sihombing (1999) menyatakan bahwa aspek perkandangan merupakan salah satu prasarana utama yang perlu disediakan terutama untuk tipe penangkaran tertutup (captive breeding).

Kandang pemeliharaan telur dan larva yang tersedia di Taman Kupu-Kupu terletak dalam bangunan tertutup. Bahan kandang terbuat dari kayu. Kayu memiliki sifat isolator panas (USDA 1968). Hal ini baik bagi pertumbuhan hewan berdarah dingin seperti serangga. Luas kandang sebesar 0.45 m2 dengan ketinggian 2 m (Gambar 17). Volume kandang adalah 0.9 m3. Kandang ini terbagi menjadi 15 bagian, masing masing bagian dapat menampung minimal 1 boks plastikyang berisi larva. Jumlah kandang yang tersedia adalah 5 buah, sehingga minimal total boks plastik berisi larva yang dapat dipelihara adalah 75 boks.

(a) (b)

Gambar 16 Catopsilia scylla (a) jantan (b) betina

(a) (b)

(30)

18

Kandang pupa terbuat dari rangka besi dan paranet. Rangka besi digunakan untuk memperkuat kandang. Paranet digunakan untuk melindungi pupa dari predator, sirkulasi udara, dan mempermudah pengawasan larva. Terdapat 2 buah kandang pemeliharaan pupa di laboratorium Taman Kupu-Kupu TN Babul, masing-masing berukuran 0.45 m2 dan 1.3 m2 (Gambar 18). Tinggi kedua kandang pupu mencapai 2 m.

Kandang imago atau dome yang dimiliki oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul terbuat dari 2 bahan utama, yaitu rangka besi dan paranet. Rangka besi berfungsi sebagai penopang dan paranet sebagai dinding serta atap dome. Taman Kupu-Kupu TN Babul memiliki 2 dome yang berfungsi sebagai kandang display, masing-masing berukuran 7 000 m2 dan 60 m2 (Gambar 19). Dome besar memiliki fasilitas seperti toilet 2 buah, shelter 2 buah, dan jalan trail sepanjang 650 m. Dome kecil fasilitas jalan trail sepanjang 15 m dan 6 buah tempat pakan tambahan. Perbedaan jenis kandang yang dimiliki oleh penangkaran bergantung pada kebutuhan masing-masing (Tabel 6).

(a) (b)

Gambar 18 Contoh (a) dan sketsa (b) kandang pemeliharaan pupa

(a) (b)

(31)

19

Penangkaran kupu-kupu secara sederhana dapat dilakukan dengan mudah, namun aspek perkandangan perlu menjadi perhatian penting agar hasilnya maksimal. Harberd (2005) mengatakan bahwa hal utama yang perlu disiapkan adalah kandang yang baik serta memuaskan. Dua bangunan utama yang perlu disiapkan adalah kandang untuk imago terbang, kawin, serta meletakkan telur. Kandang berikutnya adalah kandang pembesaran larva (Harberd 2005).

Ukuran kandang yang ideal sebaiknya ditentukan melalui penelitian (Sihombing 1999). Secara ideal ukuran kandang kupu-kupu imago minimal memiliki luas 20 m2 dengan ketinggian 2.30 m. Kandang larva juga minimal memiliki ukuran yang sama dengan kandang imago namun diberi atap dan dibangun disebelah kandang imago (Harberd 2005). Luas lahan ideal yang digunakan dalam pembangunan penangkaran adalah 0.2 ha (Sihombing 1999). Berdasarkan kriteria ini maka aspek perkandangan dari Taman Kupu-Kupu TN Babul sudah ideal.

Fungsi dan kondisi kandang

Kandang telur dan larva memiliki fungsi ganda, selain untuk membesarkan larva kandang ini juga dapat sarana display bagi pengunjung yang datang dan ingin melihat proses pemeliharaan larva. Kondisi kandang masih baik, perawatan diperlukan untuk membersihkan debu yang dapat mengganggu pertumbuhan larva.

Kandang pupa berfungsi untuk menampung pupa yang dipindahkan dari kandang larva. Pupa yang telah dipindahkan akan digantung dan dijepit pada tali yang telah terpasang rapih didalam kandang. Kandang pupa yang difungsikan baru satu buah dari 2 kandang yang tersedia. Hal ini disebabkan oleh stok pupa yang dihasilkan masih cukup untuk ditampung oleh 1 kandang pupa.

Kandang imago berfungsi sebagai sarana display bagi pengunjung. Selain itu kandang imago berfungsi sebagai pemeliharaan serta perkawinan kupu-kupu dewasa. Kandang imago yang efektif difungsikan adalah kandang imago kecil. Kandang imago besar masih dalam tahap pembangunan. Kondisi kandang cukup baik, hanya perlu beberapa penambalan pada bagian paranet yang berlubang.

Tabel 6 Perbedaan jenis kandang pada beberapa penangkaran

(32)

Kupu-20

Penambahan rear-handle diperlukan pada jalur tracking dome besar. Jalur tracking menjadi licin dan berbahaya pada saat hujan.

Fungsi kandang dapat dioptimalkan dengan pemilihan bahan serta bentuk rancangan yang ideal. Kandang telur dan larva sebaiknya dibuat dari kayu yang akan membantu menjaga suhu telur dan larva tetap hangat. Semakin hangat suhu lingkungan maka akan semakin cepat proses penetasan larva (Sutrisno dan Darmawan 2012). Suhu lingkungan akan dipengaruhi oleh intensitas matahari sehingga kandang larva juga perlu dirancang agar cahaya matahari dapat masuk secara optimal. Pemeliharaan larva dalam boks tertutup juga mengurangi resiko larva terserang parasitoid (Sutrisno dan Darmawan 2012).

Optimalisasi fungsi kandang imago dapat dilakukan dengan pemilihan bentuk yang memanjang. Kupu-kupu akan lebih nyaman terbang dalam kandang yang memanjang dibandingkan persegi (Harberd 2005). Untuk menunjang kenyaman imago, perlu dibuat daerah yang teduh dalam kandang. Kupu-kupu tropis merupakan jenis yang rawan mengalami dehidrasi jika terpapar cahaya matahari langsung dalam waktu yang lama. Idealnya daerah teduh dalam kandang imago mencapai 50% dari total luas kandang (Harberd 2005). Daerah teduh dapat dibuat dengan memberikan lapisan tambahan pada paranet. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kecepatan angin. Bobot kupu-kupu yang ringan sangat rentan jika tertiup angin yang kencang. Penanaman pohon serta semak disekitar kandang akan membantu mengurangi kecepatan angin yang masuk ke dalam kandang.

Tanaman dan Pakan Tambahan

Tanaman pakan larva

Tanaman pakan adalah tanaman yang menjadi sumber pakan larva kupu-kupu. Umumnya kupu-kupu memiliki preferensi spesifik terhadap pakan yang akan menjadi makanan larva (Harberd 2005). Terdapat 4 jenis tanaman utama yang telah diketahui menjadi pakan bagi 12 jenis larva kupu-kupu di Taman Kupu-Kupu TN Babul (Tabel 7).

Tanaman pakan larva yang ada di Taman Kupu-Kupu TN Babul dibiakkan secara budidaya, namun ada juga yang tumbuh secara alami. Tipe dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh larva dapat mempengaruhi karakter morfologi dan fisiologinya, seperti : pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, perilaku, ukuran, bahkan warna (Sihombing 1999). Secara umum pakan larva merupakan pakan yang kaya akan protein. Kekurangan pakan pada larva akan memperlambat larva memasuki fase pupa, mengurangi laju pertumbuhan, ukuran tubuh, dan kemampuan reproduksi saat dewasa (Bauerfeind dan Fisher 2005 a). Pakan larva

Tabel 7 Tanaman pakan larva

Nama latin Famili Nama

umum

Jenis larva

Annona muricata Annonaceae Sirsak Graphium sp.

Aristolochia tagala Aristolochiaceae Sirih hutan Troides sp., Pachliopta sp.

Cassia tora Caesalpiniaceae Ketepeng Catopsilia sp.

(33)

21 juga berperan dalam mekanisme perlindungan diri. Sirih hutan (Aristolochia tagala) diketahui mengandung sejenis racun dengan nama aristochid acid. Racun ini akan disimpan dalam tubuh larva. Kupu-kupu dari genus Troides dan Pachliopta memanfaatkan racun ini sebagai perlindungan diri dari predator.

Tanaman pakan imago

Tanaman pakan imago sebagian besar merupakan tanaman berbunga, hal ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan nectar yang merupakan pakan imago. Sumber pakan lain bagi kupu-kupu tropis adalah buah-buahan matang (Harberd 2005). Terdapat 4 jenis tanaman yang menjadi tanaman pakan imago di Taman Kupu-Kupu TN Babul (Tabel 8). Sebagian besar tanaman pakan imago yang ada di Taman Kupu-Kupu TN Babul tumbuh secara alami, namun pada beberapa spot terdapat penanaman pakan tambahan untuk menambah kuantitas pakan. Karakteristik dari pakan imago adalah kaya akan karbohidrat namun miskin protein (Bauerfeind 2007). Kekurangan pakan pada fase imago akan menyebabkan rendahnya kuantitas dan kualitas telur hasil reproduksi. Selain itu proses reproduksi kupu-kupu dewasa hanya akan berlangsung jika kebutuhan nutrisinya terpenuhi (Bauerfeind dan Fisher 2005 b).

Pakan tambahan

Pakan tambahan merupakan pakan yang diberikan kepada imago untuk melengkapi kekurangan nutrisi (kualitas) atau kekurangan jumlah pakan (kuantitas). Pakan tambahan di Taman Kupu-Kupu TN Babul diberikan saat musim kemarau, karena pada musim tersebut tumbuhan berbunga sebagai sumber nektar jumlahnya berkurang. Pakan tambahan yang diberikan oleh pengelola Taman Kupu-Kupu TN Babul terdiri dari larutan isotonik, larutan gula, larutan gula madu, dan larutan madu. Larutan isotonik merupakan pakan tambahan yang paling digemari oleh imago dewasa (Febrianti 2013) (Gambar 20). Karbohidrat merupakan unsur utama yang diperlukan oleh imago (Bauerfeind et al. 2007). Unsur ini dapat ditemukan pada semua jenis pakan tambahan yang diberikan. Selain gula imago juga membutuhkan mineral. Perilaku mengasin yang sering ditemukan pada kupu-kupu merupakan cara imago dalam mencukupi kebutuhan mineralnya. Beberapa jenis mineral dalam bentuk elektrolit yang terdapat dalam pocari adalah Na+, K+, Cl-, Mg2+, Ca2+.

Beberapa unsur lain yang dibutuhkan oleh kupu-kupu adalah lipid, amino acid, dan vitamin. Lipid berfungsi dalam proses reproduksi, bahan kering untuk oocyte, dan sumber tenaga selain gula (Bauerfeind et al. 2007). Asam amino merupakan faktor pembatas dalam reproduksi, sedangkan vitamin berfungsi dalam pertumbuhan, perkembangan, produksi telur, serta pergantian kulit pada larva. Pisang merupakan pakan tambahan yang baik untuk diberikan pada kupu-kupu

Tabel 8 Tanaman pakan imago

Nama latin Famili Nama umum

Clerodendrum japonicum Verbenaceae Bunga pagoda

Hibiscus rosa-sinensis Malvaceae Kembang sepatu

Ixora coccinea Rubiceae Bunga asoka

(34)

22

karena pisang memiliki kandungan gizi yang lengkap dan diperlukan oleh kupu-kupu (Bauerfeind et al. 2007).

Pembuatan larutan pakan adalah sebagai berikut: (1) Pakan isotonik, 15 gram serbuk isotonik dilarutkan dalam 280 cc air mineral, (2) Pakan madu, 2 sendok makan madu dilarutkan dalam 140 cc air mineral, (3) Pakan madu gula, 2 sendok makan madu + 2 sendok makan gula dilarutkan dalam 280 cc air mineral, (4) Pakan gula, 2 sendok makan gula dilarutkan dalam 140 cc air. Pakan disajikan pada wadah pakan buatan yang telah tersedia di dalam dome. Frekuensi pemberian pakan tambahan adalah seminggu sekali.

Reproduksi

Pengelolaan reproduksi

Sistem penangkaran yang dipakai oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul adalah semi-intensif. Sistem ini membuat pengelola mengambil larva di habitat alaminya lalu dipindahkan ke dalam laboratorium untuk dipelihara secara intensif. Secara umum terdapat 4 fase pengelolaan yang dilakukan, yaitu : pengambilan bibit, pemeliharaan larva, pemeliharaan pupa, dan pemeliharaan imago.

Pengambilan bibit

Ada 2 cara pengambilan bibit untuk penangkaran. Pertama, telur yang dihasilkan oleh imago dewasa akan dibiarkan menetas di alam. Larva yang bertahan hidup akan dipindahkan ke laboratorium untuk dipelihara. Kedua, indukan jantan dan betina ditangkap di alam lalu dibiakkan di dalam kandang display. Telur hasil reproduksi akan dibiarkan hidup di kandang sampai menjadi larva. Larva yang telah siap kemudian dipindahkan ke laboratorium untuk dipelihara. Bibit yang diambil juga sebaiknya berasal dari daerah yang sama dengan lokasi penangkaran (Harberd 2005).

Gambar 20 Preferensi pakan Troides helena dewasa Gambar direproduksi dari Febrianti (2013)

(35)

23 Pemeliharaan larva

Pemeliharaan larva dimulai dengan memasukkan larva yang diambil di alam ke dalam boks plastik yang meemiliki volume 15 cm3. Boks plastik ditutup dengan kain kasa untuk mencegah masuknya predator. Satu boks maksimal diisi oleh satu larva. Hal ini untuk menjaga terjadinya penyebaran penyakit. Larva yang telah dimasukkan akan diberi pakan satu kali sehari. Pemberian pakan dilakukan pagi hari. Pakan yang diberikan disesuaikan dengan jenis larva. Setiap jenis yang ditangkarkan memerlukan waktu yang berbeda sebelum menjadi pupa, mulai dari 300-800 jam (Tabel 9). Hasil ini sesuai dengan Sihombing (1999) yang menyatakan bahwa umumnya jenis kupu-kupu berada pada fase larva selama 2-3 minggu.

Pemeliharaan pupa

Larva yang telah menjadi pupa akan dipindahkan ke kandang pupa. Pupa yang telah menempel pada batang kayu yang disediakan akan dibersihkan dari sisa-sisa pakan. Pupa kemudian digantung menggunakan penjepit. Periode pupa jenis yang ditangkarkan bervariasi mulai dari 300-400 jam (Tabel 10). Sihombing (1999) menyebutkan rata-rata masa inkubasi (pupa) adalah 2-3 minggu.

Pemeliharaan imago

Imago yang ditetaskan oleh pupa akan tetap dibiarkan selama 2-3 jam didalam kandang pupa untuk mengeraskan sayapnya. Fase ini merupakan fase yang kritis, sehingga sebisa mungkin imago tersebut tidak mendapat ganguan berupa sentuhan atau guncangan. Imago yang tidak bisa keluar dari pupa secara sempurna akan menjadi cacat. Imago yang telah siap terbang ditandai dengan kepakan sayap yang aktif.

Tabel 9 Lama fase larva pada beberapa jenis yang ditangkarkan

Spesies Jumlah

Pachliopta. polyponthesa 23 5 328.6±63.58 11-16

Troides haliphrona 5 5 594±0(c) 25

T. helenaa 29 5 486±56.28 18-23

T. hypolitusa 16 5 442±59.87 16-21

P. polyponthesb 50 5 841.20±109.13 31-40

(a)

larva diambil dari alam, (b) larva ditetaskan dari telur yang dipelihara dalam laboratorium, (c)

larva yang bertahan hidup sampai akhir fase hanya 1 individu

Tabel 10 Lama fase pupa pada beberapa jenis yang ditangkarkan

Spesies Jumlah pupa Lama fase

Jam Hari

Pachliopta. polyponthesa 5 368.4±115.85 11-20

Troides haliphrona 1 498±0(c) 21

T. helenaa 6 442±54.02 16-21

T. hypolitusa 3 530±40.79 20-24

P. polyponthesb 10 414±41.18 16-19

(a)

(36)

24

Semua imago kupu-kupu yang ditangkarkan menetas pada pagi hari mulai pukul 6-10 pagi. Umumnya waktu normal bagi kupu-kupu untuk menetas adalah sebelum jam 9 pagi (Sihombing 1999). Panas dari cahaya matahari membantu imago untuk mengeraskan sayapnya setelah imago memompa haemolymph ke seluruh vena sayapnya. Jika imago siap untuk terbang maka imago akan dipindahkan ke dome kecil. Umur rata-rata dari imago yang dipelihara dari penangkaran adalah 10 hari (Mardiana et al. 2001 diacu dalam Arifin 2004). Hal ini bergantung pada ketersedian pakan. Pakan yang dibutuhkan oleh imago dewasa akan disediakan di dalam dome. Penanaman tumbuhan pakan imago di dalam dome serta pemberian pakan tambahan akan mencukupi kebutuhan hidup imago. Imago dapat bertahan hidup di dalam dome kecil selama 150-350 jam (Tabel 11). Imago betina dapat langsung kawin setelah menetas dari pupa, sedangkan jantan harus menunggu 1-2 hari (Sihombing 1999).

Pengelolaan kesehatan

Pengelolaan kesehatan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pencegahan dan penanggulangan. Saat ini cara yang dapat dipakai oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul adalah pencegahan (Tabel 12). Fase larva merupakan fase paling rawan. Kulit yang lunak, pergerakan yang lamban membuat larva sulit menghindar dari parasitoid. Parasitoid hymenoptera merupakan parasitoid utama yang menyerang lepidoptera (Sutrisno dan Darmawan 20 11). Salah satu jenis dari ordo ini adalah Trichogramma sp. yang menyerang telur T. helena (Mardiana et al. 2001 diacu dalam Arifin 2004). Ukuran parasitoid ini sangat kecil. Selain itu terdapat juga parasitoid yang menyerang telur dan menghabiskan isinya seperti Ocengirtus sp. (Sihombing 1999). Tingkat mortalitas yang disebabkan oleh predator dapat mencapai 10% sedangkan serangan parasitoid akan membuat resiko kematian menjadi 80% (Sihombing 1999). Serangan bakteri akan menyebabkan kematian pada larva dengan ciri tubuh yang menghitam serta mengeluarkan cairan dengan bau busuk (Harberd 2005). Kematian yang disebabkan oleh virus biasanya tidak menampakkan gejala apapun (Harberd 2005).

Tabel 11 Lama fase imago pada beberapa jenis yang ditangkarkan

Spesies Jumlah imago Lama fase

Jam Hari

Pachliopta. polyponthesa 5 354.16±16.97 14-15

Troides haliphrona 1 378±0(c) 16

T. helenaa 6 358±18.07 14-16

T. hypolitusa 3 410±22.63 16-18

P. polyponthesb 10 356.40±23.87 14-16

(a)

(37)

25

Salah satu cara mengurangi laju penyebaran parasitoid adalah dengan mengurangi densitas telur atau larva (Harberd 2005). Pemeliharaan 1 ekor larva per boks dapat mencegah penyebaran parasitoid ke larva lainnya. Selain itu kebersihan boks harus selalu diperhatikan. Penggunaan disinfektan pada boks-boks pemeliharaan telur dan larva secara teratur akan membantu mengurangi resiko serangan bakteri dan virus (Harberd 2005). Pengaturan ventilasi dan cahaya matahari juga penting karena cahaya matahari berfungsi sebagai natural pest control.

Tingkat keberhasilan penangkaran

Tingkat keberhasilan merupakan salah satu indikator utama dalam menilai baik atau tidaknya sebuah penangkaran serta perbaikan apa yang diperlukan. Tabel kehidupan merupakan alat yang dipakai untuk mengukur demografi dari sebuah jenis (Price et al. 2011). Hasil inilah yang djadikan gambaran tingkat keberhasilan suatu jenis. Tingkat keberhasilan yang diukur terdiri dari 2 bagian yaitu: (1) tingkat keberhasilan umum yang menggambarkan sistem yang dipakai oleh penangkaran, (2) tingkat keberhasilan spesifik satu jenis sebagai pembanding (P. polyponthes).

Tingkat keberhasilan umum menggambarkan kondisi nyata 4 jenis yang ditangkarkan yaitu: T. helena; T. haliphron; T. hypolitus; dan P. polyponthes. Imago T. helena yang berhasil menetas mencapai 6 ekor dari 29 larva (20.69%). Imago T. haliphron 1 ekor dari 5 larva (20.00%). Imago T. hypolitus 3 ekor dari 16 larva (18.75%). Imago P. polyponthes 5 ekor dari 23 larva (21.74%) (Tabel 13). Rata-rata tingkat keberhasilan jenis yang ditangkarkan mencapai 20.55%.

Tabel 12 Metode pencegahan hama dan penyakit

Jenis hama/penyakit Metode pencegahan Predator : kadal, laba-laba,

semut.

Telur: tempat pemeliharaan telur menggunakan boks plastik yang tertutup rapat. Pengunaan kain kasa pada tutup boks dapat mengurangi peluang masuknya predator secara mekanis.

Ulat: mengunakan boks plastik yang bertutupkan kain kasa.

Pupa: secara teknis, pupa relatif lebih aman dibanding fase lainnya. Penempatan pupa dalam kandang yang terbuat dari paranet sudah cukup untuk melindungi pupa dari serangan predator ukuran besar.

Imago: penggunaan paranet dan rangka besi sebagai bahan kandang imago cukup untuk melindung imago dari serangan predator.

(38)

26

Laju kematian terbesar terjadi pada fase larva. Pada fase ini terjadi kematian pada lebih dari 70% populasi larva yan ditangkarkan. Fase pupa merupakan fase yang stabil. Semua pupa berhasil menetas menjadi imago dengan presentasi keberhasilan 100% (Gambar 21).

Tingkat keberhasilan spesifik digunakan untuk mengukur peluang hidup jenis yang dipelihara secara intensif, mulai dari fase telur hingga imago. Jenis yang dipilih adalah P. polyponthes. Pemilihan jenis disesuaikan dengan stok induk, jenis pakan, dan jumlah pakan yang tersedia saat penelitian dilakukan. Tingkat keberhasilan spesifik merupakan indikator yang digunakan untuk mewakili tingkat keberhasilan penangkaran. Tingkat keberhasilan telur menjadi larva mencapai 84.75%. Larva yang berubah menjadi pupa sebanyak 20.00% dari populasi larva. Tingkat keberhasilan pupa menjadi imago adalah 100.00% dari populasi pupa. Tingkat keberhasilan total untuk jenis P. polyponthes yang ditangkarkan mencapai 16.95%. Peluang hidup kumulatif untuk masing-masing awal fase adalah : 100.00% (telur), 84.75% (larva), (16.95%) pupa, dan 16.95% (imago) (Tabel 14).

Tabel 13 Tingkat keberhasilan umum

Spesies Larva % Pupa % Imago % Total (%)

(39)

27

Keterangan:

lx = jumlah individu yang hidup pada interval x

dx = jumlah individu yang mati pada interval x

qx = peluang kematian pada interval x (dx qx-1) px = peluang hidup pada interval x (1-qx) Px = peluang hidup kumulatif pada interval x

[(px Px)n-1]

Jika dibandingkan dengan penangkaran milik Bali Butterfly Park (74.9%) dan Cilember (72.1%), maka tingkat keberhasilan pada fase penetasan telur yang dimiliki oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul lebih baik (84.75%). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya daya tetas telur antara lain: (1) induk yang kurang baik, (2) pembuahan yang tidak sempurna, dan (3) kondisi lingkungan yang tidak memadai (Syaputra 2011). Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya daya tetas telur adalah predator, parasitoid dan patogen. Predator merupakan organisme yang bergerak aktif untuk mencari mangsa (Elkinton 2003). Beberapa contoh predator yang menyerang telur kupu-kupu adalah semut, laba-laba, dan kadal. Pemeliharaan telur dalam boks plastik yang ditutup oleh kain kasa akan mengurangi resiko dimangsanya telur oleh predator. Selain predator, parasitoid juga berpeluang menyebabkan gagalnya telur menetas. Parasitoid merupakan serangga yang fase hidup non-dewasanya terjadi dalam inang spesifik dan dalam proses berikutnya akan membunuh inangnya (Elkinton 2003). Perlindungan telur dari predator serta parasitoid menjadi kunci dalam penanganan fase telur.

Pada fase ulat terjadi penurunan tingkat keberhasilan menjadi 20%. Sebanyak 80% ulat gagal menjadi pupa. Bali Butterfly Park memiliki tingkat keberhasilan 78.95% dan Cilember 47.52%. Pemberian pakan yang segar dan kontinyu dapat membantu larva untuk bertahan hidup. Sistem ini dibuktikan oleh Bali Butterfly Park dan Cilember yang memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi pada fase ini. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap peluang hidup larva adalah pakan, predator, patogen, serta suhu lingkungan. Pakan menjadi faktor penentu dalam perkembangan larva. Gilbert dan Singer (1975) bahkan menyatakan bahwa pakan merupakan faktor pembatas dalam populasi kupu-kupu. Tingkat pertumbuhan larva yang tinggi akan terjadi jika pakan yang tersedia melimpah (Berg dan Merritt 2003). Fase awal larva merupakan tahap yang sangat bergantung pada pakan, sedangkan serangan predator akan mengakibatkan kematian pada fase akhir larva (Price et al. 2011). Serangan predator dapat dinihilkan dengan memelihara larva didalam boks plastik yang ditutup kain kasa. Kematian akibat patogen dapat dikurangi dengan menjaga kebersihan boks plastik. Suhu lingkungan yang ideal akan membantu larva untuk tumbuh optimal. Secara umum naiknya suhu lingkungan akan berkorelasi positif dengan pertambahan laju pertumbuhan (Berg dan Merritt 2003). Suhu ideal bagi pertumbuhan larva bergantung pada jenis dan regionnya. Kupu-kupu monarch di Meksiko akan memiliki suhu tubuh optimal pada 23-24 oC (Ackery dan Vane-Wright 1984),

Tabel 14 Tabel kehidupan Pachliopta polyponthes

Kelas umur lx dx qx px Px

Telur 59 9 0.1525 0.8475 1.0000

Larva 50 40 0.8000 0.2000 0.8475

Pupa 10 0 0.0000 1.0000 0.1695

(40)

28

sedangkan larva Parnassius citrinarius di jepang memiliki suhu rata-rata 28.5 oC (Akiyama dan Nishida 2013).

Tingkat keberhasilan pada fase imago mencapai 100%. Hasil ini lebih baik jika dibandingkan tingkat keberhasilan pada fase yang sama dengan Bali Butterfly Park (89.64%) dan Cilember (83.98%). Penempatan pupa, perlindungan dari predator, sirkulasi udara, dan perawatan yang dilakukan di Taman Kupu-Kupu TN Babul berhasil membuat semua pupa menetas. Faktor yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan pupa adalah suhu. Suhu rata-rata Taman Kupu Kupu TN Babul adalah 29 oC. Pupa harus terlindung dari suhu diatas 30 oC (Peggie 2011). Secara umum tingkat keberhasilan yang dimiliki oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul cukup baik pada fase telur dan pupa, namun kurang pada fase larva, sehingga total tingkat keberhasilan Taman Kupu-Kupu TN Babul lebih rendah jika dibandingkan dengan Bali Butterfly Park dan Cilember (Tabel 15).

Bentuk pemanfaatan penangkaran

Pemanfaatan Taman Kupu-Kupu TN Babul merupakan implementasi dari tujuan pendiriannya. Tujuan Pendirian Taman Kupu-Kupu TN Babul adalah pengawetan jenis, pendidikan konservasi, dan ekowisata. Tujuan pertama yaitu pengawetan jenis tercapai dengan cara melakukan release hasil penangkaran ke alam. Tujuan kedua tercapai dengan dilakukannya pendidikan konservasi. Tujuan terakhir dapat dicapai dengan menjual jasa wisata kupu-kupu terhadap masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena kupu-kupu merupakan obyek yang menarik dan dapat dijadikan sumber rekreasi (Sihombing 1999). Nilai ekonomi yang didapatkan melalui kegiatan ekowisata di Taman Kupu-Kupu TN Babul dapat dilihat berdasarkan pendapatan yang diterima. Tahun 2013 Taman Kupu-Kupu TN Babul memperoleh pendapatan senilai Rp 2 982 500. Hasil ini diperoleh melalui penjualan tiket kepada 921 orang turis lokal dan 34 orang turis mancanegara. Harga tiket untuk turis lokal adalah Rp 2 500 sedangkan turis mancanegara Rp 20 000.

Tabel 15 Tingkat keberhasilan penangkaran

Penangkaran Tingkat keberhasilan (%)

Telur Larva Pupa Imago Total Taman Kupu-Kupu TN Babul 100.00 84.75 20.00 100.00 16.95

Bali Butterfly Park(a) 100.00 74.90 78.95 89.64 53.17

Taman Kupu-Kupu Cilember(b) 100.00 72.10 47.52 83.98 28.14

(a)

(41)

29

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis yang ditangkarkan oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul berjumlah 4 spesies (1 famili). Pola warna dominan yang ditemukan pada jenis-jenis tersebut adalah graphite black, traffic black, rape yellow, dan traffic yellow. Troides hypolitus merupakan jenis terbesar dengan panjang sayap 76-96 mm. Sistem penangkaran yang digunakan oleh Taman Kupu-Kupu TN Babul menggunakan pola semi-intensif. Hal ini dicirikan dengan skema pemeliharaan telur di alam. Aspek pengelolaan yang menjadi perhatian adalah bentuk perkandangan, manajemen pakan, pengelolaan kesehatan, serta reproduksi. Aspek-aspek tersebut telah memenuhi kriteria ideal kecuali manajemen pakan. Aspek ini yang perlu mendapat pembenahan lebih baik lagi. Tingkat keberhasilan pada fase penetasan telur adalah 84.75%, perubahan larva menjadi pupa sebesar 20% dan penetasan pupa sebesar 100%. Secara total, tingkat keberhasilan Taman Kupu-Kupu TN Babul adalah 16.95%. Presentase ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat keberhasilan Bali Butterfly Park (53.17%) dan Cilember (28.45%) yang menggunakan sistem penangkaran intensif. Pakan menjadi aspek utama dalam membatasi tingkat keberhasilan pengelolaan penangkaran Taman Kupu-Kupu TN Babul.

Saran

Perubahan sistem penangkaran perlu dilakukan jika pengelola Taman Kupu-Kupu TN Babul ingin meningkatkan tingkat keberhasilannya. Sistem penangkaran secara intensif sebaiknya digunakan dalam membenahi permasalahan yang ada di penangkaran. Fokus yang harus dibenahi adalah ketersediaan pakan. Hal ini sangat penting karena pakan adalah faktor pembatas utama dalam pertumbuhan populasi. Pembangunan kebun pakan merupakan salah satu terobosan yang dapat diambil.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): IPB Press.

Ackery PR, Vane-Wright RI. 1984. Milkweed butterflies. Hongkong (HK) : British Museum

Akiyama K, Nishida T. 2013. Highly-enhanced larval growth during the cold season mediated by the basking behavior of the butterfly Parnassius citrinarius: lepidoptera; papilionidae. Entomological Science 16: 284-289 Allen TJ, Brock JP, Glassberg J. 2005. Caterpillars in The Field and Garden.

New York (USA): Oxford Publishing.

(42)

30

Braby MF. 2004. The Complete Guide to Butterflies of Australia. Collingwood (AUS): CSIRO Publishing.

Bauerfeind SS, Fisher K. 2005. Effects of food stress and density in different life stages on reproduction in a butterfly. Oikos 111: 514-524.

Bauerfeind SS, Fisher K. 2005. Effects of adult-derived carbohydrates, amino acids and micronutrients on female reproduction in a fruit-feeding butterfly. Journal of Insect Physiology 51: 545-554.

Bauerfeind SS. 2007. Evolutionary and Proximate Constraints on Egg Size in Butterflies [Desertasi]. Bayreuth (GER): University of Beyreuth

Bauerfeind SS, Fischer K, Hartstein S, Janowitz SA, Martin-Creuzburg D. 2007. Adult nutrition and its effect on female reproduction in a fruit-feeding butterfly: the role of fruit decay and dietary lipids. Journal of Insect Physiology 53: 964-973

Brock JP, Kaufman K. 2006. Field Guide to Butterflies of North America. (USA): Houghton Mifflin Harcour.

[Dephut] Departemen kehutanan. 1990. Jenis Kupu-Kupu yang Dilindungi Undang-Undang di Indonesia. Jakarta (ID): Departemen kehutanan

[Dephut] Departemen kehutanan. 2003. Informasi Kawasan Konservasi: Potensi Kupu-kupu di Balai KSDA Sulawesi Selatan. Makassar (ID): Departemen kehutanan.

Dewi R. 2003. Studi Teknik Penangkaran Kupu-Kupu di Wana Wisata Curug Cilember dan Taman Mini Indonesia Indah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Elkinton JS. 2003. Encyclopedia of Insect: Population ecology. Resh VH, Carde RT, editor. California (USA): Academic press.

Febrianti D. 2013. Perilaku Kupu-kupu Troides helena di Dalam Penangkaran Bantimurung. Maros (IND): Tidak dipublikasikan

Folsom WB. 2009. Butterfly Photographer’s Handbook. New York (USA): Amherst Media.

[FWS] US. Fish and Wildlife Service. 2005. Why Save Endangered Species. Arlington (USA): US. Fish and Wildlife Service.

Gilbert LE, Singer MC. 1975. Butterfly ecology. Annual Review of Ecology and Systematic 6: 365-395 Troides helena linnaeus (Lepidoptera : papilionidae) yang dipelihara dalam penangkaran. Di dalam: Arifin M et al., editor. Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia; 2004 Okt 5; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): PEI. hlm 527-532. Mattimu AA, Sugondo H, Pabittei H. 1977. Identifikasi dan Inventarisasi

Gambar

Tabel kehidupan
Tabel 1  Kupu-kupu yang dilindungi di Indonesia
Tabel 2  Data primer yang diambil
gambar berskala. Pengukuran panjang dan venasi sel sayap (Otsuka 1988) digunakan untuk mengetahui perbedaan spesifik antar jenis (Gambar 4)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi konservasi kupu-kupu yang efektif yaitu restorasi habitat (penanaman pakan kembali) merupakan pelestarian dan perlindungan yang dilakukan di dalam habitat aslinya,

Untuk itu, rumusan strategi akomodasi yang paling sesuai dengan kondisi kawasan TN Babul sangat diperlukan sehingga tujuan pengelolaan kawasan konservasi temasuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stakeholder dalam pengelolaan TN Babul, mendapatkan penjelasan tentang kepentingan dan pengaruh setiap stakeholder dalam

khususnya bagi masyarakat sekitar TN Babul adalah bagaimana memaksimalkan peman- faatan lahan garapan masyarakat dalam kawasan Taman Nasional tanpa merusak ka- wasan

Penelitian ini bertujuan menghitung nilai ekonomi jasa lingkungan air di TN Babul sebagai berikut: valuasi manfaat jasa lingkungan air kebutuhan rumah tangga dilakukan

Harlina, et.al : Peranan Vegetasi Terhadap Kehadiran Kupu-Kupu Graphium androcles Boisduval (Lepidoptera:Papilionidae) Di Sekitar Areal Isata Pattunuang Dan

Cagar Alam Leang-leang merupakan lokasi penelitian yang paling banyak ditemukan jumlah spesies kupu-kupu (113 spesies) dibandingkan dengan lokasi lainnya..

Kupu-kupu adalah serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola)atau serangga yang melalui stadium telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago