UJI KETINGGIAN DAN TIPE PERANGKAP UNTUK MENGENDALIKAN PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae)
DI DESA PEARUNG KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
SKRIPSI
OLEH :
KRENIVA M. SINAGA / 100301226
AGROEKOTEKNOLOGI – HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UJI KETINGGIAN DAN TIPE PERANGKAP UNTUK MENGENDALIKAN PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae)
DI DESA PEARUNG KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
SKRIPSI
OLEH :
KRENIVA M. SINAGA / 100301226
AGROEKOTEKNOLOGI – HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Ujian Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
JUDUL
NAMA NIM PRODI MINAT
: Uji Ketinggian dan Tipe Perangkap Untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)
(Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan
: Kreniva M. Sinaga : 100301226
: Agroekoteknologi
: Hama dan Penyakit Tanaman
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS.) (Ir. M. Iskandar Pinem, MAgr.) NIP. 195601221986011001 NIP. 195301291979031001
Mengetahui
ABSTRACT
Kreniva Megawati Sinaga “Test of Height and Type of Trap to Control Berry Borrer (Hypothenemus hampei Ferr.) in Pearung village, Sub-district
Paranginan, District Humbang Hasundutan”. Under the supervision of Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. M. Iskandar Pinem, MAgr. This research
aims to know the efective height and type of trap which is at most attacked by
H. hampei in the field. The method used Factorial Randomized Block Design (RBD) which consisted 2 treatments factor and three replications. First factor was height of trap (1 ; 1,2 ; 1;4 ; 1,6 dan 1,8 m) and the second factor was the type of trap (single funnel trap, multiple funnel trap, and mineral bottle). The results showed that the height of trap, type of trap, and that interactions significant by
H. hampei trapped but the intensity of attack by H. hampei and production of cofee non significant.
ABSTRAK
Kreniva Megawati Sinaga “Uji Ketinggian dan Tipe Perangkap untuk
Mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan”.
Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. M. Iskandar Pinem, MAgr.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ketinggian dan tipe perangkap yang efektif untuk mengendalikan PBKo di Lapangan. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan tiga ulangan. Fakor pertama adalah ketinggian perangkap (1 ; 1,2 ; 1;4 ; 1,6 dan 1,8 m) sedangkan faktor kedua adalah tipe perangkap (corong tunggal, corong ganda, dan botol bekas air mineral). Hasil percobaan menunjukkan bahwa faktor ketinggian, tipe perangkap serta interaksinya terhadap jumlah imago H. hampei yang tertangkap berpengaruh nyata sedangkan terhadap presentase serangan dan produksi buah kopi tidak berpengaruh nyata.
RIWAYAT HIDUP
Kreniva Megawati Sinaga lahir pada tanggal 9 Desember 1992 di Medan,
Sumatera Utara dari ayah Alm. Drs. Ruslan P. Sinaga dan ibu N. M. L. Manalu.
Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara.
Tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 15 Medan
dan pada tahun yanga sama lulus ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) di program studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Asisten Dasar Perlindungan Tanaman
Sub-Hama dan Sub-Penyakit, serta Asisten Laboratorium Perbanyakan Vegetatif
Tanaman.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PTPN III Kebun
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Uji Ketinggian dan Tipe Perangkap untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kopi
(Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua yang telah membesarkan, memelihara, mendidik, dan mendukung
penulis baik secara materil maupun moril. Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. M. Iskandar Pinem, MAgr.
selaku Ketua dan Anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam penulisan skripsi serta kepada Bapak Sianturi selaku
pembimbing di lapangan selama pelaksanaan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan
pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan mahasiswa yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Desember 2014
DAFTAR ISI
Hipotesis Percobaan ... 4
Kegunaan Penulisan ... 4 Tempat dan Waktu Percobaan ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian ... 14
Pelaksanaan Penelitian Kebun Percobaan ... 16
Perakitan Perangkap ... 16
Pemasangan Perangkap ... 17
Parameter yang Diamati Jumlah Imago H. hampei yang Tertangkap ... 17
Persentase Serangan H. hampei pada Buah Kopi ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap jumlah imago
H. hampei yang tertangkap ... 19
Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap persentase serangan H. hampei pada Buah Kopi ... 21
Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap Produksi Buah Kopi .... 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 25
Saran ... 26
DAFTAR PUSTAKA ... 27
DAFTAR TABEL
No. Judul Hlm.
1 Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap jumlah imago
H. hampei yang tertangkap 19
2 Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap persentase
serangan H. hampei pada buah kopi 21
3 Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap produksi
DAFTAR GAMBAR
No .
Judul Hlm
.
1 a. Telur H. hampei 5
b. Larva H. hampei 5
2 Larva H. hampei 6
3 Pupa H. hampei 7
4 Imago H. hampei 7
5 a. Buah kopi yang muda terserang serangga H. hampei 9 b. Buah kopi yang tua terserang serangga H. hampei 9
6 a. Tipe corong tunggal 13
b. Tipe corong ganda 13
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hlm
1. Imago H. hampei yang tertangkap 30
2. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi 34
3. Produksi buah kopi 38
4. Lahan Penelitian 41
ABSTRACT
Kreniva Megawati Sinaga “Test of Height and Type of Trap to Control Berry Borrer (Hypothenemus hampei Ferr.) in Pearung village, Sub-district
Paranginan, District Humbang Hasundutan”. Under the supervision of Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. M. Iskandar Pinem, MAgr. This research
aims to know the efective height and type of trap which is at most attacked by
H. hampei in the field. The method used Factorial Randomized Block Design (RBD) which consisted 2 treatments factor and three replications. First factor was height of trap (1 ; 1,2 ; 1;4 ; 1,6 dan 1,8 m) and the second factor was the type of trap (single funnel trap, multiple funnel trap, and mineral bottle). The results showed that the height of trap, type of trap, and that interactions significant by
H. hampei trapped but the intensity of attack by H. hampei and production of cofee non significant.
ABSTRAK
Kreniva Megawati Sinaga “Uji Ketinggian dan Tipe Perangkap untuk
Mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan”.
Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. M. Iskandar Pinem, MAgr.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ketinggian dan tipe perangkap yang efektif untuk mengendalikan PBKo di Lapangan. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan tiga ulangan. Fakor pertama adalah ketinggian perangkap (1 ; 1,2 ; 1;4 ; 1,6 dan 1,8 m) sedangkan faktor kedua adalah tipe perangkap (corong tunggal, corong ganda, dan botol bekas air mineral). Hasil percobaan menunjukkan bahwa faktor ketinggian, tipe perangkap serta interaksinya terhadap jumlah imago H. hampei yang tertangkap berpengaruh nyata sedangkan terhadap presentase serangan dan produksi buah kopi tidak berpengaruh nyata.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan komoditas perkebunan komersial Indonesia yang
sebagian besar produksinya diekspor ke pasar dunia. Saat ini Indonesia
merupakan negara produsen terbesar ketiga dunia, yang menguasai pangsa sebesar
7,9 persen, dan sekaligus merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat
dunia yang menguasai pangsa ekspor dunia sebesar 6,6 persen (Hutabarat, 2004).
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting
dalam perekonomian nasional, di antaranya : (1) sebagai lapangan kerja dan
sumber pendapatan masyarakat; (2) sebagai bahan baku industri pengolahan,
sehingga produknya mempunyai pasar yang luas baik lokal, regional, dan global;
(3) menciptakan nilai tambah melalui kegiatan pascapanen, pengolahan, dan
distribusi; (4) sebagai sumber devisa nonmigas melalui kegiatan ekspor ke
beberapa negara tujuan dan (5) menciptakan pasar bagi produk-produk
non-pertanian (Hutabarat et al. dalam Dradjat et al., 2007).
Komoditas kopi yang dikomersialkan umumnya adalah jenis kopi Arabika
dan kopi Robusta. Di pasaran dunia, kopi Arabika dibedakan atas 3 kelompok
berdasarkan kualitas citarasanya, yaitu kopi Arabika biasa, kopi spesialti, dan kopi
organik (Susilo, 2008). Dewasa ini ekspor kopi Arabika mencapai
28.100 ton/tahun atau 8,28% dari total ekspor kopi Indonesia. Komposisi mutu
ekspor kopi Arabika adalah 72% tinggi, 23% sedang dan hanya 3% mutu rendah
Kabupaten Humbang Hasundutan terletak pada garis 201-2028’
Lintang Utara, dan 98010-98058’ Bujur Timur dan berada di bagian tengah
wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kondisi fisik Kabupaten Humbang Hasundutan
berada pada ketinggian antara 330-2075 m di atas permukaan laut,
dengan luas wilayah sebesar 2.335,33 km2, dengan kemiringan tanah yang
tergolong datar hanya 11%, landai sebesar 20%, dan miring/terjal 69%
(Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara, 2005).
Kabupaten Humbang Hasundutan adalah Kabupaten yang dimekarkan dari
Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan UU No. 9 tahun 2003. Kabupaten ini
terletak ditengah wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah
2.335,33 km2 terdiri dari 10 Kecamatan, 124 Kelurahan dan 117 Desa. Ibukota
kabupaten berada pada kecamatan Dolok Sanggul sebagai pusat pemerintahan.
Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Luas tanaman perkebunan pada tahun 2008 mencapai 36.599,35 Ha dan tersebar
diseluruh Kecamatan. Lahan yang paling luas diperuntukkan untuk perkebunan
kopi, yakni seluas 22.707 Ha dengan luas panen 7.540,00 Ha dan jumlah produksi
mencapai 6.234,38 ton (Sihaloho, 2009).
Potensi Ekonomi di Kabupaten Humbang Hasundutan mayoritas
masih bertumpu pada sektor pertanian. Tanaman kopi di Kabupaten
Humbang Hasundutan merupakan komoditas yang khas. Fluktuasi peningkatan
produksi tanaman kopi di Kabupaten ini dari tahun ke tahun tidak besar,
hanya meningkat 4-5 persen, meningkat dua persen dari tahun sebelumnya
Di antara permasalahan dalam budidaya kopi adalah serangan hama
penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei Ferr. (PBKo). Hama PBKo ini selain menyerang biji kopi di pertanaman juga dapat menyerang biji kopi sewaktu
di penyimpanan. Serangan hama PBKo menyebabkan penurunan produktivitas
dan kualitas hasil secara nyata. Serangan pada stadia buah muda dapat
menyebabkan keguguran buah sebelum buah masak, sedangkan serangan pada
stadia buah masak (tua) menyebabkan biji berlubang sehingga terjadi penurunan
berat dan kualitas biji (Sulistyowati dalam Susilo, 2008). Kehilangan hasil akibat serangan PBKo bervariasi tergantung kondisi pengelolaan tanaman. Pada
pertanaman yang tidak dilakukan tindakan pengendalian serangan hama PBKo
dapat mencapai 100% (Baker, Prakasan et al. dalam Susilo, 2008).
Hama penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera: Scolytidae) merupakan kumbang penggerek endemik Afrika Tengah
yang sangat merusak pada budidaya kopi hampir di seluruh dunia, kecuali
di Nepal dan Papua New Guinea (PNG) yang masih terbebas dari serangan
hama tersebut (Vega et al. dalam Burbano et al., 2010). Kerugian akibat
hama ini di dunia mencapai 500 juta USD setiap tahunnya
(Durham, 2004, Vega et al. dalam Wiryadiputra, 2012). Di Indonesia,
diperkirakan kerugian oleh hama PBKo mencapai 6,7 juta dolar AS per tahun
(Wiryadiputra et al. dalam Wiryadiputra, 2012). Kerugian ini belum termasuk penurunan mutu yang berakibat juga pada penurunan harga (Wiryadiputra, 2012).
Pengendalian PBKo yang dilakukan akhir-akhir ini adalah penggunaan
digunakan sekitar 15 perangkap/Ha, dapat menurunkan populasi PBKo kira-kira
85% dari satu hektar tanaman kopi (Jansen dalam Manurung, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi
(PBKo, Hyphotenemus hampei Ferr.) berkaitan dengan ketinggian dan tipe perangkap serangga.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji ketinggian dan tipe perangkap yang efektif untuk
mengendalikan penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan.
Hipotesis Penelitian
- Ketinggian perangkap berpengaruh meningkatkan populasi imago
Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)yang tertangkap - Tipe perangkap berpengaruh meningkatkan populasi imago Penggerek
Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)yang tertangkap
- Interaksi antara ketinggian dan tipe perangkap berpengaruh meningkatkan
populasi imago Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)yang tertangkap
Kegunaan Usulan Penelitian
Penulisan usulan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memulai
penelitian di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
(a) (b) TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)
Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Scolytidae
Genus : Hypothenemus
Spesies : Hypothenemus hampei Ferr.
PBKo sangat berbahaya karena berkembang biak sangat cepat dan jumlah
banyak sekali. Dalam 1 tahun, keturunan dari 1 ekor betina berjumlah 100.000
(seratus ribu) ekor. Dalam 2-3 tahun, semua buah bisa terserang sehingga tidak
ada lagi biji yang dapat dipanen. Siklus hidup (life cycle, dari telur ke dewasa)
PBKo hanya 24-45 hari (tergantung cuaca). Satu betina bertelur sebanyak 35-50
butir yang terdiri dari 33-46 (92%) betina (Malau et al., 2012).
Gambar 1 : (a) Telur Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Telur pada
Dua hari setelah memasuki buah, betina sudah bertelur. Kumbang betina yang
akan bertelur membuat lubang gerekan dengan diameter lebih kurang 1 mm pada
buah kopi dan biasanya pada bagian ujung (Gambar 1a). Kemudian kumbang
tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya.
Telur menetas menjadi larva dalam 5-9 hari. Lama stadium larva
penggerek biji kopi berkisar 10-26 hari. Telur menetas menjadi larva yang
menggerek biji kopi (Gambar 2) (Hindayani et al., 2002). Larva yang baru menetas berada dalam gerekan yang dibuat oleh imago dan makan dari biji kopi
(Wiryadiputra, 2007).
Gambar 2 : Larva Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber : Normauli Manurung, 2010)
Larva penggerek buah kopi (Gambar 2) yang menetas akan segera menggerek
keping biji (endosperma) kopi yang telah mengeras dan berkembang sampai
menjadi dewasa pada liang gerekan dalam buah kopi.
Larva penggerek biji kopi menjadi pupa atau kepompong didalam buah
atau biji kopi. Masa prapupa 2 hari dan lama stadium pupa 4 sampai 9 hari
Gambar 3 : Pupa Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber : Normauli Manurung, 2010)
Dari pupa (Gambar 3) akan keluar serangga dewasa (imago) jantan dan betina.
Imago betina dapat terbang, sedangkan imago jantan tetap tinggal pada liang
gerekan dalam biji.
Serangga dewasa berwarna hitam kecoklatan (Gambar 4). Panjang tubuh
serangga betina 2 mm, sedang jantan lebih kecil 1.2 mm, perbandingan antara
betina dan jantan rata-rata 10 : 1 (Prastowo et al., 2010). Pada saat akhir panen kopi populasi serangga mulai turun karena terbatasnya makanan, populasi
serangga hampir semuanya betina, karena serangga betina memiliki umur yang
lebih panjang dibanding serangga jantan. Pada kondisi demikian perbandingan
serangga betina dan jantan dapat mencapai 500:1. Serangga jantan H. hampei
tetap tinggal pada liang gerekan di dalam biji (Wiryadiputra, 2007).
Pupa berada di dalam biji kopi
Hama PBKo mampu terbang dengan ketinggian hingga 1,8 meter. Serangga
jantan tidak bisa terbang, sedang betina terbang sore hari dari pukul 16.00 sampai
18.00 dengan umur rata-rata 103 hari dan 150 hari.
Gejala Serangan
Hama utama kopi yang dapat menurunkan produksi dan mutu kopi adalah:
penggerek buah kopi oleh Hypothenemus hampei Ferr. Gejala serangannya dapat terjadi pada buah kopi yang muda maupun tua (masak) (Gambar 5a), buah gugur
mencapai 7-14% atau perkembangan buah menjadi tidak normal dan busuk
(Ernawati et al., 2008).
Hama PBKo umumnya menyerang buah kopi yang bijinya (endosperm)
telah mengeras, namun pada buah yang bijinya belum mengeraspun yang telah
berdiameter lebih dari 5 mm juga kadang-kadang diserang. Buah-buah yang
bijinya masih lunak umunya tidak digunakan sebagai tempat berkembang biak,
tetapi hanya digerek untuk mendapatkan makanan sementara dan selanjutnya
ditinggalkan lagi. Kerusakan yang ditimbulkan pada serangan demikian kadang
justru lebih berat, karena buah menjadi tidak berkembang, berubah warna menjadi
kuning kemerahan, dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah
mengeras akan berakibat penurunan jumlah dan mutu hasil (Wiryadiputra, 1996).
Hama menyerang buah dengan cara menggerek. Lubang gerekan
berbentuk bulat dengan diameter lebih kurang 1 mm dan umumnya dijumpai pada
ujung buah. Lubang kadang-kadang sukar dilihat karena tertutup oleh kotoran
Setelah menyerang buah yang bijinya lunak, hama segera keluar karena tidak bisa
berkembang di dalamnya. Buah muda akan menjadi busuk dan kemudian gugur.
Jenis kopi yang disukai adalah jenis Arabica, Robusta dan Liberica
(Untung, 2010).
Gambar 5 : (a) Buah kopi yang terserang serangga PBKo (Sumber : Foto langsung, 2014)
Gejala serangan dapat terjadi pada buah kopi yang muda maupun tua (masak)
(Gambar 5). Serangan H. hampei pada buah muda menyebabkan gugur buah sedangkan serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat
berlubang-lubang dan bermutu rendah. Pada umumnya, hanya kumbang betina
yang sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan
buat lubang kecil dari ujungnya (Gambar 5).
PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering
mencapai populasi yang tinggi. Kumbang betina menyerang buah kopi yang
sedang terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah
yang sudah tua paling disukai. PBKo menyerang pada bagian kebun kopi yang Buah kopi berlubang akibat gerekan serangga
serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang
tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu
penting sekali membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal
(Hindayana et al., 2002).
Pengendalian
Pengendalian harus dilakukan bila intensitas serangan >10%.
Pengendalian dapat dilakukan melalui sanitasi kebun, pembiakan dan pelepasan
parasitoid Cephalonomia stepiana serta penggunaan jamur Beauveria basiana. (Prastowo et al., 2010).
Pengendalian hama PBKo menurut Ernawati et al. (2008) dapat dilakukan dengan cara :
- Petik semua buah yang masak awal (baik pada buah yang terserang maupun
tidak), biasanya dilakukan pada 15-30 hari menjelang panen raya. Untuk
mencegah terbangnya hama, pada saat menampung buah digunakan kantong
yang tertutup, kemudian buah direndam dalam air panas selama sekitar 5 menit
- Dilakukan racutan/rampasan, yaitu memetik semua buah yang telah berukuran
5 mm yang masih ada di pohon sampai akhir panen (hal ini untuk memutus
daur hidup hama)
- Lakukan pemangkasan terhadap tanaman pelindung agar kondisi lingkungan
tidak terlalu gelap.
Pengelolaan hama PBKo dapat dilakukan dengan cara yaitu memanfaatkan
lingkungan seperti mengurangi naungan dan melakukan pemangkasan serta
mengusahakan supaya selama jangka waktu tertentu tidak terdapat buah kopi,
baik di pohon ataupun di tanah. Dengan demikian kumbang betina tidak
mempunyai buah kopi untuk makanan atau untuk tempat berkembang biak. Hal
tersebut dapat diusahakan antara lain melalui rampasan, lelesan, petik bubuk
(Untung, 2010).
Pengendalian dengan insektisida kimia tidak dilakukan karena hampir
semua stadium perkembangan serangga hama tersebut berada di dalam buah kopi.
Di samping itu petani mengalami kendala di dalam penyemprotan karena pada
umumnya ketinggian pohon kopi melebihi tinggi manusia. Aplikasi insektisida
kimia yang terus-menerus juga akan mendatangkan masalah-masalah baru yang
lebih rumit dan sulit diselesaikan, seperti resistensi, resurgensi, munculnya hama
baru, tercemarnya lingkungan hidup, teracuninya binatang ternak bahkan manusia
(Untung dalam Laila et al., 2011). Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan cara pemangkasan dan penggunaan perangkap yang berisi senyawa
kairomon (Wiryadiputra dalam Laila et al., 2011).
Perangkap Serangga
Kajian tentang perangkap untuk hama PBKo telah dilakukan ntuk
mengevaluasi aspek warna perangkap desain atau tipe perangkap dan senyawa
penarik yang paling efektif untuk menarik serangga PBKo, serta potensinya dalam
menurunkan populasi hama PBKo. Warna perangkap yang dievaluasi terdiri atas
Perangkap diletakkan pada tiang kayu pada ketinggian sekitar 175 cm diatas
permukaan tanah dan ditempatkan di antara pohon kopi. Pengamatan jumlah
serangga yang terperangkap dilakukan setiap hari selama satu minggu
(Wiryadiputra dalam Manurung, 2008).
Scolytidae tertarik pada ethanol dan methanol. Ketertarikan serangga
tergantung pada kondisi pertumbuhan tanaman kopi (iklim, pengaturan jarak
tanam, kelembaban, kultivar, umur tanaman, arah angin, kecepatan, dan lain-lain)
dapat mempengaruhi penangkapan hama ini. Berdasarkan uraian tersebut, hasil
penelitian terhadap penangkapan PBKo diperoleh hasil yang bertentangan
dalam hal tanggapan serangga tersebut terhadap bahan semikimia,
dan hubungannya dengan faktor lain. Sebagai contoh, beberapa studi
menunjukkan bahwa PBKo yang tertangkap meningkat dengan menggunakan
campura bahan ethanol dan methanol dengan perbandingan tingkat campuran 1:3
(Mendonza Mora dalam Silva et al., 2006).
Perangkap senyawa penarik terdiri atas 2 bagian utama, yaitu alat
perangkap dan senyawa penaik (atraktan). Pada bagian alat perangkap terdiri atas
tameng plstik yang dipasang secara bersilang sehingga pada bagian atas corong
terbagi ke dalam empat bagian. Pada bagian tengah tameng ini ditempatkan
senyawa penarik yang berada dalam botol plastik kecil. Pada bagian awah corong
terdapat botol penampung serangga yang tertangkap, yang dapat dikaitkan
dengan corong pada bagian tutupnya. Di dalam botol penampung diisi
larutan sabun yang berfungsi untuk menampung serangga PBKo sehingga
akan cepat mengalami kematian. Pada sisi samping botol penampung, kurang
(a) (b) (c)
mengeluarkan kelebihan air apabila alat perangkap terisi air dari luar pada saat
musim hujan. Pada bagian atas corong dan tameng masih diberi peneduh dari
plastik untuk melindungi dari curah hujan dan kotoran masuk kedalam perangkap
(Wiryadiputra dalam Manurung, 2008).
Gambar 6 : (a) Tipe corong tunggal (b) Tipe corong ganda
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kebun kopi milik petani di Desa Pearung,
Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbahas. Varietas yang ditanam adalah
varietas arabika, dengan luas lahan ± 5000 m2 dan ketinggian tempat ± 1200 m di
atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan dari bulan September sampai
Oktober 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kopi Arabica
(Coffea arabica), senyawa penarik yaitu campuran methanol dan ethanol dengan perbandingan 3:1, larutan deterjen, dan plastik.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol bekas air mineral,
corong, kamera, pinset, bambu, tali, pisau. botol kocok, buku data serta alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) Faktorial dengan 2 faktor yaitu :
• Faktor I : Tinggi Perangkap (T)
T1 : Perangkap dengan ketinggian 1,0 m
T2 : Perangkap dengan ketinggian 1,2 m
T3 : Perangkap dengan ketinggian 1,4 m
T4 : Perangkap dengan ketinggian 1,8 m
• Faktor II : Tipe Perangkap (P)
P1 : Perangkap corong tunggal
P2 : Perangkap corong ganda
P3 : Perangkap botol bekas air mineral
Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali.
Kombinasi Perlakuan adalah:
T1P1 T2P1 T3P1 T4P1 T5P1
T1P2 T2P2 T3P2 T4P2 T5P2
T1P3 T2P3 T3P3 T4P3 T5P3
Metode linier yang dipakai:
Yijk = μ + τi + βj (τβ) ij + εijk
Dimana :
Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan taraf ke-j, perlakuan taraf ke-k blok i
μ = Rata-rata umum
τi = Efek blok ke-i
βj = Efek perlakuan pada taraf ke-i, taraf perlakuan ke-j
(τβ) ij = Efek perlakuan pada taraf ke-i, taraf perlakuan ke-j
Pelaksanaan Penelitian
Kebun Percobaan
Survei dilakukan dengan mengamati daerah pertanaman kopi di kebun
milik petani. Jenis kopi pada areal percobaan adalah kopi Arabika berumur
7-10 tahun. Ditetapkan luas lahan penelitian yaitu ± 5000 m2 dengan populasi
tanaman kopi sebanyak 1250 tanaman dengan jarak tanam 2 x 2 meter.
Perakitan Perangkap
Perangkap dari botol bekas air mineral memiliki spesifikasi botol dengan
volume 1,5 liter. Selanjutnya pada botol tersebut dibuat dua buah lubang pada sisi
yang berlawanan dengan ukuran tiap lubang sama (5x6) cm. Bentuk kedua lubang
arahnya lurus sesuai perlakuan. Wadah senyawa penarik diletakkan di dalam botol
dengan cara dikaitkan menggunakan tali pada bagian tutup botol di bagian atas,
sedang untuk menampung serangga yang tertangkap diletakkan larutan deterjen
pada bagian dasar botol.
Perangkap corong ganda dibuat dengan menyusun corong secara
bertingkat sebanyak 4 buah. Wadah senyawa penarik dikaitkan menggunakan tali
pada bagian penutup corong di bagian atas. Untuk menampung serangga yang
tertangkap diletakkan larutan deterjen pada botol kocok yang dikaitkan dengan
corong.
Perakitan alat perangkap dari komponen-komponen yang terpisah dirakit
Pemasangan Perangkap
Perangkap dipasang secara acak pada areal pertanaman dengan jumlah 45
buah. Pengamatan dilakukan 1 kali sehari selama seminggu. Botol yang berisikan
senyawa penarik diikat dengan menggunakan benang, lalu larutan deterjen
diletakkan dibagian dasar perangkap. Perangkap digantung sesuai dengan
masing-masing perlakuan.
Perangkap dipasang pada ketinggian sesuai dengan perlakuan diantara
pohon kopi.
Parameter yang Diamati
a. Jumlah imago Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) yang ditangkap pada masing-masing perlakuan dan ulangan setiap hari
menggunakan perangkap yang telah dilengkapi senyawa penarik, dengan
cara menghitung dan mencabut serangga pada setiap perlakuan.
b. Persentase serangan terhadap buah pada luasan yang diamati.
Persentase serangan Penggerek Buah Kopi dihitung dengan cara :
- Ditetapkan 2 pohon contoh untuk masing-masing perlakuan pada areal
pertanaman dengan total pohon yang diamati untuk perlakuan persentase
serangan serta produksi buah kopi adalah sebanyak 90 pohon
- Dipilih 4 cabang pada setiap pohon contoh dengan posisi cabang berada di
tengah bagian pohon dan keempat cabang tersebut searah dengan 4 mata
angin (utara, selatan, barat, dan timur).
- Dihitung persentase serangan Penggerek Buah Kopi dengan menggunakan
rumus :
a
b
Keterangan :
P = Persentase buah yang terserang
a = Jumlah buah yang terserang pada saat panen
b = Jumlah total buah kopi yang dipanen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Ketinggian dan Tipe Perangkap terhadap Jumlah Imago PBKo (Hypothenemus hampei Ferr. ) yang Tertangkap
Dari hasil analisis sidik ragam jumlah imago H. hampei yang tertangkap pada setiap perlakuan ketinggian dan tipe perangkap, menunjukkan hasil yang
berbeda sangat nyata (Lampiran 5-8) sedangkan interaksi antara ketinggian dan
tipe perangkap berpengaruh nyata terhadap jumlah imago H. hampei yang
tertangkap. Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap jumlah imago
H. hampei yang tertangkap dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap jumlah imago
H. hampei yang tertangkap
Perlakuan Ulangan Total Rataan
(ekor)
T2P2 (1,2 m dengan perangkap corong ganda) yaitu sebesar 5,38 ekor dan jumlah
imago H. hampei yang tertangkap terendah terdapat pada perlakuan T5P2 (1,8 m dengan perangkap corong ganda) yaitu sebesar 1,19 ekor.
Pengamatan dilakukan pada tanaman kopi dengan ketinggian 1-1,8 meter,
rataan imago H. hampei yang tertangkap adalah 3,23 ekor. Perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan T2P2 (1,2 m dengan perangkap corong ganda) yaitu
rataan jumlah imago H. hampei yang tertangkap dari awal hingga akhir pengamatan sebesar 5,38 ekor. Serangga masih dapat tertangkap pada
pemasangan perangkap sampai dengan ketinggian 1,8 meter karena pada
ketinggian tersebut masih terdapat buah kopi dimana tidak dilakukan
pemangkasan pada pohon kopi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemasangan
perangkap yang efektif pada ketinggian 1,2 m. Hal ini sesuai dengan pendapat
CIRAD (2004) yang menyatakan bahwa ketinggian perangkap yang efektif adalah
1,2 m.
Pada perlakuan T2P2 menggunakan corong ganda berwarna merah. Hal ini
menunjukkan bahwa ketertarikan serangga H. hampei terhadap warna merah merupakan pemicu tertangkapnya serangga kedalam perangkap. Menurut
Wiryadiputra (2006) penggunaan tipe perangkap corong ganda dengan empat
corong mendapatkan hasil bahwa warna perangkap merah dan biru adalah paling
efektif dalam menarik serangga PBKo.
Ketertarikan serangga PBKo terhadap perangkap juga dikarenakan
senyawa feromon yang dipasang pada perangkap dimana senyawa tersebut
Beberapa studi menunjukkan bahwa H. hampei yang tertangkap meningkat dengan menggunakan campuran bahan ethanol dan methanol dengan
perbandingan tingkat campuran 1:3.
Pengaruh Ketinggian dan Tipe Perangkap terhadap Persentase Serangan H. hampei pada Buah Kopi
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam persentase buah yang terserang
pada setiap perlakuan ketinggian dan tipe perangkap, menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata (lampiran 9-11). Rataan persentase buah yang terserang dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap persentase serangan
H. hampei pada buah kopi
Perlakuan Ulangan Total Rataan
(%)
tunggal) dan T3P1 (1,4 m dengan perangkap corong tunggal) yaitu sebesar 0,03 %
dan terendah terdapat pada perlakuan T4P1 (1,6 m dengan perangkap corong
tunggal) dan T4P2 (1,6 m dengan perangkap corong tunggal) yaitu sebesar
0,02 %. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun
penurunan presentase serangan yang signifikan pada setiap perlakuan karna
pengamatan yang dilakukan selama 7 hari.
Rataan persentase serangan H. hampei mencapai 0,03%. Hal ini disebabkan karena pohon kopi yang rimbun akibat tidak dilakukan pemangkasan
sehingga memicu serangan serangga H. hampei. Hal ini sesuai dengan pernyataan Untung (2010) yang menyatakan bahwa untuk pengendalian serangga H. hampei
dilakukan pemangkasan terhadap tanaman agar kondisi lingkungan tidak terlalu
gelap. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Hindayani et al. (2002) yaitu
H. hampei menyerang pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Buah kopi yag terserang akan berlubang dengan
diameter lebih kurang 1 mm dan biasanya pada bagian ujung. Kemudian
H. hampei betina bertelur pada lubang tersebur. Hal tersebut mengakibatkan perkembangan buah menjadi tidak normal, dan biji menjadi busuk akibat gerekan
oleh larva H. hampei yang menetas didalam buah kopi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ernawati et al. (2008) yang mengemukakan bahwa gejala serangan pada buah kopi yaitu buah gugur mencapai 7-14%, perkembangan buah
Pengaruh Ketinggian dan Tipe Perangkap terhadap Data Produksi Buah Kopi
Hasil analisis sidik ragam pada parameter data produksi buah kopi pada
setiap perlakuan ketinggian dan tipe perangkap dengan jumlah pohon sebanyak 90
pohon, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (lampiran 12-15). Rataan
tinggi data produksi buah kopi dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh ketinggian dan tipe perangkap terhadap produksi buah kopi
Perlakuan Ulangan Total Rataan
(kg)
Pada pengamatan diketahui bahwa perlakuan data produksi buah kopi
tertinggi terdapat pada perlakuan T5P3 (1,8 m dengan perangkap corong ganda)
yaitu sebesar 0,20 kg dan terendah terdapat pada perlakuan T1P3 (1 m dengan
perangkap botol bekas air mineral) yaitu sebesar 0,09 kg. Rataan produksi buah
terdapat peningkatan maupun penurunan produksi buah kopi yang signifikan pada
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Ketinggian dan tipe perangkap berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah
imago H. hampei yang tertangkap sedangkan interaksi antar keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah imago H. hampei yang tertangkap
2. Ketinggian dan tipe perangkap tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
serangan H. hampei pada buah kopi dan produksi buah kopi
3. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap tertinggi terdapat pada perlakuan T2P2 (1,2 m dengan perangkap corong ganda) yaitu sebesar 5,38 ekor dan
jumlah imago H. hampei yang tertangkap terendah terdapat pada perlakuan T5P2 (1,8 m dengan perangkap corong ganda) yaitu sebesar 1,19 ekor dengan
rataan sebesar 3,23 ekor
4. Persentase buah terserang yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1P1
(1 m dengan perangkap corong tunggal) dan yaitu sebesar 0,03% dan
terendah terdapat pada perlakuan T4P1 (1,6 m dengan perangkap corong
tunggal) dan T4P2 (1,6 m dengan perangkap corong ganda) yaitu sebesar
0,02 % dengan rataan sebesar 0,03%
5. Data produksi buah kopi tertinggi terdapat pada perlakuan T5P3
(1,8 m dengan perangkap botol bekas air mineral) yaitu sebesar 0,20 kg dan
terendah terdapat pada perlakuan T1P3 (1 m dengan perangkap botol bekas air
Saran
Perlu dilakukan penyuluhan terhadap petani kopi untuk meningkatkan
pemeliharaan tanaman kopi baik dari segi pemupukan, pemangkasan, dan lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pegembangan Provinsi Sumatera Utara. 2005. Kajian Terhadap Perkembangan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kota Padang Sidimpuan Sebagai Hasil Pemekaran. Sumatera Utara.
Burbano, E., M. Wright, D. E. Bright and F. E. Vega. 2010. New Record For The Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei, In Hawaii. Journal of Insect Science 11(117):1-3.
CIRAD. 2004. The Brocap Trap. Tree Crops Department Coffee Programme. France.
Dradjat, B., A. Agustian dan A. Supriatna. 2007. Ekspor dan Daya Saing Kopi
Biji Indonesia di Pasar Internasional : Implikasi Strategis Bagi
Pengembangan Kopi Biji Organik. Pelita Perkebunan 23(2):159-179.
Ernawati, R. W. Arief dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Hindayana, D.,D. Judawi, D. Priharyanto, G. C. Luther, G. N. R. Purnayasa, J. Mangan, K. Untung, M. Sianturi, P. Mundy, dan Riyatno. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian Jakarta.
Hutabarat, B. 2004. Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya Terhadap Kinerja Industri Perkopian Nasional. Jurnal agro Ekonomi 22(2):147-166.
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops In Indonesia. Diterjemahkan Oleh P. A. Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.
Laila,M. S. I., N. Agus dan A. P. Saranga. 2011. Aplikasi Konsep Pengendalian Hama Terpadu untuk Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei). Jurnal Fitomedika 7(3):162-166.
Malau, S., P. LB Raja, B. Naibaho, S. T. T. Sumihar, dan R. Simanjuntak. 2012. Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara. Medan.
Manurung, V. 2008. Penggunaan Brocap Trap Untuk Pengendalian Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) Pada Tanaman Kopi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, dan S. J. Munarso. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Ramlan, Nurjanani dan M. Sjafaruddin. 2010. Kajian Teknologi Pengelolaan Hama Kopi Arabika Ramah Lingkungan. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010.
Sihaloho, T. M. 2009. Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan ManajemenInstitut Pertanian Bogor. Bogor.
Silva, F. C., M. U. Ventura, and L. Morales. 2006. Capture of Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) in Response to Trap Characteristics. Science Agriculture (Piracicaba, Brazil) 63(6):567-571.
Susilo, A. W. 2008. Ketahanan Tanaman Kopi (Coffea sp.) Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.). Review Penelitian Kopi dan Kakao 24(1):1-14.
Untung, K. 2010. Diktat Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Wiryadiputra, S. 1996. Uji Terap Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi Menggunakan Jamur Beauveria di Sulawesi Selatan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 12(2):125-129.
______________. 2007. Pengelolaan Hama Terpadu Pada Hama Penggerek Buah Kopi, Hypothenemus hampei Ferr. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember. Jawa Timur.
_____________. 2012. Keefektifan Insektisida Cyantraniliprole Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) Pada Kopi Arabika. Pelita Perkebunan 28(2):100-110.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 2. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap pengamatan II
Total 54,00 54,00 52,00 160,00
Rataan 3,60 3,60 3,47 3,56
Lampiran 3. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap pengamatan III
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 4. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap pengamatan IV
Total 56,00 73,00 71,00 200,00
Rataan 3,73 4,87 4,73 4,44
Lampiran 5. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap pengamatan V
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 6. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap pengamatan VI
Total 60,00 45,00 59,00 164,00
Rataan 4,00 3,00 3,93 3,64
Lampiran 7. Jumlah imago H. hampei yang tertangkap pengamatan VII
T5 9,00 8,33 11,00 28,33 9,44 Total 86,33 130,33 122,67 339,33 113,11 Rataan 17,27 26,07 24,53 67,87 22,62
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Ket
Perlakuan 14 55960,58 3997,18
Tinggi (T) 4 2223,02 555,76 29,77 2,69 4,02 **
Keterangan: *) Angka rata-rata dalam kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD aras 5%.
UJD Tipe (P)
sy rp RP Rataan Rataan-RP 0.04 2.89 0.12 35.53 35.41a 0.04 3.04 0.13 34.00 33.87b 0.04 3.12 0.13 20.27 20.14c
Keterangan: *) Angka rata-rata dalam kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD aras 5%.
0.21 3.37 0.69 31.00 30.31i
Keterangan: *) Angka rata-rata dalam kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD aras 5%.
Lampiran 8. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 9. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi pengamatan II
T5P2 0,02 0,04 0,01 0,08 0,026
Lampiran 10. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi pengamatan III
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 11. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi pengamatan IV
T5P2 0,03 0,04 0,01 0,08 0,027
Lampiran 12. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi pengamatan V
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 13. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi pengamatan VI
T5P2 0,03 0,04 0,01 0,08 0,027
Lampiran 14. Persentase serangan H. hampei pada buah kopi pengamatan VII
P1 P2 P3
Lampiran 15. Produksi buah kopi pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 17. Produksi buah kopi pengamatan VII
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel dwi kasta total (Transformasi arcsin)
Tinggi Tipe Total Rataan
Tabel dwi kasta rataan (Transformasi arcsin)
Daftar Sidik Ragam (Transformasi arcsin)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Ket
Perlakuan 14 408,20 29,16
Tinggi (T) 4 0,40 0,10 0,76 2,69 4,02 tn
Tipe (P) 2 0,35 0,18 1,33 3,32 5,39 tn
PxT 8 1,55 0,19 1,46 2,27 3,17 tn
Galat 30 3,98 0,13
Total 44 6,29
FK = 200,64 KK = 2%
Lampiran 18. Gambar Lahan Penelitian