• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sifat Fisik dan Mekanik Cross Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Rakyat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sifat Fisik dan Mekanik Cross Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Rakyat"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK

CROSS LAMINATED

TIMBER

DARI TIGA JENIS KAYU RAKYAT

MUTHMAINNAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul analisis sifat fisik dan mekanik Cross Laminated Timber dari tiga jenis kayu rakyat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Muthmainnah

(3)
(4)

RINGKASAN

MUTHMAINNAH. Analisis sifat fisik dan mekanik Cross Laminated Timber dari tiga jenis kayu rakyat. Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan LINA KARLINASARI.

Pada umumnya, kayu dari hutan rakyat memiliki diameter yang kecil hal ini disebabkan karena rotasi penebangannya yang relatif singkat dan bermutu kurang baik. CLT (cross laminated timber) atau papan laminasi silang, merupakan panel yang dihasilkan dari perekatan lamina-lamina yang disusun secara bersilangan satu dengan yang lainnya dan biasanya digunakan untuk lantai, dinding dan atap.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku sifat fisik dan mekanik panel CLT dari tiga jenis kayu rakyat yaitu kayu sengon, mindi dan nangka. Penelitian yang dilakukan diharapkan bahwa produk CLT dari tiga jenis kayu rakyat yang diteliti dapat dimanfaatkan sebagai material struktural bangunan untuk penggunaan dinding dan lantai rumah.

Komponen dinding geser (shearwall) dibuat menjadi tiga contoh uji panel CLT dengan orientasi sudut 90° dari tiga jenis kayu. Pembuatan dinding diawali dengan penyusunan dan perekatan lamina-lamina berukuran 3 cm x 14 cm x 168 cm pada dimensi tebal, lebar dan panjang menjadi 5 lapisan lamina. Lapisan lamina sejajar dan bersilang kemudian direkatkan per lapisan dengan menggunakan perekat isosianat dengan berat labur 280 g m-2 pada dua permukaan (double spread). Sifat fisik yang diuji meliputi kadar air, kerapatan, pengembangan / penyusutan dan delaminasi air dingin dan air panas. Sedangkan pengujian sifat mekanik meliputi kekuatan geser rekat, kekuatan dinding geser dan pengujian tekan. Pengujian dinding geser menggunakan sampel ukuran besar. Sedangkan pengujian kekuatan tekan tegak lurus dilakukan dengan memberi beban segaris pada posisi tengah dan pinggir dengan arah plat baja sejajar dan tegak lurus serat pada permukaan CLT. Sampel pengujian kekuatan tekan diperoleh dari sampel pengujian dinding geser berukuran 15 cm x 20 cm x 20 cm untuk dimensi tebal, lebar dan panjang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tertinggi dalam kondisi kering udara (13%) dihasilkan dari CLT nangka (0.64 g cm-3), diikuti mindi (0.47 g cm-3) dan sengon (0.32 g cm-3). Berdasarkan klasifikasi kekuatan kayu Indonesia, panel CLT nangka, mindi dan sengon termasuk dalam kategori II, III dan IV. Pengujian delaminasi air dingin dan panas panel CLT sengon sebesar 3.87 % dan 5.53 %. Sementara panel CLT mindi menghasilkan nilai delaminasi air dingin dan panas sebesar 7.65 % dan 21.4 % dan panel CLT nangka sebesar 14.80 % dan 36.88 %. Keteguhan rekat dinding geser panel CLT sengon sebesar 18.95 kg cm-2, mindi sebesar 31.36 kg cm-2 dan panel CLT nangka sebesar 29.09 kg cm-2

(5)

jenis CLT dihasilkan CLT pada posisi plat beban diletakkan di tengah dengan permukaan plat tegak lurus serat kayu pada permukaan CLT. Panel CLT nangka menghasilkan kekuatan tekan tegak lurus serat yang tertinggi (25.97 kg cm-2), diikuti CLT mindi (15.75 kg cm-2) dan CLT sengon (8.50 kg cm-2).

(6)

SUMMARY

MUTHMAINNAH. Analysis of Physic and Mechanic Properties Cross Laminated Timber) made Three Community Timber Species. Supervised by SUCAHYO SADIYO and LINA KARLINASARI

Generally, community timber species has a small diameter. It is related to their short rotation. In consequence mostly of their products have inferior traits. Cross laminated timber (CLT) is a timber panel produced by gluing cross wise oriented layers of laminates together.

The aim of this study was to analysis the physical and mechanical properties of CLT panel made from three community timber species. In specific, this study was to determine the characteristics of shear wall panel as well as compression behavior of CLT in term of application of CLT for wall and floor.

Three community timber species used in this study were sengon (Paraserianthes falcataria), mindi (Melia azedarach L), and nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). The CLT were built from 5 layers and made from boards in each layer with dimension 3 cm in thick, 14 cm in width, and 168 in length for parallel board and 84 cm in length for cross board. CLT panels were assembled using isocyanate resin with the glue spreading 280 g m-2 for both surface. Moisture content, density, swelling and shrinkage, as well as cold and hot water delamination were determined to evaluate the physical properties of CLT. Shear strength, shear wall, and compression test were evaluated to analyse mechanical properties of CLT. Shear wall test were conducted based on racking test for full size specimens. Meanwhile, compression perpendicular test were carried out with line load at the central and edge position with orientation of the steel bars in parallel and perpendicular to the grain direction at the CLT-surface. The samples for compression test were taken out from shear wall test sample with dimension 15 cm x 20 cm x 20 cm (thick, width, length).

The result showed that density in air-dried condition (moisture content about 13%) of nangka CLT (0.64 g cm-3) is the highest followed by mindi (0.47 g cm-3 ) and sengon (0.32 g cm-3). Based on Indonesian strength classification CLT of nangka, mindi, and sengon were included in category II, III, and IV, respectively. Delamination testing revealed the cold and hot water immersion value were 3.87 % and 5.53 %, respectively for sengon CLT. Meanwhile, for mindi CLT the value of cold and hot water delamination were 7.65 % and 21.40 %, respectively, and for nangka were 14.80 % and 36.88 %, respectively. The shear strength of CLT made from sengon wood was 15.84 kg cm-2, mindi wood was 31.63 kg cm-2 and nangka wood was 28.27 kg cm-2.

(7)

nangka wood was the highest (20.28 kg cm-2) followed by CLT mindi (25.97 kg cm-2) and CLT sengon(8.50 kg cm-2).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK

CROSS LAMINATED

TIMBER

DARI TIGA JENIS KAYU RAKYAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Sifat Fisik dan Mekanik Cross Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Rakyat

Nama : Muthmainnah NIM : E251100011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS Ketua

Dr Lina Karlinasari, S.Hut, MScF Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Sifat Fisik dan Mekanik Cross Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Rakyat”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, MSc.F yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan perhatian dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua program studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc selaku mantan ketua Program Studi, serta para dosen, laboran dan staf administrasi di lingkungan Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan dan sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Maryoko Hadi,Dipl.E.Eng,MT atas ilmu dan waktu yang diberikan untuk konsultasi mengenai penelitian ini dan seluruh staf di Balai Bahan dan Bangunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Cileunyi, Bandung yang telah membantu penulis dalam melakukan pengujian.

Terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada Ayahanda Muhammad Amir dan Ibunda Andi Suryati atas doa, bantuan dan dukungannya. Kepada suami dan putriku tercinta Rusli, S.Pi, M.Si dan Faiqa Faqiha Ramadhani atas doa, dukungan dan kesabarannya. Kepada Maiva, SKM, M.Kes, H. Mubasysyr Dahlan, Lc, Dara Uleng, S.Pd dan Muhammad Yusuf, terima kasih untuk semua cinta, doa dan dukungannya.

Rekan-rekan S2 Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan angkatan 2010, teman-teman di PTD serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan kerja sama selama studi bahkan pada tahap penelitian hingga penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia atas beasiswa BPPS tahun 2010-2012 dan hibah penelitian STRANAS tahun 2012.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

Analisis Data 11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Fisik Panel CLT 11

Karakteristik Mekanis Panel CLT 16

4 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 30

(14)

DAFTAR TABEL

1 Rataan deformasi (mm) menurut tipe pembebanan dan jenis kayu panel

CLT pada batas proporsional 25

DAFTAR GAMBAR

1 Contoh skema benda uji panel CLT 4

2 Benda uji panel CLT 5

3 Contoh uji untuk pengujian keteguhan geser rekat 7 4 Pemasangan alat ukur pengujian dinding geser panel CLT 8 5 Grafik tahapan pengujian Racking shear wall CLT (Sumber ISO/DIS

22452) 9

6 Posisi pembebanan tekan panel CLT 10

7 Kadar air panel CLT dari kayu sengon, mindi dan nangka 12 8 Kerapatan kayu utuh dan panel CLT sengon, mindi dan nangka 13 9 Kembang-susut volume panel CLT dari kayu sengon, mindi dan nangka 14 10 Delaminasi air dingin dan air panas panel CLT dari kayu sengon, mindi

dan nangka 15

11 Keteguhan geser rekat panel CLT dari kayu sengon, mindi dan nangka 16 12 Hubungan antara peralihan horizontal (mm) dan peralihan vertikal

(mm) pada dinding geser panel CLT sengon, mindi dan nangka 17 13 Hubungan antara beban (N) dan peralihan (mm) pada dinding geser

panel CLT sengon, mindi dan nangka 18

14 Kerusakan pada tumpuan dasar panel CLT 19

15 Beban batas proporsional panel CLT berdasarkan posisi pembebanan

dan jenis kayu 20

16 Beban batas proporsional berdasarkan posisi pembebanan panel CLT 21 17 Beban batas proporsional panel CLT sengon, mindi dan nangka 21 18 Kekuatan tekan serat panel CLT berdasarkan posisi pembebanan dan

jenis kayu 22

19 Kekuatan tekan serat berdasarkan posisi pembebanan panel CLT 23s 20 Kekuatan tekan serat batas proporsional panel CLT sengon, mindi dan

nangka 24

21 Kerusakan kekuatan tekan serat pada posisi pembebanan panel CLT 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata kadar air, kerapatan, susut volume dan pengembangan panel

CLT sengon, mindi dan nangka 30

2 Rata-rata delaminasi air dingin, air panas, keteguhan rekat panel CLT

sengon, mindi dan nangka 31

3 Rata-rata keteguhan geser rekat panel CLT sengon, mindi dan nangka 32 4 Hasil analisis ragam dan uji lanjut duncan pengaruh perlakuan tipe

pengujian dari tiga jenis kayu terhadap beban, deformasi dan kekuatan

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan bahan baku kayu bulat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, kebutuhan bahan baku kayu bulat diproyeksi mencapai 54,5 juta m³. Kebutuhan bahan baku untuk industri woodworking

diproyeksi mencapai 15.4 juta m³ pada tahun 2014 ( Dirjen Industri Agro 2013). Untuk memenuhi pasokan kayu bulat tersebut, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Rakyat (HR) diharapkan menjadi pemasok utama industri perkayuan di masa mendatang.

Kayu dari hutan tanaman dan hutan rakyat saat ini mempunyai ukuran diameter yang kecil karena rotasi penebangannya yang lebih singkat dan bermutu kurang baik (mata kayu, lebih ringan, juvenile wood). Kayu untuk konstruksi struktural umumnya berasal dari kayu yang berumur tua karena dianggap struktur penyusun kayunya lebih stabil, berdiameter besar, serta memiliki sifat mekanis yang lebih tinggi. Untuk mengatasi kondisi pasokan kayu saat ini, maka pembuatan kayu lamina (glued laminated timber) yang memanfaatkan kayu berukuran kecil merupakan salah satu solusinya.

Teknologi di bidang produk rekayasa kayu telah menemukan produk yang dikenal sebagai CLT (cross laminated timber) atau papan laminasi silang. CLT merupakan produk kayu yang inovatif yang diperkenalkan awal tahun 1990-an di Austria dan Jerman dan mengalami perkembangan yang signifikan pada tahun 2000-an (Mohammad et.al. 2012). Cross Laminated Timber (CLT) merupakan produk rekayasa kayu yang disusun dari lamina-lamina berupa papan dan direkatkan secara bersilangan (Sturzenbecher et.al. 2010). CLT dapat dibuat dengan ukuran ketebalan antara 19 mm sampai 40 mm yang direkatkan secara bersama-sama menggunakan perekat dengan sudut 90° dibawah tekanan tinggi (Quenneville dan Morris, 2006). Bila dibandingkan dengan produk konstruksi kayu konvensional, CLT merupakan produk baru untuk penggunaan konstruksi dalam perpindahan beban (Associates 2010). Produk CLT juga memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik karena rasio kembang susut pada dua arah (panjang dan lebar) dapat mendekati satu. Lapisan yang saling tegak lurus memungkinkan mendistribusikan beban ke semua sisi dengan lebih merata sehingga dapat dipergunakan untuk produk konstruksi.

Produk CLT dapat diaplikasikan sebagai komponen lantai, dinding dan atap. Disamping itu produk CLT juga dapat dibentuk untuk penggunaan jendela, pintu, dan fitur arsitektur yang dibuat melengkung dengan jari-jari minimum 8 m (Wood Naturally Better 2010). Di Australia dan Jerman, produk CLT digunakan sebagai dinding pada bangunan bertingkat seperti sekolah dan perumahan. CLT juga diaplikasikan sebagai dek pada jembatan. Salah satu contohnya adalah jembatan di Jalan Wandritsch Kota Murau Styria Austria (Mendegarian dan Milev 2010).

(16)

2

dengan diafragma kayu sering digunakan dinding geser dari bata atau beton seperti halnya dinding geser dengan rangka kayu (APA, 2004). Penelitian mengenai dinding geser CLT telah dilakukan Dujic et.al (2007) pada bangunan yang terletak di daerah rawan gempa, hasilnya menunjukkan bahwa dinding CLT memiliki kekakuan dan kapasitas dukung beban yang relatif tinggi. Penelitian mengenai kekuatan tekan tegak lurus CLT antara lain dilakukan Hasuni et.al

(2009) dan Serrano dan Enquist (2010) pada kayu dengan kerapatan 400-439 kg m-3. Kekuatan tekan yang dihasilkan berkisar 2.9 MPa sampai 5.8 MPa.

Perumusan Masalah

Dinding geser dan uji tekan pada lantai sebagai aplikasi produk CLT dapat dibuat menggunakan kayu-kayu yang berdiameter kecil berasal dari hutan rakyat, dalam hal ini menggunakan kayu sengon, mindi dan nangka. Pembuatan produk CLT diharapkan menghasilkan nilai kekuatan dan kekakuan yang tinggi sebagai komponen strutural bangunan rumah kayu. Atas dasar tersebut memunculkan pertanyaan penelitian, bagaimana karakteristik produk panel CLT yang berasal dari tiga jenis kayu rakyat?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis karakteristik fisik dan mekanik panel CLT dari tiga jenis kayu rakyat.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat meyakinkan bahwa produk CLT dari tiga jenis kayu rakyat yang diteliti dapat dimanfaatkan sebagai material struktural bangunan untuk penggunaan dinding dan lantai rumah dan sebagai informasi rujukan mengenai kekuatan CLT dari tiga jenis kayu rakyat.

2

METODE

Waktu dan Tempat

(17)

3 Bahan dan Alat

Bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kayu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dan kayu Mindi (Melia azedarach L) yang diperoleh dari daerah Jasinga, Bogor. Perekat yang dipakai adalah perekat isosianat : Koyo Bond KR-560 (Aqueous Polymer-Isocyanate Adhesive), hardener : Koyo Bond crosslinker AP.

Alat-alat yang digunakan adalah gergaji mesin, mesin serut (double planner), mesin amplas, kaliper, timbangan elektrik, oven, kipas angin dan kamera. Alat-alat lainnya adalah peralatan untuk aplikasi perekat (wadah plastik, pengaduk, dan kuas), peralatan untuk pengempaan (cold press), peralatan untuk pengujian meliputi universal testing machine merk Instron dan Baldwin,

seperangkat alat uji beban gempa (tranduser, data-logger dan akuator hidrolik). Selain itu digunakan juga alat pendukung antara lain alat tulis, kalkulator dan komputer.

Metode Penelitian

Persiapan Bahan Baku

Balok dari jenis kayu sengon, nangka dan mindi disortir dari segala macam cacat kemudian digergaji dengan ketebalan yang disesuaikan untuk penggunaan tebal papan ± 3,2 cm dengan panjang berkisar ± 205 cm dan lebar ± 18 cm. Papan-papan kemudian dikeringkan sampai mencapai kadar air kering udara ± 12-15%. Selanjutnya panel-panel diserut dan diamplas sampai mencapai ketebalan 3 cm.

Pembuatan Benda Uji

(18)

4

Gambar 1 Contoh skema benda uji panel CLT

Panel-panel shearwall kemudian dikempa menggunakan mesin kempa dengan tekanan pengempaan dingin (cold press) sebesar 10 kg cm-2. Panel CLT dikeluarkan dari mesin pengempaan dan dikondisikan selama ± satu minggu sebelum dilakukan pengujian sifat fisik dan mekaniknya dengan kelembaban relatifnya berkisar 60 % sampai 70 % dan suhu ruangan (25 oC sampai 32 oC). Panel shearwall setelah dikempa sebagaimana disajikan pada Gambar 2.

Papan sejajar atau parallel board

Papan silang atau cross board

Tampak atas

(19)

5

Gambar 2 Benda uji panel CLT

Pengujian Sifat Fisik Panel CLT

Sifat fisik yang diuji adalah kerapatan, kadar air, kembang susut dengan ukuran contoh uji 15 cm x 5 cm x 5 cm (tebal, lebar dan panjang) dan delaminasi. Pengujian sifat fisis (kerapatan, kadar air dan kembang susut) dilakukan berdasarkan standar ASTM D 143 (2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Specimen of Timber. Pengujian delaminasi dilakukan berdasarkan standar Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification

No.234 tahun 2003 (JPIC 2003). Kerapatan (ρ)

Kerapatan merupakan nilai dari berat contoh uji sebelum di oven dibagi dengan volume sebelum di oven, yaitu pada kondisi kering udara. Volume contoh uji dihitung dengan mengalikan panjang, lebar, dan tebalnya (VKU). Dimensi

contoh uji tersebut diukur dengan menggunakan alat pengukur kaliper (VKU) dan

selanjutnya ditimbang beratnya (BKU). Nilai kerapatan dihitung dengan rumus:

Kerapatan (ρ) = �

Kadar air

Contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat awal atau berat kering udara (BKU), kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu (103 ± 2 ) °C hingga berat

konstan (± 24 jam pengovenan) dan didapatkan berat kering tanur (BKT). Kadar

air kayu dihitung dengan rumus: Kadar air (%) =

BKU−BKT

(20)

6

Kembang susut

Pengujian susut kayu dirumuskan sebagai selisih antara volume awal (VA)

dengan volume akhir (VB) dibandingkan dengan volume awalnya. Contoh uji

kerapatan dan kadar air digunakan juga dalam menentukan susut kayu. Contoh uji diukur tebal (arah radial), lebar (arah tangensial), dan panjang (arah longitudinal) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh volume awal. Contoh uji dioven pada suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam. Contoh uji dikeluarkan dari oven kemudian diadakan pengukuran dimensinya kembali sehingga diperoleh volume akhir. Nilai susut volume dihitung dengan rumus:

Susut volume (%) =

VA−VB

VA x 100

Pengujian pengembangan dapat dirumuskan sebagai selisih antara volume akhir (VB) dengan volume awal (VA) dibandingkan dengan volume awalnya.

Contoh uji diukur tebal (arah radial), lebar (arah tangensial), dan panjang (arah longitudinal) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh volume awal. Contoh uji direndam dalam air selama ± 1 minggu. Contoh uji dikeluarkan dari air kemudian diadakan pengukuran dimensinya kembali sehingga diperoleh volume akhir. Nilai pengembangan volume dihitung dengan rumus:

Pengembangan volume (%) = − x 100 Delaminasi

(21)

7 Internasional ISO/DIS 22452 tentang “Timber structures – Structural insulated panel wall –test methods”.

Keteguhan geser rekat panel CLT

Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal (Gambar 3).

Gambar 3 Contoh uji untuk pengujian keteguhan geser rekat

Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan rekat dihitung dengan rumus: berdasarkan Draf Standar Internasional ISO/DIS 22452 tentang ”Timber Structure-Structural Insulated Panel Wall-test method”. Uji racking menunjukkan kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness) dinding panel CLT. Ukuran sampel dinding CLT 15 cm x 84 cm x 150 cm.

Pemasangan alat ukur

Alat ukur dipasang dengan kondisi normal dan dicek penempatannya agar pengujian dapat berjalan normal dan kesalahan alat dapat dihindari. Tahapannya adalah balok kayu ukuran 5,5 cm x 10,5 cm x 200 cm diletakkan pada bagian dasar alat uji sebagai dudukan benda uji yang terkunci pada alat uji. Kemudian benda uji dipasangi baut dan plat pada dudukan balok kayu tersebut. Benda uji dipasang load cell (hidrolik manual) berkemampuan 100 ton pada arah lateral/horisontal. Pada setiap sudut dan sisi yang mengalami displacement

dipasang tranduser yang terhubung dengan data logger lewat kabel data. Jumlah

(22)

8

diperkirakan mengalami pergeseran. Lebih detail pemasangan alat ukur disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pemasangan alat ukur pengujian dinding geser panel CLT (keterangan tranduser)

Pengujian dinding geser

Prosedur uji racking dilakukan berupa penambahan beban horisontal secara bertahap sebesar 0,1 F

max, est terhadap waktu, yang dibagi menjadi 3

langkah, yaitu : 1). Siklus beban stabil (stabilizing load cycle) berupa penambahan beban seberat 0,1 F

max, est yang berfungsi sebagai stabilisasi contoh uji, 2). Siklus

beban kekakuan (stiffness load cycle) berupa penambahan beban sampai berat 0,4 F

max,est yang dilakukan secara bertahap berupa beban 0,1 F max,est untuk

mendapatkan nilai kekakuan benda uji dan 3). Uji kekuatan (strength test) berupa penambahan beban sebesar 0,1 F

max,est secara bertahap sampai tercapai Fmax dari

(23)

9

Gambar 5 Grafik tahapan pengujian Racking Shear wall CLT (sumber ISO/DIS 22452)

Hasil pengujian komponen struktur dinding geser (shearwall) panel CLT berupa :

1. Kekakuan racking (racking stiffness) dihitung dengan rumus :

Keterangan :

R = Racking stiffness

F1 = Beban pada saat 0,1 x F max,est

∆1 = Displacement pada saat 0,1 x F max,est F4 = Beban pada saat 0,4x F max,est

∆4 = Displacement pada saat 0,1 x F max,est (stiffness load cycle) F21 = Beban pada saat 0,1 x F max,est

∆21 = Displacement pada saat 0,1 x F max,est F24 = Beban pada saat 0,4x F max,est

∆24 = Displacement pada saat 0,4x F max,est (strength test)

2. Kekuatan racking (racking strength), yaitu berupa nilai maksimum beban racking (F max) yang diperoleh pada uji kekuatan.

3. Rekaman displacement dan kerusakan komponen pada panel shearwall

Kekuatan bidang panel CLT

(24)

10

tebal 2 cm lebar 5 cm dan panjang 20 cm. Pembebanan dilakukan dengan 4 macam posisi peletakan beban (Gambar 6), yaitu :

(1) Posisi A1, plat beban diletakkan di tengah CLT dengan permukaan plat

sejajar serat kayu pada permukan CLT

(2) Posisi B1, plat beban diletakkan di tengah CLT dengan permukaan plat

tegak lurus serat kayu pada permukaan CLT

(3) Posisi A2, plat beban diletakkan di pinggir CLT dengan permukaan plat

sejajar serat kayu pada permukaan CLT

(4) Posisi B2, plat beban diletakkan di pinggir CLT dengan permukaan plat

beban tegak lurus serat kayu pada permukaan CLT

Pada masing-masing posisi pengujian dilakukan ulangan sebanyak 3 kali untuk 3 jenis kayu yang diuji. Total sampel pengujian tekan CLT adalah 36 sampel. Pengujian dilakukan dengan menggunakan UTM Baldwin dengan data keluaran berupa beban dan deformasi. Nilai kekuatan tekan tegak lurus dihitung dengan rumus :

Keteguhan tekan (kg/cm2) =

) (cm penampang Luas

(kg) maksimum Beban

2

Gambar 6 Posisi pembebanan tekan panel CLT (Keterangan : arah serat kayu permukaan CLT)

Gambar 6a Posisi pembebanan A1 Gambar 6b Posisi pembebanan B1

(25)

11 Analisis Data

Sebaran data rataan sifat fisik dinding dan mekanik panel CLT ditampilkan dalam bentuk histogram menggunakan standar deviasi. Data hasil pengujian kekuatan tekan tegak lurus serat dianalisis statistik menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) subsampling masing-masing perlakuan tiga ulangan. Rancangan ini digunakan untuk melihat pengaruh posisi pembebanan A1 (plat

beban diletakkan di tengah CLT dengan permukaan plat sejajar serat kayu pada permukan CLT), B1 (plat beban diletakkan di tengah CLT dengan permukaan plat

tegak lurus serat kayu pada permukaan CLT), A2 (plat beban diletakkan di pinggir

CLT dengan permukaan plat sejajar serat kayu pada permukaan CLT) dan B2

(plat beban diletakkan di pinggir CLT dengan permukaan plat beban tegak lurus serat kayu pada permukaan CLT) dan kelompok dalam hal ini jenis kayu B1(sengon), B2(mindi) dan B3(nangka). Model linier dari rancangan RAK

subsampling menurut Gaspersz (1991) adalah : Yijk= µ + αi +βj+ ij+ ijk

Yijk : nilai pengamatan ke-k dalam jenis kayu ke-i, tipe pengujian ke-i µ : nilai tengah populasi

αi : pengaruh tipe pengujian ke-i

βj : pengaruh jenis kayu ke-j

ij : pengaruh galat pada jenis kayu ke-j pada tipe pengujian ke-i ijk : pengaruh galat pada pengamatan ke-kdalam jenis kayu ke-j pada

tipe pengujian ke-i

Apabila pengaruh tipe pengujian dan jenis kayu nyata pada tingkat kepercayaan 95%, maka pengolahan dan analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji beda wilayah Duncan.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Panel CLT

Kadar Air

(26)

12

Gambar 7 Kadar air panel CLT dari kayu sengon, mindi dan nangka

Rataan kadar air kayu sengon, mindi dan nangka masing-masing sebesar 15.7 %, 15.3 % dan 15.9 %. Sedangkan nilai kadar air rata-rata untuk panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing 13.00 %, 14.02 % dan 14.60 %. Besarnya persentase kadar air tergantung dari jenis kayunya. Hasil penelitian Apriliana (2012) memperlihatkan bahwa nilai rata-rata kadar air CLT sengon menurut kombinasi ketebalan lamina dan orientasi sudut lamina sebesar 12,66 %. Sedangkan penelitian Riztian (2013) nilai rata-rata kadar air CLT yang dihasilkan dari kayu nangka sebesar 14.97 %. Hasil penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian ini. Perbedaan ketebalan tidak banyak berpengaruh terhadap kadar air CLT yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rataan kadar air panel CLT untuk ketiga jenis kayu berkisar antara 13.00 % sampai 14.60 %. JAS 234:2003 untuk panel laminasi kayu mempersyaratkan kadar air maksimal 15%. Berdasarkan standar tersebut, maka kadar air panel CLT yang dibuat telah memenuhi standar. Kadar air dalam panel CLT berpengaruh terhadap kekuatan lentur dan kekakuan geser (Gulzow et al. 2011).

Sifat kekakuan CLT menurun secara signifikan dengan meningkatnya kadar air kayu pada kisaran higroskopis. Produk balok laminasi dengan kadar air 12% memiliki kekuatan kayu 50% lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi berkadar air 20% (Frese et al. 2012). Kadar air sangat berpengaruh terhadap proses perekatan produk komposit kayu. Air yang banyak terdapat pada kayu akan menghambat ikatan dari cairan perekat. Kondisi ideal pada proses perekatan komposit kayu adalah kayu dengan kadar air 6-14% (Ruhendi et al.

2007). Kerapatan

Kerapatan merupakan sifat fisis yang erat hubungannya dengan kekuatan kayu, yang menunjukkan perbandingan antara massa suatu beban terhadap

(27)

13 volumenya dalam kondisi kering udara. Kerapatan kayu utuh dan panel CLT disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Kerapatan kayu utuh dan panel CLT sengon, mindi dan nangka Kerapatan kayu utuh penyusun CLT untuk sengon, mindi dan nangka masing-masing 0.30 g cm-3, 0.45 g cm-3 dan 0.63 g cm-3, sedangkan rataan kerapatan panel CLT dari ketiga panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing 0.32 g cm-3, 0.47 g cm-3 dan 0.64 g cm-3. Kerapatan CLT ada kenaikan bila dibandingkan dengan kerapatan kayunya, hal ini disebabkan oleh adanya lapisan campuran perekat dan terjadi pemadatan akibat pengempaan dingin (Santoso 1995).

Hasil penelitian Apriliana (2012) menunjukkan nilai rata-rata kerapatan CLT sengon (tebal 5 cm) sebesar 0.33 g cm-3, sedangkan Riztian (2013) nilai rata-rata kerapatan CLT yang dihasilkan dari kayu nangka (tebal 5 cm) sebesar 0.59 gr cm-3. Kerapatan panel CLT nangka yang dihasilkan penelitian ini berbeda dengan kerapatan yang dihasilkan oleh Riztian (2013). Pada dasarnya kerapatan CLT yang dibuat tidak terlalu berbeda dengan kerapatan individu kayu penyusunnya, hal ini mungkin dapat ditimbulkan oleh garis rekat yang tipis sehingga kerapatan produk komposit masih membawa sifat utama bahan kayu, sedangkan pengaruh perekat dianggap kecil. Kerapatan akhir panel dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jumlah lapisan penyusun panel, kadar perekat dan besarnya tekanan kempa.

Kerapatan panel CLT bervariasi disebabkan adanya perbedaan lapisan lamina-lamina penyusun panel CLT. Panel CLT nangka memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel CLT sengon dan mindi, hal ini dikarenakan kayu nangka memiliki dinding tebal dengan lumen kecil. Kecenderungan sel yang memiliki dinding tebal dan lumen kecil memiliki kerapatan tinggi, sebaliknya sel yang memiliki dinding tipis dan lumen besar memiliki kerapatan yang rendah (Ruhendi et al. 2007).

(28)

14

Pengembangan dan penyusutan volume

Swelling atau pengembangan adalah penambahan dimensi kayu sebagai akibat dari penambahan kadar air kayu yang dinyatakan dalam persen didasarkan pada dimensi kayu dalam keadaan basah, sedangkan shrinkage atau penyusutan adalah pengurangan dimensi kayu akibat penurunan kadar air kayu yang dinyatakan dalam persen (Tsoumis, 1991).

Rataan pengembangan dan penyusutan volume panel CLT dari ketiga jenis jenis kayu disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Kembang-susut volume panel CLT dari kayu sengon, mindi dan nangka

Rataan pengembangan volume panel CLT berkisar antara 3.30 % sampai dengan 5.26 % dan penyusutan volume berkisar antara 2.35 % sampai dengan 4.5 % . Nilai pengembangan dan penyusutan volume pada ketiga panel CLT tidak jauh berbeda. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan yang begitu besar antara kembang dan susut kayu. Panel CLT nangka memiliki nilai kembang-susut volume rata-rata tertinggi dibanding panel CLT sengon dan mindi. Hal ini dikarenakan panel CLT nangka disusun dari lamina yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi dari kayu sengon dan mindi. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Haygreen et.al (2003), bahwa variasi dalam penyusutan disebabkan beberapa faktor, salah satu diantaranya kerapatan kayu. Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin besar kecenderungannya untuk menyusut. Nilai penyusutan yang tinggi menunjukkan bahwa panel CLT nangka mempunyai sifat yang dimensinya tidak stabil dibanding dari panel CLT sengon dan mindi. Panel CLT sengon dengan nilai penyusutan yang rendah mengindikasikan bahwa panel CLT ini lebih stabil dibanding dengan panel CLT nangka dan mindi.

(29)

15 Delaminasi

Vick (1999) mengemukakan bahwa delaminasi merupakan suatu indikator untuk mengetahui ketahanan perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas yang tinggi. Pengujian delaminasi dilakukan dengan perendaman air dingin dan air panas.

Gambar 10 Delaminasi air dingin dan air panas panel CLT dari kayu sengon,mindi dan nangka

Rataan delaminasi perendaman air dingin panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing sebesar 3.87 %, 7.65 % dan 14.80 %. Panel CLT sengon telah memenuhi standar Japanes Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No 234 tahun 2003 (JPIC 2003) yang mensyaratkan nilai delaminasi air dingin maksimal sebesar 5 %. Sementara panel CLT mindi dan nangka belum memenuhi persyaratan standar JAS 234:2003. Rataan delaminasi perendaman air panas panel CLT sengon,mindi dan nangka masing-masing sebesar 5.53 %, 21.40 % dan 36.88 %. Panel CLT dari ketiga jenis kayu belum memenuhi standar JAS 234:2003 yang mensyaratkan nilai delaminasi air mendidih maksimal sebesar 5%.

Nilai delaminasi pada studi ini sebagian besar belum memenuhi standar nilai delaminasi yang disyaratkan, hal ini diduga karena proses produk CLT yang dihasilkan kurang sempurna. Garis rekat yang dihasilkan dianggap tipis sehingga daya tahan perekat terhadap perubahan kondisi lingkungan rendah. Perekat isosianat pada dasarnya merupakan perekat yang sangat baik. Perhitungan berat labur persatuan luas permukaan, tekanan kempa dan waktu kempa yang tepat dapat memperbaiki proses perekatan.

Hasil pengujian sifat fisis dari Panel CLT pada penelitian ini dapat digolongkan berdasarkan peraturan kayu yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) 1961, kelas kuat kayu dapat digolongkan berdasarkan berat jenis pada kondisi kering udara. Dari pengujian yang telah dilakukan, panel CLT sengon dapat digolongkan sebagai kelas kuat IV(berat jenis kering udara = 0.30 – 0.40), panel CLT mindi digolongkan sebagai

(30)

16

kelas kuat III (berat jenis kering udara = 0.40 – 0.60) dan panel CLT nangka digolongkan ke dalam kelas kuat II (berat jenis kering udara = 0.60 – 0.90).

Karakteristik Mekanik Panel CLT

Keteguhan Geser Rekat

Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan untuk mengetahui kinerja perekat pada panel CLT yang dihasilkan. Rataan keteguhan geser rekat panel CLT dari tiga jenis kayu disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Keteguhan geser rekat panel CLT dari kayu sengon, mindi dan nangka

Rataan keteguhan geser rekat panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing sebesar 18.95 kg cm-2, 31.36 kg cm-2 dan 29.09 kg cm-2. Keteguhan geser rekat dari ketiga panel CLT dengan menggunakan berat labur 280 g m-2 belum memenuhi standar JAS 234:2003 yang mensyaratkan keteguhan geser rekat minimum 54 kg cm-2. Upaya peningkatan sifat mekanis panel CLT dapat dilakukan antara lain melalui peningkatan berat labur. Dimana berat labur merupakan salah satu komponen yang dapat menentukan kualitas hasil rekatan. Prayitno (2000) menyatakan kualitas perekatan produk kayu komposit dipengaruhi oleh perekat yang digunakan, bahan yang direkat dan proses perekatan.

Keteguhan rekat panel CLT mindi lebih besar dibanding panel CLT sengon dan nangka. Walaupun CLT nangka memiliki kerapatan yang lebih besar dari CLT mindi, namun keteguhan gesernya lebih rendah, hal ini diduga disebabkan adanya zat ekstraktif yang bersifat menghalangi proses penetrasi dan pematangan perekat (Alamsyah et al. 2005). Sugiarti (2010) menyebutkan bahwa faktor-faktor

(31)

17 yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar zat ekstraktif kayu, keadaan permukaan yang direkat, kadar air kayu, tekanan dan waktu kempa.

Kekuatan Dinding Geser Panel CLT

Pengujian racking pada struktur dinding geser panel CLT dilakukan dengan menggunakan alat ukur tranduser yang terhubung dengan data logger

lewat kabel data. Tranduser merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui besarnya defleksi yang terjadi pada setiap beban yang diberikan pada struktur panel dinding geser. Tranduser dipasang secara vertikal dan horizontal pada sampel uji dinding geser. Ketika sampel panel dinding geser CLT diberi beban lateral/horizontal, tranduser tersebut akan bergerak menunjukkan nilai dari peralihan (displacement). Hubungan antara peralihan vertikal dan horizontal ditunjukan pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan antara peralihan horizontal (mm) dan peralihan vertikal (mm) pada dinding geser panel CLT sengon, mindi dan nangka

(32)

18

Gambar 13 Hubungan antara beban (N) dan peralihan (mm) pada dinding geser panel CLT sengon, mindi dan nangka

Gambar 13 menujukkan hubungan antara beban (N) dan peralihan (mm) dinding geser panel CLT dari tiga jenis kayu. Semakin besar beban yang diberikan, nilai peralihannya juga semakin besar. Beban yang dimaksud disini adalah nilai racking strength (kekuatan) yakni beban maksimal yang dapat ditahan oleh dinding geser sebelum dinding geser tersebut mengalami kehancuran. Sementara itu, peralihan merupakan perubahan bentuk, dimensi dan posisi dari suatu titik dalam skala waktu dan ruang.

Hasil pengujian menunjukkan, dinding geser panel CLT kayu nangka dapat menahan beban terbesar dibandingkan dengan dinding geser panel CLT mindi dan sengon. Hal ini disebabkan karena dinding geser panel CLT nangka tersusun dari lamina yang memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan kerapatan CLT sengon dan mindi. Dinding geser panel CLT nangka, mindi dan sengon masing-masing mencapai beban maksimal sebesar 146020 N pada peralihan 37.46 mm, 117600 N pada peralihan 22.22 mm dan 129360 N pada peralihan 46.99 mm.

Beban maksimal yang dihasilkan dinding panel CLT pada kayu spruce

sekitar 60000 N pada peralihan 15 mm (Dujic et.al 2007). Sedangkan penelitian ini, pada peralihan 15 mm, beban maksimal yang dihasilkan dinding geser panel CLT untuk jenis kayu sengon, mindi dan nangka masing-masing sebesar 68600 N, 97073 N dan 113513 N. Beban yang dihasilkan pada penelitian dari tiga jenis kayu rakyat masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Dujic et.al

2007. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan ukuran sampel uji, jenis kayu dan ketebalan dinding.

(33)

19 yang dihasilkan. Disamping itu, proses perekatan dan pengempaan juga memiliki pengaruh terhadap kekakuan dinding geser panel CLT.

Tjondro et.al (2011) mengemukakan nilai kekuatan dan kekakuan dinding geser panel CNLT (Cross Nail Laminated Timber) dari kayu sengon masing-masing sebesar 13260 N sampai1 7700 N dan 900 N mm-1 sampai 1137 N mm-1. Nilai kekuatan dan kekauan dari penelitian ini dengan menggunakan kayu sengon, mindi dan nangka masih lebih besar, hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan ukuran sampel uji,jenis kayu dan jenis perekat yang digunakan. Lebih lanjut Jang (2008) menyatakan bahwa ketahanan panel CLT sangat berhubungan erat dengan lebar panel. Semakin lebar dimensi panel, maka nilai kekakuannya semakin besar. Dujic et.al (2007) menyatakan dinding kayu utuh memiliki kapasitas beban dan kekakuan yang tinggi dibanding dengan dinding kayu dengan bukaan. Panel dinding dengan bukaan memiliki kekakuan geser yang lebih rendah namun kapasitas dukung yang tidak berkurang banyak, karena kegagalan sebagian besar terkonsentrasi didaerah-daerah penahan dan disudut-sudut sekitar bukaan.

Secara umum kerusakan yang terjadi pada dinding panel CLT berupa celah (gap) pada tumpuan dasar dinding CLT disekitar plat dan baut akibat adanya beban lateral.

Gambar 14 Kerusakan pada tumpuan dasar panel CLT

Kekuatan Bidang Panel CLT

Beban Batas Proporsional

Pengujian beban dan kekuatan tekan tegak lurus dalam penelitian ini diambil hanya dari nilai tegangan serat pada batas proporsional. Menurut (Mardikanto et al. 2011), efek pertama yang terjadi akibat tekanan tegak lurus serat kayu adalah pemadatan sel karena dinding bagian atas dan bawah sel menyatu. Dengan kejadian tersebut, maka kekuatan kayu seolah-olah menjadi

(34)

20

meningkat lagi, sebenarnya sudah terjadi kerusakan. Lebih lanjut Serrano dan Enquist (2010) menyatakan kegagalan yang diperoleh dari tekan tegak lurus serat akan menyebabkan deformasi yang berlebihan. Dengan demikian pendekatan yang digunakan mengacu pada standar Eropa, bahwa perhitungan kekuatan dengan memperkirakan tegangan pada 1%, dimana regangan tekan tidak akan kembali lagi.

Nilai rataan beban batas proporsional pada empat posisi pembebanan untuk panel CLT sengon berkisar 1710 kg sampai 5026 kg, panel CLT mindi berkisar 4035 kg sampai 5018 kg dan panel CLT nangka berkisar 6021 kg sampai 8781 kg (Gambar 15).

Gambar 15 Beban batas proporsional panel CLT berdasarkan posisi pembebanan dan jenis kayu

Tanpa memperhatikan pengaruh jenis kayu sebagai kelompok/blok, rataan beban batas proporsional yang dihasilkan panel CLT pada empat posisi pembebanan berkisar antara 4206 kg sampai 6275 kg dengan rataan umum sebesar 5011 kg (Gambar 16).

(35)

21

Gambar 16 Beban batas proporsional berdasarkan posisi pembebanan panel CLT (Keterangan: notasi dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5%).

Rataan beban pada batas proporsional tertinggi pada posisi pembebanan B1 ( 6275 kg) dan terendah pada tipe A2 (4168 kg). Posisi B1 dengan pembebanan

ditempatkan ditengah dengan arah memanjang tegak lurus serat kayu pada permukaan panel CLT menghasilkan beban yang lebih tinggi dibanding dengan tipe pengujian lainnya. Hal ini diduga, karena beban yang dibutuhkan untuk memutuskan rantai selulosa pada mikrofibril lebih besar dibanding untuk memisahkan rantai pada molekul-molekul selulosa. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Mardikanto et al. (2011) yang menyatakan bahwa kekuatan geser tegak lurus serat lebih besar dibandingkan dengan kekuatan geser sejajar serat. Lebih lanjut Gupta dan Siller (2005) menyatakan bahwa kekuatan geser tegaklurus LVL pada bidang tegak lurus lebih besar (7.66 kg cm-2) dibanding bidang sejajar (5.8 kg cm-2). Sementara itu berdasarkan jenis kayu, hasil penelitian menunjukkan rataan beban yang dihasilkan panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing 2938 kg, 4533 kg dan 7563 kg (Gambar 17).

(36)

22

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kelompok jenis kayu berpengaruh nyata terhadap beban batas proporsional pada taraf 95%. Hasil uji lanjut duncan juga menunjukkan bahwa beban batas proporsional panel CLT sengon berbeda nyata dengan jenis kayu mindi dan nangka. Panel CLT kayu nangka menghasilkan beban yang lebih tinggi dibanding dengan panel kayu mindi dan sengon. Hal ini diduga karena adanya perbedaan berat jenis kayu penyusun panel CLT. Semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin kuat kayu tersebut dalam hal menerima beban (Mardikanto et al. 2011).

Kekuatan tekan serat batas proporsional panel CLT

Kekuatan tekan adalah kekuatan batas yang dapat dicapai kayu ketika komponen kayu tersebut mengalami kegagalan akibat tekan. Nilai rataan kekuatan tekan serat batas proporsional pada empat posisi pembebanan untuk panel CLT sengon berkisar 5.79 kg cm-2 sampai 11.41 kg cm-2, panel CLT mindi berkisar 13.19 kg cm-2 sampai 19.70 kg cm-2 dan panel CLT nangka berkisar 21.81 kg cm

-2

sampai 29.74 kg cm-2 (Gambar 18).

Gambar 18 Kekuatan tekan serat panel CLT berdasarkan posisi pembebanan dan jenis kayu

(37)

23

Gambar 19 Kekuatan tekan serat berdasarkan posisi pembebanan panel CLT (Keterangan: notasi dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5%) Kekuatan tekan CLT sangat tergantung dari posisi pembebanan (Serrano dan Enquist 2010). Rataan kekuatan tekan tegak lurus serat batas proporsional berkisar 14.12 kg cm-2 sampai 20.28 kg cm-2. Analisis sidik ragam menunjukkan posisi pembebanan berpengaruh signifikan terhadap nilai kekuatan tekan serat batas proporsional. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, posisi pembebanan B1(20,28 kg cm-2) tidak berbeda dengan A1(18,28 kg cm-2 ), namun berbeda nyata

dengan posisi pembebanan A2 (14.12 kg cm-2) dan B2 (14.27 kg cm-2).

Miller (1999) menyatakan molekul-molekul selulosa tersusun dari helai-helai yang disebut mikrofibril yang akan membentuk dinding sel. Posisi B1

dengan plat beban ditempatkan ditengah dengan arah memanjang tegak lurus serat kayu pada permukaan panel CLT memberikan hasil kekuatan tegak lurus serat yang lebih tinggi dibanding dengan posisi pengujian lainnya. Hal ini diduga, karena kekuatan tekan yang dibutuhkan untuk memutuskan rantai selulosa pada mikrofibril lebih besar dibanding untuk memisahkan rantai pada molekul-molekul selulosa. Hasuni et.al (2009), menyatakan bahwa kekuatan tekan tegak lurus serat lebih tinggi dibanding dengan kekuatan tekan sejajar serat, hal ini disebabkan karena lapisan permukaan dengan arah tegak lurus serat dan bagian CLT tersebut terlibat dalam mendistribusikan beban. Selanjutnya, Serrano dan Enquist (2010) menyatakan bahwa tipe pembebanan di tengah tegak lurus serat menghasilkan nilai kekuatan tekan yang tertinggi, hal ini disebabkan karena beban yang diterapkan hanya sebagian kecil dari bidang pengujian. Bidang diluar pembebanan mencegah terjadinya deformasi dan bertindak sebagai pendukung kearah tranversal.

Pengujian posisi pembebanan A1 mirip dengan pengujian yang dilakukan

pada A2. Pengujiannya dilakukan pada arah sejajar serat, namun berbeda dalam

hal letak beban. Pada A1 plat pembebanan di tengah dan tipe A2 plat beban

(38)

24

Serrano dan Enquist (2010) menyatakan, beban garis dipinggir sejajar serat, kekuatannya lebih rendah dari semua posisi pembebanan, hal ini dikarenakan densifikasi pada tegangan tidak terjadi karena kurangnya interaksi antar papan-papan dalam lapisan CLT.

Rataan kekuatan tekan serat batas proporsional pada kelompok jenis kayu disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Kekuatan tekan serat batas proporsional panel CLT sengon, mindi dan nangka (Keterangan: notasi dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5%).

Rataan kekuatan tekan serat dari panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing sebesar 8.50 kg cm-2, 15.75 kg cm-2 dan 25.97 kg cm-2. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kelompok jenis kayu berpengaruh signifikan terhadap kekuatan tekan serat pada batas proporsional. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kekuatan tekan serat panel CLT kayu sengon berbeda nyata dengan jenis kayu mindi dan nangka pada batas proporsional. Panel kayu nangka memiliki nilai rata-rata kekuatan tekan yang lebih tinggi dibanding dengan kayu sengon dan mindi. Hal ini disebabkan, panel CLT nangka tersusun dari papan-papan yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel sengon dan mindi.

(39)

25 lurus yang lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan jumlah lapisan.

Kekuatan tekan tegak lurus serat dari CLT bervariasi dari 2.85 MPa (Bogensperger et al. 2011) sampai 3.3 MP (Serrano dan Enquist 2010). Penelitian Augustin et.al (2006) dari glulam spruce (Picea abies) menghasilkan nila kekuatan tekan tegak lurus serat sebesar 2.1 Nmm-2. Berdasarkan hasil penelitian ini, kekuatan tekan tegak lurus terbesar dihasilkan dari panel CLT nangka sebesar 25.97 kg cm-2, nilai ini masih lebih rendah dibandingkan penelitian Bogensperger

et al. (2011) dan Serrano dan Enquist (2010), namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan Augustin et.al (2006). Ini mengindikasikan bahwa CLT masih memiliki nilai kekuatan tekan tegak lurus serat yang lebih tinggi dari glulam.

Deformasi

Kayu yang menerima pembebanan akan mengalami perubahan bentuk (deformasi). Besarnya deformasi berkaitan erat dengan besarnya beban yang dikenakan. Semakin besar beban yang diberikan, maka deformasi yang terjadi semakin besar pula. Hasil perhitungan deformasi panel CLT batas proporsional disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan deformasi (mm) menurut tipe pembebanan dan jenis kayu panel CLT pada batas proporsional

Rata-rata deformasi (Tabel 1) yang dihasilkan dari panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing berkisar antara 2.16 mm sampai 2.47 mm, 2.39 mm sampai 3.14 mm dan 2.2 mm sampai 4.56 mm. Berdasarkan analisis sidik ragam, kelompok (jenis kayu) berpengaruh nyata terhadap besarnya deformasi panel CLT

(40)

26

Tipe Kerusakan

Gambar 21 Kerusakan kekuatan tekan serat pada posisi pembebanan panel CLT

Secara umum, kerusakan sampel CLT untuk ketiga jenis kayu disajikan pada Gambar 21. Kerusakan yang terjadi tergantung dari posisi plat beban pada saat pengujian. Pengujian posisi A1 dan B1 memiliki tipikal kerusakan yang

hampir sama, begitu pula dengan pengujian posisi A2 dan B2. Posisi pengujian

dengan beban ditengah pada arah sejajar permukaan serat, kerusakannya lebih besar dibanding pada arah tegak lurus serat permukaan.

Tipikal kerusakannya berupakerusakan pada bekas pembebanan pada daerah tekan. Untuk tipe A2 dan B2 dengan beban dipinggir, kerusakannya sangat

lokal dan jauh lebih rapuh. Terjadi retak kearah horizontal (baris sel). Hal ini sejalan dengan (Ed dan Hasselqvist 2011) yang menyatakan bahwa ketika kayu mendapat tekanan tegak lurus serat diawali dengan keretakan dinding sel kayu dibagian luar yang berasal dari pusat sel yang mengarah terhadap kerusakan sel. Perilaku ini terjadi diseluruh baris sel, dan dikuti dengan kerusakan baris sel berikutnya. Kerusakan panel CLT pada posisi beban dipinggir dapat pula berupa patahan pada sampel di bagian lingkaran tahun. Serrano dan Enquist (2010) menyatakan bahwa pola kegagalan pada tipe A2 dan B2 mengikuti pola lingkaran

tahun, sehingga orientasi lingkaran tahun merupakan faktor penting yang

Gambar 21a Kerusakan pada posisi pembebanan A1

Gambar 21b Kerusakan pada posisi pembebanan B1

Gambar 21c Kerusakan pada posisi pembebanan A2

(41)

27 mempengaruhi kerusakan CLT.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan berat jenis pada kondisi kering udara, maka menurut Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) 1961, panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing dapat digolongkan sebagai kelas kuat IV, kelas kuat III dan kelas kuat II.

Pengujian delaminasi air dingin dan panas tertinggi dihasilkan panel CLT nangka (14.80% dan 36.88%) dan terendah pada CLT sengon ( 3.87 % dan 5.53 %,). Pengujian keteguhan geser rekat tertinggi pada panel CLT mindi (31.36 kg cm-2) dan terendah pada CLT sengon (18.95 kg cm-2).

Nilai kekuatan dan kekauan dinding geser panel CLT sengon, mindi dan nangka masing-masing adalah 129360 N dan 7388 N mm-1, 117600 N dan 12521 N mm-1, 146020 N dan 9402 N mm-1.

Kekuatan tekan tegak lurus dengan posisi plat beban ditengah permukaan CLT menghasilkan nilai kekuatan tekan yang lebih tinggi dibanding dengan peletakan beban di pinggir permukaan CLT. Kekuatan tekan tegak lurus dengan posisi pembebanan B1 yaitu plat beban diletakkan di tengah dengan plat beban

tegak lurus serat kayu pada permukaan CLT pada batas proporsional menghasilkan nilai tertinggi (20.28 kg cm-2) dibanding pengujian lainnya.

Panel CLT nangka menghasilkan kekuatan tekan tegak lurus serat yang tertinggi (25.97 kg cm-2), diikuti kayu mindi (15.75 kg cm-2), dan yang terendah adalah panel CLT kayu sengon (8.50 kg cm-2).

Saran

Perlu perhatian khusus mengenai konstruksi sistem pendukung pembebanan pada tumpuan dasar dinding geser panel CLT dan penggunaan berat labur, tekanan dan waktu kempa dalam pembuatan produk CLT.

DAFTAR PUSTAKA

[APA] American Plywood Assosiation. 2004. Panel design spesification. The Engineered wood Association [Internet]. [diunduh 2013 september 15]. Tersedia pada www.WoodUniversity.org.

(42)

28

Associates H. 2010. Cross laminated timber. B & K timber structures A trading division of B & K Steeleork Fabrications Limited.

Alamsyah EM, Yamada M, Taki K. 2005. Bond quality of Indonesian and Malaysian fast-growing tree species. In: Wahyu D (ed). Towards ecology and economy harmonization of tropical forest resources. Proceedings of the 6th International Wood Science Symposium; Bali, 29-31 Agu 2005. Bali: LIPI-JSPS. p 220-227.

Augustin M, Ruli A, Brandner R, Schichofer G. 2006. Behavior of glulam perpendicular to grain in different strength grades and load configuration. Proceeding of CIB W18 ; 2006 28-31 august ; Florence, Italy: 39 (12-6). Apriliana F. 2012. Pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap

karakteristik Cross Laminated Timber kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Bogensperger T, Augustin M, SchikhoferG. 2011. Properties of CLT – Panels

exposed to compression perpendicular to their plane. International Council for Research and Innovation in Building and Construction, Working Commission W18 – Timber Structures ; 2011 28 August – 1 September ; Alghero, Italy: 1–15.

Dujic B, Simona K, Roko Z. 2007. Influence of opening on shear capacity of wooden walls. NC Timber Design. 16:5-17.

Dirjen Industri Agro. 2013. Bahan baku kebutuhan kayu bulat meningkat. [Internet]. [diunduh 2014 April 15]. Tersedia pada http://agro.kemenperin.go.id/site/index.

Ed D, Hasselqvist F. 2011. Timber compression strength perpendicular to the grain-testing of glulam beams with and without reinforcement. [Disertasi].Sweden :Lund Institute of Technology.

Frese M, Enders-Comberg M, Blab HJ, Glos P. 2012. Compressive strength of spruce glulam .European Journal of Wood and Wood Products. 70(6): 801-809.

Gasperz V. 1991. Metode perancangan percobaan.untuk ilmu-ilmu pertanian, ilmu-ilmu teknik dan biologi. Bandung (ID).

Gupta R, Siller T. 2005. Shear strength of structural composite lumber using torsion test. Journal of testing and evaluation. 33(2) : 110-117.

Gulzow A, Richter K, Steiger R. 2011.Influence of wood moisture content on bending and shear stiffness of cross laminated timber panels. European Journal of Wood and Wood Products. 69(2):193-197.

Haygreen J.G, Shmulsky R, dan Bowyer JL. 2003. Forest products and wood science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press.

Hasuni HK, Al-Douri, Sekran KA, Hamodi MH. 2009. Compression strength perpendicular to grain in Cross Laminated Timber. [Thesis]. Sweden : Voxjo University.

[ISO] the International Organization for Standardization. 2009. Timber structures

– Structural insulated panel wall – Test methods” (22452) International Organization for Standardization. Geneva.

(43)

29 Jang SS. 2008. Racking resistance of shear walls with various sheating materials

and opening. Journal Departement Forest Product : 305-764.

Mendegarian A, Milev S. 2010. Cross Laminated Timber. Civil 510 - Term Project. 1-21.

Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat mekanis kayu. Bogor (ID) : IPB Press.

Mohammad M, Gagnon S , Douglas BK, Podesto L. 2012. Introduction to cross laminated timber.Wood Design Fokus. 22(2): 3-12.

Miller RB. 1999. Wood Handbook :wood as an engineering material. Chapter 2 : structure of wood. USDA.USA.

[PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. 1961. Jakarta (ID) : Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

Prayitno TA. 2000. Hubungan struktur anatomi dan wetabilitas dengan kekuatan rekat kayu. Buletin Kehutanan. 42(2000):24-32.

Quenneville P, Morris H. 2006. Earthquake performance of multi-storey. Cross Laminated Timber buildings. .NC Timber Design. 15(4):3-8.

Ruhendi S, Koroh DS, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007.

Analisis perekatan kayu. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Riztian, GF. 2013. Pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap karakteristik Cross Laminated Timber kayu nangka menggunakan perekat isosianat. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sugiarti. 2010. Kekuatan lentur glulam struktural yang terbuat dari papan sambung kayu tusam dan kayu manis. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Serrano, E dan Enquist B. 2010. Compression strength perpendicular to Ggain in Cross laminated Timber (CLT). World Conference on Timber Engineering ; 2010 Juni 20-24; Trentiono, Italy: 1-7.

Strurzenbecher R, Hofsteter K and Eberhardsteiner J. 2010. Structural design of Cross Laminated Timber (CLT) by advanced plate theories.Composites Science and Technology. 70: 1368–1379.

Santoso A. 1995. Pengaruh tebal vinir dan berat labor perekat terhadap keteguhan rekat kayu lapis dammar. Jurnal Penelitian Hasil Hutan :13(7):266-274. Tjondro JA, tjahjanto HH, suryad H, Onky A, Lokanatha SV dan nathanael. 2011.

Dinding geser papan kayu tahan gempa. Laporan penelitian LPPM tahun 2011., Bandung (ID) : Universitas Katolik Parahyangan, hlm 1-34.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.

Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Material. Forest Product Technology. USDA Forest Service. Wisconsin.

Wood Naturally Timber. 2010. Building with Timber-Nine Storeys and Beyond.

(44)

30

Lampiran 1 Rata-rata kadar air, kerapatan, susut volume dan pengembangan volume panel CLT sengon, mindi dan nangka.

(45)

31 Lampiran 2 Rata-rata delaminasi air dingin dan panas panel CLT sengon, mindi

dan nangka

Jenis kayu Ulangan Delaminsasi Delaminasi

Air dingin(%) Air panas (%)

Sengon 1 2.56 4.76

2 5.38 6.07

3 4.61 5.72

4 2.95 5.56

Rata-rata 3.87 5.53

Standar dev 1.34 0.55

Mindi 1 6,73 23.00

2 4.47 19.24

3 10.85 22.70

4 7.64 20.67

8

Rata-rata 7.65 21.40

Standar dev 3.19 1.77

Nangka 1 12.72 35.34

2 15.54 38.42

3 17.89 41,56

4 13.04 42,67

Rata-rata 14.80 36.88

(46)

32

Lampiran 3 Rata-rata keteguhan geser rekat panel CLT sengon, mindi dan nangka.

Jenis kayu Ulangan Keteguhan rekat

(kg cm-2)

Sengon 1 24.45

2 14.90

3 16.33

4 18.87

5 15.64

6 22.06

7 17.18

8 22.19

Rata-rata 18.95

Standar dev 3.54

Mindi 1 30.12

2 27.21

3 26.00

4 27.92

5 33.09

6 33.37

7 37.16

8 36.00

Rata-rata 31.36

Standar dev 4.15

Nangka 1 24.06

2 29.66

3 30.45

4 29.06

5 29.31

6 32.14

7 26.61

8 31.45

Rata-rata 29.09

(47)

33 Lampiran 4 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan tipe pengujian dari tiga jenis kayu terhadap beban, deformasi dan kekuatan tekan tegak lurus serat Panel CLT

Beban

Tipe pengujian 3 17332449 5777483 5.608252*

galat 1 6 6181052.6 1030175 2.316022

Duncan Grouping Mean Jenis kayu

A 2938 sengon Tipe pengujian 3 2.077163889 0.692388 4.286446tn

galat 1 6 0.969177778 0.16153 1.076665 galat 2 24 3.600666667 0.150028

Total 35

(48)

34

Lampiran 4 Lanjutan Uji Lanjut Duncan

Jenis kayu

Duncan Grouping Mean Jenis kayu

A 2.34 sengon

B 2.78 mindi

C 2.86 nangka

Kekuatan tekan tegak lurus serat

Sumber

keragaman db JK KT F Hit

F Tab

5% 1%

Jenis kayu 2 1848.8472 924.4236 144.15* 4.76 9.78 Tipe pengujian 3 250.53289 83.51096 13.02*

galat 1 6 38.478644 6.413107 2.01 galat 2 24 76.220267 3.175844

Total 35

Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf 5 %

Uji lanjut Duncan

Jenis kayu

Duncan Grouping Mean Jenis kayu

A 8.50 sengon

B 15.75 mindi

C 25.97 nangka

Perlakuan

Duncan Grouping Mean Tipe pengujian

A 14.12 A2

A 14.28 B2

B 18.28 A1

B 20.28 B1

Duncan Grouping Mean Tipe pengujian

A 14.12 A2

A 14.28 B2

B 18.28 A1

(49)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Soroako-Luwu pada tanggal 15 Pebruari 1981 sebagai anak kedua dari pasangan M. Amir dan Andi Suryati. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasi Hutan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Program Pascasarjana IPB dengan sponsor BPPS.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kehutanan, UniversitasTadulako Palu sejak tahun 2007 sampai sekarang.

Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Karya ilmiah berjudul “Sifat Fisis dan Mekanis Com-ply

Gambar

Gambar 1  Contoh skema benda uji panel CLT
Gambar 2  Benda uji panel CLT
Gambar 4  Pemasangan alat ukur pengujian dinding geser panel CLT
Gambar 5  Grafik tahapan pengujian Racking Shear wall CLT  (sumber
+7

Referensi

Dokumen terkait

merupakan patogen tular tanah, sehingga epidemi penyakit dari patogen tular tanah sangat dipengaruhi oleh faktor tanah seperti sifat fisika dan kimia tanah seperti tekstur, kandungan

0 Sistem Informasi Percetakan Desett Promotion Surabaya 1 Pemesanan 3 Pengiriman 2 Penjadwalan Produksi 4 Pembayaran 1.1 Input Data Pelanggan 1.2 Input Data Pemesanan 2.1

Penelitian ini mengetahui Tatakelola Badan Usaha Milik Desa dari aspek Sumber Daya manusia dalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat dan Peranan pemerintah desa

Analisis bahan hukum dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara menelaah sistematika perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan permasalahan yang sedang

Menurut peneliti, promosi jurnal elektronik melalui cara ini sangat efektif karena pengguna telah diberitahukan manfaat dan cara penelusuran informasi pada jurnal

Kekuatan gel bakso ikan payus memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan nilai kekuatan gel tertinggi terdapat pada konsentrasi penambahan bubur rumput laut

Meskipun sudah ada Komisi Penyiaran Indonesia yang menjadi polisi terhadap konten-konten acara televisi, tetapi tetap saja tidak bisa optimal dalam menjalankan