• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Penyewa Rumah Toko (Ruko) Apabila Terjadi Kerusakan Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggungjawaban Penyewa Rumah Toko (Ruko) Apabila Terjadi Kerusakan Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PENYEWA RUMAH TOKO

(RUKO) APABILA TERJADI KERUSAKAN PADA SAAT

PERJANJIAN SEWA MENYEWA BERAKHIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana

Oleh :

MINSTYN TAMBUNAN

080200382

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang

telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul: Pertanggungjawaban Penyewa Rumah Toko (Ruko)

Apabila Terjadi Kerusakan Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir.

Pemilihan judul ini didasari atas rasa ketertarikan terhadap kegiatan sewa

menyewa, di mana sebagai objek utamanya merupakan sewa menyewa rumah

toko, yang dikarenakan begitu maraknya pertumbuhan ruko di Kota Medan.

Besar harapan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca,

walaupun disadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.

Dalam penulisan skripsi ini mendapat bantuan, bimbingan serta masukan dari

Bapak dan Ibu Dosen maupun teman-teman. Oleh karena itu sepatutnya

disampaikan ucapan terima kasih atas bantuan yang diberikan terutama kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M. Hum., selaku Pembantu Dekan I

(3)

3. Bapak Syafrudin, S.H., M.H., D.F.M., selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH. M. Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Perdata Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Departement Hukum

Perdata

7. Bapak Syamsul Rizal, SH, M. Hum, selaku sebagai Dosen Pembimbing I

8. Ibu Dr. Yefrizawati, SH, M. Hum, selaku sebagai Dosen Pembimbing II

9. Bapak Makdin Munthe, S.H, M.Hum ,selaku Dosen Wali semasa kuliah

10. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dalam masa perkuliahan

11. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu dan bantuan kepada Penulis sejak perkuliahan sampai

penyelesaian skripsi ini.

12. Para Pihak Perjanjian Sewa Menyewa Ruko atau narasumber yang telah

bersedia member waktunya untuk mengisi kuisioner dari Penulis.

13. Untuk kedua orang tua tercinta Drs. T. M. Tambunan, SE, MBA dan Dra. E

br Pandia atas doa, pengorbanan, dan kasih sayang yang tidak terhingga

kepada Penulis

14. Buat abangku Melvin Hendrik Tambuan, SE. serta istrinya Christine Natalia

Marpaung, SE dan kakak-kakakku Mindy Novita Tambunan, Sp serta

(4)

Spd yang telah mendukung Penulis agar tetap semangat dalam

menyelesaikan skripsi

15. Buat para keponakanku Alexandra Erste Melia Tambunan dan Prinz Oktando

Purba yang selalu membuat Penulis ceria

16. Buat para teman dan sahabat-sahabatku Gishella Sianipar, Devy Hutagaol,

Putrinita Rajagukguk, Lusiana Pangaribuan, Melisa Pangaribuan, Yulia Ester

Pakpahan, Devi Lubis, Eva Sitindaon, Theresia Tarigan, Oka W. Sagala,

Asihot Manalu, Arif Fachriadi, Rezky Diapani Bangun dan Rully Daely serta

Endah Napitupulu yang membantu dan menemani serta memberi motivasi

dan masukan kepada Penulis dalam masa pengerjakan skripsi serta kepada

Enda Napitupulu yang menyelamatkan skripsi saya dari virus.

17. Buat para Guru-Guru Sekolah Minggu Methodist Jemaat Kanaan (Servant of

God) Kiki Astria Napitupulu (alm), CGI. Marthin Zebua (alm), Sabrina

Simorangkir, Mom Kitty, Novietta Tobing, Carla Napitupulu, Ferdolin

Sitorus, Decy Tobing, Dwi Septika Ginting dan Wesly Sianipar yang selalu

membawa penulis ke dalam doa

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh orang-orang yang

penulis tidak dapat menyebut satu persatu namanya yang telah membantu dan

memberi dorongan semangat kepada penulis agar penulis dengan segera

menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Jurusan Keperdataan BW dan segala

kritik-kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan

(5)

Kiranya semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, menerima dan meridhoi segala

amal dan kebaikan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah

memberikan fasilitas dan bimbingan kepada Penulis. Syalom.

Medan, 15 May 2013

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………....…... i

DAFTAR ISI ...………....…... iv

ABSTRAK ...………... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..………... 1

B. Permasalahan …..………... 3

C. Tujuan Penulisan .………... 4

D. Manfaat Penulisan .………... 4

E. Metode Penelitian .………... 5

F. Keaslian Penulisan ………... 8

G. Sistematika Penulisan ………... 9

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RUMAH TOKO (RUKO) A. Pengertian Rumah Toko ...………... 11

B. Sejarah Rumah Toko ……...………...… 14 C. Spesifikasi Rumah Toko …..………... 19

BAB III TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA A. Pengertian Perjanjian ………..………... 27

B. Syarat Sah Perjanjian ……….………... 35

(7)

D.Dasar Hukum dan Kebiasaan-kebiasaan dalam Perjanjian Sewa

Menyewa ………... 46

E.Subjek dan Objek dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 51

F. Hak dan Kewajiban Dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 54

G.Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa …………...… 55 BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PENYEWA RUKO APABILA

TERJADI KERUSAKAN PASA SAAT PERJANJIAN SEWA

MENYEWA BERAKHIR

a. Prosedur Perjanjian Sewa Menyewa Ruko Yang Telah Terjadi

Diantara Para Pihak ...………..…... 61

b. Hak Dan Kewajiban Dari Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa

Menyewa Ruko ………... 63

c. Pertanggungjawaban Penyewa Ruko Apabila Terjadi Kerusakan

Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir ……… 65

BAB V PENUTUP

(8)

ABSTRAK

Pertanggungjawaban penyewa rumah (ruko) apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir

Syamsul Rizal, S.H, M.Hum1 Dr. Yefrizawati, .H, M.Hum2

Minstyn Tambunan3

Di era pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat, tetapi luas lahan yang dibutuhkan semakin berkurang, untuk itu, cara mengatasinya yaitu dilakukannya pembangunan rumah ataupun ruko untuk disewakan. Namun, tidak semua masyarakat mampu untuk membangun rumah atau ruko tersebut. Oleh karena itu dilakukanlah perjanjian sewa menyewa rumah atau ruko.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur perjanjian sewa menyewa rumah toko yang terjadi di antara para pihak, bagaimana hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian sewa menyewa ruko dan bagaimana pertanggungjawaban penyewa rumah toko apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan.

Penelitian ini bersifat deskritif. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah data kepustakaan dan studi lapangan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner. Setelah dikumpulkan data tersebut dianalisa secara kualitatif.

Perjanjian sewa menyewa ruko yang dilakukan oleh para pihak diawali dengan kesepakatan yang kemudian dicantumkan dalam sebuah kontrak yang mereka susun sendiri. Kewajiban pemilik ruko adalah menyediakan ruko yang layak pakai, menyerahkan kunci-kunci ruko, memberi fasilitas-fasilitas pendukung (misalnya: air, PAM, listrik dan telepon), tidak menyewakan kembali pada pihak lain dalam masa sewa yang berjalan, menanyakan kepada penyewa apakah dilakukannya perpanjangan sewa menyewa di ruko tersebut dan menyerahkan dokumen pendukung dalam perjanjian. Sedangkan kewajiban penyewa adalah membayar uang sewa ruko, menjaga keadaan ruko dengan baik, membayar uang anggaran iuran penyewa (misalnya: air, listrik dan telepon). Kalau terjadi kerusakan ruko pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir, maka yang bertanggung jawab disesuaikan dengan kesepakatan mereka apakah kedua belah pihak atau hanya pihak penyewa saja yang bertanggung jawab.

Kata kunci : Pertanggungjawaban, Perjanjian dan Sewa-Menyewa

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3

(9)

ABSTRAK

Pertanggungjawaban penyewa rumah (ruko) apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir

Syamsul Rizal, S.H, M.Hum1 Dr. Yefrizawati, .H, M.Hum2

Minstyn Tambunan3

Di era pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat, tetapi luas lahan yang dibutuhkan semakin berkurang, untuk itu, cara mengatasinya yaitu dilakukannya pembangunan rumah ataupun ruko untuk disewakan. Namun, tidak semua masyarakat mampu untuk membangun rumah atau ruko tersebut. Oleh karena itu dilakukanlah perjanjian sewa menyewa rumah atau ruko.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur perjanjian sewa menyewa rumah toko yang terjadi di antara para pihak, bagaimana hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian sewa menyewa ruko dan bagaimana pertanggungjawaban penyewa rumah toko apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan.

Penelitian ini bersifat deskritif. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah data kepustakaan dan studi lapangan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner. Setelah dikumpulkan data tersebut dianalisa secara kualitatif.

Perjanjian sewa menyewa ruko yang dilakukan oleh para pihak diawali dengan kesepakatan yang kemudian dicantumkan dalam sebuah kontrak yang mereka susun sendiri. Kewajiban pemilik ruko adalah menyediakan ruko yang layak pakai, menyerahkan kunci-kunci ruko, memberi fasilitas-fasilitas pendukung (misalnya: air, PAM, listrik dan telepon), tidak menyewakan kembali pada pihak lain dalam masa sewa yang berjalan, menanyakan kepada penyewa apakah dilakukannya perpanjangan sewa menyewa di ruko tersebut dan menyerahkan dokumen pendukung dalam perjanjian. Sedangkan kewajiban penyewa adalah membayar uang sewa ruko, menjaga keadaan ruko dengan baik, membayar uang anggaran iuran penyewa (misalnya: air, listrik dan telepon). Kalau terjadi kerusakan ruko pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir, maka yang bertanggung jawab disesuaikan dengan kesepakatan mereka apakah kedua belah pihak atau hanya pihak penyewa saja yang bertanggung jawab.

Kata kunci : Pertanggungjawaban, Perjanjian dan Sewa-Menyewa

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kebutuhan untuk tempat tinggal dan usaha sangat mendesak,

yang setiap tahunnya mengalami peningkatan sesuai dengan pertumbuhan

penduduk yang semakin meningkat. Adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi

mengakibatkan banyak penduduk yang kekurangan tempat tinggal rumah dan

tempat usaha. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tersebut mengakibatkan

kebutuhan akan rumah tempat tinggal dan rumah tempat usaha (rumah toko/ruko)

juga semakin meningkat.

Salah satu cara untuk mengatasi kebutuhan akan rumah tempat tinggal dan

ruko adalah dengan cara menambah jumlah rumah tempat tinggal dan jumlah ruko

yang digunakan sebagai tempat untuk usaha sekaligus sebagai tempat tinggal.

Untuk menambah jumlah rumah ataupun ruko tersebut tidaklah bisa semua

kalangan masyarakat yang membangun bangunan tersebut. Hal ini dikarenakan

taraf ekonomi dari lapisan masyarakat yang berbeda-beda.

Bagi masyarakat yang taraf perekonomiannya mampu untuk membangun

rumah atau ruko tersebut, mereka dapat menyewakan rumah-rumah mereka

ataupun ruko tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan, atau dalam hal ini

masyarakat yang golongan menengah ke bawah yang tidak mampu untuk

membeli rumah atau membangun rumah mereka sendiri, maka mereka lebih

(11)

Dengan demikian timbullah kegiatan sewa-menyewa di antara pihak, yaitu pihak

penyewa rumah atau ruko dan pihak yang menyewa rumah atau ruko tersebut.

Perjanjian sewa menyewa yang dilakukan oleh para pihak tersebut

merupakan salah satu dari bentuk hubungan-hubungan hukum yang sekarang ini

sering dilakukan oleh seseorang demi memenuhi kepentingannya atau

kebutuhan-kebutuhannya.

Suatu perjanjian sewa menyewa yang dibuat atau dilakukan oleh beberapa

pihak atau orang menunjukkan bahwa setiap orang yang melakukan perjanjian itu

telah siap untuk melaksanakan kewajibannya seperti yang telah diperjanjikan.

Seperti yang diketahui, dalam hal perjanjian sewa-menyewa setiap pihak memiliki

hak dan tanggung jawabnya masing-masing, di mana hak dan tanggung jawab

tersebut harus dipenuhi oleh para pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

Perjanjian sewa-menyewa merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus

yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Telah diketahui bersama

bahwa setiap manusia selalu mempunyai kepentingan-kepentingan yang serba

kompleks, dimana manusia itu selalu berusaha untuk dapat meraih setiap

kebutuhannya. Salah satu caranya ialah dengan mengadakan hubungan hukum

dengan manusia lainya. Bentuk hubungan hukum yang beraneka ragam tersebut

salah satu di antaranya adalah dengan mengadakan perjanjian sewa-menyewa.

Sewa menyewa, seperti perjanjian lain pada umunya, merupakan

(12)

detik tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak.4 Jadi seperti yang diatur

dalam Pasal 1548 KUH Perdata

“Dalam perjanjian sewa menyewa ini, pihak yang menyewakan mengikat diri untuk menyerahkan barang yang disewakannya untuk dapat dinikmati oleh pihak penyewa untuk jangka waktu tertentu, sedangkan pihak penyewa diwajibkan untuk membayar sejumlah harga sebagaimana kontraprestasi dari barang yang diterimanya”.

B. PERMASALAHAN

Dalam penulisan skripsi haruslah ditentukan terlebih dahulu mengenai

masalah-masalah yang merupakan titik tolak dari pembahasan-pembahasan

selanjutnya, di mana akan dibahasnya masalah-masalah yang menyangkut

perjanjian sewa menyewa ruko. Bukan tidak mungkin masalah ini akan menjadi

lebih luas, disebabkan oleh banyaknya segi-segi dari hukum perjanjian itu sendiri,

yang mungkin bisa mengaburkan masalah yang sebenarnya. Oleh karena itu akan

dibatasi pada masalah yang akan menjadi topik pembahasan nantinya.

Adapun permasalah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur perjanjian sewa menyewa rumah toko yang terjadi di antara

para pihak?

2. Bagaimana hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian sewa menyewa

ruko?

3. Bagaimana pertanggungjawaban penyewa rumah toko apabila terjadi kerusakan pada

saat perjanjian sewa menyewa berakhir?

4

(13)

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penyusunan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prosedur–prosedur dari perjanjian sewa menyewa ruko yang terjadi di antara para pihak.

2. Untuk menguraikan bentuk-bentuk hak dan kewajiban dari para pihak di dalam

perjanjian sewa menyewa ruko.

3. Tulisan ini juga untuk menjelaskan bagaimana cara penyelesaian sengketa

dalam pertanggungjawaban pihak penyewa ruko apabila terjadi perselisihan

atau permasalahan dalam perjanjian sewa menyewa ruko.

D. Manfaat Penulisan

a. Secara teoritis

1. Memberikan masukan sekaligus pengetahuan tentang hal-hal yang

berhubungan dengan sewa menyewa ruko.

2. Memberikan masukan dan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan dan di mana dalam penulisan skripsi ini diberikan

analisa-analisa yang bersifat objektif.

b. Secara praktis

1. Memberikan masukan sekaligus pengetahuan kepada para pihak baik si

penyewa maupun yang menyewakan dalam melakukan kegiatan sewa

(14)

pihak karena adanya perlindungan dan kepastian hukum yang menjamin

mengenai hal tersebut.

2. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan hukum apabila kelak terjadi

hal yang dibahas dalam skripsi ini.

E. Metode Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian skripsi dilakukan pada beberapa ruko–ruko yang ada di Medan sekitar. Hal ini dilakukan karena Medan merupakan salah satu kota ruko

atau salah satu kota yang memiliki bangunan berbentuk ruko terbanyak,

sehingga hal ini dapat memudahkan dalam penelitian yang hendak

dilakukan sesuai dengan judul skripsi yang diangkat. Sampel yang di

peroleh dalam penelitian sebanyak 5 ruko.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan secara deskriptif, yaitu yang bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala,

atau kelompok tertentu, atau atau untuk menentukan penyebaran suatu

gejala atau untuk menetukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala

dengan gejala lain dalam masyarakat.

3. Metode pendekatan

Penulisan ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis

empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk melakukan

(15)

sarana kebijakan hukum perdata dalam rangka perjanjian sewa menyewa

ruko di Kota Medan.

Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian

terhadap eksistensi hukum perdata di Indonesia dan pengaplikasiannya

terhadap penegakan hukum di Indonesia.

4. Sumber data

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini ada data

primer dan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui

hasil studi pustaka, tulisan ilmiah dan berbagai sumber tulisan tangan

lainnya. Sedangkan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung

dari lapangan yang dapat berupa angket, kuisioner ataupun wawancara

langsung. Data sekunder dibagi menjadi dua yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

yaitu data-data yang berupa dokumen-dokumen peraturan yang bersifat

mengikat, asli dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum

primer penulisan skripsi ini di antaranya K.U.H.Perdata Buku III Bab VII

Pasal 1574-1600 mengenai perjanjian sewa menyewa

b. Bahan Hukum Sekunder

yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian

mengenai masalah perjanjian sewa menyewa, seperti makalah, karya

ilmiah koran, karya tulisan dan beberapa sumber dari internet yang

berkaitan dengan persoalan diatas.

(16)

yaitu semua dokumen yang berisikan konsep-konsep dan

keterangan-keterangan otentik yang bersifat mendukung data primer dan data

sekunder, seperti kamus ensiklopedia, kamus bahasa Indonesia, dan

lain-lain.

5. Metode pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan dua

metode, yaitu:

a. Metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library

research) yaitu dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis

buku–buku, artikel, koran atau surat kabar, internet dan media masa. b. Dengan cara studi lapangan (Field research) yaitu dengan

melakukan wawancara langsung ke para pihak yang bersangkutan atau

dapat dengan cara melakukan angket atau dengan kuisioner.

6. Alat pengumpulan data

Dalam pengumpulan data yang dilakukan, penelitian dilakukan dengan

cara membuat kuisioner pada para pihak, di mana para pihak dapat

mengisi pertanyaan yang sudah tersedia dan dapat memberi jawaban

mereka sendiri di kolom jawaban yang telah disediakan oleh peneliti.

7. Analisa data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,

yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan dan diolah secara

(17)

a. Data yang diperoleh dari penelitian diklasifikasikan sesuai dengan

permasalahan dalam penelitian

b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematiskan

c. Data yang telah disistematiskan kemudian dianalisis untuk dijadikan

dasar dalam pengambilan kesimpulan.

F. Keaslian Penulisan

Masalah sewa menyewa diatur dalam Buku III Bab VII Pasal 1574-1600

K.U.H.Perdata. Ketentuan tersebut berlaku untuk segala macam sewa menyewa,

mengenai semua jenis barang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik barang

yang memakai jangka waktu tertentu maupun tidak memakan waktu tertentu oleh

karena waktu tertentu bukan merupakan syarat mutlak untuk perjanjian sewa

menyewa.

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, serta hasil penelitian baik itu dari

media eletronik yang ditelusuri tidak ada kesamaan dalam penulisan judul skripsi

ini. Karena masalah tentang sewa menyewa ruko belum ada satu pun mahasiswa

yang mengangkat sistematika dalam tata cara kegiatan sewa menyewa tersebut.

Maka dengan demikian secara akademis penulisan ini dapat di

(18)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan pada hasil penelitian data yang berhasil

dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis serta hasilnya digunakan untuk

memecahkan permasalahan yang dihadapi. Untuk memudahkan pembahasan

skripsi ini, maka akan dibuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang

semuanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Sistematika atau gambaran isi tersebut dibagi dalam beberapa bab dan

diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub bab. Adapun gambaran ini atau

sistematika tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini berisikan mengenai latar belakang,

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian

penulisan, dan sistematika penulisan

Bab II merupakan tinjauan umum mengenai rumah toko (ruko). Bab ini

berisikan mengenai rumah toko (ruko), sehingga dalam bab dua ini diuraikan :

pengertian dari rumah toko (ruko), sejarah dari rumah toko (ruko) dan spesifikasi

dari rumah toko (ruko).

Bab III merupakan tinjauan mengenai perjanjian dan perjanjian sewa

menyewa. Bab ini berisikan tentang pengertian perjanjian sewa menyewa, syarat

sahnya perjanjian, pengertian perjanjian sewa menyewa, dasar hukum dan

(19)

sewa menyewa, hak dan kewajiban dalam perjanjian sewa menyewa dan

berakhirnya perjanjian sewa menyewa.

Bab IV merupakan penerapan pertanggungjawaban penyewa ruko apabila

terjadi kerusakan pada saat berakhirnya perjanian sewa menyewa berakhir. Bab

ini yang dimaksud untuk menjawab pokok masalah yang diajukan, sehingga

dalam bab ini diuraikan mengenai : Prosedur Perjanjian sewa menyewa rumah

toko yang terjadi di antara para pihak, Hak dan Kewajiban para pihak dalam

perjanjian sewa menyewa rumah toko dan, cara Penyelesaian sengeketa dalam

pertanggungjawaban perjanjian sewa menyewa rumah toko

Bab V merupakan penutup. Bab penutup dari penulisan skripsi ini, yang

(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI RUMAH TOKO (RUKO)

A. Pengertian Rumah Toko

Untuk lebih jelas mengenai pengertian ruko, terlebih dahulu

diklasifikasikan antara rumah tempat tinggal maupun rumah usaha (ruko). Secara

awam pemikiran manusia rumah merupakan tempat yang sangat penting bagi

manusia, hal ini dikarenakan rumah dapat melindungi manusia dari hujan, panas

maupun membuat berkumpulnya keluarga. Sekarang ini rumah sudah dibagi-bagi

menurut daripada fungsinya, misalnya saja rumah tempat tinggal, rumah tempat

usaha dan rumah tempat tinggal yang dijadikan juga sebagai tempat usaha.

Sebuah tempat tinggal biasanya berwujud bangunan rumah, tempat

berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal.

Istilah ini dapat digunakan untuk rupa-rupa tempat tinggal, mulai dari

tenda-tenda nomaden hingga apartemen-apartemen bertingkat. Dalam konteks tertentu

tempat tinggal memiliki arti yang sama dengan rumah, kediaman, akomodasi,

perumahan, dan arti-arti yang lain.5

Pengertian rumah usaha menurut dari Handa S. Abidin ialah:

“Rumah usaha atau lebih sering disebut tempat usaha adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan perdagangan, industri, produksi, usaha jasa, penyimpanan-penyimpanan dokumen yang berkenaan dengan perusahaan, juga kegiatan-kegiatan penyimpanan atau pameran

5

(21)

barang, termasuk rumah tempat tinggal yang sebagian digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut”. 6

Sedangkan rumah tempat tinggal yang dijadikan ruko pengertiannya

berbeda lagi dengan rumah tempat tinggal dan rumah tempat usaha. Ruko adalah

salah satu jenis bangunan yang berasal dari kata rumah dan toko. Rumah yang

berarti tempat berpenghuni dan tokoberarti ruang untuk kegiatan usaha, jadi ruko

dapat dikatakan sebagai sebuah bangunan yang menggabungkan fungsi hunian

dan kerja dalam satu tempat. Dengan titik tolak yang sederhana ini, menyebabkan

ruko dapat berkembang dengan sangat pesat. Disamping praktis dan murah, fungsi

ruko mampung menampung kegiatan dalam sekala ekonomi kecil.

Perkembangan tren rumah sebagai tempat usaha untuk mensiasati

efektivitas dan mobilitas yang tinggi dari manusia modern semakin menunjukkan

perkembangan yang luar biasa akhir-akhir ini. Hal ini dapat dilihat dari bisnis

properti rumah toko (ruko) yang semakin marak di setiap kota di Indonesia tidak

terkecuali di Medan. Selain itu permintaan klien untuk membangun

rumah sekaligus sebagai tempat usaha dari berbagai kalangan seperti dokter,

bidan, akupunturis, sampai guru pun membanjir. Pemesanan desain ruko ini juga

datang dari enterpreuner yang juga berkeinginan menjalankan usahanya dari

rumah.

Ruko memang merupakan solusi yang cukup baik untuk mengatasi

kebutuhan akan rumah tinggal sekaligus juga tempat mengembangkan usaha dari

rumah. Dari mulai usaha jasa, sampai dengan usaha perdagangan dapat

6

(22)

mengembangkan usaha mereka melalui desain ruko sehingga tercipta mobilitas

dan efektivitas yang tinggi dari para pemakainya.

Seperti yang sudah dibahas terlebih dahulu, bahwa rumah toko lebih sering

disebut dengan nama ruko, yang memiliki pengertian yang berbeda-beda dari

tiap-tiap pemikiran orang.

Menurut Andie A. Wicaksono

“Rumah toko atau lebih sering disebut sebagai ruko adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya dibuat bertingkat antara dua hingga lima lantai, di mana fungsinya lebih dari satu, yaitu fungsi hunian dan komersial. Lantai bawahnya digunakan sebagai tempat usaha atau kantor, sedangkan lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal”7 Menurut J.D Benyamin

“Rumah toko adalah bangunan yang digunakan untuk tempat berusaha

(berdagang) barang dan jasa, dan juga sebagai tempat tinggal pemilik toko

tersebut”.8

Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas maka secara garis

besar dapat disimpulkan bahawa rumah toko atau yang lebih sering disebut

dengan ruko itu adalah rumah yang dimana memiliki dwifungsi. Fungsi yang

terdapat dalam rumah toko tersebut antara lain sebagai rumah tempat tinggal dan

rumah tempat usaha.

Pada dasarnya orang yang tinggal di ruko, pada lantai dasar sering

digunakan sebagai tempat usaha atau sebagai tempat kantor, sedangkan pada

lantai berikutnya sering digunakan sebagai tempat tinggal. Hal ini dikarenakan

7

Andie A. Wicaksono, Ragam Desain Ruko (Rumah Toko), Penebar Swadaya, Jakarta, 2007, hal 6

8

(23)

agar orang yang menempati ruko tersebut dapat membagi waktu dan tempatnya

bekerja, agar tidak tercampur aduk antara tempat usaha maupun tempat tinggal

yang terjadi di dalam 1 (satu) rumah.

Tipologi dari ruko biasanya dikenal:

1. Relatif sempit dengan massa bangunan yang memanjang ke

belakang

2. Kedua sisinya masih saling berdekatan yang menyebabkan kualitas

dalam bangunan rendah.

B. Sejarah Rumah Toko

Usaha jual-beli ruko pada dasarnya termasuk usaha di bidang properti.

Pendirian sebuah ruko hendaknya dimulai dari pemikiran tentang konsep ruko

tersebut. Proses desain sejak awal perancangan hingga akhir proses konstruksi

selalu didasarkan pada ketetapan antara kestrategisan pemilihan lokasi, bentuk

desain fascade, masa bangunan yang tepat dan juga ketetapan dalam penentuan

harga jual atau sewa dari properti ruko tersebut.

Fenomena ruko menjadi sebuah subjek penelitian dalam kerangka proses

pencarian jati diri budaya arsitektur lokal maupun regional (di era globalisasi).

Ruko memiliki ruang-ruang yang relatif tipikal, yang dapat secara mudah

dimanfaatkan untuk bermacam fungsi. Umumnya bagian depan digunakan sebagai

tempat untuk berusaha. Dalam budaya bermukim kota di Indonesia, pada awalnya

kita mengenal “toko” sebagai sebuah konsep tradisional yang berbeda dengan

(24)

Lombard, “toko” (yang berasal dari “tu ku” (土庫), kata yang dalam bahasa

Mandarin maupun Hokkian berarti serupa; di Bahasa Melayu digunakan istilah

(kedai) dikenal di sebagai sembarang ruangan tempat barang dagangan ditumpuk

tanpa aturan jelas, tempat di mana sang pemilik atau penjaga toko melewati

harinya, sebelum etalase atau meja pajang diperkenalkan.9

Tak kalah penting, keberadaan kehidupan di dalam ruko-ruko telah

memberikan banyak sumbangan penting pada budaya bermukim perkotaan lewat

konsep-konsep dan teknologi rumah tangga. Lombard menyebutkan dengan

gamblang sejumlah teknik-teknik umum dimanfaatkan di Jawa, seperti misalnya

penggunaan istilah-istilah seperti „loteng‟ dan „ubin‟ yang diduga kuat berasal dari kebudayaan Cina.10 Tak bisa dipungkiri bahwa kebudayaan masyarakat Cina di

perantauan juga dipengaruhi banyak oleh budaya lokal maupun Eropa seiring

perkembangan zaman dan interaksi antar budaya. Berikut ini adalah beberapa

konsep penting yang merupakan ciri khas tipologi ruko pada awal abad ke-20.

Ruko-ruko abad ke-19, dalam kehidupan perkotaan masa itu, membentuk

aktivitas di jalan dan menciptakan pusat-pusat keramaian yang secara khas hanya

dapat dijumpai di pecinan. Gaya hidup semacam inilah yang telah menghidupi

pusat-pusat keramaian kota-kota di Indonesia selama ratusan tahun hingga

keberadaannya kini terancam oleh pusat-pusat perbelanjaan dan

perumahan-perumahan modern yang menggunakan kapital besar. Tanpa langsung disadari,

hilangnya toko-toko ini mengakibatkan matinya lorong-lorong kota dan

9

Lombard Denys, Nusa Jawa, Silang Budaya Bagian 2, Jaringan Asia, Le Carefour Javanais, Essai d‟hostoire Globale II, Le Resaux Asiatiques, Jakarta : Gramedia, 1996, hal 275- 277

10

(25)

terciptanya jalan-jalan yang sepi karena pindahnya keramaian ke

bangunan-bangunan mal yang monolit, ketimbang hingar bingarnya toko-toko dan kaki-lima

yang beragam. Ini merupakan pertanda matinya sebuah warisan budaya kota dan

juga identitas kita.11

Ruko-ruko awal abad 20 juga merupakan bukti-bukti pergeseran sosial

budaya penghuninya, namun diperkenalkannya konsep-konsep bermukim baru,

yang tidak serta merta meninggalkan tradisi dan konsep-konsep lama.

Penghormatan pada leluhur yang merupakan tradisi masyarakat Cina tetap

ditampilkan lewat altar dan ritual sembahyang meski dalam bentuk yang

disederhanakan. Konversi ke agama Kristen juga tidak langsung menghapuskan

tradisi ini. Singkat kata, seiring dengan berbagai perubahan sosial dan benturan

kebudayaan, produk-produk budaya era ini dapat menampilkan begitu banyak

kualitas seni dan keunikan yang tidak kita jumpai sebelum maupun dengan jauh

sesudahnya (masa kini) sehingga produk era ini menjanjikan banyak hal yang

dapat kita pelajari sebagai fakta sejarah maupun pelajaran yang berguna.

Perkembangan tipologi ruko tidak begitu saja terhenti dewasa ini seiring

dengan pergantian zaman dan rejim politik karena di hampir seluruh kota di

kawasan ini, baik ruko tua maupun ruko yang baru dibangun masih memenuhi

daerah-daerah padat komersial (baik di dalam pecinan maupun di luar). Karena

harga tanah yang tinggi berkat lokasi strategis dan iklim ekonomi perkotaan dunia

ketiga, ruko masih merupakan solusi yang sesuai dengan menawarkan

kapasitasnya sebagai bangunan multifungsi berkepadatan menengah dan dengan

11

(26)

fleksibilitas tinggi. Tetapi pada dasawarsa 1970 dan 1980, seiring dengan

pertumbuhan ekonomi yang pesat, ruko-ruko dengan konsep yang sama sekali

baru bermunculan di berbagai sentra-sentra ekonomi kota dengan tidak lagi

dihalangi oleh kebijakan zone etnis.12

Setelah melalui salah satu krisis terburuk dalam sejarah modern Indonesia,

politik asimilasi Orde Baru secara efektif melarang segala bentuk ekspresi „ke

-Cina-an‟ di muka publik sehingga mengakibatkan banyak pecinan mengalami krisis identitas. Banyak klenteng „berubah‟ menjadi vihara, banyak yang mengalami penurunan kualitas fisik karena posisinya terjepit oleh kemunculan

bangunan-bangunan baru dan penataan fisik yang tidak mendukung. Hilangnya

elemen-elemen pembentuk identitas kawasan juga menyebabkan hilangnya

identitas etnis pada ruko-ruko, yang sekaligus memperkuat fungsinya sebagai

bangunan komersial. Fungsi hunian juga lambat laun tidak lagi dapat diakomodasi

oleh pecinan karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung dan persepsi yang

berubah. Ruko-ruko ini akhirnya muncul sebagai usaha spekulasi properti. Banyak

pengembang lebih memilih untuk mengembangkan sebuah lahan untuk satu deret

ruko daripada mengembangkannya untuk sebuah rumah tinggal. Ruko-ruko ini,

meski masih memakai istilah „ruko‟, tidak lagi berfungsi dominan sebagai tempat

tinggal tetapi lebih diperuntukan sebagai tempat usaha yang fleksibel, mudah

dibangun, dan murah. Dengan sendirinya ruko-ruko ini juga mengabaikan

12

(27)

konsep tradisional yang dulu vital bagi sebuah hunian dan kehilangan kualitas

individualitas.13

Hasilnya adalah ruko-ruko seragam monoton yang tersebar di berbagai

pelosok kota menggeser fungsi-fungsi hunian ke pinggiran kota. Diabaikannya

konsep „chimcay‟ juga mengakibatkan ruko-ruko jenis baru ini tidak sesuai

dengan iklim tropis yang panas dan lembab. Selain itu, keberadaan ruko-ruko ini

pada skala lingkungan telah merubah karakter fisik kota secara drastis. Karena

ruko-ruko lama sudah tidak lagi diminati orang, banyak ruko-ruko baru

menggantikan ruko-ruko lama yang termakan usia. Akselerasi perubahan karakter

ruko-ruko di pecinan juga dipacu oleh kebijakan perencanaan kota modern

Indonesia yang mendorong dibangunnya tipologi-tipologi baru seperti pada kasus

Bogor maupun Bandung. Namun kecenderungan yang bertolak belakang terjadi

(misalnya) di Padang dan Palembang, pemindahan aktivitas ekonomi (pasar) dari

kawasan kota lama ke sentra ekonomi baru menjadikan matinya kehidupan

pecinan dan kawasan kota lama. Ruko-ruko lama rusak dan tidak lagi

diperbaharui menjadikan kawasan pecinan ditinggal penghuni dan dibiarkan

menjadi kawasan hitam yang rawan.

Ruko sebagai sebuah sosok arsitektur di Indonesia memiliki sejarah

panjang dan berperan penting dalam memberi bentuk dan warna terhadap

perkembangan kota-kota di Indonesia. Akan tetapi, belakangan ini tipologi ruko

13 Lim, Jon “The Origin of the Singapore Shophouse”, pp. 23

(28)

dibangun dengan citra yang “asal” dan “semrawut”. Ruko juga dianggap sebagai

salah satu penyebab rusaknya arsitetur kota-kota di Indonesia.

C. Spesifikasi Rumah Toko

Seiring dengan perkembangan zaman, fungsi dan bentuk ruko ikut mengalami

perubahan-perubahan, terutama dalam hal efisiensi lahan. Bentuk ruko bagian

depan dimajukan, sehingga lahan terbuka pun menjadi berkurang. Hal ini

membawa dampak terhadap kota, terutama dalam hal sirkulasi. Untuk itu, hal

yang perlu diperhatikan dalam merancang sebuah ruko adalah kenyamanan dari

ruko itu sendiri. Ruko dalam pembagian jenis desain terbagi menjadi beberapa,

yaitu :14

1. Pavilliun sebagai sanggar seni

2. Rumah warisan sebagai tempat kost mahasiswa

3. Carport atau garasi sebagai tempat warung internet

4. Loteng rumah dengan plafon tinggi sebagai studio desain

5. Garasi dijadikan distro, dan sebagainya.

Lokasi merupakan faktor terpenting untuk pemilihan tempat ruko yang

strategis, hal ini dikarenakan ruko yang memiliki salah satu fungsi sebagai tempat

usaha. Dalam memilih sebuah lokasi, diperlukan adanya analisis tapak terlebih

dahulu, yaitu semacam riset kecil untuk menentukan apakah sebuah lokasi layak

untuk dijadikan sebagai tempat usaha atau tidak.

14

(29)

Analisis tapak berfungsi untuk menentukan “nilai” dari lokasi yang

diamati sehingga dapat diketahui perbandingan “nilai” beberapa lokasi yang ada,

kemudian dipilih yang terbaik. Penilaian ini kurang lebih sama dengan penilaian

terhadap sebuah hotel yang menggunakan tanda bintang. Bintang satu untuk

lokasi yang biasa dan bintang lima untuk lokasi yang luar biasa dengan harga

yang luar biasa. Bintang-bintang yang menentukan kebaikan sebuah lokasi antara

lain :15

a. Kedekatan dengan pusat atau magnet aktivitas kota,

b. Ketersediaan utilitas kota seperti air, listrik, telepon dan lain-lain

c. Kemudahan pencapaian atau aksesibilitas

d. Aktivasi penunjang yang ada di sekitar lokasi seperti layanan perbankan,

rumah sakit dan tempat rekreasi

e. Lingkungan disekitar lokasi termasuk di dalamnya keamanan, kebersihan dan

estetika lingkungan dan lain-lain.

Pada umumnya tidak ada aturan yang membuat standart resmi yang

diberlakukan terhadap ukuran sebuah ruko. Akan tetapi, ukuran standar yang

dipakai sebagai pedoman adalah lebar depan sebuah mobil (kendaraan roda

empat), yaitu 3,5 m. Biasanya masih ditambah dengan sirkulasi untuk pejalan kaki

(estimasi dua orang berjalan bersebelahan), yaitu 1,5 m. Jadi, ukuran standar yang

dapat diambil untuk lebar depan sebuah ruko adalah 5 m.

15

(30)

Ruko dalam kenyataannya dibagi menjadi beberapa desain atau bentuk

ruko, antara lain :16

1) Ruko Dua Unit

Ruko ini menyesuaikan ketinggian dan sebisa mungkin mengoptimalkan

ukuran (space) ruang-ruang yang ada. Ruko ini terletak di kawasan perbukitan

di tengah-tengah kota. Pemilik menginginkan agar tercipta sebuah perbedaan

yang jelas antara fungsi publik dan fungsi privat sehingga kavling tanah

dipisahkan menjadi dua bagian. Area depan digunakan untuk usaha, sedangkan

area belakang murni digunakan sebagai rumah tinggal.

Kondisi lahan terletak di perbukitan dengan kontur berlereng-lereng dan luas

terbatas. Dengan kondisi tersebut bangunan dibuat menyesuaikan ketinggian

dan sebisa mungkin mengoptimalkan ukuran (space) ruang-ruang yang ada.

Oleh karena itu, bangunan dibuat berlantai satu pada bagian depan (tempat

usaha) dan tiga lantai pada area belakang (hunian).

2) Ruko Kawasan Kampus

Ruko ini berdekatan dengan kawasan kampus perguruan tinggi. Oleh karena

itu, jenis usahanya harus yang dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa yang

tinggal di sekitar lingkungan ruko, baik menyangkut kebutuhan penunjangan

aktivitas perkuliahan maupun kebutuhan seharian mahasiswa.

Kompleks ruko tersebut dirikan pada lahan berkontur dengan topografi ruko

lebih tinggi 50 cm dari atas jalan. Diupayakan seminimal mungkin dilakukan

pemotongan atau penambahan kontur tanah (cut and fill). Selain itu, bentuk

16

(31)

lahan tidak beraturan (mengarah ke bentuk segitiga), untuk meminimaliskan

terjadinya lahan yang tidak berguna (lost of space), pengolahan fungsi ruang

dilakukan seoptimal mungkin.

3) Ruko Klasik

Pengolahan massa bangunan menggunakan system proposi untuk memberikan

rasio estetika terhadap ornamen bangunannya. Ruko ini terletak di kawasan

kota lama, yaitu sebuah area yang dahulunya digunakan sebagai pusat

perdagangan. Di kawasan ini banyak ditemukan bangunan-bangunan kuno

bergaya arsitektur klasik kolonial. Bangunan-bangunan tua juga telah

dimasukkan sebagai bangunan konservasi sehingga dapat disebut sebagai cagar

budaya.

4) Ruko Tropis di Perumahan

Ciri-ciri dari gaya arsitektur tropis dapat dilihat pada atap bangunan yang

menggunakan kisi-kisi untuk sirkulasi udara sehingga ruang-ruang di

bawahnya tidak terasa panas. Bangunan ruko ini terletak di depan kompleks

perumahan.

5) Ruko Minimalis

Penerapan gaya modern minimalis di dalam ruko ini data dilihat pada material

yang digunakan untuk bahan bangunannya, seperti kaca, dinding plester halus,

aluminium, bentuk dasar ruko yang sedikit hiasan, serta pewarnaan yang

minim.

Ruko ini terletak di kawasan Central Building District (CBD) area di jantung

(32)

penting terhadap berjalannya aktivitas perdagangan dan perekonomian di kota

tersebut. Terdapat banyak gedung-gedung bertingkat megah di sepanjang jalan

di kawasan ini.

6) Ruko Kontemporer

Kontemporer berasal dari temporer atau sesuatu yang sifatnya sementara.

Kontemporer dapat juga disebut gabungan antara dua atau lebih gaya yang

menghasilkan gaya baru.

Ruko di tepi jalan arteri primer merupakan akses utama menuju kota lainnya

ini juga dapat digunakan sebagai area transit sementara. Letaknya yang cukup

strategis dijadikan sebagai tempat usaha dengan mengadopsi gaya adopsi

campuran antar kota satu dengan kota yang lain. Gaya arsitektur ini sering

disebut dengan gaya arsitektur kontemporer.

7) Ruko High Tech

Bangunan ini dapat dilihat dari penggunaan teknologi modern di dalamnya

seperti penggunaan koneksi internet, sistem pemindai (Scanning),

pengeksposan tempat utilitas seperti Shaft Ac, listrik serta telepon, serta telepon

maupun jaringan air. Ruko ini terletak di sebuah area sentra industri otomotif

yang di dalamnya berisikan tempat pembuatan dan perakitan suku cadang

kendaraan, showroom, dan layanan purna jual. Pada siang hari kawasan ini

dipadati oleh aktivitas perdagangan dan industri, sedangkan malam harinya

tidak begitu ramai pada aktivitas. Dalam pemilihan aktivitas usaha yang cocok

yang dapat dilakukan hingga malam hari di tempat ini hanyalah usaha

(33)

8) Ruko Vernakuler

Gaya vernakuler adalah gaya yang mengadopsi kekhasan unsur-unsur

kebudayaan lokal di tempat tersebut. Ruko ini terletak di kawasan wisata yang

ramai dikunjungi wisatawan asing maupun lokal. Atraksi yang ditawarkan di

tempat tersebut antara lain wisata air seperti rekreasi pantai dan selancar di

malam hari tempat ini ramai dengan hiburan malam seperti kafe, night club,

restoran dalan lain-lain. Oleh karena letaknya di daerah pantai, kawasan ini

berkembang secara organik dengan simpul-simpul kegiatan di tempat yang

sering dikunjungi oleh wisatawan.

9) Ruko Futuristik

Futuristik adalah suatu gaya penataan sebuah objek bangunan sehingga tampak

seolah-olah berasal dari masa depan. Ruko ini dinamakan dengan ruko

futuristik karena bentuknya terkesan tidak biasa bahkan biasa disebut sebagai

model dari bangunan masa depan. Ruko seperti ini cocok untuk diaplikasikan

pada kawasan perkotaan yang sudah memiliki banyak bangunan modern.

10) Ruko Postmodern

Gaya postmodern berusaha untuk mengubah citra modern yang statis dengan

penambahan lengkung yang dinamis, serta elemen-elemen tambahan

fungsional untuk menyesuaikan kondisi lingkungan sekitar. Ruko postmodern

terletak di kawasan perbatasan kota atau kawasan urban yang penduduknya

(34)

merupakan bangunan tradisional dan beberapa diantaranya sudah mengalami

penambahan.

Kawasan urban merupakan kawasan pengembangan dari pusat kota dan

biasanya penduduknya merupakan orang-orang yang bekerja di kota. Jadi,

kultur budaya serta adat istiadatnya termasuk dalam golongan manusia modern.

Sedangakan dalam hal mendesain ( rumah toko ) atau ruko terbagi menjadi

beberapa bagian, yaitu:.

a) Kenyamanan.

Menggabungkan 2 fungsi rumah tempat tinggal dan toko dalam satu

wadah sehingga tidak mengganggu sinergis fungsi ruang masing - masing

sehingga tercipta kenyamanan.

b) Ketepatan.

Mencipta desain rumah toko adalah hal yang mesti dipertimbangkan dari

sebelum awal membangun sebuah rumah.Atur ruangan supaya efisien dan tidak

ada yang kosong. Sedangkan dalam pembagian ruang pada ruko, jika memakai

rumah tinggal yang dialih fungsikan juga untuk toko maka dapat memakai

ruangan yang sering tidak dipakai misal : teras,halaman rumah,carport,pavilion

atau lantai loteng rumah. Apabila direncanakan dari awal untuk dipakai rumah

dan toko itu akan lebih efektif. Dalam pengaturan ruang pada ruko mengunakan

(35)

Dalam memahami hal ini tidak akan membangun rumah dengan sia - sia dan

tidak menghambur-hamburkan material beserta uang anda karena terjadi

kesalahan desain. Beberapa hal konsekwensi rumah took, yaitu :

(a) Pembagian waktu efektif antara urusan pribadi dan usaha.

(b) Pembagian ruang secara konsekwen tanpa mencampur adukan fungsi

(36)

BAB III

TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN

SEWA MENYEWA

A. Pengertian Perjanjian

Buku III KUH Perdata mengatur tentang perikatan, di mana di dalamnya

tercakup mengenai perjanjian. Untuk mendapatkan pengertian dari istilah yang

dipakai yaitu perikatan dan perjanjian, maka harus ditelaah dengan seksama

makna dari kata-kata di atas.

Istilah-istilah diatas berasal dari Bahasa Belanda, yaitu untuk istilah

perikatan yaitu “Verbintenis”, sedangkan untuk istilah perjanjian atau persetujuan merupakan “Overeenskomst”. Kata perjanjian menunjukkan adanya makna, bahwa para pihak dalam perjanjian yang akan diadakan telah sepakat tentang apa

yang mereka sepakati berupa janji-janji yang diperjanjikan. Sementara itu, kata

persetujuan menunjukan makna bahwa para pihak dalam suatu perjanjian tersebut

juga sama-sama setuju tentang segala sesuatu yang diperjanjikan.17 Penggunaan

istilah ini menimbulkan perselisihan pendapat di antara para ahli hukum dan hal

ini merupakan suatu permasalahan di dalam memberikan rumusan perjanjian dan

perikatan tersebut.

Dalam Buku III KUH Perdata, Pasal 1313 menyatakan bahwa :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih orang lain”.

17

(37)

Menurut para sarjana hukum Perdata, defenisi perjanjian dalam Pasal 1313

ini tidak lengkap dan terlalu luas. Hal ini dibagi menjadi:18

1. Tidak jelas, karena perbuatan dapat disebut perjanjian

2. Tidak tampak asas konsesualisime, dan

3. Bersifat dualisme.

Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya

disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut

dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam

doktrin. Jadi, menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah

"Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.19

Kata “perbuatan” yang terdapat dalam pasal tersebut mencakup juga tanpa konsesus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan

tugas tanpa kuasa (Zaakwarneming) dan tindakan melawan hukum

(Onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Dalam pasal ini

juga tidak menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak tidak

jelas mengikatkan diri untuk apa.

R. Setiawan mengusulkan untuk menambah kata-kata dalam perjanjian itu

sebagai berikut :

“perbuatan itu harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan

yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Menambah perkataan

atau saling mengikatkan dirinya”.20

(38)

Perumusan pengertian perjanjian menurut R Setiawan menjadi, perjanjian

adalah

“Suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih saling mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih”.21

Berdasarkan kelemahan dari pengertian perjanjian yang diberikan Pasal

1313 KUHPerdata ini, maka para sarjana ahli hukum mencoba memberikan

pengertian perjanjian tersebut dari sudut pandang mereka mesing-masing.

Pengertian perjanjian menurut para sarjana tersebut antara lain :

1. R. Subekti

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada

seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal.22

2. Wirjono Prodjodikoro

Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua

pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain

berhak menuntut pelaksanaan janji itu.23

21

Ibid

22

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987, hal 1 Selanjutnya disebut R. Subekti 2

23

(39)

3. Abdul Kadir Muhammad

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang pihak atau lebih

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta

kekayaan.24

4. M. Yahya Harahap

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua

pihak atau lebih memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh

prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi

itu.25

Perjanjian dapat melahirkan suatu perikatan, hal ini dapat diketahui dari

Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan

baik karena perjanjian, maupun karena undang-undang.

Jadi, dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perikatan lahir

dari perjanjian yang memang dikehendaki oleh para pihak, sedangkan yang lahir

karena undang-undang memang sudah ditetapkan oleh pembuat undang-undang.

Dari pengertian perjanjian yang telah diuraikan, maka sifat pokok dari

hukum perjanjian itu sendiri adalah bersifat perorangan, di mana hukum itu

mengatur hubungan hukum antara orang dengan orang atau satu pihak dengan

pihak lain. Maka dengan demikian meskipun suatu mengenai suatu benda, akan

tetapi karena hak yang dihasilkannya adalah tetap merupakan hak perseorangan

(persoonlijke recht), maka ia bersifat perorangan. Dengan demikian hak bersifat

perorangan tersebut juga bersifat relatif, artinya karena hal tersebut dapat

24

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 225

25

(40)

dipertahankan terhadap setiap orang tertentu, yakni orang yang turut serta dalam

perjanjian tersebut. Berbeda halnya dengan hak yang bersifat kebendaan (zakelijke

recht) yang bersifat absolut, yang berarti hak tersebut dapat dipertahankan

terhadap setiap orang.

Di samping pengertian yang telah diuraikan tersebut di atas, Pasal 1313

KUHPerdata tetap merupakan pedoman bagi para sarjana hukum dalam

memberikan batasan mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian itu sendiri.

Di antara para sarjana hukum yang berpedoman kepada Pasal 1313 KUH Perdata

dalam memberikan definisi tentang perjanjian tersebut adalah sebagai berikut :

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja di dalam buku mereka Perikatan

Pada Umumnya mengatakan :

“Perikatan sebagai terjemahan istilah “verbintenis”, yang merupakan

pengambilalihan dari kata “obligation” dalam Code Civil Perancis.

Dengan demikian berarti perikatan adalah kewajiban pada salah satu pihak

dalam hubungan hukum perikatan tersebut”.26

Dalam pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian

yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan

kewajiban.

Berdasarkan istilah, perikatan didefinisikan sebagai hubungan hukum

dalam lingkungan harta kekayaan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan

hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Artinya, suatu hal menurut isi perjanjian

wajib dipenuhi oleh para pihak yang satu dan merupakan bagian bagi pihak lain.

26

(41)

Tiga hal yang harus diketahui dalam mendefenisikan suatu perjanjian.27

1. Adanya suatu barang yang akan diberi

2. Adanya suatu perbuatan, dan

3. Bukan merupakan suatu perbuatan

Dalam melakukan perjanjian sah harus disyaratkan pada :

1. Bebas dalam menentukan suatu perjanjian

2. Cakap dalam melakukan suatu perjanjian

3. Isi dari perjanjian itu sendiri, dan

4. Perjanjian dibuat harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya

berpendapat bahwa defenisi atau batasan atau juga dapat disebut rumusan

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata kurang

lengkap bahkan dikatakan terlalu luas dan banyak mengandung

kelemahan-kelemahan.

Dari sisi Pasal 1339 KUH Perdata menyatakan bahwa, perjanjian tidak

hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi

juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian itu diharuskan oleh

kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Hal ini ternyata diikuti oleh ketentuan

yang tertuang dalam Pasal 1347 KUH Perdata, yang menyatakan hal-hal yang

menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam

dimasukkan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan di

dalamnya.

27

(42)

Dari kedua ketentuan tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa

perjanjian itu ditentukan oleh : 28

1. Isi perjanjian

2. Kepatutan

3. Kebiasaan

4. Undang-undang

Isi perjanjian, adalah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah

pihak mengenai hak dan kewajiban mereka dalam perjanjian tersebut. Dalam hal

ini apabila kata-kata dari perjanjian tersebut begitu jelas, sehingga tidak mungkin

menimbulkan keragu-raguan, maka para pihak tidak diperkenankan untuk

memberikan pengertian yang lain.

Unsur kepatutan adalah kepatutan yang terdapat dalam Pasal 1339 KUH

Perdata, yang bersama-sama dengan kebiasaan dan undang-undang harus

diperhatikan kedua belah pihak di dalam melaksanakan perjanjian itu. Semua

perjanjian haruslah dilaksanakan dengan itikad baik. Juga janji yang bersifat

kebiasaan dianggap tetap berlaku dalam persetujuan itu sekalipun tidak

dinyatakan secara tegas.

Sifat lain daripada hukum perjanjian yang dianut adalah sifat terbuka.

Pasal-pasal dari hukum perjanjian tersebut adalah merupakan pelengkap,

maksudnya pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan oleh para pihak yang

mengadakan perjanjian, kalau para pihak tersebut menghendaki lain, maka mereka

dapat mengadakan ketentuan lain asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum

28

(43)

dan kesusilaan serta undang-undang. Jadi apabila mengenai sesuatu hal para pihak

tidak mengaturnya dalam butir perjanjian mereka, maka dalam hal ini dapat

diartikan bahwa mereka tunduk pada pasal-pasal yang terdapat di dalam Buku III

KUHPerdata tersebut.

Dari berbagai rumusan yang telah diuraikan di atas, maka pada prinsipnya

hukum perjanjian mengandung beberapa asas yang amat mendasar. Dalam setiap

perjanjian secara teoritis berlaku asas antara lain:29

1. Asas kebebasan berkontrak yaitu dapat mengadakan perikatan apa saja asalkan

tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum

yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

2. Asas konsesualisme yaitu dalam perikatan didasarkan pada kesepakatan para

pihak yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

3. Asas kekuatan mengikat (Pacta Suntservanda) yaitu kekuatan mengikat

sebagai undang-undang.

4. Asas kepribadian yaitu untuk menentukan personalia dalam perjanjian sebagai

sumber perikatan.

5. Asas kepercayaan atau Vertrouwensabeginsel artinya seseorang yang

mengadakan perjanjian dan menimbulkan perikatan dengan orang lain, antara

para pihak ada kepercayaan bahwa akan saling memenuhi prestasi.

29

(44)

6. Asas iktikad baik atau Tegoeder Trouw yaitu dalam melaksanakan perikatan

didasarkan pada iktikad baik.

Sehingga perwujudan dari prinsip tersebut juga merupakan sifat hukum

perjanjian, yakni asas yang terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat 1

yang berbunyi: “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya‟.

Pengertiannya adalah bahwa para pihak diberikan kebebasan dalam

menetapkan sendiri hukum yang berlaku bagi mereka. Jadi dalam hal ini

perjanjian yang dibuat para pihak tadi adalah merupakan juga undang-undang.

Perbedaannya hanya terletak pada, perjanjian yang hanya berlaku bagi mereka

yang membuatnya.

B. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian dikatakan sah, apabila perjanjian tersebut memenuhi

syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga ia diakui oleh

hukum. KUH Perdata mengatur syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya

perjanjian dalam Buku III Bab 2 bagian kedua (Pasal 1320-1337).

Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan syarat-syarat perjanjian tersebut

adalah :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

2. Cakap untuk membuat perjanjian

(45)

4. Suatu sebab yang halal

Syarat 1 dan 2 disebut sebagi syarat subjektif karena menyangkut para

pihak yang membuat perjanjian. Syarat 3 dan 4 disebut syarat objektif, karena

menyangkut isi perjanjian yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk

membuat perjanjian tersebut. Perbedaan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam dua

kelompok ini oleh banyak ahli hukum digunakan untuk mengetahui apakah

perjanjian itu batal demi hukum atau merupakan perjanjian yang dapat dimintakan

pembatalannya.

Para ahli hukum Indonesia, umumnya berpendapat bahwa dalam hal syarat

syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. Sedangkan

dalam hal subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu bukan batal demi hukum

melainkan dapat dimintakan pembatalannya. Dengan kata lain perjanjian ini sah

atau mengikat selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang

berhak meminta pembatalan itu.

Menurut R. Subekti, alasan pembatalan antara perjanjian yang bisa

dimintakan pembatalannya dan perjanjian yang batal demi hukum ialah :

“Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan

karena tidak terang apa yang diperjanjikan oleh masing-masing pihak.

Keadaan tersebut dapat seketika dilihat oleh hukum.”30

Penjelasan dari syarat-syarat perjanjian di atas adalah sebagai berikut:

30

(46)

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Sepakat dalam hal ini adalah adanya kata sepakat para pihak, seia sekata,

setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Pokok

perjanjian itu berupa objek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang

dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.

Persetujuan kehendak dan sepakat itu bersifat sukarela, artinya betul-betul atas

kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak

manapun.

Menurut peendapat dari J. Satrio

“Kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara dua orang di mana dua

kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan

kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya

hubungan hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan

suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang

lain dan harus dimengerti oleh pihak lain”.31

Akibat hukum tidak ada kesepakatan baik karena kekhilafan, paksaan atau

penipuan adalah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada

hakim. Kekhilafan dapat terjadi apabila kehendak seorang pada waktu membuat

perjanjian dipengaruhi oleh kesan palsu. Pokok kekhilafan tersebut, menjadi

hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian (ruko) dan mengenai diri pihak

31

(47)

lawannya, dalam perjanjian yang dibuat terutama mengenai dirinya orang tersebut

(Pasal 1322 KUH Perdata).

Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat

menaklukan seseorang yang berfikir sehat ( Pasal 1324 KUH Perdata).

Penipuan telah terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja melakukan

tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya (Pasal 1328 KUH Perdata).

Akibat hukum tidak ada kesepakatan (karena kekhilafan, paksaan atau

penipuan) bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim.

Menurut ketentuan Pasal 1454 KUH Perdata, pembatalannya dapat diminta dalam

tenggang waktu 5 (lima) tahun, dalam hal ada paksaan dihitung sejak dini pertama

paksaan berhenti, dalam hal ini ada kekhilafan dan penipuan dihitung sejak hari

diketahuinya penipuan dan kekhilafan itu.

Ad. 2. Kecakapan untuk membuat sesuatu perjanjian

Kecakapan dalam hal ini adalah bahwa orang yang membuat perjanjian

harus cakap menurut hukum. Orang-orang yang disebutkan tidak cakap untuk

membuat suatu perjanjian menurut Pasal 1330 KUH Perdata antar lain :32

a. Orang yang belum dewasa

b. Mereka yang di bawah pengampuan

c. Orang perempuan yang telah kawin (dengan adanya UU No. 1 Tahun 1974,

ketentuan ini tidak berlaku lagi).

32

(48)

Menurut Pasal 330 KUHPerdata belum dewasa adalah mereka yang belum

mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak lebih dahulu telah

kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21

(dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak lagi dalam kedudukan belum

dewasa.

Orang yang berada di bawah pengampuan menurut Pasal 433 KUH Perdata

adalah setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit

otak atau mata gelap ataupun terlalu boros, sehingga tidak mampu bertanggung

jawab atas kepentingan sendiri, oleh karena itu dalam melakukan suatu

perbuatan hukum mereka diwakili oleh pengampunya (wali).

Sedangkan yang dimaksud dengan orang perempuan dalam hal ini adalah

seorang perempuan yang bersuami, tidak dapat bertindak dalam mengadakan

tindakan hukum atau membuat perjanjian tanpa persetujuan suaminya. Tetapi

setelah keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, seorang

istri atau perempuan bersuami dapat melakukan perbuatan hukum.

Ad.3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang

perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, merupakan objek perjanjian. Prestasi itu

harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Maksudnya apa yang

diperjanjikan, hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak harus disebutkan dalam

(49)

ditentukan jenisnya. Jumlah barang tidak perlu disebutkan asal saja kemudian

dapat dihitung atau ditentukan (Pasal 1333 KUH Perdata).

Syarat bahwa prestasi itu harus ditentukan atau dapat ditentukan, gunanya

untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Apabila prestasi kabur,

sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka anggaplah tidak ada objek

perjanjian. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum.

Ad. 4. Suatu sebab (causa) yang halal

Kata “causa” berasal dari bahasa Latin, artinya “sebab”. Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut

melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama

yang hendak dicapai oleh para pihak.33

Dalam Pasal 1320 BW tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang

halal) dan di dalam Pasal 1337 BW hanya ditegaskan causa yang terlarang. Suatu

sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan

dan ketertiban umum. Undang-undang menghendaki untuk sahnya perjanjian

harus ada oorzaak atau causa. Secara letterlijk, oorzaak atau causa berarti sebab,

tetapi menurut riwayatnya yang dimaksudkan dengan kata itu adalah tujuan, yaitu

apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Jika

ayat 3 dan 4 dari Pasal 1320 KUH Perdata tidak dipenuhi maka perjanjian ini

batal demi hukum. Jadi sebab (causa) yang halal menurut R.Subekti yang

33

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian tesis ini membahas mengenai bagaimana akibat hukum jika pihak penyewa melakukan perbuatan wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang telah lama disewanya

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa ruko di beteng trade center surakarta dan untuk

Dari hasil penelitian terhadap permasalahan ini dapat disimpulkan mengenai tanggung jawab penyewa apabila pihak penyewa wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan

Perjanjian sewa menyewa bangunan toko secara tidak tertulis pada dasarnya merupakan perjanjian yang paling rentan untuk terjadi pengingkaran mengingat klausul-klausul

Aturan hukum perjanjian sewa menyewa, khususnya sewa-menyewa Rusunawa, dapat dirujuk dalam Pasal 1313 KUH Perdata, di mana perbuatan tertentu dengan satu orang atau

Adapun yang menjadi permasalahan di skripsi ini adalah Bagaimana bentuk- bentuk wanprestasi yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa rental mobil terhadap

Apabila perjanjian sewa menyewa rumah tersebut bukan dibuat dalam bentuk akta otentik (bukan dibuat oleh notaris atau dibuat di hadapan notaris), maka sebagai akta di

Seperti halnya oper conter yang sering terjadi di perjanjian sewa menyewa.1 Hubungan hukum untuk memenuhi kebutuhan di mana pihak yang satu tidak memiliki barang yang dibutuhkan, dan