DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU BACAAN
Bachtiar Hassan Miraza 2006 Perjalanan Moneter dan Perbankan Perkembangan Moneter Indonesia 2000-2005 Medan:USU Press.
Bambang Sunggono 2001 Metodologi Penelitian Hukum Jakarta:PT. Raja Grafindo
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1990 Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka
Didik J Rachbhini dan Suwidi Tono 2000 Bank Indonesia Menuju Independensi
Bank Sentral. Jakarta:PT. Mardi Mulyo
Hasibuan, Malayu. 2001. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta:Bumi Aksara.
J. Soedradjad Djiwandono, dkk. 2006 Sejarah Bank Indonesia Periode V :
1997-1999 Bank Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi, Moneter dan Perbankan. Jakarta:Bank Indonesia
Jimly Asshiddiqie 2006 Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi Jakarta: Konstitusi Press.
Kasmir 2014 Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Suprapto, dkk. 2001 Pendidikan Kewarganegaraan Jakarta:Sinar Grafika
Zainal Asikin. 2015 Pengantar Hukum Perbankan Indonesia Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
B. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
C. PERATURAN-PERATURAN
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.13/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko BPR.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjaminan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Lembaga Penjaminan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam rangka Stimulus Perekonomian Nasional bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam rangka Stimulus Perekonomian Nasional bagi Bank Umum.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.04/2015 tentang Situs Web Emiten atau Perusahaan Publik.
D. INTERNET
http://www.bi. Go. Id./id/tentang-bi/hubungan kelembagaan/negara/contens/defaul aspx. Diunduh tanggal 3 Desember 2015.
Diunduh tanggal 18 Desember 2015
tanggal 20 Desember 2015
Diunduh tanggal 25 Desember 2015
publik/kebanksentralan/Documents/4be5b38ff75b4cb2b4107fd20f047e0bBI ApaSiapadanBagaimana.pdf
BAB III
PERAN DAN FUNGSI BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999
A. Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Bank Sental adalah bank dari segala bank, maksudnya semua bank yang
tersebar di seluruh Indonesia diatur dan diawasi sistem kerjanya oleh Bank Sental.
Karena Bank Sentral bertujuan untuk menjaga stabilitas (keseimbangan) nilai
mata uang (rupiah) baik tehadap barang dan jasa (dilihat dari laju inflasi) maupun
terhadap mata uang negara lain (dilihat dari kurs valuta asing), tentunya berbeda
dengan bank-bank umum lainnya yang bertugas menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat
baik dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya demi meningkatkan taraf
hidup masyarakat (UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998). Demi
tercapainya tujuan Bank Indonesia, maka BI harus melaksanakan ketiga tugasnya
(biasa disebut 3 pilar) dengan baik yaitu, menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
mengatur dan mengawasi bank. Di sini yang akan dibahas lebih lanjut hanyalah
tugas BI yang pertama yaitu Kebijakan Moneter.55
Dalam kebijakan moneter ini Bank Indonesia bertujuan untuk mengatur
jumlah uang yang beredar (JUB), maksudnya mengatur banyaknya jumlah uang
55
yang dikeluarkan oleh BI ke tangan masyarakat. Program-program dari kebijakan
moneter ini antara lain;
1. Operasi Pasar Terbuka, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan surat
harga pemerintah seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SBPU (Surat
Berharga pasar uang). Jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menjual
surat berharga pemerintah kepada masyarakat, tetapi jika BI ingin
menambah JUB maka BI membeli surat berharga pemerintah di Pasar
Uang.
2. Politik Diskonto, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan tingkat
bunga. Jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan tingkat bunga
pada bank umum, sebaliknya jika BI ingin menambah JUB maka BI
menurunkan tingkat bunga pada bank umum.
3. Rasio Cadangan Wajib, adalah dana cadangan perbankan yang harus
disimpan pada BI, sehingga jika BI ingin mengurangi JUB maka BI
menaikkan rasion cadangan wajib sedangkan jika BI ingin mengurangi
JUB maka BI menaikkan rasio ini.
Sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia56
56 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
dapat diketahui bahwa Bank
Indonesia memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang sangat strategis, Bank
Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang mempunyai tujuan yang
sangat berat yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia mempunyai tugas
sebagai berikut :
a). Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b). Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c). Mengatur dan mengawasi Bank Indonesia adalah lembaga negara
yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau
pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam undang-undang ini. 57
Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk
campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Dalam
rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, Bank Indonesia berwenang : (a). menetapkan sasaran-sasaran moneter
dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya; (b). melakukan
pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berkedudukan di Ibukota
negara Republik Indonesia Jakarta. Bank Indonesia dapat mempunyai
kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia. Sebagai
badan hukum Bank Indonesia memiliki resiko yang amat besar terhadap
sekecil apapun kesalahan yang diperbuatnya. Oleh karenanya Bank Indonesia
diberi kewenangan yang cukup besar.
terbatas pada : 1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing; 2) penetapan tingkat diskonto; 3) penetapan cadangan wajib minimum; 4)
pengaturan kredit atau pembiayaan. Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip
syariah.
Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada
Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang
bersangkutan. Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijamin oleh Bank penerima
dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya
minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan system
nilai tukar yang telah ditetapkan, termasuk mengelola cadangan devisa. Dalam
pengelolaan cadangan devisa Bank Indonesia boleh melaksanakan berbagai jenis
transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri. Selain itu ia dapat
menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu jika diperlukan baik
bersifat makro ataupun mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Banknya.58
58 Pasal 8 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang :
a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas
b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk
menyampaikan laporan tentang kegiatannya;
c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.59
Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau
musnah karena sebab apa pun. Namun Bank Indonesia dapat mencabut dan
menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai
yang sama dengan catatan apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan dan Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata
uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank
dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau
pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selain itu Bank Indonesia
menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam
mata uang rupiah dan/atau valuta asing dengan catatan penyelenggaraan kegiatan
penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dapat
dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Wewenang lainnya yang dimiliki Bank Indonesia adalah menetapkan
macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan
tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Bahkan di negara ini
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan
memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
penarikan uang rupiah dan ternyata masih terdapat uang yang belum ditukarkan,
nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan.
Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.
Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku
lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Pelaksanaan pencabutan
dan penarikan uang dari peredaran ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf c UU. No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan
mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia
berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip
kehati-hatian. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia
mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan
sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bahkan apabila
diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) UU No. 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan
pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan. Apabila diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan terhadap perusahaan
induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank.
Bank dan pihak-pihak dimaksud, wajib memberikan kepada pemeriksa
keterangan dan data yang diminta; kesempatan untuk melihat semua pembukuan,
dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan hal-hal
lain yang diperlukan.
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank
Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1) dan ayat (2). UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selanjutnya
pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan
kepada semua orang.. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk
menghentikan sementara, sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila
menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga
merupakan tindak pidana di bidang perbankan. Berdasarkan penilaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim tim
pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut. Dengan catatan apabila
dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti
yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian
transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi
menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. Penyelenggaraan sistem informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan sendiri oleh
Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia
membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau
membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang
membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan
tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang
berlaku.
Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undangundang.
Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2001 dengan catatan sepanjang
lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) belum
dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank
Indonesia.
B. Peranan dan Fungsi Bank Indonesia dalam Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang : a.
melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa
menyampaikan laporan tentang kegiatannya; c. menetapkan penggunaan alat
pembayaran. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Selanjutnya Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank
dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring
antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank
Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia yang ditetapkan
dengn Peraturan Bank Indonesia.
Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing.
Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain dengan
persetujuan Bank Indonesia yang ketentuannya ditetapkan dengan Peraturan Bank
Indonesia.
Bank Indonesia juga berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang
akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai
alat pembayaran yang sah. Sebab, Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah
serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
Mengingat bank Indonesia adalah Bank Pemerintah dan Bank Senteral,
maka uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai.
Perlu digarisbawahi bahwa Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas
mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan
penggantian dengan nilai yang sama.
Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut
diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan. Sedangkan Uang
yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan. Hak untuk
menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Terakhir, pelaksanaan pencabutan dan
penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia. Khusus yang terakhir ini Bank Indonesia
dalam melaksanakan tugasnya harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan yang
berkenaan dengan itu.
C. Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Mengatur dan Mengawasi Bank
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf c UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan
mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang
Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia
mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan,keterangan, dan penjelasan
sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan
pihak terafiliasi dari Bank. Oleh karenanya bank Indosnesia dapat melakukan
pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan. Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak
terafiliasi, dan debitur Bank.
Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memberikan kepada pemeriksa :
a) Keterangan dan data yang diminta;
b) Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik
yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c) Hal-hal lain yang diperlukan.60
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank
Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1) dan ayat (2) UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pihak lain yang
melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.Selanjutnya
syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan
sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut
penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak
pidana di bidang perbankan.
Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan
tersebut. Dengan catatan, apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga
mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi
antarbank. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperluas
dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. Penyelenggaraan sistem
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan
sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank
Indonesia.
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia
membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau
membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang
tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang
berlaku.
Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.
Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Sepanjang lembaga
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) UU No. 23 tahun
1999 belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh
BAB IV
HUBUNGAN BANK INDONESIA DENGAN OTORITAS JASA KEUANGAN ATAU LEMBAGA PERBANKAN
A. Hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan
1. Undang-Undang Bank sebagai Dasar Konseptual Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga negara dibentuk
berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.61 Otoritas Jasa Keuangan,
selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.62
Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki visi menjadi lembaga
pengawas industri jasa keuangan terpercaya. Serta melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan
menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat
memajukan kesejahteraan umum.
OJK didirikan untuk menggantikan
peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga
keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan
pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
61 https://www.google.com/search?q=otoritas+jasa+keuangan&ie=utf-8&oe=utf-8
62 Zainal Asikin 2015 Pengantar Hukum Perbankan Indonesia Jakarta:PT.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di sektor jasa keuangan. sedangkan Tugas dari Lembaga negara Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor
IKNB.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a) Terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, b) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil, dan c) Mampu melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat. Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga
pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan
menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat
memajukan kesejahteraan umum. Sedangkan Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
adalah: a) Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b) Mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c) Melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan adalah ibarat
dua sisi mata uang yang saling melengkapi dimana disatu segi Bank Indonesia
merupakan pemelihara kestabilan rupiah,63
63 Loc. Cit. hlm 236
merupakan lembaga pengawasan seluruh lembaga keuangan terhadap
pemeliharaan kestabilan rupiah dimaksud.
Hal tersebut dapat dilihat dari wewenang yang dimiliki Otoritas Jasa
Keuangan, yaitu tugas pengaturan dan tugas pengawasan. Dalam hal tugas
pengaturan OJK menetapkan pengaturan terhadap hal-hal sebagai berikut,
a. Peraturan pelaksanaan UU OJK
b. Peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
c. Peraturan dan keputusan OJK
d. Pengaturan mengenai jasa keuangan di sektor jasa keuangan, kebijakan
mengenai pelaksanaan tugas OJK
e. Peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa
keuangan dari pihak tertentu
f. Peraturan mengenai tata cara pengelola statute, struktur organisasi dan
infrastruktur
g. Peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi.64
Sedangkan dalam hal tugas pengawasan, OJK adalah :
1) Menetapkan kebijakan operasional pengawasan
2) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan, konsumen,
dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/atau penunjang
jasa keuangan.
3) Penunjukan dan pengelolaan pengguna statute
4) Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan atau pihak lain
5) Menetapkan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran peratutraan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk perizinan terhadap
lembaga-lembaga jasa keuangan.65
Selanjutnya, selain hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas jasa
Keuangan sebagaimana diuraikan diatas, bank Indonesia tetap berbeda dengan
Otoritas jasa Kauangan. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya
berbagi kewenangan saat masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia
ke Otoritas Jasa Keuangan. Perbedaaan BI dengan OJK adalah : “BI berperan
sebagai pengawas aspek makroprudensial sedangkan OJK berperan sebagai
pengawas mikroprudensial.”66 Artinya, jika tugas BI berfokus menjaga stabilitas
keuangan maka, OJK lebih kepada pengaturan dan pengawasan individual
perbankan atau lembaga keuangan. 67
Berdasarkan Pasal 34 UU No. 23 tahun 1999, maka tugas mengawasi
bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen yang pada saat ini dinamakan Otoritas Jasa Keuangan disingkat OJK.
Otoritas Jasa Keuangan merupakan bentuk unifikasi pengaturan dan pengawasan
sector jasa keuangan yang sebelum pembentukannya dilaksanakan oleh
Kementerian Keuangan bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepan LK)
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didasarkan pada landasan
filosofis, landasan yuridis dan landasan sosiologis.
65 Ibid. hlm. 269
a. Landasan Filosofis.
Secara filosofis OJK bermaksud mewujudkan perekonomian nasional yang
mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan
kerja yang lebih luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta
memberikan kesejahteraan secara adol kepada seluruh rakyat Indonesia
b. Landasan Yuridis
Landasan yuridis OJK adalah Pasal 34 UUD No. 23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia dan UU No. 6 tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 2
tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 ahun
1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
c. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis OJK adalah globalisasi dalam sistem keuangan dan
pesattnua kemajuan di bidang teknologi dan informasi serta inovasi
financial; adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan
kepemilikan diberbagai sub sektor keuangan (konglomerasi) menambah
kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam
sistem keuangan, serta banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa
keuangan yang meliputi tindakan moral hazarde, belum optimalnya
perlindungan konsumen jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem
keuangan.68
Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran
68Kasmir Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi 2014 Raja Grafindo:Jakarta hlm.
berjalan. Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku
lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Sedangkan Pelaksanaan
pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.69
Sebagai masyarakat umum yang kurang paham dalam bidang keuangan
banyak yang tidak mengetahui apa perbedaan tugas Bank Indonesia (BI) dengan
OJK.70
Pada awal tahun 2014 oleh Agus Martowardojo selaku Gubernur BI di
kantor Presiden, Jakarta menyebutkan “Pada saat OJK menerima pengalihan
pengawasan perbankan dari BI, OJK akan lebih mengawasi aspek
mikroprudensialnya, sedangkan umum tetap ada di BI dari segi makroprudensial,
namun tidak bisa betul-betul dipisahkan karenanya perlu ada sinergi dimana
implementasi pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial itu perlu
dilakukan dengan baik”. Dari sini bisa kita tangkap tugas BI berfokus menjaga
stabilitas keuangan contohnya aturan batas minimal uang muka kredit kendaraan
bermotor, pemilikan rumah serta aturan giro wajib minimum (GWM), sedangkan
tugas OJK lebih kepada pengaturan dan pengawasan individual perbankan atau
lembaga keuangan. Contoh kasus yang ditangani oleh OJK yakni kasus tindak Bank Indonesia dan OJK sebenarnya berbagi kewenangan dimana saat
masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa
Keuangan memerlukan kordinasi yang baik agar tidak saling mengambil alih
tugas, perbedaaan BI dengan OJK adalah BI berperan sebagai pengawas aspek
makroprudensial dan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial.
69 Pasal 23 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
pidana perbankan, baik dari sisi nominal, kepengurusan bank,dan kualitas
sumberdaya manusianya.
Jika melihat history dibentuknya OJK menggantikan peran tugas Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dengan
mengetahui perbedaan tugas Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), semoga membantu memudahkan kita mengenal badan pemerintahan yang
mengatur keuangan dan tidak salah paham jika ada permasalahan timbul didepan
kita berkaitan dengan salah satu lembaga pemerintahan tersebut71
2. Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan seperti terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,
Selain itu pembentukan OJK tidak terlepas dari akibat krisis ekonomi yang terjadi
pada tahun 1997 serta mengikuti trend Bank Sentral dibeberapa negara antara lain
Jerman (1949), Inggris (1997) dan Jepang (1998). OJK mempunyai fungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Berikut daftar otoritas jasa keuangan di beberapa negara, sebagai berikut :
Tabel 4.1
Nama Otoritas Jasa Keuangan Di Beberapa Negara72
No Nama
Dari fungsi yang dimilikinya dapat diketahui bahwa tugas yang
diembannya juga berat yang dibuktikan dengan peranannya selain dari Lembaga
negara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar
Modal, dan sektor IKNB.
Diatas juga telah digambarkan bahwa sebagian wewenang dari Bank
Indonesia khususnya dalam hal pengaturan dan pengawasan telah beralih kepada
Otoritas Jasa Keuangan seperti kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan,
sektor pasar modal, sektor peransuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan
dan lembaga jasa keuangan lainnya. Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan tugas
pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan dimaksud OJK diberi wewenang
untuk : a). mengatur dan mengawasi kelembagaan bank, seperti perizinan
,mendirikan bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidari dan
akuisisi bank serta pencabutan izin usaha bank.
Selain itu OJK berwenang mengatur dan mengawasi kegiatan usaha bank
seperti sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi dan aktivitas dibidang
jasa. Mengatur dan mengawasi kesehatan bank seperti likwidasi, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum,
pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank.
Seterusnya, OJK juga mengatur dan mengawasi laporan bank yang terkait
dengan kesehatan dan kinerja bank, sistem informasi debitur, pengujian kredit
(credit testing) serta standar akuntansi bank. mengatur dan mengawasi aspek
kehati-hatian bank seperti manajemen resiko, tata kelola bank, prinsip mengenai
nasabah dan anti pencurian uang serta pencegahan pembiayaan terorisme dan
kejahatan perbankan. mengatur dan mengawasi pemeriksaan bank, seperti :
menetapkan peraturan pelaksana undang-undang OJK, menetapkan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan, menetapkan peraturan mengenai
pengawasan di sektor jasa keuangan, menetapkan peraturan dan keputusan OJK,
menetapkan kebijakan pelaksanaan tugas OJK, menetapkan peraturan mengenai
tatacara penerapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak
menetapkan struktur organisasi dan infra struktur serta mengelola dan memelihara
dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban dan menetapkan peraturan
mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengn ketentuan peraturan
perundang-undangan di sector jasa keuangan.73
B. Hubungan Bank Indonesia Dengan Pemerintah
1. Pengaruh Bank Indonesia Dalam Setiap Kebijakan Moneter Pemerintah
Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, namun tetap
memerlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah. Hal ini
disebabkan Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan terutama jika dikaitkan
dengan tugas BI itu sendiri.
Bank Indonesia dan Pemerintah harus mengadakan koordinasi terutama
ketika ada sidang kabinet yang membahas masalah yang berkaitan dengan
ekonomi, perbankan dan keuangan. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah
dapat meminta pendapat Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga dapat
memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai
Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan
wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur
Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu,
implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan
kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah
serta lembaga-lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan
pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
Hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah adalah seperti layaknya
hubungan antara pemimpin dengan wakilnya. Seperti dikemukakan sebelumnya
bahwa pada hakikatnya Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas
Pemerintah. Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima
pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan
kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri.
Hubungan yang erat tersebut ditandai dengan keadaan dimana pemerintah
wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank Indonesia
dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan
yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk
kewenangan Bank Indonesia. Bank Indonesia memberikan pendapat dan
pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang
Bank Indonesia.
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah misalnya, Bank
Indonesia dapat membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang
negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa
diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut. Bahkan
sebagaimana dipaparkan diatas, Bank Indonesia bertindak sebagai kasir
atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas
nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar
terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian
kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending yang selama ini
dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama, kini tidak
dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
Apabila pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, maka
pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Bahkan
sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. 74
Perlu diingat bahwa Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri
surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali di pasar
sekunder. Oleh sebab itu perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang
negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dinyatakan batal demi hukum. Perlu digarisbawahi bahwa, walaupun Bank
Indonesia merupakan lembaga yang independen, koordinasi dengan pemerintah
yang bersifat konsultatif tetap diperlukan. Pemerintah yang diwakili oleh seorang Bank
Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang Negara yang diterbitkan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
menteri atau lebih dapat menghadiri rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara
tanpa hak suara.75
a) Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi yang ditetapkannya;
Selanjutnya Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada
Pemerintah. Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut
batal demi hukum. Artinya jika ada bank yang memberikan kredit kepada
pemerintah, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hokum
Setiap kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dipengaruhi oleh
Bank Indonesia. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a UU No. 23 tahun 1999 Bank
Indonesia berwenang :
b) Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang
termasuk tetapi tidak terbatas pada : operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing; penetapan tingkat diskonto; penetapan cadangan
wajib minimum; dan pengaturan kredit atau pembiayaan. 76
Sedangkan cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah dan
.Peraturan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90
75J. Soedradjad Djiwandono, dkk. 2006 Sejarah Bank Indonesia Periode V :
1997-1999 Bank Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi, Moneter dan Perbankan. Jakarta:Bank
Indonesia. Hlm. 118-119
(sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka
pendek Bank yang bersangkutan, dengan catatan bahwa pelaksanaan pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi
dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau
pembiayaan yang diterimanya. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.77
Dalam hal penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank
Indonesia. Perlu digarisbawahi bahwa Bank Indonesia atau pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib merahasiakan sumber dan data Selanjutnya Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar
berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan : Bank Indonesia mengelola
cadangan devisa. Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa.
Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri.
Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau
sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk
mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8. Sedangkan pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia.
individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kecuali yang secara tegas
dinyatakan lain dalam undang-undang.78
2. Peranan Pemerintah Dalam Penunjukan Dan Memberhentikan Dewan Gubernur Bank Indonesia
Peranan pemerintah dalam penunjukan dan pemberhentian Dewan
Gubernur sangat dominan. Hal ini terlihat dari atauran dan prasyarat penunjukan
dan pemberhentian yang dilakukan oleh Presiden sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan yang intinya sebagai berikut : Gubernur dan Deputi
Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Demikian juga dengan Deputy Gubernur. Deputi Gubernur
diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Seperti diketahui bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang
Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior
sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh
Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun
dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya
1 kali masa jabatan berikutnya. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi
Gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Calon
Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari
Gubernur Bank Indonesia. (vide Pasal 41 UU No.3 Tahun 2004 yang mengubah
UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan
diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban
kepada kreditur, atau berhalangan tetap.79
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan
Gubernur diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk
menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali
dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter
atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan
keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip
musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur
menetapkan keputusan akhir. Dalam hal calon Gubernur atau Deputi Gubernur
Senior tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka Presiden atau
Gubernur wajib mengajukan calon baru dan apabila pencalonan kedua kali tidak
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Presiden wajib mengangkat
kembali Gubernur atau Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk
jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang
lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6). UU No. 23 tahun
1999. Perlu digarisbawahi bahwa masa jabatan gubernur dan masa jabatan
anggota Dewan Gubernur adalah selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya. Selanjutnya untuk mengetahui Struktur Organisasi Dewan
Gubernur Bank Indonesia dapat dilihat melalui bagan 4.1 berikut :
Bagan 4.1 Struktur Organisasi
Dewan Gubernur Bank Indonesia
Selanjutnya, penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir
masa jabatannya dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua)
orang. Oleh sebab itu Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur
sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut
ajaran agamanya di hadapan Ketua Mahkamah Agung, yang bunyinya sebagai
berikut :
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Gubernur/Deputi
Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia langsung atau tidak
langsung dengan nama dan dalih apa pun tidak memberikan atau
menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapa pun juga. Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian
dalam bentuk apa pun. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan
melaksanakan tugas dan kewajiban Gubernur/ Deputi Gubernur
Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia dengan sebaik-baiknya dan
dengan penuh rasa tanggung jawab. Saya bersumpah/berjanji bahwa
saya akan setia terhadap negara, konstitusi, dan haluan negara”.80
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai
lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara
seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan
Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen
karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan
yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun
BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan
tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan
DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya Bank Indonesia juga berwenang
mengeluarkan peraturan bank Indonesia yang materi muatannya mempunyai
sifat sebagai peraturan perundang-undangan. Ni’matul Huda dalam bukunya
hukum tata Negara Indonesia mengatakan “peraturan-peraturan
bank Indonesia yang materi muatannya mempunyai sifat sebagai peraturan
perundang-undangan namun kedudukanya masuk dalam fungsi administrasi
Negara. Jadi untuk menguji peraturan bankIndonesia tidak menggunakan
tersebut dalam wewenang bank Indonesia maka semua peraturan administrasi
lainnya harus dikalahkan
2. Sebagai Lembaga negara yang independen,kedudukan Bank Indonesia tidak
sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank
Indonesia juga tidak sama dengan
Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus
tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun
BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan
tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan
DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya
3. Hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan,
Berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf (a) UU No. 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bahwa tugas Bank Indonesia
dalam mengatur dan mengawasi bank yang dialihkan ke OJK adalah tugas
pengaturan dan pengawasan yang berkaitan dengan microprudential,
sedangkan Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan perbankan terkait
macroprudential. Berkaitan dengan hal tersebut, tugas pengaturan perbankan
tidak sepenuhnya dilaksanakan secara independen oleh OJK, karena
B. Saran
Bertitik tolak dari simpulan di atas, maka melalui sub bab B skripsi ini
dapat disarankan hal-hal sebagai berikut ;
1. Hendaknya kedudukan, peran dan fungsi Bank Indonesia dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, ditingkatkan terutama dalam masalah perannya
lembaga yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter (menetapkan
sasaran-sasaran moneter, melakukan pengendalian moneter dan melaksanakan
kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai yang ditetapkan), mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta mengatur dan mengawasi bank,
dimana bank lainnya tidak memilikinya. Status Bank Indonesia baik sebagai
badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan
undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari
undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas
dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat
bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
2. Dengan telah dibentuknya OJK, yang harus diantisipasi
adanya risiko terhadap stabilitas sistem perbankan dan kemajuan di bidang
pengawasan bank yang telah dicapai oleh Bank Indonesia saat ini. Hal ini,
karena lembaga baru tidak dapat serta merta memiliki kemampuan dan
pengalaman untuk melakukan pengawasan bank secara efektif. Dalam kondisi
dan moral hazard. Hal tersebut juga dapat merusak sistem pengawasan bank
yang saat ini sudah berjalan dengan baik. Selain itu, kegagalan sistem
pengawasan bank akan menurunkan kepercayaan pasar terhadap industri
perbankan Indonesia yang pada akhirnya akan meningkatkan country
risk (risiko Negara).
3. Pembentukan OJK sebagai lembaga baru membutuhkan banyak biaya, untuk
penyediaan sumber daya manusia sarana, dan prasarana pendukung,
mengingat lembaga di luar Bank Indonesia mendapatkan dana operasional dari
Negara yang berasal dari APBN, maka keterbatasan anggaran akan tetap
terjadi walaupun keadaan tidak krisis. Berbeda dengan Bank Indonesia yang
memiliki sumber pendanaan sendiri, sehingga pengembangan sistem
BAB II
KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA
A. Perkembangan Pengaturan Perbankan di Indonesia
Perkembangan perbankan di Indonesia berdasarkan periodisasi berlakunya
peraturan perundang-undangan perbankan.38
a. Periode Undang-undang No. 14 Tahun 1967
Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang
Pokok-pokok Perbankan. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif sistem
perbankan yang berlaku pada masa itu
b. Periode Deregulasi 1 Juni 1983
Dikatakan proses awal liberalisasi perbankan. Tujuan mengurangi
ketergantunagn bank-bank pada Bank Indonesia Meningkatkan mobilisasi
dana masyarakat39
1) Penghapusan pagu kredit Isi Kebijakan :
2) Pembebasan suku bunga simpanan
3) Meniadakan pagu atas swap Bank Sentral
c. Periode Pakto 1988
Tujuan : Perubahan Struktural Kelembagaan Perbankan untuk menunjang
pengerahan dana masyarakat dan ekspansi pemberian kredit.
Isi Kebijakan :
1) Keleluasaan Pendirian Bank
2) Diperbolehkan BUMN menyimpan deposito di Bank Swasta
3) Penetapan CAR (Capital Adequacy Ratio), Legal Lending Limit
4) Setelah dikeluarkannya PAKTO, kemudian dimulailah pendirian
Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Berkah Amal Sejahtera, dan
BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian,
disusul oleh BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober di tahun
yang sama. Ketiga BPRS tersebut beroperasi di Bandung, dan kemudian
berdiri BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh.7
d. Periode Undang-undang No. 7 Tahun 1992
(1) Penyederhanaan jenis bank, menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) serta memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang
dapat diselenggarakannya;
(2) Persyaratan pokok untuk mendirikan suatu bank diatur secara rinci,
sehingga ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan
perbankan lebih jelas dan lebih terarah;
(3) Peningkatan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan pada
lembaga perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian dan
(4) Peningkatan profesionalisme para pelaku di bidang perbankan;
(5) Perluasan kesempatan untuk menyelenggarakan kegiatan bidang
perbankan secara sehat dan bertanggungjawab sekaligus mencegah
terjadinya praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat
luas.40
e. Periode Undang-undang No. 10 Tahun 1998
Pokok-pokok penyempurnaan tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Peralihan kewenangan dan pemberian izin kepada Bank Indonesia yang
sebelumnya menjadi kewenangan Menteri Keuangan;
(2) Perlunya konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka
pembentukan badan khusus;
(3) Peningkatan sanksi pidana atas pelanggaran rahasia bank;
(4) Peningkatan peranan bank umum dalam melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah;
(5) Ketentuan mengenai kemungkinan pemilikan bank asing sebagai mitra
strategis dan pemegang saham bank umum;
(6) Peranan Badan Pengawas Keuangan;
(7) Pendefinisian lembaga penjamin simpanan;
(8) Penegasan sifat sementara bagi badan khusus;
(9) Pencantuman persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan dalam
perjanjian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
(10)Perubahan ancaman sanksi pidana berupa peningkatan ancaman hukuman
Selanjutnya mengenai Bank Indonesia dengan tegas dicantumkan dalam
Pasal 4, ayat 1, 2, dan 3 sebagai berikut:
(1) Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur
tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini.41
Hal ini berarti Bank Indonesia merupakan bank sentral bagi Negara
Republik Indonesia dan sekaligus merupakan lembaga yang statusnya independen
yang bebas dari segala bentuk campur tangan termasuk dari pemerintah Indonesia
sendiri sepanjang tidak ada penetapannya tentang hal tersebut dalam
Undang-undang dimaksud. Demikian juga dengan status hukumnya yaitu merupakan
Badan Hukum yang juga pengaturannya ditetapkan dalam UU No. 23 tahun 1999.
Selain itu Bank Indonesia memiliki peran (role) sebagai pemegang otoritas
moneter (monetary authority), sehingga ia disebut sebagai“central bank” ataupun
“reserve bank”. Bank Indonesia disebut sebagai bank sentral, adalah karena
sebuah bank sentral merupakan suatu kelembagaan publik yang kewenangannya
termasuk dalam hal mengelola nilai mata uang lokal, mengontrol jumlah uang
yang beredar (money supply), dan memelihara tingkat suku bunga (interest rates).
Bank sentral memiliki tugas pula untuk melakukan pengawasan ataupun
mengatur kelembagan perbankan komersial ataupun kelembagaan keuangan
melalui aturan kewenangan yang telah ditetapkan di masing-masing negara,
terutama terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengganggu jalannya
perekonomian negara. Sebab, ada dua kemungkinan pola perubahan nilai mata
uang, yaitu depresiasi dan apresiasi terhadap nilai mata uang asing. Bank
Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengambil segala bentuk tindakan
moneter untuk menstabilkan nilai mata uang rupiah, termasuk melakukan
antisipasi terhadap segala sesuatu yang dapat berdampak negatif terhadap nilai
mata uang rupiah.
Peran yang akan dilakukan Bank Indonesia sebagai bank sentral
sehubungan dengan stabilisasi nilai mata rupiah adalah melaksanakan apa yang
disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia melalui tindakan, seperti :
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
3. Mengatur dan mengawasi Bank
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang dibentuk
pada tahun 2011 berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011, dan beroperasi Januari
2013 (untuk pasar modal dan LKNB) dan 2014 (untuk perbankan). Aturan ini
menjelaskan fungsi OJK dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. OJK sendiri didirikan untuk menggantikan peran Badan Pengawas
maka secara otomatis pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Industri
Keuangan Non-Bank (IKNB) beralih ke OJK.42
Pembentukan OJK tentunya dengan mempertimbangkan beberapa alasan,
salah satunya adalah terkait fungsi Bank Indonesia. Bank Indonesia yang dulunya
diberi tugas mengawasi dan mengatur sektor perbankan pada kenyataannya
dianggap belum mampu menjalankan tugasnya dengan maksimal. Bank Indonesia
juga dilihat mempunyai tugas yang sangat berat sehingga membutuhkan lembaga
pembantu. Di samping itu, hingga saat ini, Bank Indonesia masih dianggap sangat
rentan dengan intervensi dari berbagai pihak terutama pemerintah dan pengusaha.
Kondisi ini menjadi dorongan untuk membentuk lembaga pengawas yang lebih
independen. Lembaga pengawas perbankan harus bebas dari intervensi dan
campur tangan pihak manapun sehingga mampu bekerja secara profesional.43
Untuk itu dibentuklah OJK yang diharapkan dapat melakukan pembagian
tugas dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia yang dulunya juga bertugas
mengawasi perbankan, dengan terbentuknya OJK maka dengan sendirirnya tugas
tersebut akan berpindah kepada OJK. OJK diberi tugas dalam hal mikro
(micro-prudential supervision) yakni mengawasi bank-bank yang ada di Indoensia.
Sementara Bank Indonesia sendiri akan lebih bertanggung jawab dalam
menangani masalah yang lebih makro ( macro-prudential supervision) misalnya
terkait dengan kebijakan moneter dan penanganan di saat krisis. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa, sebetulnya peran OJK sebagai lembaga pengawas
keuangan ini tak benar-benar baru. Di dalamnya terdapat penyatuan wewenang
dan kekuasaan beberapa institusi yang sudah ada.44
B. Independensi Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara
Selain mengambil alih tugas Bapepam-LK dan Bank Indonesia,
pembentukan OJK juga menjadi respon atas perkembangan sektor jasa keuangan.
Sektor jasa keuangan telah mengalami perkembangan pesat seiring dengan
globalisasi dan keterbukaan pasar. Semakin majunya sistem teknologi dan
komunikasi dalam perbankan juga mendorong pemerintah untuk mereformasi
sistem pengawasan perbankan. Sistem keuangan menjadi semakin kompleks,
dinamis, hybrid, dan saling terkait. Untuk itu kemudian diperlukan OJK sebagai
lembaga dengan fungsi dan sistem yang telah terintegrasi.
Dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
disebutkan, lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK
adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa
keuangan ini mencakup pergadaian (PT Pegadaian), lembaga penjaminan,
lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, lembaga pembiayaan sekunder perumahan
dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat
wajib, yaitu penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan.
Eksistensi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dipayungi oleh Pasal 23D
UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang
susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur
dengan undang-undang”. Namun perlu digaris bawahi bahwa walaupun UUD
1945 secara eksplisit telah menyatakan hal tersebut, bukanlah berarti kedudukan
lembaga Bank Indonesia sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara, seperti BPK.
Status dan kedudukan hukum bank Indonesia sebagai lembaga negara sudah
ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yakni “Bank
Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya, bebas dari campur tangan dari pemerintah dan / atau pihak-pihak
lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur oleh undang-undang ini”.45
Meskipun Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga negara yang
independen, namun dalam melaksanakan tugasnya, ia harus membangun
hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah maupun Pasal tersebut sekaligus memberi pengertian bahwa bahwa Bank Indonesia
merupakan lembaga negara yang otonomi dan mandiri(independen). Dan itulah
sebabnya Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Artinya pihak manapun diluar Bank Indonesia tidak
dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Bahkan Bank
Indonesia berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam
bentuk apapun dari pihak manapun yang berani mengintervensinya. Itulah
sebabnya Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
pihak lainnya. Keadaan kedudukan Bank Indonesia yang sedemikian
menimbulkan beberapa tanggapan dari beberapa pihak. Ada yang menganggap
kedudukan BI harus masuk dalam lembaga negara bantu/penunjang. Dan jika ini
terjadi dapat diduga akan membawa implikasi bahwa BI dapat dibubarkan
sewaktu-waktu oleh lembaga negara utama lainnya. Sedangkan BI merupakan
satu-satunya otoritas tertinggi dalam hal pelaksana moneter di Indonesia.
Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter
secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan
kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian, yang mempunyai
wewenang, antara lain:Menetapkan macam dan harga mata uang, Menekan laju
inflasi, Pengaturan kredit atau pembiayaan, dan Penetapan tingkat diskonto dan
penetapan cadangan wajib minimum.46
Selain itu, BI sebagai pengatur kebijakan moneter juga mempunyai
kewajiban moral untuk mengontrol sumber pendapatan daerah atau pusat
(APBD/APBN), terutama berkaitan dengan hasil-hasil kekayaan yang banyak
terdapat di daerah. Hal ini kaitannya dengan pengaturan pada Pasal 33 UUDNRI Kedudukan BI sebagai Bank Sentral akan terkait dengan pengakuan dari
negara lain dimana pengakuan dari negara lain ini bertujuan untuk memperoleh
kedaulatan. Dengan pengertian bahwa Negara Indonesia mampu mempunyai
suatu Bank Sentral sepertri halnya dengan negara asing lainnya sehingga BI
memiliki kewibawaan terhadap kekuasaan lain.
Tahun 1945,47 yang berbunyi :“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.48
Dasar hukum Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara
Pemegang Otoritas Tertinggi di bidang Moneter dan Perbankan Negara (Bank
Sentral).Dasar hukum kedudukan BI sebagai Bank Sentral, antara lain:
Pasal ini membawa konsekuensi bahwa segala sumber pendapatan pusat
maupun daerah yang berasal dari hasil-hasil kekayaan sebagai sumber keuangan
negara, harus dibawah pengawasan/kendali/kontrol dari Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral yang mengatur kebijakan moneter negara.
49
1) Pasal 23A UUDNRI Tahun 1945
2) Pasal 23C UUDNRI Tahun 1945
3) Pasal 23D UUDNRI Tahun 1945
4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan
5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2004 Tentang Bank Indonesia
Eksistensi Bank Indonesia selaku Bank Sentral dijamin dalam amandemen
UUD 1945 Pasal 23D, yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank
sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan
independensinya diatur dengan undang-undang”.Meskipun eksplisit dinyatakan
47
anggungading.blogspot.co.id/2013/11
48
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
49 Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Konstitusi, Bandung: CV. Pustaka Setia,
dalam UUD 1945, namun kedudukan lembaga Bank Indonesia tidak termasuk
dalam Lembaga Tinggi Negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang
sama-sama eksistensinya dijamin dalam UUD 1945. Status dan kedudukan hukum
bank Indonesia sebagai lembaga negara disebutkan secara tegas pada Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Bank Indonesia, yakni:
“Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya, bebas dari campur tangan dari pemerintah dan / atau
pihak-pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur oleh
undang-undang 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia”.
Pasal tersebut memberi pengertian bahwa bahwa Bank Indonesia merupakan
lembaga negara yang otonomi dan mandiri. Sebagai suatu lembaga negara yang
independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan
tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau
mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk
lebih menjamin
kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam
struktur
Sebagai Lembaga negara yang independen,kedudukan Bank Indonesia tidak
sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank