• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Penurunan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur Dengan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator Dan Oksidator (KMnO4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Penurunan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur Dengan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator Dan Oksidator (KMnO4)"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENURUNAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR SUMUR DENGAN CARA AERASI BERTINGKAT, AERATOR

DAN OKSIDATOR (KMnO4)

TESIS

Oleh :

MAHYUDI 067031006 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERBEDAAN PENURUNAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR SUMUR DENGAN CARA AERASI BERTINGKAT, AERATOR

DAN OKSIDATOR (KMnO4)

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MAHYUDI 067031006 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PEBEDAAN PENURUNAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR SUMUR DENGAN CARA AERASI BERTINGKAT, AERATOR DAN

OKSIDATOR (KMnO4)

Nama Mahasiswa : Mahyudi

Nomor Induk Mahasiswa : 067031006

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Dr. Tini Sembiring, M.S ) ( Ir. Indra Chahaya S, M.Si )

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

( Dr. Drs. Surya Utama, M.S ) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S )

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 April 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Tini Sembiring, M.S Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, M.Si

2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S

(5)

PERNYATAAN

PERBEDAAN PENURUNAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR SUMUR DENGAN CARA AERASI BERTINGKAT, AERATOR

DAN OKSIDATOR (KMnO4)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka

Medan, September 2010

(6)

ABSTRAK

Air merupakan unsur yang sangat essensial artinya tidak boleh tidak ada untuk kehidupan semua makluk termasuk manusia. Semua organisme hidup sangat membutuhkan air. Penyediaan air haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas, salah satunya adalah kadar Besi (Fe). Kualitas air sumur untuk cuci, mandi dan makan masyarakat di dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai tidak memenuhi syarat fisik dan kimia (Fe 7,62 mg/1).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur dengan cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4)

di Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan satu buah sumur gali sebagai sumber dengan variabel penelitian meliputi penurunan kadar Besi (Fe) Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) kemudian dianalisis dengan

menggunakan uji Analisis Of Varian (ANOVA) dengan rancangan acak lengkap.

Hasil penelitian dari ketiga perlakuan dengan lima pengulangan pada Aerasi Bertingkat kadar Besi (Fe) awal rata - rata 7,62 mg/1 menjadi kadar Besi (Fe) rata – rata 0,97 mg/1, pada Aerator kadar Besi (Fe) awal rata -rata 7,62 mg/1 menjadi rata-rata 5,33 mg/liter, pada Oksidator kadar Besi (Fe) awal rata-rata - rata-rata 7,62 mg/1 menjadi rata-rata 1,92 mg/liter. Berdasarkan uji statistik Anova nilai probabilitas 0,00 < dari nilai a (0,05) maka ada perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ketiga perlakuan dengan cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) memiliki perbedaan yang nyata dan

teknologi yang dapat menurunkan kadar Besi (Fe) sampai memenuhi syarat baku mutu air bersih adalah menggunakan cara Aerasi Bertingkat. Disarankan kepada masyarakat desa Jambur Pulau untuk melakukan pengolahan air sumur dengan cara Aerasi Bertingkat.

(7)

ABSTRACT

Water is a very essential element -which means there is no life without water. All living organisms need water. Providing water must meet two requirements namely quantity and quality, one of them is level of iron (Fe). Water quality for washing, bathing and eating in hamlet Jambur Pulau village Perbaungan Sub District Serdang Bedagai District does not meet physical and chemical conditions (Fe 7.62 mg /1).

The purpose of this research was to analyze the difference levels of iron (Fe)

decreased in well water by Multilevel Aeration, Aerator and the oxidant (KMnO4) in

Jambur Pulau Village Perbaungan Sub Distict Serdang Bedagai District. This research was an experiment research using a dug wells as source, consisted of the reduction in level of iron (Fe) Multilevel Aeration, Aerator, and Oxidant (KMnO4) and then analyzed by using analysis of variants test (ANOVA) with randomized design.

The result of research three treatments with five repetitions were in Multilevel Aeration, levels of iron (Fe) initial rate - average 7.62 mg /1 to an average of 0.97 mg /1, in aerator levels of iron (Fe) initial rate - average 7.62 mg/l to an average of 5.33 mg/l, oxidant levels in the Iron (Fe ) initial rate - average 7.62 mg/l to an average of 1.92 mg/1. Based on Anova statistical test the probability value of 0.00 < a from the value (0.05) which means there were real differences of each treatment.

The conclusion in this study was the three treatment by multilevel aeration,

Aerator, and the oxidant (KMnO4) had a real difference and the technology that can

reduce levels of iron (Fe) to meet the requirements of water quality standards is by using multilevel aeration. Recommended to villagers to Jambur Pulau to do multilevel aeration on their wells.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul "Perbedaan Penurunan Kadar Besi (Fe) pada Air Sumur dengan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4)" sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata 2 pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan Tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini ucapan terima kasih saya sampaikan kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SpA (K) Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S. Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatam Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Tini Sembiring, M.S, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran di tengah - tengah kesibukannya.

5. Ir. Indra Chahaya S, M.Si, anggota komisi pembimbing atas bimbingan, saran dan masukan - masukan untuk penyempurnaan penulisan tesis ini.

6. Ir. Tetra Frida Suciari, M.Kes, selaku komisi pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ayah dan Bunda tercinta : Alm sarpani dan Almh Mariah berkat cinta kasih dan sayangnya.

9. Istriku tercinta Sudarmiati, anak - anakku : Yudha Wibi Ananda, Yugo Dian Nugroho, Yuki Febby Wulandari dan Anggi Permata Sati serta seluruh keluarga berkat doa, dukungan dan motivasi.

10. Rekan - rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera Utara angkatan 2006/2007 yang banyak membantu dalam proses perkuliahan maupun penyusunan tesis.

(10)

12. Seluruh pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan Tesis ini.

Medan, September 2010 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mahyudi yang dilahirkan di Desa Aek Nagaga Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan pada tanggal 5 Pebruari 1968, beragama Islam dari Bapak Alm Sarpani dan Ibu Alm Mariah dan saat ini berdomisili di Dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.

Penulis menamatkan Pendidikan Dasar pada tahun 1981 di SD Negeri Aek Nagaga Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan, Tahun 1984 menamatkan Pendidikan Tingkat Pertama di SMP Negeri Pulau Rakyat Kecamatan Pulau Rakyat Kabupaten Asahan, Tahun 1987 menamatkan Pendidikan Tingkat Atas di Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK) Depkes di Medan dan Tahun 1993 menamatkan Pendidikan SI di Sekolah Tinggi Teknologi Industri Glugur di Medan.

(12)

DAFTAR ISI Halaman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Hipotesis... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Besi... 5

2.2. Keberadaan Besi Dalam Air ... 8

2.3. Efek Besi di Dalam Air ... 10

2.4. Efek Besi Terhadap Kesehatan ... 12

2.5. Prinsip Penghilangan Besi ... 13

2.5.1. Proses Oksidasi dan Adsorbsi ... 13

2.5.2. Oksidator dan Reaksi Oksidasi Besi ... 15

2.5.3. Dosis Pembubuhan Oksidator ... 16

2.5.4. Penghilangan Yang Digabungkan Dengan Penghilangan Karbonat ... 18

2.6 Operasi Penghilangan Besi ... 2.6.1. Aplikasi Proses ... 19

2.7. Kerangka Konsep ... 22

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 23

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.2.1. LokasiPenelitian... 23

3.2.2. Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel... 25

3.3.2. Pelaksanaan Pengambilan Sampel ... 26

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 26

(13)

3.5.1. Variabel Dependen... 26

3.5.2. Variabel Independen ... 27

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1. Bahan dan Instrumen... 27

3.6.2. Teknik Penurunan Kadar Besi (Fe)... 30

3.6.2.1. Cara Aerasi Bertingkat... 30

3.6.2.2. Cara Aerator ... 31

3.6.2.3. Cara Oksidator (KMnO4) ... 31

3.6.3. Analisa Besi dalam Air ... 32

3.6.4. CaraKerja (Standart Methode, 1995) ... 32

3.7. Metode Analisis Data... 33

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitan... 34

4.2. Hasil Optimalisasi Perlakuan Efektifitas Penurunan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur ... 35

4.2.1. Optimalisasi Cara Aerasi Bertingkat... 35

4.2.2. Optimalisasi Cara Aerator ... 37

4.2.3. Optimalisasi Cara Oksidator (KMnO4)... 38

4.3. Hasil Perlakuan Efektifitas Penurunan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur Dengan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator Dan Oksidator (KMnO4)... 39

4.4. Analisis Data ... 40

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Cara Aerasi Bertingkat ... 42

5.2. Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Cara Aerator. ... 44

5.3. Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Cara Oksidator (KMnO4)... 46

5.4. Hasil Analisis Uji Statistik ... 47

5.5. Efek Besi Terhadap Kesehatan ... 48

5.6. Keterbatasan Penelitian... 48

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA... 52

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Dosis Teoritis dan Teknis Oksidan ... 17

4.1. Optimalisasi Cara Aerasi Bertingkat... 35

4.2. Hasil Perlakuan Cara Aerasi Bertingkat Tahap I dan Tahap II... 36

4.3. Optimalisasi Cara Aerator... 37

4.4. Optimalisasi Cara Oksidator (KMnO4)... 38

4.5. Kadar Besi (Fe) setelah Dilakukan Perlakuan Dengan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) ... 39

4.6. Distribusi rata-rata kadar besi berdasarkan perlakuan ... 40

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Skema Bentuk Besi Dalam Air ... 10

2. Solubilhas Besi Dalam Air... 18

3. Kerangka Konsep Penelitian ... 22

4 Alat Aerator... 28

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Bagan Alir Desain Penelitian. ... 54

2. Alat ICP (Inductively Couple Plasma)... 55

3. Alat Jartester... 56

4. Alat Aerator... 57

5. Master Data Penelitian ... 58

6. Hasil OutPutUji Statistik Anova ... 59

(17)

ABSTRAK

Air merupakan unsur yang sangat essensial artinya tidak boleh tidak ada untuk kehidupan semua makluk termasuk manusia. Semua organisme hidup sangat membutuhkan air. Penyediaan air haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas, salah satunya adalah kadar Besi (Fe). Kualitas air sumur untuk cuci, mandi dan makan masyarakat di dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai tidak memenuhi syarat fisik dan kimia (Fe 7,62 mg/1).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur dengan cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4)

di Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan satu buah sumur gali sebagai sumber dengan variabel penelitian meliputi penurunan kadar Besi (Fe) Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) kemudian dianalisis dengan

menggunakan uji Analisis Of Varian (ANOVA) dengan rancangan acak lengkap.

Hasil penelitian dari ketiga perlakuan dengan lima pengulangan pada Aerasi Bertingkat kadar Besi (Fe) awal rata - rata 7,62 mg/1 menjadi kadar Besi (Fe) rata – rata 0,97 mg/1, pada Aerator kadar Besi (Fe) awal rata -rata 7,62 mg/1 menjadi rata-rata 5,33 mg/liter, pada Oksidator kadar Besi (Fe) awal rata-rata - rata-rata 7,62 mg/1 menjadi rata-rata 1,92 mg/liter. Berdasarkan uji statistik Anova nilai probabilitas 0,00 < dari nilai a (0,05) maka ada perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ketiga perlakuan dengan cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) memiliki perbedaan yang nyata dan

teknologi yang dapat menurunkan kadar Besi (Fe) sampai memenuhi syarat baku mutu air bersih adalah menggunakan cara Aerasi Bertingkat. Disarankan kepada masyarakat desa Jambur Pulau untuk melakukan pengolahan air sumur dengan cara Aerasi Bertingkat.

(18)

ABSTRACT

Water is a very essential element -which means there is no life without water. All living organisms need water. Providing water must meet two requirements namely quantity and quality, one of them is level of iron (Fe). Water quality for washing, bathing and eating in hamlet Jambur Pulau village Perbaungan Sub District Serdang Bedagai District does not meet physical and chemical conditions (Fe 7.62 mg /1).

The purpose of this research was to analyze the difference levels of iron (Fe)

decreased in well water by Multilevel Aeration, Aerator and the oxidant (KMnO4) in

Jambur Pulau Village Perbaungan Sub Distict Serdang Bedagai District. This research was an experiment research using a dug wells as source, consisted of the reduction in level of iron (Fe) Multilevel Aeration, Aerator, and Oxidant (KMnO4) and then analyzed by using analysis of variants test (ANOVA) with randomized design.

The result of research three treatments with five repetitions were in Multilevel Aeration, levels of iron (Fe) initial rate - average 7.62 mg /1 to an average of 0.97 mg /1, in aerator levels of iron (Fe) initial rate - average 7.62 mg/l to an average of 5.33 mg/l, oxidant levels in the Iron (Fe ) initial rate - average 7.62 mg/l to an average of 1.92 mg/1. Based on Anova statistical test the probability value of 0.00 < a from the value (0.05) which means there were real differences of each treatment.

The conclusion in this study was the three treatment by multilevel aeration,

Aerator, and the oxidant (KMnO4) had a real difference and the technology that can

reduce levels of iron (Fe) to meet the requirements of water quality standards is by using multilevel aeration. Recommended to villagers to Jambur Pulau to do multilevel aeration on their wells.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan unsur yang sangat esensial bagi kehidupan semua makhluk termasuk manusia. Hampir semua organisme hidup hanya dapat bertahan dalam periode yang pendek tanpa air. Pemenuhan kebutuhan akan air haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas.

Kuantitas air yang diperlukan untuk berbagai penggunaan oleh masyarakat adalah berbeda-beda tergantung kepada tingkat sosial budaya, suhu atau iklim dan ketersediaannya yang ditentukan berbagai faktor. Syarat kualitas meliputi persyaratan fisik, kimiawi, bakteriologis dan radio aktif. Syarat-syarat tersebut merupakan suatu kesatuan, jadi jika ada satu parameter saja yang tidak memenuhi syarat, maka air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Pemakaian air minum yang tidak memenuhi baku kualitas air tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan antara lain kesehatan, estetika dan ekonomis. Besi merupakan unsur esensial bagi konsumsi gizi manusia dengan kisaran kadar sekitar 10-50 mg/hari untuk zat besi. (Ditjen PPM&PL Depkes RI,2001)

(20)

berubah menjadi kuning-kecoklatan setelah beberapa saat kontak dengan udara. Selain menyebabkan gangguan kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak, lantai serta bercak-bercak kuning pada pakaian, Oleh karena itu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tersebut, kadar besi (Fe) maksimum dalam air bersih yang diperbolehkan adalah 1 mg/1 (Hefi Effendi, 2003).

Seperti yang dialami masyarakat di Dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai, berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ditemukan kadar besi (Fe) rata - rata 7,62 mg/1, kualitas air sumur yang mereka gunakan untuk cuci, mandi dan makan tidak memenuhi persyaratan secara Fisik (warna, bau dan kekeruhan), Kimia (Fe), dengan kondisi air yang seperti itu masyarakat mengeluh karena rasa dan bau logam yang amis, menimbulkan warna rnerah karat pada alat rumah tangga dan lantai kamar mandi, menimbulkan noda-noda pada pakaian yang berwarna putih apabila dipakai untuk mencuci dan dapat pula mengakibatkan penyumbatan pipa.

(21)

permasalahan yang ada dan sosial budaya masyarakat. Dengan memodifikasi beberapa teknologi penghilangan atau penurunan kadar besi (Fe) yang telah dikembangkan di berbagai negara sebagai bahan pengetahuan, maka akan dipilih tiga teknologi yang sederhana berupa upaya penyediaan sistim alat pengolahan air skala rumah tangga yang dapat menghilangkan atau mengurangi kandungan besi yang terdapat dalam air sumur. Teknologi tersebut adalah dengan menggunakan proses Aerasi Bertingkat, menggunakan Aerator dan menggunakan Oksidator (KMnO4).

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan di dalam penelitian ini adalah tingginya kadar besi (Fe) pada air sumur penduduk di Dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai, yang tidak memenuhi syarat kesehatan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang teknologi yang tepat untuk mengolah air agar memenuhi syarat kesehatan.

1.3. Tujuan Penelitian

Sebagai tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur dengan cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) di Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten

(22)

1.4. Hipotesis

1. Ada perbedaan kadar besi (Fe) setelah perlakuan dengan cara Aerasi Bertingkat.

2. Ada perbedaan kadar besi (Fe) setelah perlakuan dengan cara Aerator. 3. Ada perbedaan kadar besi (Fe) setelah perlakuan dengan cara Oksidator

(KMnO4)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengolahan air yang dapat menurunkan kadar besi (Fe).

2. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam membuat rancangan penyediaan air bersih.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Besi

Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan elektron. Sebaliknya. pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan elektron. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak melibatkan oksigen dan hidrogen (Eckenfelder, 1989; Mackereth et al, 1989). Reaksi oksidasi ion ferro menjadi ion ferri ditunjukkan dalam persamaan.

Fe++ Î Fe+++ + e-

(24)

Pada pH sekitar 7,5 - 7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap (presipitasi)

di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Oleh karena itu, besi hanya ditemukan pada perairan yang berada dalam kondisi anaerob (anoksik) dan suasana asam (Cole, 1988).

Fenomena serupa terjadi pada badan sungai yang menerima aliran air asam dengan kandungan besi (ferro) cukup tinggi, yang berasal dari daerah pertambangan. Sebagai petanda terjadinya pemulihan (recovery) kualitas air, pada bagian hilir sungai dasar perairan berwarna kemerahan karena terbentuknya Fe(OH)3 sebagai

konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi (ferro) (Cole, 1988).

Perairan alam, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2,

Fe(HCO3), dan Fe(SO4). Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik,

pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan wama kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air, dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH.

Sumber besi di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite

(Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite (HFeO2), dan ochre [Fe(OH)3] (Cole, 1988

dan Moore, 1991). Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa

(25)

Air tanah dalam biasanya memiliki karbondioksida dengan jumlah yang relatif banyak, dicirikan dengan rendahnya pH, dan biasanya disertai dengan kadar oksigen terlarut yang rendah atau bahkan terbentuk suasana anaerob. Pada kondisi ini, sejumlah ferri karbonat akan larut sehingga terjadi peningkatan kadar besi ferro (Fe2+) di perairan. Pelarutan ferri karbonat ditunjukkan dalam persamaan reaksi.

FeCO3 + CO2 + H2O Î Fe2+ + 2 HCO3

-Reaksi di atas juga terjadi pada perairan anaerob. Dengan kata lain, besi (Fe2+) hanya ditemukan pada perairan yang bersifat anaerob, akibat proses dekomposisi bahan organik yang berlebihan. Jadi, di perairan kadar besi (Fe2+) yang tinggi berkorelasi dengan kadar bahan organik yang tinggi, atau kadar besi yang tinggi terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen.

(26)

dan perairan yang diperuntukkan bagi keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar besi tidak lebih dari 20 mg/1 (McNeely et al, 1979).

Besi termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan, termasuk algae, besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga dapat mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam, serta dapat memudarkan bahan celupan (dyes) dan tekstil. Pada tumbuhan, besi berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Namun, kadar besi yang berlebihan dapat menghambat fiksasi unsur lainnya.

Toksisitas besi (LC50) terhadap Lemna minor adalah 3,7 mg/1 (Wang, 1986

dalam Moore, 1991), sedangkan terhadap avertebrata air Asellus aquaticus (Isopoda)

dan Crangonyx pseudogracilis (Amphipoda) berturut-turut 95 mg/1 dan 160 mg/1

(Martin dan Holdich, 1986 dalam Moore, 1991). Nilai LCso besi terhadap ikan berkisar antara 0,3-10 mg/1. Toksisitas besi (LCso) terhadap Daphnia magna adalah 5,9 mg/1 (Biesinger dan Christensen, 1972 dalam Canadian Council of Resource and Environment Ministers, 1987).

2.2. Keberadaan Besi Dalam Air

(27)

tidak terlarut menjadi besi tereduksi (yang larut) dalam bentuk ion bervalensi dua (Fe2+).

Meskipun besi pada umumnya terdapat dalam bentuk terlarut bersenyawa dengan bikarbonat dan sulfat, besi (Fe) juga ditemukan bersenyawa dengan hidrogen sulfida (H2S), Selain itu besi ditemukan pula pada air tanah yang mengandung asam

yang berasal dari humus yang mengalami penguraian dari tanaman atau tumbuhan yang bereaksi dengan unsur besi untuk membentuk ikatan kompleks organik. Konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dari 0,01 mg/1 sampai dengan ± 25 mg/1.

Penyediaan air bersih dari permukaan yang membutuhkan pengolahan penghilangan kandungan besi, biasanya air tersebut berasal dari hypolimnion (lapisan bagian bawah) dari danau yang dalam atau dari danau yang eutrop (kaya nutrien), dimana kondisi reaksi reduksi berlangsung untuk selanjutnya deposit endapan besi akan berubah kembali ke dalam bentuk larutan.

(28)

Bentuk besi di dalam air digambarkan dalam bagan seperti di bawah ini

Besi Total

Besi II (Fero) Besi III (Ferri)

Bebas Bebas Kompleks Bebas

terlarut / terdipersi halus

( Lolos dari Saringan )

Besi endapan (tertahan pada saringan)

Gambar 1 Skema bentuk besi dalam air (BPPT, 2004)

2.3. Efek Besi di Dalam Air

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor : 416 /MENKES/PER/IX/90 tentang baku mutu air bersih, kadar besi (Fe) yang diizinkan untuk air bersih adalah 1,0 mg/1.

(29)

Jika konsentrasi besi di dalam air relatif besar, akan memberikan dampak sebagai berikut:

1. Menimbulkan penyumbatan pada pipa disebabkan

a. Secara langsung oleh deposit (tubercule) yang disebabkan oleh endapan besi

b. Secara tidak langsung, disebabkan oleh kumpulan bakteri besi yang hidup di dalam pipa, karena air yang mengandung besi, disukai oleh bakteri besi.

Selain itu kumpulan bakteri ini dapat meninggikan gaya gesek (losses) yang juga berakibat meningkatnya kebutuhan energi. Selain itu pula apabila bakteri tersebut mengalami degradasi dapat menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada air.

2. Besi sendiri dalam konsentrasi yang lebih besar dan beberapa mg/1, akan memberikan suatu rasa pada air yang menggambarkan rasa metalik, astringent, atau obat.

3. Keberadaan besi juga dapat memberikan penampakan keruh dan berwarna pada air, oleh karena sangat tidak diharapkan pada industri kertas, pencelupan/textil dan pabrik minuman.

4. Meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci oleh air yang mengandung besi. 5. Meninggalkan noda pada bak-bak kamar mandi dan peralatan lainnya (noda

(30)

6. Endapan logam ini juga yang dapat memberikan masalah pada sistem penyediaan air secara individu (sumur).

7. Pada ion exchanger endapan besi yang terbentuk, seringkali mengakibatkan penyumbatan atau menyelubungi media pertukaran ion (resin), yang mengakibatkan hilangnya kapasitas pertukaran ion.

8. Menyebabkan keluhan pada konsumen (seperti kasus "red water") bila endapan besi yang terakumulasi di dalam pipa, tersuspensi kembali disebabkan oleh adanya kenaikan debit atau kenaikan tekanan dan akan dibawa ke konsumen.

2.4. Efek besi Terhadap Kesehatan.

Besi (Fe) adalah metal berwarna putih kecoklatan, liat dan dapat dibentuk, di alam didapat sebagai hematite, di dalam air minum besi menimbulkan rasa, warna kuning, pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan.

Besi dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam pembentukan haemoglobin, banyaknya besi di dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi, tubuh manusia tidak dapat mengekskresikan besi, karenanya bagi mereka yang sering mendapat transpusi darah, warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi besi (Fe).

(31)

2.5. Prinsip Penghilangan Besi

Proses penghilangan besi pada prinsipnya adalah proses oksidasi, yaitu menaikan tingkat oksidasi oleh suatu oksidator dengan tujuan merubah bentuk besi terlarut menjadi bentuk besi tidak larut (endapan). Endapan yang terbentuk dihilangkan dengan proses sedimentasi dan atau filtrasi.

2.5.1. Proses Oksidasi dan Adsorpsi

Besi dapat diendapkan sebagai senyawanya dengan karbonat pada air yang mengandung karbonat (alkalinitas), dengan penambahan kapur atau soda. Pengendapan ini berlangsung pada kondisi anaerobik. Kelarutan Fe (II) ditentukan oleh konsentrasi total karbonik (Cr), dimana

CT = H2CO3 + HCO3- + CO32- = 10-3 M

Pada kondisi tersebut, Fe (II) karbonat dapat diharapkan mengendap seluruhnya pada pH > 8 dan 8,5. Pengendapan Fe (II) hidroksida pada pH ± 11.

Besi akan lebih baik bila diendapkan dengan jalan oksidasi oleh oksidator seperti O2; O3; Klor / senyawa Klor; KMnO4, karena kelarutan dari bentuk Fe (III)

trihidroksida adalah lebih rendah dibandingkan dengan senyawa Fe (II) karbonat. Kecepatan oksidasi Fe (II) oleh oksigen sangat rendah dalam kondisi nilai pH rendah. Dalam hal ini pH perlu dinaikkan dengan mengurangi konsentrasi CO2 atau

(32)

Sebaliknya kecepatan oksidasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan katalisator. Peranan akumulasi endapan besi, bakteria besi yang tumbuh pada media penyaring seperti arang, koral atau butiran pasir, pada unit "Aerator kontak dan Filter kontak" diduga berlaku sebagai katalis bagi reaksi oksidasi.

Agak sulit dalam mengukur kecepatan oksidasi besi (II) menjadi bentuk yang dapat disaring, karena kehadiran zat pereduksi lainnya. Walaupun demikian kecepatan pengendapan dan aglomerasi Fe (II) yang terkandung di dalam air alam, lebih lambat dari perkiraan teoritis. Hal ini memberi gambaran bahwa ada rintangan seperti reduksi besi (III) oleh zat organik dan zat pereduksi lainnya. Rintangan ini tetap ada sampai seluruh zat organik teroksidasi dan endapan yang terbentuk akan stabil.

Waktu oksidasi pada beberapa instalasi dapat dipersingkat akibat efek katalis seperti :

1. Deposit yang ada

2. Keberadaan anion-anion tertentu (terutama silikat dan fosfat)

3. Katalis logam yang digunakan pada air yang diolah, sebagai contoh sedikit kupri sulfat akan sangat berpengaruh terhadap oksidasi besi oleh oksigen atau oksidator kimia lainnya

4. beberapa proses biologis

5. Keberadaan asam humus akan memperlambat oksidasi besi.

(33)

(penyerapan) yang tinggi. Proses adsorpsi terjadi pada filter kontak (filter kering), dimana pada filter ini media penyaring terlapisi oleh endapannya.

Suatu periode waktu dibutuhkan filter bagi pemasangan dan bagi berlangsungnya pengendapan tersebut. Penambahan MgO pada air yang mempunyai pH rendah dapat menaikkan kecepatan oksidasi Fe (II) tanpa menaikkan pH yang berarti bagi air yang dihasilkan (hasil olahan).

2.5.2. Oksidator dan Reaksi Oksidasi Besi

Oksidator dan reaksi yang digunakan dalam mengoksidasi besi (II) dan antara lain:

1. Oksigen :

4 Fe2+ + 8 H2O 4 Fe(OH)2 + 8 H++

4Fe2+ + O2 + 8 OH- + 2H2O 4Fe(OH)3

Pembentukan besi (III) dipengaruhi oleh pH, pada pH antara 6,9 - 7,2, reaksi pembentukan Fe (III) dapat terjadi dengan cepat.

2. Klor dan Senyawa Klor:

2Fe2+ + C12 2 Fe3+ + 2 Cl

-2Fe2+ + HOCl + H- 2 Fe3+ + Cl- + H2O

Pada pH normal hidrolisa terjadi:

(34)

Penggunaan klor sebagai oksidator biasanya untuk mengolah air dengan kandungan besi (II) kurang dari 2 mg/1. Pembentukan Fe (III) tergantung pada pH. Pada pH 7,5, klor berbentuk 50% asam hipoklorit (HOCI) dan 50% ion hipoklorit (OCl-).

3. KMnO4 :

5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 5 Fe3+ + 4 H2O

5Fe3+ + 15 H2O 5 Fe(OH)2 + 15 H+

3 Fe2" t MnO4" + 8 H+ 3 Fe3+ + Mn4+ + 4 H2

4. ClO2 (Klor Dioksida) :

Pertama kali diterapkan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air bersih, kemudian dipergunakan untuk menghilangkan warna (orgnik) dan terakhir dipergunakan untuk mengurangi unsur besi, dimana untuk pembentukan besi (III) terjadi pada pH lebih dan 7.

5. Ozon(O3):

2 Fe + 3 O3 + 5 H2O 2 Fe (OH)3 + 4 O2 + 4 H+

2.5.3. Dosis Pembubuhan Oksidator

(35)

Kebutuhan secara teknis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

Tabel 2.1. Dosis Teoritis dan Teknis Oksidan

JENIS (mg/l / mg/l Oksidator)

untuk

Sumber: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2004)

*) Æ sebagai kelipatan dosis teoritis **) Æ dihitung sebagai HOCl

1) Æ reaksi 1)

(36)

2.5.4. Penghilangan Yang Digabungkan Dengan Penghilangan Karbonat

Penghilangan karbonat dengan menggunakan kapur mengahasilkan pH yang tinggi. Dimana kondisi mi sesuai untuk penghilangan besi. Pada pH 8.2 hampir seluruh ferro karbonat terendapkan dan endapan ferro hidroksida [Fe(OH)2] terjadi

pada ph 10,5 (lihat gambar 2.2). Dengan adanya potensi redoks yang tinggi, maka besi (II) dalam air akan terendapkan menjadi bentuk Fe(OH)3 seperti ditunjukkan

oleh reaksi di bawah ini:

Fe2+ + 3 H2O Fe (OH)3 + 3 H + e-

5600

10-1 ⎯

5 10 pH

Gambar 2. Solubilitas Besi Didalam Air

Sebagai Fungsi pH Pada Nilai Alkalinitas Rata-rata (Soemirat, 2004)

(37)

Penghilangan sebagian karbonat terjadi pada pH 8, menghasilkan penghilangan besi secara sempurna. Pada kasus yang sama seperti penghilangan karbonat katalitik, dimana secara teoritis proses digabung dengan penghilangan karbonat pada pH 9,5 - 10.

2.6. Operasi Penghilangan Besi 2.6.1. Aplikasi Proses

Seperti diterangkan terdahulu bahwa prinsip penghilangan besi yang sudah umum dilakukan adalah merubah bentuk besi terlarut menjadi besi endapan/suspensi/dispersi halus, dengan cara mengoksidasi menggunakan oksidator yang dapat dipilih seperti yang tersebut diatas. Kemudian proses dilanjutkan dengan pemisahan endapan/suspensi/dispersi yang dihasilkan proses oksidasi. Umumnya pemisahan ini dilakukan dengan penyaringan. Akan tetapi untuk meningkatkan efisiensi penghilangan endapan ada beberapa cara antara lain:

1. Pengendapan (sedimentasi) Î dilanjutkan dengan penyaringan (filtrasi).

2. Pengendapan saja Î jika endapan yang terbentuk relatif besar untuk dapat mengendap dengan sempurna dan tidak terdapat partikel-partikel halus serta waktu pengolahan cukup lama.

(38)

4. Koagulasi - Flokulasi Î Sedimentasi Î Filtrasi. Hal ini dilakukan jika kandungan besi cukup tinggi dan bentuk besi teroksidasi merupakan dispersi halus yang tidak efisien untuk diendapkan/disaring.

5. Menggunakan proses penyaringan dengan pasir aktif atau zeolite sebagai media penyaring, dimana kedua media penyaring ini berfungsi ganda, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pasir aktif disamping sebagai media penyaring, berfungsi pula sebagai oksidator karena permukaannya dilapisi zat aktif (MnO2) sebagai oksidan.

b. Zeolite, disamping sebagai media penyaring juga berfungsi sebagai resin kationik alami yang bisa menukar ion besi (II) Î penghilangan besi dengan cara pertukaran ion (ion exchange) atau digabungkan dengan proses "Pelunakan" (Softening).

Pada air permukaan, warna yang timbul dan zat organik biasanya bercampur dengan air lunak yang mengandung sedikit alkalinitas, apabila dalam proses pengolahan air bersih akan menggunakan koagulan maka dari hasil suatu percobaan di dapat bahwa penurunan warna dapat dihasilkan lebih baik jika dalam air tersebut kandungan unsur besinya meningkat. Jika air permukaan mengalami proses pelunakan dengan proses kapur soda, sejumlah unsur besi (yang terlarut dan tidak terlarut) akan hilang bersama dengan kesadahannya.

(39)

dengan menggunakan pengolahan pendahuluan (aerasi) untuk merubah bentuk besi terlarut menjadi bentuk tersuspensi/terdispersi halus, kemudian dilanjutkan dengan proses pengolahan lengkap (konvensional).

Pengolahan lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan pengolahan pendahuluan yaitu oksidasi dengan menggunakan klor/senyawa klor (Pra Klorinasi), atau ozon atau koagulasi, flokulasi, pengendapan dengan penambahan besi (III) sulfat sebagai koagulan, untuk pemisahan endapan, jika perlu digunakan "Sludge blanket clarifier".

Khlorinasi banyak diguakan pada penyediaan air domestik yang memperoleh air baku dari air permukaan atau air tanah, disamping itu sering pula digunakan pada air bersih yang telah diolah. Zat khlor merupakan zat pengoksidasi, oleh karena itu jumlah khlor yang dibutuhkan tergantung pada konsentrasi organic dan zat NH3-N

dalam air yang diolah. (BPPT,2004)

Pada umumnya zat Khlor dimasukan ke dalam air dalam bentuk gas Cl2,

Khlor dioksida (ClO2), sodium hipokhlorit (NaOCl) dan calsium hipokhlorit

Ca(OCl)2- Khlor bentuk calsium hipokhlorit lebih banyak digunakan dari pada bentuk

(40)

2.7. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini satu variabel dependen yaitu penurunan kadar besi (Fe) dengan tiga faktor yang berperan didalam oksidasi yaitu Aerasi Betingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4)

AERASI

Gambar 3. Kerangka Konsep penelitian BERTINGKAT

AERATOR

OKSIDATOR (KMnO4)

(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar besi (Fe) dengan cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4).

Perubahan kadar besi (Fe) dalam air sebagai akibat perlakuan merupakan variabel dependen yang diamati, sedangkan Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) adalah variabel independent.

Kadar besi (Fe) pada air sumur sebelum pengolahan dianggap sebagai kontrol, sedangkan sesudah adanya perlakuan dengan cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) kadar besi (Fe) menjadi berubah.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

(42)

tidak sesuai dengan Permenkes No 416/Menkes/IX/1990 tentang syarat - syarat dan pengawasan kualitas air bersih.

3.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dengan pengajuan judul penelitian, survai awal, penelusuran daftar pustaka, konsul dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian, pengumpulan dan pengolahan data sampai penyusunan laporan akhir. Penelitian ini selama 1 (Satu) tahun, mulai dari September 2008 sampai Maret 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah sumur gali di Dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai, sampel diambil secara purpusive sebanyak satu sumur gali, perlakuan dalam penelitian ini adalah cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) untuk menurunkan kadar Besi

Sebelum dilakukan perlakuan, ditetapkan optimalisasi untuk masing - masing perlakuan sebagai berikut :

(43)

2. Optimalisasi cara Aerator dengan menggunakan kapasitas pompa aerator 1,2 1/menit, hal ini merupakan kapasitas yang biasa digunakan untuk aerator, kemudian cari optimalisasinya pada waktu : 5, 10, 15, 20, 30 dan 60 menit.

3. Optimalisasi cara Oksidator (KMnO4 0,1%) menggunakan larutan KMnO4dengan

dosis 0,1; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 dan 2,0 mg/1, hal inidilakukan dengan alat jartester 5 menit pertama dengan kecepatan putaran120-150 rpm kemudian dilanjutkan dengan kecepatan putaran 40 - 50 rpm selama 15-20 menit.

3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah motor pompa yang ada pada sumur gali dan tempat penampungan sampel air adalah jerigen plastik dengan kapasitas 20 liter. Penggunaan jerigen plastik sebagai tempat penampungan sampel air didasarkan pada persyaratan peralatan pengambilan / penampungan sampel air sebagai berikut:

a. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat sampel air. b. Mudah dicuci dari bekas sampel sebelumnya.

c. Sampel mudah dialirkan ke dalam penampung tanpa ada sisa bahan tersuspensi di dalamnya.

(44)

3.3.2. Pelaksanaan Pengambilan Sampel Air

Pada metode Aerasi bertingkat proses perlakuan langsung dilakukan di lapangan, kemudian sampel dibawa dan di analisa di laboratorium, sedangkan pada cara Aerator dan Oksidator (KMnO4) perlakuan dan analisa sampel dilakukan di

laboratorium.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tiga perlakuan dalam lima kali pengulangan, hal ini dilakukan untuk memperkecil terjadi kesalahan pemeriksaan. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu penurunan kadar besi (Fe) dan tiga variabel independent yaitu : Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4).

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Dependen

(45)

3.5.2. Variabel Independen

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah : Aerasi bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4)

1. Aerasi Bertingkat adalah sistim / cara pengolahan air untuk menurunkan kadar besi (Fe) berbentuk undakan bertingkat.

2. Aerator adalah alat yang berfungsi mensuplai oksigen ke dalam air dalam bentuk gelembung - gelembung udara untuk menurunkan kadar besi (Fe) di dalam air.

3. Oksidator (KMnO4) yaitu zat yang berfungsi mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1. Bahan dan Instrumen

Bahan yang digunakan pada pembuatan Aerator berthigkat adalah besi siku 6 batang dan talang air PVC 24 batang dengan ketinggian mencapai 8 m, sedangkan bahan yang digunakan Aerator adalah udara yang dipompakan oleh alat Aerator dengan kapasitas pompa 1,2 1/menit dan bahan yang digunakan dengan cara oksidator adalah Kalium Permanganat Pro Analisys kemasan 1 kg yang dilarutkan 1 gr dalam 1l aquadest (konsentrasi 0,1 %).

Penentuan dosis KMnO4 :

Rumus : Va = Os x Da Ca

Dimana : Va = Volume larutan KMnO4 (ml)

(46)

Da = Dosis KMnO4 (mg/l)

Ca = Konsentrasi KMnO4 (mg/l)

Penyelesaian : Va = Qs x Da Ca = 500 x 0,1 1000 = 0,05 ml

Maka volume KMnO4 0,1 % yang dibutuhkan untuk beaker glass I = 0,05 ml

(dengan dosis KMnO4 0,1 mg/l), begitu selanjutnya untuk beaker glass II ( 0,2 mg/l);

beaker glass III ( 0,3 mg/l); beaker glass IV ( 0,4 mg/l) ; beaker glss V ( 0,5 mg/l); beaker glass VI ( 1,0 mg/l); beaker glass VII ( 1,5 mg/l) dan beaker glass VII (0,2 mg/l).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(47)

a. ICP (Inductively Couple Plasma) b. Spectrofotometer

c. Jartester d. Aerator

e. Alat - alat gelas

(48)

3.6.2. Teknik Penurunan Kadar Besi (Fe)

Pada penelitian ini ada tiga cara teknik penurunan kadar Besi (Fe) yang akan dijabarkan di bawah ini

3.6.2.1. Cara Aerasi Bertingkat

Teknik penurunan kadar Besi (Fe) dengan cara Aerasi Bertingkat ini dimana air sumur dipompakan ke menara Aerasi Bertingkat setinggi 6 m kemudian dialirkan ke bawah secara grafitasi melewati tingkatan aerasi yang disusun secara zig-zag lalu disaring dan ditampung dalam bak dengan ukuran 2 m x l,25m x 1 m kemudian dianalisa kadar besinya dengan alat ICP, pada tahap ini kadar Besi (Fe) rata - rata masih tinggi yaitu 5,50 mg/1 atau persen penurunan 28,5 % belum memenuhi syarat sebagai baku mutu air bersih (Permenkes no. 416 tahun 1990), hal ini dimungkinkan bahwa kurangnya waktu aerasi sehingga CO2 dan O2 yang ada di udara bebas tidak

tertangkap secara maksimal oleh besi yang ada di dalam air.

(49)

3.6.2.2. Cara Aerator

Teknik penurunan kadar besi (Fe) cara aerator, siapkan 6 buah beaker glass yang masing - masing diisi sampel air 500 ml selanjutnya di aerasi dengan alat aerator pada kapasitas pompa 1,2 1/menit. Pada beaker glass I lama aerasi 5 menit, beaker glass II lama aerasi 10 menit, beaker glass III lama aerasi 15 menit, beaker glass IV lama aerasi 20 menit, beaker glass V lama aerasi 30 menit, beaker glass VI lama aerasi 60 menit, lalu disaring dengan kertas saring dan hasil saringan dianalisa kadar besinya dengan menggunakan alat ICP, lama waktu aerasi 20 menit terjadi penurunan kadar besi (Fe) yang maksimal, untuk menghindari kesalahan pada proses aerasi dilakukan pengulangan sebanyak lima kali masing - masing pada waktu 20 menit kemudian disaring dan dianalisa kadar besi selanjutnya di rata - ratakan hasil analisa kadar besi.

3.6.2.3. Cara Oksidator (KMnO4)

Teknik penurunan kadar besi (Fe) dengan cara oksidator (KMnO4) dilakukan

(50)

angkat pengaduk alat jartes lalu saring dengan kertas saring dan hasil saringan dianalisa kadar besinya dengan menggunakan alat ICP, dosis oksidator (KMnO4) 1,2

ppm terjadi penurunan kadar besi (Fe) yang maksimal, untuk menghindari kesalahan pada proses ini dilakukan pengulangan sebanyak lima kali masing - masing pada dosis 1,2 ppm kemudian disaring dan dianalisa kadar besi selanjutnya di rata -ratakan hasil analisa kadar besinya.

3.6.3. Analisa Besi Dalam Air

Pada penelitian ini analisa besi (Fe) dalam air dilakukan dengan alat ICP (Inductively Couple Plasma). Dengan adanya aliran gas argon dan medan magnet frekwensi tinggi terbentuklah plasma yang akan menyebabkan atom/ion besi (Fe) mengalami eksitasi (berpindahnya elektron terluar ke lintasan energi yang lebih tinggi). Atom/ion yang tereksitasi akan segera kembali ke kondisi ground state (kondisi energi terendah). Pada saat kembali ke gound state tersebut terjadi pelepasan energi berupa cahaya, dimana intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan konsentrasi atom/ion besi (Fe).

3.6.4. Cara kerja (Standart methode, 1995).

1. 100 ml sample dimasukan dalam beaker glass.

(51)

3. Dilakukan pengukuran dengan mencelupkan selang pengukuran ke dalam sampel.

4. 1CP akan melakukan pembacaan konsentrasi. 5. Hasil akan langsung ditampilkan di layer komputer.

3.7. Metode Analisis Data

(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan berasal dari satu sumur gali dari Mesjid NuruJ Hakim di Dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Lokasi Mesjid terletak di sebelah barat berbatasan dengan kebun kelapa sawit milik PTPN IV Adolina, di sebelah utara berbatasan dengan perumahan penduduk, di sebelah timur berbatasan dengan areal persawahan dan di sebelah selatan berbatasan dengan perumahan penduduk.

Dusun IV Desa Jambur Pulau ini mempunyai jumlah penduduk 216 jiwa yang terdiri dari 88 kepala keluarga (KK). Penduduk yang menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih sebanyak 60 KK dan yang menggunakan sumur bor sebagai sumber air bersih sebanyak 28 KK.

(53)

4.2. Hasil Optimalisasi Perlakuan Perbedaan Penurunan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur Dengan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator Dan Oksidator (KMnO4)

4.2.1. Optimalisasi Cara Aerasi Bertingkat Tabel 4.1 Optimalisasi Aerasi Bertingkat

Kapasitas Pompa (1/menit)/ Fe (mg/1) NO. Perlakuan /

% Penurunan 30 35 40

1. Kontrol 7,62 7,62 7,62

2. Aerasi Bertingkat I 5,42 5,78 6,71

3. % Penurunan 28,87 24,15 11,94

Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pada kapasitas pompa 30 1/menit kadar Besi (Fe) menjadi 5,42 mg/1 terjadi penurunan 28,87 %, pada kapasitas pompa 35 1/menit kadar Besi (Fe) 5,78 mg/1 terjadi penurunan 24,15 %, pada kapasitas pompa 40 1/menit (maksimal) kadar Besi (Fe) 6,71 mg/1 terjadi penurunan 11,94 % yang semula kadar Besi (Fe) rata - rata 7,62 mg/1.

Pada Optimalisasi Cara Aerasi Bertingkat ini hanya dilakukan 3 kali perlakuan karena semakin kecil kapasitas pompa tidak akan mampu memompakan air dengan ketinggian Aerasi Bertingkat yang mencapai 8 m.

(54)

Untuk meningkatkan Efektifitas perlakuan Aerasi Bertingkat maka proses Aerasi Bertingkat dilakukan sebanyak dua tahap. Dengan cara ini diperoleh hasil :

Tabel 4.2. Hasil Perlakuan cara Aerasi Bertingkat tahap I dan tahap II

Kadar Fe (mg/1)

2. Aerasi Bertingkat

I

5,41 29,0 5,47 28,2 5,51 27,7 5,42 28,7 5,42 28,7 5,50 28,5

3. Aerasi Bertingkat

II

0,92 83,3 0,89 83,8 1,10 80,0 1,01 81,6 0,92 83,3 0,97 82,4

(55)

4.2.2. Optimalisasi Cara Aerator Tabel 4.3. Optimalisasi Cara Aerator

Waktu Aerasi (Menit) / Fe (mg/l) No.

Perlakuan/ % Penurunan

5 10 15 20 30 60

1. Kontrol 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62

2. Aerator 5,40 5,51 5,47 5,37 5,67 5,43

3. % Penurunan 92,00 27,69 28,22 29,53 25,59 28,74

Tabel 4.3. terlihat bahwa perlakuannya yang dibuat berdasarkan waktu Aerasi (menit) maka diperoleh hasil pada waktu aerasi 5 menit kadar Besi (Fe) 5,40 mg/1 terjadi penurunan 29,00 %, pada waktu 10 menit kadar Besi (Fe) 5,51 mg/1 terjadi penurunan 27,69 %, pada waktu 15 menit kadar Besi (Fe) 5,47 mg/1 terjadi penurunan 28,22 %, pada waktu 20 menit kadar Besi (Fe) 5,37 mg/1 terjadi penurunan 29,53 %, pada waktu 30 menit kadar Besi (Fe) 5,67 mg/1 terjadi penurunan 25,59 %, pada waktu 60 menit kadar Besi (Fe) 5,43 mg/1 terjadi penurunan 28,74 %.

(56)

4.2.3. Optimalisasi Cara Oksidator (KMnO4 0,1%) Tabel 4.4. Optimalisasi Oksidator (KMnO4 0,1%)

Dosis KMnO4 (mg/l)

No.

Perlakuan/ % Penurunan

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 1 1,5 2,0 1. Kontrol 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62 2. Oksidator

(KMnO4)

5,13 4,48 4,97 4,54 4,31 4,20 1,97 1,99 3. % Penurunan 32,68 36,09 34,78 40,42 43,44 44,88 74,15 73,88

Pada tabel 4.4. di atas terlihat bahwa pada dosis 0,1 mg/1 kadar Besi (Fe) 5,13 mg/1 terjadi penurunan 32,68 %, pada dosis 0,2 mg/1 kadar Besi (Fe) 4,48 mg/1 terjadi penurunan 36,09 %, pada dosis 0,3 mg/1 kadar Besi (Fe) 4,97 mg/1 terjadi penurunan 34,78 %, pada dosis 0,4 mg/1 kadar Besi (Fe) 4,54 mg/1 terjadi penurunan 40,42 %, pada dosis 0,5 mg/1 kadar Besi (Fe) 4,31 mg/1 terjadi penurunan 43,44 %, pada dosis 1,0 mg/1 kadar Besi (Fe) 4,20 mg/1 terjadi penurunan 44,88 %, pada dosis 1,5 mg/1 kadar Besi (Fe) 1,97 mg/1 terjadi penurunan 74,15 %, pada dosis 2,0 mg/1 kadar Besi (Fe) 1,99 mg/1 terjadi penurunan 73,88 %.

Hasil optimalisasi cara Oksidator (KMnO4) di atas maka yg paling optimal

(57)

4.3. Hasil Perlakuan Perbedaan Penurunan Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur Dengan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator Dan Oksidator (KMnO4)

Tabel 4.5. Kadar Fe setelah dilakukan perlakuan dengan menggunakan Cara Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4 0,1 %)

Kadar Fe (mg/1) / Ulangan

No. Perlakuan 1 2 3 4 5 X

1. Kontrol 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62 7,62 2. Aerasi Bertingkat 0,92 0,89 1,10 1,01 0,92 0,97

3. Aerator 5,37 5,32 5,32 5,34 5,32 5,33 4. Oksidator (KMnO4) 1,97 1,92 1,90 1,88 1,92 1,92

Tabel 4.5. di atas dengan cara Aerasi Bertingkat bahwa dalam 5 kali pengulangan pada kapasitas pompa 30 I/ menit didapat kadar Besi (Fe) rata - rata 0,97 mg/1 dan terjadi penurunan rata - rata sebesar 82,4 %, dengan cara Aerator bahwa dalam 5 kali pengulangan pada waktu 20 menit didapat kadar Besi (Fe) rata -rata 5,33 mg/1 dan terjadi penurunan rata - rata sebesar 29,99 %, dan dengan cara Oksidator (KMnO4 0,1 %) bahwa dalam 5 kali pengulangan pada dosis 1,5 mg/1 didapat kadar

Besi (Fe) rata - rata 1,92 mg/1 dan terjadi penurunan rata -rata sebesar 74,83 %.

(58)

4.4. Analisis Data

Analisa data statistik dilakukan dengan menggunakan uji Anova dimana variabel independen adalah Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) dan

variabel dependen Penurunan kadar Fe. Hasil uji statistik dapat dilihat pada table 4.6. dibawah ini:

Tabel 4.6. Distribusi Rata-Rata Kadar Besi (Fe) Berdasarkan Cara Perlakuan Pada Air Sumur di Dusun IV Desa Jambur Pulau Keeamatan Perbaungan Tahun 2009.

Cara Pengolahan Mean 95% CI p-value

Kontrol 7,6200 7,6200-7.6200

Aerasi Bertingkat 0,9680 0,8607-1,0753

Aerator 5,3340 5,3068-5,3612

Oksidator 1,9600 1,8764-1,9596

0,000

(59)

Tabel 4.7. Distribusi Perbedaan Rata-Rata dari Masing- Masing Cara Perlakuan Pada Air Sumur di Dusun IV Desa Jambur Pulau Keeamatan Perbaungan Tahun 2009.

Perlakuan

(Analis Bonferroni) Mean p-value Kontrol (1) (2)

Pada table 4.7. terlihat bahwa nilai probabilitas adalah 0,00 oleh karena nilai probabilitasnya < 0,05, maka Ho ditolak atau perbedaan nyata diantara rata-rata kadar Fe Kontrol dan Aerasi Bertingkat, Kontrol dan Aerator, Kontrol dan Oksidator (KMnO4), Aerasi Bertingkat dan Aerator, Aerasi Bertingkat dan Oksidator (KMnO4),

(60)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Cara Aerasi Bertingkat

Pada hasil penelitian dengan menggunakan cara Aerasi Bertingkat tahap pertama dari sumur gali di Mesjid Nurul Hakim Dusun IV Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dengan kapasitas pompa 30 1/menit diperoleh hasil kadar Besi (Fe) rata - rata 5,50 mg/1 dan persen penurunan 28,5 % dengan kadar Besi (Fe) awal rata - rata 7,62 mg/1, artinya setelah dilakukan oksidasi dengan cara Aerasi Bertingkat tahap pertama terjadi penurunan konsentrasi besi (Fe) menjadi 5,50 mg/1. Cara Aerasi Bertmgkat tahap kedua diperoleh hasil kadar Besi (Fe) rata - rata 0,97 mg/1 persen penurunan 82,4%, artinya setelah dilakukan oksidasi dengan cara Aerasi Bertingkat tahap kedua terjadi penurunan konsentrasi besi (Fe) menjadi 0,97 mg/1. Penurunan kadar Besi (Fe) disebabkan oleh adanya proses oksidasi, dimana air yang dipompakan ke atas kemudian dialirkan ke bawah dengan melewati tingkatan aerasi yang disusun zig - zag setinggi 6 m, dalam proses ini Besi (Fe) yang ada dalam air akan berikatan dengan O2 yang ada di udara

bebas akan membentuk senyawa Besi (Fe) yang tidak larut.

(61)

ditetapkan dalam Permenkes no. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat kualitas air bersih yaitu 1,0 mg/1.

Menurut Helmer dan Dahi (1988) kadar Besi (Fe) yang tinggi di dalam air disebabkan karena pada umumnya air tanah mempunyai konsentrasi karbon dioksida (CO2) yang tinggi yang menyebabkan zat Besi (Fe) yang sukar larut dalam air menjadi mudah larut dalam bentuk ion besi yang bervalensi dua (Fe2+), karena FeO yang ada dalam air akan bereaksi dengan CO2 membentuk Fe(HCO)2 yang larut

dalam air, seperti reaksi berikut ini:

FeO + H2O + 2CO2 Fe(HCO)2

Proses penghilangan besi pada prinsipnya adalah proses oksidasi, yaitu menaikkan tingkat oksidasi oleh suatu oksidator dengan tujuan merubah bentuk besi terlarut menjadi bentuk besi tidak larut (endapan). Endapan yang terbentuk dihilangkan dengan proses sedimentasi dan atau filtrasi.

Air tanah dalam biasanya memiliki karbondioksida dengan jumlah yang relatif banyak, dicirikan dengan rendahnya pH, dan biasanya disertai dengan kadar oksigen terlarut yang rendah atau bahkan terbentuk suasana anaerob. Pada kondisi ini, sejumlah ferri karbonat akan larut sehingga terjadi peningkatan kadar besi ferro (Fe2+) di perairan. Pelarutan ferri karbonat ditunjukkan dalam persamaan reaksi.

FeCO3 + CO2 + H2O Î Fe2+ + 2 HCO3

(62)

organik yang berlebihan. Jadi, di perairan, kadar besi (Fe2+) yang tinggi berkorelasi dengan kadar bahan organik yang tinggi; atau kadar besi yang tinggi terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen (Cole, 1988).

5.2. Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan menggunakan Cara Aerator

Pada hasil peneliti penurunan kadar Besi (Fe) dengan menggunakan cara Aerator dengan kapasitas pompa aerator 1,2 1/menit dalam waktu aerasi 20 menit seperti dalam tabel 4.5. diperoleh hasil kadar Besi (Fe) 5,33 mg/1 persen penurunan 29,9 %, artinya setelah dilakukan oksidasi dengan cara Aerator terjadi penurunan konsentrasi besi (Fe) menjadi 5,33 mg/1.

Penurunan kadar Besi (Fe) dalam hal ini disebabkan oleh terjadinya proses oksidasi, dimana udara di injeksi (difuser) secara langsung dengan alat aerator yang berbentuk gelembung - gelembung udara di dalam air sehingga Besi (Fe) yang ada di dalam air akan berikatan dengan O2 dari udara yang di injeksikan alat aerator tersebut

disamping itu gelembung - gelembung udara ini akan melepaskan karbon dioksida (CO2) yang ada dalam air.

Kecepatan oksidasi Fe (II) oleh oksigen sangat rendah dalam kondisi nilai pH rendah. Dalam hal ini pH perlu dinaikkan dengan mengurangi konsentrasi CO2 atau

dengan penambahan alkali (kapur).

(63)

penyaring seperti arang, koral atau butiran pasir, pada unit "Aerator kontak dan Filter kontak" diduga berlaku sebagai katalis bagi reaksi oksidasi (BPPT, 2004).

Agak sulit dalam mengukur kecepatan oksidasi besi (II) menjadi bentuk yang dapat disaring, karena kehadiran zat pereduksi lainnya. Walaupun demikian kecepatan pengendapan dan aglomerasi Fe (II) yang terkandung di dalam air alam, lebih lambat dari perkiraan teoritis. Hal ini memberi gambaran bahwa ada rintangan seperti reduksi besi (III) oleh zat organik dan zat pereduksi lainnya. Rintangan ini tetap ada sampai seluruh zat organik teroksidasi dan endapan yang terbentuk akan stabil.

Waktu oksidasi pada beberapa instalasi dapat dipersingkat akibat efek katalis seperti:

1. Deposit yang ada

2. Keberadaan anion-anion tertentu (terutama silikat dan fosfat)

3. Katalis logam yang digunakan pada air yang diolah, sebagai contoh sedikit kupri sulfat akan sangat berpengaruh terhadap oksidasi besi oleh oksigen atau oksidator kimia lainnya

4. Beberapa proses biologis

5. Keberadaan asam humus akan memperlambat oksidasi besi.

(64)

53. Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Cara Oksidator (KMnO4)

Pada hasil penelitian penurunan kadar Besi (Fe) dengan menggunakan cara Oksidator (KMnO4 0,1 %) dengan dosis 1,5 mg/1 yang dilakukan dengan alat

jartester dimana 5 menit pertama dengan kecepatan putaran 120 - 150 rpm kemudian dilanjutkan dengan kecepatan putaran 40 - 50 rpm selama 15-20 menit diperoleh hasil kadar Besi (Fe) rata - rata 1,92 mg/1 persen penurunan 74,8 %, artinya setelah dilakukan oksidasi dengan cara Oksidator (KMnO4) terjadi penurunan konsentrasi

besi (Fe) menjadi 1,92 mg/1.

Penurunan kadar Besi (Fe) dengan cara Oksidator (KMnO4 0,1 %) disebabkan

oleh pada dosis 1,5 mg/1 adalah dosis yang sangat optimal membentuk senyawa Fe yang tidak larut di dalam air dan terjadi reaksi keimbangan (Stoikhiometri) seperti reaksi berikut:

5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 5 Fe3+ + 4 H2O

5 Fe3+ + 15 H2O 5 Fe (OH)2 + 15 H+

3 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ ——> 3 Fe3+ + Mn4+ + 4 H2

Kecepatan oksidasi Fe (II) oleh oksigen sangat rendah dalam kondisi nilai pH rendah. Dalam hal ini pH perlu dinaikkan dengan mengurangi konsentrasi CO2 atau

dengan penambahan alkali (kapur).

(65)

trihidroksida adalah lebih rendah dibandingkan dengan senyawa Fe (II) karbonat (BPPT, 2004).

Proses penghilangan besi pada prinsipnya adalah proses oksidasi, yaitu menaikkan tingkat oksidasi oleh suatu oksidator dengan tujuan merubah bentuk besi terlarut menjadi bentuk besi tidak larut (endapan). Endapan yang terbentuk dihilangkan dengan proses sedimentasi dan atau filtrasi (BPPT, 2004).

5.4. Hasil Analisis Uji Statistik

Berdasarkan uji statistik uji Anova one way nilai probabilitas 0,00 lebih kecil dari nilai a (0,00 < 0,05) dengan demikian ada perbedaan nyata diantara masing-masing perlakuan aerasi bertingkat, aerator dan oksidator. Karena kadar Fe rata-rata dari ke lima pengulangan tersebut berbeda nyata, maka dapat dinyatakan bahwa proses Aerasi Bertingkat, Aerator dan Oksidator (KMnO4) berpengaruh untuk

menurunkan kadar besi (Fe) pada air sumur. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yang paling memenuhi syarat menurut Permenkes No. 416/Menkes/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan air bersih adalah dengan cara Aerasi Bertingkat.

(66)

Kecamatan Ngawi bahwa berdasarkan uji Anova ada pengaruh kaporit dalam menurunkan kadar besi (Fe) pada air sumur.

5.5. Efek besi Terhadap Kesehatan

Besi (Fe) adalah metal berwarna putih kecoklatan, Hat dan dapat dibentuk, di alam didapat sebagai hematite, di dalam air minum besi menimbulkan rasa, warna kuning, pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan.

Besi dibutuhkan oleh tubnh manusia dalam pembentukan haemoglobin, banyaknya besi di dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi, tubuh manusia tidak dapat mengekskresikan besi, karenanya bagi mereka yang sering mendapat transpusi darah, warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi besi (Fe).

Sekalipun besi (Fe) diperlukan oleh tubuh manusia, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus, kematian sering kali disebabkan oleh rasaknya dinding usus ini, debu besi juga dapat terakumulasi di dalam alveoli dan dapat menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru (Soemirat; 2004)

5.6. Keterbatasan Penelitian

Pada pelaksanaan dan hasil penelitian terdapat beberapa keterbatasan - keterbatasan seperti

1. Tidak dilakukannya pengukuran terhadap kelembaban udara

2. Tidak dilakukannya pengukuran kandungan oksigen di udara.

(67)

dalam air pada proses aerasi, pada kelembaban yang tinggi akan semakin banyak oksigen yang masuk ke dalam air yang pada akhirnya akan memperkaya kandungan oksigen dalam air untuk melakukan oksidasi Fe+ (Ferro) di Fe3+ (Ferri) (BPPT, 2004).

(68)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Penurunan kadar Besi (Fe) dengan menggunakan cara Aerasi Bertingkat dengan kapasitas pompa 30 1/menit adalah sebesar 82,4 %, dengan penurunan kadar Besi (Fe) menjadi 0,97 mg/1.

2. Penurunan kadar Besi (Fe) dengan menggunakan cara Aerator dengan kapasitas pompa 1,2 1/menit dan waktu aerasi 20 menit sebesar 29,9 %, dengan penurunan kadar Besi (Fe) menjadi 5,33 mg/1.

3. Penurunan kadar Besi (Fe) dengan menggunakan cara Oksidator (KMnO4)

dengan dosis 1,5 mg/1 adalah sebesar 74,4 %, dengan penurunan kadar Besi (Fe) menjadi 1,92 mg/1.

4. Teknologi yang dapat menurunkan kadar Besi (Fe) pada air sumur sampai memenuhi syarat kesehatan adalah menggunakan cara Aerasi Bertingkat (sesuai dengan Permenkes No 146/Menkes/IX/ Tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih)

5. Berdasarkan uji Anova terdapat nilai probabilitas 0,00 < nilai α (0,05)

(69)

6.2 Saran

1. Kepada Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten untuk memberikan informasi atau penyuluhan secara berkala kepada masyarakat tentang bahaya air sumur yang mengandung kadar besi (Fe) tinggi.

2. Disarankan kepada kepala Desa Jambur Pulau untuk melakukan pengolahan sir sumur dengan cara Aerasi Bertingkat karena hasil akhir dari Aerasi Bertingkat sesuai dengan syarat kesehatan (Permenkes No 416/Menkes/IX/ Tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih)

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti Nanik. 2001. Pengaruh Pengolahan Air Dengan Sistim Aerasi Bertingkat dan Filter Ziolit Terhadap Kadar Best dan Mangan di Sumur Gall Desa Poncosari, Sondokan, Bantut. Skripsi. Tidak Diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Azwar, Azrul. 1995. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan ke tujuh. PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2004. Teknologi Pengolahan Air Bersih. Jakarta.

Burger. Craig A, Shakelford, Charles D. 2001. Soil Water Characteristic Curves and Dual Porosity of Sand.

Canidian Council of Resource and Enviroment Ministers. 1987. Canidian Water

Quality, Canidian Council of Resource and Enviroment Ministers, Ontario,

Canada.

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Cole, G.A. 1988. TexbookofLimnologi. Third Edition. Waveland Press, Inc., Illionis, USA. 401 p.

Degreemont 1979. Water Treatment Hand Book. John Wiley & Sons. Toronto.

Depkes RI 1990. Pedoman Penggunaan Dan Pemeliharaan Sarana Penyediaan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan. Ditjen PPM&PL. Jakarta.

__________1990. Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990 Tentang Syarat - Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih. Depkes RI. Jakarta.

Diatomaceous Earth Mixtures. Journal of Geotechnical and Geoenviromental Engeneering. Vol 36. USA. P:790-800.

(71)

Eaton, Andrew D. 1995. 19 Edition. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater.

Effendi, Hefiai. 2003. Telaah KualitasAir. Kanisius. Jogjakarta. Hadi, Sutrisno.1990. Statistik. Andi Offset. Yogyakarta.

Hastono, sutanto Priyo. 2001. ModulAnalisa Data. FKM-UI Depok.

Helmer, R, and Dahi, E. 1988, WHO/ DANIDA Course on Surveillance and Drinking Water Quality in Rural Arears : Course Manual for use in

Yogyakarta, Indonesia, WHO Division of EH and Technical University of

Denmark Centre foe Developing Countries , Geneva & Copenhagen.

Juli Soemirat. 2003. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Bandung. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Jakarta

Santoso, Singgih. 1999. SPSS; Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Alex Media Komputindo. Jakarta.

______________.2000. Buku Latihan SPSS ; Statistik Parametrik. PT Alek Media Komputindo. Jakarta.

Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Suprapto, J., 1994 Statistik Teori DanAplikasi. Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Suriawiria, Unus. 1996. Air DalamKehidupan dan Lingkungan. Alumni. Bandung

Rahayu Tuti, 2003, Karakteristik Air Sumur Dangkal Di Wilayah Kartasura Dan Upaya Penjernihannya, MIPA Volume 14 No. 1 Januari 2004 : 40-51.

(72)

Air Sumur

(Analisa Kader Fe)

Gambar Lampiran 1 Bagian Alir Desain Penelitian

Air Dipompa Beaker Glass Beaker Glass

Aerasi Bertingkat (Gravitasi)

Filtrasi

Difuser + KMnO4

(Motor Aerator ) (Aduk / Jartester)

Analisa Kadar Fe

Filtrasi Filtrasi

(73)

(74)

Gambar 3 Alat Jartester

(75)

Gambar Lampiran 4 Alat Aerator

(76)

No. Kadar Fe Perlakuan

Gambar Lampiran 5 Mater Data Hasil Penelitian Keterangan: 1. Kontrol

2. Aerasi Bertingkat 3. Aerator

(77)

Lampiran 6

HASIL OUT PUT UJI STATISTIK ANOVA

Oneway

Test of Homogeneity of Variances

(78)

Multiple Comparisons

Dependent Variable : Kadar Fe

95% Confidence

Gambar

Gambar 1 Skema bentuk besi dalam air (BPPT, 2004)
Tabel 2.1. Dosis Teoritis dan Teknis Oksidan
Gambar 2. Solubilitas Besi Didalam Air  Sebagai Fungsi pH Pada Nilai Alkalinitas Rata-rata (Soemirat, 2004)
Gambar 3. Kerangka Konsep penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dilakukan untuk lebih mengoptimalkan lintasan kerja agar lebih efektif sehingga dapat mencapai kapasitas produksi yang lebih baik dari pada hasil sebelumnya, sehingga

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara bahwa guru-guru di kelas 1,2,3 kesulitan dalam menggunakan media pembelajaran berbasis TIK hal ini dikarenakan durasi yang

Sediaan krim ekstrak ikan kutuk memberikan efek yang sama dengan efek yang diberikan oleh Bioplacenton, hal ini ditunjukkan dengan pada hari ke-7, rerata jumlah makrofag

Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia sejatinya telah meluas dalam kehidupan masyarakat. Penjatuhan sanksi pidana penjara oleh hakim tindak pidana korupsi tidak

LAPAS ini merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang pemasyarakatan pada wilayah kerja Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah.

Kendala-Kendala yang ditemukan dalam Pelaksanaan Remisi di dalam Sistem Pemasyarakatan Sebagai Pemberian Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kutoarjo belum melakukan pembinaan secara khusus bagi anak yang melakukan tindak pidana pencabulan dengan beberapa alasan

Kemudian secara normatif, penggunaan istilah pembimbing kemasyarakatan dimuat dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menyebutkan