• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Potensi Energi PLTM Sungai Cikidang di Kabupaten Lebak Provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Potensi Energi PLTM Sungai Cikidang di Kabupaten Lebak Provinsi Banten"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

TOGI MANGISI HAMONANGAN SAGALA

087016015/ TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

TOGI MANGISI HAMONANGAN SAGALA

087016015/ TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 087016015

Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc. )

Ketua Program Studi

( Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE )

Dekan

( Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME )

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc

Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE

2. Ir. Syahrizal, MT

(5)

Sungai Cikidang yang terletak di Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten memiliki potensi untuk dijadikan PLTM karena memiliki debit air dan tinggi jatuh air yang potensial. UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan mengamanatkan bahwa perlu dikembangkan energi terbarukan seperti tenaga air dan pihak swasta didorong untuk ikut berinvestasi dalam penyediaan tenaga listrik. Masih banyaknya daerah yang belum tersentuh listrik mendorong badan usaha untuk membangun PLTM terutama di daerah hulu.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengecek nilai debit andalan dan debit banjir sungai Cikidang serta tinggi jatuh air yang optimal untuk lokasi studi rencana PLTM agar dapat berjalan secara berkelanjutan. Selain itu desain infrastruktur utama PLTM-nya dievaluasi untuk meninjau keberlanjutan operasionalnya kelak. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksploratif kuantitatif dan deskriptif yang diawali dengan pengumpulan data-data antara lain curah hujan, catatan automatic water level recorder (AWLR), klimatologi, topografi dan peta rupa bumi Indonesia.

Debit banjir 100 tahun yang dianalisa dengan menggunakan tiga metode yaitu metode HSS Nakayasu, metode Weduwen dan metode MAF mengindikasikan rentang debit banjir antara 55 m3/detik sampai dengan 114,04 m3/detik. Debit banjir terbesar digunakan sebagai dasar untuk mendesain bangunan bendung. Debit andalan 80% DAS Sungai Cikidang yang diestimasi dengan menggunakan tiga metode yaitu metode NRECA, metode F. J. Mock, dan Kurva Durasi Debit mengindikasikan rentang debit andalan antara 2,00 m3/detik sampai dengan 2,19 m3/detik. Nilai debit andalan digunakan sebagai dasar untuk mendesain bangunan sadap/ intake, bangunan penangkap pasir/ sand trap, saluran penghantar air/ waterway, bangunan penenang/

headpond dan pipa pesat/ penstock.

Dengan debit andalan sebesar 2,1 m3/detik, tinggi jatuh air 59,14 meter dan efisiensi turbin dan generator 83% maka potensi PLTM yang diestimasi adalah 1,01 MW. Tarif minimum listrik yang dihitung berdasarkan suku bunga 15%, lama proyek 1 tahun dan umur bangunan 30 tahun adalah Rp. 540/ kWh. Dengan total investasi Rp. 21.152.000.000,00 maka dengan metode NPV pada tingkat bunga 15% pengembalian investasi akan terjadi pada tahun ke-6.

(6)

Cikidang river is located in Cisungsang Village, subdistrict of Cibeber, district of Lebak, Banten Province, is potential for minihydro power plant because of the water flow and water fall height have a potential. Law no. 30/ 2009 about electricity recommended that the development of renewable energy is important and private parties are encouraged to participate in the investment of electricity power generation. There is still much area which do not have access to electricity are abundant especially in remote upstream area.

The objective of this research is to check the reliable discharge, extreme discharge and optimum water fall height of Cikidang River for planned study location for sustainability. And the main infrastructure of minihydro power plant is designed to assess the reliability of subsequent operation. Explorative, quantitative and descriptive are used in this study which starts with collecting data of rain fall, automatic water level recorder (AWLR), climatology, topography, and Indonesia earth map.

The extreme discharge level of 100 years period under analysis was taken by using three methods i.e.,: HSS Nakayasu, Weduwen and MAF methods, indicating the extreme flow ranges between 55 m3/sec to 114.04 m3/sec. The reliable discharge of river catchment area of Cikidang River estimated by using three methods,i.e.: NRECA, F.J.Mock and level duration curve methods, indicating the reliable discharge ranges between 2.00 m3/sec until 2.19 m3/sec. The reliable discharge value was used to design intake building, sand trap, waterway, heapond and penstock.

With reliable discharge of 2.1 m3/sec, water fall height of 59.14 m and the turbined and generator efficiency of 83% the estimated power of minihydro power plant would be 1.01 MW. Based on discounted rate 15%, construction time 1 year and building plans period 30 years the minimum electric tariff produced would be Rp. 540/kWh. With total investment of Rp. 21,152,000,000.00, NPV method with 15% discounted rate indicate that the return period of investment would be 6 years.

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa di Surga, karena berkat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Tesis dengan judul “Kajian Potensi Energi PLTM Sungai Cikidang di Kabupaten Lebak Provinsi Banten” ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Bidang Manajemen Prasarana Publik, Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini membahas tentang penelitian potensi energi PLTM di Sungai Cikidang dengan pengumpulan data eksploratif kuantitatif dan deskriptif. Dengan meneliti dan mengetahui daya listrik yang dihasilkan, infrastruktur utama PLTM dan tarif minimum listrik maka didapat suatu kesimpulan akhir yang berupa kelayakan atau tidaknya suatu PLTM.

Penulis merasa penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing I dan Almarhum Ir. Sufrizal, M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan dan kesabaran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE sebagai Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara juga sebagai Dosen Pembanding dan Penguji. Bapak Ir. Syahrizal, MT, Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT dan Bapak Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT sebagai Dosen Pembanding dan Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan tesis ini, serta seluruh dosen di Magister Teknik Sipil USU.

Seluruh staf di PT. Bukaka Teknik Utama yang sudah membantu untuk memperoleh data-data yang diperlukan, terutama kepada Bapak Ir. Dhani Irwanto dan Bapak Ir. Astra Djamal.

Orangtuaku Ir. L. M. Sagala dan Bertha S. Sitanggang dan adikku Theodora R. E. Sagala, SE. yang telah memberikan dukungan secara moral dan doanya yang selalu menyertai.

Teman-teman di Magister Teknik Sipil USU konsentrasi Manajemen Prasarana Publik angkatan 2008 dan Pak Yun yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis menempuh pendidikan hingga selesai.

(8)

referensi bagi pengambil kebijakan serta untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2012

(9)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi. Sepanjang

pengetahuan saya juga, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diakui dalam naskah ini

disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2012

Togi Mangisi Hamonangan Sagala

(10)

A. DATA PRIBADI

Nama : Togi Mangisi Hamonangan Sagala

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 30 Desember 1984

Alamat : Jl. Buku Lrg. Gereja No. 30–A Medan-Sumut

Agama : Kristen

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

TK El Patisia Medan 1988-1990

SD St. Antonius 4 Medan 1990-1996

SMP St. Thomas 1 Medan 1996-1997

SMPN 2 Warmare, Kecamatan Prafi, Manokwari 1997-1999

SMUN 4 Medan 1999-2002

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil USU 2002-2005

Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Prasarana Publik

USU Medan 2008-2012

C. RIWAYAT PEKERJAAN

PT. Mandariny Mitra Kencana, Jakarta 2007-2008

PT. Gaol Maju Jaya, Medan 2008-2009

(11)

ABSTRAK……….…...

ABSCTRACT………...……….

KATA PENGANTAR………..……..

PERNYATAAN………..…...

RIWAYAT HIDUP………...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...…..

DAFTAR NOTASI…..………... i

ii

iii

v

vi

vii

xi

xiii

xvi

xvii

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan……….………...……….... 3

1.3 Maksud dan Tujuan... 4

1.4 Kerangka Konseptual………...…….... 1.5 Metodologi dan Pembatasan Masalah... …………. 4 5 1.6 Sistematika Penulisan... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Dasar Hukum PLTA/ PLTM... 8

2.1.1 Kelebihan dan Kekurangan PLTA ……….… 2.2 Klasifikasi PLTA... 8 9 2.3 Potensi Energi Air di Indonesia... 13

2.4 Infrastruktur Utama yang ada di PLTM... 14

2.5 Analisa Hidrologi...

2.5.1 Hujan Wilayah (Area Rainfall)...

16

(12)

2.5.5 Uji Kecocokan...

2.9 Penghitungan Daya yang Dihasilkan...

2.10 Optimisasi Skala Pembangkit...

(13)

3.2 Metodologi Penelitian……….…...…..

4.3 Analisa Distribusi Frekuensi Curah Hujan...

(14)

4.12.1 Bangunan bendung/ weir... 4.12.2 Bangunan pengambil/ intake... 4.12.3 Bangunan penangkap pasir/ sand trap... 4.12.4 Bangunan pengantar/ waterway... 4.12.5 Bangunan penenang air/ headpond……….

4.12.6 Bangunan pipa pesat/ penstock……… 4.12.7 Bangunan rumah turbin/ power house……….

BAB 5 POTENSI ENERGI...

85

88

90

91

93

94

95

96

5.1 Lokasi Alternatif...

5.2 Daya Listrik yang Dihasilkan...

5.3 Metode NPV ………..….. 96

98

100

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………..…..

6.1 Kesimpulan ...

6.2 Saran...

DAFTAR PUSTAKA ………..……

LAMPIRAN

103

103

104

(15)

Nomor

Potensi tenaga air di Indonesia...

Nilai kritis Chi-squared ……….……

Nilai kritis uji Smirnov-Kolmogorov ……….……..

Nilai koefisien limpasan (koefisien pengaliran)...

Nilai faktor pembesar (C)...

Data klimatologi rerata daerah penelitian ……….……

Nama dan posisi stasiun hujan...

Data curah hujan tahunan dan kumulatifnya...

Curah hujan wilayah DAS Cikidang...

Curah hujan wilayah dengan harga logaritmik...

Pengujian Chi–Square test terhadap distribusi log Pearson

III...

Tabel Uji Smirnov–Kolmogorov...

Tabel perhitungan analisa frekuensi...

Hasil interpolasi Cs ………..………….

Perhitungan hujan dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50

dan 100 tahun……….………

Curah hujan pada jam ke T…………...

Pola distribusi curah hujan pada jam ke-T...

Hasil perhitungan analisa hidrograf satuan...

Hasil analisa debit banjir DAS Cikidang...

Perhitungan debit banjir metode Weduwen...

Perhitungan debit banjir yang terlampaui...

Perhitungan periode ulang debit banjir DAS Cikidang...

(16)

4.22

4.23

4.24

4.25

4.26

5.1

5.2

Resume metode F. J. Mock ……….………..

Resume kurva durasi debit...

Rekapitulasi perhitungan debit andalan ………

Koefisien kekasaran Manning ………..……….

Perhitungan trial and error untuk menghitung muka air hulu

Hubungan kehandalan, debit andalan, head, kapasitas daya dan tarif minimum...

Analisa dengan metode NPV ………

82

83

83

84

86

100

(17)

Nomor

PLTA Parlilitan yang menggunakan sistem run off river

dengan kapasitas daya 10 MW...

PLTA Three Gorges di Cina yang menggunakan

tampungan dengan kapasitas daya 20.3 GW...

PLTA Kracak yang menggunakan sistem semi run off

river dengan kapasitas daya 18,9 MW……….

PLTA Tangga yang menggunakan danau Toba sebagai

kolam tampungan dengan kapasitas daya sebesar 286

MW...

Diagram uraian kerja di PLTM...

Sketsa stasiun curah hujan cara rata-rata hitung...

Sketsa untuk cara poligon Thiessen...

Pembagian daerah isohyet...

Kurva yang digunakan dalam HSS Nakayasu...

Diagram model MAF...

Diagram model NRECA...

Peta Provinsi Banten……….………....

Peta lokasi Sungai Cikidang………...

Peta kelompok ketinggian di Banten………

Stasiun AWLR Cikelat di Sungai Cibareno yang

(18)

4.2.

Kurva uji konsistensi dengan double massa …...………. Grafik curah hujan wilayah DAS Cikidang selama 15

tahun ……...

Grafik distribusi curah hujan pada jam ke-T DAS

Cikidang...

Grafik hidrograf satuan Nakayasu...

Hidrograf debit banjir Nakayasu DAS Cikidang...

Evapotranspirasi rata – rata bulanan...

Kurva durasi debit...

Kurva debit andalan DAS Cikidang ……….…………...

Kurva durasi debit DAS Cikidang……….………...

Penampang Sungai Cikidang ………..

Denah bendung………...

Penampang bendung…………...

Denah bangunan intake ……… Penampang bangunan intake………..

Denah rencana bangunan sand trap……….. Potongan memanjang bangunan sand trap………... Potongan melintang bangunan waterway………. Denah rencana bangunan head pond……… Potongan memanjang bangunan head pond………. Potongan melintang pipa pesat/ penstock………. Lokasi rencana bendung dan power house ….…………. Peta kontur yang memperlihatkan lokasi rencana

bendung dan lokasi rencana power house ……….... Gambar potongan memanjang lokasi rencana bangunan

(19)
(20)

Lampiran 1 Perhitungan Data Curah Hujan DAS Cikidang………...

Lampiran 2 Perhitungan HSS Nakayasu……….

Lampiran 3 Perhitungan Evapotranspirasi………..

Lampiran 4 Perhitungan F. J. Mock………...

Lampiran 5 Perhitungan NRECA………

Lampiran 6 Perhitungan Eva Power……… 108

117

121

123

139

(21)

A

biaya intake termasuk kolam penangkap pasir (US$) biaya saluran pembawa (US$)

biaya kolam penenang (US$) biaya pipa pesat (US$)

biaya bangunan sentral (superstructures) (US$)

biaya pondasi (substructures) termasuk peralatannya (US$)

biaya peralatan mekanikal termasuk peralatan serandang hubung (US$) koefisien run off

simpanan air tanah (ground water storage)

prosentase dari tampungan air tanah yang mengalir ke sungai sebagai aliran dasar

aliran air tanah bulan ke i limpasan air tanah

percepatan gravitasi (m/det2) jatuh efektif (m)

tinggi jatuh efektif

(22)

n

prosentase dari limpasan yang bergerak keluar dari DAS melalui limpasan permukaan

debit air (m3/detik) debit puncak (m3/detik) curah hujan rata-rata (mm)

besar curah hujan pada stasiun hujan (mm) radiasi netto (mm / hari)

rerata hujan dari awal sampai jam ke t (mm/jam) intensitas curah hujan pada jam t (mm/jam) curah hujan efektif

satuan kedalaman hujan (mm) faktor bobot stasiun hujan (%) standar deviasi

standar deviasi hujan maksimum tahunan

simpanan kelengasan tanah (soil moisture storage) simpanan kelengasan tanah bulan ke 1

waktu dasar (jam) durasi (jam)

waktu kelambatan (jam) waktu (h)

waktu puncak (jam)

hujan rencana dengan periode ulang T tahun debit puncak banjir tahunan rata-rata

mean

kecepatan rata-rata di vertikal i (m/detik) koefisien pelimpasan air hujan/ run off

koefisien reduksi luasan untuk curah hujan di DAS rata-rata dari logaritma dari hujan

(23)

Sungai Cikidang yang terletak di Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten memiliki potensi untuk dijadikan PLTM karena memiliki debit air dan tinggi jatuh air yang potensial. UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan mengamanatkan bahwa perlu dikembangkan energi terbarukan seperti tenaga air dan pihak swasta didorong untuk ikut berinvestasi dalam penyediaan tenaga listrik. Masih banyaknya daerah yang belum tersentuh listrik mendorong badan usaha untuk membangun PLTM terutama di daerah hulu.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengecek nilai debit andalan dan debit banjir sungai Cikidang serta tinggi jatuh air yang optimal untuk lokasi studi rencana PLTM agar dapat berjalan secara berkelanjutan. Selain itu desain infrastruktur utama PLTM-nya dievaluasi untuk meninjau keberlanjutan operasionalnya kelak. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksploratif kuantitatif dan deskriptif yang diawali dengan pengumpulan data-data antara lain curah hujan, catatan automatic water level recorder (AWLR), klimatologi, topografi dan peta rupa bumi Indonesia.

Debit banjir 100 tahun yang dianalisa dengan menggunakan tiga metode yaitu metode HSS Nakayasu, metode Weduwen dan metode MAF mengindikasikan rentang debit banjir antara 55 m3/detik sampai dengan 114,04 m3/detik. Debit banjir terbesar digunakan sebagai dasar untuk mendesain bangunan bendung. Debit andalan 80% DAS Sungai Cikidang yang diestimasi dengan menggunakan tiga metode yaitu metode NRECA, metode F. J. Mock, dan Kurva Durasi Debit mengindikasikan rentang debit andalan antara 2,00 m3/detik sampai dengan 2,19 m3/detik. Nilai debit andalan digunakan sebagai dasar untuk mendesain bangunan sadap/ intake, bangunan penangkap pasir/ sand trap, saluran penghantar air/ waterway, bangunan penenang/

headpond dan pipa pesat/ penstock.

Dengan debit andalan sebesar 2,1 m3/detik, tinggi jatuh air 59,14 meter dan efisiensi turbin dan generator 83% maka potensi PLTM yang diestimasi adalah 1,01 MW. Tarif minimum listrik yang dihitung berdasarkan suku bunga 15%, lama proyek 1 tahun dan umur bangunan 30 tahun adalah Rp. 540/ kWh. Dengan total investasi Rp. 21.152.000.000,00 maka dengan metode NPV pada tingkat bunga 15% pengembalian investasi akan terjadi pada tahun ke-6.

(24)

Cikidang river is located in Cisungsang Village, subdistrict of Cibeber, district of Lebak, Banten Province, is potential for minihydro power plant because of the water flow and water fall height have a potential. Law no. 30/ 2009 about electricity recommended that the development of renewable energy is important and private parties are encouraged to participate in the investment of electricity power generation. There is still much area which do not have access to electricity are abundant especially in remote upstream area.

The objective of this research is to check the reliable discharge, extreme discharge and optimum water fall height of Cikidang River for planned study location for sustainability. And the main infrastructure of minihydro power plant is designed to assess the reliability of subsequent operation. Explorative, quantitative and descriptive are used in this study which starts with collecting data of rain fall, automatic water level recorder (AWLR), climatology, topography, and Indonesia earth map.

The extreme discharge level of 100 years period under analysis was taken by using three methods i.e.,: HSS Nakayasu, Weduwen and MAF methods, indicating the extreme flow ranges between 55 m3/sec to 114.04 m3/sec. The reliable discharge of river catchment area of Cikidang River estimated by using three methods,i.e.: NRECA, F.J.Mock and level duration curve methods, indicating the reliable discharge ranges between 2.00 m3/sec until 2.19 m3/sec. The reliable discharge value was used to design intake building, sand trap, waterway, heapond and penstock.

With reliable discharge of 2.1 m3/sec, water fall height of 59.14 m and the turbined and generator efficiency of 83% the estimated power of minihydro power plant would be 1.01 MW. Based on discounted rate 15%, construction time 1 year and building plans period 30 years the minimum electric tariff produced would be Rp. 540/kWh. With total investment of Rp. 21,152,000,000.00, NPV method with 15% discounted rate indicate that the return period of investment would be 6 years.

(25)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menyatakan pada pasal 4

ayat 2 bahwa badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat

berpatisipasi dalam penyediaan listrik. Dengan demikian pembangkit listrik untuk

publik tidak lagi menjadi milik PLN sendiri. Pasal 6 ayat 2 UU tersebut

mengamanatkan bahwa pemanfaatan energi lebih diutamakan jenis energi yang baru

dan terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air.

Menurut Indonesia Energy Statistics (2010) yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), total daya listrik nasional

yang dihasilkan dari berbagai sumber energi sepanjang tahun 2010 mencapai lebih

kurang 160.000 GWh dengan batubara sebagai penyumbang terbesar dengan

persentase 47% dari keseluruhan. Direktorat Jenderal Energi Terbarukan dan

Konservasi Energi dalam situs resmi menyatakan bahwa pada tahun 2010 tenaga air

baik skala besar, mini maupun mikro hidro yang sudah dimanfaatkan adalah sebesar

5.940 MW dari total 8.772 MW atau sebesar 67% dari total energi terbarukan.

PT. PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun

2010-2019 pada halaman 25 menyatakan bahwa pada tahun 2009 kapasitas daya

listrik di Indonesia yang terpasang mencapai 7.414 MW, di mana tenaga air

menghasilkan 1.112 MW atau sebesar 15% nya. Sedangkan Sumatera Utara sendiri

pada tahun yang sama, kapasitas terpasang mencapai 1.817 MW di mana tenaga air

menghasilkan 140 MW atau 7,7% nya. Untuk kebutuhan Indonesia hingga tahun

2019, PLN memperkirakan dibutuhkan daya sebesar 55,5 GW dengan tenaga air

menghasilkan sekitar 5,5 GW atau sebesar 10% nya.

Dalam RUPTL tahun 2010-2019 juga menyatakan bahwa, pada tahun 2010

beban puncak di Provinsi Banten mencapai 2.341 MW, sedangkan produksi energi

mencapai 17.674 GWh. Pembangkit listrik yang berukuran besar yang ada di Provinsi

(26)

PLTA belum terlalu banyak dikembangkan oleh PT. PLN (Persero); hal ini dapat

dilihat dari tabel pengembangan pembangkit yang masih cenderung menggunakan

sumber batu bara dan gas bumi.

Pembangkit listrik tenaga air atau yang disingkat PLTA adalah suatu

infrastruktur yang dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan listrik di mana air

digunakan sebagai tenaga penggerak. Penggunaan tenaga air relatif tidak

menimbulkan polusi dan pencemaran lingkungan, malah kita dituntut untuk tetap

menjaga kelestarian daerah tangkapan air atau yang dikenal dengan daerah aliran

sungai (DAS). PLTA bekerja dengan cara merubah energi potensial dari dam atau air

terjun menjadi energi mekanik dengan bantuan turbin air dan dari energi mekanik

menjadi energi listrik dengan bantuan generator (Gambar 1.1).

Gambar 1.1: Cara kerja PLTA

Letak geografis Indonesia berada pada daerah tropis yang terdiri dari

kepulauan yang tersebar dan memiliki sumber daya alam yang sangat

menguntungkan dengan kondisi topografi yang beragam yang terdiri dari

pegunungan, perbukitan, danau, dan sungai-sungai yang dapat mengalirkan air Upstream

Bangunan sadap Penangkap pasir Pelimpas

Bendung Saluran air

Penenang air

Rumah turbin Pipa pesat

(27)

hampir sepanjang tahun. Sungai-sungai di Indonesia merupakan potensi sumber daya

air yang masih minim termanfaatkan. Kondisi iklim terutama curah hujan yang cukup

melimpah sebesar ±2.000 mm per tahun dapat menjamin terjadinya aliran sungai

yang dapat diandalkan bila DAS-nya tidak rusak. Kondisi wilayah geologi sungai

yang sebagian besar terletak di daerah pegunungan dan perbukitan pada umumnya

ada dalam keadaan yang stabil (Ferikardo dan Praja, 2007).

1.2 Permasalahan

Sungai Cikidang dengan luas DAS 38,19 km2 dengan kemiringan 25-40%

merupakan salah satu sungai besar di Kabupaten Lebak Propinsi Banten, yang lokasi

hulunya berjarak 60 km dari kota Pelabuhan Ratu, ibukota Kabupaten Sukabumi.

Sungai Cikidang yang berhulu dari daerah kawasan hutan lindung Taman Nasional

Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi

pembangkit listrik energi terbarukan karena memiliki debit yang cukup besar dan

topografi yang berbukit.

Kelistrikan Kabupaten Lebak berada di bawah tanggung jawab PLN Wilayah

Jawa Barat dan Banten. Sekitar 92.000 kepala keluarga (KK) di Kabupaten Lebak,

Banten, sampai saat ini belum menikmati penerangan listrik, sehingga suasana di

sekitar wilayahnya pada malam hari sunyi dan gelap. Berdasarkan data Dinas

Pertambangan dan Energi Lebak, penduduk yang belum menikmati aliran listrik itu

tidak hanya warga di perkampungan dan daerah-daerah terpencil saja, tetapi juga di

perkotaan. Belum tersentuhnya aliran listrik di beberapa wilayah di Lebak, selain

karena terbatasnya distribusi daya aliran listrik, juga disebabkan topografi daerah

yang berbukit-bukit sehingga menyulitkan pihak PLN untuk memasang jaringan di

sana.

Pihak swasta sudah ada yang memanfaatkan potensi energi yang ada di

Sungai Cikidang untuk pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas terpasang

diperkirakan dapat mencapai lebih kurang 2 MW. Tesis ini mencoba untuk mengkaji

potensi yang diperkirakan tersebut dengan cara sistematis dan ilmiah. Penelitian

(28)

Jailani (2005). Pada umumnya penelitian seperti yang tersebut di atas tidak

membahas tentang tarif minimum listrik, daya listrik yang dihasilkan dan

infrastruktur utama. Pada penelitian ini tarif minimum listrik menjadi parameter

utama dalam analisa kelayakan PLTM.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi energi yang

tersedia dengan menganalisa debit sungai dan tinggi jatuh rencana Pembangkit Listrik

Tenaga Mini hidro (PLTM) di lokasi penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai debit andalan, debit

banjir sungai serta tinggi jatuh air yang diperlukan untuk desain sebuah PLTM

berdasarkan daya listrik yang dapat dihasilkan dan tarif minimum listrik yang layak

dapat diestimasi. Infrastruktur utama PLTM yang perlu dibahas meliputi bangunan

sadap (intake), bangunan penangkap pasir (sand trap), saluran penghantar air (waterway), bangunan penenang (headpond) dan pipa pesat (penstock).

1.4 Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini ada tiga hal utama yang dicari seperti tergambar pada

Gambar 1.2, yaitu daya listrik yang dihasilkan, infrastruktur utama dan tarif minimum

listrik. Daya listrik yang dihasilkan suatu PLTM bisa dihitung bila diketahui debit

andalan sungai dan tinggi jatuh air serta parameter lainnya seperti gravitasi bumi dan

efisiensi turbin. Infrastruktur utama di suatu lokasi didesain sedemikian rupa sesuai

dengan daya listrik yang ingin dihasilkan dan hasil perhitungan debit digunakan

untuk perancangan infrastruktur bendung dengan umur bangunan selama 100 tahun

yang berpedoman pada standar perencanaan irigasi (PU, 1986). Tarif minimum listrik

adalah harga jual minimum listrik yang dijual oleh pihak PLTM tanpa melalui PT.

PLN (Persero) kepada masyarakat pengguna listrik tersebut. Sehingga kelayakan

suatu PLTM dapat dievaluasi dengan membandingkan tarif minimum tersebut

terhadap tarif pembelian oleh PLN yang dengan Peraturan Menteri ESDM No. 4

(29)

Gambar 1.2: Kerangka konseptual

1.5 Metodologi dan Pembatasan Masalah

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksploratif

kuantitatif dan deskriptif yang diawali dengan pengumpulan data-data antara lain

curah hujan, catatan Automatic Water Level Recorder (AWLR), klimatologi, topografi dan peta rupa bumi Indonesia. Gambar 1.3 mengilustrasikan secara garis

besar tahapan penelitian dari latar belakang sampai dengan kesimpulan.

Data topografi digunakan untuk mengetahui luas DAS Cikidang dan lokasi

alternatif untuk penentuan lokasi infrastruktur PLTM Cikidang. Data klimatologi

berfungsi untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi, yang mana evapotranspirasi

digunakan dalam perhitungan debit andalan yaitu metode NRECA dan metode F. J.

Mock.

Setelah nilai debit andalan dan debit banjir didapatkan, daya listrik yang dapat

dihasilkan oleh PLTM dapat diestimasi berdasarkan tinggi jatuh (head) yang disurvei di lapangan. Selanjutnya dengan mengetahui komponen infrastruktur utama untuk

Infrastruktur Utama

Tarif Minimum Listrik

Kelayakan PLTM

Debit andalan, debit banjir, dan tinggi jatuh air

Daya Listrik

Potensi Energi PLTM Sungai Cikidang

Survei dan Analisa

(30)

PLTM-nya, maka besar investasi yang dibutuhkan dapat diperkirakan untuk

diusulkan berdasarkan besarnya biaya infrastruktur utama.

Gambar 1.3: Metodologi penelitian

Dalam penelitian ini ada banyak faktor yang harus diperhitungkan. Mengingat

luasnya cakupan masalah yang ada, maka dalam penulisan ini pembahasan pokok

dibatasi pada analisa debit banjir, dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100

tahun, dan debit andalan sebesar 80% yang berpedoman pada standar perencanaan

irigasi (PU, 1986). Distribusi yang digunakan adalah distribusi Log Pearson III

karena distribusi tersebut tidak mempunyai persyaratan khusus.

Pembatasan juga terletak pada bangunan infrastruktur yang utama yang ada

pada suatu PLTM. Selanjutnya metode NPV digunakan untuk menganalisa jangka

waktu pengembalian investasi dan kelayakan PLTM tersebut berdasarkan tarif

minimum listrik dan besar investasinya.

1.6 Sistematika Penulisan

Bab 1, Pendahuluan, membahas secara umum pendahuluan, permasalahan,

maksud dan tujuan serta, metodologi dan batasan masalah, dan sistematika penulisan

penelitian.

Latar Belakang

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Analisa Data

Kesimpulan

klimatologi

peta rupa bumi Indonesia curah hujan

peta topografi AWLR

debit banjir

evapotranspirasi debit andalan

kelayakan PLTM daya listrik

(31)

Bab 2, Tinjauan Pustaka, membahas mengenai tinjauan pustaka dan teori yang

digunakan sebagai dasar perhitungan pada penelitian terutama tentang perhitungan

metode debit banjir, dan debit andalan.

Bab 3, Deskripsi Daerah Kajian dan Metodologi Penelitian, menguraikan

tentang gambaran kondisi lokasi daerah kajian secara umum, seperti informasi

tentang letak geografis, kondisi topografi, dan luas dan karakteristik DAS. Bab ini

juga berisi tentang uraian metodologi yang digunakan dalam penulisan ini.

Bab 4, Analisa Debit, membahas tentang pengolahan dan analisa data yang

tersedia untuk mendapatkan nilai debit banjir dan debit andalan. Komponen

infrastruktur utama PLTM dijabarkan dalam bab ini.

Bab 5, Kajian Potensi Energi, membahas tentang potensi energi listrik yang

dapat dihasilkan dengan nilai debit andalan yang sudah didapat dari bab sebelumnya.

Investasi yang dibutuhkan, tarif minimum listrik yang diperlukan dan kelayakan

PLTM dianalisa dalam bab ini.

Bab 6, Kesimpulan dan Saran, menyajikan tentang kesimpulan dan saran dari

hasil dan pembahasan tentang kajian potensi energi untuk PLTM yang telah dibahas

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Hukum PLTA/ PLTM

Banyak perusahaan swasta telah memulai usaha di bidang PLTA terutama di

bidang mini hidro saat ini. Hal ini didorong terutama karena adanya Permen ESDM

(Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral) No. 31 tahun 2009 di mana tertulis

pada pasal 1 bahwa, “PT. PLN (Persero) wajib membeli tenaga listrik dari energi

yang terbarukan skala kecil sampai menengah hingga 10 MW, dari Badan Usaha

Milik Negara (BUMN), milik swasta, koperasi ataupun swadaya masyarakat”. Energi

terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber daya yang tidak akan habis dan

tidak terbatas, contohnya energi angin, matahari, tenaga air, sampah atau buangan

dari hasil pertanian atau industri, sampah kota, dan sumber panas dari tumbuh–

tumbuhan (dendro–thermal sources) atau panas bumi.

2.1.1 Kelebihan dan Kekurangan PLTA

Asteriyadi dan Adikesuma (2007) menguraikan kelebihan dari PLTA adalah

sebagai berikut:

1. Mengunakan sumber daya yang terbarukan (renewable energy) 2. Relatif tidak menimbulkan kerusakan lingkungan

3. Tidak memerlukan bahan bakar

4. Operasi dan perawatannya relatif lebih mudah

5. Pengembangan suatu PLTA dengan memanfaatkan aliran sungai akan

memberikan manfaat atau keuntungan dari segi lainnya, seperti pariwisata,

perikanan, persediaan air bersih/minum, irigasi, dan pengendalian banjir.

6. Turbin PLTA dapat dioperasikan atau dihentikan pengoperasiannya setiap

saat. Hal yang tidak dapat dilakukan pada pembangkit lain karena akan

mengakibatkan pemborosan dalam pemakaian bahan bakar.

(33)

7. Dengan kemampuannya untuk melepaskan dan memikul beban, PLTA dapat

difungsikan sebagai cadangan yang dapat diandalkan pada sistem kelistrikan

terpadu antara PLTA, PLTU, PLTN, dan lain-lain.

8. Air yang digunakan tidak hilang, melainkan langsung dikembalikan ke sungai

asalnya, sehingga tidak mengganggu daerah hilir sungai.

Sedangkan kekurangan dari PLTA adalah:

1. Pembangunannya memerlukan dana yang cukup besar dan pengembalian

modal relatif lambat.

2. Persiapannya memerlukan waktu yang relatif lama.

3. PLTA sangat bergantung pada ketersediaan air sungai, sehingga harus tetap

menjaga daerah tangkapan air.

4. PLTA yang menggunakan waduk akan menenggelamkan lahan di sekitar

pembangunan waduk tersebut.

2.2 Klasifikasi PLTA

Pembagian PLTA dapat dikelompokkan menjadi berbagai jenis PLTA yaitu

sebagai berikut:

A. Pembagian Menurut Daya yang Dihasilkan

Menurut Mosonyi (1963) yang dikutip dari Asteriyadi dan Adikesuma (2007),

pembagian PLTA berdasarkan kapasitas pembangkit dibagi menjadi 4, yaitu PLTA

berukuran mikro dengan daya < 100 kW, PLTA dengan daya kapasitas listrik rendah

antara 100–1.000 kW, PLTA dengan daya kapasitas listrik menengah antara 1.000–

10.000 kW, dan PLTA dengan daya kapasitas listrik tinggi di atas 10.000 kW.

Menurut Harvey (1993), PLTA dibagi menjadi tiga, yaitu mikro hidro antara

0–300 kW, mini hidro antara 300-10.000 kW, dan PLTA dengan daya listrik diatas

10.000 kW.

B. Pembagian Menurut Cara Pengambilan Air

(34)

1. PLTA menggunakan run off river

Gambar 2.1: PLTA Parlilitan yang menggunakan sistem run off river dengan kapasitas daya 10 MW

PLTA ini bersifat mengambil air dari sungai dalam debit tertentu dengan

menggunakan bendung (weir) dengan cara membelokkan air ke dalam intake. Atau bisa dikatakan hanya meminjam air sungai dalam beberapa waktu untuk

dialirkan menuju turbin air (Gambar 2.1).

2. PLTA menggunakan tampungan

PLTA seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 yang merupakan bendungan

PLTA Three Gorges di Cina menggunakan bendungan pada suatu sungai hingga ketinggian tertentu yang kemudian mengalirkan air dari bawah

bendungan yang kemudian diteruskan ke power house untuk menghasilkan listrik. PLTA jenis ini memiliki kelemahan dalam bidang sosial lingkungan,

yaitu adanya relokasi penduduk dalam skala besar dan menghilangkan

ekosistem yang ada pada daerah PLTA.

PLTA Three Gorges memiliki tinggi bendung 185 meter, lebar 2,09 km dan membentuk tampungan sepanjang 595 km yang dapat menampung lebih dari

(35)

Gambar 2.2: PLTA Three Gorges di Cina yang menggunakan tampungan dengan kapasitas daya 20,3 GW (Shalahuddin, 2010)

3. PLTA semi run off river

PLTA tipe ini hampir sama dengan sistem run off river tapi bedanya menggunakan kolam tando harian (KTH) yang bertujuan untuk menyimpan

air pada saat tertentu. Kolam tando harian ini yang tidak dimiliki oleh PLTA

dengan sistem run off river. Sehingga kolam tando harian tersebut bisa digunakan untuk menampung debit dua sungai sekaligus. Jadi misal pada

waktu malam hari dibutuhkan daya yang besar maka air yang tersedia bisa

untuk memutar turbin yang ada. Akan tetapi pada waktu siang hari dimana

rata–rata kebutuhan listrik lebih sedikit dibanding pada malam hari, maka

KTH ini digunakan untuk menampung debit air dalam jumlah cukup besar.

Contohnya PLTA Kracak yang berada di provinsi Jawa Barat (Gambar 2.3).

PLTA Kracak yang berkapasitas daya 18,9 MW (3 x 6,3 MW) dibangun oleh

Pemerintah Belanda pada tahun 1921 dan mulai beroperasi pada tahun 1926

dengan memanfaatkan dua aliran sungai yaitu Sungai Cianten dan Sungai

Cikuluwung. Kedua aliran sungai tersebut ditampung di suatu KTH yang

(36)

Gambar 2.3: PLTA Kracak yang menggunakan sistem semi run off river

dengan kapasitas daya 18,9 MW

4. PLTA danau

PLTA jenis ini menggunakan danau sebagai kolam tampungan dan sediment trap. Sehingga dari hulu sungai bisa langsung digunakan sebagai penstock

menuju power house. Contoh kasus seperti PLTA Tangga yang menggunakan Danau Toba sebagai tampungan air (Gambar 2.4).

(37)

C. Pembagian Menurut Tinggi Jatuhnya Air

Menurut Dandekar dan Sharma (1991), PLTA dibagi menurut perbedaan

tinggi jatuhnya dibagi atas PLTA dengan tekanan rendah < 15 meter, PLTA dengan

tekanan menengah 15–70 meter, PLTA dengan tekanan tinggi 70-250 meter, dan

PLTA dengan tekanan sangat tinggi > 250 meter.

D. Pembagian Menurut Topografi

Pembagian ini adalah menurut letak PLTA yang bersangkutan yaitu di daerah

lembah, daerah berbukit, dan daerah bergunung–gunung.

E. Pembagian Menurut Bangunan Hidraulik

Menurut Patty (1995), pengelompokan PLTA berdasarkan keadaan hidraulik

yang ditinjau dari aliran air yang digunakan untuk menggerakkan turbin. Berdasarkan

hal tersebut pengelompokan dapat dibagi atas PLTA yang menggunakan air sungai

atau air waduk, PLTA yang menggunakan pasang surut air laut, PLTA yang

menggunakan energi ombak, dan PLTA yang menggunakan air yang telah dipompa

ke suatu reservoar yang letaknya lebih tinggi.

F. Pembagian Menurut Distribusi Jaringan

Menurut Patty (1995), PLTA dapat dibagi menjadi PLTA yang bekerja sendiri

sehingga tidak dihubungkan dengan sentral–sentral listrik yang lain, dan PLTA yang

bekerja sama dengan sentral-sentral listrik yang lain dalam pemberian listrik kepada

para pemakai.

2.3 Potensi Tenaga Air di Indonesia

Potensi tenaga air di Indonesia secara teoritis menurut hasil studi yang

dilakukan pemerintah sekitar 77.854,8 MW yang tersebar di seluruh Indonesia (Tabel

2.1), terutama di lima pulau besar, dengan perincian sebagai berikut (Patty, 1995).

• Pulau Jawa: 5 % sebesar 4.421,6 MW,

• Pulau Sumatra: 20 % sebesar 15.803,5 MW,

(38)

• Pulau Sulawesi: 15 % sebesar 11.378,5 MW,

• Pulau Irian: 28 % sebesar 22.157,4 MW,

• Lain-lain: 2 %.

2.4. Infrastruktur Utama yang Ada di PLTM

Infrastruktur utama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 merupakan

bagian terpenting dalam perencanaan PLTM dengan diperlukannya beberapa

parameter seperti debit banjir, debit andalan dan keadaan geologi tanah. Infrastruktur

utama suatu PLTM terdiri dari tiga bagian besar, yaitu:

 Pekerjaan bendung (Weir )

Bangunan yang terdapat pada pekerjaan ini adalah bendung dan bangunan

sadap/ intake. Bendung digunakan sebagai pembelok aliran sungai juga untuk

menaikkan tinggi jatuh air. Sedangkan intake berfungsi sebagai pintu masuk pengatur jumlah debit air yang masuk ke saluran air. Selain itu, juga berfungsi

sebagai pintu pertama untuk menghalangi sampah sedimen yang masuk.

 Pekerjaan saluran air

Pada bagian saluran air terdapat bangunan penangkap pasir/ sand trap, saluran penghantar/ waterway, bangunan penenang/ head pond, dan pipa pesat/

penstock. Biasanya dalam suatu pekerjaan bagian ini adalah yang paling panjang dari yang lainnya. Pada bagian waterway, saluran yang didesain dapat

berupa saluran terbuka atau tertutup, tergantung pada topografi, desain dan

kebutuhan PLTM.

 Pembangunan Power House

Power house atau rumah turbin merupakan bagian terakhir dari suatu PLTA. Di bangunan ini terdapat turbin air, generator, panel-panel listrik dan saluran

pembuangan air/ tail race. Tail race berguna sebagai bangunan pembuang air ke sungai asal yang berasal dari turbin. Selain power house, juga terdapat bagian transmisi dan gardu induk yang letaknya terpisah dengan rumah turbin.

(39)

1

5

PLN WILAYAH

Beroperasi Tahap Pengembangan Studi Peta Perkiraan Jumlah Potensi

(40)

Gambar 2.5: Diagram uraian kerja PLTM

2.5 Analisa Hidrologi

Tujuan analisa hidrologi adalah mendapatkan debit maksimum sungai pada

lokasi pengukuran pada saat survei lapangan. Biasanya pengukuran debit dilakukan

dekat stasiun AWLR atau staff gauge di mana tinggi muka air sungai diamati dan dicatat secara teratur. Staff gauge diperlukan untuk menghubungkan debit yang diukur dengan suatu ketinggian yang diketahui sehingga data debit dapat dipakai

dalam analisa.

Adapun langkah-langkah dalam analisa hidrologi adalah:

1. Menentukan DAS beserta luasnya.

2. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan sungai.

AIR SUNGAI

BENDUNGAN / WEIR

PIPA PESAT/ PENSTOCK SALURAN AIR / WATER WAY

HEADPOND / BAK PENENANG

TAIL RACE

RUMAH TURBIN MENGUBAH ENERGI POTENSIAL

MENJADI LISTRIK

DISTRIBUSI LEWAT GARDU PLN TERDEKAT

(41)

3. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang

ada.

4. Menganalisa curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.

5. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di

atas pada periode ulang T tahun.

2.5.1 Hujan Wilayah (Area Rainfall)

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang

terjadi pada satu titik atau satu tempat saja. Mengingat hujan yang bervariasi terhadap

suatu lokasi penelitian, maka untuk kawasan yang luas satu alat penakar hujan

tidaklah cukup untuk menggambarkan curah hujan wilayah tersebut, oleh karena itu

di berbagai tempat pada daerah aliran sungai tersebut dipasang alat penakar hujan.

Beberapa metode untuk mendapatkan curah hujan rata–rata daerah adalah

dengan cara rata–rata aritmatik, cara poligon Thiessen dan cara Isohyet.

a. Cara rata-rata aljabar

Cara ini adalah yang paling sederhana yaitu dengan menghitung penjumlahan

curah hujan dari semua tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan

membaginya dengan banyaknya tempat pengukuran seperti yang tergambar di

Gambar 2.6. Zulfikar (2007) menggunakan cara ini untuk menghitung curah

hujan DAS Meurebo di kabupaten Aceh Barat. Jika dirumuskan adalah

sebagai berikut:

n

n R ... 3 R 2 R 1 R R

 

 (2.1)

di mana, R = curah hujan rata-rata (mm), R1...Rn= besar curah hujan pada

masing–masing stasiun (mm), dan n = banyaknya stasiun hujan. Gambar 2.6

(42)

Gambar 2.6: Sketsa stasiun curah hujan cara rata-rata hitung

b. Cara poligon Thiessen

Cara poligon Thiessen memperhitungkan luas daerah yang mewakili dari

stasiun-stasiun hujan yang ada untuk digunakan sebagai faktor bobot dalam perhitungan

curah hujan rata-rata. Stasiun hujan yang digunakan minimal tiga stasiun hujan

yang berada di sekitar DAS dan tidak memperhitungkan topografi. Sutarto

(2008) menggunakan cara poligon Thiessen didasarkan pada kondisi daerah

pengaliran Sungai Bekasi yang berbukit-bukit dan pembagian batas poligonnya

tidak berubah, sehingga setiap stasiun hujan berada dalam garis poligon yang

mewakili daerah pengaruhnya. Sungai Bekasi yang melewati Kota Bekasi

memiliki tiga buah stasiun hujan di sekitar DAS. Gambar 2.7 menerangkan

(43)

Gambar 2.7: Sketsa untuk cara poligon Thiessen

c. Cara Isohyet

Isohyet adalah garis lengkung yang merupakan harga curah hujan yang sama.

Umumnya sebuah garis lengkung menunjukkan angka yang bulat. Isohyet ini

diperoleh dengan cara interpolasi harga-harga curah hujan yang tercatat pada

penakar hujan lokal (Rnt). Gambar 2.8 menjelaskan pembagian daerah isohyet.

2 e d X ; 2

d c X ; 2

c b X ; 2

b a

X1   2   3   4  

(2.3)

di mana, X1 = nilai rerata antara dua garis isohyet.

Gambar 2.8: Pembagian daerah isohyet 1

2

3

Posisi stasiun hujan

Garis yang menghubungkan stasiun hujan

(44)

2.5.2 Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Adanya perubahan atau pindah lokasi, penggantian alat serta penggantian

orang (pengamat) dapat menyebabkan data hujan tidak konsisten. Agar data hujan

menjadi konsisten diperlukan pengujian.

Pada dasarnya metode-metode pengujian tersebut merupakan perbandingan

data stasiun yang bersangkutan dengan data stasiun lain di sekitarnya. Bagi stasiun

yang terletak dengan meteorologi homogen, perubahan meteorologi tidak akan

menyebabkan perubahan kemiringan garis hubungan antara data stasiun tersebut

dengan data stasiun disekitarnya, karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut

terpengaruh kondisi yang sama. Konsistensi data-data hujan bagi masing-masing

stasiun dasar (stasiun yang akan digunakan untuk menguji) harus diuji terlebih dahulu

dan yang menunjukkan catatan yang tidak konsisten tidak bisa digunakan dalam

penelitian.

Jika tidak ada stasiun yang bisa dijadikan stasiun dasar atau tidak terdapat

catatan historis mengenai perubahan data, maka analisa awal terhadap data adalah

menghapus data-data yang dianggap meragukan. Untuk memeriksa konsistensi data

hujan, bisa digunakan metode analisa kurva massa ganda (double mass curve

technique). Analisa kurva massa ganda dilakukan dengan cara membandingkan data hujan tahunan kumulatif di suatu pos hujan tertentu dengan data hujan tahunan

kumulatif dari pos-pos terdekat. Analisa kurva massa ganda dapat dituliskan sebagai

berikut:

A X CX

M c M P

P 

(2.4)

di mana, PCX = data curah hujan tahunan yang terkoreksi pada tahun t di pos x, PX =

data awal hujan tahunan pada tahun t di pos x, MC = slope terkoreksi kurva, dan MA =

slope awal kurva.

2.5.3 Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi yang dipakai harus dapat mewakili data histories yang

(45)

Jenis distribusi yang sering digunakan di Indonesia dengan persyaratannya adalah

sebagai berikut (Zulfikar, 2007).

Normal : Cs = 0 dan Ck = 3

Log Normal : Cs > 0, Cs 3 Cv

Gumbel Type I : Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002

Log Pearson Type III : tidak ada persyaratan

Cs = koefisien skewness, yang dapat dihitung sebagai :

Ck = kurtosis, yang dapat dihitung sebagai :

Cv = koefisien variation, yang dapat dihitung sebagai :

x

Tujuan analisa frekuensi adalah memperkirakan besarnya hujan rencana

dengan periode ulang tertentu dari data hujan maksimum harian dengan

menggunakan distribusi frekuensi yang dipilih dari tahap sebelumnya (Sutarto, 2006)

Bila menggunakan distribusi Log Pearson Type III, persamaannya adalah

(46)

2.5.5 Uji Kecocokan

Tiap distribusi akan memberikan hasil yang berbeda, karena itu diperlukan uji

kecocokan untuk menetukan distribusi mana yang memiliki deviasi terkecil dari data

yang ada. Terdapat dua metoda yang lazim digunakan yaitu Uji Chi-squared (c2) dan

UjiKolmogorov-Smirnov.

A. Uji Chi-squared (2)

Statistik 2 dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

interval I, dan Ei = frekuensi yang diharapkan dalam kelas interval i.

Derajat kebebasan ditentukan dari

Dk = k - u – 1 (2.11)

di mana, u = 2 (distribusi normal). Bila nilai 2

hasil hitungan lebih kecil dari nilai

kritis 2

dalam Tabel 2.2, maka distribusi yang dipilih dapat digunakan.

Tabel 2.2: Nilai kritis Chi-squared

(47)

B. Uji Kolmogorov-Smirnov

Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menghindari masalah kehilangan

informasi data akibat pengelompokan data kedalam kelas interval. Uji ini juga

dikenal sebagai uji non parametris sebab tidak menggunakan fungsi distribusi

tertentu.

Data mula-mula disusun dari besar ke kecil atau sebaliknya. Kemudian

probabilitas tiap data dihitung dengan persamaan Weibull sebagai berikut:

1

total data. Nilai teoritis tiap probabilitas dihitung dengan menggunakan persamaan

yang sesuai dengan distribusinya. Dari kedua probabilitasnya, dicari nilai perbedaan

terbesar antara probabilitas yang diamati dan teoritis seperti dalam rumus berikut.

emperis

distribusi yang dipilih dapat digunakan.

Tabel 2.3: Nilai kritis uji Smirnov-Kolmogorov

(48)

alur sungai, sehingga menimbulkan luapan. Debit banjir adalah besarnya aliran

sungai yang diukur dalam satuan m3/ detik pada waktu banjir (Zulfikar, 2007). Debit

banjir rencana adalah debit yang dipakai untuk dasar perencanaan pengendalian

banjir, dan dinyatakan menurut kala ulang tertentu. Besarnya kala ulang ditentukan

dengan mempertimbangkan segi keamanan dengan resiko tertentu, serta kelayakan

baik ekonomis, teknis maupun lingkungan.

2.6.1 Metode Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan adalah sebuah hidrograf aliran yang berlaku untuk suatu

lokasi pada sungai apabila terjadi hujan efektif sebesar satu satuan kedalaman hujan

selama satu satuan waktu. Analisa dimulai dengan cara melakukan analisis frekuensi

terhadap data curah hujan maksimum harian sehingga didapatkan besarnya curah

hujan dengan berbagai periode ulang. Besaran hujan tersebut kemudian dikurangi

dengan kehilangan akibat infiltrasi sehingga didapatkan hujan efektif. Hujan efektif

kemudian didistribusikan kedalam hujan jam-jaman berdasarkan pola hujan yang ada.

Sebuah hidrograf satuan dapat dibentuk berdasarkan karakteristik DAS. Hujan

jam-jaman kemudian dikalikan dengan hidrograf satuan untuk mendapatkan hidrograf

banjir rancangan.

Terdapat dua kelompok hidrograf satuan jika ditinjau dari data yang

dipergunakan dalam menurunkan hidrograf satuan yaitu:

1. Hidrograf satuan nyata.

2. Hidrograf satuan sintetis.

Hidrograf satuan nyata adalah hidrograf satuan yang diturunkan berdasarkan

data hujan dan data debit. Contoh metode yang dapat dipergunakan untuk

menurunkan hidrograf satuan nyata suatu DAS, di antaranya metode LK. Sherman

dan model Collins (Kamiana, 2011).

Jika tidak cukup tersedia data hujan dan data debit maka penurunan hidrograf

satuan suatu DAS dilakukan dengan cara sintetis yang kemudian disebut Hidrograf

Satuan Sintetis (HSS). Hidrograf satuan sintetis adalah hidrograf satuan yang

(49)

memiliki karakteristik yang sama. Terdapat beberapa model HSS, diantaranya HSS

Snyder, HSS Nakayasu, HSS SCS dan HSS Gama. Sutarto (2008) menggunakan cara

HSS Nakayasu dan HSS Snyder untuk perhitungan debit di Bekasi, Jawa Barat.

2.6.1.1 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

Nakayasu pada tahun 1950 telah menyelidiki hidrograf satuan (Gambar 2.9)

pada beberapa sungai di Jepang. Hasil penelitian dirumuskan dengan persamaan dan

tahapan perhitungan sebagai berikut:

a). Data yang ada untuk diproses R24 dalam mm, panjang sungai (L) dalam (km),

DAS (A) dalam km2.

b). Curah hujan efektif tiap jam (hourly of distribution of effective rainfall) 1. Rata-rata hujan dari awal hingga jam ke-T.

2/3 24

T t t R Rt

   

 (2.14)

di mana, Rt = rerata hujan dari awal sampai jam ke t dalam mm/jam, T =

waktu hujan sampai jam ke t, dan R24 = curah hujan maksimum dalam 24

jam.

2. Distribusi hujan pada jam ke-T.

RT = t.Rt – (t-1) . R (t-1) (2.15)

di mana, RT = intensitas curah hujan pada jam t dalam mm/jam, dan R (t-1)

= rerata curah hujan dari awal sampai jam ke (t-1).

3. Hujan efektif

Re = f . RT (2.16)

di mana, Re = curah hujan efektif sedangkan f = koefisien pengaliran

sungai. Nilai koefisien pengaliran dicantumkan dalam Tabel 2.4. Harga f

yang berbeda-beda umumnya disebabkan oleh topografi DAS dan

(50)

Tabel 2.4: Nilai koefisien limpasan/koefisien pengaliran

sumber: Takeda dan Sosrodarsono (2006)

c). Menentukan tp, t0,3 dan Qp

1. Waktu kelambatan (tg) , rumusnya:

tg = 0,4 + 0,058 . L ; untuk L > 15 km (2.17)

tg = 0,21 . L 0,7 ; untuk L < 15 km (2. 18)

2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan:

tp = tg + 0,8 . Tr (2.19)

3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:

t0,3= α . tg (2.20)

4. Waktu puncak:

tp = tg + 0,8 . Tr (2.21)

5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:

) 0,3 t p (0,3.t

1 .

0 .A.R 3,6

1 = p Q

 (2.22)

di mana, tg = waktu kelambatan (jam), L = panjang sungai (km), t0,3 =

waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak (jam), Α = koefisien

yang nilainya antara 1,5– 3,0, tp = waktu puncak (jam), Qp = debit puncak

(m3/detik), A = luas DAS (km2), Tr = durasi hujan (jam), dan R0 = satuan

(51)

Gambar 2.9: Kurva yang digunakan dalam HSS Nakayasu (Soemarto, 1996)

2.6.2 Metode Mean Annual Flood (MAF)

Menurut Suwarno (1995), perkiraan debit puncak banjir tahunan rata–rata,

berdasarkan ketersediaan data dari suatu DAS ditentukan dengan ketentuan:

1. Apabila tersedia data debit, minimal 10 tahun data runtut waktu, maka MAF

dihitung berdasarkan data serial debit puncak banjir tahunan.

2. Apabila tersedia data debit, kurang dari 10 tahun data runtut waktu, maka

MAF dihitung berdasarkan metode puncak banjir di atas ambang.

3. Apabila data DAS tersebut, belum tersedia data debit, maka MAF ditentukan

dengan persamaan regresi, berdasarkan data luas DAS , rata–rata tahunan dari

curah hujan terbesar dalam satu hari, kemiringan sungai dan indeks dari luas

genangan seperti luas danau, genangan air, dan waduk.

Dari nilai MAF tersebut, berdasarkan nilai faktor pembesar (GF), maka dapat

diperhitungkan debit puncak banjir terbesar yang dapat diharapkan dapat terjadi.

Apabila data serial debit puncak banjir kurang dari 20 tahun, maka untuk menentukan

MAF dari suatu DAS diperlukan minimal dua metode tergantung data yang tersedia.

Hal ini dimaksudkan untuk menentukan nilai MAF yang logis terhadap suatu DAS.

Kalau perlu dilakukan pengukuran dan pengecekan lapangan untuk menentukan luas

(52)

kejadiannya, dan informasi lainnya yang dapat menentukan ketelitian perhitungan

MAF. Perhitungan debit puncak banjir tahunan rata–rata (MAF) dapat dilakukan

dengan tiga metode, yaitu:

1. Serial data (data series)

Dalam penerapan metode serial data, untuk memperkirakan debit puncak

banjir tahunan rata–rata, dilaksanakan dengan mengumpulkan data debit

puncak banjir terbesar setiap satu tahun, dari data runtut waktu dari pos

pengukuran sungai suatu DAS, dimana penelitian dilaksanakan minimal 10

tahun data. Dalam satu tahun data, maka datanya harus lengkap tanpa periode

kosong terutama pada musim penghujan.

2. Peaks Over a Threshold series (POT)

Apabila pengamatan data debit kurang dari 10 tahun data, maka umumnya

kurang teliti untuk memperkirakan nilai MAF oleh karena itu disarankan

memperkirakan MAF dengan metode puncak banjir di atas ambang (POT).

Metode POT tidak disarankan digunakan apabila lama pengamatan data debit

kurang dari 2 tahun.Setiap tahun data dipilih puncak banjir sebanyak 2 sampai

5 buah. Data debit selama tahun pengamatan ditentukan nilai batas

ambangnya (qo) dan selanjutnya ditentukan nilai debit puncak banjir yang

lebih besar dari qo.

3. Persamaan regresi (Regression Equation)

Metode ini digunakan jika pada DAS atau sub DAS nya tidak terdapat pos

pengukuran atau data aliran sungai. Metode ini dapat digunakan untuk

disembarang tempat di pulau Jawa dan Sumatera dan tidak dianjurkan untuk

diterapkan untuk memperkirakan debit puncak banjir tahunan rata–rata pada

DAS atau sub DAS yang dominan terdiri dari daerah perkotaan.

Untuk memperkirakan besarnya debir puncak banjir yang diharapkan terjadi

pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu, maka dapat mengalikan nilai MAF

(53)

(T) dan luas DAS. Besarnya debit puncak banjir pada periode ulang tertentu dapat

dihitung dengan model matematik (Soewarno, 1995).

lnA)

di mana, nilai XT = debit puncak banjir pada periode ulang ke T, C = faktor pembesar

(Tabel 2.5), X = debit puncak banjir tahunan rata-rata, SC = deviasi standar C, dan SX

= deviasi standar dari X . Langkah-langkah perhitungan bisa dilihat pada Gambar

2.10.

Tabel 2.5: Nilai faktor pembesar (C)

(54)

Gambar 2.10: Diagram model MAF (Soewarno, 1995)

2.6.3 Metode Weduwen

Metode Weduwen dapat digunakan untuk menghitung debit maksimum

dengan luas DAS dibawah 100 km2 (Kamiana, 2011).

(55)

7

Evaporasi atau penguapan adalah suatu proses perubahan dari molekul air

dalam fisik cair ke fisik gas. Evaporasi terjadi apabila terdapat tekanan uap air antara

permukaan dan udara di atasnya. Transpirasi adalah suatu proses ketika air di dalam

tumbuhan dilimpahkan ke atmosfer dalam bentuk uap air. Pada saat transpirasi tanah

tempat tumbuhan berada juga mengalami kehilangan kelembaban akibat evaporasi.

Transpirasi terjadi jika tekanan uap air di dalam sel daun lebih tinggi dari pada

tekanan uap air di udara. Dalam istilah hidrologi, proses evaporasi + transpirasi =

evapotranspirasi.

Air di dalam tanah juga dapat naik ke udara melalui tumbuh–tumbuhan.

Peristiwa ini disebut evapotranspirasi. Banyaknya berbeda–beda, tergantung dari

kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuh–tumbuhan. Umumnya banyaknya

transpirasi yang diperlukan untuk menghasilkan 1 gram bahan kering disebut laju

transpirasi dan dinyatakan dalam gram. Di daerah yang lembab, banyaknya adalah

kira–kira 200 sampai 600 gram dan untuk daerah kering kira–kira dua kali sebanyak

itu. Data–data yang diperlukan dalam perhitungan evaporasi/ evapotranspirasi adalah

data penyinaran matahari, temperatur udara, data kecepatan angin, data kelembaban

(56)

Pada penelitian ini digunakan metode Penman Modifikasi. Metode Penman

Modifikasi merupakan metode perhitungan evapotranspirasi yang cukup banyak

digunakan. Dibandingkan dengan metode lainnya cara ini relatif lebih mudah dengan

tingkat akurasi yang cukup. Metode Penman Modifikasi dalam perkembangannya

telah banyak mengalami modifikasi. Metode Penman Modifikasi digunakan Jailani

(2005) untuk menghitung evapotranspirasi di sungai Laay, Lampung Barat.

e = c x (W x Rn + (1 – W) x f(u) x (ea – ed)) (2.35)

di mana, e adalah evapotranspirasi potensial harian (mm/ hari), c = faktor koreksi

iklim, W = faktor bobot, Rn = radiasi netto (mm/ hari), f(u) = fungsi dari kecepatan

angin, ea = tekanan uap jenuh, dan ed = tekanan uap aktual.

2.8 Debit Andalan

Debit andalan adalah debit dengan periode ulang tertentu yang diperkirakan

akan melalui suatu sungai atau bangunan air. Periode ulang adalah waktu hipotetik

dimana suatu kejadian dengan nilai tertentu, debit rencana misalnya, akan disamai

atau dilampaui 1 kali dalam jangka waktu hipotetik tersebut. Hal ini tidak berarti

bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur setiap periode ulang tertentu

(Kamiana, 2011). Prawirakusuma (2008) menggunakan metode NRECA dan Mock

pada penelitiannya untuk menghitung ketersediaan air sungai Cipunagara di Jawa

Barat. Pada penulisan ini, akan digunakan metode NRECA dan metode Mock.

2.8.1 Ketersediaan Air

Tujuan analisa ketersediaan air adalah untuk memperkirakan ketersediaan air

di sungai, yang diketahui sebagai dependable flow. Ketersediaan air biasanya diperlukan dalam studi pendahuluan proyek-proyek yang akan memanfaatkan air dari

sungai. Analisa ketersediaan air memerlukan data debit harian atau bulanan dengan

panjang lebih dari 10 tahun. Untuk ketepatan yang lebih baik diperlukan data yang

lebih panjang. Data harus berupa data pengukuran pada stasiun AWLR di atau dekat

lokasi pengukuran. Namun data debit sangat jarang tersedia, dan juga lokasi AWLR

terletak jauh dari lokasi pengukuran, seperti yang terjadi dalam studi ini. Bila data

(57)

debit dapat diperpanjang dengan suatu model yang menghubungkan hujan dan

limpasan (run off). Dalam study ini tidak terdapat AWLR di atau dekat lokasi pengukuran. Dalam hal ini data debit yang telah diperpanjang dapat di transfer ke

lokasi sudi dengan menggunakan perbandingan DAS. Dengan demikian ketersediaan

air dapat diperkirakan.

2.8.2 Model NRECA

Banyak model hidrologi untuk mensimulasikan hujan-limpasan yang

tujuannya adalah untuk pengisian atau memperpanjang data debit, antara lain model

Tank, model Mock, model SSARR dan model NRECA. Model NRECA yang

dikembangkan oleh Norman H. Crawfort yang merupakan penyederhanaan dari

Stanford Watershed Model IV yang memiliki 34 parameter. Model ini juga

digunakan Rumere (2008) yang menghitung potensi sumber daya air di Danau

Sentani di Provinsi Papua. Model ini telah banyak diterapkan oleh Puslitbang

Pengairan pada berbagai daerah pengaliran di Indonesia, selain parameter model

relatif sedikit dan mudah dalam pelaksanaannya serta memberikan hasil yang cukup

handal. Secara umum persamaan dasar dari model ini dirumuskan sebagai berikut.

Q = P - E + S (2.36)

di mana, Q = limpasan (mm), P = hujan rata-rata DAS (mm), E = evapotranspirasi

aktual (mm), dan S = perubahan kandungan (simpanan) air dalam tanah (mm).

Persamaan keseimbangan air diatas merupakan dasar dari model NRECA

untuk suatu daerah aliran sungai pada setiap langkah waktu, dimana hujan, aktual

evapotranspirasi dan limpasan adalah volume yang masuk kedalam dan keluar pada

suatu DAS untuk setiap langkah waktu tertentu. Dalam model NRECA terdapat dua

tampungan yaitu simpanan kelengasan (moisture storage) dan simpanan air tanah

(58)

Gambar 2.11: Diagram model NRECA (Prawirakusuma, 2008)

2.8.2.1 Parameter Karakteristik DAS

Pada model NRECA ini ada tiga parameter yang menggambarkan karateristik

DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem, yaitu :

Nominal: indeks kapasitas kelengasan tanah (mm) dapat didekati dengan persamaan :

NOMINAL = 100 + C × RA

di mana, C = 0,2 dan RA = hujan tahunan (mm). Nilai Nominal dapat

berkurang sampai 25 % pada DAS yang vegetasinya terbatas.

PSUB: persentase dari limpasan yang bergerak keluar dari DAS melalui limpasan permukaan. PSUB merupakan parameter karakteristik lapisan tanah

pada kedalaman 0 ~ 2 m. Nilai PSUB berkisar 0,3 ~ 0,9 bergantung kepada

sifat lulus air tanah.

PSUB = 0,3, bila tanah bersifat kedap air

PSUB = 0,9, bila tanah bersifat lulus air

GWF: persentase dari tampungan air tanah yang mengalir ke sungai sebagai aliran dasar. GWF merupakan parameter karakteristik lapisan tanah pada

kedalaman 2 ~ 10 m.

GWF = 0,2, bila tanah bersifat lulus air

GWF = 0,8, bila tanah bersifat kedap air

Simpanan kelengasan

Simpanan air tanah

Debit Total Evapotranspirasi

Hujan

(nominal)

Excess Moisture

Lengas lebih

(PSUB) Imbuhan keair tanah

Aliran air tanah Direct flow

Gambar

Gambar 1.3: Metodologi penelitian
Gambar 2.1: PLTA Parlilitan yang menggunakan sistem run off river dengan kapasitas daya 10 MW
Gambar 2.3: PLTA Kracak yang menggunakan sistem semi run off river dengan kapasitas daya 18,9 MW
Tabel 2.1: Potensi tenaga air di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuannya adalah untuk menghitung debit banjir sehingga diperoleh nilai debit banjir rencana, menganalisis kapasitas sungai eksisting terhadap debit banjir rencana,

Debit andalan hasil optimasi yang digunakan sebagai dasar dalam perencanaan PLTMH Brumbung adalah debit andalan 75 % (Q 75 ) yaitu sebesar 3,394 m 3 /dt dengan

Perencanaan pengendalian banjir di sungai petapahan dapat dilakukan apabila debit banjir rencana disungai ini diketahui, sehingga dari debit banjir tersebut dapat

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah menganalisa perhitungan saluran drainase di daerah Sungai Anak Jaya Setia 1 dengan debit banjir rencana 5 tahun untuk

Data curah hujan diolah menjadi data debit sungai rata-rata bulanan yang digunakan, untuk menentukan besarnya debit andalan sungai dengan menggunakan Metode DR.. Data evapotranspirasi

Untuk keperluan tersebut, perlu diteliti kapasitas aliran (debit) dan ketinggian air jatuh (head) dari Sungai Kelampuak sehingga nantinya dapat diperkirakan potensi

Pada tahap studi awal, PLTM Kr Jambopapeun memiliki debit rancangan 11,87 m³/s, tinggi jatuh efektif 107 m, kapasitas terpasang 10,8 MW dan kapasitas listrik dapat terjual 71,195

Debit banjir yang telah didapatkan digunakan untuk melakukan running Program Hec-Ras dengan hasil analisis mengenai tinggi muka air banjir pada bagian hilir Sungai Cimadur pada titik