• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Bobot Jenis Dan Kelarutan Dalam Etanol Minyak Atsiri Biji Pala (Myristica Fragrans)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Bobot Jenis Dan Kelarutan Dalam Etanol Minyak Atsiri Biji Pala (Myristica Fragrans)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN KELARUTAN DALAM ETANOL MINYAK ATSIRI BIJI PALA (Myristica Fragrans Houtt)

TUGAS AKHIR

OLEH:

KHAIRUN NIQMAH 112410055

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN KELARUTAN DALAM ETANOL MINYAK ATSIRI BIJI PALA (Myristica Fragrans)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Oleh:

KHAIRUN NIQMAH 112410055

Medan, 2014 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195011171980022001

Disahkan Oleh: Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahiim.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT

atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat

waktu. Salawat beriring salam juga penulis ucapkan kepada Nabi Muhamamd

SAW karena beliaulah yang membawa peradaban umat manusia menjadi lebih

baik. Sudah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa Program Studi DIII

Analisis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

untuk menyusun dan menyelesaikan sebuah tugas akhir.

Tugas akhir ini ditujukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar

ahlimadya analis farmasi dan makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah: “PENENTUAN BOBOT JENIS DAN KELARUTAN DALAM ETANOL MINYAK ATSIRI BIJI PALA (Myristica Fragrans)”.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna. Hal ini

disebabkan oleh keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan sumber bacaan yang

diperoleh, untuk itu dengan hati yang terbuka penulis bersedia menerima saran

dan kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca, guna penyempurnaan tugas

akhir ini.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan,

dorongan, semangat dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan

(4)

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku koordinator

Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. yang telah banyak membimbing

dan mengarahkan penulis dalam pembuatan tugas akhir ini.

4. Ibu Ir. Novira Dwi Shanty Artsiwi, selaku kepala UPTD BPSMB (Balai

Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang) Medan yang telah memberikan

fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan praktik kerja lapangan.

5. Ibu Dra. Lisni Ritonga selaku Penyelia Laboratorium Minyak Atsiri dan

Bahan Penyegar UPTD. BPSMB (Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu

Barang) Medan yang telah memberi fasilitas dan membantu penulis dalam

melaksanakan praktik kerja lapangan.

6. Seluruh Staf Pegawai UPTD. BPSMB (Balai Pengujian dan Sertifikasi

Mutu Barang) Medan yang telah membantu kami dalam melaksanakan

praktik kerja lapangan .

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf program studi Diploma III

Analis Farmasi dan Makanan Fakultasa Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

8. Ayahanda Irfan Junaidi Tanjung dan Ibunda Khairani Manurung yang

(5)

sayang yang tiada tara terhadap penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat waktu.

9. Adik – adik penulis, Khairun Nisa Tanjung dan Al – Anhar Sufi Tanjung

yang memberikan hangatnya kasih sayang dan dukungan kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat terhebat, Husnul Khotimah, Aidiya Tri Yolanda,

Muhammad Andri, Bg Arif, dan Oki Akbar . Terima kasih atas perhatian

dan pengertian kalian selama ini yang membuat penulis selalu merasa

bahagia apabila berada di dekat kalian.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membacanya. Dan kepada Engkau ya Allah segala kesempurnaan dan kami

memohon atas segala keridhoan-Mu ya Allah.

Alhamdulillahirabil’alamiin.

Medan, April 2014

Penulis,

(6)

ABSTRAK

Minyak pala adalah minyak yang dihasilkan dari penyulingan biji pala jenis Myristica fragrans atau dikenal dengan sebutan Pala Banda. Minyak pala banyak digunakan dalam pengolahan produk industri seperti formula obat-obatan, parfum, minuman, detergen, aromaterapi, dan lain-lain. Untuk dapat dijadikan sebagai bahan pengolahan produk industri, maka minyak pala harus diuji mutunya sesuai dengan parameter pengujian yang berlaku. Tujuan penulisan tugas akhir ini untuk mengetahui apakah minyak pala yang diuji memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Badan Standard Nasional dalam SNI 06-2388-2006 melalui penentuan bobot jenis dan kelarutannya dalam etanol.

Sampel yang digunakan adalah minyak pala yang diproduksi oleh PT . Karimun Kencana Aromatis Medan dengan no kode: 18/ S&C/ X/ 8. Pengujian dilakukan duplo dengan menggunakan piknometer dan alat lainnya di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar UPTD. BPSMB (Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang) Medan.

Dari hasil pengujian yang dilakukan, disimpulkan bahwa minyak pala yang diuji memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-2388-2006. Minyak pala yang diuji memiliki nilai bobot jenis I adalah 0,8949 dan nilai bobot jenis II adalah 0,8955. Nilai kedua bobot jenis tersebut berada pada rentang 0,880 – 0,910 yang tercantum pada SNI 06-2388-2006. Uji kelarutan dalam etanol yang dilakukan juga memenuhi syarat, dimana 1 ml minyak pala larut dalam 3 ml etanol 90%, sesuai dengan syarat SNI 06-2388-2006.

(7)

DAFTAR ISI

2.2.1. Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tanaman ... 9

(8)

2.2.3. Parameter Minyak Atsiri ... 10

2.2.3.1. Bobot Jenis ... 11

2.2.3.2. Indeks Bias ... 11

2.2.3.3. Putaran Optik ... 12

2.2.3.4. Kelarutan Dalam Alkohol ... 12

2.2.4. Metode Penyulingan Minyak Atsiri ... 13

2.2.4.1. Penyulingan Dengan Air ... 14

2.2.4.2. Penyulingan Dengan Air Dan Uap ... 14

2.2.4.3. Penyulingan Dengan Uap ... 15

2.2.5. Kandungan Kimia Minyak Atsiri ... 15

2.2.6. Penggolongan Minyak Atsiri ... 16

2.3. Minyak Pala ... 17

2.3.1. Kandungan Kimia ... 18

2.3.2. Parameter Mutu Minyak Pala ... 19

2.3.2.1. Bobot Jenis Minyak Pala ... 19

2.3.2.2. Indeks Bias Minyak Pala ... 20

2.3.2.3.Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol 20 2.3.3. Manfaat dan Kegunaan Minyak Pala ... 21

2.3.4. Penyulingan Minyak Pala ... 22

BAB III METODOLOGI ... 23

3.1. Tempat Pengujian ... 23

3.2. Sampel ... 23

(9)

3.3.1. Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala sesuai dengan

SNI 06-2388-2006 ... 23

3.3.2. Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai dengan SNI 06-2388-2006 ... 23

3.4. Bahan ... 24

3.4.1. Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala sesuai dengan SNI 06-2388-2006 ... 24

3.4.2. Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai dengan SNI 06-2388-2006 ... 24

3.5. Prosedur ... 24

3.5.1. Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala sesuai dengan SNI 06-2388-2006 ... 24

3.5.2. Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai dengan SNI 06-2388-2006 ... 25

3.5.2.1. Larutan Pembanding ... 25

3.5.2.2. Prosedur Pengujian ... 25

3.6 Perhitungan ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Penentuan Bobot Jenis pada Minya Pala sesuai dengan SNI 06- 2388-2006 ... 27

4.2. Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai denga SNI 06-2388-2006 ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1. Kesimpulan ... 28

5.2. Saran ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Hasil Pengujian……….. 30

Tabel 2. Parameter Syarat Mutu Minyak Pala menurut SNI 06-2388-

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Data Hasil Pengujian ... 30

Lampiran 2. Gambar Alat Pengujian ... 32

Lampiran 3. Parameter Syarat Mutu Minyak Pala menurut SNI 06-2388-

(12)

ABSTRAK

Minyak pala adalah minyak yang dihasilkan dari penyulingan biji pala jenis Myristica fragrans atau dikenal dengan sebutan Pala Banda. Minyak pala banyak digunakan dalam pengolahan produk industri seperti formula obat-obatan, parfum, minuman, detergen, aromaterapi, dan lain-lain. Untuk dapat dijadikan sebagai bahan pengolahan produk industri, maka minyak pala harus diuji mutunya sesuai dengan parameter pengujian yang berlaku. Tujuan penulisan tugas akhir ini untuk mengetahui apakah minyak pala yang diuji memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Badan Standard Nasional dalam SNI 06-2388-2006 melalui penentuan bobot jenis dan kelarutannya dalam etanol.

Sampel yang digunakan adalah minyak pala yang diproduksi oleh PT . Karimun Kencana Aromatis Medan dengan no kode: 18/ S&C/ X/ 8. Pengujian dilakukan duplo dengan menggunakan piknometer dan alat lainnya di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar UPTD. BPSMB (Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang) Medan.

Dari hasil pengujian yang dilakukan, disimpulkan bahwa minyak pala yang diuji memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-2388-2006. Minyak pala yang diuji memiliki nilai bobot jenis I adalah 0,8949 dan nilai bobot jenis II adalah 0,8955. Nilai kedua bobot jenis tersebut berada pada rentang 0,880 – 0,910 yang tercantum pada SNI 06-2388-2006. Uji kelarutan dalam etanol yang dilakukan juga memenuhi syarat, dimana 1 ml minyak pala larut dalam 3 ml etanol 90%, sesuai dengan syarat SNI 06-2388-2006.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbicara mengenai minyak atsiri, kita tidak dapat lepas dari membahas

masalah bau dan aroma, karena fungsi minyak atsiri yang paling luas dan yang

paling umum diminati adalah sebagai pengharum, baik itu sebagai parfum untuk

tubuh, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi cita

rasa pada makanan maupun produk rumah tangga lainnya.

Indonesia dengan hutan tropis yang begitu luas menyimpan ribuan spesies

tumbuhan dari berpuluh famili, termasuk famili tumbuhan yang potensial sebagai

penghasil minyak atsiri. Hal ini merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai

harganya yang dimiliki oleh Indonesia. Tercatat tidak kurang dari 70 jenis minyak

atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar dunia. Sekitar 40 jenis diantaranya

ternyata bisa diproduksi di Indonesia karena tanaman penghasilnya mampu

dibudidayakan di negeri yang subur dan beriklim tropis ini.

Minyak atsiri yang dapat dijadikan suatu bahan produk adalah minyak

atsiri yang memiliki mutu sesuai dengan persyaratan mutu yang berlaku. Mutu

minyak atsiri merupakan faktor penentu yang sangat penting. Mutu minyak atsiri

yang tinggi, stabil dan konsisten memudahkan konsumen dalam membuat

formulasi minyak atsiri tersebut dalam suatu industri pengolahan. Dengan

demikian, perdagangan produk formulasi tadi akan semakin mendapat

(14)

Mutu minyak atsiri antara lain terletak pada kemurniannya (tidak ditambah

atau dicampur dengan benda atau cairan lain). Penilaian kemurnian minyak atsiri

dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik dan kimianya, terutama terhadap

penampilan, warna, bau, berat jenis, putaran optik, indeks bias, titik beku,

bilangan ester dan tingkat kelarutannya dalam alkohol.

Salah satu minyak atsiri yang paling banyak diminati adalah minyak pala.

Minyak pala merupakan salah satu minyak atsiri yang banyak diekspor Indonesia.

Minyak pala banyak digunakan dalam formula obat-obatan, parfum, minuman,

detergen, aromaterapi, dan lain-lain. Penelitian terhadap minyak atsiri tanaman

pala telah banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena fakta bahwa minyak atsiri

pala mempunyai kandungan senyawa atau zat yang lebih banyak, sehingga

banyak digunakan sebagai bahan baku industri.

Untuk itu perlu dilakukan pengujian mutu terhadap minyak atsiri pala

melalui parameter yang telah ditetapkan diantaranya pengujian bobot jenis dan

kelarutannya dalam etanol, agar dapat diketahui kelayakannya untuk dijadikan

bahan formulasi dalam pengolahan industri karena adanya penyimpangan sedikit

saja dari persyaratan mutu yang telah ditetapkan, minyak atsiri itu dianggap telah

(15)

1.2 Tujuan

Tugas akhir ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya Analis

Farmasi dan Makanan Program Diploma III, Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

2. Mengetahui apakah minyak atsiri pala yang diuji memenuhi persyaratan

SNI (Standard Nasional Indonesia) melalui parameter pengujian bobot

jenis dan kelarutannya dalam etanol.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari pengujian bobot jenis minyak pala

dan kelarutannya dalam etanol adalah menambah wawasan penulis dalam ilmu

pengetahuan minyak atsiri dan megetahui cara menentukan mutu minyak atsiri

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Pala 2.1.1 Sistematika Tanaman

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Magnoliales

Famili : Myristicaceae

Genus : Myristica

Spesies : Myristica fragrans Houtt

(Agusta, 2000).

2.1.2 Jenis Jenis Tanaman Pala

Di Indonesia ada beberapa jenis pala yang dikenal, diantaranya : Myristica

fragrans, yang merupakan jenis utama dan mendominasi jenis lain dalam segi

mutu maupun produktivitas. Tanaman ini merupakan tanaman asli pulau Banda.

Myristica argenta Warb, lebih dikenal dengan nama Papuanoot asli dari Papua,

khususnya di daerah kepala burung. Tumbuh di hutan-hutan, mutunya dibawah

(17)

speciosa, terdapat di pulau Bacan. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.

Myristica succeanea, terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak mempunyai

nilai ekonomi (Rismunandar, 1992).

2.1.3 Karakteristik Umum

Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m

dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000 - 3.500 mm

tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Tanaman pala umumnya

dibudidayakan di Kepulauan Maluku, khususnya Ambon dan Banda. Ditanam

dalam skala kecil di kepulauan lainnya sekitar Banda, Manado, Sumatera Barat,

Jawa Barat, dan Papua. Dalam perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau

dalam bahasa Inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae

arillus atau macis. Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex

(Lutony, 2002).

Tumbuhan ini berumah dua (dioecious) sehingga dikenal pohon jantan dan

pohon betina. Daunnya berbentuk elips langsing. Bunga pala berwarna kuning

pucat, lunak dan berbau harum. Buah pala berwarna kuning hijau, tekstur keras,

diameter bervariasi antara 3 - 9 sentimeter. Bila buah masak maka daging buahnya

akan terbuka, sehingga terlihat biji yang berwarna coklat dan tertutup oleh arilis

berwarna merah cerah dan berbentuk seperti jala atau berlubang-lubang. Selaput

merah ini jika telah kering disebut fulu (mace). Biji pala kering bewarna coklat

berbentuk bulat telur, panjang kira-kira 1.5 - 4.5 cm dan tebal 1 - 2,5 cm

(18)

Cara memperbanyak tanaman pala, dilakukan dengan system penyemaian

biji yang kemudian dipindahkan ke tanah yang mempenuhi syarat. Tetapi tanah

yang paling baik adalah tanah yang berasal dari gunung berapi, tumbuh subur

pada daerah pantai. Karena itu pertumbuhan tanaman tersebut sangat baik pada

pulau kecil. Pohon pala mulai berbuah pada umur 8 - 10 tahun, dan hasil

maksimum diperoleh pada umur 25 tahun, dan dapat menghasilkan buah hingga

umur 60 sampai 70 tahun. Pemanenan dapat dilakukan 3 kali setahun hasil 1000

buah dari pohon pala yang telah tua (Lutony, 2002).

Sebelum dipasarkan, biji pala dijemur hingga kering setelah dipisah dari

fulinya. Pengeringan ini memakan waktu enam sampai delapan minggu. Bagian

dalam biji akan menyusut dalam proses ini dan akan terdengar bila biji

digoyangkan. Cangkang biji akan pecah dan bagian dalam biji dijual sebagai biji

pala, yang dikenal di pasaran dengan sebutan pala itu sendiri. Biji pala

mengandung minyak atsiri 7-14%. Minyaknya dapat dipakai sebagai campuran

parfum atau sabun (Lutony, 2002).

2.1.4 Kandungan Kimia

Daging buah pala seberat 100 g kira-kira terkandung air 10 g, protein 7 g,

lemak 33 g, minyak yang menguap dengan komponen utama mono terpene

hydrocarbons (61 - 88% seperti alpha pinene, beta pinene, sabinene), asam

monoterpenes (5 - 15%), aromatik eter (2 - 18% sepertimyristicin, elemicin).

Daging buah pala kering mengandung minyak atsiri 8,5%. Pada arillus terdapat

(19)

atsiri, minyak lemak, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, hars, zat

samak, lemonena, dan asam oleanolat. Kulit buah mengandung minyak atsiri dan

zat samak. Setiap 100 g bunga kira-kira mengandung air 16 g, lemak 22 g, minyak

yang menguap 10 g, karbohidrat 48 g, fosfor 0,1 g, zat besi 13 mg. Warna merah

dari fulinya adalah lycopene yang sama dengan warna merah pada tomat

(Santoso, 1993).

2.1.5 Kegunaan dan Manfaat

Diketahui bahwa senyawa aromatik myristicin, elimicin, dan safrol sebesar

2 - 18% yang terdapat pada biji dan bunga pala bersifat merangsang tidur

berkhayal (halusigenik) sehingga dapat mengatasi gangguan tidur. Di beberapa

negara Eropa, biji pala di gunakan dalam porsi sedikit sebagai bumbu masakan

daging dan sup. Fulinya (kulit pembungkus biji pala) lebih disukai digunakan

dalam penyedap masakan, acar dan kecap. Minyak yang mudah menguap dari biji,

fuli, kulit, kayu, daun dan bunga hasil sarinya sebagai oleoresins sering digunakan

dalam industri pengawetan minuman ringan dan kosmetik (Rismunandar, 1992).

Minyak pala secara luas digunakan sebagai bahan penyedap pada produk

makanan dengan dosis yang dianjurkan sekitar 0,08%. Minyak ini memiliki

kemampuan mematikan serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal) dan

antibakteri. Sebagai obat, pala berkhasiat sebagai bahan perangsang (stimulan),

mengeluarkan angin (karminatif) dan menciutkan selaput lendir atau pori-pori

(20)

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau atau biasa disebut dengan minyak esential,

minyak eteris karena pada suhu kamar mudah menguap di udara terbuka tanpa

mengalami penguraian. Istilah esential atau minyak yang berbau wangi dipakai

karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman penghasilnya. Dalam keadaan

murni dan segar biasanya minyak atsiri umumnya tidak berwarna atau

kekuning-kuningan dengan rasa dan bau yang khas. Namun dalam penyimpanan lama

minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resi serta warnanya berubah

menjadi lebih gelap (Agusta, 2000).

Sumber minyak atsiri dapat diperoleh dari setiap bagian tanaman seperti

daun, bunga, buah, biji, batang, akar ataupun rimpang. Selain itu dapat larut baik

dalam etanol dan pelarut organik, namun sukar larut dalam air dan kurang larut

dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70%. Umumnya zat organik pada minyak

atsiri tersusun dari unsur C, H dan O berupa senyawa alifatis atau aromatis

meliputi kelompok hidrokarbon, ester, eter, aldehid, keton, alkohol dan asam

(Agusta, 2000).

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam

tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia

dengan adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan

tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak

(21)

2.2.1 Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut

kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili

Piperaceae), di dalam saluran minyak seperti vittae (famili Umbelliferae), di

dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae),

terkadang dalam semua jaringan (pada famili Conaferae). Pada bunga mawar,

kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu

manis banyak ditemui pada kulit batang (korteks), pada famili Umbelliferae

banyak terdapat pada perikarp buah, pada Menthae sp., terdapat dalam rambut

kelenjar batang dan daun serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan helai

daun (Guenther, 1987).

2.2.2 Sifat - Sifat Minyak Atsiri

Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut :

1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

2. Memiliki bau khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya.

3. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari

macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun.

4. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi

kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit,

tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

5. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah

(22)

maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas

yang ditempel.

6. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi

tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh

asam-asam lemak.

7. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen

udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena

terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.

8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan

rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom

C asimetrik.

9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut

hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat

kecil.

10. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

11. Indeks bias umumnya tinggi.

(Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.3 Parameter Minyak Atsiri

Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali

kualitas minyak atsiri meliputi bobot jenis, indeks bias, putaran optik dan

(23)

2.2.3.1 Bobot Jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu

dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat

piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180.

Nilai bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot

minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada

yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat

komponen-komponen yang terkandung didalamnya Semakin besar fraksi berat yang

terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya

bobot jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan

terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.3.2 Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam

udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks

bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen - komponen yang tersusun

dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana

komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya

(Sastrohamidjojo, 2004).

Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau

komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri

akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan.

(24)

indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan

nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.3.3 Putaran optik

Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter

yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika

ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar

bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary).

Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak

atsiri (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.3.4 Kelarutan Dalam Alkohol

Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya

minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri

mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa

digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri

banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga

kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat

konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada

kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga

dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses

polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya

(25)

Kondisi penyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi

diantaranya cahaya,udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak

baik. Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak

larut dalam air. Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena

alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang

dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol

ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak (Guenther,

1987).

Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen

teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi

kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena

senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak

mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil

kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas

minyak atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.4 Metode Penyulingan Minyak Atsiri

Metode penyulingan minyak atsiri dalam industri minyak atsiri dikenal

tiga macam, yaitu metode penyulingan dengan air, metode penyulingan air dan

(26)

2.2.4.1 Penyulingan Dengan Air

Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air

mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna

tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan

dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung,

mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap

melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung

antara bahan dengan air mendidih. Beberapa jenis bahan (misalnya bubuk buah

badam, bunga mawar, dan orange blossoms) harus disuling dengan metode ini,

karena bahan harus tercelup dan bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling

dengan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan

besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan

(Guenther, 1987).

2.2.4.2 Penyulingan Dengan Air Dan Uap

Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau

saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada

tidak jauh dari bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu

dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini

adalah:

1. Uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas.

2. Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air

(27)

2.2.4.3 Penyulingan Dengan Uap

Metode ketiga disebut penyulingan uap, atau penyulingan uap langsung

dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak

diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat

panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap

melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas

melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987).

Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga proses

penyulingan. Tetapi bagaimanapun juga dalam prakteknya hasilnya akan berbeda

bahkan kadang-kadang perbedaan ini sangat berarti, karena tergantung pada

metode yang dipakai dan reaksi - reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya

penyulingan (Guenther, 1987).

2.2.5 Kandungan Kimia Minyak Atsiri

Tidak satupun minyak atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi

merupakan campuran komponen yang terdiri dari tipe-tipe berbeda. Berdasarkan

cara isolasinya, komponen penyusun minyak atsiri dapat dibedakan menjadi

beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah, misalnya stearoptena.

2. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi bertingkat.

3. Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi bertingkat.

4. Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melaluikromatografi.

(28)

Dengan pesatnya kemajuan instrumentasi analitik, telah dapat dilakukan

identifikasi yang tepat atas penyusun minyak atsiri, termasuk konstituen

runutanya. Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpen, yaitu suatu

senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi ke dalam satuan-satuan

isopren. Satuan-satuan isopren (C5H8) ini terbentuk asetat melalui jalur

biosintesis asam mevalonat dan merupakan rantai bercabang lima satuan atom

karbon yang mengandung dua ikatan rangkap (Ketaren, 1985).

Terpen yang paling sering terdapat sebagai komponen penyusun minyak

atsiri adalah monoterpen. Monoterpen banyak ditemui dalam bentuk asiklis,

monosiklis, serta bisiklis sebagai hidrokarbon dan keturunan yang teroksidasi

seperti alkohol, aldehid, keton, fenol, oksidasi, dan ester. Terpen lain di bawah

monoterpen yang berperan penting sebagai penyusun minyak atsiri adalah

seskuiterpen dan diterpen. Kelompok besar lain dari komponen penyusun minyak

atsiri adalah senyawa golongan fenil propan. Senyawa ini mengandung cincin

fenil C6 dengan rantai samping berupa propana C3 (Ketaren, 1985).

2.2.6 Penggolongan Minyak Atsiri

Walaupun minyak atsiri mengandung bermacam–macam komponen kimia

yang berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan kedalam 4 kelompok

besar yang dominan menentukan sifat minyak atsiri, yaitu:

1. Terpen, yang ada hubungan dengan isopren atau isopentena

2. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang

(29)

4. Bermacam-macam persenyawaan lainnya.

Contoh dari terpen asiklis dengan 3 ikatan rangkap dapat ditemui pada

persenyawaan osimen dan mirsen. Pada alkohol siklik geraniol dan linaool,

aldehid (sitronellal), dan pada asam dehidro geranat sering terjadi beberapa

tingkat oksidasi dan reduksi hidrokarbon terpen (Guenther, 1990).

2.3 Minyak Pala

Minyak pala adalah minyak yang dihasilkan dari penyulingan biji pala

jenis Myristica fragrans atau dikenal dengan sebutan Pala Banda. Jenis pala

tersebut banyak dibudidayakan dan diolah di daerah Maluku, Sulawesi Utara,

Aceh, Sumatera Barat, dan Pulau Jawa. Minyak pala merupakan salah satu

minyak atsiri yang banyak diekspor Indonesia. Minyak pala banyak digunakan

dalam formula obat-obatan, parfum, minuman, detergen, aromaterapi, dan

lain-lain. Biji pala merupakan hasil utama yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari

tanaman pala (Lutony, 2002).

Penelitian terhadap minyak atsiri tanaman pala telah banyak dilakukan.

Hal ini disebabkan karena fakta bahwa minyak atsiri mempunyai kandungan

senyawa atau zat yang lebih banyak, sehingga banyak digunakan sebagai bahan

baku industri. Selain itu, minyak atsiri mengandung senyawa yang mempunyai

pengaruh sebagai psikotropika yang bersifat farmakologis. Minyak atsiri pala ini

berupa cairan yang tidak berwarna atau kuning pucat serta memiliki rasa dan bau

yang menyerupai pala, diperoleh dengan proses distilasi. Minyak ini dapat larut

(30)

dan udara, sehingga tempat penyimpanannya harus terlindung dari cahaya dan

dalam wadah yang tertutup rapat. Komponen dalam biji dan fuli pala terdiri dari

minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan

mineral-mineral. Biji pala yang dimakan ulat mempunyai presentase minyak atsiri lebih

tinggi daripada biji utuh karena pati dan minyak lemaknya sebagian dimakan oleh

serangga (Harris, 1987).

2.3.1 Kandungan Utama Minyak Pala

Komponen utama minyak biji pala adalah terpen, terpen alcohol dan

fenolik eter. Komponen monoterpen hidrokarbon yang merupakan komponen

utama minyak pala terdiri atas β-pinene (23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene

(7,5%). Sedangkan komponen fenolik eter terutama adalah myristicin (16,2%),

diikuti safrole (3,9%) dan metil eugenol (1,8%). Selanjutnya Dorman et al.,

(2004) menyatakan terdapat 25 komponen yang teridentifikasi dalam minyak pala

(sejumlah 92,1% dari total minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan

(hydrodistillation) menggunakan alat penyuling minyak. Pada prinsipnya

komponen minyak tersebut teridentifikasi sebagai α-pinen (22,0%) dan β– pinen

(21,5%), sabinen (15,4), myristicin (9,4), dan terpinen–4-ol(5,7). Minyak fuli

(31)

2.3.2 Parameter Mutu Minyak Pala

Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui standar mutu

minyak pala meliputi, bobot jenis, indeks bias, penentuan kelarutan dalam etanol

(Badan Standarisasi Nasional, 2006).

2.3.2.1Bobot Jenis Minyak Pala

Prinsip bobot jenis minyak pala didasarkan pada perbandingan antara berat

minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara penentuan bobot

jenis minyak pala yaitu dengan menggunakan alat piknometer. Piknometer dicuci

dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.

Bagian dalam piknometer dan tutupnya dikeringkan dengan arus udara kering dan

sisipkan tutupnya. Didiamkan pinometer di dalam lemari timbangan selama 30

menit dan ditimbang (m) (Badan Standarisasi Nasional, 2006).

Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 20°C.

sambil menghindari adanya gelembung gelembung udara. Piknometer dicelupkan

ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit sisipkan

penutupnya kemudian dikeringkan piknometernya. Piknometer didiamkan dalam

lemari timbangan selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan isinya (m1).

Piknometer tersebut dikosongkan, dan dicuci dengan etanol dan dietil eter.

Kemudian dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh

minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dan

penutupnya dimasukkan kembali dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C

(32)

dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian ditimbang dengan isinya (m2)

(Badan Standarisasi Nasional, 2006).

2.3.2.2 Indeks Bias Minyak Pala

Prinsip indeks bias minyak pala didasarkan pada pengukuran langsung

sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap (Badan

Standarisasi Nasional, 2006). Cara penentuan indeks bias minyak pala yaitu

dengan menggunakan alat refraktometer. Air dialirkan melalui refraktometer agar

alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan, suhu kerja harus

diperhatikan dengan toleransi ± 0,2°C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di

dalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana

pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil (Badan

Standarisasi Nasional, 2006).

2.3.2.3 Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol

Prinsip penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol didasarkan pada

prinsip kelarutan minyak pala dalam etanol absolut atau etanol yang diencerkan

yang menimbulkan kekeruhan dan dinyatakan sebagai larut sebagian atau larut

seluruhnya, berarti bahwa minyak tersebut membentuk larutan yang bening dan

cerah dalam perbandingan - perbandingan seperti yang dinyatakan (Badan

Standarisasi Nasional, 2006).

Cara penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol sangat sederhana.

(33)

berukuran 10 ml atau 25 ml, tambahkan etanol 90%, setetes demi setetes.

Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang

sebening mungkin pada suhu 20°C, bila larutan tersebut tidak bening

,bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembandingan,

melalui cairan yang sama tebalnya. Setelah minyak tersebut larut tambahkan

etanol berlebih karena beberapa minyak tertentu mengendap pada penambahan

etanol lebih lanjut (Badan Standarisasi Nasional, 2006).

2.3.3 Manfaat dan Kegunaan Minyak Pala

Kegunaan senyawa penyusun minyak atsiri pala antara lain senyawa

camphene dan turunannya memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan insektisida

yang kuat, banyak digunakan dalam industri dan manufaktur. Camphene dapat

dikonversi menjadi senyawa lain, digunakan dalam pembuatan kapur barus, obat

dalam farmasi, dan camphene sendiri telah terbukti dapat mencegah atheromatosis

pada aorta beberapa hewan (Harris, 1987).

Senyawa d-pinene digunakan dalam pembuatan kapur barus (kamper),

pelarut, plastik, dasar parfum dan minyak pinus sintetis. Kemudian dipentene

digunakan sebagai bahan pelarut, juga digunakan dalam pembuatan resin.

Senyawa d-linalool juga disebut coriandrol dan geraniol paling utama digunakan

dalam wewangian sedangkan senyawa d-borneol digunakan dalam pembuatan

wewangian dan dupa. Kemudian i-terpineol dan safrol digunakan sebagai

(34)

yang banyak dipelajari, karena sifat farmakologinya dan dapat menyebabkan efek

halusinogen (Harris, 1987).

2.3.4 Penyulingan Minyak Pala

Penyulingan minyak atsiri pala bisa dilakukan dengan cara penyulingan

uap (kohobasi dan destilasi) pada tekanan rendah, sedangkan penyulingan dengan

tekanan tinggi bisa menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan

menurunkan mutu minyak atsiri. Pada biji pala, terdapat dua bagian utama yaitu

30–45% minyak dan 45–60% bahan padat termasuk selulosa. Sedangkan untuk

minyak pala terdiri atas dua jenis, yaitu minyak atsiri pala (essential oil) sebanyak

5–15% dari berat biji keseluruhan dan lemak (fixed oil) yang disebut nutmeg

butter sebanyak 24-40% dari berat biji pala. Minyak atsiri pala lebih berperan

penting sebagai perisa (flavouring agent) dalam industri makanan dan minuman,

(35)

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat Pengujian

Penentuan bobot jenis minyak pala dan kelarutan minyak pala dalam

etanol dilakukan di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB)

Medan yang bertempat di jalan STM No.17 Medan.

3.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah minyak pala yang diproduksi oleh PT.

Karimun Kencana Aromatis Medan dengan no kode : 18/ S&C / X / 8.

3.3 Alat

3.3.1 Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala sesuai dengan SNI 06-2388- 2006

Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah adalah penangas air yang

dilengkapi dengan thermostat, piknometer berkapasitas 10 ml dan timbangan

analitik.

3.3.2 Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai dengan SNI 06-2388-2006

Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah gelas ukur 50 ml dan gelas

(36)

3.4 Bahan

3.4.1 Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala sesuai dengan SNI 06-2388-2006

Bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah akuades.

3.4.2 Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai dengan SNI 06-2388-2006

Bahan yang digunakan adalah asam nitrat encer (25 %), etanol 90%,

larutan natrium khlorida 0,0002 N dan larutan perak nitrat 0,1 N.

3.5 Prosedur

3.5.1 Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala sesuai dengan SNI 06-2388-2006

Prosedur kerja yang dilakukan untuk pengujian bobot jenis minyak pala,

yaitu:

1. Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian bilas dengan etanol.

2. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara dingin dan

sisipkan tutupnya.

3. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan

timbang (m).

4. Isi piknometer dengan air suling yang telah didihkan dan biarkan dan

biarkan pada suhu 200C, sambil menghindari adanya gelembung-gelembung

udara.

5. Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 200C ± 0,20C selama

(37)

6. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya.

7. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian

timbang dengan isinya (m1).

8. Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol, kemudian keringkan

dengan arus udara kering.

9. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelemmbung

udara.

10. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 200C ± 0,20C

selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut.

11. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang

(m2).

3.5.2 Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai dengan SNI 06-2388-2006

3.5.2.1Larutan Pembanding

a.Tambahkan 0,5 ml larutan perak nitrat 0,1 N ke dalam 50 ml larutan

natrium khlorida 0,0002 N dan dikocok.

b.Tambahkan satu tetes asam nitrat encer (25 %) dan amati setelah 5 menit.

Lindungi dari sinar matahari langsung.

3.5.2.2Prosedur Pengujian

1. Tempatkan 1 ml contoh dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang

(38)

2. Tambahkan etanol 90%, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap

penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada

suhu 20°C;

3. Bila larutan tersebut tidak bening , bandingkanlah kekeruhan yang terjadi

dengan kekeruhan larutan pembandingan, melalui cairan yang sama tebalnya;

4. Setelah minyak tersebut larut tambahkan etanol berlebih karena beberapa

minyak tertentu mengendap pada penambahan etanol lebih lanjut.

5. Hasil uji dinyatakan sebagai berikut:

Kelarutan dalam etanol 90% = 1 volume minyak, menjadi jernih dengan

maksimum 3 volume etanol. Bila larutan tersebut tidak sepenuhnya bening, catat

apakah kekeruhan tersebut “ lebih besar daripada” , “sama” atau “lebih kecil

daripada” kekeruhan larutan pembandingan.

3.6 Perhitungan

Untuk menghitung bobot jenis minyak pala digunakan rumus sebagai

berikut : Bobot jenis d =

Dengan :

m adalah massa, piknometer kosong.

m1 adalah massa, piknometer berisi air pada suhu 200C (g)

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Bobot Jenis pada Minyak Pala sesuai dengan SNI 06 - 2388 - 2006

Berdasarkan pengujian bobot jenis yang dilakukan, minyak pala yang diuji

dengan no kode : 18/ S&C / X / 8 memiliki mutu / kualitas yang baik karena

memenuhi syarat Standard Nasional Indonesia (SNI 06-2388-2006), yaitu bobot

jenis harus berada pada rentang 0,880 - 0,910. Dari pengujian yang dilakukan

sebanyak dua kali ( duplo ) hasil yang didapatkan berada pada rentang tersebut

dengan nilai pada percobaan I 0,8949 dan percobaan II 0,8955.

4.2 Penentuan Kelarutan Minyak Pala dalam Etanol sesuai dengan SNI 06 - 2388-2006

Berdasarkan pengujian kelarutan minyak pala dalam etanol yang dilakukan,

minyak pala yang diuji dengan no kode : 18/ S&C / X / 8 memiliki mutu / kualitas

yang baik karena memenuhi syarat Standard Nasional Indonesia (SNI

06-2388-2006), yaitu minyak pala larut dalam etanol 90% dengan perbandingan 1 : 3. Dari

pengujian yang dilakukan, 1 ml minyak pala larut / jernih dalam 3 ml etanol 90%

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian penentuan bobot jenis minyak pala dan kelarutannya

dalam etanol yang dilakukan, disimpulkan bahwa minyak pala yang diuji

memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI 06-2388-2006.

.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan pengujian terhadap seluruh parameter minyak pala,

tidak hanya bobot jenis dan kelarutannya saja, tetapi juga parameter lainnya

seperti indeks bias maupun putaran optiknya. Terhadap dinas – dinas yang

menangani pengujian minyak atsiri, diharapkan melengkapi seluruh peralatan

yang diperlukan pada saat pengujian dan dapat meggunakannya seoptimal

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB Press. Hal 1-3, 6-37, 72-74.

Badan Standar Nasional. (2006). SNI 06-2388-2006 Minyak Pala (Myristica fragrans). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Hal 1-8.

Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia-Press. Hal. 552 – 575.

Guenther, E. (1990). Minyak Atsiri Jilid IV. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia-Press. Hal. 448 – 450, 489 – 491.

Harris, Ruslan. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Hal. 22- 24, 33-36, 79-8.

Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarata. Balai Pustaka. Hal. 33 – 35.

Lutony, T.L, dan Yeyet Rahmayati. (2002). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal 4-8, 21-27, 32-35, 98-103.

Rismunandar. (1992). Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta. Penerbit Swadaya. Hal 1, 7-8, 23, 81.

Santoso, H. (1993). Budidaya Pala Komoditas Ekspor. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Hal. 35 – 42.

(42)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel 1 : Data Hasil Pengujian

No Sampel Bobot Jenis Kelarutan dalam

etanol 90%

1 Minyak Pala

Data I Data II

0,8949 0,8955 1:3, seterusnya jernih

Perhitungan:

Bobot jenis d =

Dengan :

m adalah massa, piknometer kosong.

m1 adalah massa, piknometer berisi air pada suhu 200C (g).

m2 adalah massa, piknometer berisi contoh pada suhu 200C (g).

Didapatkan data dari hasil percobaan sebagai berikut:

Data I : m : 27,6640 g

m1 : 37, 1804 g

m2 : 36, 1811 g

Perhitungan:

Bobot Jenis = = =

(43)

Data II: m : 27,6638 g

m1 : 37, 1810 g

m2 : 36, 1873 g

Perhitungan:

Bobot Jenis = = =

=

(44)

Lampiran 2. Gambar Alat Pengujian

Gambar 1 : Water bath/ penangas air Gambar 2 : Piknometer 10 ml

(45)

Lampiran 3

Tabel 2 : Parameter Syarat Mutu Minyak Pala menurut SNI 06-2388-2006

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1

1.1

1.2

Keadaan

Warna

Bau

-

-

Tidak berwarna-kuning pucat

Khas minyak pala

2 Bobot Jenis 200C/200C - 0,880 - 0,910

3 Indeks bias ( ) - 1,470 – 1,497

4 Kelarutan dalam etanol 90%

pada suhu 200C

- 1:3 jernih, seterusnya jernih

5 Putaran optic - (+)80 – (+)250

6 Sisa penguapan % Maksimum 2,0

Gambar

Tabel 1 : Data Hasil Pengujian
Gambar  1 : Water bath/ penangas air
Tabel 2 : Parameter Syarat Mutu Minyak Pala menurut SNI 06-2388-2006

Referensi

Dokumen terkait

Sub Pokok Bahasan : Komunikasi, Direction and Channels of Communication, Barriers to Effective Communication Kegiatan Pembelajaran : Ceramah dan Problem Based Learning. Tahap

[r]

 The set of shared values that help people in a group, organization or society understand which actions are considered acceptable and which are

SURAT KEPUTUSAN Nomor : 0095/VII/2015 TENTANG PEMBAGIAN TUGAS GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR PELAJARAN

 Communication overload : Terlalu banyak informasi dan pesan yang diterima

363 PT PAN ASIA SERVISINDO 344 TAHUN 2012 Jalan Raya Darmo Permai Timur No.. Agung Soeprapto, Tumenggungan, Lamongan

Menariknya di Indonesia, secara historis hampir diketahui banyaknya komunitas, partai, golongan, kelas, paham keislaman yang terklasifikasikan itu merupakan

Kredit yang diberikan oleh bank didasarkan atas kepercayaan sehingga dengan demikian pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha bank untuk mendapatkan