• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

TERJEMAHAN ISTILAH BUDAYA DALAM NOVEL

NEGERI 5 MENARA

KE DALAM BAHASA

INGGRIS

THE LAND OF FIVE TOWERS

TESIS

Oleh

APRAISMAN NDRURU

117009032/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TERJEMAHAN ISTILAH BUDAYA DALAM NOVEL

NEGERI 5 MENARA

KE DALAM BAHASA

INGGRIS

THE LAND OF FIVE TOWERS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains dalam Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

APRAISMAN NDRURU

117009032/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : TERJEMAHAN ISTILAH BUDAYA DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KE DALAM BAHASA INGGRIS THE LAND OF FIVE TOWERS

Nama Mahasiswa : Apraisman Ndruru Nomor Pokok : 117009032

Program Studi : Linguistik

Konsentrasi : Kajian Terjemahan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Roswita Silalahi, M.Hum) (Dra. Hayati Chalil, M. Hum)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 26 Juni 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Roswita Silalahi, M.Hum

Anggota : 1. Dra. Hayati Chalil, M.Hum

2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D

3. Dr. Syahron Lubis, M.A

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“TERJEMAHAN ISTILAH BUDAYA DALAM NOVEL

NEGERI 5 MENARA

KE DALAM BAHASA

INGGRIS

THE LAND OF FIVE TOWERS”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya

penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pendutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika

penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis

ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang

penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers. Penguasaan budaya sangat penting dipahami oleh penerjemah dalam menerjemahkan istilah BSu ke dalam BSa karena budaya sangat khas dalam suatu masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers, dan (2) teknik penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers. Data yang dianalisis pada tataran kata dan frasa dengan menggunakan metode penelitian deskriptif-kulaitatif. Temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan istilah budaya adalah gelar/sebutan memiliki persentase paling tinggi, yaitu (15,53%), diikuti makanan dan bangunan (rumah/kota) (13,59%), transportasi dan benda budaya memiliki persentase yang sama (8,73%), flora (6,79%), pakaian dan organisasi memiliki persentase yang sama (5,82%), pekerjaan dan kesenian memiliki persentase yang sama (4,85%), agama dan fauna memiliki persentase yang sama (2,91%), admnistratif dan konsep memiliki persentase yang sama (1,94%), dan persentase yang paling rendah adalah hukum dan bahasa isyarat (0,97%). Dan teknik penerjemahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah teknik penerjemahan menggunakan satu teknik (tunggal) penerjemahan dan menggunakan dua teknik penerjemahan (kuplet). teknik penerjemahan harfiah merupakan teknik yang digunakan paling banyak oleh penerjemah (32,03%), diikuti teknik penerjemahan adaptasi (20,38%), peminjaman murni (16,50%), generalisasi (9,70%), amplifikasi dan kalke + peminjaman murni memiliki persentase yang sama (5,82%), deskripsi dan reduksi memiliki persentase yang sama (2,91%), dan teknik penerjemahan yang memiliki persentase yang terendah adalah modulasi, amplifikasi + peminjaman murni, peminjaman murni + deskripsi dan generalisasi + deskripsi (0,97%).

(7)

ABSTRACT

This study focuses on Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers. The mastery of culture is very important understood by a translator to translate terms of the source language into the target language because it is peculiar to a community . The objectives of this study are (1) to describe cultural terms found in a novel of Negeri 5 Menara and its translation The Land Of Five Towers, and (2) to describe translations techniques used by a translator in translating a novel of Negeri 5 Menara into English The Land of Towers. The datas analyzed are words and phrases by using qualitative-descriptive research method. The research findings found in cultural terms as follows : terms closely related to title/address is the highest percentage (15,53%), followed by terms closely related to buildings (house/town) (13,59%), terms closely related to transportation and artefacts which have the same percentage (8,73%). terms closely related to flora (6,79%), terms closely related to clothes and organisations which have the same percentage (5,82%), terms closely related to works and artistics which have the same percentage (4,85%), terms closely related to religious and fauna which have the same percentage (2,91%), terms closely related to administrative and concept which have the same percentage (1,94%), and terms closely related to law and gesture is the lowest percentage (0,97%). Furthermore, translation techniques used by a translator are single and couplet translation technique, as follows : literal translation is the highest percentage(32,03%), followed by adaptation (20,38%), pure borrowing (16,50%), generalization (9,70%), amplification and calque + pure borrowing have the same percentage (5,82%), description and reduction have the same percentage (2,91%), modulation, amplification + pure borrowing, pure borrowing + description and generalization + description are the lowest percentage (0.97%).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus

atas berkat dan pertolongan-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini,

sehingga penulis dapat selesai dengan tepat waktu. Penulisan tesis ini sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program

Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, oleh karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan

kemampuan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk

penyempurnaan penulisan tesis ini.

Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih

sedalam-dalamnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H., M.Sc, (CTM), Sp.A(K).

2. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara dan juga sebagai penguji, Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D, yang

telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.

3. Pembimbing, Ibu Dr. Roswita Silalahi, M.Hum, sebagai pembimbing pertama

yang telah mengarahkan, membantu, dan mendampingi penulis sejak dari

awal sampai selesai penulisan tesis ini.

4. Pembimbing, Ibu Dra. Hayati Chalil, M.Hum, sebagai pembimbing kedua

(9)

5. Penguji Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D dan Bapak Dr. Syahron

Lubis, M.A yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam

penyelesaian tesis ini.

6. Sekretaris Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara, Ibu Dr.

Nurlela, M.Hum.

7. Kedua orang tua tercinta Bapak Tandra‟ana‟a Ndruru dan Ibu Nelihati Laia

yang telah memberi dukungan baik moral, doa dan finansial. Atas dukungan

kedua orang tua tercinta, penulis dapat selesai dengan tepat waktu.

8. Adik tercinta Darianus Ndruru, Johanan Kalvin Ndruru, Asniar Ndruru dan Sri

Intan Aprianis Ndruru yang telah memberikan motivasi dan saran kepada

penulis.

9. Kakek tercinta Bapak Fatolasa Ndruru, Bapak Talizonekhe Ndruru dan

pakcik Aluizatulo Ndruru yang selalu memberikan nasehat kepada penulis.

10.Nenek tercinta Ibu Nifilimbalaki Bu‟ulolo dan Ibu Herlina Duha yang selalu

mendoakan dan menguatkan penulis selama perkuliahan sampai selesai.

11.Abang A/I.Farel Laia, A/I.Cellin Laia, A/I. Elsa Halawa dan A/I.Tian Waruwu

yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

12.Abang Dalvin Amazihono dan istrinya, Yanuardin Amazihono, Meidar

Amazihono, Sri Oktafyani Amazihono dan Larman Hulu atas bantuan dan

dukungan kepada penulis.

13.Pakcik dan istrinya Bapak Bachtiar Ndruru dan Adil Hati Amazihono yang

selalu memberikan wejangan kepada penulis selama perkuliahan sampai

(10)

14.Teman-teman kuliah Demetrius Waoma, Supriyadi, Ganda Simatupang,

Merry Silalahi, Bertova Simanihuruk, Ismail Husaini, Irfah Zukhairiyah,

Tedty Tinambunan, Nurhanifah Lubis, Boy Hendrawan Manurung, Evi Sovia

Manurung, Ratih and Yuni Zai yang selalu mengingatkan dan menolong

penulis dalam penyelesaian tesis ini.

15. Teman-teman guru di SMK Negeri 1 dan SMK Swasta BNKP daro-daro

Balaekha Lahusa Kecamatan Lahusa kabupaten Nias Selatan, Ibu Yuliana

Maduwu, Bapak Fangato Harefa, Hasrat Jaya Laia, Waoziduhu Bu‟ulolo,

Meiman S. Laia, Siduhusa Hulu, Everianus Laia, Sokhialui Harefa, Anarota

Ndruru dan seluruh pegawai yang telah memberikan dukungan moral kepada

penulis dalam penyelesaian tesis ini.

16.Pemerintah Kabupaten Nias Selatan khususnya Bupati dan Dinas Pendidikan

Kabupaten Nias Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk dapat kuliah di USU dalam meningkatkan kualitas diri sebagai guru.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dan tak dapat disebutkan

satu persatu oleh penulis, semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan

kepada penulis diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dan semoga tesis ini dapat

bermanfaat kepada pembaca.

Medan, Juli 2013

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : APRAISMAN NDRURU

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Bowo, 05 April 1986

Alamat : Dusu Bowo, Desa Sitolubanua, Kecamatan

Lahusa, Kabupaten Nias Selatan

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

HP : 0852 6148 8543

Alamat Kantor : Desa Sinar Baru Daro-daro, Kecamatan

Lahusa, Kabupaten Nias Selatan

E-mail : apraisman_ndruru@yahoo.co.id

II. Riwayat Pendidikan

Tahun 1992-1998 : SD Negeri No. 071207 Laowi, Kecamatan

Lahusa, Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2001-2004 : SMP Swasta Bunga Mawar Gunungsitoli,

Kabupaten Nias

Tahun 2004-2008 : IKIP Gunungsitoli, Kabupaten Nias

III. Riwayat Pekerjaan

Tahun 2008 : Bekerj di NGO Help dari German dari Januari

2008 sampai Desember 2008

Tahun 2008-2011 : Guru SMK Swasta BNKP Daro-daro Balaekha,

Kecamatan Lahusa, Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2009-2010 : Guru SMK Negeri 2 Lahusa, Kecamatan

Lahusa, Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2010-sampai sekarang : Guru SMK Negeri 1 Lahusa, Kecamatan

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah Peneltian ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Batasan Masalah Penelitian ... 11

1.6 Klarifikasi Makna Istilah ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA TEORI ... 13

2.1 Kajian Pustaka ... 13

2.1.1 Penelitian yang Relevan ... 13

2.2 Kerangka Konsep ... 19

2.2.1 Definisi Penerjemahan ... 19

2.2.2 Prinsip Penerjemahan ... 22

2.2.3 Jenis-jenis Terjemahan ... 25

2.2.3.1 Terjemahan Menurut Ragam Bahasa ... 25

2.2.3.2 Terjemahan Menurut Bentuk Teks... 26

2.2.3.3 Terjemahan Menurut Hierarki Bahasa ... 27

2.2.4 Batasan Istilah Budaya ... 28

(13)

2.2.6 Definisi Novel... 33

2.3 Kerangka Teori ... 34

2.3.1 Kategori Istilah Budaya ... 34

2.3.2 Klasifikasi Teknik Penerjemahan ... 35

2.4 Kerangka Berpikir ... 40

BAB III METODE PENELITIAN... 42

3.1 Pendekatan dan Rancangan Penelitian ... 42

3.2 Data dan Sumber Data ... 42

3.2.1 Data ... 42

3.2.2 Sumber Data ... 43

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.4 Validitas Data ... 44

3.5 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Kategori Istilah Budaya ... 47

4.1.1 Ekologi ... 50

4.1.1.1 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Flora ... 50

4.1.1.2 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Fauna ... 55

4.1.2 Artefak... 57

4.1.2.1 Isitilah Budaya yang Berkaitan dengan Makanan ... 57

4.1.2.2 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Pakaian ... 63

4.1.2.3 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Bangunan (Rumah/Kota dan Perkakas Rumah Tangga) ... 66

4.1.2.4 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Transportasi ... 74

4.1.2.5 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Benda Budaya ... 79

4.1.3 Kebudayaan Sosial ... 84

4.1.3.1 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Pekerjaan ... 84

4.1.3.2 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Gelar/Sebutan ... 87

4.1.4 Organisasi Sosial ... 98

(14)

4.1.4.2 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Hukum ... 102

4.1.4.3 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Agama ... 103

4.1.4.4 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Administratif... 105

4.1.4.5 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Kesenian ... 106

4.1.4.6 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Konsep ... 111

4.1.5 Bahasa Isyarat dan Kebiasaan ... 112

4.1.5.1 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Bahasa Isyarat .... 112

4.2 Teknik Penerjemahan ... 115

4.2.1 Adaptasi ... 116

4.2.2 Amplifikasi ... 118

4.2.3 Peminjaman Murni ... 119

4.2.4 Deskripsi ... 120

4.2.5 Generalisasi ... 121

4.2.6 Harfiah ... 122

4.2.7 Modulasi ... 123

4.2.8 Reduksi ... 124

4.2.9 Teknik Penerjemahan Kuplet (Kombinasi Dua Teknik Penerjemahan) ... 125

4.2.9.1 Amplifikasi + Peminjaman Murni ... 125

4.2.9.2 Peminjaman Murni + Deskripsi ... 125

4.2.9.3 Generalisasi + Deskripsi ... 126

4.2.9.4 Kalke + Peminjaman Murni ... 126

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 128

5.1 Simpulan ... 128

5.2 Saran ... 129

5.3 Implikasi ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(15)

DAFTAR SINGKATAN

BSu : Bahasa Sumber

BSa : Bahasa Sasaran

TSu : Teks Bahasa Sumber

TSa : Teks Bahasa Sasaran

N5M : Negeri 5 Menara

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jenis Terjemahan Menurut Ragam Bahasa ... 25

Tabel 2.2 Jenis Terjemahan Menurut Bentuk Teks ... 26

Tabel 4.1 Kategori Istilah Budaya ... 48

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 41

(18)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers. Penguasaan budaya sangat penting dipahami oleh penerjemah dalam menerjemahkan istilah BSu ke dalam BSa karena budaya sangat khas dalam suatu masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers, dan (2) teknik penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers. Data yang dianalisis pada tataran kata dan frasa dengan menggunakan metode penelitian deskriptif-kulaitatif. Temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan istilah budaya adalah gelar/sebutan memiliki persentase paling tinggi, yaitu (15,53%), diikuti makanan dan bangunan (rumah/kota) (13,59%), transportasi dan benda budaya memiliki persentase yang sama (8,73%), flora (6,79%), pakaian dan organisasi memiliki persentase yang sama (5,82%), pekerjaan dan kesenian memiliki persentase yang sama (4,85%), agama dan fauna memiliki persentase yang sama (2,91%), admnistratif dan konsep memiliki persentase yang sama (1,94%), dan persentase yang paling rendah adalah hukum dan bahasa isyarat (0,97%). Dan teknik penerjemahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah teknik penerjemahan menggunakan satu teknik (tunggal) penerjemahan dan menggunakan dua teknik penerjemahan (kuplet). teknik penerjemahan harfiah merupakan teknik yang digunakan paling banyak oleh penerjemah (32,03%), diikuti teknik penerjemahan adaptasi (20,38%), peminjaman murni (16,50%), generalisasi (9,70%), amplifikasi dan kalke + peminjaman murni memiliki persentase yang sama (5,82%), deskripsi dan reduksi memiliki persentase yang sama (2,91%), dan teknik penerjemahan yang memiliki persentase yang terendah adalah modulasi, amplifikasi + peminjaman murni, peminjaman murni + deskripsi dan generalisasi + deskripsi (0,97%).

(19)

ABSTRACT

This study focuses on Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers. The mastery of culture is very important understood by a translator to translate terms of the source language into the target language because it is peculiar to a community . The objectives of this study are (1) to describe cultural terms found in a novel of Negeri 5 Menara and its translation The Land Of Five Towers, and (2) to describe translations techniques used by a translator in translating a novel of Negeri 5 Menara into English The Land of Towers. The datas analyzed are words and phrases by using qualitative-descriptive research method. The research findings found in cultural terms as follows : terms closely related to title/address is the highest percentage (15,53%), followed by terms closely related to buildings (house/town) (13,59%), terms closely related to transportation and artefacts which have the same percentage (8,73%). terms closely related to flora (6,79%), terms closely related to clothes and organisations which have the same percentage (5,82%), terms closely related to works and artistics which have the same percentage (4,85%), terms closely related to religious and fauna which have the same percentage (2,91%), terms closely related to administrative and concept which have the same percentage (1,94%), and terms closely related to law and gesture is the lowest percentage (0,97%). Furthermore, translation techniques used by a translator are single and couplet translation technique, as follows : literal translation is the highest percentage(32,03%), followed by adaptation (20,38%), pure borrowing (16,50%), generalization (9,70%), amplification and calque + pure borrowing have the same percentage (5,82%), description and reduction have the same percentage (2,91%), modulation, amplification + pure borrowing, pure borrowing + description and generalization + description are the lowest percentage (0.97%).

(20)

1.1 Latar Belakang

Pada era kemajuan teknologi dewasa ini semakin banyak terjemahan

bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks

bahasa sumber (TSu) ke dalam teks bahasa sasaran (TSa). Hal ini tidak menutup

kemungkinan bahwa bahasa seakan-akan tidak ada batasan bagi siapapun,

mengingat bahasa merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia dalam

berkomunikasi. Para pakar bahasa menyatakan bahwa setiap bahasa mempunyai

sistem sendiri, Nababan (2003:54) menyatakan:

Sistem dalam setiap bahasa adalah polisistemik karena setiap bahasa mempunyai struktur sintaksis, sintagmatik, leksikal, dan morfem yang berbeda dari sistem bahasa lainnya. Perbedaan-perbedaan dalam hal sistem bahasa itulah yang menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dalam pengajaran bahasa, terutama bahasa asing dan dalam penerjemahan.

Ini berarti bahwa perbedaan sistem bahasa ini merupakan salah satu faktor

yang menimbulkan kesulitan bagi seorang penerjemah untuk mencari makna

suatu kata, frasa hingga teks karena perbedaan struktur sintaksis, sintagmatik,

leksikal dan morfem. Dalam novel Negeri 5 Menara dan terjemahannya The Land

of Five Towers terdapat banyak istilah budaya yang memerlukan kehatian-hatian penerjemah dalam menerjemahkan istilah budaya untuk mencari padanan BSu ke

dalam BSa. Sebagai salah satu karya sastra, novel menceritakan kehidupan

seseorang yang tidak terlepas dari kehidupan budaya. Hal ini menunjukkan bahwa

budaya merupakan ungkapan khas yang dimiliki oleh suatu masyarakat dan tidak

(21)

novel, karangan dan iklan biasanya kata-kata atau istilah budaya ditransfer ke dalam

BSa untuk memberikan warna lokal BSu, sehingga menarik perhatian pembaca dan

memberikan rasa kedekatan antara teks dan pembaca, terkadang bunyi atau gambar

yang muncul menampilkan daya tarik. Oleh karena itu, seorang penerjemah dalam

menerjemahkan novel memerlukan pemahaman budaya yang baik antara BSu dan

BSa, sehingga pesan yang ada dalam BSu dapat tersampaikan dalam BSa.

Sebagai contoh terjemahan istilah budaya dalam novel ini adalah bunyi talempong

(N5M, 2009:17) diterjemahkan menjadi the sound of traditional Minang music (TLOFT, 2011:17). Terjemahan istilah ini diterjemahkan ke dalam BSa dengan cara generalisasi. Namun, jenis musik tradisional Minangkabau bukan hanya

talempong, sehingga seharusnya istilah bunyi talempong diterjemahkan ke dalam

BSa seperti BSunya atau melakukan peminjaman dan mendeskripsikannya ke

dalam BSa agar makna dari BSu tetap tersampaikan. Seperti yang dikatakan oleh

Nababan (2003:47) bahwa masalah makna merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari bidang penerjemahan karena tujuan penerjemahan erat kaitannya

dengan masalah pengalihan makna yang terkandung dalam suatu bahasa ke dalam

bahasa lain; tidak jarang juga makna suatu kata sangat ditentukan oleh situasi

pemakaiannya dan budaya penutur suatu bahasa.

Hoed (2006:25) menyatakan bahwa untuk menghasilkan terjemahan yang

baik, maka seorang penerjemah (dan juga juru bahasa) harus memahami BSu dan

BSa secara baik, begitu pula kebudayaan yang melatari kedua bahasa itu dengan

memiliki tiga kualitas dalam menerjemahkan yaitu (1) menguasai pengetahuan

umum yang luas (dan pengetahuan khusus bila ia menerjemahkan teks teknis), (2)

(22)

“logika” teks yang harus diterjemahkan, dan (3) memiliki kemampuan retorika,

yakni kemampuan merekayasa bahasa untuk menghasilkan terjemahan yang

sepadan, akurat, dan berterima pada pembaca (atau pendengarnya).

Dari pernyataan di atas dapatlah disimpulkan bahwa untuk menghasilkan

terjemahan yang bermutu, seorang penerjemah harus memiliki kemampuan ilmu

interdisipliner, penguasaan dua budaya antara BSu dan BSa serta memiliki

kualitas pengetahuan umum dan khusus, memiliki kecerdasan terhadap

pemahaman teks dan memiliki kemampuan retorika. Setiap kegiatan

penerjemahan, pengalihan makna TSu ke dalam TSa dapat menimbulkan

kesulitan bagi penerjemah. Hal ini disebabkan perbedaan makna BSu dan BSa,

Alwasilah (1984:146) mengatakan makna ada dibalik kata, ini berarti bahwa

sesuatu makna yang disampaikan seseorang hanya dapat dipahami melalui

analisis terhadap unit bahasa terkecil berupa kata hingga unit bahasa yang lebih

besar seperti kalimat dalam kaitannya dengan konteks budaya yang ada. Nida

(1975:1) juga berpendapat bahwa suatu kata dapat mempunyai sejumlah makna

yang saling berbeda. Ini berarti bahwa suatu kata yang terdapat dalam suatu

bahasa tidak hanya memiliki satu makna, tetapi suatu kata bisa memiliki sejumlah

makna tergantung isi (content) yang disampaikan dalam suatu teks, dan makna suatu kata dari BSu tidak memiliki makna yang persis sama bila diterjemahkan ke

dalam BSa.

Berkaitan dengan itu Catford (1965:20) menyatakan bahwa translation is

(23)

to target language (TL), conducted by a translator in speccific socio-cultural context. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan BSu dengan kesepadanan terdekat ke dalam BSa. Proses

pengalihan pesan TSu dipengaruhi oleh budaya penerjemah, yang tercermin dari

cara penerjemah dalam memahami, memandang, dan mengungkapkan pesan itu

melalui bahasa yang digunakannya.

Berdasarkan pernyataan di atas, penerjemah harus bijak dalam

menentukan padanan yang tepat dalam menerjemahkan istilah budaya dari BSu ke

dalam BSa. Di satu sisi, penerjemah harus mengalihkan pesan TSu ke dalam TSa

secara akurat dan memenuhi kaidah BSa. Di sisi lain penerjemah harus dapat

menemukan padanan leksikal untuk objek atau kejadian yang tidak dikenal (asing)

dalam budaya BSa. Pengalihan TSu ke dalam TSa juga memerlukan tingkat

pemahaman penerjemah, artinya seorang penerjemah harus memiliki pemahaman

yang baik terhadap makna kata, frasa atau kalimat TSu untuk dialihkan kedalam

TSa yang erat kaitannya dengan konteks kalimat/alinea. Dalam hal ini

pemahaman pesan hendaknya disertai dengan persamaan pengertian, sehingga

tidak menimbulkan perbedaan pengertian untuk pesan yang sama.

Penyebab lain timbulnya kesulitan dalam penerjemahan adalah padanan

kata, frasa atau kalimat yang tidak ada dalam BSa. Ini disebabkan karena

perbedaan cara pandang, adat istiadat, geografi, kepercayaan,budaya dan berbagai

faktor lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Newmark (1988:94) yang menyatakan

(24)

Oleh karena perbedaan cara pandang itu, penerjemahan bukanlah suatu

kegiatan yang mudah untuk dilakukan, namun memerlukan kehati-hatian

mengingat adanya faktor perbedaan budaya antara BSu dan BSa. Senada dengan

itu, Sutrisno (2005:133) menyatakan bahasa maupun kebudayaan merupakan hasil

dari pikiran manusia sehingga ada hubungan atau korelasi antara keduanya. Oleh

sebab itu, penerjemahan tidak terlepas dari kedua aspek tersebut dan dalam

menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain penerjemah akan banyak

menemui kendala jika tidak menguasai hal yang melatar belakangi bahasa

tersebut.

Soemarno (2003:1) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat

aktivitas penerjemahan sulit dilakukan, diantaranya adalah bahwa ilmu

penerjemahan merupakan ilmu interdisipliner. Ilmu ini memerlukan pengetahuan

lain yang bersifat mendukung. Misalnya, ilmu budaya, sosiolinguistik,

psikolinguistik, pengetahuan umum, dan sebagainya. Seorang penerjemah perlu

membekali dirinya dengan ilmu tersebut, termasuk mempelajari perbedaan

budaya sehingga bisa menghasilkan karya yang lebih bermutu dan produktif.

Berkaitan dengan kemampuan interdisipliner, setiap bahasa mempunyai sistem

sendiri, misalnya a beautiful lady diterjemahkan menjadi seorang wanita cantik. Pada contoh ini, kita dapat melihat perbedaan susunan kata atau struktur antara

bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa). Dalam bahasa Inggris kata

beautiful mendahului lady sebagai nomina, sedangkan terjemahannya wanita sebagai nomina mendahului kata cantik sebagai kata sifat.

Selain faktor kesulitan di atas, Hoed (2006:7) menyatakan bahwa sebagai

(25)

kendala dalam penerjemahan. keterbatasan-keterbatasan dan

kendala-kendala tersebut yaitu (1) Problema pemahaman teks pada konteks tempat teks itu

diproduksikan (faktor penulis) dan ditafsirkan (faktor pembaca/penerjemah). (2)

Tak ada dua kebudayaan yang sama. (3) Bagaimana menilai terjemahan sebagai

solusi problema komunikasi. (4) Kendala kualitas dan kendala sosial dalam dunia

penerjemahan.

Berkaitan dengan keterbatasan dan kendala di atas, penerjemah

memerlukan pemahaman yang tajam dan penafsiran yang benar terhadap TSu dan

TSa. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Nida (2001:82) menyatakan bahwa

for truly translation, biculturalism is even more important than bilingualism, since words only have meanings in terms of the cultures in which they function.”. Hal ini bermakna bahwa dalam penerjemahan penguasaan dua budaya lebih

penting dari pada penguasaan dua bahasa dalam hal menerjemahkan istilah-istilah

yang berkaitan dengan budaya. Di samping itu, jika istilah yang diterjemahkan

merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal dalam kebudayaan sasaran, maka tugas

penerjemah menjadi lebih berat. Dalam keadaan yang demikian, Larson (1984:

163) mengungkapkan bahwa penerjemah tidak hanya harus mencari cara terbaik

untuk merujuk ke sesuatu yang sudah merupakan bagian dari pengalaman

pembaca sasaran, tetapi juga harus mencari cara terbaik untuk mengungkapkan

konsep yang sama sekaligus baru kepada penutur BSa.

Konsep yang dimaksud harus memiliki padanan yang baik antara BSu dan

BSa. Untuk menemukan padanan leksikal yang baik, perlu diketahui hubungan

bentuk dan fungsi. Larson (1984:165) menjelaskan kemungkinan itu sebagai

(26)

mungkin mempunyai bentuk dan fungsi yang sama dalam bahasa lain. Kedua,

bentuk mungkin sama tetapi fungsinya berbeda. Ketiga, bentuk yang sama tidak

terdapat dalam bahasa penerima, tetapi ada benda atau kejadian yang mempunyai

fungsi yang sama. Keempat ialah bentuk dan fungsi mungkin sama sekali tidak

ada hubungannya. Kata tersebut merujuk pada sesuatu yang tidak terdapat dalam

kebudayaan sasaran dan dalam kebudayaan sasaran tidak ada unsur lain yang

mempunyai fungsi yang sama.

Penekanan pada bentuk dan fungsi akan banyak membantu penerjemah

untuk menemukan padanan yang leksikal yang baik. Selanjutnya, Hamerlain

(2005:55) menyatakan bahwa makna yang terdapat dalam TSu tidak selalu

dipertahankan dalam versi TSa. Penyebabnya jika ditelusuri dapat berasal dari

pandangan dan keyakinan penerjemah seperti apa terjemahan itu seharusnya.

Masing-masing penerjemah tentunya memiliki ukuran dan pandangan

berbeda-beda mengenai terjemahan yang baik, namun mereka sama-sama ingin

menghasilkan terjemahan yang memberikan informasi dan diterima dengan baik

oleh pembacanya secara umum. Oleh karena itu, yang dipahami dalam

penerjemahan adalah pengalihan pesan (message) atau maksud yang ada dalam

sebuah TSu sehingga TSa yang dihasilkan dari penerjemahan dikatakan sepadan

(equivalent) dengan teks BSu-nya (Hoed, 2006:52).

Kemampuan memahami pesan yang ada dalam BSu sangatlah penting

dikuasai oleh penerjemah untuk memberikan informasi kepada pembacanya.

Dalam novel Negeri 5 Menara mengandung banyak informasi tentang perjalanan

seorang anak yang belajar di pondok Madani. Informasi atau pesan yang ada

(27)

Menerjemahkan novel tidak semudah menerjemahkan teks biasa. Dalam

penerjemahan novel erat kaitannya dengan idiom atau ungkapan atau istilah

budaya yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain. Idiom atau ungkapan tersebut

tidak dapat diterjemahkan secara denotatif tetapi bersifat konotatif yang memiliki

makna tersirat di balik ungkapan yang tertulis. Sementara teks biasa misalnya

dalam teks sains bersifat denotatif. Oleh karena perbedaan tersebut,

menerjemahkan novel lebih sulit jika dibandingkan dengan menerjemhkan teks

biasa. Maka, seorang penerjemah harus memiliki pemahaman budaya yang baik

antara BSu dan BSa dalam mengalihkan pesan dalam novel ke dalam BSa.

Berikut ini contoh terjemahan istilah budaya dalam novel ini (1) Aku tegak di atas

panggung aula madrasah Negeri setingkat SMP (N5M, 2009:5) diterjemahkan menjadi I stood up on the auditorium stage of the state junior high madrasah-religious school (TLOFT, 2011:5), (2) Pak Etek punya banyak teman di Mesir yang lulusan Pondok Madani di Jawa Timur (N5M, 2009:12) diterjemahkan menjadi Your uncle has a lot of friends in Egypt who have graduated from

Madani Pesantren in east Java (TLOFT, 2011:11). Pada contoh pertama, madrasah diterjemahkan menjadi madrasah-religious school, dalam BSa terjemahan ini memerlukan penambahan penjelasan agar mudah dimengerti oleh

para pembaca teks Bsa. Pada contoh kedua, pondok madani diterjemahkan menjadi madani pesantren. Terjemahan ini disesuaikan dengan budaya BSa, kata

pondok tidak diterjemahkan secara leksikon akan tetapi diterjemahkan menjadi pesantren yang berterima dan mudah dipahami dalam BSa.

Dari contoh di atas berarti bahwa pemahaman budaya sangat penting

(28)

Peneliti tertarik untuk menganalisis terjemahan istilah budaya dalam novel

Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers dan menganalisis teknik penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam

menerjemahkan kata dan frasa yang berkaitan dengan istilah budaya dalam

menerjemahkan novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai

berikut .

1. Bagaimanakah kategori istilah budaya yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara dan terjemahannya The Land of Five Towers ?

2. Teknik penerjemahan apa sajakah yang digunakan oleh penerjemah dalam

menerjemahkan istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa

Inggris The Land Of Five Towers ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sangat penting agar peneliti tidak salah dalam menjawab

rumusan permasalahan di atas; Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut .

1. Untuk mendeskripsikan kategori istilah budaya yang terdapat dalam novel

Negeri 5 Menara dan terjemahannya The Land of Five Towers.

2. Untuk mendeskripsikan teknik penerjemahan yang digunakan oleh

(29)

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian bermanfaat bagi pembaca, akademisi, praktisi

penerjemah dan juga pengembangan teori penerjemahan. Manfaat penelitian ini

terdiri atas dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, sebagaimana

diuraikan di bawah ini:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Temuan penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam

pengembangan kajian terjemahan, budaya dan linguistik, khususnya

kategori istilah-istilah budaya dan teknik penerjemahan.

b. Sebagai penguatan teori dalam hubungan kategori istilah-istilah budaya

dan penggunaan teknik penerjemahan yang berkaitan dengan

penerjemahan istilah-istilah budaya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Sebagai referensi bagi praktisi penerjemah dalam penerjemahan

istilah-istilah budaya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris.

b. Bagi praktisi penerjemah yang tertarik dalam penerjemahan, hasil

penelitian ini sangat membantu dan berguna karena bisa memberi masukan

dan pemahaman tentang istilah-istilah budaya dan teknik penerjemahan

yang berkaitan dalam penerjemahan istilah-istilah budaya

c. Bagi pembaca, akademisi dan praktisi penerjemahan hasil penelitian ini

dapat memberi penguatan bahwa budaya termasuk faktor yang sangat

(30)

1.5Batasan Masalah

Penelitian ini fokus pada terjemahan sebagai produk, khususnya kata dan

frasa yang berhubungan dengan istilah-istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land of Five Towers dan teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan novel

tersebut.

1.6 Klarifikasi Makna Istilah

Agar penelitian ini tidak disalah mengerti dan menghindari

kesalahpahaman maka perlu diklarifikasi beberapa istilah-istilah berikut .

1. Teknik penerjemahan adalah sebagai prosedur untuk menganalisis dan

mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan dan dapat diterapkan

pada satuan lingual (Molina dan Albir, 2002:509).

2. Istilah budaya adalah ungkapan berupa kata atau frasa yang perwujudannya

khas dalam suatu masyarakat dan maknanya berkaitan dengan budaya dan atau

disebut cultural words (Newmark, 1988:94).

3. Bahasa sumber (BSu) merupakan terjemahan dari source language (SL), yakni

bahasa yang diterjemahkan (Hoed, 2006:51). Dalam penelitian ini bahasa

sumbernya adalah bahasa Indonesia.

4. Bahasa sasaran (BSa) merupakan terjemahan dari target language (TL), yakni bahasa terjemahan (Hoed, 2006:51). Dalam penelitian ini bahasa sasarannya

adalah bahasa Inggris.

5. Teks sumber (TSu) adalah teks yang diterjemahkan dan bahasanya disebut BSu

(31)

6. Teks sasaran (TSa) adalah teks yang disusun oleh penerjemah atau hasil dari

kegiatan penerjemahan yang disebut terjemahan dan bahasanya disebut BSa

(Hoed, 2006:23). Dalam penelitian ini teks sasarannya adalah bahasa Inggris.

7. Novel adalah sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian

cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP

DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1. 1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan mengenai terjemahan yang berkaitan dengan

budaya telah dilakukan sebelumnya oleh :

1) Roswita Silalahi (2009) dalam disertasinya berjudul Dampak Teknik, Metode

dan Ideologi Penerjemahan pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing dalam bahasa Indonesia menetapkan tujuan penelitiannya sebagai berikut (1) merumuskan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam

menerjemahkan, kata, frasa, klausa dan kalimat yang terdapat dalam teks

Medical-Surgical Nursing ke dalam bahasa Indonesia, (2) mendeskripsi metode penerjemahan yang ditetapkan, (3) mengekspresikan ideologi penerjemahan yang

dianut oleh penerjemah, dan (4) menilai dampak teknik, metode dan ideologi

penerjemahan tersebut pada kualitas terjemahan.

Dalam penelitiannya Silalahi menggunakan pendekatan

deskriptif-kualitatif dengan disain studi kasus terpancang dan berorientasi pada produk, yang

mengkaji aspek objektif dan afektif, dengan temuan penelitian sebagai berikut;

pertama, delapan teknik penerjemahan diterapkan oleh penerjemah dalam

(33)

harafiah menempati urutan pertama (489), yang diikuti oleh peminjaman murni

(224), peminjaman alamiah (222), transposisi (68), calque (67), modulasi (25), penghilangan (16), dan teknik penambahan (9). Kedua, secara teori, teknik

harafiah, peminjaman murni, peminjaman alamiah, dan teknik calque berorientasi

pada BSu sedangkan teknik transposisi, modulasi,penghilangan dan teknik

penambahan berorientasi pada BSa. Dengan demikian, metode penerjemahan

yang dipilih penerjemah adalah metode penerjemahan literal, setia dan semantik.

Ketiga, penggunaan teknik penerjemahan dan pemilihan metode penerjemahan

lebih dilandasi oleh ideologi foreignisasi dalam menerjemahkan teks sumber data

penelitian ini. Keempat, dalam hal kualitas terjemahan, ditemukan bahwa 338

(64,75%) diterjemahkan secara akurat, 136 (26,05%) kurang akurat, dan 48

(9,20%) tidak akurat. Dari aspek keberterimaannya, 396 (75,86%) berterima, 91

(17,44%) kurang berterima dan 35 (6,70%) tidak berterima. Sementara itu, 493

(96,29%) data sasaran mempunyai tingkat keterbacaan tinggi dan 19 (3,71%)

mempunyai tingkat keterbacaan sedang. Dalam pada itu, teknik peminjaman

murni, teknik penerjemahan alamiah, calque, dan juga harafiah memberikan dampak yang sangat positif terhadap keakuratan terjemahan, sementara kekurang

akuratan dan ketidak akuratan yang terjadi pada terjemahan lebih disebabkan oleh

penerapan teknik penghilangan, penambahan, modulasi dan teknik transposisi.

Kekurang berterimaan dan ketidak berterimaan cenderung disebabkan oleh

penggunaan kalimat yang tidak gramatikal, dan masalah yang menghambat

pemahaman pembaca sasaran cenderung disebabkan oleh penggunaan istilah

asing yang tampaknya belum akrab bagi pembaca, kolokasi yang tidak tepat, kata

(34)

2) Sulaiman Ahmad (2011) dalam tesisnya Analisis Terjemahan Isilah-istilah Budaya pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara,mengidentifikasi istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris, Provinsi Sumatera Utara, teknik

penerjemahan dan pergeseran (shift) yang terjadi pada pada terjemahan istilah-istilah budaya pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris

tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif- kualitatif.

Data yang digunakan adalah terjemahan istilah-istilah budaya yang terdapat pada

brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris Provinsi Sumatera

Utara, yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumetra

Utara tahun 2008. Hasil penelitian Ahmad tersebut menunjukkan bahwa terdapat

sebanyak 67 data istilah budaya pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan

berbahasa Inggris. Istilah-istilah yang berkaitan dengan istilah budaya terdapat

(99,99%), teknik terjemahan yang digunakan dalam penerjemahan istilah-istilah

budaya terdapat (98,51%) dan pergeseran (shift) pada terjemahan istilah-istilah

budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa Inggris terdapat 44 data (93,18%).

Kajian Ahmad tersebut menunjukkan bahwa objek yang diteliti adalah

Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara dengan menganalisis istilah budaya menurut teori (Newmark, 1988:95), teknik

penerjemahan menurut teori (Molina dan Albir, 2002:507) dan pergeseran

terjemahan (Catford, 1978:73). Dari kajiannya tersebut, peneliti memiliki objek

(35)

budaya (Newmark, 1988:95) dan teknik penerjemahan (Molina dan Albir,

2002:507).

(3) Kurniawati (2006) melakukan penelitian berjudul Analisis Ideologi Penerjemahan dan Mutu Terjemahan Ungkapan dan istilah Budaya: Kajian terhadap Teks “The Choice: Islam and Christianity” dan Teks “The choice:

Dialog Islam-Kristen.” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 296 ungkapan dan istilah budaya yang terdapat dalam “The choice: Islam and

Christianity,” 80,7% diterjemahkan dengan menerapkan ideologi domestikasi, 16,6% dialihkan dengan menerapkan ideologi foreignisasi, dan 2,7% tidak

diterjemahkan atau dihilangkan dari teks bahasa sasaran.

(4) Gede Eka Putrawan (2011) dalam tesisnya The Ideology of Translation of

Cultural Terms Found in Pramoedya Ananta Toer‟s Work Gadis Pantai into The

Girl from The Coast, menemukan lima kategori istilah budaya dalam novel tersebut dengan 16 teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam

menerjemahkan istilah-istilah budaya yang meliputi teknik penerjemahan tunggal

dan ganda. Disamping itu juga, terdapat ideologi penerjemahan foreingnisasi dan

domestikasi karena adanya kombinasi-kombinasi penggunaan teknik

penerjemahan yang berbeda. Ada teknik penerjemahan yang berorientasi pada

bahasa sumber dan ada yang berorientasi pada bahasa sasaran. Ideologi yang

paling diterapkan dalam penelitiannya adalah ideologi domestikasi 82,20%,

ideologi foreignisasi 9,82%, dan ideologi sebagian foreignisasi dan domestikasi

7,98%.

(36)

(54), penambahan (18), modulasi (11), parafrasa (6), peminjaman alamiah (5),

penggantian (4), dan teknik penghilangan (2). Teknik harafiah dan peminjaman

alamiah berorientasi pada bahasa sumber sedangakan teknik penambahan,

modulasi, parafrasa, penggantian dan teknik penghilangan berorientasi pada

bahasa sasaran. Maka dalam penelitiannya, dia menemukan metode

penerjemahan yang dipilih oleh penerjemah adalah metode penerjemahan literal,

setia, dan semantik yang dilandasi ideologi foreignisasi.

(6). Havid Ardi (2010) dalam tesisnya Analisis Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal Asul Elite Minangkabau Modern: Respons

terhadap Kolonial Belanda Abad ke XIX/XX”, Tujuan penelitian untuk

mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi

penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan dari aspek

keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability) serta keterbacaan

(readabliity) terjemahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 18 jenis

teknik penerjemahan dari 731 teknik yang digunakan penerjemah dalam 285 data.

Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik tersebut adalah: amplifikasi 122

(16,69%), penerjemahan harfiah 86 (11,76%), padanan lazim 84 (11,49%),

modulasi 73 (9,99%), peminjaman murni 71 (9,71%), reduksi/implisitasi 61

(8,34%), adaptasi 57 (7,80%), penambahan 37 (5,06%), transposisi 27 (3,69%),

generalisasi 22 (3,01%), kalke 19 (2,60%), inversi 16 (2,19%), partikularisasi 15

(2,05%), penghilangan 15 (2,05%), kreasi diskursif 10 (1,37%), deskripsi 9

(1,23%), peminjaman alami 6 (0,82%), dan koreksi 1 (0,14%). Berdasarkan teknik

yang dominan terungkap bahwa buku ini cenderung menggunakan metode

(37)

penerjemahan ini terhadap kualitas terjemahan cukup baik dengan rata-rata skor

keakuratan terjemahan 3,33, keberterimaan 3,55, dan keterbacaan 3,53. Hal ini

mengindikasikan terjemahan memiliki kualitas keakuratan, keberterimaan dan

keterbacaan yang baik. Teknik yang paling banyak memberi kontribusi positif

terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah

teknik amplifikasi, penerjemahan harfiah, dan padanan lazim. Sementara, teknik

penerjemahan yang banyak mengurangi tingkat keakuratan & keberterimaan

adalah modulasi, penambahan, dan penghilangan.

(7). Singgih Daru Kuncara (2012) dalam tesisnya Analisis Terjemahan Tindak Tutur Direktif Pada Novel The Godfather Karya Mario Puzo Dan Terjemahannya Dalam Bahasa Indonesia. Penelitiannya bertujuan untuk mengevaluasi penerapan fungsi ilokusi tindak tutur direktif, penggunaan teknik penerjemahan dan

dampaknya terhadap kualitas terjemahan. Sumber data ialah novel yang berjudul

Sang Godfather karya Mario Puzo dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Data dalam penelitian ini adalah tuturan direktif yang ada pada kedua novel dan

informan (rater dan responden). Analisis data menggunakan metode etnografis

dari Spradley; analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan tem

uan nilai budaya. Hasil penelitian, dari 152 data, ditemukan sebanyak delapan

fungsi ilokusi direktif. Fungsi tersebut antara lain memerintah 76 data (50,0%),

menyarankan 22 data (14,5%), meminta 17 data (11,1%), memohon 11 data

(7,2%), melarang 10 data (6,6%), menasihati 9 data (5,9%), membujuk 4 data

(2,7%), menyilakan 3 data (2,0%). Kemudian, ditemukan sebanyak 12 teknik

penerjemahan dengan frekuensi total penggunaan sebanyak 244 kali. Teknik

(38)

(20,5%), transposisi 33 kali (13,5%), reduksi 28 kali (11,5%), penambahan 16 kali

(6,6%), modulasi 14 kali (5,7%), partikularisasi 7 kali (2,9%), adaptasi 6 kali

(2,5%), amplifikasi linguistik 5 kali (0,8%), penghilangan 2 kali (0,4%), padanan

lazim, deskripsi dan generalisasi masing-masing 1 kali (0,4%). Teknik yang

digunakan menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami.

2.2 Kerangka Konsep

Berikut ini adalah penjelasan tentang kerangka konsep penelitian yang

mencakupi : definisi terjemahan, prinsip penerjemahan, jenis terjemahan, batasan

istilah budaya, teknik penerjemahan, dan definisi novel.

2.2.1 Definisi Penerjemahan

Menerjemahkan merupakan seni (art) yang didukung kecintaan, kemauan

dan dedikasi. Sebagai suatu seni dalam menyampaikan pesan, baik makna dan

gaya bahasanya, penerjemah hendaknya membekali diri dengan kemampuan

estetis. Penggunaan kata-kata harus menunjukkan kepekaan estetis, begitu pula

penyusunan kalimat memerlukan kompetensi yang serba estetis. Sejalan dengan

itu, Hanafi (1986:22) menyatakan bahwa “perbuatan menerjemahkan juga

merupakan suatu ketrampilan (skill) yang bisa dipelajari, ditingkatkan,

dikembangkan dan diajarkan”.

Kemampuan estetis dan ketrampilan dalam menerjemahkan bertujuan agar

para penerjemah mampu memahami dan menyampaikan isi atau pesan dari BSu

ke dalam BSa agar pembaca mengerti isi atau pesan sebagaimana dalam BSu,

sehingga para pembaca merasa puas. Selain seni dan ketrampilan, Jumpelt (1963)

menyatakan juga bahwa penerjemahan merupakan sebuah ilmu. Ini berarti bahwa

(39)

penerjemahan yang dimaksud di sini adalah bukanlah ilmu murni melainkan ilmu

terapan karena di dalamnya aspek-aspek praktis sangat ditekankan (Barnstone,

1993). Oleh karena itu, penerjemahan tidak dapat dinyatakan bahwa

penerjemahan hanya sebagai sebagai sebuah seni karena dalam kegiatan

menerjemahkan dibutuhkan juga suatu ketrampilan. Demikian pula, kurang tepat

jika dinyatakan bahwa penerjemahan termasuk kategori seni dan ketrampilan

semata karena setiap kegiatan menerjemahkan selalu melibatkan analisis

linguistik dan semantik, sehingga dapat dikatakan bahwa penerjemahan gabungan

antara seni, ketrampilan dan ilmu. Dalam penerjemahan juga tidak terlepas dari

dua aktivitas penting yaitu (1) tindakan pemahaman „act of comprehension‟ yaitu bagaimana seseorang memahami makna kata atau kalimat yang erat kaitannya

dengan konteks kalimat/ alinea. Dalam hal ini pemahaman pesan hendaknya

disertai dengan persamaan pengertian. (2) tindakan pengungkapan „act of expression‟ yaitu melalui cara bagaimana seseorang mengungkapkan agar apa

yang diucapkan atau dituliskan sesuai dan cukup mewakili simbol dan sajian

penulis asli, baik berupa kalimat/alinea, Catford (1965).

Melalui penerjemah segala sesuatu yang tidak dikenal dan tersingkap bisa

segera terungkap jelas. Levy (1967) menyatakan “Terjemahan merupakan proses

kreatif yang memberikan kebebasan bagi penerjemah untuk memilih

kemungkinan padanan yang dekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai

dengan situasinya”. Sebagai suatu proses kreatif, perbuatan menerjemahkan

memberikan kelonggaran bagi penerjemahnya, berupa kebebasan atau otonomi

(40)

Dengan adanya otonomi ini berarti seorang penerjemah memiliki peluang

yang cukup besar dan berarti, serta secara potensial penerjemah bisa

mengembangkan kemampuan atau ketrampilannya. Penerjemah bebas berkreasi

pada penciptaan orang lain, sepanjang apa yang dilakukannya tidak menyeleweng.

Sehingga bentuk keterikatan, kelakuan, karena harus mempertahankan bentuk,

bisa dihindari dengan menghasilkan produk terjemahan yang baik dan mudah

mengerti. Selain itu, Forster (1958) mengemukakan “Terjemahan merupakan

pemindahan isi naskah dari satu bahasa ke bahasa lainnya, yang perlu diingat

bahwa kita tidak selalu bisa memisahkan isi dari bentuk naskah itu”. Berdasarkan

pendapat ini dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan dalam penerjemahan

hendaknya dapat memindahkan isi yang merupakan pesan, sekaligus

mempertahankan bentuknya yang berupa gaya pengungkapan ataupun gaya

bahasanya.

Esensi terjemahan terletak pada makna dari bahasa yang berbeda, hal ini di

katakan House (1977), “Terjemahan merupakan penggantian kembali naskah

berbahasa sumber dengan yang berbahasa sasaran yang secara semantik dan

pragmatik sepadan”. Makna beraspek semantik erat kaitannya dengan makna

denotatif, sedangkan makna beraspek pragmatik bertautan dengan makna

konotatif. Selanjutnya, Kridalaksana (1985) mendefinisikan penerjemahan sebagai

pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan

pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasanya.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa definisi yang

dikatakan oleh Levy dan Kridalaksana menekankan bahwa dalam menerjemahkan

(41)

BSu ke dalam BSa dengan memberikan kebebasan bagi penerjemah untuk

memilih kemungkinan padanan yang dekat dalam mengungkapkan makna yang

sesuai dalam BSa, bukan bagaimana menerjemahkan kata, frasa atau kalimat yang

ada dalam BSu. Selain pengalihan makna, bentuk bahasa atau gaya bahasa juga

merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam penerjemahan.

Nababan (2003:20) menyatakan bahwa baik penerjemah karya sastra maupun

karya ilmiah tidak hanya mempertimbangkan isi berita tetapi juga bentuk bahasa

dalam terjemahannya karena pada hakekatnya setiap bidang ilmu mempunyai

gaya bahasa dalam mengungkapkan pesannya. Menurut dia, gaya bahasa dalam

bidang penerjemahan lebih terfokus pada tingkat keresmian bentuk bahasa sasaran

yang disesuaikan dengan tingkat keresmian bentuk bahasa sumber. Jika

menerjemahkan suatu teks ilmiah, penerjemah harus menggunakan ragam bahasa

ilmu dalam terjemahannya. Demikian juga dalam penerjemahan karya sastra, jika

penerjemah menerjemahkan sebuah prosa, seyogianya gaya bahasa prosa itu harus

muncul dalam terjemahannya. Hasil atau produk terjemahan itu benar-benar tepat

makna. Ada kesesuaian dan kesamaan pesan penulis naskah aslinya dengan pesan

yang diterima pembaca yang bukan masyarakatnya, di luar jangkauan bahasanya

setelah melalui proses penerjemahan dan mempertahankan bentuk atau gaya

bahasanya.

2.2.2 Prinsip Penerjemahan

Savory (1968) mengatakan ada beberapa prinsip penerjemahan yang

berkaitan dengan ragam terjemahan untuk mencapai produk yang baik, adalah .

(42)

2. A translation must give the ideas of the original (Terjemahan harus menyajikan ide-ide dari naskah aslinya).

3. A translation should read like an original work (Terjemahan hendaknya terbaca seperti karya aslinya).

4. A translation should read like a translation (Terjemahan hendaknya terbaca sebagai terjemahan)

5. A translation should reflect the style of the original (Terjemahan hendaknya merefleksikan gaya dari naskah aslinya).

6. A translation should possess the style of the translator (Terjemahan hendaknya memiliki gaya yang dipakai penerjemah).

7. A translation should read as a contemporary of the original (Terjemahan hendaknya terbaca sebagaimana bahasa kontemporer penerjemah).

8. A translation may add to or omit from the original (Terjemahan boleh menambahkan atau mengurangi bagian dari naskah aslinya)

9. A translation may never add to or omit from the original (Terjemahan tidak boleh menambahkan atau mengurangi bagian dari naskah aslinya)

10. A translation of verse should be in prose (Terjemahan sajak hendaknya berbentuk prosa)

11. A translation of verse should be in verse (Terjemahan sajak hendaknya berbentuk sajak)

Dari beberapa prinsip tersebut di atas, penerjemah tentu akan mengalami

kesulitan bila menerapkan semuanya, sebab kadang-kadang satu dengan yang lain

bertolak belakang. Karenanya, seorang penerjemah boleh memilih mana prinsip

(43)

baik. Oleh karena itu, peneliti berpendapat bahwa prinsip penerjemahan yang

digunakan dalam rangka mencapai produk yang baik yaitu terjemahan yang

menyajikan ide-ide dari naskah aslinya, terjemahan hendaknya terbaca seperti

karya aslinya dan terjemahan boleh menambahkan atau mengurangi bagian dari

naskah aslinya yang disesuaikan dalam BSa. Prinsip ini menekankan pada

pengalihan makna yang menyajikan ide-ide dari naskah aslinya yang dapat

menambah atau mengurangi TSu yang disesuaikan ke dalam TSa. Ketepatan

pengalihan makna atau pesan „message‟ merupakan hal yang penting dalam

menerjemahkan, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dan ambiguitas

terhadap pembaca teks bahasa sasaran. Hal ini senada yang dikatakan oleh Koller

(1972), “Terjemahan yang baik hendaknya dimengerti dengan benar dan semudah

naskah aslinya, dan menghadirkan respon yang sepadan dalam pelibatan atas apa

yang dimiliki bahasa-bahasa penerima”. Dari pendapat ini, ada dua hal penting

yang ditekankan yaitu tentang terjemahan yang benar dan mudah , serta respon

yang sepadan dari bahasa penerima terhadap naskah aslinya.

Di samping itu juga, Nida (1964) mengemukakan tiga kriteria atas produk

terjemahan yang baik yaitu (1) proses komunikasi yang secara umum efisien, (2)

pemahaman maksud dan (3) kesepadanan responsi. Selanjutnya dia mengatakan

efisien proses komunikasi adalah bentuk pencerapan maksimal atas upaya

minimal terhadap pemahaman maksud penulis naskah dan dimengertinya pesan

tersebut dalam kebudayaan bahasa penerima. Selain itu, kesepadanan respon erat

kaitannya dengan maksud dari pesan itu. Dapat disimpulkan dari pernyataan di

atas bahwa produk terjemahan yang di katakan baik pada umumnya yaitu : (1)

(44)

aslinya, (2) Mengandung tujuan dan maksud yang mudah dimengerti atas naskah

aslinya, (3) Mencerminkan efek yang sama seperti pada naskah aslinya, (4)

Mengandung kebenaran maksud dan responnya sepadan sesuai dengan naskah

aslinya, (5) Proses komunikasinya tidak bertele-tele atau sebaiknya efisien, (6)

Penyimpangan makna kalau ada, hendaknya sekecil mungkin, (7) Bahasa yang

digunakan sesuai dengan naskah aslinya, (8) Kepribadian penerjemah, penulis

naskah dan pembacanya hendaknya selaras.

2.2.3 Jenis-jenis Terjemahan

Moentaha (2006:30) menggolongkan jenis-jenis terjemahan menurut

ciri-ciri dan fungsi masing-masing sebagai berikut :

2.2.3.1 Terjemahan Menurut Ragam Bahasa

Jenis terjemahan menurut ragam bahasa terdiri dari beberapa ragam:

sastra, jurnalistik, surat kabar, ilmiah dan dokumen resmi. Setiap ragam

mempunyai subragam sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 2.1berikut :

Tabel 2.1

Terjemahan menurut ragam bahasa No. Ragam No. Subragam

1

2.

Sastra

Jurnalistik

1

2

Prosa, puisi, drama;

Oratoria, esai, artikel;

3 Koran/Surat kabar 3 Editorial, headline, artikel, berita, singkat,

iklan, pengumuman;

4 ilmiah 4 Rangkaian ujaran, penggunaan istilah, pola

kalimat (postulat, argumen, formula),

sitiran/nuklian, catatan bawah (foot-note),

refrensi;

5 Dokumen resmi 5 dokumen bisnis, dokumen undang-undang,

(45)

Dari tabel ragam bahasa tersebut di atas, salah satu sub ragam sastra yaitu

prosa. Prosa dibagi atas novel, dongeng dan cerpen pendek. Oleh karena itu, salah

satu yang diteliti dalam ragam sastra bahasa di atas yaitu novel. Novel merupakan

salah satu karya fiksi yang bentuk teksnya sarat dengan istilah-istilah budaya.

2.2.3.2 Terjemahan Menurut Bentuk Teks

Jenis terjemahan yang dibedakan menurut bentuk teks yang digunakan

dalam BSu dan dalam Bsa, seperti pada tabel 2.2 berikut .

Tabel 2.2

Jenis terjemahan menurut bentuk teks

Terjemahan

BSu / BSa Tertulis Lisan

Tertulis (1) Terjemahan tertulis (2) -

Lisan (3) - (4) Terjemahan lisan

Pada kotak-kotak (1) dan (4) ditemukan jenis-jenis terjemahan yang sudah

terkenal dan yang bisa berdiri sendiri: terjemahan tertulis (written translation) dan

terjemahan lisan (oral translation). Sedangkan kotak-kotak (2) dan (3) tidak

menunjukkan adanya jenis-jenis terjemahan yang mandiri, karena kotak-kotak itu

mencakup bermacam-macam teknik terjemahan. Misalnya, kotak (2) bisa

menyangkut terjemahan lisan-dikte atau terjemahan lisan dari siaran radio/TV.

Kotak (3) mencakup terjemahan dari selembaran kertas yang disampaikan secara

(46)

2.2.3.3 Terjemahan Menurut Hierarki Bahasa

Terjemahan sebagai proses penggantian teks dalam satu bahasa dengan

teks dalam bahasa lain berlangsung tanpa mengubah tingkat isi teks asli. Hal ini

berarti dalam penerjemahan terjadi penggantian satuan-satuan bahasa di tingkat isi

yang dipertahankan tanpa perubahan. Tugas penting bagi penerjemah dalam

melakukan pengalihbahasaan ialah mencari padanan dalam teks BSu

satuan-satuan minimal yang layak diterjemahkan, yakni satuan-satuan-satuan-satuan bahasa yang harus

dicari padanannya dalam teks BSa. Satuan seperti ini disebut satuan terjemahan

(unit of translation). Jadi, satuan terjemahan ialah satuan Bsu yang mempunyai

padanan dalam BSa. Hanya saja, satuan BSa terkecil (minimal) bisa terdiri dari

struktur kompleks yang bagian-bagiannya secara terpisah tidak diterjemahkan,

yakni dalam TSa tidak bisa ditentukan padanannya.

Dalam linguistik disebut bahwa satuan bahasa terkecil yang mengandung

arti adalah morfem. Tetapi, morfem hanya kadang-kadang saja berfungsi sebagai

satuan terjemahan. Hal ini disebabkan, karena pertama sering terjadi bahwa

makna satuan yang tidak dapat dipecah bukan oleh morfem, tetapi oleh satuan

bahasa yang lebih tinggi tingkatnya yaitu kata, rangkaian kata-kata dan lain-lain,

kedua bahkan, kalau satuan-satuan yang lebih tinggi tingkatnya, seperti kata,

rangkaian kata-kata, kalimat tidak merupakan satuan-satuan idiom, yakni secara

semantis bisa dipecah, maka satuan-satuan itu sering berpadanan dalam BSa

dengan satuan-satuan yang tidak dapat dipecah. Karena itulah, maka satuan

terjemahan ternyata adalah semua satuan BSu secara keseluruhan, yang lebih

(47)

teks. tetapi, dalam praktiknya, satuan dari setiap tingkat bahasa bisa menjadi

satuan terjemahan.

2.2.4 Batasan Istilah Budaya

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah adalah kata atau gabungan

kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau

sifat yang khas dalam bidang tertentu. Selain itu, Soanes (2002:1188) menyatakan

bahwa istilah adalah kata atau frasa yang digunakan untuk menjelaskan suatu

benda atau menyatakan konsep. Jadi istilah budaya yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah ungkapan berupa kata atau frasa yang digunakan pada

konteks makna yang berkaitan dengan budaya. Dalam bahasa sumber banyak

istilah yang sulit dicarikan padanannya dalam bahasa sasaran, bahkan terkadang

tidak ada sama sekali. Kelangkaan padanan inilah yang menyebabkan terjemahan

berkualitas rendah (Hanafi, 1986:37).

Di dalam hubungan bahasa dan budaya, bahasa merupakan objek kajian

penerjemahan sedangkan di sisi lain bahasa merupakan bagian dari kebudayaan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa penerjemahan melibatkan unsur budaya, baik

BSu maupun BSa. Budaya penerjemah akan mempengaruhi hasil penerjemahan,

khususnya struktur terjemahannya. Itulah sebabnya ditemukan bahwa suatu ide

yang sama tidak akan direalisasikan ke dalam struktur, khususnya tema yang sama

dalam bahasa yang berbeda. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan

budaya penutur bahasa tersebut, sehingga tidak bisa satu ide disampaikan dalam

dua bahasa dengan struktur tema yang sama. Hal inilah yang menjadi kendala

ataupun kesulitan di dalam menerjemahkan bahasa. Dengan demikian

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar  2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1  Komponen analisis data: Model interaktif (Huberman dan Miles, 1994:12)
+3

Referensi

Dokumen terkait

MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

O parágrafo 31.4 do Regulamento da UNTAET 2000/18 (alterado) prevê que todas as pessoas (empregadores) que tenham retido impostos sobre salários pagos de acordo com o Parágrafo 30 do

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap

Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007 Seri D Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 11 Tahun

[r]

Upaya untuk meningkatkan kualitas penerapan tata kelola yang baik pada pasar modal dan industri keuangan non bank akan terus dilakukan antara lain dengan menguatkan penegakan

Pokja Pelabuhan Perikanan Nusantara Tanjungpandan Belitung akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Apabila terdapat peserta yang keberatan terhadap keputusan dan pengumuman tersebut, maka dapat mengajukan sanggahan terhitung mulai tanggal 10 – 16 Agustus 2012. Demikian