Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
NIM: 110200033
FAHMI ZUNNURAIN HABIBANA SINAGA
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
NIM: 110200033
FAHMI ZUNNURAIN HABIBANA SINAGA
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Disetujui/Diketahui Oleh:
KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
NIP.197501122005012002 (WINDHA, S.H., M.Hum)
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.
NIP. 195603291986011001 NIP.197501122005012002
Windha.S.H., M.Hum
FAKULTAS HUKUM
i
Fahmi Zunnurain H. Sinaga*) Bismar Nasution **)
Windha***)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan. OJK berwenang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK. Mengenai wewenang OJK dalam tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan di atur dalam Pasal 7. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengelolaan bank menurut undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, bagaimana penyelesaian terhadap bank yang bermasalah dan bagaimana pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier yang terkait dengan permasalahan.Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data studi kepustakaan.Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank diatur dalam Pasal 37 UU Perbankan. Mengenai usaha-usaha yang dilakuan BI dalam pengalihan pengelolaan bank diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/76/KEP/DIR antara lain; melakukan upaya tindakan penyelamatan bank, termasuk mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan bank kepada investor baru; mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang melakukan penyimpangan dengan menjatuhkan sanksi administratif dan/atau melaporkan kepada pihak yang berwajib; .Pasal 37 A ayat (1) UU Perbankan menjelaskan bahwa apabila menurut penilaian BI terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan BI, pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. Dengan lahirnya UU OJK, OJK berkoordinasi dengan BI dan LPS dalam melakukan penyehatan bank.
Kata Kunci: Pengalihan Pengelolaan, Penyehatan, OJK.
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I
ii
rahmatnya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan
harapan penulis.Berbagai tantangan harus dihadapi Penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini. Tentunya dengan dorongan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “PENGALIHAN
PENGELOLAAN BANK DALAM RANGKA PENYEHATAN BANK OLEH
OTORITAS JASA KEUANGAN”.
Secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orangtua Penulis, Parsaulian Sinaga, A.Ma dan Bakti Irianingsih,
S.Pd., yang setia membawa Penulis ke dalam doanya, tiada hentinya memberikan
perhatian, dukungan, nasihat, dan semangat serta kesabaran yang tidak ternilai
harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1)
dengan baik dan kepada adik-adik penulis, Tri Sapta Muhalim Habibana Sinaga
dan Raihan Ade Hasian Habibana Sinaga yang selalu mendukung, memperhatikan
dan menghibur Penulis selama pengerjaan skripsi ini.Skripsi ini Penulis
persembahkan untuk mereka.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga Penulis haturkan kepada
pihak-pihak berikut:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I
iii
4. Bapak Dr. OK. Saidin S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Alm. Abul Khair S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing
Akademik;
6. Bapak Alm. Ramli Siregar S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing
Akademik;
7. Ibu Windha S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;
8. Bapak Alm. Ramli Siregar S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen
Hukum Ekonomi;
9. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I.
Terima kasih atas waktu dan bimbingan yang Bapak berikan kepada
Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi;
10. Ibu Windha S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas
waktu, saran, semangat dan bimbingan yang Ibu berikan kepada Penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;
11. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara;
12. Sahabat-sahabatku dari SMP sampai sekarang dan selamanya, Armais,
Indah Purnama, Nursifah Azmi, Isda Rahma Fitri, Liani Anastasia, Surya
Atmaja, M Carier Rizky, Ade Hidayanto, M Reza Pahlevi, Sundiko, Eko
iv kebersamaannya saat masa kuliah;
15. Adik ketemu gede, Sisilia Fitri Marbun, Tiodora Yulina Simatupang,
Lestariana Widya Parapat. Terimakasih buat supportnya;
16. Sahabat-sahabat B.U.M.I, Ivan Ferdinandus Halawa, Antonio Romario
Hotbatahan Sidabutar, Vincent A Nadeak, Endha Ancilla Sembiring, Irryn
Irlanda Novena Bukit, Restika Capriana Hasibuan. Terimakasih, kalian
luar biasa.
17. Teman seperjuangan skripsi, Leider Tirta S, Romly Simanjuntak, M Fakhri
P, Sabilla Dien Tharra, Rio Setiadi S, Masmur, Lambok, Philipus, Fitri,
Richard T G S, Vicky;
18. My Spirit, My Energy, and My Everything, Ristya Puspitasari S.Si.
Terimakasih buat segalanya.
Penulis sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran
agar dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan
datang.
Medan, September 2015 Penulis
NIM. 110200033
v
ABSTRAK ... i
KATAPENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
D. Keaslian Penelitian ... 5
E. Tinjauan Kepustakaan ... 6
F. Metode Penelitian ... 8
G. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II PENGELOLAAN BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN A. Pendirian Bank Sebagai Lembaga Keuangan ... 13
B. Pengelolaan Bank ... 21
C. Penilaian Kesehatan Dalam Pengelolaan Bank ... 29
BAB III PENYELESAIAN BANK YANG BERMASALAH A. Penggolongan Bank yang Bermasalah ... 38
vi
PENYEHATAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
A. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Sektor Perbankan ... 65
B. Fungsi Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan Dalam PenyehatanBank
... 70
C. Pengalihan Pengelolaan Bank Dalam Rangka Penyehatan Bank Oleh
Otoritas Jasa Keuangan ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 92
B. Saran ... 94
i
Fahmi Zunnurain H. Sinaga*) Bismar Nasution **)
Windha***)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan. OJK berwenang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK. Mengenai wewenang OJK dalam tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan di atur dalam Pasal 7. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengelolaan bank menurut undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, bagaimana penyelesaian terhadap bank yang bermasalah dan bagaimana pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier yang terkait dengan permasalahan.Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data studi kepustakaan.Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank diatur dalam Pasal 37 UU Perbankan. Mengenai usaha-usaha yang dilakuan BI dalam pengalihan pengelolaan bank diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/76/KEP/DIR antara lain; melakukan upaya tindakan penyelamatan bank, termasuk mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan bank kepada investor baru; mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang melakukan penyimpangan dengan menjatuhkan sanksi administratif dan/atau melaporkan kepada pihak yang berwajib; .Pasal 37 A ayat (1) UU Perbankan menjelaskan bahwa apabila menurut penilaian BI terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan BI, pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. Dengan lahirnya UU OJK, OJK berkoordinasi dengan BI dan LPS dalam melakukan penyehatan bank.
Kata Kunci: Pengalihan Pengelolaan, Penyehatan, OJK.
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang
terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun
pihak yang berwenang sebagai pembina dan pengawas bank. Pada hakikatnya
pengaturan dan pengawasan bank dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan
dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank, bahwa bank-bank
dari segi finansial tergolong sehat, bahwa bank dikelola dengan baik dan
profesional, serta di dalam bank tidak terkandung segi-segi yang merupakan
ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank.1
Terwujudnya suatu sistem perbankan yang sehat perlu terus dilakukan
secara berkesinambungan. Lembaga yang bertanggung jawab dalam mewujudkan
sistem perbankan yang sehat itu adalah bank sentral. Kewenangan bank sentral
dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bank adalah sebagai alat atau
sarana untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, yang menjamin dan
memastikan dilaksanakannya segala peraturan perundang-undangan yang terkait
dalam penyelenggaraan usaha bank oleh bank yang bersangkutan.2
Terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 menyebabkan masalah yang
cukup pelik dalam dunia perbankan. Banyaknya bank-bank di Indonesia tutup
1
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 129.
2Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media
karena ketidak mampuannya menghadapi krisis tersebut mengakibatkan hilang
nya kepercayaan masyarakat terhadap bank. Dengan terjadinya krisis moneter
serta krisis kepercayaan itu lah pemerintah membuat suatu badan khusus yang
bersifat sementara dalam melakukan penyehatan perbankan. Seperti yang di
amanatkan dalam Pasal 37 A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut
UU Perbankan).
Bank Indonesia memiliki posisi strategis dalam mendukung perekonomian
negara dalam perwujudan pembangunan nasional, baik dalam melayani
pemerintah maupun dunia keuangan dan perbankan di Indonesia. BI merupakan
bank milik negara dan merupakan badan hukum yang berhak melakukan tugas
dan usaha berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-undang Nomor 6
Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU BI). Dalam Pasal 4 ayat 2 UU BI, BI
dinyatakan sebagai suatu lembaga negara yang independen, bebas dari campur
tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya.3
3Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), hlm. 17 Berkaitan dengan tugas pengawasan BI khususnya masalah penilaian
kesehatan terhadap bank yang bermasalah. Misalnya ketentuan Pasal 31 dan Pasal
33 UU BI, menentukan kewenangan BI hanya sampai sebatas memberikan
penilaian terhadap bank dan menghentikan sementara kegiatan transaksi tertentu.
Untuk melakukan tindakan selanjutnya, BI tidak berwenang menentukan sehat
Amanat Pasal 34 UU BI adalah dibentuknya lembaga pengawas jasa
keuangan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jas Keuangan (selanjutnya disebut sebagai UU OJK) yang akan diikuti
dengan pembentukan lembaganya. Dengan lahirnya OJK maka peran serta BI
sebagai pengawas bank akan hilang dan BI akan fokus sebagai regulator pada
bidang moneter. OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola
yang baik yang meliputi independensi, akuntabilitas, responsibilitas, transparansi
dan adil. Oleh karena itu OJK harus memiliki unsur check and balances.4
Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan (selanjutnya disebut sebagai LPS) mengenai bank bermasalah tersebut
dengan peraturan perundang-undangan. Baik BI maupun OJK sama-sama tidak
berwenang menetapkan tingkat kesehatan bank yang bermasalah, akan tetapi OJK
berwenang melakukan upaya penanganan pertama bank yang dimaksud. Jika tidak
bisa ditangani untuk disehatkan, maka dapat dirujuk kepada ketentuan dimaksud
dalam Pasal 44 UU OJK tentang Protokol Koordinasi untuk dilakukan
pengambilan keputusan secara musyawarah sesuai dengan penilaiannya
masing-masing.5
Berdasarkan kondisi diatas, Penulis akan melakukan penelitian yang
kemudian dituangkan dalam skripsi yang berjudul“ PENGALIHAN
4Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Kebijakan Moneter dan Perbankan),
Edisi kelima (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm. 158
5
PENGELOLAAN BANK DALAM RANGKA PENYEHATAN BANK OLEH
OTORITAS JASA KEUANGAN “.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut maka Penulis memuat
rumusan masalah skripsi ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengelolaan bank menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 jo Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan ?
2. Bagaimanakah penyelesaian terhadap bank yang bermasalah ?
3. Bagaimanah pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank oleh
Otoritas Jasa Keuangan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengelolaan bank menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
2. Untuk mengetahui penyelesaian terhadap bank yang bermasalah.
3. Untuk mengetahui pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan
bank oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Sebuah karya tulis yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu
manfaat, demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan
sumbangan pikiran dan wawasan terhadap pengembangan ilmu hukum pada
umumnya dan khususnya dalam kaitannya dalam bidang hukum perbankan
yang semula kedudukan pengawasannya dilakukan oleh BI. Namun dengan
lahirnya UU OJK mengakibatkan sistem pengawasan bank diambil alih oleh
lembaga independen yang disebut OJK.
2. Secara praktis , dengan ditulisnya skripsi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi masyarakat dan Penulis sendiri dalam menambah pengetahuan
dan pemahaman akan pengaturan mengenai pengalihan pengelolaan bank pada
peraturan yang dikeluarkan oleh BI maupun Otoritas Jasa Keuangan dalam
kaitannya terhadap pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan
bank oleh Otoritas Jasa Keuangan.
D. Keaslian Penulisan
Sepanjang pengamatan dan pengetahuan Penulis, belum ada penelitian
tentang “Pengalihan Pengelolaan Bank Dalam Rangka Penyehatan Bank Oleh
Otoritas Jasa Keuangan” sesuai dengan judul skripsi ini. Kemudian Penulis juga
melakukan pemeriksaan judul skripsi tersebut kepada Arsip Perpustakaan
Universitas cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi
Fakultas Hukum USU, yang menyatakan bahwa”Tidak Ada Judul yang Sama”.
Surat keterangan tersebut merupakan bukti yang sah, yang brarti bahwa tidak ada
judul skripsi yang sama dengan judul skripsi Penulis, berdasarkan surat
Departemen Hukum Ekonomi FH USU menerima judul skripsi yang di ajukan
Penulis. Maka berdasarkan hal itu wajarlah bila Penulis melanjutkan penelitian
terhadap judul skripsi tersebut.
Sehingga Penulis sampai pada suatu kesimpulan tulisan ini bukanlah hasil
penggandaan ataupun jiplakan dari hasil karya maupun tulisan orang lain.
Mengenai keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah suatu
hal yang tidak perlu untuk diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal
yang lumrah dan wajar karena diajukan semata-mata demi penyempurnaan
penulisan skripsi, jadi sama sekali tidak ada maksud Penulis untuk melakukan
suatu tindakan plagiat ataupun menjiplak hasil karya tulis orang lain.
E. Tinjauan Pustaka
Pasal 1 angka (2) UU Perbankan dikatakan bahwa pengertian bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat (selanjutnya
disebut sebagai BPR). Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Bank umum yang dikenal
masyarakat luas dapat juga disebut bank komersial, bank niaga, atau bank dagang.
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu
lintas pembayaran.6
Undang-undang OJK menentukan lain, yakni memberikan kewenangan
luas kepada OJK. OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan terhadap kegiatan didalam sektor jasa keuangan
secara terpadu, independen, dan akuntabel. UU OJK harus memberikan
predictable, yaitu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi lembaga
jasa keuangan, terutama dampak pengaturan dan struktur pengawasan pada aspek
kesehatan sistem lembaga jasa keuangan, stabilitas sistematik dan pengembangan
sistem lembaga jasa keuangan.
Pasal 37 ayat (1) huruf (f) UU Perbankan dikatakan bahwa dalam hal suatu
bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, BI dapat
melakukan tindakan agar bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian
kegiatan bank kepada pihak lain.
7
1. OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagai mana dimaksud didalam peraturan perundang-undangan.
Mengenai upaya penyehatan bank oleh OJK, dijelaskan pada Pasal 41 UU
OJK yang menyatakan :
2. Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke BI untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan BI.
6Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan (Konsep dan
Implementasi Untuk Bersaing) (Bandung: Kappa-Sigma, 2004), hlm. 130.
7
Pasal 7 UU OJK dikatakan, untuk melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan di sektor perbankan, OJK mempunyai wewenang :
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank meliputi :
1) perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasr, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2) kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi : 1) likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2) laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3) sistem informasi debitur;
4) pengujian kredit (credit testing ); dan 5) standar akuntansi bank;
c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi : 1) manajemen risiko;
2) tata kelola bank;
3) prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4) pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. pemeriksaan bank.
Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga independen, transparan, dan
akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.8Fungsi LPS adalah :9
1. menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan
2. turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya.
F. Metode Penelitian
Melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan
antara lain:
1. Spesifikasi penelitian
Penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian hukum yuridis
normative, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
perundang-undangan dengan bertitik tolak pada analisis terhadap UU OJK. Penelitian ini juga
tidak terlepas dari penelitian terhadap bahan media massa ataupun bahan dari
internet. Selain itu, Penulis juga menggunakan metode penelitian yuridis, dengan
melihat ketentuan-ketentuan yang ada didalam masyarakat dan dampak ketentuan
tersebut bagi masyarakat.
2. Bahan penelitian
Melengkapi materi skripsi ini, maka Penulis mencari dan mengambil data
sekunder dan studi dokumen. Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan
data yang dilakukan melalui data tertulis. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini, diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) meliputi:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan atau
ketentuan yang mengikat antara lain :
undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(OJK);
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan;
Surat Keputusan Direksi BI Nomor 26/23/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993
tentang Tata Cara Penilaian Kesehatan Bank;
Surat Edaran BI Nomor 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 tentang Tata Cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum;
Surat Edaran BI Nomor 26/6/BPPP tanggal 29 Mei 1993 tentang Tata Cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memiliki hubungan
dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan
memahami bahan hukum primer, seperti hasil seminar atau
makalah-makalah dari para pakar hukum, Koran, Majalah, serta sumber-sumber lain
yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang
dibahas.
c. Bahan hukum tersier, bahan penelitian yang memberipetunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, seperti kamus hukum,
ensiklopedia, dan lain-lain.10
3. Teknik pengumpulan data
Data-data dikumpulkan dengan bahan dan alat penelitian
kepustakaan(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
10Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif (Surabaya: Bayumedia,
meneliti bahan pustaka yang diperoleh dari perundang-undangan, karya tulis,
pendapat sarjana hukum, artikel-artikel baik majalah maupun koran ,atau media
elektronik lainnya.
4. Analisis data
Data-data yang telah terkumpul akan diidentifikasi dan digolongkan sesuai
dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data yang diperoleh kemudian disusun
secara sitematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai
kejelasan masalah yang akan dibahas. Kemudian dianalisis secara deskriptif
dengan metode deduktif dan induktif.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini seluruhnya merupakan suatu
kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk memberikan
kemudahan dalam hal penulisan skripsi ini maka Penulis menggunakan
sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara umum mengenai latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II PENGELOLAAN BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO.
7 TAHUN 1992 JO. UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 1998
Bab ini menjelaskan tentang pengelolaan bank menurut
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 jo. Undang-Undang-undang Nomor 10 tahun
1998 tentang perbankan meliputi : pendirian bank sebagai lembaga
keuangan, pengelolaan Bank , dan penilaian kesehatan dalam
pengelolaan bank.
BAB III PENYELESAIAN BANK YANG BERMASALAH
Bab ini menjelaskan tentang penyelesaian bank yang bermasalah
meliputi: penggolongan bank yang bermasalah, perlindungan
hukum nasabah terhadap bank yang bermasalah, dan upaya
penyelesaian bank yang bermasalah.
BAB IV PENGALIHAN PENGELOLAAN BANK DALAM RANGKA
PENYEHATAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
Bab ini menjelaskan tentang pengalihan pengelolaan bank dalam
rangka penyehatan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan meliputi :
kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam sektor perbankan,
hubungan kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan dalam penyehatan
bank, dan pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan
bank oleh Otoritas Jasa Keuangan.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab
sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan uraian skripsi, dan dilengkapi dengan saran yang
13
BAB II
PENGELOLAAN BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998
TENTANG PERBANKAN
A. Pendirian Bank sebagai Lembaga Keuangan
Pendirian suatu bank, harus diketahui terlebih dahulu jenis bank apa yang
akan didirikan. Mengenai jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis,
yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat.11
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Adapun yang dimaksud dengan
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.12
Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan
tertentu. Yang dimaksud dengan “mengkhususkan diri untuk melaksanakan
kegiatan tertentu” adalah antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka
panjang, kegiatan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha
ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas, dan
pengembangan pembangunan perumahan.13
11Hermansyah, Op. Cit., hlm. 20. 12Ibid.
Pendirian bank sebagai suatu lembaga keuangan, terdapat hal-hal penting
yang harus diperhatikan untuk menciptakan suatu bank yang baik. Hal-hal penting
terkait pendirian bank sebagai lembaga keuangan antara lain perizinan pendirian
bank, bentuk hukum bank, kepemilikan bank, dan jenis-jenis kantor bank.
1. Perizinan pendirian bank
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 16 UU Perbankan
dinyatakan bahwa pada prinsipnya setiap pihak yang melakukan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai bank umum atau BPR dari pimpinan BI, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan
undang-undang tersendiri.14 Kewajiban untuk memperoleh izin usaha sebagai
bank umum dan BPR adalah karena kegiatan menghimpun dana dari masyarakat,
oleh siapa pun, pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi karena
kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya
pada pihak bank. Namun, di masyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang
juga melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan atau semacam simpanan, misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh
dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan-kegiatan lembaga tersebut
tidak dicakup sebagai kegiatan usaha perbankan. Kegiatan penghimpunan dana
dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri.15
Izin pendirian bank umum dan BPR biasanya diberikan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku. Untuk memperoleh izin usaha bank, persyaratan yang
wajib menurut UU Perbankan adalah:16
1. Susunan organisasi dan kepengurusan.
2. Permodalan.
3. Kepemilikan.
4. Keahlian di bidang perbankan.
5. Kelayakan rencana kerja.
Khusus bagi BPR, untuk mendapatkan izin usaha, di samping syarat-syarat
sebagaimana dimaksud di atas, wajib pula memenuhi persyaratan tentang tempat
kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan, yakni kecamatan di luar ibu kota
kabupaten/kotamadya, ibu kota provinsi, atau ibu kota negara. Persyaratan ini
dimaksud agar BPR tetap dapat berfungsi sebagai penunjang pembangunan dan
modernisasi didaerah pedesaan. Walaupun demikian, untuk menunjang
peningkatan pembangunan yang lebih merata, khusus di ibu kota
kabupaten/kotamadya, pemerintah daerah setempat dapat mendirikan BPR, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan koperasi, bank milik negara
dan/atau bank milik pemerintah daerah, asalkan di ibu kota kabupaten/kotamadya
belum terdapat BPR.17
2. Bentuk hukum bank
Pemohon yang telah mengajukan izin pendirian bank, maka dapat memilih
bentuk badan hukum yang diinginkan dan yang telah ditentukan. Pemilihan
16Ibid.
bentuk badan badan hukum ini tergantung dari jenis bank yang dipilihnya.
Masing-masing bentuk badan hukum mempunyai kelebihan dan kekurangannya.18
Bentuk badan hukum usaha bank harus jelas, sehingga diperoleh ketegasan
tentang kekayaan yang terpisah, pengesahan pendiriannya, dan pengurus yang
berwenang mewakili bank. Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa:19
a. perseroan terbatas;
b. koperasi; atau
c. perusahaan daerah.
Sedangkan suatu BPR, bentuk hukumnya dapat berupa salah satu dari:
a. perusahaan daerah;
b. koperasi;
c. perseroan terbatas;
d. bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Bentuk badan usaha selain yang disebutkan di atas, tidak dimungkinkan
menjalankan usaha sebagai bank. Bentuk badan usaha lain yang dimaksud seperti
bentuk usaha perseorangan, firma atau perusahaan komanditer.20
3. Kepemilikan bank
Kepemilikan bank diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 UU
Perbankan. Pada prinsipnya pendiri bank umum dan BPR bisa warga negara atau
badan hukum Indonesia dan khusus BPR dapat dimiliki bersama oleh pendirinya.
Di Indonesia, bank tidak dapat didirikan oleh warga negara asing sendiri, kecuali
18
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi 2014 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 42.
didirikan secara kemitraan antara warga negara asing dan/atau badan hukum
Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing.21
Bank umum hanya dapat didirikan oleh:22
1. warga negara Indonesia dan/atau bdan hukum Indonesia. Badan hukum
Indonesia tersebut antara lain badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta; atau
2. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan waraga
negara dan/atau badan hukum asing secara kemitraan. Jika salah satu pihak
yang mendirikan Bank Umum tersebut adalah badan hukum asing, maka yang
bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dari otoritas
moneter negara asal. Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat
keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan mempunyai reputasi
baik dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan.
Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/34/KEP/DIR
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah telah diatur
lebih lanjut. Di sana disebutkan bahwa kepemilikan Bank umum oleh badan
hukum Indonesia setinggi-tingginya adalah sebesar modal bersih sendiri badan
hukum yang bersangkutan, yang merupakan penjumlahan dari modal disetor,
cadangan dan laba, dikurangi penyertaan kerugian, bagi badan hukum perseroan
terbatas/perusahaan daerah; atau penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan
21Ibid.
wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi
penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.23
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank umum tidak
boleh berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari
Bank umum dan/atau pihak lain di Indonesia dan berasal dari dan untuk tujuan
pencucian uang (money laundering), atau berasal dari sumber yang di haramkan
menurut prinsip syariah. Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik bank umum
adalah sebagai berikut:24
1. tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan
yang diterapkan oleh BI;
2. menurut penilaian BI, yang bersangkutan memiliki integritas yang baik, yakni:
memiliki akhlak dan moral yang baik; mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku; memiliki komitmen yang tinggi terhadap
pembangunan operasional bank yang sehat; dan dinilai layak dan wajar untuk
menjadi pemegang saham bank.
Bank Perkreditan Rakyat menurut Pasal 23 UU Perbankan, hanya dapat
didirikan dan dimiliki oleh:
1. warga negara Indonesia;
2. badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia; 3. pemerintah daerah atau dapat
4. dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia dan/atau pemerintah daerah.
Persyaratan kepemilikan BPR dan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prisip Syariah (selanjutnya disebut sebagai BPRS) lebih lanjut diatur dalam Surat
Keputusan Direksi BI Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat dan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/36/KEP?DIR
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip
Syariah. Ditegaskan bahwa kepemilikan Bank Perkreditan Rakyat dan BPRS oleh
badan hukum setinggi-tingginya sebesar modal bersih sendiri dari badan hukum
yang bersangkutan, yang merupakan penjumlahan dari modal yang disetor,
cadangan, dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum
koperasi.
Sumber dana yang digunakan untuk kepemilikan BPR dan BPRS tidak
boleh berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari
bank dan/atau pihak lain di Indonesia dan berasal dari sumber yang diharamkan
menurut prinsip syariah.
Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik BPR dan BPRS adalah mereka
yang:25
1. tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan
yang ditetapkan oleh BI;
2. menurut penilaian BI yang bersangkutan memiliki integritas, antara lain:
a. memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. bersedia mengembangkan BPR atau BPRS yang sehat.
4.Jenis-jenis Kantor Bank
Jenis-jenis kantor bank dapat dilihat dari luasnya kegiatan jasa-jasa bank
yang ditawarkan dalam suatu cabang bank. Luasnya kegiatan ini tergantung dari
kebijaksanaan kantor pusat bank tersebut. Disamping itu, besar kecilnya kegiatan
cabang bank tersebut tergantung pula dari wilayah operasinya.
Jenis-jenis kantor bank yang dimaksud adalah sebagai berikut:26
a. Kantor Pusat
Merupakan kantor di mana semua kegiatan perencanaan sampai kepada
pengawasan terdapat di kantor ini. Setiap bank memiliki satu kantor pusat
dan kantor pusat tidak melakukan kegiatan operasional sebagaimana kantor
bank lainnya, akan tetapi mengendalikan jalannya kebijaksanaan kantor
pusat terhadap cabang-cabangnya.
b. Kantor Cabang Penuh
Merupakan salah satu kantor cabang yang memberikan jasa paling lengkap.
Dengan kata lain, semua kegiatan perbankan ada di kantor cabang penuh
dan biasanya kantor cabang penuh membawahi kantor cabang pembantu.
c. Kantor Cabang Pembantu
Merupakan kantor cabang yang berada di bawah kantor cabang penuh
dimana kegiatan jasa bank yang dilayaninya hanya sebagian saja. Perubahan
status dari cabang pembantu ke cabang penuh dimungkinkan apabila
memang cabang tersebut sudah memenuhi kriteria sebagai cabang penuh
dari kantor pusat.
d. Kantor Kas
Merupakan kantor bank yang paling kecil di mana kegiatannya hanya
meliputi teller/kasir saja. Dengan kata lain, kantor kas hanya melakukan
sebagian kecil dari kegiatan perbankan dan berada di bawah cabang
pembantu atau cabang penuh. Bahkan sekarang ini banyak kantor kas yang
dilayani dengan mobil dan sering disebut kas keliling.
B. Pengelolaan Bank
Bab terdahulu telah menjelaskan bahwa bank adalah lembaga keuangan
yang mempunyai usaha pokok menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Selain usaha pokok tersebut,
bank juga melakukan kegiatan usaha lain serta mengeluarkan produk-produk
perbankan untuk menunjang kinerja bank.27
1. Kegiatan usaha bank
Kegiatan usaha bank telah dirinci dan di batasi sesuai dengan Pasal 6
sampai Pasal 15 UU Perbankan, yakni: pertama, mengatur kegiatan-kegiatan
usaha yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank; kedua, kegiatan
usaha bank tersebut dibedakan antara bank umum dan BPR; dan ketiga, ank
umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu dan
memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin
dikembangkan. Usaha yang dijalankan bank umum lebih luas daripada usaha yang
dijalankan BPR. Bank yang menjalankan usahanya berdasrkan prinsip syariah
wajib menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan usahanya.
Kegiatan-kegiatan usaha perbankan yang ada di Indonesia dewasa ini
adalah sebagai berikut:28
a. Kegiatan-kegiatan bank umum:
1) menghimpun dana dari masyarakat (Funding) dalam bentuk:
a) simpanan giro (Demand Deposit)
b) simpanan tabungan (Saving Deposit)
c) simpanan deposito (Time Deposit)
2) menyalurkan dana ke masyarakat (Lending) dalam bentuk:
a) kredit investasi
b) kredit modal kerja
c) kredit perdagangan
3) memberikan jasa-jasa bank lainnya (Service) seperti:
a) transfer (Kiriman Uang)
b) inkaso (Collection)
c) kliring (Clearing)
d) safe deposit box
e) bank card
f) bank notes (Valas)
g) bank garansi
h) referensi bank
i) bank draft
j) letter of credit (L/C)
k) cek wisata (Travellers Cheque)
l) jual beli surat-surat berharga
m) menerima setoran-setoran seperti; pembayaran pajak, pembayaran
telepon, pembayaran air, pembayaran listrik, pembayaran uang
kuliah
n) melayani pembayaran-pembayaran seperti;
gaji/pensiun/honorarium, pembayaran deviden, pembayaran kupon,
pembayaran bonus/hadiah.
o) di dalam pasar modal perbankan dapat memberikan atau menjadi;
penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarantor), wali amanat
(trustee), perantara perdagangan efek (pialang/broker), pedagang
efek (dealer), perusahaan pengelola dana (invesment company).
p) dan jasa-jasa lainnya.
b. Kegiatan-kegiatan BPR terdiri dari:
1) menghimpun dana dalam bentuk:
a) simpanan tabungan
b) simpanan deposito
2) menyalurkan dana dalam bentuk:
a) kredit investasi
b) kredit modal kerja
3) larangan-larangan bagi BPR adalah sebagai berikut:
a) menerima simpanan giro
b) mengikuti kliring
c) melakukan kegiatan valuta asing
d) melakukan kegiatan perasuransian.29
c. Kegiatan-kegiatan Bank Syariah:
Pasal 28 dan 29 Surat Keputusan Direksi BI Nomor 32/34/KEP/DIR/1999
menyebutkan kegiatan usaha bank umum berdasarkan prinsip syariah. Bank
umum wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
yang meliputi:30
1) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang
meliputi:
a) giro berdasarkan prinsip wadi’ah;
b) tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah;
c) deposito berdasarkan prinsip mudharabah; atau
d) bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah.
2) melakukan penyaluran dana melalui:
a) transaksi jual beli berdasarkan prinsip
1. Murabahah;
2. Istishna;
3. Ijarah;
4. Salam;
29 Kasmir, Op cit, hlm.38-40.
5. jual beli lainnya.
b) pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip:
1. Mudharabah;
2. Musyarakah;
3. bagi hasil lainnya.
c) pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip:
1. Hiwalah;
2. Rahn;
3. Qardh.
d) membeli, menjual, dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata
(undelying transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah;
e) membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau BI yang
diterbitkan atas dasar prinsip syariah.
f) memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah
berdasarkan prinsip wakalah.
g) menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
dan melakukan perhitungan dengan atau antar-pihak ketiga
berdasarkan prinsip wakalah;
h) menyediakan tempat untuk menyimpan barang atau surat-surat
i) melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip
wakalah;
j) melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
berdasarkan prinsip ujr;
k) memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip
wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah, serta
memberikan garansi bank berdasarkan prinsip kafalah;
l) melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr;
m) melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah;
n) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank umum syariah
sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.31
2. Produk bank
Bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat
mengeluarkan produk-produk sebagai proses kegiatan perbankan maupun untuk
mempermudah nasabah dalam melakukan transaksi keuangan. Produk-produk
yang dikeluarkan oleh bank antara lain sebagai berikut:
a. Tabungan
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat
tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat
lain yang dapat dipersamakan dengan itu.
b. Kartu kredit
Alat pembayaran yang berupa kartu yang terbuat dari sejenis plastik yang
diatasnya tercetak nama, nomor keanggotaan, dan tanda tangan pemegang
kartu kredit yang dapat memberikan substitusi cara pembayaran disamping
alat pembayaran yang sah seperti uang kertas dan uang logam maupun
surat berharga seperti cek dan giro.
c. Kartu debit
Kartu yang digunakan pada ATM yang memungkinkan pelanggan
memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
d. Rekening giro
Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau bilyet giro pemindahbukuan,
sedangkan cek atau bilyet giro ini oleh pemiliknya dapat digunakan
sebagai alat pembayaran.
e. Deposito
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
sesuai tanggal yang diperjanjikan antara deposan dan bank.
f. Direct deposit
Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya
pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana
(misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer
langsung ke setiap rekening nasabah.
Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk
membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara
elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor.
h. Pinjaman
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
i. Automated Teller Machine (ATM)
Suatu fasilitas perbankan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan
bagi para nasabah dalam kegiatan transaksi perbankan baik tunai dan
non-tunai dan untuk menghindari antrian panjang.
j. SMS banking
Layanan informasi perbankan yang dapat diakses langsung oleh nasabah
melalui telefon selular/handphone dengan menggunakan media SMS (
Short Message Service).
k. Call banking/phone banking
Produk perbankan elektronik yang disediakan membantu konsumen untuk
dapat menerima layanan informasi perbankan dan melakukan transaksi
finansial non tunai melalui pesawat telepon (touch tone atau handphone).
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke
pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima
dan membayar tagihan, dan lain-lain.
m. Preauthorized debit (automatic bill payment)
Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi
pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada
tanggal-tanggal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu
(misalnya pembayaran listrik, tagihan, telepon, dan lain-lain).
n. Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP)
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke
nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan
dalam rekening bank.
o. Electronic Fund Transfer (EFT)
Perpindahan uang atau pinjaman dari satu rekening ke rekening lainnya
melalui media elektronik.
p. Payroll card
Diterbitkan oleh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan
pegawainya mengakses pembayarannya pada terminal ATM atau Point of
Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu
tersebut secara elektronik.
Perbankan merupakan tulang punggung dalam membangun sistem
perekonomian dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai
intermediary institution yaitu lembaga yang mampu menyalurkan kembali
dana-dana yang dimiliki oleh unit ekonomi yang surplus kepada unit-unit ekonomi
yang membutuhkan bantuan dana atau defisit. Fungsi ini merupakan mata rantai
yang penting dalam melakukan bisnis karena berkaitan dengan penyediaan dana
sebagai investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis dalam melaksanakan fungsi
produksi. Oleh karena itu agar dapat berjalan dengan lancar maka lembaga
perbankan harus berjalan dengan baik pula.
Berdasarkan fungsi dan peranan bank tersebut, setiap negara senantiasa
berupaya agar lembaga perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman,
dan stabil. Kesehatan suatu bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua
kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku. Suatu sistem perbankan dalam kondisi yang tidak sehat
akan menyebabkan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tidak akan
berfungsi dengan optimal. Terganggunya fungsi intermediasi maka alokasi dan
penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan investasi dan membiayai
sektor-sektor yang produktif dalam perekonomian menjadi terbatas. Sistem perbankan
yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran yang dilakukan
oleh sistem perbankan tidak lancar dan efisien, selain itu sistem perbankan yang
Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang
terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun
BI sebagai pembina dan pengawas. Sesuai dengan tanggung jawabnya,
masing-masing pihak tersebut perlu mengikatkan diri dan secara bersama-sama berupaya
mewujudkan bank yang sehat. 32
Tingkat kesehatan bank adalah bankyang dapat menjalankan
fungsi-fungsinya dengan baik, yang dapat menjaga danmemelihara kepercayaan
masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi,dapat melancarkan lalu lintas
pembayaran serta dapat dipergunakan olehpemerintah dalam melaksanakan
berbagai kebijakan, terutama kebijakanmoneter.
Faktor kepercayaan dari masyarakat juga
merupakan faktor yang utama dalam menjalankan bisnis perbankan, sehingga
bank dituntut untuk mempunyai kemampuan mengelola kinerja keuangan dengan
baik agar dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut.
33
Tingkat kesehatan bank adalah
penilaian atas suatu kondisi laporan keuangan bank pada periode dan saat tertentu
sesuai dengan standar BI.34 Oleh karena itu, adanya ketentuan mengenai tingkat
kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai berikut:35
1. Tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah
dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku;
32Ibid., hlm. 129.
33 VethzalRivai, Bank and Financial Institution Management (Jakarta: Rajawali Pers,
2007), hlm. 118.
34 Slamet Riyadi, Banking Assets and Liability Management (Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), hlm. 185.
2. Tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik
secara individual maupun perbankan secara keseluruhan.36
Bank agar selalu sehat, ditetapkan kriteria-kriteriatertentu, yang terpenting
di antaranya adalah sebagai berikut:37
1. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BPMK) atau sering juga disebut sebagai
Legal Lending Limit (3L), yaitu larangan memberikan kredit untuk
perusahaan-perusahaan terafiliasi (satu kelompok dengan bank tersebut) melebihi batas
maksimum yang telah ditetapkan, yang saat ini batas maksimum tersebut
adalah 20 % dari modal setor.
2. Berdasarkan Peraturan BI No. 9/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat
kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah bahwa penilaian tingkat
kesehatan bank umum mencakup fakto-faktor meliputi Capital, Asset,
Management, Earning,dan Liquidity (CAMEL) oleh sebab itu Surat Keputusan
Direksi BI No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang cara penilaian
tingkat kesehatan bank umum, Pasal 2 dinyatakan tidak berlaku lagi.38
Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakah ada peningkatan
atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah,
karena itulah yang diharapkan dan supaya dipertahankan terus kesehatannya.
Akan tetapi, bagi bank terus-menerus tidak sehat, mungkin harus mendapat
pengarahan atau sanksi dari BI sebagai pengawas dan pembina bank-bank.39
36Ibid. 37
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Cetakan I (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 40-41.
38Ibid.
Tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan
kuantitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan
perkembangan suatu bank. Pendekatan kuantitatif dimaksud dilakukan dengan
penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif,
manajemen, rentabilitas, dan likuiditas yang disingkat dengan sebutan CAMEL
(capital, asset quality, management quality, earnings, and liquidity).40
Tingkat kesehatan bank dinilai berdasarkan CAMELadalah sebagai berikut
:41
1. Permodalan (Capital)
Permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal
minimum bank. Penilaian tersebut didasrkan kepada CAR (Capital Adequaci
Ratio). 42 Penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio modalterhadap Aktiva Terimbang Menurut Resiko (ATMR).
Sedangkanpenilaian terhadap Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM)berdasarkan Pasal 2 PBI No. 10/15/PBI/2008 Tentang
KewajibanPenyediaan Modal Minimum Bank Umum bank ditetapkan
sebagaiberikut:43
a. Pemenuhan KPMM sebesar 8% diberi predikat “sehat” dengan nilai kredit
81, dan untuk setiap kenaikan 0, 1% dari pemenuhan KPMM sebesar 8%
nilai kredit ditambah 1 hingga maksimal 100.
40
Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 130.
b. Pemenuhan KPMM kurang dari 8% sampai dengan 7,9% diberi predikat
“kurang sehat” dengan nilai kredit 65 dan untuk setiap penurunan 0, 1% dari
pemenuhan KPMM sebesar 7, 9% nilai kredit dikurangi 1 dengan minimal
0.
2. Kualitas Aktiva Produktif (Assets Quality)
Penilaian terhadap KAP didasarkan atas 2 (dua) rasio, yaitu :
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif
sebesar 15,5% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan
0,15% mulai dari 15,5% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimal 100.
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk oleh Bank
terhadap penyisihan aktiva produktif yang dibentuk oleh Bank sebesar 0%
diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1% dimulai dari 0, nilai kredit
ditambah 1 dengan maksimal 10.
3. Manajemen (Managemant)
Penilaian terhadap manajemen mencakup 2 (dua) komponen, yaitu: manajemen
umum dan manajemen resiko, dengan menggunakan daftar pertanyaan.44
44Ibid., hlm. 41.
Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga dinilai kualitas
manajemennya. Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya
dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari segi pendidikan dan
pengalaman dari karyawannya dalam menangani kasus-kasus yang terjadi.
Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen
likuiditas. Penilaian kesehatan di bidang manajemen tidak lagi didasarkan pada
250 aspek yang berkaitan dengan permodalan, likuiditas, kualitas aset, dan
rentabilitas, tetapi kini penilaiannya hanya didasarkan pada 100 aspek saja.45
4. Rentabilitas (Earning)
Penilaian terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio, yaitu :46
a. Rasio laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume
usaha dalam periode yang sama.
b. Rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap pendapatan
operasional dalam periode yang sama.
5. Likuiditas (Liquidity)
Rasio untuk penilaian likuiditas dibagi atas 2 (dua ), yaitu :
a. Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar dalam rupiah.
b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh Bank dalam rupiah dan valas.
Kemudian ada aspek penilaian tambahan yang disebut sensitivitas
(Sensitivity). Aspek ini mulai diberlakukan oleh BI sejak bulan Mei 2004. Seperti
kita ketahui dalam melepaskan kreditnya, perbankan harus memperhatikan dua
unsur, yaitu: tingkat perolehan laba yang harus dicapai dan resiko yang harus
dihadapi. Pertimbangan risiko yang harus diperhitungkan berkaitan erat dengan
sensitivitas perbankan. Sensitivitas terhadap risiko ini penting agar tujuan
memperoleh laba dapat tercapai dan pada akhirnya kesehatan bank juga terjamin.
Risiko yang dihadapi terdiri dari risiko lingkungan, risiko manajemen, risiko
penyerahan, dan risiko keuangan.47
Kriteria lain yang merupakan syarat-syarat bank sehat yaitu:48
1. Perbandingan pinjaman terhadap simpanan atau yang sering disebutdengan
Loan to Deposit Ratio (LDR), yang dalam hal ini ditetapkansebesar 110 %.
2. Kualitas Aktiva Produktif (KAP).
3. Posisi Devisa Netto (PDN).
4. Margin Trading Limit (MTL), yaitu adanya batasan tertentu (celling) dalam hal
bank melakukan kegiatan margin trading.
5. Kewajiban modal setor menjadi 50 miliar rupiah bagi bank umum nondevisa
dan 150 miliar rupiah bagi bank devisa.
6. Kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) atau Reserve Requirement(RR)
sebesar 5 % dari total dana Pihak ketiga yang dihimpun. Giro wajib minimum
adalah sejumlah dana yang harus disetorkan kepada bank sentral.49
7. Margin pendapatan bunga bersih.
8. Return on Average Assets (ROA), yaitu angka yang menunjukan berapa besar
relative laba bersih (setelah pajak) terhadap total aktiva.
9. Return on Average Equity (RAE), yaitu cara penilaian kesehatan bank dilihat
dari laba bersih setelah pajak dibagi dengan modal.
10. Debt to Equity (DER), yaitu perbandingan kredit terhadap modal.
11. Kemampuan untuk melunasi utang (Working Capital Ratio).50
47
Kasmir, Op. cit., hlm. 46.
48 Munir Fuady, Op. cit., hlm. 40-41.
49 Mandala manurung, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Jakarta: Fakultas
Masing-masing aspek di atas diberikan nilai, kemudian dijumlahkan secara
keseluruhan dari komponen yang dinilai, hasil dari penilaian ini ditetapkan ke
dalam empat golongan predikat kesehatan bank sebagai berikut:51
a. nilai kredit 81 - 100 mendapat predikat “Sehat”;
b. nilai kredit 66 - < 81 mendapat predikat “Cukup Sehat”;
c. nilai kredit 51 - < 66 mendapat predikat “Kurang Sehat”;
d. nilai kredit 0 - < 51 mendapat predikat “Tidak Sehat”.
38
BAB III
PENYELESAIAN BANK YANG BERMASALAH
A. Penggolongan Bank yang Bermasalah
Bank Indonesia melakukan tugas pengawasan bank berdasarkan Pasal 37
ayat (2) UU Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004
tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank yang sebagian
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/38/PBI/2005 serta Surat
Edaran Intern Nomor 9/43/Intern tanggal 15 November 2007 perihal
PedomanPelaksanaan Ketentuan Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status
Bank.
Suatu bank dikatakan bermasalah jika bank yang bersangkutan mengalami
kesulitan yang bisa membahayakan kesulitan yang bisa membahayakan
kelangsungan usahanya, yakni kondisi usaha bank semakin memburuk, yang
antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan
rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak dilaksanakan berdasarkan prinsip
kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat. Ini berarti bank yang tidak
bermasalah adalah bank yang kegiatan usahanya berkembang secara wajar, tanpa
mengalami kesulitan yang berarti dalam segi permodalan, kualitas aset, likuiditas,
dan rentabilitas.52
Kamus BI menjelaskan bank bermasalah adalah problem bank/troubled
bank yaitubank yang mempunyai rasio atau nisbah kredit tidak lancar yang tinggi
apabila dibandingkan dengan modalnya, bank yang dari hasil pemeriksaan nilai
CAMEL-nya berada pada posisi empat (kurang sehat) atau lima (tidak sehat) pada
daftar urutan kondisi bank, penilaian tersebut tidak disebarluaskan ke masyarakat,
bank bermasalah akan lebih sering diperiksa daripada bank yang berkondisi sehat.
Bank yang bermasalah dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu:
1. bank yang bermasalah struktural, yakni bank yang kondisinya sudah tergolong
sangat parah (tidak sehat) dan setiap saat dapat terancam kelangsungan
hidupnya. Karakteristik bank yang masuk dalam kategori ini biasanya antara
lain kualitas aktiva produktif tidak sehat, akumulasi rugi cukup besar yang
mengakibatkan modal menjadi negatif serta likuiditasnya sangat buruk.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh campur tangan pemilik dalam
pengelolaan manajemen cukup besar antara lain dapat dilihat dari besarnya
kredit yang diberikan kepada grup atau kelompok dari pemilik;
2. bank yang bermasalah non-struktural, biasanya campur tangan pemilik tidak
atau belum terlalu jauh dan kemudian pemilik menyadari kesalahan tersebut.
Sementara itu, meskipun rentabilitas bank cenderung memburuk akibat kualitas
aktiva produksi yang juga kurang menggembirakan, namun modal bank masih
mencukupi ketentuan penyediaan modal minimum. Bank yang masuk dalam
kategori ini tingkat kesehatannya biasanya kurang atau bisa juga tidak.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut
Pengawasan dan Penetapan Status Bank menjelaskan kriteria bank yang
dalam pengawasan intensif (Insentive Supervision) atau bank dalam pengawasan
khusus (Special Surveillance).
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang
Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank menetapkan kriteria bank
yang termasuk dalam pengawasan intensif adalah jika bank memenuhi satu atau
lebih kriteria sebagai berikut:
a. memiliki predikat kurang sehat atau tidak sehat dalam penilaian tingkat kesehatan bank;
b. memiliki permasalahan aktual dan atau potensial berdasarkan penilaian terhadap keseluruhan risiko (composite risk);
c. terdapat pelampauan dan atau pelanggaran batas maksimum pemberian kredit dan menurut penilaian BI langkah-langkah penyelesaian yang diusulkan bank dinilai tidak dapat diterima atau tidakmungkin dicapai; d. terdapat pelanggaran posisi devisa neto dan menurut penilaian BI
langkah-langkah penyelesaian yang diusulkan bank dinilaitidak dapat diterima atau tidak mungkin dicapai;
e. memiliki rasio giro wajib minimum dalam rupiah sama dengan ataulebih besar dari rasio yang ditetapkan untuk giro wajib minimum bank, namun bank dinilai mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar;
f. dinilai memiliki permasalahan profitabilitas yang mendasar;
g. memiliki kredit bermasalah (non-performing loan) secara neto lebih dari 5% (lima perseratus) dari total kredit.
Pasal 5 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang
Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank menetapkan kriteria bank
yang termasuk dalam pengawasan khusus adalah jika bank memenuhi satu atau
lebih kriteria sebagai berikut:
a. rasio kewajiban penyediaan modal minimum kurang dari 8% (delapanperseratus);
Sebuah bank yang beroperasi bermasalah atau tidak, dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan fundamental dan teknikal. Mencermati
sisi fundamental merupakan pendekatan melalui kinerja keuangan bank, yang
terdiri atas total aset, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio -CAR),
NPL-Gross (non performing loan)/kredit bermasalah), return on asset (ROA) dan
return on equity (ROE) untuk laba, net interest margin (NIM), loan to deposit ratio (LDR), dan produktivitas pegawai (employee productivity/EP). Sedangkan
mencermati sisi teknikal merupakan penilaian atas kinerja saham bank-bank yang
telah melantai (listed) di Bursa Efek Indonesia. Penilaian ini berdasarkan
perhitungan return saham dan volatilitas (perubahan) saham terhadap pasar. Untuk
menilai sisi teknikal ini diperlukan metode snail trail (jejak bekicot). Gunanya
untuk mengukur kinerja portofolio perbankan untuk jangka panjang, biasanya
minimal lima tahun.53
Mulai dari aset, besarnya aset yang dimiliki sebuah bank tidak berarti
apa-apa jika seluruhnya merupakan aset berisiko. Yang terpenting disini bagaimana
kualitas aset produktifnya, semakin kecil kredit macetnya berarti semakin
berkualitas. Oleh karena itu, untuk mengukur kesehatan suatu bank, indikator total
aset harus dipadukan dengan indikator lainnya. CAR sebagai bamper resiko
merupakan daya tahan suatu bank. Makin besar CAR suatu bank, berarti
kesiapannya menghadapi kredit macet besar pula. BI menetapkan standar
minimum CAR untuk perbankan sebesar 8%.Artinya, untuk setiap ekspansi kredit
Rp1.000, bank harus menyediakan modal sendiri minimal Rp80. Tanpa modal
53 Sapto Jumono, “Bank Sehat” http://www.esaunggul.ac.id/article/bank-sehat-2 (diakses
yang kuat, mustahil bank dapat melanjutkan ekspansi kredit. Selanjutnya, NPL
atau kredit tidak lancar. Yang termasuk kategori NPL jika kredit yang diberikan
berada dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Bank yang
memiliki tingkat NPL lebih rendah dari tahun sebelumnya, layak memperoleh
nilai maksimal. Namun, sebuah bank yang memiliki NPL sangat kecil tidak
serta-merta hampir seluruh kredit bank tersebut adalah kredit lancar, dan menunjukkan
betapa sehatnya bank tersebut. NPL yang sangat kecil dapat saja dicapai bank
yang hanya sedikit menyalurkan kreditnya.54
Pertama, tingkat bunga bank, makin tinggi bunga yang ditawarkan,
terutama jika dibandingkan dengan bank yang beraset setara, makin tinggi pula
risiko bank tersebut. Bank merupakan lembaga perantara (intermediary) yang
dalam mengelola dananya harus berpegang pada prinsip kesesuaian jatuh tempo
(maturity). Bank yang berhati-hati biasanya menyalurkan dana masyarakat
berjangka pendek menjadi kredit jangka pendek pula. Sedangkan kredit jangka
panjang didanai dari dana jangka panjang. Dalam prakteknya, ada bank-bank yang
menggunakan dana jangka pendek untuk membiayai proyek properti yang
jelas-Return On Asset dan jelas-Return On Equity, masing-masing adalah indikator
laba usaha dan laba bersih yang dihitung berdasarkan total aset dan total
ekuitasnya. Dengan beberapa panduan itu, sebuah bank akan terukur apakah
sebuah bank bermasalah atau tidak. Cara lain untuk melihat sebuah bank
bermasalah atau tidak adalah dengan cara mengamati tingkat bunga, struktur
kepemilikan dan manajemen, serta pertumbuhan asetnya.
jelas berjangka panjang. Hal ini jelas-jelas melanggar prinsip kehati-hatian
(prudential banking).55
55Ibid.
Persoalan menjadi semakin kacau balau kalau pengembalian kredit jangka
panjang, dipastikan, bank akan menghadapi persoalan likuiditas. Di satu sisi, bank
harus membayar dana masyarakat yang jatuh te