• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DI MTSN ULUMUL QUR’AN LANGSA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DI MTSN ULUMUL QUR’AN LANGSA."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN PROBLEM

BASED LEARNING DENGAN SISWA YANG DIBERI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

DI MTsN ULUMUL QUR’AN LANGSA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

CUT IZZAH FARAHIYA NIM. 8136172015

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

CUT IZZAH FARAHIYA. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Problem Based Learning dengan Siswa yang Diberi Pembelajaran Realistic Mathematics Education di MTsN Ulumul Qur’an Langsa. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan melalui model PBL dengan siswa yang menggunakan model RME, (2) perbedaan peningkatan disposisi matematis siswa yang diajarkan melalui model PBL dengan siswa yang menggunakan model RME, (3) aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui penerapan model PBL dan siswa yang diajarkan melalui model RME; dan 4) respon siswa terhadap penerapan model PBL dan model RME. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak (cluster random sampling), dua kelas yang terpilih adalah kelas VIII-2 MTsN Ulumul Qura’an Langsa sebagai kelas eksperimen1 dan kelas VIII-5 MTsN Ulumul Qura’an

Langsa sebagai kelas eksperimen2, kelas eksperimen1 diberi perlakuan

pembelajaran problem based learning, kelas ekseperimen2 diberi perlakuan

pembelajaran realistic mathematics education. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen kemampuan komunikasi matematis dan angket disposisi matematis yang telah dinyatakan valid dan reliabel. Analisa data dilakukan dengan ANAVA dan secara deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi pembelajaran model problem based learning (PBL) dengan siswa yang diberi pembelajaran realistic education mathematics (RME), (2) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap disposisi matematis antara siswa yang diberi pembelajaran model problem based learning (PBL) dengan siswa yang diberi pembelajaran realistic education mathematics (RME), (3) Pada pengamatan observasi aktivitas siswa pada pembelajaran problem based learning (PBL) kategori aktivitas siswa sudah memenuhi kriteria persentase waktu ideal, demikian juga pada kelas yang diberi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran realistic mathematics education (RME) telah memenuhi kriteria persentase waktu ideal aktivitas siswa; dan 4) Hasil respon siswa terhadap model problem based learning (PBL) menunjukkan respon yang positif dengan perolehan rerata total sebesar 90,4%, demikian juga halnya dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan realistic mathematics education (RME) menunjukan adanya respon positif terhadap proses pembelajaran yang diberikan dengan perolehan rerata total sebesar 93,34%. Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Realistic Mathematics

(7)

ii ABSTRACT

CUT IZZAH FARAHIYA. Differences Improvement of Communications Ability and Mathematical Disposition Students who Given by Learning Problem Based Learning and Students who Given by Realistic Mathematics Education in MTsN Ulumul Quran Langsa. Thesis. Medan: Department of Educational Mathematics Post-Graduate State University of Medan, 2015.

This study aims to determine: (1) differences in improvement of communication capabilities mathematics students taught through the model PBL with students who use the model RME, (2) differences in the increase in the disposition of mathematical students taught through the model PBL with students who use the model RME, (3) the activity of students during the learning process through application of the model PBL and students are taught through the model RME; and 4) The students' response to the application of PBL models and models RME. The sampling technique in this research is done randomly (cluster random sampling), two classes were chosen is a class VIII-2 MTsN Ulumul Qura'an Langsa as eksperimen1 class and class VIII-5 MTsN Ulumul Qura'an Langsa as

eksperimen2 class, class eksperimen1 untreated learning problem based learning,

classroom learning ekseperimen2 treated realistic mathematics education.

Instruments used in this research instrument mathematical communication skills and mathematical disposition questionnaire that has been declared valid and reliable. The data were analyzed with ANOVA and descriptive. From the research results can be concluded: (1) there is a significant difference to improving the communication skills of mathematics among students who were learning model of problem-based learning (PBL) with students who were learning realistic education mathematics (RME), (2) there is a significant difference against disposition mathematically between students who were learning model of problem-based learning (PBL) with students who were learning realistic education mathematics (RME), (3) On the observation of student activity observation on learning problem based learning (PBL) category of student activity meets the criteria percentage of time ideal, as well as in a class by learning using learning realistic mathematics education (RME) has met the criteria for an ideal percentage of time the student activity; and 4) The results of the students' response to the model of problem-based learning (PBL) showed a positive response to the acquisition of the average total of 90.4%, as well as with students who were learning with realistic mathematics education (RME) showed a positive response to the learning process given the average total acquisition amounted to 93.34%.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Seraya mengucapkan rasa puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Problem Based Learning dengan Siswa yang Diberi Pembelajaran Realistic Mathematics Education di MTsN Ulumul Qur’an Langsa”.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Unimed. Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas karena dorongan semangat dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu tepat kiranya jika dalam kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. KMS. Amin Fauzi,M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof Dian Armanto, M.Pd., M.A., M.Sc., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing II atas segala keikhlasan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan yang begitu bermanfaat.

(9)

iv

3. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd., Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd., dan Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd., selaku nara sumber yang telah banyak memberikan masukan untuk penyempurnaan penelitian tesis ini.

4. Ayahanda T. A. Aziz dan Ibunda Safwati dan beserta keluarga yang telah memberikan do’a serta dukungan moril dan materil yang tak terhingga.

5. Suami tercinta Mulyadi Daud dan Ananda Fitria Ayunda dan M. Baginda yang telah memberikan motivasi dan do’a yang tak terhingga.

Semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam penulisan tesis ini akan mendapatkan imbalan yang layak dari Allah SWT. Akhirnya mudah-mudahan tesis ini dapat memenuhi harapan semua pihak serta berguna bagi dunia pendidikan.

Medan, Desember 2015 Penulis

(10)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 16

1.3.Batasan Masalah ... 17

1.4.Rumusan Masalah ... 17

1.5.Tujuan Penelitian... 18

1.6.Manfaat Penelitian... 19

1.7.Defenisi Operasional ... 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22

2.1.Kerangka Teoretis ... 22

2.1.1. Kemampuan Komunikasi Matematika ... 22

2.1.2. Pengertian Disposisi Matematis ... 32

2.1.3. Model Problem Based Learning (PBL) ... 37

2.1.4. Realistic Mathematics Education (RME) ... 47

2.1.5. Teori Belajar Yang Mendukung Model Problem Based Learning (PBL) ... 56

2.1.6. Perbedaan Pedagogik Model Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ... 60

2.1.7. Penelitian yang Relevan ... 62

2.2.Kerangka Konseptual ... 64

(11)

vi

BAB III METODE PENELITIAN ... 69

3.1.Jenis Penelitian ... 69

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian ... 69

3.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 69

3.4.Desain Penelitian ... 70

3.5.Variabel Penelitian ... 72

3.6.Instrumen Penelitian ... 73

3.7.Uji Instrumen ... 77

3.8.Pengolahan Data ... 82

3.9.Prasyarat Analisis ... 83

3.10. Uji Hipotesis ... 85

3.11. Prosedur Penelitian ... 89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 92

4.1.Deskripsi Hasil Penelitian ... 92

4.2.Statistic Inferensial Data Penelitian ... 105

4.3.Pembahasan Hasil Penelitian ... 138

4.4.Keterbatasan Penelitian ... 146

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 148

5.1.Kesimpulan ... 148

5.2.Saran ... 149

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Sintaks Model Problem Based Learning (PBL) ... 44

2.2. Langkah-Langkah Model Realistic Mathematics Education (RME) 54 3.1. Desain Penelitian ... 71

3.2. Tabel Weinner Tentang Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol ... 72

3.3. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Siswa ... 73

3.4. Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematik ... 74

3.5. Aspek Pengamatan Aktivitas Siswa ... 76

3.6. Hasil Validitas Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 78

3.7. Hasil Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematik... 79

3.8. Hasil Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 80

3.9. Hasil Daya Beda Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 81

3.10. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 83

3.11. Kriteria Skor Gain Ternormalisasi... 84

4.1. Data-Data Statistik Pre Test Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen1 ... 93

4.2. Data-Data Statistik Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen1 ... 93

4.3. Data-Data Statistik N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen1 ... 94

4.4. Data-Data Statistik Pre Test Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen2 ... 95

4.5. Data-Data Statistik Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen2 ... 96

4.6. Data-Data Statistik N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen2 ... 97

4.7. Rataan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik pada Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 97

4.8. Data-Data Statistik Pre Test Disposisi Kelas Eksperimen ... 99

4.9. Data-Data Statistik Post Test Disposisi Matematis Kelas Eksperimen1 ... 100

4.10. Data-Data Statistik N-Gain Disposisi Matematis Kelas Eksperimen1 ... 101

4.11. Data-Data Statistik Pre Test Disposisi Matematis Kelas Eksperimen2 ... 102

4.12. Data-Data Statistik Post Test Disposisi Matematis Kelas Eksperimen2 ... 102

(13)

4.14. Rataan N-Gain Disposisi Matematis pada Kelas Eksperimen1

dan Kelas Eksperimen2 ... 104

4.15. Hasil Uji Normalitas Pre Test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 107

4.16. Hasil Uji Normalitas Post test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 108

4.17. Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 109

4.18. Hasil Uji Homogenitas Pre Test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 111

4.19. Hasil Uji Homogenitas Post Test Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 112

4.20. Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 113

4.21. Analisis Varians untuk Kemampuan Komunikasi Matematik ... 114

4.22. Hasil Uji Normalitas Pre Test Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 116

4.23. Hasil Uji Normalitas Post test Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 117

4.24. Hasil Uji Normalitas N-Gain Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2... 118

4.25. Hasil Uji Homogenitas Pre Test Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2 ... 120

4.26. Hasil Uji Homogenitas Post Test Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2 ... 121

4.27. Hasil Uji Homogenitas N-Gain Disposisi Matematis Siswa Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2 ... 122

4.28. Analisis Varians untuk Disposisi Matematis ... 123

4.29. Rerata Persentase Waktu Aktivitas Siswa ... 124

(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

[image:14.595.70.533.121.657.2]

1.1. Hasil Jawaban Siswa... 8 1.2. Hasil Jawaban Siswa untuk Jenis Soal yang disajikan dengan

Gambar ... 9 2.1. Hasil yang diperoleh Pelajar dari PBL ... 42 2.2. Concept and applied Mathematization (De Lange dalam

Zulkardi, 2010:6) ... 50 2.3. Matematisasi Horizontal dan Vertikal (Gravemeijer dalam

Zulkardi, 2010:4) ... 52 2.4. Levels of Model in RME ... 53 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 91 4.1. Diagram N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik pada

Kelas Eksperimen1 dan Kelas Eksperimen2 ... 99

4.2. Diagram N-Gain Disposisi Matematis pada Kelas Eksperimen1

dan Kelas Eksperimen2 ... 104

4.3. Kadar Aktivitas Siswa pada Kelas Eksperimen1 ... 124

(15)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 (Eksperimen1) ... 155

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 (Eksperimen1) ... 168

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 (Eksperimen1) ... 183

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4 (Eksperimen1) ... 198

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 (Eksperimen2) ... 210

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 (Eksperimen2) ... 219

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 (Eksperimen2) ... 229

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4 (Eksperimen2) ... 239

Lembar Aktivitas Siswa I ... 247

Lembar Aktivitas Siswa II ... 253

Lembar Aktivitas Siswa III ... 261

Lembar Aktivitas Siswa IV ... 269

Kisi-Kisi Penyusun Soal Pre Test dan Post Test Kemampuan Komunikasi Matematis ... 274

Pre Test Kemampuan Komunikas Matematis ... 275

Post Test Kemampuan Komunikasi Matematis ... 277

Teknik Penskoran ... 279

Hasil Uji Coba Perangkat Penelitian ... 283

Kisi-Kisi Pernyataan Disposisi Matematis ... 305

Lembar Pernyataan Disposisi Matematis ... 307

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam proses

peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu dunia pendidikan

diharapkan bisa menjadi salah satu wahana untuk mempersiapkan generasi

bangsa, sehingga lahir sumber daya manusia yang handal dan mempunyai

kemampuan untuk menghadapi dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi saat ini secara cepat, tepat dan efektif.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini

semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

logis, kreatif, bernalar, dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Manusia yang

mempunyai kemampuan-kemampuan seperti itu akan dapat memanfaatkan

berbagai macam informasi, sehingga informasi yang melimpah ruah dan cepat

yang datang dari berbagai sumber dan tempat di dunia, dapat diolah dan dipilih,

karena tidak semua informasi tersebut dibutuhkan manusia. Seperti yang

disampikan oleh Irwan (Mandur, 2013:2) menjelaskan bahwa:

(17)

2

merupakan bekal dan modal penting yang diperlukan anak dalam meniti kehidupan di masa depan yang penuh dengan tantangan dan berubah dengan cepat.

Oleh karena itu untuk menghadapi kehidupan dalam era global menuntut

berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. UNESCO (Mulyasa,

2013:2) telah mengemukakan dua basis landasan dalam melaksanakan perubahan

dalam bidang pendidikan, yaitu: pertama; pendidikan harus diletakkan pada

empat pilar yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan

(learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan

belajar menjadi diri sendiri (learning to be); kedua; belajar seumur hidup (life

long learning).

Upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan juga tidak luput dari

perhatian pemerintah, hal ini terlihat pembaharuan yang terus-menerus dilakukan

pemerintah dalam memperbaiki tatanan kurikulum yang ada di Indonesia.

Diantaranya perubahan-perubahan guna perbaikan mutu pendidikan yang

dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah, dari kurikulum 1964, kurikulum

1974, kurikulum 1984, kurikulum 1994 beserta suplemennya, Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) atau disebut juga kurikulum 2004, Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) sebagai penyempurnaan dari kurikulum 2004 dan sekarang ini

kurikulum 2013 (K-13) atau kurilulum pendidikan berkarakter.

Seperti yang disampaikan oleh Mulyasa (2013:4) “upaya meningkatkan

kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun

(18)

3

pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pada setiap jenis dan

jenjang pendidikan”.

Pemerintah mencanangkan Kurikulum 2013 sebagai kurikulum

pendidikan berkarakter dilandasi kemerosotan moral peserta didik, yang ditandai

maraknya perkelahian antar pelajar dan mahasiswa, kecurangan dalam ujian. Jadi

dapat dikatakan dewasa ini siswa tidak hanya mengalami kemunduran kognitif

saja akan tetapi juga mengalami kemunduran moral. Disamping itu menurut

Mulyasa (2013:60) perlunya perubahan dan pengembangan kurikulum 2013

didorong oleh beberapa hasil studi internasional tentang kemampuan peserta didik

Indonesia dalam kancah internasional. Hasil survey “Trends in International Math

and Science” tahun 2007, yang dilakukan oleh Glonal Institute, menunjukkan

hanya lima peserta didik Indinesia yang mampu mengerjakan soal penalaran

berkategori tinggi; padahal peserta didik Korea dapat mencapai 71 persen.

Sebaliknya, 78 persen peserta didik Indonesia dapat mengerjakan soal hapalan

berkategori rendah, sementara siswa Korea 10 persen. Data lain diungkapkan oleh

Programme for International Student Assessment (PISA), hasil studinya tahun

2009 menempatkan Indonesia pada peringkat bawah 10 besar, dari 65 negara

peserta PISA.

Sehingga dapat dikatakan bahwa proses dari pada pembelajaran yang

dilakukan selama ini belum mampu memberikan hasil yang baik, yang sesuai

dengan tujuan pembelajaran, khususnya tujuan pembelajaran matematika.

(19)

4

dalam hal: (1) memahami konsep-konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan kosep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan matematis dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam memperlajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sehingga hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar bagi kita, apa

yang salah dengan sistem pendidikan dan pembelajaran kita?. Jika kita perhatikan

pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diberikan

kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali diri mereka

dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta

kemampuan bekerja sama. Sehingga apabila dalam penyampaiannya di dalam

kelas guru masih menggunakan paradigma lama dalam artian guru secara aktif

menyampaikan pengetahuan matematika sementara siswa hanya duduk dan diam

mendengarkan, dengan kata lain proses pembelajaran masih bersifat satu arah.

Maka pembelajaran akan cenderung monoton sehingga membuat merasa peserta

didik jenuh dan bosan. Turmudi (2008:1) menjelaskan bahwa sudah

bertahun-tahun telah diupayakan agar matematika dapat dikuasai siswa dengan baik oleh

ahli pendidikan dan ahli pendidikan matematika. Namun, hasilnya masih

menunjukkan bahwa tidak banyak siswa yang menyukai matematika dari setiap

(20)

5

Ketidak sukaan atau persepsi siswa yang negatif terhadap pembelajaran

matematika ini berdampak terhadap hasil belajar yang akan diperoleh. Sehingga

tak jarang siswa tidak tuntas ketika diberikan tes pembelajaran matematika, salah

satu yang menjadikan keberhasilan program belajar mengajar dipengaruhi oleh

factor intern siswa. Disamping itu juga bergantung pada bentuk komunikasi yang

dibangun oleh guru di dalam pembelajaran, pada saat berinteraksi dengan siswa,

kemampuan komunikasi sangat berpengaruh pada konsep antara guru dan siswa.

Hal ini didasari pendapat Ansari (2012:22) yang menyatakan “kompetensi yang

dikembangkan dalam komunikasi matematik sebagai alat bantu berpikir, alat

untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan dan sebagai aktivitas social

yang merupakan bagian terpenting untuk mempercepat pemahaman siswa”.

Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu kemampuan

yang harus dikuasai oleh siswa dari lima jenis kemampuan dalam metematika

seperti penalaran, representasi, koneksi dan pemecahan masalah. Seperti yang

disampaikan oleh NCTM (2000:29) “The Process Standards Problem Solving,

Reasoning and Proof, Communication, Connections, and Representation,

highlight ways of acquiring and using content knowledge”.

NCTM dalam executive summary principles and satndardsfor school

mathematics (2000:4) menjelaskan:

(21)

6

students opportunities to develop their own understandings. Conversations in which mathematical ideas are explored from multiple perspectives help the participants sharpen their thinking and make connections.

Dengan kata lain komunikasi matematik adalah cara berbagi ide dan

memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan menjadi objek refleksi,

perbaikan, diskusi, dan perubahan. Ketika siswa ditantang untuk

mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan

maupun tertulis, mereka belajar untuk menjadi jelas, meyakinkan, dan tepat dalam

penggunaan bahasa matematika. Penjelasan harus mencakup argumen matematika

dan alasan-alasan, bukan hanya deskripsi prosedural atau ringkasan.

Mendengarkan penjelasan lain memberikan siswa kesempatan untuk

mengembangkan pemahaman mereka sendiri. Percakapan di mana ide-ide

matematika dieksplorasi dari berbagai perspektif membantu peserta mempertajam

pemikiran mereka dan membuat koneksi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa pelu

menguasai kemampuan komunikasi matematik, dengan kemampuan komunikasi

matematik siswa dapat menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan,

demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam tipe yang berbeda, memahami,

menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan atau dalam

bentuk visual, mengkontruksikan dan menghubungkan bermacam-macam

representasi ide dan hubungannya.

Menurut National Council of Teachers of Mathematics NTCM

(Ansari, 2012:11) mengemukakan matematika sebagai alat komunikasi

(22)

7

untuk mengkomunikasikan ide matematika, sehingga siswa dapat: (1)

mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan

hubungannya, (2) merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang

diperoleh melalui investigasi, (3) mengungkapkan ide matematika secara lisan dan

tulisan, (4) membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan

dan mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah

dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematik, serta

perannnya dalam mengembangkan ide/gagasan matematik.

Namun hal ini bertolak belakang dengan fakta dilapangan, selama ini

proses pembelajaran di kelas belum mampu meningkatkan kemampuan

komunikasi matematik, bahkan ketika siswa diminta untuk memberikan ide atau

pendapat mengenai pembelajaran matematika, siswa masih terlihat takut dan

malu. Hasil observasi awal yang dilakukan peneliti pada siswa MTsN Madrasah

Ulumul Qur’an menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa

rendah. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban siswa dari pertanyaan soal

komunikasi matematik sebagai berikut.

Pak Ali memiliki sebidang tanah berukuran , Pak Ali ingin

membuat sebuah kolam berbentuk lingkaran berjari-jari 40 m. Di sekeliling tepi

kolam tersebut dibuat jalan melingkar selebar 5 m. Jika biaya untuk membuat

jalan tiap 1 m2 adalah Rp 12.500,00, berapakah biaya yang diperlukan oleh Pak

Ali untuk membuat jalan tersebut. Dan berapakah panjang kawat yang dibutuhkan

(23)

8

Dari 36 orang siswa yang dapat menyelesaikan atau menjawab

pertanyaan dengan baik hanya 8 orang siswa, sedangkan yang lainnya belum

[image:23.595.92.516.172.527.2]

mampu menjawab soal tersebut dengan benar. Hal ini dapat dijelaskan pada

gambar hasil jawaban siswa berikut.

Gambar. 1.1. Hasil Jawaban Siswa

Dari hasil penyelesaian jawaban siswa di atas dapat dilihat bahwa siswa

tidak dapat memahami soal sehingga siswa tidak dapat menuliskan informasi yang

diketah secara lengkap dan siswa tidak dapat mengkomunikasikannya dengan

benar dan membuat sketsa dari cerita soal tersebut.

Selain itu siswa juga masih terlihat kesulitan ketika diminta untuk

memberikan ide matematika secara tertulis atas soal yang diberikan. Disamping

itu siswa tidak dapat membaca soal yang disajikan dengan gambar atau Siswa tidak dapat menuliskan dengan lengkap informasi yang diketahui dari soal

Siswa tidak memahami soal, sehingga tidak dapat meneyelesaikannya dengan benar, seharusnya �

kolam dijumlahkan dengan lebar jalan ditepi kolam untuk dapat menentukan luas lebar jalan ditepi kolam

(24)
(25)

10

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti terlebih dahulu juga

menunjukkan kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah yaitu hasil

penelitian dari Nufus (2012) “menunjukkan bahwa terdapat peningkatan

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis melalui penerapan

pembelajaran berbasis masalah di SMP”. Hal ini juga diperkuat oleh hasil laporan

TIMSS menyebutkan bahwa kemampuan siswa indonesia dalam komunikasi

matematik sangat jauh tertinggal dengan negara-negara lain, yaitu untuk

permasalahan matematika yang menyangkut komunikasi matematik, siswa

indonesia berhasil menjawab benar hanya 5% dan jauh tertinggal dari negara

seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mancapai lebih dari 50%.

Hasil penelitian Hasibuan (2011:150) juga memperlihatkan “rata-rata

kemampuan komunikasi matematik siswa kelas IX SMA berada dalam klasifikasi

kurang, hanya terdapat 8 dari 78 siswa yang menjawab soal tes kemampuan

komunikasi dengan indicator menjelaskan ide matematika dengan grafik masih

perlu ditingkatkan kembali”. Dari beberapa penjelasan di atas maka guru perlu

memperhatikan pembelajaran yang tepat yang memungkinkan dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.

Terkait dengan peran kemampuan komunikasi, Collins (Umar, 2012:3)

mengungkapkan bahwa salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan

kesempatan seluasluasnya kepada para siswa untuk mengembangkan dan

mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi melalui modeling, speaking,

(26)

11

Hal lain yang juga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa dalam

pembelajaran matematika juga dipengaruhi oleh siswa itu sendiri, tak jarang siswa

menganggap matematika sebagai pembelajaran yang sulit, sukar untuk dipahami

dan bahkan siswa merasa bosan ketika belajar matematika. Siswa kurang

termotivasi untuk belajar, perhatian siswa terhadap hasil belajar atau nilai yang

diperoleh siswa terkesan menerima apa adanya dan “pasrah” bahkan ketika

mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimalpun siswa tersebut tidak

mau untuk melakukan perbaikan.

Rendahnya sikap positif siswa terhadap matematika, rasa percaya diri

dan keingintahuan siswa berdampak pada hasil pembelajaran yang rendah. Hal

tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Syaban (2009:113) “Pada saat ini,

daya dan disposisi matematis siswa belum tercapai sepenuhnya”. Hal tersebut

antara lain karena pembelajaran cenderung berpusat pada guru yang menekankan

pada proses prosedural, tugas latihan yang mekanistik, dan kurang memberi

peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis.

Untuk meningkatkan disposisi matematik, guru harus mampu memberikan

pengalaman belajar matematik yang baik pada siswa. Disposisi matematis siswa

tidak akan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pembelajaran yang

disetting agar siswa hanya duduk dengan manis untuk mendengar dan menerima

informasi dari guru. Hal lain yang perlu disampaikan pada siswa adalah jika siswa

mengabaikan disposisi maka dapat merugikan dirinya dalam belajar.

“Disposisi matematis merupakan salah satu faktor penunjang

(27)

12

untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab dan

membiasakan kerja yang baik dalam matematika” (Mahmudi, 2010: 5). Sikap dan

kebiasaan berpikir yang baik pada hakekatnya akan membentuk dan

menumbuhkan disposisi matematis (mathematical disposition).

Namun hal ini masih belum terlihat pada diri siswa, siswa masih terlihat

cenderung takut ataupun malas untuk belajar matematika. Kenyataan rendahnya

disposisi matematis siswa diperoleh dari hasil observasi awal dan hasil wawancara

dengan salah seorang guru matematika yang mengajar di MTsN Ulumul Qur’an

Langsa yaitu Bapak Nasri, S.PdI pada tanggal 20 September 2014. Berdasarkan

hasil penjelasan beliau siswa terlihat kurang bersemangat dalam belajar

matematika walau guru sudah berusaha menyajikan pembelajaran dengan menarik

dengan membentuk siswa ke dalam kelompok belajar, dan melakukan

percobaan-percobaan dalam menemukan konsep matematika. Bagi siswa matematika terasa

sulit karena siswa harus tetap bias mengingat pembelajaran pembelajaran

sebelumnya dikarenakan materi matematika yang saling berkesinambungan.

Faktor lain yang menyebabkan kurang berhasilnya pembelajaran

matematika adalah keaktifan siswa. Metode konvensional yang banyak dijumpai

dalam pembelajaran mengakibatkan siswa pasif karena sebagian besar proses

pembelajaran didominasi oleh guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat

yang pokok dari penyampaian guru sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran hampir tidak ada. Siswa dikatakan belajar aktif jika ada

mobilitas, misalnya nampak dari interaksi yang terjadi antara guru dan siswa,

(28)

13

ke siswa tetapi banyak arah. Dalam pengajaran matematika diharapkan siswa

benar-benar aktif sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang

dipelajari akan lebih lama bertahan. Suatu konsep mudah dipahami dan diingat

oleh siswa bila konsep tersebut disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah

yang tepat, jelas dan menarik.

Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematik dan disposisi

matematis, maka guru sebagai pengajar sudah seharusnya mencari atau

memberikan sebuah alternative pembelajaran yang dapat mengupayakan

peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan disposisi matematis dengan

mencipatkan suatu pembelajaran yang inovatif, kreatif yang dapat melibatkan

aspek kognitif, afektif dan piskomotorik siswa. Sehingga pembelajaran yang

diciptakan dapat menjawab tuntunan pengembangan kurikulum 2013 (K-13).

Seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2013:99) tema kurikulum 2013 adalah

menghasilkan insan Indonesia yang: produktif, kreatif, inovatif, afektif; melalui

penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk

mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru dituntut untuk

secara profesional merancang pembelajaran efektif dan bermakna

(menyenangkan), mengorganisasikan pembelajaran, memilih pendekatan

pembelajaran yang tepat, menuntut prosedur pembelajaran dan pembentukan

kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sudah seharusnya

guru memilih sebuah pendekatan, strategi ataupun model pembelajaran yang

(29)

14

membangun pengetahuannya sendiri sehingga dapat melekat lebih lama dalam

ingatannya. Model pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan hal tersebut

di atas adalah model pembelajaran yang didesain menurut pandangan

konstruktivisme. Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme bertujuan

membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika

dengan kemampuannya sendiri melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Sagala (2009:88) menjelaskan bahwa dalam pandangan konstruktivisme,

strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa

memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah

memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan

relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan

idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka

sendiri dalam belajar.

Salah satu model pembelajaran yang dilandasi oleh pandangan

konstruktivisme adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Berbeda dengan model-model lain yang penekanannya adalah pada

mempresentasikan ide-ide dan mendemonstrasikan keterampilan, dalam PBL guru

menyodorkan situasi-situasi bermasalah kepada siswa dan memerintahkan mereka

untuk menyelidiki dan menemukan sendiri solusinya (Arends, 2008:70).

Jadi dalam model pembelajaran problem based learning ini peran guru

hanya sebagai fasilitator yang menyodorkan atau memeberikan siswa

masalah-masalah yang autentik untuk diselidiki. Seperti yang dikemukakan oleh Arends

(30)

15

dan bermakna, yang berfungsi sebagai landasan bagi investigasi dan penyelidikan

siswa”.

Model problem based learning (PBL) menutut siswa aktif untuk

mengkontruksi konsep-konsep matematika serta memecahkan masalah yang

diberikan, siswa dapat mengkomunikasikan dalam bahasa matematik dengan baik

sehingga menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap potensi yang diberikan

dan meningkatkan kemampuan siswa baik kemampuan komunikasi matematik

siswa dan disposisi matematis siswa. Dalam penelitian ini yang menjadi istimewa

adalah penerapan model problem based learning (PBL) dikombinasikan dengan

pendekatan saintifik di dalam proses pembelajaran sesuai dengan tuntunan yang

diinginkan oleh implementasi kurikulum 2013.

Proses pembelajaran yang menggunakan sintaks problem based learning

(PBL) dalam pembelajaran akan dipadukan dengan lima pembelajaran pokok

sesuai dengan tuntunan kurikulum 2013 yaitu, mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Sehingga hal

tersebut diharapkan dapat mengembangkan kemampuan siswa yang diperlukan

yaitu antara lain kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif dengan

mempertimbangkan nilai dan moral.

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas maka peneliti akan

menerapkan model problem based learning (PBL) dalam pembelajaran

matematika yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematik dan disposisi matematis siswa. Sehingga diharapkan dengan

(31)

16

kebermanfaatan matematika di dalam kehidupannya. Untuk itu peneliti akan

melakukan sebuah penelitian dengan judul “Perbedaan Peningkatan Kemampuan

Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa yang Diberi Pembelajaran Problem

Based Learning dengan Siswa yang Diberi Pendekatan Realistic Mathematics

Education di MTsN Ulumul Qur’an Langsa”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran masih bersifat satu arah dan cenderung monoton sehingga

membuat merasa peserta didik jenuh dan bosan.

2. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih tergolong rendah.

3. Siswa masih terlihat kesulitan ketika diminta untuk memberikan ide

matematika secara tertulis atas soal yang diberikan.

4. Siswa tidak dapat membaca soal yang disajikan dengan gambar atau

menyajikan soal ke dalam model matematika.

5. Persepsi siswa yang negatif terhadap pembelajaran matematika, siswa

menganggap matematika sebagai pembelajaran yang sulit, sukar untuk

dipahami dan bahkan siswa merasa bosan ketika belajar matematika.

6. Rendahnya sikap positif (disposisi matematis) siswa terhadap matematika.

7. Metode konvensional yang banyak dijumpai dalam pembelajaran

mengakibatkan siswa pasif karena sebagian besar proses pembelajaran

(32)

17

pokok dari penyampaian guru sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran hampir tidak ada.

1.3. Batasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, maka berdasarkan dengan latar

belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, penelitian ini dibatasi agar lebih

fokus dan mencapai tujuan yang diharapkan maka peneliti membatasi masalah

pada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa kelas VIII

MTsN Madrasah Ulumul Qur’an pada materi lingkaran dan disposisi matematis

siswa yang diberi pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) dengan

siswa yang diberi pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan

komunikasi matematik siswa yang diajarkan melalui model PBL dengan

siswa yang diajarkan dengan pendekatan RME?

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan disposisi

matematis siswa yang diajarkan melalui model PBL dengan siswa yang

(33)

18

3. Bagaimana persentase aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui

penerapan model PBL dan siswa yang diajarkan melalui pendekatan

RME?

4. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan model PBL dan pendekatan

RME?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi

matematik siswa yang diajarkan melalui model PBL dengan siswa yang

menggunakan pendekatan RME.

2. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan disposisi matematis siswa yang

diajarkan melalui model PBL dengan siswa yang menggunakan

pendekatan RME.

3. Untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui

penerapan model PBL dan siswa yang diajarkan melalui pendekatan RME.

4. Untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model PBL dan

(34)

19

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah:

1. Bagi siswa

Diharapkan dengan adanya model PBL bisa mengembangkan kemampuan

siswa terhadap pembelajaran matematika, hal ini karena dalam PBL

membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan

keterampilan menagatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa

dan menjadi pelajar yang mandiri.

2. Bagi Guru matematika di sekolah

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematik siswa dan disposisi matematis siswa juga sebagai bahan

masukan atau pertimbangan dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

3. Bagi Kepala Sekolah

Memberikan izin dan kewenangan kepada setiap guru untuk

mengembangkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematik dan disposisi matematis siswa pada

khususnya dan hasil belajar siswa pada umumnya.

4. Bagi peneliti

Mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan

melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan tentang meningkatkan

(35)

20

1.7. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap

istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu

dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematik siswa adalah kemampuan siswa

secara tertulis menjawab masalah komunikasi siswa yang akan diukur

melalui kemampuan siswa dalam (1) menuliskan ide matematika dengan

kata-kata (2) menuliskan ide matematika ke dalam model matematika, (3)

menghubungkan gambar ke dalam ide matematika (4) menjelaskan

prosedur penyelesaian.

2. Disposisi matematika siswa adalah keterkaitan dan apresiasi terhadap

matematika yaitu suatu kecenderungan untuk berpikir dan bertindak

dengan cara yang positif

3. Model problem based learning (PBL) suatu pola pembelajaran dengan

mengajukan masalah autentik dan memfasilitasi penyelidikan pada siswa.

Aliran umum atau sintaksis PBL terdiri atas lima fase utama: memberikan

orentasi kepada siswa tentang permasalahannya; mengorganisasikan siswa

untuk meneliti; membantu investigasi mandiri dan kelompok;

mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit, dan

menganalisis dan mengevaluasi pekerjaan.

4. Pendekatan realistic mathematics education (RME) merupakan

penyampaian topik matematika yang dimulai dari hal-hal yang nyata atau

(36)

21

dengan konkret (ada bendanya). Pembelajaran matematika realistik pada

dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami

peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika,

sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari

pada yang lalu. Adapun langkah-langkah dalam RME: 1) memahami

masalah kontekstual; 2) menjelaskan masalah kontekstual; 3)

menyelesaikan masalah kontekstual; 4) membandingkan dan

mendiskusikan jawaban; dan 5) menyimpulkan.

5. Aktivitas aktif siswa adalah kegiatan siswa dalam proses

pembelajaran yang meliputi membaca (buku siswa, LAS, sumber

pelajaran yang relevan dengan materi pelajaran), menulis yang relevan

dengan kegiatan (menulis penjelasan guru, menyelesaikan masalah,

membuat rangkuman, mencatat dari buku teman atau penjelasan guru,

mengerjakan LAS), berdiskusi dan bertanya antara siswa dengan siswa,

berdiskusi atau bertanya antara siswa dengan guru (menanggapi

pertanyaan guru, bertanya pada guru).

6. Respons siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah

pendapat siswa tentang senang/tidak senang dan baru/tidak baru terhadap

komponen dan kegiatan pembelajaran, siswa berminat mengikuti

pembelajaran dengan model problem based learnig (PBL) dan pendekatan

realistic mathematics education (RME) pada kegiatan pembelajaran

(37)

148 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi pembelajaran model problem based learning (PBL) dengan siswa yang diberi pembelajaran

realistic education mathematics (RME). Dimana hasil tes kemampuan

komunikasi matematik siswa yang diajar dengan pembelajaran model problem based learning (PBL) lebih baik dibandingkan dengan siswa

yang diajar dengan pembelajaran realistic education mathematics (RME). 2. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap disposisi matematis antara siswa yang diberi pembelajaran model problem based learning (PBL) dengan siswa yang diberi pembelajaran realistic education mathematics (RME). Dimana disposisi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran model problem based learning (PBL) memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran realistic education mathematics (RME)

3. Pada pengamatan observasi aktivitas siswa pada pembelajaran model problem based learning (PBL) kategori aktivitas siswa sudah memenuhi

(38)

149

education (RME) telah memenuhi kriteria persentase waktu ideal aktivitas

siswa.

4. Hasil respon siswa terhadap model problem based learning (PBL) menunjukkan respon yang positif dengan perolehan rerata total sebesar 90,4%, demikian juga halnya dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan realistic mathematics education (RME) menunjukan adanya respon positif terhadap proses pembelajaran yang diberikan dengan perolehan rerata total sebesar 93,34%

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran untuk menerapkan model pembelajaran sebagai berikut:

1. Bagi Guru Matematika

a) Para guru matematika disarankan untuk menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) sebagai model belajar alternatif dalam pembelajaran mata pelajaran matematika

b) Dalam penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) guru harus memperhatikan tingkat kemampuan komunikasi matematik dan disposisi matematis siswa.

(39)

150

d) Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan karakteristik mata pelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka guru perlu merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran.

2. Bagi Siswa

a) Hendaknya siswa melibatkan dirinya secara aktif dalam diskusi kelompok dan lebih bertanggungjawab dengan tugas yang harus dikuasainya.

b) Para siswa harus lebih disiplin dalam menggunakan waktu pada saat diskusi kelompok, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

3. Bagi Kepala Sekolah

a) Hendaknya memberikan workshop atau pelatihan dalam penggunaan model-model pembelajaran.

b) Memberikan pelatihan pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran yang akan diterapkan di dalam pembelajaran.

c) Mengintruksikan kepada para guru untuk menciptakan pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa, dengan menerapkan pembelajaran problem based learning (PBL).

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

(40)

151

IQ, gaya belajar, motivasi, dan lain-lain. Perlu juga menambah populasi dan sampel yang lebih besar lagi, untuk mengecilkan tingkat kesalahan dan meningkatkan ketelitian hasil dari penelitian

5. Bagi Instansi Terkait

(41)

152

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. I. 2012. Konsep dan Aplikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan Pena Banda Aceh Divisi Penerbitan.

Arikunto. S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Armiati. 2009. Komunikasi Matematika dan Kecerdasan Emosional. Prosiding Seminra Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Uogyakarta: FMIPA UNY.

Asmin, Mansyur. A. 2012. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan: Larispa.

Atallah, F. Bryant, S. L. & Dada, R. 2010. A research framework for studying conceptions and dispositions of mathematics: A dialogue to help students learn. Research in Higher Education Journal.

. 2010. Learners’ and teachers’ conceptions and dispositions of mathematics from a Middle Eastern perspective. US-China Education Review. Vol. 7. No. 8. Halaman: 46.

Baroody, A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Kominicating, k-8. Healping Children Thing Mathematically. New York : Merril, an Inprint of Macmillan Publishing, Company.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tenntang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Fakhruddin. 2010. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional. Tesis. Medan: PPs Unimed. Tidak diterbitkan.

Hasibuan, E.S. 2011. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis. Medan: PPs Unimed. Tidak diterbitkan.

(42)

153

Kilpatrick, J.,Swafford, J.,& Findell, B. 2001. Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press.

Mahmudi, A. 2010. Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Disposisi Matematis. Makalah Disajikan Pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Yogyakarta, 17 April 2010. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Mandasari. L. 2013. Peningakatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Model Problem Based Learning Menggunakan Software Autograph. Tesis. Medan: PPs Unimed. Tidak diterbitkan.

Mandur, K. dkk. 2013. Kontribusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan Rperentasi, dan Disposisi Matematis terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Swasta di Kabupaten Manggarai. E-Journal PPs Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 2. Thn. 2013. Halaman:2.

Mulyasa, H. E. 2013. Pengembangan dan Impelmentasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

NCTM. 2000 Principles and Standarts for mathematics, Reaston, VA: NTCM. Nufus. H. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi

Matematis Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah di Kelas VII SMPN Se Kota Lhokseumawe Tahun Ajaran 2012/2013. Tesis. Medan: PPs Unimed. Tidak diterbitkan.

Primartadi, A. 2012. Pengaruh Metode Student Teams-Achievement Division (STAD) dan Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Potensi Akademik Siswa SMK Otomotif. Jurnal Pendidikan Vokasi. Vol 2. No 2.

Rusman, 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sagala, S.2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

(43)

154

dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema “Peningkatan Kontribusi Penelitian dan Pembelajaran Matematika dalam Upaya Pembentukan Karakter Bangsa” pada tanggal 27 November 2010 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sukamto. 2013. Strategi Quantum Learning dengan Pendekatan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Disposisi dan Penalaran Matematis Siswa. Journal of Primary Educational. Vol. 2. No. 2. Halaman: 93.

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning: Teori dan Praktik Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syaban, M. 2009. Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Educationist. Vol. III No. 2. Halaman: 113.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.

Umar, W. 2012. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran Matematika. Infinity Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol. 1. No. 1. Thn. 2012. Halaman:4.

Wahyuni. 2013. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis antara Siswa Kelas Heterogen Gender dengan Kelas Homogen Gender Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah di MTs Kota Langsa. Tesis. Medan: PPs Unimed. Tidak diterbitkan.

Gambar

Gambar  2.1.  Hasil yang diperoleh Pelajar dari PBL ........................................
gambar hasil jawaban siswa berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Wirakarya Sakli, Divisi Kehutanan Sinar Mas Groups, Bupati Kuningan, Latin, Civitas Akademika Fakultas Kehutanan iPB, panitia PIKNAS 2003, dan sernua pihak yang

Begitu juga dengan pemilihan saluran distribusi, banyak pemasar yang kurang tepat dalam memilihnya, adapun salah satu pengaruh dari pemilihan saluran distribusi

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ada konsep-konsep yang berpotensi terjadi miskonsepsi dalam buku ajar Fisika tersebut (Fisika 1 SMA

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan metode Bamboo Dancing dalam pembelajaran IPA daur air pada

Analisis pengaruh persepsi faktor manajemen keperawatan terhadap tingkat kepuasan perawat di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang.Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang..

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini, maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudari

[r]

[r]