• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Mutasi Dengan Sinar Gamma Pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok Soe Untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Huanglongbing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi Mutasi Dengan Sinar Gamma Pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok Soe Untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Huanglongbing"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

PADA POPULASI KALUS EMBRIOGENIK

JERUK KEPROK SOE UNTUK KETAHANAN

TERHADAP PENYAKIT HUANGLONGBING

INDRIATI HUSAIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Induksi Mutasi dengan Sinar Gamma pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE untuk Ketahanan terhadap Penyakit Huanglongbing adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 30 Agustus 2016

Indriati Husain

(4)
(5)

RINGKASAN

INDRIATI HUSAIN. Induksi Mutasi dengan Sinar Gamma pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Huanglongbing. Dibimbing oleh AGUS PURWITO, SLAMET SUSANTO, KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan ALI HUSNI.

Jeruk keprok (Citrus reticulata Blanco) varietas SoE berasal dari Pegunungan Mutis, Kecamatan SoE, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses budidaya tanaman jeruk di berbagai wilayah dunia adalah penyakit Huanglongbing, yang di Indonesia dikenal juga sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD). Sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit merupakan alternatif solusi yang tepat untuk mengatasi masalah penyakit tersebut. Metode kultur dan bahan eksplan yang tepat untuk mendapatkan kalus embriogenik, regenerasi tanaman melalui proses embriogenesis somatik, dan mutasi induksi (buatan) untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah metode-metode yang diharapkan dapat menghasilkan jeruk keprok SoE yang tahan terhadap penyakit Huanglongbing.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah memperoleh mutan harapan jeruk keprok SoE kandidat tahan terhadap penyakit Huanglongbing melalui induksi mutasi dengan sinar gamma pada populasi sel-sel kalus embriogenik. Untuk mencapai hal tersebut disusun beberapa tujuan khusus, yaitu: (1) Memperoleh kalus embriogenik jeruk keprok SoE dan pembentukan planlet melalui sistem regenerasi embriogenesis somatik; (2) Memperoleh individu mutan harapan dan evaluasi jeruk keprok SoE yang tahan terhadap penyakit Huanglongbing.

Kalus embriogenik diinduksi dari eksplan biji matang jeruk (mature seed) keprok SoE dengan percobaan penambahan 2.4-D taraf 0, 0.1, 0.3 dan 0.5 mg L-1 yang dikombinasikan dengan BAP 3 mg L-1 dalam media MW. Percobaan pendewasaan kalus embriogenik membentuk embrio somatik matang dengan penambahan ABA taraf konsentrasi 0, 0.5, 1, 2 dan 4 mg L-1 dan air kelapa dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20% dalam media MW. Percobaan perkecambahan embrio somatik dewasa membentuk kecambah dengan penambahan GA3 dengan konsentrasi taraf 0, 0.5, 1, 2 dan 4 mg L-1 dan air kelapa dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20% dalam media MW. Peningkatan keragaman genetik jeruk keprok SoE dilakukan dengan sinar gamma dosis LD50 75 Gy dan dua dosis tambahan 65 dan 85 Gy yang dipaparkan pada kalus embriogenik. Keragaman genetik yang terbentuk dideteksi berdasarkan penanda morfologi dan molekuler ISSR dan RAPD. Individu mutan harapan hasil regenerasi melalui embriogenesis somatik, setelah diaklimatisasi, dilakukan pengujian dan evaluasi ketahanan tanaman terhadap penyakit Huanglongbing.

(6)

sinkronisasi kalus embriogenik membentuk embrio somatik fase globular transisi. Penambahan ABA 1 mg L-1 dapat meningkatkan pendewasaan embrio somatik sebesar 98.5% dari kontrol, sedangkan penambahan air kelapa belum dapat meningkatkan pendewasaan embrio somatik melebihi perlakuan kontrol. Penambahan GA3 dan air kelapa tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda pada perkecambahan embrio somatik membentuk kecambah. Embrio somatik berawal dari individu sel yang kompeten yang membelah membentuk pro-embrio (PEM) fase tetrad, kuadran, oktan, dan fase globular muda; fase globular transisi dengan ciri bipolar; embrio somatik fase jantung dan torpedo; dan embrio dewasa fase kotiledon. Analisis keragaman genetik 16 individu sampel berdasarkan pola pita-pola pita DNA dengan penanda ISSR dan RAPD memperlihatkan pita-pola-pita-pola pita yang polimorfik. Individu-individu mutan diperoleh dari sampel perlakuan dosis sinar gamma 75 Gy. Individu-individu tanaman sampel yang diuji tidak menampakkan gejala eksternal penyakit HLB pada daun; hasil uji pati-yodium tidak mempelihatkan perubahan warna hitam total pada bagian berkas pembuluh angkut floem; analisis histopatologi tidak memperlihatkan pelebaran ukuran jaringan floem dan mendorong jaringan xilem ke arah sisi atas daun; dan deteksi dengan penanda spesifik penyakit Huanglongbing OI1 dan OI2c tidak terbaca adanya pita. Populasi serangga D. citri vektor bakteri penyebab penyakit Huanglongbing tidak mengalami pertambahan jumlah serangga selama proses uji ketahanan penyakit karena rendahnya daya hidup selama uji penularan.

(7)

SUMMARY

INDRIATI HUSAIN. Induction of Mutation with Gamma Ray to Population of Embriogenic Callus of SoE Mandarine for Resistance to Huanglongbing Disease. Supervised by AGUS PURWITO, SLAMET SUSANTO, KIKIN HAMZAH MUTAQIN and ALI HUSNI.

Mandarines (Citrus reticulata Blanco) varieties SoE is derived from Mount Mutis, Sub-Districts SoE, South Central Timor District (TTS), East Nusa Tenggara (NTT). An important problem encountered in the process of citrus cultivation worldwide is Huanglongbing disease, which is also known as citrus vein phloem degeneration (CVPD). The disease causal agent is a Gram negative bacteria, Candidatus Liberibacter asiaticus. Plant resistance to disease is an alternative solution to overcome the problem of the disease. Culture methods and choice of explant materials to obtain a large amount of uniform crop, plant regeneration through somatic embryogenesis, and induced mutations to improve the genetic diversity of plants are methods that are expected to generate SoE mandarines that could be also resistant to Huanglongbing disease.

The main objective of this research is to obtain putative mutants of SoE mandarine which are resistant to Huanglongbing disease through mutation induction by gamma rays to a cell population of embryogenic callus. To achieve these objectives, the research is splitted into some more specific objectives, i.e: (1) Generating embryogenic callus of SoE mandarine and the establishment of plantlets through somatic embryogenesis regeneration system; (2) Selection and evaluation individual putative mutant SoE mandarine that are resistant to Huanglongbing disease.

Embryogenic callus were generated by inducing SoE mandarine mature seeds through experiment involving addition of 2.4-D level at 0, 0.1, 0.3 and 0.5 mg L-1 BAP combined with 3 mg L-1 in the media MW. Embryogenic callus maturation experiment to form mature somatic embryos was with the addition of ABA concentration level at 0, 0.5, 1, 2 and 4 mg L-1 and coconut water with dose of 75 Gy and two additional doses of 65 and 85 Gy exposed to embryogenic callus. The genetic diversity that forms detected based on morphological and molecular markers ISSR and RAPD. Individual putative mutant of the regenerated through somatic embryogenesis, after acclimatized, have been tested and evaluated of plant resistance to Huanglongbing disease.

(8)

improve the maturation of somatic embryos at amount to 98.5% of control, whereas the addition of coconut water can not increase maturation of somatic embryos beyond the control treatment. The addition of GA3 and coconut water showed no effect on the germination of somatic embryos formed sprouts. Somatic embryos originated from a competent individual cells divide to form pro-embryo (PEM) tetrad phase, quadrant, octane, and the early globular phase; transition globular phase with bipolar characteristics; Somatic embryo phase of heart and torpedo; and mature somatic embryo cotyledon-phase. Genetic diversity of 16 individuals was analized using ISSR and RAPD to show DNA band polymorphisms. Individual putative mutants were obtained from population irradiated at dosage of 75 Gy of gamma rays. Those individual samples were examined and did not show external symptoms of HLB disease on the leaves; There were not entire black discoloration of phloem vessels of leaves resulted from starch-iodine test; histopathology analysis did not show size widening of phloem and xylem tissue estending toward the upper side; and detection with specific markers of the Huanglongbing disease OI1 and OI2c showed no expected target DNA amplicon band. The population of D. citri insect vectors previously fed to acquire Huanglongbing bacterial causal agent did not increased due to low survival during the inoculation period on healthy plant.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

INDRIATI HUSAIN

INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

PADA POPULASI KALUS EMBRIOGENIK

JERUK KEPROK SOE UNTUK KETAHANAN

(12)

Penguji Luar Komisi pada:

Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr 2. Dr Ir Mia Kosmiatin, MSi

Sidang Promosi 1. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr 2. Dr Ir Muhammad Prama Yufdy, MSc

(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 hingga April 2016 ini adalah mengenai induksi kalus embriogenik, embriogenesis somatik, induksi mutasi dengan sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik individu tanaman, dan evaluasi ketahanan penyakit Huanglongbing pada jeruk keprok SoE, dengan judul Induksi Mutasi dengan Sinar Gamma pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE untuk Ketahanan terhadap Penyakit Huanglongbing.

Untuk semua itu, Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam kepada:

1. Dr Ir Agus Purwito MScAgr, Prof Dr Ir Slamet Susanto MSc, Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin MSi, dan Dr Drs Ali Husni MSi selaku pembimbing. 2. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah MSc.Agr dan Dr Ir Mia Kosmiatin, MSi selaku

penguji pada Ujian Tertutup.

3. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah MSc.Agr dan Dr Ir Muhammad Prama Yufdy, MSc selaku penguji luar komisi pada Sidang Promosi.

4. Staf dosen Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Tri Kusumaningtias, MSi, MSi dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS (Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, PBT), Dr Dewi Sukma, SP MSi, Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr, Dr Dini Diniarty, MSi, Ir Megayani MSi, Dr Ir Giyanto, MS.

5. Para staf/teknisi laboratorium di lingkungan Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH) dan Proteksi Tanaman (PTN), Pak Udin, Mbak Juju Juariah, Mbak Susi, Mbak Iif, Mas Joko, Mas Rofig, Mas Agus, Pak Atang, Pak Djarkasi, Pak Wasil, Pak Yudi, Pak Yusuf.

6. Teman-teman seangkatan Program S3, PBT IPB Dr Rossa Yunita (Oca), Dr Fetrina Oktavianti (Fifi), Dr Yudhistira Nugraha, Dr Imron Riyadi dan almh. Ulfa. Dhea, Sindy, Mhawan, Jamal, Iding, Rio Djaelani, Rio Wando, Vicky Katili, Erwin, Melis, Rinto, Salmun, Dade, Mbak Rini, Bunda Eji, Acha, Hasna, Yasin.

9. Teman-teman Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman 1, Departemen Agronomi dan Horikultura (AGH): Dr Ir Adam Saepudin MSi, Amel, Fitria Nanda Utami SP, Tubagus Kiki Kawakibi Azmi SP MSi, Dewi Sabiku SP, Adistya Thamrin SP, Aida, Astrid, Dhieni Hayati SP, Erick Reynalta SP, Dini Hervani, SP MSi, Marlin, SP MSI.

(15)

MSi, Ariny SP MSi, Iis, Eka, Anggil, Ratih, Barli, Nadzir, Dr Chris Leiwakabessy.

11.Saudari Afnita M. Lelang, SP. MSi dan Bapak Haruna, SP. MSi dari NTT yang telah membantu penulis menyediakan bahan penelitian berupa buah jeruk keprok SoE dari daerah asalnya Kecamatan SoE, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

12.Dr Pieter Riupassa dan Dr Anneke Pesik SP MSi yang telah berbagi ilmu dan pengalaman molekuler.

13.Pak Yunus sebagai pemilik kebun jeruk di Kelurahan Situ Gede, Bogor yang telah memperkenankan penulis mengambil sampel penelitian.

14.Bapak Joko Mulyono atas bantuan dalam pengambilan gambar untuk foto-foto pengamatan menggunakan mikroskop.

15.Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) atas beasiswa pendidikan tinggi BPPS (BPP-DN) dan melalui Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) atas Dana Hibah Penelitian Disertasi Doktor (PDD).

Ungkapan terima kasih dan doa penulis haturkan kepada kedua orangtua alm Muhammad Husain dan almh Arminiati J Paransa, Mami Lies, alm Papi Tham, kedua mertua Bapak Yusuf Panigoro dan Ibu Aminah Dalanggo, suami Ismet Panigoro, anak-anak Safriani Panigoro dan Muhamad Fahri Panigoro, Kak Arsul Husain, Adik Ardiansyah “Anca” Husain, Ina Djafar, Firman Djafar, Ramadhian Djafar, Bu Guru Rabia Paramata, Aba Sam, Hasan Panigoro, Mei Abdullah, serta seluruh keluarga, kerabat, atas segala doa, kasih sayang dan bantuannya.

“Tak ada gading yang tak retak”, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat meningkatkan derajat bagi kita semua. Aamiinn ya Rabbal alamin….

(16)

DAFTAR ISI

RINGKASAN i

PRAKATA i

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Kebaruan Penelitian 4

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Tanaman Jeruk 7

2.2 Embriogenesis Somatik 9

2.3 Air Kelapa 11

2.4 Induksi Mutasi dan Perbaikan Tanaman 12

2.5 Mutasi pada Tanaman Jeruk 14

2.6 Analisis Molekuler pada Tanaman Mutan 15

2.7 Ketahanan Tanaman Jeruk terhadap Penyakit Huanglongbing 15 3 INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK DAN STUDI EMBRIOGENESIS

SOMATIK JERUK KEPROK SOE ASAL NTT 20

Abstrak 20

Abstract 21

3.1 Pendahuluan 22

3.2 Bahan dan Metode 23

3.3 Hasil dan Pembahasan 26

3.4 Simpulan 36

4 PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK JERUK KEPROK SOE

DENGAN SINAR GAMMA 39

Abstrak 39

Abstract 40

4.1 Pendahuluan 41

4.2 Bahan dan Metode 42

4.3 Hasil dan Pembahasan 46

(17)

5 EVALUASI KETAHANAN JERUK KEPROK SOE TERHADAP

PENYAKIT HUANGLONGBING 58

Abstrak 58

Abstract 59

5.1 Pendahuluan 60

5.2 Bahan dan Metode 61

5.3 Hasil dan Pembahasan 63

5.4 Simpulan 70

6 PEMBAHASAN UMUM 71

7 SIMPULAN DAN SARAN 76

7.1 Simpulan 76

7.2 Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN 85

(18)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi Huanglongbing berdasarkan Jepson (2009) dan NAPPO

(2012). 16

2 Persentase pembentukan kalus embriogenik (KE) dan analisis varian dan uji lanjut DMRT rata-rata jumlah embrio somatik (ES) yang terbentuk pada media perlakuan induksi kalus embriogenik jeruk keprok SoE. 27 3 Analisis varian perlakuan media dengan penambahan Asam Absisat

(ABA) dan air kelapa (AK) terhadap rata-rata diameter kalus embriogenik dan jumlah globular akhir jeruk keprok SoEyang

dihasilkan pada 4 MSPr. 29

4 Nilai pendewasaan pro-embrio membentuk embrio somatik fase globular matang, hati, torpedo dan kotiledon jeruk keprok SoE pada media perlakuan dengan penambahan ZPT-ABA dan air kelapa (6

MSPr) (%). 31

5 Analisis varian rata-rata jumlah kecambah normal dan abnormal jeruk keprok SoE yang dihasilkan dari media perlakuan dengan penambahan asam giberelin (GA) dan air kelapa (AK) pada 6 MSPr. 32 6 Perubahan struktur dan warna kalus embriogenik jeruk keprok SoE

sebelum dan setelah iradiasi dengan sinar gamma (4 dan 8 minggu

setelah iradiasi). 46

7 Jumlah planlet normal dan abnormal individu sampel kontrol dan mutan

harapan jeruk keprok SoE. 48

8 Karakter kualitatif individu-individu sampel kontrol dan mutan harapan

jeruk keprok SoE. 51

9 Pengaruh iradiasi gamma terhadap karakter kuantitatif individu-individu sampel mutan harapan dan individu kontrol jeruk keprok SoE (kurun

waktu 4 minggu). 52

10 Pengelompokkan individu-individu sampel uji jeruk keprok SoE berdasarkan grup yang dihasilkan dari dendrogram analisis keragaman genetik dengan penanda ISSR pada koefisien kemiripan 80%. 54 11 Pengelompokkan individu-individu sampel uji jeruk keprok SoE

berdasarkan grup yang dihasilkan dari dendrogram analisis keragaman

genetik pada koefisien kemiripan 80%. 56

12 Penampilan dan berat lilin daun individu sampel mutan harapan jeruk keprok SoE (b) yang dibandingkan dengan lilin dari daun sampel kontrol jeruk kip dari Kelurahan Situ Gede, Kota Bogor (a) dan jeruk

kingkit (c) (gram/cm2). 69

13 Bufer penyangga ekstraksi fitoplasma (phytoplasma grinding

buffer/PGB) 91

14 Larutan penyangga CTAB (CTAB buffer) 91

(19)

DAFTAR GAMBAR

1 Alur penelitian “Induksi Mutasi dengan Sinar Gamma pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE untuk Ketahanan terhadap Penyakit Huanglongbing”. M0: belum iradiasi, M1: sudah iradiasi, MV0: individu kontrol, MV1: individu mutan harapan. 5 2 Bagian-bagian biji tanaman berbiji tertutup (Angiospermae). 9 3 Induksi kalus embriogenik dari biji matang (mature seed) jeruk keprok

SoE. a) kalus embriogenik, b) sisa kulit biji (seed coat), c) tunas. 27 4 Kalus embriogenik jeruk keprok SoE yang terdiri atas massa/kompleks

pro-embrio (a) dan globular muda (early globular) (b). □ 1 mm. 28 5 Grafik hubungan antara rata-rata diameter kalus embriogenik dan jumlah

globular jeruk keprok SoE pada media perlakuan ZPT-ABA (mg L-1). 30 6 Grafik hubungan antara rata-rata diameter kalus embriogenik dan jumlah

globular pada media perlakuan air kelapa (%). 30

7 Pengaruh perbedaan konsentrasi zat pengatur tumbuh GA3 dan air kelapa terhadap penampilan kecambah/tunas dalam tahap perkecambahan kultur in vitro jeruk keprok SoE (6 MSPr). 33 8 Planlet hasil proses perkecambahan jeruk keprok SoE (a) normal, dan

(b) abnormal, (c) bakal tunas baru normal, (d) planlet dalam proses

aklimatisasi. 34

9 Proses pembentukan embrio somatik (ES) sekunder melalui proses embriogenesis tidak langsung (I) dan embriogenesis somatik langsung (II). 1, 2) ES primer; 3) pembentukan kalus embriogenik; 4) pembentukan globular awal (early globular); 5) globular transisi (late globular); 6) pembentukan pro-embrio; 7) pertumbuhan pro-embrio dan

embrio pada eksplan/inokulan; 35

10 Globular dewasa berwarna hijau dengan dua kutub (bipolar) 36 11 Proliferasi embrio somatik melalui proses embriogenesis somatik jeruk

keprok SoE: Pro-embrio: (1) kalus embriogenik, (2) massa/kompleks pro-embrio dan globular awal, (3) globular awal (early globular); (4) globular transisi (globular akhir/late globular); Embrio (somatik): (5) hati, (6) torpedo; (7) kotiledon; (8) kecambah; Pembelahan sel somatik (a) 1 sel, (b) 2 sel (tetrad), (c) 4 sel (kuadran), (d) 8 sel (oktan), (e) early

globular. 38

12 Satu embrio somatik (a) sumber kalus embriogenik (b) jeruk keprok SoE. 42 13 Penampilan perkembangan kalus embriogenik jeruk keprok SoE hasil

iradiasi gamma (8 MSI). 47

14 Pengaruh dosis sinar gamma terhadap persentase perubahan warna kalus

embriogenik jeruk keprok SoE (8 MSI). 47

15 Bentuk daun jeruk keprok SoE hasil kultur in vitro via embriogenesis somatik. Skala □= 1 mm. R0: individu kontrol, R65, R75 dan R85: mutan harapan 65, 75 dan 85 Gy. a) elliptic, c) obovate, d) lanceolate, f)

obcordate, dan 99 (lainnya). 49

(20)

17 Dendrogram analisis keragaman genetik karakter kualitatif individu-individu sampel yang diuji (kontrol dan mutan harapan) jeruk keprok

SoE. 52

18 Dendrogram analisis keragaman genetik karakter kuantitatif individu-individu sampel yang diuji (kontrol dan mutan harapan) jeruk keprok

SoE. 53

19 Analisis keragaman genetik 16 individu sampel uji jeruk keprok SoE dengan penanda ISSR: a) ISSR 1, b) ISSR 4, c) ISSR 6 dan d) ISSR 8.

M=1 kb. 53

20 Dendrogram analisis keragaman genetik 16 individu sampel uji jeruk keprok SoE dengan penanda ISSR pada koefisien kemiripan 80% (Ki:

jeruk kingkit). 54

21 Analisis keragaman genetik 16 individu sampel uji jeruk keprok SoE dengan penanda RAPD, a) OPA03, b) OPE14, dan c) OPN14. M=1 kb. 55 22 Dendrogram analisis keragaman genetik 16 individu sampel uji jeruk

keprok SoE dengan penanda RAPD pada koefisien kemiripan 80% (Ki:

jeruk kingkit). 56

23 (a) pohon dan (b) daun bergejala HLB, (c) pohon dan (d) daun tanpa

gejala HLB jeruk keprok SoE. 64

24 Daun individu sampel uji jeruk keprok SoE dalam pengamatan gejala penyakit Huanglongbing. (1) 0c, (2) 75a, (3) 75c, (4) 75g, (5) 75h dan

(6) kontrol negatif jeruk kingkit. 64

25 Uji pati-iodine pada individu-individu sampel uji jeruk keprok SoE, yang dibandingkan dengan sampel dari lapang. (1) kontrol positif, (2) 0c, (3) mutan harapan 75a, (4) 75b, (5) 75c, (6) 75g, (7) 75h dan (8) kontrol

negatif jeruk kingkit. 65

26 Pengamatan mikroskopis histopatologi jaringan dalam tulang daun: (1) kontrol positif penyakit Huanglongbing (HLB) asal Situ Gede, (2) sampel uji individu mutan harapan 75g jeruk keprok SoE, dan (3) kontrol negatif penyakit HLB jeruk kingkit. (a) pembesaran 20x, (b)

pembesaran 40x, (c) pembesaran 100x. 66

27 Kondisi jaringan pembuluh xylem dan floem, serta jaringan palisade dan spons pada daun jeruk kontrol positif HLB (b1), sampel uji individu mutan putatif 75g jeruk keprok SoE (b2), dan kontrol negatif HLB jeruk

Kingkit (b3). 67

28 Deteksi penyakit Huanglongbing (HLB) pada 8 individu sampel jeruk keprok SoE (JKS) dengan PCR menggunakan penanda spesifik OI1 dan OI2c. Kontrol positif HLB: (1) Ku, (2) T6, (3) T7; individu sampel uji JKS: (4) 0c, (5) 75a, (6) 75b, (7) 75c, (8) 75g, (9) 75h, (10) 75k); kontrol

negatif: (11) King: jeruk kingkit). 68

29 Serangga Diaphorini citri, vektor penyakit Huanglongbing pada sampel

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat Keputusan (SK) Menteri dan deskripsi mengenai Jeruk Keprok

SoE sebagai Varietas Unggul Nasional. 86

2 Formulasi media MS modifikasi vitamin MW (Husni 2010). 89 3 Nama primer, sekuen, ukuran sekuen dan suhu penempelan primer

untuk jenis primer ISSR dan RAPD. 89

4 Skoring sifat-sifat kualitatif morfologi planlet jeruk keprok SoE hasil

iradiasi sinar gamma. 90

5 Kategori skoring karakter kuantitatif sifat morfologi. 90 6 Skoring sifat-sifat kuantitatif morfologi planlet jeruk keprok SoE hasil

iradiasi sinar gamma. 90

7 Larutan-larutan Penyangga 91

8 Perkembangan jumlah serangga vektor penyakit Huanglongbing pada

(22)
(23)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jeruk keprok SoE (Citrus reticulta Blanco var. SoE) berasal dari sentra jeruk yang ada di wilayah SoE Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya berasal dari Pegunungan Mutis dan Desa Bosen, Kecamatan Mollo Utara, Mollo Tengah dan di Mollo Selatan, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Jeruk ini telah dilepas sebagai varietas unggul dengan SK Menteri Pertanian No.863/Kpts/TP.240/11/98 tertanggal 4 November 1998 (Lampiran 1).

Jeruk keprok SoE memiliki rasa yang khas yang merupakan campuran antara manis dan asam yang segar, warna daging buah oranye, dan tekstur daging buah lembut, memiliki jumlah biji lebih dari 10 (Pangestuti et al. 2005; Yulianti et al. 2010). Secara fisik, buah jeruk SoE yang sudah matang memiliki kulit buah dengan warna oranye kemerahan, mudah dikupas, tekstur kulit buah halus, mengkilap, bentuk buah bulat pipih, dan ukuran diameter buah 7-8 cm. Buah jeruk keprok SoE dapat dipetik apabila warna buah telah berwarna oranye 50-80%. Warna buah tersebut dapat dicapai pada umur 31-32 minggu setelah bunga mekar. Buah jeruk ini dapat disimpan pada suhu ruang (27-30 oC) selama 3 minggu atau pada suhu dingin (9-11 oC) selama 8 minggu (Pangestuti et al. 2005). Deskripsi yang lengkap mengenai jeruk keprok SoE dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dalam budidaya tanaman jeruk keprok SoE, salah satu penyakit yang merugikan adalah penyakit Huanglongbing atau penyakit menguning disebut juga penyakit naga kuning, merupakan penyakit di urutan pertama dari tujuh penyakit yang dapat menyerang tanaman jeruk (Ditbuahhort 2012). Di Indonesia, penyakit ini dulu disebut sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD), dapat menyebabkan kerugian mencapai 100% (ACIAR 2009). Penyakit ini menyebar di Asia dan Afrika bahkan sejak tahun 2004 telah pula tercatat di Florida, Carolina Selatan dan Louisiana di Amerika Serikat, di Brasil (Amerika Selatan) dan Kuba (wilayah Karibia) (ACIAR 2009). Penyakit Huanglongbing disebabkan oleh bakteri gram negatif (Boina et al. 2011). Di Asia, khususnya di Indonesia, penyakit Huanglongbing disebabkan oleh bakteri Candidatus Liberibacter asiaticus (Boina et al. 2011). Di wilayah Amerika, HLB disebabkan oleh bakteri

Ca. Liberibacter americanus, dan di wilayah Afrika, HLB disebabkan oleh Ca. Liberibacter africanus yang ditularkan oleh serangga Trioza erytreae (Chung & Brlansky 2005; Jepson 2009).

Bakteri penyebab penyakit Huanglongbing hidup pada berkas pembuluh floem dan belum dapat dikulturkan secara buatan (in vitro) (Chung & Brlansky 2005). Bakteri tersebut dapat menyebar melalui bibit yang telah terinfeksi dalam proses grafting atau melalui serangga penularnya (vektor) yaitu Diaphorina citri

(24)

Huanglongbing masa inkubasinya membutuhkan waktu berkisar kurang dari setahun sampai beberapa tahun (Jepson 2009).

Dalam pemuliaan tanaman beberapa metode dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan atau mengembangkan suatu tanaman sehingga menjadi lebih baik dan menguntungkan bagi kehidupan manusia. Metode pemuliaan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman adalah dengan meningkatkan sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit. Sifat ketahanan tanaman merupakan solusi untuk pengendalian penyakit Huanglongbing karena penggunaan tanaman yang tahan penyakit dirasa lebih efisien dan efektif. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan tanaman jeruk yang tahan terhadap penyakit Huanglongbing (De Lange et al. 1985; Dwiastuti 2000; Pardal 2014). Sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat diperoleh dari pembentukan keragaman genetik tanaman, yang mana keragaman genetik tanaman dapat dijadikan bahan dasar dalam proses pemuliaan tanaman sebagai materi untuk seleksi (Pardal 2014).

Keragaman genetik tanaman dapat tingkatkan melalui introduksi, hibridisasi, seleksi, bioteknologi dan mutasi. Teknik hibridisasi atau persilangan merupakan teknik yang murah dan dapat langsung dilakukan, namun memiliki kelemahan seperti membutuhkan waktu yang lama, jumlah tanaman yang relatif banyak dan tenaga kerja yang banyak pula. Pemanfaatan teknologi mutasi untuk meningkatkan keragaman genetik lebih banyak dimanfaatkan karena lebih menghemat waktu, tidak membutuhkan bahan yang relatif banyak, dapat dilakukan pada bahan hasil kultur in vitro dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja (Sastrosumarjo et al. 2006; Soeranto 2013; Pardal 2014).

Peningkatan keragaman genetik tanaman secara mutasi adalah teknik yang dilakukan secara buatan yaitu dengan menginduksi terjadinya perubahan atau mutasi pada susunan gen tanaman (IAEA 1991). Mutagen yang paling sering digunakan untuk induksi keragaman genetik tanaman adalah sinar gamma karena sinar ini memiliki daya tembus yang lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi akan lebih besar (Sastrosumarjo et al. 2006; Sutarto et al. 2009) dan penetrasi penyinaran ke dalam sel bersifat homogen. Induksi mutasi dengan iradiasi menghasilkan individu mutan yang paling banyak, sekitar 75%, bila dibandingkan dengan mutagen lainnya seperti mutagen kimia (Pardal 2014).

Induksi mutasi dengan sinar gamma diterapkan pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE yang diperoleh dari proses induksi pembentukan kalus embriogenik secara in vitro dengan menggunakan media MW yang ditambahkan zat pengatur tumbuh BAP dan dikombinasikan dengan beberapa taraf 2.4-D. Kalus embriogenik kemudian diregenerasikan membentuk planlet (tanaman mikro) utuh melalui proses embriogenesis somatik.

(25)

Keragaman genetik yang terjadi akibat dari induksi mutasi dengan sinar gamma dianalisis dengan berdasarkan penanda morfologi dan molekuler. Penanda morfologi (Karyanti et al. 2015) ataupun penanda molekuler ISSR dan RAPD dapat memperlihatkan perbedaan-perbedaan dari setiap individu yang memiliki susunan genetik yang berbeda yang ditunjukkan dengan pita-pita hasil elektroforesis yang polimorfik (Agisimanto et al. 2007; Agisimanto & Supriyanto 2007; Ali et al. 2008; Karyanti 2013; Wulansari 2013; Vivodik et al. 2015a; 2015b).

Pemanfaatan teknik kultur in vitro untuk mendapatkan tanaman utuh melalui sistem regenerasi embriogenesis somatik yang terdiri dari dua proses yaitu proses pendewasaan kalus embriogenik membentuk embrio somatik; dan proses perkecambahan embrio somatik membentuk kecambah (Carimi et al. 1999; Husni

et al. 2010; Merigo 2011; Wulansari et al. 2015). Embriogenesis somatik, selain dapat menghasilkan bibit jeruk dalam jumlah banyak, juga dapat mempertahankan sifat turunan sama dengan induknya (Devy et al. 2012). Dalam proses pendewasaan dan perkecambahan, zat pengatur tumbuh dapat ditambahkan dalam media in vitro. Pengatur tumbuh tersebut dapat lebih meningkatkan proses pembentukan dan jumlah embrio somatik dan kecambah. Pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah ABA dan GA3 (Husni et al. 2010; Merigo 2011; Karyanti 2013; Wulansari 2013).

Air kelapa merupakan alternatif bahan yang dapat dipakai dalam proses regenerasi embrio somatik. Air kelapa mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan dalam proses pertumbuhan embrio somatik. Senyawa-senyawa tersebut seperti: gula, gula alkohol, asam amino, asam organik, vitamin, fitohormon, elemen-elemen anorganik seperti magnesium, besi, tembaga, fosfor, sulfur, khlor (Mandang 1993), vitamin C, tiga elemen anorganik lainnya yaitu natrium, kalium dan kalsium yang sering dipakai sebagai komponen isotonik larutan (Mandang 1993; Arsa 2011; Runtunuwu et al. 2011; Farapti & Sayogo 2014).

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu masalah yang ditemukan pada tanaman jeruk keprok SoE adalah masalah penyakit Huanglongbing. Penyakit Huanglongbing yang menyerang tanaman jeruk memiliki masa inkubasi yang lama sejak tanaman terserang hingga memperlihatkan gejala penyakit, bisa beberapa bulan hingga tahunan. Hal tersebut membuat petani atau siapa saja tidak menyadari bahwa tanaman jeruk khususnya jeruk keprok SoE telah terserang oleh patogen penyebab penyakit ini. Pada saatnya gejala penyakit itu muncul, tanaman mungkin telah mengalami kondisi yang parah akibat serangan penyakit tersebut.

Untuk mengatasi masalah penyakit Huanglongbing tersebut dibutuhkan tanaman yang tahan terhadap penyakit. Tanaman yang tahan dirasa lebih efisien dan efektif bila dibandingkan cara yang lain. Hal tersebut memunculkan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(26)

efisien dan efektif untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman? Apa bentuk bahan tanaman yang sesuai untuk dijadikan bahan awal untuk proses induksi mutasi sehingga tidak menimbulkan kimera pada tanaman yang dihasilkan? Bagaimana metode untuk mendapatkan bahan awal tersebut? 2. Apa metode yang tepat untuk menghasilkan tanaman utuh, dalam jumlah

relatif banyak, dalam waktu singkat, dari bahan awal yang telah dilakukan proses induksi mutasi?

3. Apa saja analisis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi ketahanan tanaman jeruk keprok SoE terhadap penyakit Huanglongbing? Apa analisis yang paling sesuai untuk mengetahui secara dini ketahanan tanaman terhadap penyakit Huanglongbing?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan mutan harapan jeruk keprok SoE kandidat tahan terhadap penyakit Huanglongbing melalui induksi mutasi dengan sinar gamma pada populasi sel-sel kalus embriogenik.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan beberapa tujuan khusus penelitian seperti berikut ini:

1. Memperoleh kalus embriogenik jeruk keprok SoE dan pembentukan planlet melalui sistem regenerasi embriogenesis somatik.

2. Memperoleh dan mengevaluasi individu mutan harapan jeruk keprok SoE yang tahan terhadap penyakit Huanglongbing.

1.4 Manfaat Penelitian

Kalus embriogenik jeruk keprok SoE yang terdiri dari massa/kompleks sel-sel yang telah dihasilkan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan awal untuk menginduksi terjadinya mutasi pada susunan genom tanaman jeruk keprok SoE secara utuh/solid.

Mutan harapan generasi MV1 yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber plasma nutfah sifat-sifat baru yang bermanfaat pada tanaman jeruk keprok SoE seperti ketahanan terhadap penyakit Huanglongbing.

1.5 Kebaruan Penelitian

Kebaruan yang diperoleh yang berkaitan dengan jeruk keprok SoE dalam penelitian ini adalah diperolehnya:

1. Individu mutan harapan generasi MV1 jeruk keprok SoE kandidat tahan terhadap penyakit Huanglongbing.

2. Embrio somatik jeruk keprok SoE dapat diinduksi secara tidak langsung dari eksplan biji matang (mature seed).

3. Penggunaan air kelapa dalam proliferasi dan sistem regenerasi kultur in vitro

(27)

Gambar 1 Alur penelitian “Induksi Mutasi dengan Sinar Gamma pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE untuk Ketahanan terhadap Penyakit Huanglongbing”. M0: belum iradiasi, M1: sudah iradiasi, MV0: individu kontrol, MV1: individu mutan harapan.

Induksi kalus embriogenik dari biji tua jeruk keprok SoE

Percobaan 1. Induksi kalus embriogenik (KE) Peercobaan 2 dan 3. Proliferasi dan sinkronisasi

KE membentuk embrio somatik (ES) Percobaan 4. Pendewasaan pro-embrio

membentuk ES

Percobaan 5 dan 6. Perkecambahan ES

Kalus embriogenik M0

Percobaan 7. Peningkatan keragaman genetik

Regenerasi ES membentuk individu kontrol M0 dan mutan harapan MV1

melalui proses embriogenesis somatik

Individu kontrol M0 dan mutan harapan MV1

Analisis keragaman genetik

Kalus embriogenik M1

Aklimatisasi

Bibit individu M0 dan mutan harapan MV1

Pengujian dan evaluasi ketahanan individu mutan harapan terhadap

penyakit Huanglongbing

Individu mutan harapan jeruk keprok SoE tahan terhadap

(28)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini dalam garis besarnya terdapat tiga tahap utama yang saling berkaitan, yaitu;

1) Induksi kalus embriogenik dari ekplan biji matang (mature seed) jeruk keprok SoE dan regenerasi kalus embriogenik melalui proses embriogenesis somatik, 2) Peningkatan keragaman genetik tanaman dengan sinar gamma, dan

3) Evaluasi ketahanan mutan harapan jeruk keprok SoE terhadap penyakit Huanglongbing.

Pada tahap pertama terdapat enam percobaan yang dilakukan, yaitu Percobaan 1: induksi terbentuknya kalus embriogenik dari eksplan biji matang (mature seed) jeruk keprok SoE. Percobaan 2 dan 3 adalah percobaan untuk proliferasi dan sinkronisasi kalus embriogenik membentuk embrio somatik fase globular transisi. Percobaan 4: adalah percobaan untuk pendewasaan kalus embriogenik membentuk embrio somatik dewasa. Percobaan 5 dan 6: adalah percobaan perkecambahan embrio somatik dewasa membentuk kecambah. Pada tahap kedua terdapat satu percobaan, yaitu Percobaan 7: induksi mutasi dengan sinar gamma.

Kalus embriogenik M0 (M0: belum diiradiasi gamma) yang dihasilkan dari tahap pertama tersebut digunakan pada tahap ke 2 untuk menginduksi terjadinya mutasi dengan sinar gamma. Kalus embriogenik yang telah diiradiasi gamma diberi tanda kalus embriogenik M1 (M1: sudah diiradiasi gamma). Kemudian, kalus embriogenik M0 dan M1 melalui proses embriogenesis somatik diregenerasikan untuk membentuk planlet. Planlet MV0 (kontrol) dan MV1 (mutan harapan) diaklimatisasi menghasilkan bibit MV0 dan MV1. Bibit MV0 dan MV1 dianalisis keragaman genetiknya untuk melihat apakah proses induksi mutasi telah menyebabkan terjadinya perubahan genetik ataukah tidak. Baik bibit MV0 dan mutan harapan MV1 digunakan pada tahap ke 3, yaitu tahap evaluasi ketahanan individu mutan harapan jeruk keprok SoE terhadap penyakit Huanglongbing. Alur ruang lingkup dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(29)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jeruk

Secara umum buah jeruk bermanfaat sebagai sumber vitamin C utama dalam asupan makanan manusia (Llamas 2003) yang dapat dimakan langsung (fresh fruit) atau diolah sebagai jus, campuran minuman segar, penyedap masakan. Tanaman jeruk selain diambil buahnya, juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Manner et al. 2006) dan sumber senyawa flavonoid yang diolah menjadi obat-obatan (Di Giacomo 2002).

Tanaman jeruk keprok dapat diklasifikasikan secara botani sebagai berikut: Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Rutales, Famili Rutaceae, Genus Citrus, Spesies Citrus reticulata L. (Mabberley 1997; Nicolosi 2007). Genus Citrus dibagi menjadi dua subgenus, yaitu subgenus Citrus dan subgenus Papeda (Manner et al. 2006).

Jeruk spesies Citrus reticulata Blanco yang dikenal dengan istilah jeruk Mandarin, di Indonesia disebut dengan istilah jeruk keprok (Setiono 2014), dalam Bahasa Inggris dikenal istilah tangerine/ clementine (Mabberley 1997; Manner et al. 2006). Jeruk ini memiliki rasa manis, sedikit asam dan segar, warna kulit menarik dan mudah dikupas. Berat buah jeruk keprok 125-174 gram, bentuk buah pada umumnya bulat pipih, ada yang khas memiliki konde, tekstur permukaan keprok SoE dari Kecamatan SoE NTT.

Di Indonesia terdapat beberapa jenis jeruk keprok. Jeruk keprok dikenal sesuai nama daerah atau sentra tempat jeruk tersebut tumbuh, seperti Keprok SoE dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Keprok Garut, Pontianak Keprok Batu 55 dari Batu Malang Jawa Timur; Keprok Maga, dan Beras Sitepu dari Medan Sumatera Utara; Keprok Pontianak dari Kalimantan Barat (Martasari & Mulyanto 2008).

Jeruk keprok, di masyarakat awam, sering disamakan dengan jeruk siam. Jeruk keprok menurut Andayani (2016) memiliki karakter-karakter seperti habitus tanaman tegak, tidak ada sayap daun (petiole), morfologi bunga panjang petal 9.8-26.5 mm lebar petal 3.9-14.53 mm, ukuran buah lebih besar dari siam, kerekatan epicarp-endocarp lemah dan mudah dikupas, kerekatan juring lemah dan mudah dilepas, karakter khusus pada buah terkadang memiliki konde, ukuran buah kecil 0.15-0.2 gr.

2.1.1 Jeruk Keprok SoE

(30)

hamper tegak mulai ketiinggian 0.5-8 meter, warna batang agak kecoklatan, bentuk batang bulat tidak berduri, lingkar batang ± 40 cm, warna daun bagian atas hijau tua, warna daun bagian bawah hijau muda, lebar daun ± 3.850 cm, panjang daun ± 8.535 cm, tepi daun rata, permukaan daun mengkilap, bentuk bunga seperti lonceng, jumlah bunga/tandan 4-7 buah, warna buah matang kuning kemerah-merahan, bentuk buah bulat pendek, ukuran buah 6.86 cm x 6.66 cm, permukaan buah agak licin, puncak buah berlekuk, tebal kulit buah 0.15 cm, tingkat kekerasan buah lunak, warna daging buah agak orange/pink, jumlah septa tiap buah 12, berat buah 100-125 gram rasa buah manis segar, tekstur daging buah berserat halus, aroma buah lembut, produksi buah/pohon/musim 50-250 kg/pohon, dapat diperbanyak secara vegetatif (okulasi). Jeruk keprok SoE ini cocok untuk ketinggian 800 – 1200 meter dpl dan cocok pada tanah mediteriania atau berkapur.

Jeruk keprok SoE memiliki rasa yang khas yang merupakan campuran antara manis dan asam yang segar, warna daging buah orange, dan tekstur daging buah lembut. Jeruk ini memiliki jumlah biji yang cenderung banyak (>10) (Pangestuti et al. 2005; Yulianti et al. 2010), mudah dikupas, tekstur kulit buah halus, mengkilap, bentuk buah bulat pipih, dan ukuran besar (diameter buah 7-8 cm). Jeruk ini bila telah matang memiliki kulit buah dengan warna orange cerah kemerahan. Buah jeruk ini dapat dipetik apabila warna buah telah berwarna orange 50-80%. Warna buah tersebut dapat dicapai pada umur 31-32 minggu setelah bunga mekar. Buah jeruk ini dapat disimpan pada suhu ruang (27-30 oC) selama 3 minggu atau pada suhu dingin (9-11 oC) selama 8 minggu (Pangestuti et al. 2005).

2.1.2 Budidaya Tanaman Jeruk

Pada tanaman jeruk dapat terjadi penyerbukan sendiri ataupun penyerbukan silang. Penyerbukan silang biasanya dibantu oleh serangga (Ortiz 2002). Jeruk dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun vegetatif (Purnomosidhi et al. 2007), secara in vivo maupun in vitro. Menurut Khan et al. (2007), semua jeruk komersial yang ada, tumbuh sebagai pohon hasil grafting dengan kultivar batang atas yang disambung pada kultivar terpilih sebagai batang bawah. Kombinasi yang baik antara batang atas dan batang bawah dapat menghasilkan buah jeruk yang unggul. Penyambungan batang atas pada tanaman batang bawah memberikan keuntungan varietas batang atas dapat mempersingkat fase juvenil sehingga dapat mulai berproduksi 1-2 tahun setelah pindah tanam. Tipe bibit jeruk seperti itu membutuhkan waktu beberapa tahun untuk mulai berbuah bila ditumbuhkan dari biji (3-15 tahun, tergantung pada jenis spesies). Perbanyakan dengan budding atau grafting pada batang bawah menyebabkan pohon akan menghasilkan buah yang identik dengan sumber mata tunas batang atas dan tipe tanaman yang seragam. Budiyati et al. (2013) menjelaskan bahwa benih jeruk keprok SoE yang dijadikan sebagai batang atas dapat disambung untuk meningkatkan kualitas dengan menggunakan tiga varietas jeruk sebagai batang bawah, yaitu Japanese Citroen (JC), Rough Lemon (RL) dan Volkameriana.

(31)

Gambar 2 Bagian-bagian biji tanaman berbiji tertutup (Angiospermae).

tidak dibuahi, apogamic dari sel-sel antipoda dan sinergid, ataupun dari embrio adventif seperti embrio nuselar (Ortiz 2002; Kepiro & Roose 2007). Istilah embrio nuselar atau nucellar embryony pada biji jeruk merujuk pada perkembangan embrio dari jaringan maternal yang disebut nuselus yang terletak di sekeliling kantung embrio. Embrio nuselar terkait pula dengan istilah poliembrioni (terbentuk banyak embrio dalam satu biji), sehingga saat biji jeruk berkecambah akan dihasilkan banyak kecambah (Kepiro & Roose 2007). Bibit jeruk yang bersifat apomiksis dapat menghasilkan tanaman yang seragam (Khan et al. 2007) dan mempunyai sifat yang sama dengan induknya (Setiono & Supriyanto 2005).

2.2 Embriogenesis Somatik

Perbanyakan tanaman jeruk secara in vitro dapat menggunakan teknik embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik adalah proses di mana sel-sel somatik (non-zigotik) mengalami diferensiasi membentuk suatu struktur bipolar yang mengandung aksis tunas dan akar. Embriosomatik tersebut sama dengan embrio zigotik dan dapat menjadi matang dan berkecambah (Smith 2000). Embriogenesis somatik merupakan cara perbanyakan dan sistem regenerasi tanaman yang paling cepat (Mattjik 2005), metode yang efisien dari regenerasi tanaman untuk produksi cepat dalam jumlah besar tanaman sehat dalam waktu yang singkat (Gholami et al. 2013), alat untuk mendapatkan tanaman jeruk bebas virus bila menggunakan eksplan ovule (El-Sawy et al. 2006), eliminasi penyakit sistemik, seperti huanglongbing dan virus Citrus Tristeza, melalui pembentukan embriosomatik yang berasal dari eksplan nuselus (Widyaningsih et al. 2013).

Tanaman yang berasal dari embrio somatik adalah tanaman yang true-to-type, sama dengan induknya, karena berasal dari jaringan somatik (Devy et al.

2012). Pada tanaman jeruk, bagian yang sering digunakan untuk menghasilkan tanaman yang true-to-type adalah jaringan nuselus (Gambar 2) sebagai bahan eksplan untuk kultur nuselus. Selain dapat menghasilkan tanaman yang memiliki kesamaan karakter dengan tanaman induknya, kultur nuselus juga dapat menghasilkan tanaman bebas penyakit (Widyaningsih et al. 2013).

(32)

Embrio zigotik berkembang dalam gametofit betina dengan atau tanpa pembelahan (Zulkarnain 2009) yang terbentuk dari zigot hasil fertilisasi gamet jantan dan betina, sedangkan embrio somatik adalah embrio yang terbentuk dari jaringan non-zigotik, seperti jaringan nuselus pada jeruk. Proses pembentukan embrio somatik dapat dilakukan secara tidak langsung melalui tahapan pembentukan kalus (Rianawati et al. 2009). Embrio somatik yang dihasilkan selanjutnya ditumbuhkan pada media perkecambahan dan perakaran agar dapat berkembang menjadi plantlet. Embrio somatik yang sudah berkecambah adalah embrio yang sudah mencapai fase kotiledon. Meskipun demikian, tidak semua embrio dapat berkembang menjadi kecambah normal, karena sebagian embrio menunjukkan perkembangan yang abnormal (tidak berkembang menjadi tunas, atau membentuk tunas baru namun tidak tumbuh akar. Hanya embrio dewasa yang berkecambah normal yang dapat berkembang menjadi planlet, artinya dapat membentuk tunas dan akar hingga menjadi tanaman sempurna. Kecambah normal yang telah berakar artinya telah berhasil membentuk planlet, dan selanjutnya planlet yang telah membentuk minimal 2 ruas tunas siap dikeluarkan dan diaklimatisasi (Avivi et al. 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi embriogenesis somatik adalah genotipe, komposisi medium kultur, tipe dan tahap perkembangan eksplan (Carimi 2001). Genotipe yang berbeda bila dikulturkan dalam media perlakuan yang sama dapat menghasilkan jenis kalus yang berbeda. Grapefruit membentuk kalus rata-rata paling rendah sekitar 3,0% dalam semua media perlakuan. Sedangkan rata-rata tertinggi pembentukan kalus adalah pada genotipe sour orange (jeruk asam), sekitar 50,7% (El-Sawy et al. 2006). Medium kultur untuk induksi embrio somatik langsung maupun tidak langsung akan berbeda bagi setiap genotipe. Medium terbaik untuk induksi kalus embriogenik, pematangan embrio dan regenerasi planlet dari biji jeruk immature Citrus limon ‘Eureka’ adalah medium

dengan ekstrak malt 500 mg/l, sukrosa dengan konsentrasi tinggi 50 g/l, dan dengan penambahan zat pengatur tumbuh BAP 3 mg/l (Gholami et al. 2013). Kalus ditempatkan pada medium yang mengandung auksin untuk menginduksi terjadinya proses embriogenesis somatik. Setelah itu massa sel ditempatkan pada medium bebas zat pengatur tumbuh untuk perkembangan embrio (Smith 2000). Kalus embriogenik yang dihasilkan remah dan berwarna kuning mengkilap, berpotensi untuk menghasilkan embrio somatik.

Optimasi regenerasi tanaman yang melibatkan embriogenesis somatik tidak langsung membutuhkan penambahan sukrosa dalam medium Murashige dan Tucker (MT) untuk induksi embrio somatik dari kalus “Ponkan” mandarin (C. reticulata, Blanco), ‘Cravo’ mandarin (C. reticulata), ‘Itaborai’ sweet orange (C. sinensis L. Osbeck), ‘Valencia’ sweet orange (C. sinensis) dan ‘Kinnow’

mandarin (C. nobilis Loureiro x C. deliciosa Tenore). Sukrosa penting sebagai sumber karbon untuk perkecambahan embrio dan pembentukan planlet untuk semua jenis jeruk di atas (Ricci et al. 2002).

(33)

yang memiliki kesamaan karakter dengan tanaman induknya dan bebas penyakit sistemik (Widyaningsih et al. 2013).

Di Indonesia, penelitian mengenai embriogenesis somatik tanaman jeruk telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti: Kosmiatin et al. (2014) melakukan induksi embriogenesis somatik dari jaringan triploid endosperm jeruk siam (Citrus nobillis Lour) cv Simadu umur 11-13 minggu setelah antesis, menghasilkan formulasi media terbaik untuk induksi kalus embriogenik pada media MS modifikasi dengan penambahan 3 mg L-1 BA dan 500 mg L-1 casein hydrolisat (CH) atau malt ekstrak (ME). Merigo (2011) studi regenerasi tanaman jeruk keprok Batu 55 melalui proses embriogenesis somatik yang mana eksplan terbaik untuk induksi kalus embriogenik adalah nuselus pada media dasar MT yang ditambahkan BAP 3 mg L-1, 1 mg L-1 2,4-D dan 500 mgL-1 ME, media proliferasi kalus terbaik adalah media MS ditambah vitamin Morel and Weitmore (MW), 3 mg L-1 BAP dan 300 mg L-1 ME, media pendewasaan terbaik adalah media dasar MS ditambah vitamin MW, ABA 2.5 mg L-1 dan 50 mg L-1 ME, media perkecambahan terbaik adalah media dasar MS ditambah vitamin MW, GA3 2.5 mg L-1. Agisimanto et al. (2005) menggunakan eksplan nuselus jeruk siam pontianak dan jeruk manis pacitan yang ditanam pada media MS dengan 500 mg L-1 malt ekstrak, 13,3 uM BAP, 146 mM sukrosa dan 10 g agar, memberikan respon positif terhadap pertumbuhan kalus dan regenerasi embrio somatik dari kedua jenis jeruk tersebut; hasil regenerasi kedua jeruk tersebut diharapkan bebas terhadap penyakit sistemik. Husni et al. (2010) meregenerasikan jeruk siam melalui proses embriogenesis somatik menggunakan eksplan nuselus dan embrio zigotik dari buah muda berumur 30-90 hari setelah anthesis dan dikulturkan pada tiga jenis media dasar (MS, MW dan MT) untuk induksi kalus embriogenik, yang mana media dasar MW merupakan media terbaik untuk induksi kalus embriogenik dari nuselus jeruk Siam Simadu dan Pontianak.

Perbanyakan vegetatif tanaman pada prinsipnya menghasilkan klon-klon tanaman dengan sifat yang seragam atau identik sama dengan tanaman induk, baik secara in vivo dan in vitro (Mariska 2002). Nuselus sebagai bahan eksplan untuk kultur nuselus dapat menghasilkan tanaman yang memiliki kesamaan karakter dengan tanaman induknya dan bebas penyakit sistemik (Widyaningsih et al. 2013). Dalam proses kultur in vitro, sering ditemukan keragaman somaklonal (Mariska 2002). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keragaman somaklonal dalam proses kultur in vitro seperti; penambahan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin dan sitokinin, frekuensi sub kultur, periode (lama) kultur (Yulianti et al. 2012).

2.3 Air Kelapa

(34)

Air kelapa juga mengandung natrium dan kalium sebagai kation elektrolit utama yang membuat air kelapa menjadi larutan isotonik. Kandungan natrium dalam air kelapa bertambah dengan semakin tuanya umur buah kelapa. Kandungan kalium menurun dengan semakin bertambahnya umur buah kelapa. Warna air kelapa dari buah kelapa yang telah tua berwarna keruh karena terjadinya reaksi penyabunan antara minyak yang terdapat pada buah kelapa dengan ion kalium, karena kalium lebih reaktif daripada natrium (Arsa 2011). Runtunuwu et al. (2011) menyatakan bahwa air buah kelapa mengandung vitamin C (asam askorbat) rata-rata 2.12 mg/100 g bahan.

Pada kultur in vitro tanaman Calanthe hybrids, air kelapa yang ditambahkan pada medium Hyponex dapat meningkatkan perkembangan sel-sel dan jaringan-jaringan yang dikulturkan, karena air kelapa spektrum luas dari faktor-faktor tumbuh. Air kelapa dengan konsentrasi 10-50 ml/L dapat meningkatkan tinggi pucuk, bobot segar dan kering dari pucuk dan akar, lebar daun, jumlah akar, jumlah dan luas daun. Namun, air kelapa pada konsentrasi 100 ml/L media in vitro, dapat menyebabkan menurunnya semua pertumbuhan dan penampilan morfologi, seperti menginduksi pertumbuhan planlet-planlet abnormal (Baque et al. 2011).

Pada kultur in vitro tanaman krisan, air kelapa mendorong pembentukan akar pada media MS tanpa ZPT atau kombinasi dengan IAA, mendorong pembentukan kalus terutama dikombinasikann dengan BAP atau BAP+IAA. Substitusi media MS dengan air kelapa dapat menghemat penggunaan media MS sampai 50%. Air kelapa yang dikombinasikan dengan IAA dan BAP untuk N dapat meningkatkan kandungan klorofil jaringan, tekanan osmotik media, aktivitas metabolisme jaringan dan kapasitas buffer media (Mandang 1993).

Sujarwati et al. (2011) telah melakukan penelitian dengan memanfaatkan air kelapa untuk meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman palem putri. Air kelapa dengan konsentrasi 75% meningkatkan persentase perkecambahan sebesar 96.25%, berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit palem putri terutama pada parameter tinggi tanaman, panjang daun, panjang akar, dan berat basah, tapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Air kelapa konsentrasi 50% dapat meningkatkan panjang akar yang terpanjang.

2.4 Induksi Mutasi dan Perbaikan Tanaman

Pemuliaan mutasi mengacu pada perkembangan kultivar baru atau plasma nutfah melalui produksi yang disengaja dan seleksi mutasi baru (Roose 2007), pemuliaan varietas dengan sifat-sifat baru, dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan suatu varietas baru (Shu et al. 2012).

(35)

subtitusi basa, insersi, delesi atau penyusunan kembali sekuen. Tipe-tipe perubahan tersebut dapat menyebabkan perubahan fenotipe (Roose 2007).

Induksi mutasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik dalam suatu program pemuliaan tanaman. Induksi mutasi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan agen-agen mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan sebagainya (Soeranto 2013). Agen-agen mutagen dapat dipilih oleh para pemulia tanaman jeruk untuk menginduksi terjadinya suatu mutasi. Setiap agen memiliki tipe untuk menginduksi suatu mutasi dan menghasilkan suatu tipe spesifik perubahan DNA. Agen-agen spesifik yang mungkin tepat untuk jaringan atau target sifat tertentu. Agen-agen mutagen secara luas diklasifikasikan seperti radiasi, kimia, elemen transposabel, dan juga pathogen (Roose 2007).

Radiasi adalah tipe mutagen yang digunakan secara luas untuk jeruk (Roose 2007), merupakan mutagen fisika yang bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) dan yang termasuk diantaranya adalah sinar-X, radiasi gamma, radiasi beta, neutrons, dan partikel dari akselerator (Soeranto 2013). Iradiasi UV dapat digunakan, namun penetrasinya ke dalam jaringan tanaman kurang dalam dibanding radiasi ionisasi (Roose 2007).

Teknologi iradiasi secara luas digunakan untuk menghasilkan perubahan-perubahan dalam karakteristik yang mengarah pada pengembangan produk-produk baru. Iradiasi gamma mampu menghidrolisis ikatan kimia, sehingga memecah molekul besar pati menjadi fragmen yang lebih kecil dari dextrin yang dapat berupa muatan listrik atau tidak sebagai radikal bebas. Perubahan-perubahan ini mungkin dapat mempengaruhi materi fisik atau rheologi makanan yang diradiasi, menghasilkan peningkatan kelarutan pati, penurunan daya bengkak, dan penurunan kekentalan pasta pati. Iradiasi sinar gamma pada tunas tanaman dapat menghasilkan mutasi dengan frekuensi tinggi, mengarah pada pembentukan varian baru yang dibandingkan dengan kontrol. Kandungan makronutrien (karbohidrat, protein dan lipid) relatif stabil melawan iradiasi sampai pada dosis di atas 10 kGy, di lain pihak, iradiasi gamma mempengaruhi protein dengan menyebabkan perubahan konformasi, oksidasi asam amino, memecah ikatan kovalen dan formasi protein bebas radikal. Radiasi menyebabkan perubahan morfologi, struktural dan fungsional pada tanaman yang disebabkan oleh intensitas dan lamanya iradiasi gamma (Piri et al. 2011). Pemanfaatan iradiasi telah banyak digunakan dalam penelitian dan pengembangan varietas tanaman baru. Beberapa varietas padi yang dihasilkan dari teknologi iradiasi dilaporkan mempunyai keunggulan produktivitas, umur yang lebih genjah, dan ketahanan terhadap kekeringan sesaat. Selain jenis padi, ujicoba dan pelepasan varietas unggul juga telah dilakukan pada jenis kapas, sorghum, kedelai, dan kacang hijau. Elektron dari iradiasi dapat meningkatkan metabolisme yang diperlukan selama perkecambahan. Iradiasi ionisasi juga dapat merubah struktur molekul lemak pada membran sel sehingga perkecambahan dapat diperbaiki (Sudrajat & Zanzibar 2009).

(36)

kelompok, yaitu akut (efek yang tampak dalam beberapa jam, hari atau beberapa minggu), lambat (tampak dalam bulanan atau tahunan), genetika (tampak pada generasi berikutnya), dan foetal (terjadi pada embrio yang diradiasi). Semua efek ini dapat terjadi pada semua organisme. Pada efek genetik, antara lain terjadi mutasi atau perubahan embrio yang diradiasi sehingga menyebabkan abnormalitas serius karena embrio sangat peka terhadap iradiasi (Sudrajat & Zanzibar 2009).

Menurut (Yulianti et al. 2010), hasil amplifikasi dan separasi DNA tanaman hasil radiasi mempunyai beberapa pola pita DNA, yaitu pola pita yang sama, kehilangan pita DNA, dan mengalami penambahan pita baru dibandingkan dengan tanaman kontrol. Kemungkinan penyebab penambahan dan kehilangan pita DNA dapat terjadi karena delesi pada situs di mana seharusnya penanda/marka dapat menempel, terjadi duplikasi, substitusi basa nitrogen, insersi, dan translokasi pada saat jaringan tanaman terkena radiasi sinar gamma.

Mutagen kimia umumnya kurang digunakan pada jeruk dibanding dengan radiasi (Roose 2007). Perbedaan mutagen kimia menginduksi mutasi dengan spektrum yang berbeda. Mutagen kimia pada umumnya berasal dari senyawa alkyl (alkylating agents) seperti ethyl methane sulphonate (EMS), diethyl sulphate (dES), methyl methane sulphonate (MMS), hydroxylamine, nitrous acids, dan acridines (Soeranto 2013). Jika jaringan vegetatif seperti tunas atau jaringan meristem diperlakukan dengan mutagen kimia, maka dianggap paling baik mengeluarkan lapisan terluar dari daun yang menutupi tunas atau meristem supaya penetrasi agen kimiawi menjadi lebih baik. Materi kultur jaringan dianggap lebih mudah diperlakukan dengan agen kimiawi (Roose 2007).

2.5 Mutasi pada Tanaman Jeruk

Induksi mutasi dengan sinar gamma telah efektif digunakan pada beberapa spesies jeruk. Iradiasi sinar gamma pada mata tunas dapat menghasilkan mutasi dengan frekuensi yang tinggi, mengarah pada pembentukan jenis baru bila dibandingkan dengan tanaman awal. Seleksi dan pengujian tanaman jeruk yang berasal dari hasil mutasi memerlukan beberapa tahun sebelum dapat dimanfaatkan secara komersial. Studi yang telah dilakukan, induksi mutasi pada tanaman jeruk dapat memperbaiki karakter yang berasal dari varietas asli tiga tahun setelah diperoleh tunas hasil mutasi yang memperlihatkan karakter ‘seedless’ sebaik warna daging dan kulit buah baru. Walaupun hal tersebut bukan hasil akhir, namun prosedur ini lebih cepat dibanding hibridisasi secara konvensional (Sutarto

et al. 2009).

(37)

2.6 Analisis Molekuler pada Tanaman Mutan

Analisis keragaman genetik tanaman jeruk dapat dilakukan dengan menggunakan marka molekuler dengan tipe-tipe seperti RFLP, RAPD, CAPS, SSR, dan ISSR. Marka molekuler tersebut dapat dipakai untuk melakukan pemetaan pada suatu varietas tanaman jeruk . Marka inter-simple sequence repeat (ISSR) lebih sering digunakan untuk melihat keragaman genetik pada tanaman jeruk. Marka ISSR melibatkan amplifikasi DNA menggunakan primer tunggal yang terdiri atas sekuen mikrosatelit yang sering berkurang dari ujung 3’ dan 5’ secara acak sebanyak 2-4 nukleotida. Hasil amplifikasi dipisahkan dengan gel non-poliakrialamida dan dideteksi dengan pewarna silver. Profil pita-pita ISSR yang sangat berulang (polimorfik) pada kopi-kopi sampel (Fang & Roose 1997). Penggabungan marker-marker ke dalam peta pautan genetik memperlihatkan bahwa marker-marker ISSR cocok untuk pemetaan genetik pada jeruk (Sankar & Moore 2001). Spesies jeruk yang berbeda memiliki pola fingerprint yang berbeda pula (Fang & Roose 1997).

2.7 Ketahanan Tanaman Jeruk terhadap Penyakit Huanglongbing Citrus Huanglongbing disease disebut juga pucuk menguning, di Indonesia dikenal dengan nama citrus vein phloem degeneration (CVPD) (CABI 2016), adalah satu dari beberapa penyakit yang disebabkan oleh patogen yang disebarkan oleh vektor serangga pada jeruk. Penyakit ini tersebar di Asia, India, Selatan Afrika, dan Brazil. Patogennya tergolong prokariot, dalam α-subdivisi

Proteobacteria dan tidak dapat dikulturkan pada media buatan. HLB berada di alam dalam tiga bentuk yang dibedakan oleh kombinasi kondisi lingkungan dan vektor serangga. Huanglongbing yang disebabkan oleh Candidatus Liberibacter asiaticus (Las) toleran terhadap panas, ditemukan di Asia, vektornya adalah

Diaphorina citri. HLB yang disebabkan oleh Ca. L. africanus (Laf), sensitif terhadap panas ditemukan di Selatan Afrika, vektornya adalah Trioza erytreae. HLB yang disebabkan oleh Can. L. americanus (Lam), toleran panas ditemukan di Brazil, vektornya adalah D. citri. Psyllidae adalah hama pada tanaman jeruk. Hama ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis seperti Asia, Afghanistan, Saudi Arabia, Reunion, Mauritius, bagian selatan dan tengah Amerika, Meksiko dan Karibia (USDA 2012). Deskripsi singkat penyakit Huanglongbing dapat dilihat pada Tabel 1.

Penularan penyakit HLB selain dapat disebabkan oleh vektor serangga

Diaphorina citri Kuw (Psyllidae : Homoptera), bisa juga karena terbawa oleh bibit jeruk yang telah terjangkit oleh penyakit tersebut, atau dengan penempelan mata tempel/penyambungan (Wahyuningsih, 2009). Serangga D.citri pada pertanaman jeruk siam tidak berstatus sebagai hama, tetapi lebih berperan sebagai vektor penyakit HLB. Serangga D.citri merupakan satu-satunya vektor penyakit HLB diantara serangga-serangga yang ditemukan berasosiasi dengan tanaman jeruk (Wijaya et al. 2010).

(38)

(Supriyanto et al. 2010), gejala awal serangan penyakit HLB dapat dikenali dengan adanya blotching/motling, yaitu belang-belang kuning pada daun dengan pola tidak teratur dan biasanya tidak simetris antara kiri dan kanan daun. Sekilas, gejalanya sangat mirip dengan daun yang mengalami defisiensi unsur hara mikro Zn. Warna kuning tersebut tembus ke bagian belakang daun sehingga untuk mengamati daun yang terserang HLB, permukaan daun bagian bawah harus bersih dari serangan serangga dan jamur. Pada gejala selanjutnya, dapat mengakibatkan pertumbuhan daun terhambat yang ditunjukkan oleh daun mengecil, relatif kaku, runcing dan menghadap ke atas.

Tabel 1 Deskripsi Huanglongbing berdasarkan Jepson (2009) dan NAPPO (2012).

Kategori Deskripsi

Nama Penyakit : Citrus Greening Disease (Huanglongbing = yellow shoot disease)

(International Organization of Citrus Virologists (2005) at 12th

Congress in Fuzhou, China)

- Vein phloem degeneration (Indonesia) - Leaf mottling (Phillippines)

- Citrus dieback (India) - Greening (Afrika) - Likubin (Cina)

Bakteri Penyebab : Candidatus Liberibacter asiaticus Ca. L. africanus

Ca. L. americanus

Inang Primer : - Citrus sp.

- box thorn / Chinese box orange (Severinia buxifolia) - wood apple (Limonia acidissima)

- white ironwood (Vepris lanceolata)

- mock orange / orange jasmine (Murraya paniculata) (Ind: Kemuning)

Gejala : - Pucuk menguning - Ranting patah - Daun gugur

- Daun berbintik-bintik kuning/hijau berwarna mirip gejala kekurangan unsur Zn.

- Pembuluh membesar dan muncul seperti gabus. - Penurunan produksi buah, kecil-kecil dan cacat.

- Buah matang tapi pada bagian ujung stylar buah tetap hijau., berbintik-bintik berwarna kuning/hijau.

- Biji dalam buah kecil dan hitam.

(39)

Tabel 1 Deskripsi Huanglongbing berdasarkan Jepson (2009) dan NAPPO (2012) (Lanjutan)

Siklus Hidup : - Candidatus Liberibacter adalah bakteri gram negatif - Selaput membrane sel ganda.

- Ca.L. asiaticus, africanus dan americanus ditemukan pada tanaman hanya dalam sel-sel floem.

- Bakteri berpindah melalui psyllids (suatu tipe serangga, sesuai cara makan).

- Ca. L. asiaticus dan americanus tersebar melalui citrus psyllid Diaphorina citri Kuwayana dewasa.

- Ca. L. africcanus tersebar melalui psyllid Trioza erytreae Del Guercio dewasa.

- Bakteri dapat diakuisisi melalui serangga pada tahap nimfa.

- Bakteri dapat disebar sepanjang masa hidup psyllid (serangga).

- Telur diletakkan pada daun yang baru muncul dan menetas dalam 2-4 hari.

- Nimfa lima instar menyelesaikan fasenya selama 11-15 hari.

- Seluruh siklus hidup membutuhkan waktu 15-18 hari pada suhu dingin dan 45-47 hari pada suhu panas.

- Betina dewasa dapat hidup beberapa bulan.

- Betina dewasa bertelur hingga 800 butir selama hidupnya. - Ca. L. africanus ditemukan pada ketinggian lebih dari 700

m dan kurang toleran terhadap panas dibanding Ca.L. asiaticus.

- Ca. L. americanus mirip dengan Ca. L. africanus kurang toleran panas.

- Infeksi Ca. L. asiaticus dan Ca. L. americanus lebih parah dibanding Ca. L. africanus dan dapat menyebabkan semenanjung Arab (tidak termasuk Iran), Brazil, Kuba (2009), Republik Dominica (2009), Mexico (2009) dan di US di Florida (2005), Louisiana (Juni 2008).

- Vektor D. citri lebih luas penyebarannya di selatan dan tengah Amerika, termasuk Mexico (sejak 2004), dan di US: di Texas (2001), Louisiana (Mei 2008), Alabama (Agustus 2008), Georgia (Agustus 2008), Mississippi (Agustus 2008), Carolina Selatan (Agustus 2008), dan California (September 2008).

Gambar

Gambar 1  Alur penelitian “Induksi Mutasi dengan Sinar Gamma pada Populasi
Gambar 2 Bagian-bagian biji tanaman berbiji tertutup
Tabel 1  Deskripsi Huanglongbing berdasarkan Jepson (2009) dan NAPPO (2012).
Tabel 1  Deskripsi Huanglongbing berdasarkan Jepson (2009) dan NAPPO (2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Percobaan ini telah dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari perbanyakan kalus embriogenik, iradiasi sinar gamma pada kalus, pendewasaan embrio somatik, perkecambahan

tujuan khusus penelitian ini adalah: mendapatkan metode induksi kalus embriogenik, embrio somatik dan proliferasi dari tiga varietas gandum (Dewata, Selayar dan Nias),

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan keragaman genetik jeruk Siam melalui iradiasi sinar Gamma pada kalus hasil kultur protoplas.. Dosis

Pengamatan karakter kualitatif (seperti warna kulit buah, warna jus, dan rasa) dan karakter kuantitatif (seperti bobot buah, tinggi buah, diameter buah, ketebalan

Aplikasi iradiasi sinar gamma dosis rendah pada kalus embriogenik varietas Dewata yang dilanjutkan dengan seleksi in vitro ketahanan terhadap suhu tinggi

Dalam perkembangannya mutasi dengan mutagen sinar gamma telah banyak diaplikasikan seperti pada tunas muda kentang, perlakuan iradiasi pada dosis 2-6 Gy dapat

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi media kultur in vitro yang terbaik dalam menginduksi dan memperbanyak populasi kalus embriogenik menggunakan BA