PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
(Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi)
RIA EMILIA SARI
G24103011
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
(Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi)
RIA EMILIA SARI
G24103011
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Pada Jurusan Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN
RIA EMILIA SARI. Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Imbuhan
Daerah Aliran Sungai (DAS). (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten
Sukabumi). Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN dan MUH. RAHMAN
DJUWANSAH.
Salah satu fungsi hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu fungsi
penyangga yang akan merespon curah hujan yang terjadi menjadi bagian limpasan
dan imbuhan DAS tersebut. Suatu DAS yang baik mampu meredam lonjakan
fluktuasi aliran permukaan dan mampu menstabilkan besarnya aliran debit sungai
sehingga ketersediaan air di musim kemarau terjamin. Penelitian ini berusaha
untuk melengkapi usaha-usaha yang telah dilakukan dalam mengidentifikasi
fungsi hidrologis DAS Cicatih yaitu dengan melakukan kajian tentang pengaruh
penggunaan lahan terhadap imbuhan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Analisis hidrologi dalam penelitian ini dilakukan secara spasial dan
temporal harian untuk limpasan (Q) dan imbuhan (F) DAS dengan menggunakan
teknik Sistem Informasi Geografi (SIG) berdasarkan pada tiap tipe penggunaan
lahan dan sub-DAS. Selanjutnya untuk mengetahui efisiensi metode SCS dalam
menduga limpasan permukaan, dalam penelitian ini dilakukan pemisahan
baseflow
dari data debit harian dengan teknik filter. Dengan mengetahui besaran
baseflow
maka sumbangan terhadap debit sungai dari suatu kejadian hujan di
dalam wilayah DAS dapat dikuantifikasi. Dalam laporan penelitian ini, analisa
tiap komponen hidrologi DAS Cicatih disajikan perbulan.
Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap fungsi
hidrologi DAS yaitu dalam kajian ini berupa limpasan dan imbuhan DAS. Dari
penghitungan dengan metode SCS diperoleh besar limpasan dan imbuhan DAS
Cicatih tahun 2000 berturut-turut sebesar 398 mm dan 560 mm. Penggunaan
lahan dengan campur tangan manusia (
disturbed
) seperti lahan sawah dan lahan
ladang memberikan kontribusi limpasan permukaan yang lebih besar dari pada
lahan alami. Lahan sawah memberikan kontribusi terhadap limpasan DAS
terbesar yaitu sebesar 30% dari total limpasan DAS (sekitar 119 mm). Untuk
imbuhan DAS, urutan penyumbang imbuhan tiap tipe penggunaan lahan sama
dengan urutan penyumbang limpasan yaitu lahan sawah menempati urutan
pertama dengan menyumbang sekitar 29% dari total imbuhan (163 mm).
Baseflow index
(BF/SF) dapat digunakan untuk mengidentifikasi fungsi
hidrologi DAS. Hasil analisis memperlihatkan bahwa rasio BF/SF di DAS Cicatih
adalah cukup tinggi yaitu sekitar 0,65 dengan variasi tiap bulan yang tidak begitu
mencolok. Nilai ini mengindikasikan bahwa DAS Cicatih masih memiliki fungsi
hidrologis yang baik sehingga ketersediaan air di musim kemarau dapat terjamin.
SKRIPSI
Judul
: Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Imbuhan Daerah
Aliran Sungai (DAS)
(Studi kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten
Sukabumi)
Nama
:
Ria Emilia Sari
NRP :
G24103011
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan
Dr. Ir. Muh.Rahman Djuwansah
NIP. 130516292 NIP. 320003821
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.
NIP. 131473999
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Lahan terhadap Imbuhan Daerah Aliran Sungai (DAS): Studi kasus
DAS Cicatih – Cimandiri, Kabupaten Sukabumi“ berhasil diselesaikan. Karya
ilmiah ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 sampai Juli 2007 dan dibuat
sebagai syarat dalam menempuh Program Sarjana Meteorologi pada Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya karya ilmiah ini.
1. Bapak Prof. Dr. Hidayat Pawitan dan Bapak Dr. Ir. Muhammad Rahman
Djuwansah selaku pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan,
memberi semangat serta saran selama penulis melakukan penelitian
sampai selesai.
2. Ibu Ida Narulita di Geotek LIPI Bandung untuk semua arahan dan
kebaikannya.
3. Bapak Bambang Dwi Dasanto, Bapak Bregas Budianto, dan Ibu Rini
Hidayati atas saran dan masukannya selama penelitian.
4. Kak Taufik untuk semua bantuan tanpa pamrih yang telah diberikan.
5. Adi Rakhman di LabKlim yang telah dengan sabar mengajari penulis cara
membangkitkan data dengan menggunakan
software
CLIMGEN.
6. Bapak Imam Santosa selaku Ketua Departemen.
7. Pak Pono untuk pinjaman buku-buku perpusnya dan Pak Jun untuk semua
surat penting yang telah dibuatkan.
8. Penghuni Pondok Pasisi, Jurik, Ida, Iqo, Merry, atas waktu 2 tahun yang
telah kita lewati bersama.
9.
My Hydrological Brotherhood
, Mia ‘saudara senasib sepenanggungan’,
Rachmat dan Kolay, serta Nanik dan Bonang.
10. Teman-teman GFM’40: Yetti 01, Panjul 02, Michan 03, Dwi Zur 04,
Congky 05, Idu 06, Nun 07, Tria 08, Budi 09, Mba Dee 010, Kulu 015,
Bismut 016, Om Tri 017, Ponco 018, Manto 019, Kiki 021, Iqo 022, Ateu
024, Sanghe’ 026, Rifki 027, Dolly 029, Ida 030, Mega 034, Bebek 035,
Ucup 038, Jeng Wir 039, Jurik 041, CungTip 043, serta Dha-Dha 044.
11. Keluarga yang sangat penulis cintai, mama dan papa, serta Aak Alldy dan
Obi, atas do’a, dukungan, dan semangat yang tak ternilai harganya.
12. Sahabatku Ratih untuk semangat dan semua janji kita.
13.
And the last
, terimakasih yang sangat mendalam buat Chandra untuk
kesabaran, dukungan, dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu masukan dan saran akan sangat berarti untuk perbaikan di masa
mendatang. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 9 Juni 1986 dari Bapak Mirsal
dan Ibu Suhaimi S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Jambi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan baik
bersifat intra kampus maupun ekstra kampus seperti Himpunan Mahasiswa
Agrometeorologi (HIMAGRETO), BEM MIPA, Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) CENTURY, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Jambi, dan terlibat
dalam kepanitiaan kegiatan HUT Bogor ke-523. Pada tahun 2005 penulis menjadi
bendahara kegiatan Meteorologi Interaktif (Metrik), dan pada kepengurusan
HIMAGRETO 2005/2006 penulis juga menjadi kepala Badan Keuangan. Pada
tahun 2007, penulis terpilih menjadi kandidat mahasiswa berprestasi Departemen
Geofisika dan Meteorologi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 1
2.1 Daur Hidrologi pada Skala DAS... 1
2.2 Hidrograf Aliran Sungai... 2
2.3 Limpasan DAS (Q) ... 3
2.4 Imbuhan DAS (F)... 3
2.5 Penggunaan Lahan ... 4
2.6 Aplikasi Metode SCS... 4
2.7 Aplikasi GIS dalam Pemodelan Hidrologi... 5
III. METODE PENELITIAN... 5
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5
3.2 Bahan dan Alat... 5
3.3 Lokasi Penelitian... 5
3.4
Metode ... 8
a. Penyiapan data curah hujan... 8
b.
Penyiapan
peta
spasial... 9
c.
Pemodelan
spasial
dinamik ... 11
d.
Pemisahan
hidrograf
harian... 12
e.
Pengujian
model
SCS... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 13
4.1 Deskripsi Hidrologi Daerah Kajian... 13
4.2 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Q dan F ... 17
4.3 Distribusi Spasial dan Temporal Q dan F ... 17
4.4
Komponen
Hidrograf ... 19
4.5 Fungsi Hidrologi DAS ... 20
4.6 Pengujian Model SCS ... 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 22
5.1
Kesimpulan ... 22
5.2
Saran... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 22
LAMPIRAN... 24
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Koordinat dan ketinggian stasiun curah hujan ... 6
2. Koordinat stasiun debit ... 6
3. Kategori AMC (
Antecedent Moisture Condition
)... 8
4. Luas dan nilai CN tiap penggunaan lahan tahun 2001... 9
5. Klasifikasi grup hidrologi tanah berdasarkan tekstur... 10
6. Nilai CN berdasarkan tipe penggunaan lahan dan grup
hidrologi
tanah ... 11
7 Deskripsi grup hidrologi tanah... 11
8 Curah hujan bulanan rata-rata (mm) selama 23 tahun (1984 – 2006)
di DAS Cicatih ... 16
9. Parameter biofisik DAS Cicatih... 16
10. Komponen parameter hidrograf DAS Cicatih (dalam mm)
tahun
2000... 19
11. Neraca air metode SCS (mm) tahun 2000 berdasarkan Sub-DAS... 21
12. Neraca air metode SCS (mm) tahun 2000 berdasarkan
tipe penggunaan lahan... 21
PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
(Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi)
RIA EMILIA SARI
G24103011
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
(Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi)
RIA EMILIA SARI
G24103011
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Pada Jurusan Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN
RIA EMILIA SARI. Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Imbuhan
Daerah Aliran Sungai (DAS). (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten
Sukabumi). Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN dan MUH. RAHMAN
DJUWANSAH.
Salah satu fungsi hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu fungsi
penyangga yang akan merespon curah hujan yang terjadi menjadi bagian limpasan
dan imbuhan DAS tersebut. Suatu DAS yang baik mampu meredam lonjakan
fluktuasi aliran permukaan dan mampu menstabilkan besarnya aliran debit sungai
sehingga ketersediaan air di musim kemarau terjamin. Penelitian ini berusaha
untuk melengkapi usaha-usaha yang telah dilakukan dalam mengidentifikasi
fungsi hidrologis DAS Cicatih yaitu dengan melakukan kajian tentang pengaruh
penggunaan lahan terhadap imbuhan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Analisis hidrologi dalam penelitian ini dilakukan secara spasial dan
temporal harian untuk limpasan (Q) dan imbuhan (F) DAS dengan menggunakan
teknik Sistem Informasi Geografi (SIG) berdasarkan pada tiap tipe penggunaan
lahan dan sub-DAS. Selanjutnya untuk mengetahui efisiensi metode SCS dalam
menduga limpasan permukaan, dalam penelitian ini dilakukan pemisahan
baseflow
dari data debit harian dengan teknik filter. Dengan mengetahui besaran
baseflow
maka sumbangan terhadap debit sungai dari suatu kejadian hujan di
dalam wilayah DAS dapat dikuantifikasi. Dalam laporan penelitian ini, analisa
tiap komponen hidrologi DAS Cicatih disajikan perbulan.
Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap fungsi
hidrologi DAS yaitu dalam kajian ini berupa limpasan dan imbuhan DAS. Dari
penghitungan dengan metode SCS diperoleh besar limpasan dan imbuhan DAS
Cicatih tahun 2000 berturut-turut sebesar 398 mm dan 560 mm. Penggunaan
lahan dengan campur tangan manusia (
disturbed
) seperti lahan sawah dan lahan
ladang memberikan kontribusi limpasan permukaan yang lebih besar dari pada
lahan alami. Lahan sawah memberikan kontribusi terhadap limpasan DAS
terbesar yaitu sebesar 30% dari total limpasan DAS (sekitar 119 mm). Untuk
imbuhan DAS, urutan penyumbang imbuhan tiap tipe penggunaan lahan sama
dengan urutan penyumbang limpasan yaitu lahan sawah menempati urutan
pertama dengan menyumbang sekitar 29% dari total imbuhan (163 mm).
Baseflow index
(BF/SF) dapat digunakan untuk mengidentifikasi fungsi
hidrologi DAS. Hasil analisis memperlihatkan bahwa rasio BF/SF di DAS Cicatih
adalah cukup tinggi yaitu sekitar 0,65 dengan variasi tiap bulan yang tidak begitu
mencolok. Nilai ini mengindikasikan bahwa DAS Cicatih masih memiliki fungsi
hidrologis yang baik sehingga ketersediaan air di musim kemarau dapat terjamin.
SKRIPSI
Judul
: Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Imbuhan Daerah
Aliran Sungai (DAS)
(Studi kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten
Sukabumi)
Nama
:
Ria Emilia Sari
NRP :
G24103011
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan
Dr. Ir. Muh.Rahman Djuwansah
NIP. 130516292 NIP. 320003821
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.
NIP. 131473999
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Lahan terhadap Imbuhan Daerah Aliran Sungai (DAS): Studi kasus
DAS Cicatih – Cimandiri, Kabupaten Sukabumi“ berhasil diselesaikan. Karya
ilmiah ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 sampai Juli 2007 dan dibuat
sebagai syarat dalam menempuh Program Sarjana Meteorologi pada Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya karya ilmiah ini.
1. Bapak Prof. Dr. Hidayat Pawitan dan Bapak Dr. Ir. Muhammad Rahman
Djuwansah selaku pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan,
memberi semangat serta saran selama penulis melakukan penelitian
sampai selesai.
2. Ibu Ida Narulita di Geotek LIPI Bandung untuk semua arahan dan
kebaikannya.
3. Bapak Bambang Dwi Dasanto, Bapak Bregas Budianto, dan Ibu Rini
Hidayati atas saran dan masukannya selama penelitian.
4. Kak Taufik untuk semua bantuan tanpa pamrih yang telah diberikan.
5. Adi Rakhman di LabKlim yang telah dengan sabar mengajari penulis cara
membangkitkan data dengan menggunakan
software
CLIMGEN.
6. Bapak Imam Santosa selaku Ketua Departemen.
7. Pak Pono untuk pinjaman buku-buku perpusnya dan Pak Jun untuk semua
surat penting yang telah dibuatkan.
8. Penghuni Pondok Pasisi, Jurik, Ida, Iqo, Merry, atas waktu 2 tahun yang
telah kita lewati bersama.
9.
My Hydrological Brotherhood
, Mia ‘saudara senasib sepenanggungan’,
Rachmat dan Kolay, serta Nanik dan Bonang.
10. Teman-teman GFM’40: Yetti 01, Panjul 02, Michan 03, Dwi Zur 04,
Congky 05, Idu 06, Nun 07, Tria 08, Budi 09, Mba Dee 010, Kulu 015,
Bismut 016, Om Tri 017, Ponco 018, Manto 019, Kiki 021, Iqo 022, Ateu
024, Sanghe’ 026, Rifki 027, Dolly 029, Ida 030, Mega 034, Bebek 035,
Ucup 038, Jeng Wir 039, Jurik 041, CungTip 043, serta Dha-Dha 044.
11. Keluarga yang sangat penulis cintai, mama dan papa, serta Aak Alldy dan
Obi, atas do’a, dukungan, dan semangat yang tak ternilai harganya.
12. Sahabatku Ratih untuk semangat dan semua janji kita.
13.
And the last
, terimakasih yang sangat mendalam buat Chandra untuk
kesabaran, dukungan, dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu masukan dan saran akan sangat berarti untuk perbaikan di masa
mendatang. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 9 Juni 1986 dari Bapak Mirsal
dan Ibu Suhaimi S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Jambi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan baik
bersifat intra kampus maupun ekstra kampus seperti Himpunan Mahasiswa
Agrometeorologi (HIMAGRETO), BEM MIPA, Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) CENTURY, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Jambi, dan terlibat
dalam kepanitiaan kegiatan HUT Bogor ke-523. Pada tahun 2005 penulis menjadi
bendahara kegiatan Meteorologi Interaktif (Metrik), dan pada kepengurusan
HIMAGRETO 2005/2006 penulis juga menjadi kepala Badan Keuangan. Pada
tahun 2007, penulis terpilih menjadi kandidat mahasiswa berprestasi Departemen
Geofisika dan Meteorologi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 1
2.1 Daur Hidrologi pada Skala DAS... 1
2.2 Hidrograf Aliran Sungai... 2
2.3 Limpasan DAS (Q) ... 3
2.4 Imbuhan DAS (F)... 3
2.5 Penggunaan Lahan ... 4
2.6 Aplikasi Metode SCS... 4
2.7 Aplikasi GIS dalam Pemodelan Hidrologi... 5
III. METODE PENELITIAN... 5
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5
3.2 Bahan dan Alat... 5
3.3 Lokasi Penelitian... 5
3.4
Metode ... 8
a. Penyiapan data curah hujan... 8
b.
Penyiapan
peta
spasial... 9
c.
Pemodelan
spasial
dinamik ... 11
d.
Pemisahan
hidrograf
harian... 12
e.
Pengujian
model
SCS... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 13
4.1 Deskripsi Hidrologi Daerah Kajian... 13
4.2 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Q dan F ... 17
4.3 Distribusi Spasial dan Temporal Q dan F ... 17
4.4
Komponen
Hidrograf ... 19
4.5 Fungsi Hidrologi DAS ... 20
4.6 Pengujian Model SCS ... 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 22
5.1
Kesimpulan ... 22
5.2
Saran... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 22
LAMPIRAN... 24
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Koordinat dan ketinggian stasiun curah hujan ... 6
2. Koordinat stasiun debit ... 6
3. Kategori AMC (
Antecedent Moisture Condition
)... 8
4. Luas dan nilai CN tiap penggunaan lahan tahun 2001... 9
5. Klasifikasi grup hidrologi tanah berdasarkan tekstur... 10
6. Nilai CN berdasarkan tipe penggunaan lahan dan grup
hidrologi
tanah ... 11
7 Deskripsi grup hidrologi tanah... 11
8 Curah hujan bulanan rata-rata (mm) selama 23 tahun (1984 – 2006)
di DAS Cicatih ... 16
9. Parameter biofisik DAS Cicatih... 16
10. Komponen parameter hidrograf DAS Cicatih (dalam mm)
tahun
2000... 19
11. Neraca air metode SCS (mm) tahun 2000 berdasarkan Sub-DAS... 21
12. Neraca air metode SCS (mm) tahun 2000 berdasarkan
tipe penggunaan lahan... 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Siklus
hidrologi ... 2
2. Komponen
hidrograf
satuan... 3
3. Peta lokasi penelitian, stasiun curah hujan, stasiun debit
serta aliran sungai di DAS Cicatih ... 6
4. Peta penggunaan lahan tahun 2001 ... 7
5. Grafik persentase penggunaan lahan tahun 2001
di DAS Cicatih - Cimandiri ... 7
6. Peta polygon thiessen dari tujuh stasiun terpilih... 10
7. Peta tekstur tanah DAS Cicatih – outlet Ubrug ... 10
8. Peta klasifikasi hidrologi tanah di DAS Cicatih ... 11
9. Grafik curah hujan bulanan rata-rata dari tujuh stasiun di
DAS
Cicatih ... 14
10. Grafik curah hujan dan debit bulanan (mm) tahun 2000 ... 14
11. Tampilan perbulan dari curah hujan harian dan debit harian
di DAS Cicatih tahun 2000 ... 15
12. Grafik curah hujan tahunan rata-rata dari tujuh stasiun
di DAS Cicatih ... 16
13. Persentase sumbangan tiap penggunaan lahan terhadap
Q dan F DAS Cicatih – Cimandiri tahun 2000 ... 18
14. Peta spasial Q (mm) dan F (mm) DAS Cicatih tahun 2000... 18
15. Histogram distribusi temporal CH, Qscs, dan F tahun 2000... 18
16. Hidrograf harian DAS Cicatih tahun 2000 (m
3/s)... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Diagram alur penentuan nilai AMC dan
Curve Number
... 26
2. Diagram alur penentuan Q dan F bulanan... 27
3. Diagram alur pemisahan
baseflow
dan pengujian model... 28
4. Script model spasial dinamik perhitungan imbuhan dalam
PC
Raster... 29
5. Peta spasial bulanan Qscs DAS Cicatih Tahun 2000... 32
6. Peta spasial bulanan F DAS Cicatih tahun 2000... 33
7. Curah hujan harian (mm) stasiun DAS Cicatih tahun 2000... 34
8. Debit sungai harian (m
3/s) DAS Cicatih pada stasiun Ubrug
tahun 2000... 40
9. Limpasan harian (mm) tiap penggunaan lahan di
DAS Cicatih tahun 2000 ... 41
10. Limpasan harian (mm) tiap Sub DAS di DAS Cicatih tahun 2000 ... 46
11. Imbuhan harian (mm) tiap penggunaan lahan di DAS Cicatih
tahun
2000... 52
12. Imbuhan harian (mm) tiap Sub DAS di DAS Cicatih tahun 2000... 57
13. Tabel nilai CN berdasarkan tipe penggunaan lahan dan
grup hidrologi tanah dari TR-55, USDA ... 63
14 Bilangan kurva (CN) aliran permukaan untuk berbagai komplek
tanah-penutup tanah (AMC = II; Ia = 0,2*S)... 68
15 Nilai bilangan kurva untuk AMC = I dan AMC = III... 70
16 Curah hujan bulanan stasiun DAS Cicatih tahun 1984-2006... 71
17 Deskripsi software CLIMGEN ... 79
18 Tampilan model CLIMGEN ... 81
19 Hasil bangkitan data hujan harian (mm) dari data hujan
bulanan dengan menggunakan
software
CLIMGEN ... 82
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan yang dapat diperoleh langsung dari atmosfer melalui hujan atau dari berbagai sumber di bumi melalui proses hidrologi yang kompleks. Semakin bertambahnya jumlah penduduk di bumi dengan didukung tumbuh dan berkembangnya sektor ekonomi dan sektor industri beserta prasarana pendukungnya telah memberikan tekanan yang berat terhadap ketersediaan sumberdaya air saat ini dan di masa mendatang. Konsekuensi yang jelas terjadi dari fenomena tersebut yaitu terjadinya penurunan produksi pertanian dan kompetisi antar pengguna air semakin bertambah sehingga menyebabkan kelangkaan air yang makin serius (Kite, 2000). Di negara-negara berkembang, kondisi tersebut semakin diperparah dengan maraknya konversi hutan alam yang tidak terkontrol. Pengaruh hidrologis yang terjadi yaitu dapat berupa terjadinya perubahan pada limpasan permukaan, erosi dan tingkat pengisian air bumi (Schulze, 2000). Dalam skala lokal, perubahan penutupan lahan memberikan efek yang cepat terhadap kondisi hidrologi lokal.
DAS Cicatih-Cimandiri yang kaya akan sumber mata air telah mengalami eksploitasi sumberdaya air akhir-akhir ini yaitu dengan menjamurnya industri air kemasan di DAS tersebut. Kajian tentang fungsi hidrologi DAS Cicatih telah diinisiasi Pawitan et al. (2004; 2006a; 2006b) untuk memberikan gambaran umum tentang kondisi biofisik dan sosial ekonomi DAS tersebut. Salah satu fungsi hidrologi DAS yaitu fungsi penyangga (Farida dan Noordwijk, 2004) yang akan merespon curah hujan yang terjadi menjadi bagian limpasan dan infiltrasi air tanah. Suatu DAS yang baik akan mampu meredam lonjakan fluktuasi aliran permukaan dan mampu menstabilkan besarnya aliran debit sungai sehingga ketersediaan air di musim kemarau terjamin.
Penelitian ini berusaha untuk melengkapi usaha-usaha yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan kajian tentang pengaruh penggunaan lahan terhadap imbuhan daerah aliran sungai (DAS). Dari literatur yang diperoleh, penggunaan lahan tanaman pertanian memberikan kontribusi yang besar terhadap
imbuhan DAS dari pada penggunaan lahan semak dan tegakan (Prych, 1998).
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung pengaruh penggunaan/tutupan lahan terhadap imbuhan daerah aliran sungai (DAS) di DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daur Hidrologi pada Skala DAS
Daur hidrologi adalah suatu proses pergerakan air secara kontinu dari atmosfer, kemudian dalam bentuk presipitasi jatuh ke bumi, melalui berbagai peristiwa dan proses masuk ke dalam saluran-saluran atau sungai-sungai mengalir kembali ke laut dan menguap kembali ke udara (Seyhan, 1990).
Air yang jatuh di permukaan tanah pada suatu DAS terpisah menjadi dua bagian. Pertama yaitu bagian yang mengalir di permukaannya yang disebut sebagai aliran permukaan dan seterusnya menjadi aliran di sungai. Aliran permukaan sebelum mencapai sungai/saluran tertahan di permukaan tanah dalam cekungan-cekungan dan sampai jumlah tertentu merupakan bagian air yang hilang karena proses infiltrasi. Kedua yaitu yang mengalir di bawah permukaan tanah menjadi aliran lateral yang disebut aliran bawah permukaan yang juga dapat mencapai sungai. Bagian lain dari air yang terinfiltrasi diteruskan sebagai air perkolasi yang dapat mencapai akuifer menjadi aliran airbumi. Air ini dapat juga mengalir ke sungai. Selain itu, aliran air sungai dapat juga berasal dari air hujan yang langsung jatuh di atasnya.
Siklus hidrologi (Gambar 1) merupakan suatu konsep pengantar yang bermanfaat dalam menggambarkan hubungan antara presipitasi dan aliran sungai. Pengertian konsep siklus hidrologi secara lebih luas dapat digunakan sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan DAS, misalnya dalam pengelolaan DAS (Asdak, 1995).
Gambar 1. Siklus hidrologi
(Sumber : www.usgcrp.gov)
2.2. Hidrograf Aliran Sungai
Hidrograf adalah suatu diagram yang menggambarkan variasi debit sungai atau tinggi muka air menurut waktu (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan. Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain.
Hidrograf sungai merupakan rekaman timeseries kondisi sungai (aliran sungai atau water level) pada suatu tempat pengukuran. Secara umum komponen hidrograf terdiri dari dua bagian, yaitu: (i)
quickflow, merupakan bentuk respon
langsung dari suatu kejadian hujan yang meliputi aliran permukaan (overland flow), aliran bawah permukaan (interflow) dan air hujan yang langsung masuk ke sungai
(direct precipitation) dan (ii) baseflow, yaitu
debit sungai yang berasal dari sumber alami. Dengan memahami pembagian tersebut, hidrograf sungai dapat juga untuk menyatakan respon hidrologi DAS dari suatu kejadian hujan. Jika dari suatu kejadian hujan memberikan respon yang cepat berupa banjir maka DAS dapat dikategorikan bermasalah yaitu dapat berupa
menurunnya fungsi penyangga dari suatu DAS (Farida dan Noordwijk, 2004).
Dengan adanya dua komponen hidrograf tersebut, hidrologis memberikan perhatian yang besar terhadap teknik separasi komponen tersebut tergantung pada konteks tujuannya. Tujuan pemisahan hidrograf antara lain untuk kalibrasi model, studi low flow (mis: Smakhtin, 2001), studi
instream flow, dan untuk menghitung
kapasitas penyangga DAS (mis: Farida dan Noordwijk, 2004). Wittenberg dan Sivapalan (1999) menggunakan teknik separasi baseflow untuk menghitung neraca
air groundwater yang meliputi kehilangan
evapotranspirasi, discharge air bumi, imbuhan air bumi dan cadangan air bumi. Xu et al. (2002) menggunakan teknik pemisahan hidrograf untuk mengkaji interaksi antara hidrogeomorfologi dengan
groundwater discharge di Afrika Selatan.
Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh banyak faktor. Suyono (1986) mengelompokkan faktor-faktor itu menjadi faktor-faktor tetap berupa faktor morfometri DAS (luas, bentuk, kelerengan DAS, pola jaringan sungai, kerapatan drainase, dan landaian sungai utama), dan faktor tidak tetap (curah hujan, laju infiltrasi, evapotranspirasi, dan tata guna lahan). Hidrograf debit adalah kurva yang menunjukkan variasi debit sesaat sebagai fungsi waktu, diukur pada outlet DAS.
Gambar 2. Komponen hidrograf satuan (Ward and Trimble, 2004)
Keterangan : A-B = waktu
D = lama curah hujan
tp = waktu puncak (waktu mulai terjadi aliran permukaan (run off) sampai terjadi puncak aliran)
tb = waktu dasar (panjang hidrograf satuan atau total waktu terjadi aliran)
tl = waktu keterlambatan (waktu dari setengah massa curah hujan sampai puncak langsung)
tr = waktu respon (waktu mulai hujan maksimum sampai puncak aliran)
Bentuk hidrograf yang berasal dari hujan tunggal berdurasi pendek yang jatuh di atas DAS mengikuti suatu bentuk umum. Pada Gambar 2 mengilustrasikan suatu komponen-komponen yang dapat diketahui dari kurva hidrograf.
2.3. Limpasan DAS (Q)
Limpasan merupakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah (surface flow) maupun di bawah permukaan tanah
(subsurface flow) yang menuju ke daerah
yang berelevasi lebih rendah (sungai, danau, laut) atau memiliki potensial air lebih rendah (Asdak, 1995). Limpasan berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air akan mengisi cekungan pada permukaan tanah. Ketika pengisian selesai, kemudian air mengalir di atas permukaan tanah dengan bebas. Konsep limpasan permukaan ini dikenal sebagai Hortonian
overland flow.
Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan DAS dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor yang berhubungan dengan curah hujan dan yang berhubungan dengan karakteristik morfologi DAS. Pengaruh dari curah hujan seperti lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan. Sedangkan pengaruh morfologi DAS terhadap limpasan permukaan antara lain; bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi, dan keadaan tataguna lahan. Limpasan permukaan juga dipengaruhi oleh faktor urbanisasi (Weng 2001), kekasapan permukaan (Helming et al., 1998; Govers et al. 2000), reforestasi (Lukey et al, 2000), curah hujan (Putty dan Prasad 2000) dan persentase penutupan tajuk (Croke et al,
1999). Kecepatan limpasan permukaan dikontrol oleh resistansi hidrolik permukaan tanah (Govers et al. 2000).
2.4. Imbuhan DAS (F)
Infiltrasi adalah proses perjalanan air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gaya gravitasi (gerakan air ke arah vertikal) (Asdak, 1995). Imbuhan DAS merupakan bagian dari infiltrasi tersebut. Imbuhan diartikan sebagai suatu proses penambahan air pada suatu sistem (Hadiwidjoyo et al., 1987). Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). Jadi imbuhan DAS dapat didefinisikan sebagai suatu
proses perjalanan air masuk ke dalam tanah yang mengakibatkan penambahan air pada sistem daerah aliran sungai. Pada suatu saat tertentu, nilai imbuhan adalah sama dengan nilai infiltrasi.
Setelah keadaan menjadi jenuh, sebagian dari air infiltrasi akan mengalir ke lapisan yang lebih dalam lagi sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : tekstur dan struktur tanah, kelembaban tanah awal, kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman serasah, serta vegetasi penutup tanah. Ada tiga proses yang terlibat dalam infiltrasi, antara lain :
1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
2. Tertampungnya air tersebut di dalam tanah.
3. Proses mengalirnya air tersebut ke lapisan yang lebih bawah, ke samping, atau kembali ke lapisan yang lebih atas.
Infiltrasi dipengaruhi oleh kekasapan permukaan (Govers et al., 2000). Kekasapan permukaan menentukan simpanan air pada permukaan tanah dan secara tidak langsung juga menentukan kapasitas infiltrasinya. Kekasapan permukaan tidak hanya berdampak pada jumlah limpasan sepanjang penurunan simpanan, tetapi juga berdampak pada volume dan laju infiltrasi. Beberapa eksperimen telah menunjukkan dampak dari kekasapan permukaan pada laju infiltrasi.
2.5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan dicirikan sebagai suatu rencana, aktifitas, dan peran yang dijalankan manusia pada beberapa tipe tutupan lahan untuk menghasilkan, mengubah, atau memeliharanya (Land cover
classification system, 2000). Penggunaan
lahan dapat diartikan juga sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia baik secara permanen atau siklik untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik material atau spiritual atau keduanya, dari sumber natural maupun artifaksial (hasil kecerdasan manusia) (Vink, 1975). Jadi secara lebih sederhana penggunaan lahan didefinisikan sebagai peran, tujuan, ataupun campur tangan manusia terhadap suatu lahan baik untuk dikelola maupun dipelihara.
Konsep dari penggunaan lahan biasanya dianggap sebagai suatu subjek
yang relatif stabil, dihubungkan dengan penggunaan suatu lahan pada suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Penggunaan lahan merupakan hasil dari perlakuan secara kontinu pada suatu daerah yang diciptakan antara ketersediaan sumberdaya dan kebutuhan manusia dan diperbuat atas dasar usaha manusia.
Beberapa sumberdaya seperti iklim dan relief tidak secara langsung responsif pada intervensi manusia, oleh karena itu cenderung stabil. Sumberdaya lain seperti vegetasi, air, dan tanah adalah sangat respon terhadap intervensi manusia dan membuat suatu perkembangan, kadang-kadang perkembangan yang berlebihan menuju arah degradasi.
2.6.Aplikasi Metode SCS
SCS (Soil Conservation Service, sekarang disebut sebagai Natural Resources
Conservation Service – NRCS) metode
runoff Curve Number (CN) adalah salah satu
dari metode paling populer untuk menghitung limpasan permukaan (USDA, 1986; Burges et al., 1998 di dalam Hong et al, 2007). Model SCS-CN memperkirakan kelebihan presipitasi sebagai fungsi dari presipitasi kumulatif, tipe tanah, tutupan lahan, dan kelembaban tanah. Tiga parameter terakhir kemudian dirata-ratakan menjadi sebuah parameter, yang disebut
Curve Number (CN). Pada metode SCS-CN
digunakan persamaan untuk mendefinisikan bagian dari curah hujan yang menjadi limpasan dan infiltrasi (Pers.1 dan 5).
Walaupun metode ini telah digunakan secara luas, SCS-CN dikritik sebagai suatu metode simpel untuk mensimulasi sistem hidrologi yang rumit (Ponce and Hawkins, 1996 di dalam Hong et al., 2007). Bagaimanapun, metode SCS-CN telah digunakan secara luas di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya dengan merasakan keuntungan dari metode ini, seperti simpel, dapat diprediksi, dan stabil. Karena tanggapannya pada faktor-faktor pembangkit limpasan utama seperti tipe tanah, penggunaan lahan dan kondisi permukaan, metode ini telah diterapkan dengan sukses untuk situasi mulai dari perhitungan limpasan yang sederhana, perkiraan perubahan penggunaan lahan, sampai simulasi kualitas air atau sistem hidrologi yang kompleks (Melesse et al., 2003; Mishra et al., 2005; Michel et al., 2005; Binh et al., 2006).
Baru-baru ini, teknik remote sensing telah ditingkatkan penggunaannya untuk menambah metode konvensional (seperti SCS-CN) untuk sejumlah besar daerah yang sulit diakses atau daerah yang kompleks. Pemanfaatan image dari remote sensing telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi bentuk permukaan lahan seperti topografi, jaringan sungai, tutupan lahan, vegetasi, dan lain-lain. Banyak peneliti telah menggunakan data remote sensing untuk mengestimasi CN (Weng, 2001; Melesse, 2003&2004).
2.7. Aplikasi GIS dalam Pemodelan Hidrologi
Perkembangan teknologi GIS terakhir sangat membantu dalam pemodelan hidrologi DAS. Yaitu dengan kemampuannya dalam menangkap
(capture), menampilkan, menyimpan,
mengolah, dan menganalisa data dari data titik ke data spasial. Teknik GIS memungkinkan untuk pemodelan hidrologi yang lebih akurat yaitu dengan kemampuannya mengakomodasi parameter-parameter hidrologi yang beragam (Melesse et al., 2003). Dengan penggabungan dan
overlay (tumpang tindih) informasi tanah
dan vegetasi, unit respon hidrologi dari suatu DAS menjadi lebih mudah ditentukan (Blaszczynki, 2003). Integrasi teknis GIS dalam pemodelan juga bermanfaat untuk simulasi data spasial dan time series secara simultan.
Aplikasi teknik GIS dalam pemodelan hidrologi sangat beragam tergantung dari tujuan yang hendak dicapai, dan prosesnya dapat dijelaskan dalam beberapa kategori tahapan. Weng (2001) menggunakan teknik GIS dalam dua tahapan besar untuk menghitung limpasan permukaan yaitu untuk menghitung parameter hidrologi dan untuk pemodelannya. Sedangkan Melesse et al. (2003) merinci menjadi empat tahapan. Tahapan yang dimaksud yaitu; (i) penghitungan input parameter untuk pemodelan hidrologi, (ii) pemetaan dan penampilan variabel hidrologi, (iii) tampilan permukaan daerah aliran sungai, dan (iv) identifikasi unit respon hidrologi.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Pada penelitian tentang ”Pengaruh penggunaan/tutupan lahan terhadap imbuhan daerah aliran sungai (DAS)”, daerah kajian meliputi Sub DAS Cicatih yang merupakan bagian dari DAS Cimandiri, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari bulan Maret – Juli 2007. Pengolahan data dan analisis dilaksanakan di
Laboratorium Hidrometeorologi, Dept.Geofisika dan Meteorologi – IPB serta
di Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.
3.2. Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan input data curah hujan harian dari 15 stasiun pengamat curah hujan selama 23 tahun dari 1984 – 2006 (dari PSDA Kabupaten Sukabumi), data debit sungai harian tahun 2000 (dari PLTA Ubrug, Kabupaten Sukabumi), peta penggunaan lahan tahun 2001 (diperoleh dari GEOTEK LIPI, Bandung), dan peta tekstur tanah (dari Puslitanak). Sedangkan alat yang digunakan yaitu seperangkat komputer yang dilengkapi dengan program Ms. Office, ArcView GIS 3.3, CLIMGEN, dan PCRaster
programming language.
3.3. Lokasi Penelitian
Sejak tahun 2004, DAS Cicatih-Cimandiri seluas 53.709 ha, yang terletak di Kab.Sukabumi, Jawa Barat dijadikan sebagai laboratorium lapang oleh Lab.Hidrometeorologi untuk kegiatan survey lapang, kunjungan lapang pengukuran, pengamatan, kalibrasi dan validasi model hidrologi. Tercatat di DAS ini telah dilakukan kajian unsur-unsur biofisik DAS antara lain; pemodelan limpasan spasial bulanan (Sofyan, 2004; Iqbal, 2006; Jonsen, 2006), pemodelan limpasan permukaan dengan metode SCS (Hidayat et al., 2006a; Taufik, 2006), pendugaan evapotranspirasi spasial (Hidayat et al., 2004), pengukuran infiltrasi lahan sawah (Gian, 2007). Untuk memperoleh data hidrometeorologi aktual DAS, pada tahun 2006 Lab.Hidrometeorologi bekerjasama dengan Balai Agroklimat dan Hidrologi, Deptan membangun stasiun AWS dan AWLR di mikro-DAS Cibojong yang merupakan bagian hulu DAS yang mengalirkan air dari Gunung Salak. Di
bagian hilir DAS terdapat bendungan PLTA Ubrug yang memanfaatkan air sungai Cicatih. Debit sungai Cicatih diamati dan diukur secara manual dengan menggunakan
stage gage. Tipe aliran sungai di DAS
Cicatih membentuk pola dendritik, yang dicirikan oleh banyaknya anak sungai kecil bergabung menjadi aliran dengan orde yang lebih tinggi, kemudian membentuk sungai utama.
Pada penelitian ini, daerah kajian hanya sampai pada outlet Ubrug dikarenakan analisis hidrograf menggunakan data debit yang tercatat pada outlet Ubrug. Jika menggunakan keseluruhan DAS, maka dianggap data debit tidak mewakili seluruh daerah kajian, sebagaimana yang pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Sofyan, 2004; Iqbal, 2006; Jonsen, 2006; Lina, 2007).
Gambar 3. Peta lokasi penelitian, stasiun curah hujan, stasiun debit, serta aliran sungai di DAS Cicatih
Tabel 1. Koordinat dan ketinggian stasiun curah hujan No Stasiun X-Koord Y-Koord Alt (m dpl)
1 Cipetir 106.67917 -6.87000 557 2 Cibunar 106.90194 -6.86833 723 3 Sinagar 106.80139 -6.85194 497 4 Ciraden 106.90083 -6.89778 632 5 Cicurug 106.76454 -6.77186 544 6 Cipeundeuy 106.84741 -6.91613 574 7 Pakuwon 106.72332 -6.82210 478
Tabel 2. Koordinat stasiun debit Stasiun Debit X Y Kebon Randu 696425 9234854 PLTA Ubrug 694209 9231653
Gambar 4. Peta penggunaan lahan tahun 2001
Gambar 5. Grafik persentase penggunaan lahan tahun 2001 di DAS Cicatih-Cimandiri
3.4. Metode
Analisis hidrologi dalam penelitian ini dilakukan secara spasial dan temporal harian untuk limpasan permukaan (Q) dan imbuhan (F) DAS dengan menggunakan teknik GIS berdasarkan pada tiap tipe penggunaan lahan dan sub-DAS. Diasumsikan bahwa penggunaan lahan tahun 2000 di DAS Cicatih tidak berubah saat tahun 2001. Selanjutnya untuk mengetahui efisiensi metode SCS dalam menduga limpasan permukaan, dalam penelitian ini dilakukan pemisahan baseflow
dari data debit harian dengan teknik filter. Dengan mengetahui besaran baseflow maka sumbangan terhadap debit sungai dari suatu kejadian hujan di dalam wilayah DAS dapat dikuantifikasi. Dalam laporan penelitian ini analisa tiap komponen hidrologi DAS Cicatih disajikan perbulan.
Adapun tahapan-tahapan dari penelitian ini secara lengkap disajikan dalam uraian selanjutnya.
a. Penyiapan data curah hujan
Tahapan dari proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemilihan tahun dan stasiun berdasarkan kelengkapan data pengamatan hujan harian. Dari tahapan ini dipilih tahun 2000 dan sebanyak tujuh stasiun pengamatan hujan di DAS Cicatih. Stasiun dimaksud yaitu: Ciraden, Cipeundeuy, Cibunar, Cipetir, Cicurug, Pakuwon dan Sinagar (Gambar 3).
2. Pengisian data kosong bulanan untuk stasiun-stasiun terpilih dengan menggunakan metode isohyet dalam software ArcView GIS. Menurut Asdak (2004) metode ini sesuai untuk pendugaan data hujan di wilayah dengan topografi bergunung. Teknik interpolasi yang digunakan yaitu IDW (Inverse
Distance Weighted). Hasil
pengisian data kosong dengan metode isohyet dan average curah hujan selama 23 tahun dapat dilihat pada Lampiran 16.
3. Proses lanjutan dari tahap 2 yaitu membangkitkan data hujan harian pada bulan-bulan kosong dengan input data hujan bulanan hasil dari tahap 2. Proses pembangkitan data hujan harian menggunakan
software CLIMGEN (Boer, 1999).
Software ini menggunakan bahasa
pemrograman Visual Basic. Program tersebut memungkinkan untuk membangkitkan data iklim harian (curah hujan, suhu maksimum, suhu minimum, radiasi dan evaporasi) pada suatu daerah mulai dari yang memiliki stasiun yang lengkap sampai ke yang tidak memiliki stasiun sama sekali. Deskripsi software CLIMGEN, tampilannya, dan hasil bangkitan data hujan harian dari data hujan bulanan hasil interpolasi dapat dilihat pada Lampiran 17,18, dan 19.
4. Tabulasi data hujan harian tahun 2000 untuk input pemodelan hidrologi. Tahapan ini juga meliputi penentuan AMC
(antecedent moisture condition)
yaitu jumlah curah hujan 5 hari sebelumnya. AMC adalah suatu indikator dari kebasahan dan ketersediaan dari simpanan kelembaban tanah sebelumnya sampai waktu puncak. Keadaan ini akan memberikan efek yang berbeda pada volume limpasan. Oleh karena itu, nilai CN perlu disesuaikan dengan kondisi AMC. NRCS (Natural Resources
Conservation Service-USDA)
menetapkan batasan total curah hujan lima hari sebelumnya sebagai acuan untuk menentukan nilai AMC (USDA, 2004) sebagaimana disajikan dalam Tabel 3. Penentuan AMC harian DAS yaitu dengan menghitung CH wilayah harian dengan teknik Poligon Thiessen
[image:30.595.323.519.611.716.2]dari 7 stasiun yang telah disiapkan sebelumnya (Gambar 6).
Tabel 3. Kategori AMC (Antecedent
Moisture Condition)
AMC
Jumlah total CH 5 hari sebelumnya (mm) Ket Jumlah hari Tahun 2000 AMC 1 <35.6 Kering 255 AMC 2 35.6 – 53.3 Normal 67 AMC 3 >53.3 Basah 44
b. Penyiapan peta spasial
Tahapan ini merupakan penyiapan peta dalam desktop ArcView GIS yang digunakan untuk pemodelan dengan metode SCS. Metode ini mampu menjelaskan pengaruh faktor penggunaan lahan, faktor tanah, faktor hidrologi tanah dan faktor pengelolaan lahan terhadap respon hidrologi DAS dari suatu kejadian hujan. Pengaruh faktor-faktor tersebut dicerminkan dalam bilangan yang dikenal dengan Curve
Number (McCuen, 1982; USDA, 2004).
Berdasarkan prosedur metode ini, nilai CN ditentukan pada tiap kombinasi penggunaan lahan dan kelompok hidrologi tanah.
Adapun tahapan pengolahan peta spasial dimaksud yaitu:
1. Delineasi outlet DAS dengan outlet yang baru di Bendungan PLTA Ubrug. Luas DAS yang baru yaitu 47.700 ha. Tabel 4 berikut menyajikan luasan tiap penggunaan lahan yang baru. Lahan sawah merupakan lahan dominan dengan menempati lebih dari ¼ luasan DAS. Hutan primer dan kebun campuran memberikan kontribusi sekitar 1/3 dari luasan DAS. Lahan ladang dan ilalang memberikan kontribusi hampir 1/3 dari luasan DAS diikuti lahan perkebunan yaitu kurang dari 4%.
2. Pembuatan poligon thiessen dengan tujuh stasiun terpilih. Stasiun-stasiun tersebut telah disebutkan di sesi penyiapan data curah hujan.
3. Penentuan grup hidrologi tanah berdasarkan nilai tekstur. Tekstur tanah biasanya mengacu pada jumlah fraksi tanah yang dikandungnya (Asdak, 1995). Grup hidrologi tanah berdasarkan nilai tekstur dijelaskan dalam USDA (2007) dan Rawls et al. (1982)
dalam Wanielista (1990). Tabel 5
dan Tabel 7 menyajikan klasifikasi hidrologi tanah berdasarkan tekstur serta deskripsi dari masing-masing grup hidrologi tanah.
4. Penentuan nilai CN berdasarkan penggunaan lahan dan grup hidrologi tanah. Tabel 6 menyajikan nilai CN yang digunakan USDA (1986). CN merupakan bilangan tidak berdimensi yang besarnya antara 1– 100 untuk menjelaskan kompleksitas kombinasi pengaruh penggunaan lahan, praktek pengolahan lahan, dan persentase tutupan lahan dengan grup hidrologi tanah. Rata-rata nilai CN untuk tiap LU di DAS Cicatih telah disajikan pada Tabel 4.
[image:31.595.138.468.550.741.2]5. Seluruh peta yang dihasilkan dari tahapan ini kemudian dirubah ke format spasial dengan ukuran grid 90 m. Lalu tiap peta spasial yang diperoleh kemudian di konversi ke format ASCII file.
Tabel 4. Luas dan nilai CN tiap penggunaan lahan tahun 2001
Penggunaan Lahan Luas (Ha) % Luas CN
Hutan Primer 8491.37 17.80 62.01 Hutan Sekunder 30.69 0.06 60.96 Kawasan Pertambangan 159.92 0.34 87.75 Zona Industri 29.16 0.06 85.98 Kebun Campuran 8131.38 17.05 75.54
Ladang 7653.35 16.04 83.64
Ilalang 6962.15 14.60 72.76
Perkebunan 1777.95 3.73 69.84
Permukiman 928.54 1.95 84.00
Sawah 13475.44 28.25 76.78
Tubuh Air 38.60 0.08 100.00
Tanah Kosong 21.96 0.05 74.41
47700.51 - 75.18
Total
Gambar 6. Peta poligon thiessen dari tujuh stasiun terpilih
Tabel 5. Klasifikasi grup hidrologi tanah berdasarkan tekstur
No Tekstur Tingkat infiltrasi minimum (fc) (in./hr)1
Grup Hidrologi Tanah1
1 Pasir 8.27 A
2 Pasir berlempung 2.41 A
3 Lempung berpasir 1.02 B
4 Lempung 0.52 B
5 Lempung berdebu 0.27 C
6 Lempung liat berdebu 0.17 C
7 Lempung berliat 0.09 D
8 Lempung liat berdebu 0.06 D
9 Liat berpasir 0.05 D
10 Liat berlempung 0.04 D
11 Liat 0.02 D
1 sumber: Rawls et al., 1982
Gambar 7. Peta tekstur tanah DAS Cicatih – outlet Ubrug
Tabel 6. Nilai CN berdasarkan tipe penggunaan lahan dan grup hidrologi tanah
Grup Hidrologi Tanah Sumber dalam TR-55 Penggunaan
Lahan A B C D
30 55 70 77 Woods, hydrologic condition: good
Hutan Primer
Hutan Sekunder 36 60 73 79 Woods, hydrologic condition: fair Kawasan
Pertambangan 81 88 91 93 Urban district; industrial Zona Industri 81 88 91 93 Urban district; industrial
57 73 82 86 Woods-grass combination, hydrologic condition poor Kebun Campuran
72 81 88 91 Row crops; straight row, hydrologic condition; poor Ladang
Ilalang 49 69 79 84 Pasture, hydrologic condition: fair Perkebunan 45 66 77 83 Woods, hydrologic condition: poor Permukiman 77 85 90 92 Residential district; 1/8 acre or less
65 76 84 88 Small grain; straight row, hydrologic condition: poor Sawah
Tubuh Air 100 100 100 100 -
Tanah Kosong 49 69 79 84 Open space: fair condition
[image:33.595.119.502.94.554.2]Gambar 8. Peta klasifikasi hidrologi tanah di DAS Cicatih
Tabel 7. Deskripsi grup hidrologi tanah
Grup Deskripsi karakteristik tanah
Tingkat infiltrasi minimum
(mm/hr)
A Tanah dengan potensi runoff terkecil. Pasir yang
tebal dengan sedikit lempung dan liat. 8 - 12
B
Tanah dengan potensi runoff rendah. Umumnya tanah berpasir tapi lebih kecil dari A. Tingkat infiltrasi diatas rata-rata selama pembasahan.
4 - 8
C Tanah dengan potensi runoff moderat. Infiltrasi
dibawah rata-rata. 1 - 4
D Tanah dengan potensi runoff tertinggi dan
persentase kandungan liat terbanyak. 0 - 1
c. Pemodelan spasial dinamik
Untuk menentukan jumlah limpasan dan imbuhan harian sebagai respon dari suatu kejadian hujan, maka dibuat suatu pemodelan spasial dinamik harian dengan menggunakan PCRaster programming
language. Input data yang diperlukan yaitu
berupa tabulasi data curah hujan dengan format *.tss dan peta-peta spasial dengan format raster yang meliputi peta; penggunaan lahan, CN, poligon thiesen, batas DAS dengan outlet ubrug, dan Sub-DAS. Adapun tahapan penghitungan model dapat diuraikan dalam penjelasan berikut:
1. Penghitungan limpasan permukaan dengan metode SCS dengan rumus berikut: S P S P Q * 8 . 0 ) * 2 . 0 ( 2 + − = ... (1) Simbol mewakili curah hujan harian (mm), adalah limpasan permukaan harian (mm) dan menyatakan kapasitas simpan maksimum. Pemodelan ini akan menghitung limpasan permukaan sebagai fungsi produksi hujan jika curah hujan melebihi nilai yaitu sebesar .
P
Q
S
Ia
0
.
2
*
S
Nilai ditentukan dengan persamaan berikut:
S
254
25400
−
=
CN
S
...(2)Nilai Curve Number (CN) untuk DAS yang memiliki lebih dari satu tipe penggunaan lahan, perlakuan, atau tipe tanah bisa didapat dengan melakukan pembobotan tiap nilai CN berdasarkan persentase luasan penggunaan lahan tersebut. Misalnya : Dalam suatu DAS terdapat lima tipe penggunaan lahan, yaitu sawah, pemukiman, hutan, zona industri, dan tubuh air. Nilai CN terbobot didapat dengan :
CN terbobot = (CNsawah*%luas sawah) + (CNpemukiman*%luas
pemukiman) + (CNhutan*%luas hutan) +
(CNzona industri*%luas zona industri) + (CNtubuh air*% luas tubuh air)
Nilai bervariasi antara 1 – 100 yang mencerminkan karakteristik DAS seperti: (1) tipe tanah, (2) penggunaan lahan dan perlakuannya, (3) kondisi air tanah. Volume limpasan yang dihitung tanpa menyesuaikan nilai berdasarkan AMC akan menyebabkan model over atau under
prediksi. Oleh karena itu nilai
CN
harus disesuaikan dengan persamaan berikut (Chow et al., 1988):CN
CN
4.2*
10 0.058*
II I IICN
CN
CN
=
−
...(3) II II IIICN
CN
CN
*
13
.
0
10
*
23
+
=
...(4)2. Setelah memperoleh nilai , imbuhan ( ) dihitung berdasarkan metode neraca air SCS dengan menggunakan persamaan berikut:
Q
F
Q F IP= a+ + ...(5)
Ia (Initial abstraction) adalah volume hujan
awal, merupakan fungsi dari penggunaan lahan, intersepsi, infiltrasi, depression
storage dan AMC (McCuen, 1982). Nilai Ia
bervariasi dari 0 hingga 0.3 (USDA-SCS, 1986), untuk kondisi rata-rata, nilai Ia adalah sebesar 0.2 S.
Dari running model spasial dinamik harian tersebut diperoleh peta spasial harian dan data tabular limpasan dan imbuhan berdasarkan penggunaan lahan dan sub-DAS. Detil tentang script model ada dalam Lampiran 4. Selanjutnya hasil yang diperoleh tersebut dianalisa secara bulanan.
d. Pemisahan hidrograf harian
Baseflow didefinisikan sebagai
aliran sungai yang berasal dari storage alami. Secara umum teknik analisis baseflow
dapat dikelompokkan menjadi 3; pemisahan
baseflow, analisis frekuensi, dan analisis
resesi. Kajian ini akan menganalisa baseflow
DAS Cicatih dengan teknik pemisahan hidrograf untuk data debit harian tahun 2000. Teknik pemisahan hidrograf digunakan untuk memisahkan baseflow dari hidrograf dengan membuang quickflow dari
slowflow (Smakhtin, 2001a). Teknik
pemisahan baseflow berkembang tergantung dari konteks penggunaanya mulai dari pemisahan dalam skala waktu menit,
jaman, harian, dan bahkan bulanan dan musiman. Metode yang umum untuk pemisahan baseflow yaitu metode grafik yang fokus pada pendefinisian titik dimana
baseflow interseksi dengan rising dan falling
limb, atau metode filter yang menggunakan seluruh data debit untuk menurunkan
baseflow. Teknik yang terakhir disebut
sering digunakan untuk memisahkan
baseflow dari debit sungai dalam data kurun
waktu yang panjang. Dalam penelitian ini pemisahan baseflow menggunakan algoritma
Lyne dan Hollick (Nathan dan McMahon,
1990) sebagai berikut:
( ) ( )
(
( ) ( ))
2
1
1 1α
α
+
−
+
=
f i− i i−i
f
Q
Q
Q
Q
...(6)
Q(i) adalah debit pada hari ke-i
Qf(i) adalah nilai quickflow untuk hari ke-i
Q(i-1) adalah data debit pada hari i-1
α, parameter filter yang besarnya yaitu 0.925
Selanjutnya nilai baseflow dihitung sebagai selisih antara debit dengan quickflow pada hari ke-i (
Q
b=
Q
−
Qf
).Quickflow adalah tanggapan langsung
terhadap kejadian hujan termasuk aliran di atas tanah (overland flow), pergerakan lateral pada profil tanah (interflow) dan curah hujan yang jatuh langsung pada permukaan aliran atau presipitasi langsung. Dalam kajian ini juga penting untuk mengetahui rasio antara baseflow dengan debit total yang dikenal sebagai baseflow
index. Baseflow index (BFI) merupakan
indikator yang bagus untuk mengkaji pengaruh geologi terhadap low flows
(Smakhtin, 2001b).
e. Pengujian model SCS
Mishra et al. (2005) menyatakan bahwa untuk evaluasi dari tampilan model, error akar dari rata-rata dikuadratkan (RMSE) dapat diambil sebagai suatu index identifikasi dari variasi antara nilai perhitungan dan observasi limpasan permukaan. Persamaannya yaitu :
2 1 1
(
)
N i iRMSE obs scs
N =
Q
Q
=
∑
−
…...(7)dimana Qobs adalah limpasan permukaan
hasil pengamatan (mm) sedangkan QSCS
adalah limpasan permukaan hasil
perhitungan (mm). N adalah angka total dari kejadian limpasan permukaan dan i adalah integer dari 1 sampai N.
Semakin tinggi nilai RMSE, maka semakin buruk tampilan model. Sebaliknya, semakin rendah nilai yang ditunjukkan RMSE, maka semakin baik tampilan model. RMSE bernilai nol mengindikasikan pendekatan model terbaik.
Selain itu, pengukuran tampilan model untuk mengkarakterisasi kecocokan antara hidrograf hasil observasi dan model, dapat juga menggunakan koefisien efisiensi E (Nash and Sutcliffe, 1970). Koefisien efisiensi E didefinisikan sebagai:
2 1 2 1 ( ) 1 ( ) n i n i Qobs Qscs E Qobs Qobs = = ⎡ − ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ = − ⎢ − ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦
∑
∑
………….(8)Koefisien efisiensi E biasa digunakan untuk mengukur tampilan model hidrologi dan ilmu tanah. Nilai E berkisar antara 0 sampai 1, dengan nilai maksimal E sebesar 1 artinya hasil simulasi sempurna dibandingkan pengukurannya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hidrologi Daerah Kajian
Pola curah hujan DAS Cicatih mengikuti pola monsunal (Gambar 9). Begitu pula halnya dengan tahun 2000 yang merupakan tahun observasi data penelitian. Puncak hujan bulanan pada tahun ini terjadi pada bulan November sebesar 389 mm dan curah hujan terendah adalah pada bulan Juli yaitu sebesar 69 mm. Tahun 2000 merupakan tahun dengan curah hujan rendah (Gambar 12). Total curah hujan tahunan yaitu sekitar 2245 mm, sedangkan curah hujan tahunan selama 23 tahun rata-rata dari tujuh stasiun di DAS Cicatih menunjukkan nilai mencapai 2641 mm/tahun.
Seperti data curah hujan, data debit bulanan tahun 2000 juga menunjukkan pola musiman yang jelas (Gambar 10). Debit maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 1606,43 m3/s (291 mm) dan terendah pada bulan Agustus sebesar 477.06 m3/s (86,41 mm). Sebagai respon dari kejadian hujan, data debit terukur pada bulan-bulan tertentu tidak sinkron dengan jumlah asupan curah hujan DAS. Hal ini
dapat dikenali dari Gambar 10 untuk bulan Maret, Juni, dan Oktober. Sebagai contoh, total debit bulan Maret seharusnya lebih besar dari bulan Februari dan Bulan April karena pada bulan Maret asupan curah hujan lebih tinggi, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Pencatatan data curah hujan dan data debit yang kurang akurat dapat menjadi salah satu faktor penyebab.
Keadaan tersebut juga bisa dilihat pada Gambar 11 yang merupakan sajian perbulan dari curah hujan harian dan debit harian DAS Cicatih pada tahun 2000. Untuk bulan-bulan tertentu seperti Januari, April, dan Mei, terdapat hari dimana curah hujan harian menurun tetapi debit harian menjadi meningkat atau sebaliknya. Gambar 11 juga memperlihatkan bahwa DAS Cicatih masih memiliki fungsi hidrologis yang baik. Misalnya pada bulan Agustus, walaupun curah hujan harian bernilai nol, tetapi debit tetap stabil.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
B ul an
Ra t a - Ra t a CH se la ma 23 t a hun CH t a hun 2000
Gambar 9. CH bulanan rata-rata dari 7 stasiun di DAS Cicatih
0 100 200 300 400 500 600 700
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
C
H
(
m
m
/bl
n)
0 100 200 300 400 500 600 700
D
e
bi
t (
m
m/b
ln)
[image:36.595.120.300.350.638.2]CH Debit
Gambar 10. Grafik curah hujan dan debit bulanan (mm) tahun 2000
Januari 0 5 10 15 20 25 Tanggal CH ( m m /h a ri ) 0 5 10 15 20 25 De b it (mm/ h a ri ) CH Debit Februari 0 10 20 30 40 Tanggal C h ( mm/ ha ri 0 10 20 30 40 D e bi t (mm /ha ri ) CH ) Debit April 0 5 10 15 20 25 Tanggal CH ( m m /h a ri 0 5 10 15 20 25 D e bi t (m m /h a ri ) ) CH Debit Juni 0 5 10 15 20 25 30 Tanggal C H ( mm/ ha ri 0 5 10 15 20 25 30 D e b it (m m /ha ri ) ) CH Debit Juli 0 5 10 15 20 Tanggal CH ( m m /h a ri ) 0 5 10 15 20 De b it (m m /h a ri ) CH Debit Agustus 0 5 10 15 20 Tanggal CH ( m m /h a ri 0 5 10 15 20 D e bi t (m m/ h a ri ) ) CH Debit September 0 5 10 15 20 Tanggal CH ( m m /h a ri ) 0 5 10 15 20 D e bi t ( mm/ ha ri ) CH Debit Oktober 0 2 4 6 8 10 12 14 Tanggal CH ( m m /h a ri 0 2 4 6 8 10 12 14 D e bi t ( m m /ha ri )
) CHDebit
November 0 10 20 30 40 50 Tanggal CH (m m /h a ri ) 0 10 20 30 40 50 De b it (m m /h a ri ) CH Debit Desember 0 5 10 15 20 25 Tanggal CH ( m m /h a ri 0 5 10 15 20 25 D e bi t ( m m /ha ri )
) CHDebit
Maret 0 10 20 30 40 Tanggal CH ( m m /h a ri ) -5 5 15 25 35 D e bi t (m m /h a ri ) CH Debit May 0 5 10 15 20 Tanggal C H ( mm/ h a ri ) 0 5 10 15 20 D e b it (mm /h a ri ) CH Debit
Gambar 11. Tampilan perbulan dari curah hujan harian dan debit harian di DAS Cicatih tahun 2000
[image:37.595.116.508.81.741.2]Tabel 8. Curah hujan bulanan rata-rata (mm) selama 23 tahun (1984 – 2006) di DAS Cicatih. (Sumber: PSDA Kabupaten Sukabumi)
NO Stasiun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jumlah 1 Ciraden 276 229 266 251 193 138 95 59 75 158 321 268 2329 2 Cipeundeuy 315 236 311 276 200 128 86 54 97 169 297 310 2481 3 Cibunar 264 221 282 215 181 151 105 53 92 191 317 241 2313 4 Cipetir 317 275 354 286 248 115 112 91 135 219 347 355 2853 5 Cicurug 341 293 330 274 230 170 128 119 189 241 368 304 2987 6 Pakuwon 300 282 296 272 208 151 116 86 139 245 352 301 2749 7 Sinagar 330 265 297 310 223 146 101 83 143 224 335 319 2775
Rata-rata 306 257 305 269 212 143 106 78 124 207 334 300 2641
Tabel 9. Parameter biofisik DAS Cicatih
Parameter biofisik DAS m3 mm Keterangan
Luas DAS - - 47.700,51 ha
Debit harian
Debit harian max Debit harian min Debit harian rata-rata
121,78 8,00 31,10
22,06 1,45 5,63
10 Des 2000 26 Agus 2000 -
Debit bulanan
Debit bulanan max Debit bulanan min
1606,73 477,06
291,03 86,41
Januari Agustus
Debit tahunan 11.383,33 2.061,86 -
CH bulanan
CH bulanan max CH bulanan min
- -
389,94 69.00
November Juli
CH tahunan - 2.245,48 -
Koefisien Runoff (Debit/CH) - - 0.92
1 5 0 0 1 7 0 0 1 9 0 0 2 1 0 0 2 3 0 0 2 5 0 0 2 7 0 0 2 9 0 0 3 1 0 0 3 3 0 0 3 5 0 0
1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6
[image:38.595.116.501.83.174.2]T a h u n
Gambar 12. Grafik curah hujan tahunan rata-rata dari 7 stasiun di DAS Cicatih.
[image:38.595.116.503.274.398.2] [image:38.595.105.493.465.643.2]4.2. Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Q dan F
Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap fungsi hidrologi DAS yaitu dalam kajian ini berupa limpasan dan imbuhan DAS. Dari penghitungan dengan metode SCS diperoleh besar limpasan dan imbuhan DAS Cicatih tahun 2000 berturut-turut sebesar 398 mm dan 560 mm. Penggunaan lahan dengan campur tangan manusia (disturbed) seperti lahan sawah dan lahan ladang memberikan kontribusi limpasan permukaan yang lebih besar dari pada lahan alami. Lahan sawah memberikan kontribusi terhadap limpasan DAS terbesar yaitu sebesar 30% dari total limpasan DAS (sekitar 119 mm). Dengan % luasan yang hampir sama (lihat Tabel 4, sesi
Penyiapan peta spasial) bahkan lebih besar
dari lahan ladang; lahan kebun campuran; dan lahan ilalang, lahan hutan memberikan kontribusi yang kecil terhadap limpasan total DAS yaitu sebesar 6% (sekitar 24mm). Sedangkan lahan ladang menyumbang sekitar ¼ dari limpasan total DAS (100 mm), diikuti lahan kebun campuran dan lahan ilalang masing-masing sebesar 18% (73 mm) dan 13% (51 mm). Gambar 13 memberikan gambaran persentase kontribusi tiap penggunaan lahan terhadap limpasan total. Untuk kategori lain, perkebunan memberikan kontribusi sekitar 3.12% dan pemukiman sekitar 2.84%, serta kontribusi yang sangat kecil dari lahan tanah kosong, kawasan tambang, zona industri, hutan sekunder dan tubuh air.
Untuk imbuhan DAS, urutan penyumbang imbuhan tiap tipe penggunaan lahan sama dengan urutan penyumbang limpasan yaitu lahan sawah menyumbang 29% (163 mm), lahan ladang dan lahan kebun campuran berkontribusi sekitar 40% dari imbuhan total (221 mm), lahan ilalang berkontribusi sebesar 15%, diikuti lahan hutan primer yang memberikan kontribusi kurang dari 10% (Gambar 13).
Lahan sawah selalu menempati urutan pertama baik dalam memberikan kontribusi limpasan maupun imbuhan DAS. Keadaan ini lebih disebabkan oleh persentase luasannya yang melebihi seperempat luas DAS Cicatih (Tabel 4). Lagipula lahan sawah pada waktu-waktu tertentu berada dalam kondisi tergenang, sehingga cenderung melimpaskan air yang jatuh diatasnya.
4.3. Distribusi Spasial dan Temporal Q dan F
Distribusi spasial limpasan (Q) dan imbuhan (F) DAS Cicatih disajikan pada Gambar 14. Limpasan tertinggi sebesar 2611 mm terjadi pada tubuh air dan terendah sebesar 137 mm pada hutan primer. Tubuh air memang cenderung untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya. Sedangkan pada hutan primer, serasah serta materi organik yang terdapat di dalamnya memberikan pengaruh besar dalam menghambat limpasan.
Imbuhan tertinggi DAS Cicatih yaitu sebesar 807 mm pada zona industri dan terendah adalah pada tubuh air yang nilainya mendekati nol. Zona industri pada penggunaan lahan tahun 2001 di DAS Cicatih adalah interpretasi dari daerah-daerah yang didominasi oleh perusahaan air kemasan. Tingginya imbuhan pada kawasan ini disebabkan oleh banyaknya airbumi yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi. Sehingga untuk menyeimbangkan kembali jumlah airbumi yang tersedia, maka dibutuhkan imbuhan yang lebih banyak.. Luasan dari penggunaan lahan tubuh air sangat kecil, hanya 0,08% dari luas total DAS. Tubuh air juga berperilaku seperti penggunaan lahan sawah dikarenakan kondisinya yang sering digenangi. Maka pada tampilan neraca air metode SCS untuk tiap penggunaan lahan, tubuh air digabung pada penggunaan lahan sawah.
Untuk peta distribusi spasial bulanan Q dan F berturutan di Lampiran 5 dan Lampiran 6.
Secara temporal (Gambar 15), limpasan tertinggi terjadi pada bulan November dan terendah pada bulan Mei. Imbuhan tertinggi terjadi bulan November dan terendah adalah pada bulan Juli. Keadaan ini bisa dikatakan wajar, karena curah hujan paling tinggi juga terjadi pada bulan November yaitu sekitar 389 mm. Pada saat tanah telah sampai pada titik jenuh, maka curah hujan yang terjadi akan menjadi limpasan. Intensitas hujan yang tinggi yang melebihi laju infiltrasi juga mengakibatkan sebagian besar curah hujan berubah menjadi limpasan. Sedangkan pada bulan Mei, curah hujan memang cukup rendah, akan tetapi curah hujan terendah adalah pada bulan Juli yang berdampak pada menurunnya jumlah imbuhan.
[image:40.595.155.467.276.443.2]
Gambar 13. Persen