• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUMLAH SEL MONOSIT SETELAH PAPARAN RADIASI SINAR-X DARI RADIOGRAFI PERIAPIKAL SECARA IN VIVO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JUMLAH SEL MONOSIT SETELAH PAPARAN RADIASI SINAR-X DARI RADIOGRAFI PERIAPIKAL SECARA IN VIVO"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

i

JUMLAH SEL MONOSIT SETELAH PAPARAN RADIASI SINAR-X DARI

RADIOGRAFI PERIAPIKAL SECARAIN VIVO

SKRIPSI

Oleh: Syah Banun NIM 101610101054

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

(2)

ii

JUMLAH SEL MONOSIT SETELAH PAPARAN RADIASI SINAR-X DARI RADIOGRAFI PERIAPIKAL SECARAIN VIVO

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan Program Studi Kedokteran Gigi (S1)

dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: Syah Banun NIM 101610101054

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

(3)

iii

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan untuk: 1. Allah SWT;

2. Mama tercinta dan abah, juga kakak saya dan adik-adik saya;

(4)

iv MOTO

Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya (Ali Bin Abi Thalib)

Sungguh bersama kesukaran dan keringanan. Karna itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan, berharaplah. (Q.S Al Insyirah : 6-8)

(5)

v

PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : Syah Banun

NIM : 101610101054

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul Jumlah Sel Monosit Setelah Paparan Radiasi Sinar-X dari Radiografi Periapikal Secara In Vivo adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada institusi manapun serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus saya junjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 05 Januari 2015 Yang menyatakan,

(6)

vi SKRIPSI

JUMLAH SEL MONOSIT SETELAH PAPARAN RADIASI SINAR-X DARI

RADIOGRAFI PERIAPIKAL SECARA INVIVO

Oleh: Syah Banun NIM 101610101054

Pembimbing:

(7)

vii

PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Jumlah Sel Monosit Setelah Paparan Radiasi Sinar-X dari Radiografi Periapikal Secara In Vivo” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember pada:

Hari : Senin

Tanggal : 5 Januari 2015

Tempat : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Tim Penguji

(8)

viii RINGKASAN

Jumlah Sel Monosit Setelah Paparan Radiasi Sinar-X dari Radiografi Periapikal SecaraIn Vivo; Syah Banun; 101610101054; 2014; 60 halaman; Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Pemeriksaan radiografi di Kedokteran Gigi merupakan alat bantu yang sangat penting dalam menunjang diagnosa, penunjang perawatan, dan evaluasi hasil perawatan. Pemeriksaan radiografi di kedokteran gigi menggunakan sumber radiasi sinar X. Sinar X merupakan salah satu bentuk dari radiasi ionisasi yang mempunyai dampak negatif yang tidak selalu dapat dihindari. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh paparan radiasi sinar X dosis tunggal dan ulangan dari radiografi periapikal terhadap jumlah sel monosit.

Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris eksperimental in vivo dengan dengan rancangan penelitian the post test only control group design. Penelitian dilakukan pada bulan November 2014. Besar sampel adalah 18 mencit, mencit berjenis kelamin jantan, berat badan 20-25 gram, umur 3-4 bulan, dan sehat. Sampel penelitian dibagi menjadi 3 kelompok secara random yaitu kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan pertama (P1) yaitu kelompok yang dipapar radiografi periapikal 1 kali dengan dosis 1,54 mGy, dan kelompok perlakuan kedua (P14) yaitu kelompok yang dipapar radiografi periapikal 14 kali dengan interval 1 menit dengan dosis 1,54 mGy. Pemaparan hewan coba diarahkan ke daerah sumsum tulang belakang, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel darah dari jantung setelah 24 jam dari pemaparan radiasi, kemudian sampel darah dibuat hapusan. Penghitungan jumlah monosit dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x oleh 3 pengamat dan hasil dari pengamatan dari ketiganya dirata-rata. Data hasil penelitian dilakukan uji statistikone-way anovadanLeast Significance Different(LSD)dengan α = 0,05.

(9)

ix

Pada uji LSD juga menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok P1, kelompok kontrol dengan kelompok P14, dan kelompok P1 dengan kelompok P14. (p<0,05).

(10)

x PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Jumlah Sel Monosit Setelah Paparan Radiasi Sinar-X dari Radiografi Periapikal Secara In Vivo. Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Kedokteran Gigi (S1) dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Banyak sekali hambatan yang penulis alami dalam pembuatan skripsi ini, tetapi berkat dukungan dari berbagai pihak maka penulis bersyukur pada akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. drg. Hj. Herniyati, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember;

2. drg. Sonny Subiyantoro, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Utama dan drg. Supriyadi, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan serta bimbingan sejak awal hingga selesainya skripsi ini;

3. Prof. drg. Mei Syafriadi, MD. Sc., Ph.D, selaku Dosen Penguji Ketua dan drg. Dyah Setyorini, M.kes, selaku Dosen Penguji Anggota yang telah memberikan sumbangan pikiran dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini;

4. Kedua orang tuaku tercinta, abah Muhammad Hasan dan mama Aminah, yang tidak pernah lelah memberikan doa tulus, cinta, kasih sayang, perhatian, kekuatan, semangat, dan dukungan baik moral maupun material;

(11)

xi

6. Keluarga besar dari Ummik Zainab, Ummik Nur, Halati, Hale, Amati, dan semuanya;

7. Sahabat-sahabatku “Genggong” (Karina, S.KG, Pinayungan, S.KG, Haninah, S.KG, Zevanya, S.KG, Yasin, S.KG, Simon, S.KG, Mochammad Reza, S.KG, Pandika, S.KG, Riangga, S.KG) terima kasih sudah menjadi teman yang mau menemani di saat sedih, memberikan semangat, dan dukungan penuh;

8. Teman-teman FKG angkatan 2010, terima kasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini, lanjutkan perjuangan kita kawan;

9. Teman-Teman Kos Mastrip “Sisterhood65” (Windi Sanusi, Nurmalitasari, dan Defitri) terima kasih atas kasih sayang, dukungan, dan semangatnya;

10. Kakak-kakak tingkat dan adik-adik tingkat yang selalu memberikan masukan, dukungan dan berbagi pengalaman;

11. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember;

12. Serta seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

(12)

xii

2.5 Efek Biologis Radiasi Ionisasi pada Tingkat Seluler...12

2.6 Mencit (Mus Musculus L)...19

(13)

xiii

2.8 Kerangka Konseptual Penelitian...22

2.9 Hipotesis...23

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN...24

3.1 Jenis Penelitian, Tempat, dan Waktu Penelitian...24

3.2 Variabel penelitian...25

3.2.1 Variabel Bebas...25

3.2.2 Variabel Terikat...25

3.2.3 Variabel Terkendali...25

3.3 Definisi Operasional...25

3.3.1 Paparan tunggal radiasi sinar X dari radiografi periapikal ...25

3.3.2 Paparan ulangan radiasi sinar X dari radiografi periapikal...26

3.3.3 Interval waktu paparan...26

3.3.4

Pengambilan Darah Mencit...26

3.3.5 Jumlah Monosit...26

3.4 Sampel, Kriteria Sampel Penelitian, dan Besar Sampel ...26

3.4.1 Sampel Penelitian...26

3.6.1 Persiapan Hewan Coba...29

3.6.2 Pengelompokan Hewan Coba...29

3.6.3 Fiksasi Hewan Coba...29

3.6.4 Pemaparan Radiasi...30

3.6.5 Pengambilan Sampel Darah...30

(14)

xiv

3.6.7 Analisa Data...33

3.7 Bagan Alur Penelitian ...34

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...35

4.1 Hasil Penelitian...35

4.2 Pembahasan...38

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...42

5.1 Kesimpulan...42

5.2 Saran ...42

DAFTAR PUSTAKA ...43

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Komponen Leukosit ...9

4.1 Hasil Penghitungan Rata-Rata Jumlah Monosit pada Pengamatan 24 jam Setelah Paparan Radiasi Sinar X dari Radiograf Periapikal...36

4.2 Hasil Uji normalitas menggunakan UjiKolmogorov-Smirnov...37

4.3 Hasil Uji Homogenitas menggunakanLevene-Statistic...37

4.4 Hasil UjiOne-Way Anovapada Kelompok Kontrol dan Perlakuan...38

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Gambaran sel normal monosit ...10

2.2 Proses hematopoiesis ...12

2.3 Skema efek radiasi terhadap tubuh ...14

2.4 Grafik tingkat dan derajat perubahan sel darah untuk waktu yang berbeda ...15

2.5 Kerangka konseptual penelitian ...22

3.1 Skema rancangan penelitian...24

3.2 Alur penelitian...34

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. Foto Alat Penelitian...48

B. Foto Proses Penelitian ...51

C. Lembar Kelaikan Etik Penelitian...53

D. Hasil Penelitian...55

(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiografi adalah satu-satunya cara visual untuk mendapatkan data klinis tentang gigi dan jaringan periapikal (Grossman., 1998). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran membuat pemeriksaan radiografi telah menjadi salah satu alat diagnostik utama di bidang Kedokteran Gigi. Pemeriksaan radiografi di Kedokteran Gigi digunakan sebagai alat bantu penunjang diagnosa, penunjang perawatan dan evaluasi hasil perawatan. Satu film radiografi periapikal pada umumnya dapat menunjukkan beberapa gigi (2-4 gigi) dan jaringan periapikal disekitarnya, untuk pemeriksaan seluruh gigi atau seluruh rongga mulut secara normal, paling sedikit sebanyak 14 film yaitu satu buah film masing-masing untuk gigi insisivus sentral rahang atas dan rahang bawah, satu buah film masing-masing digunakan keempat gigi insisivus lateral dan kaninus, empat buah film untuk gigi premolar dan molar (Suharjo dan Sukartini., 1994; Whaites., 2003).

(19)

Kerusakaan sel akibat radiasi ionisasi berasal dari efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung terjadi pada DNA, RNA, protein, dan enzim. Apabila partikel-partikel ionisasi berinteraksi langsung dengan DNA maka dapat menyebabkan kehilangan salah satu ikatan kimianya yaitu salah satu rantai fosfat gula akan putus. Efek tidak langsung berasal dari radiolisis molekul air sehingga menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat merusak dinding sel DNA dan protein (Edwards et al., 1990). Semua sel yang tidak memiliki tingkat sensitivitas yang sama terhadap radiasi ionisasi. Sel-sel yang membelah dengan cepat dapat dengan langsung menunjukkan efek bahkan pada dosis rendah radiasi ionisasi. Contoh sel yang sensitif terhadap radiasi adalah sel yang memproduksi darah, yaitu sel-sel dalam sistemhemopoietic(Rubin., 2005; Underwood., 2000).

Salah satu sel yang dihasilkan dari sistem hemopoietic adalah sel monosit yang merupakan salah satu jenis leukosit atau sel darah putih yang berperan dalam fungsi sistem kekebalan tubuh. Monosit bersama neutrofil diarahkan bersama sebagai bagian respon peradangan dan membentuk garis pertahanan terhadap infeksi bakteri. Fungsi dari monosit yaitu memfagosit dan mencerna bahan asing beserta jaringan yang mati (Underwood., 2000). Pada orang sehat, 7% dari jumlah peredaran leukosit adalah monosit, kurang lebih terdapat 300 sel dalam 1 mm3 darah. Monosit tersirkulasi dalam peredaran darah dengan rasio plasma 3-5% selama satu hingga tiga hari, kemudian bermigrasi ke seluruh jaringan tubuh (Guyton., 2007).

(20)

sinar X radiografi periapikal dosis tunggal dan pengulangannya secara in vitro pada darah manusia.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut yaitu mengenai pengaruh paparan radiasi sinar X dari radiografi periapikal terhadap jumlah sel monosit secara in vivo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah:

a. Bagaimanakah pengaruh paparan tunggal radiasi sinar X dari radiografi periapikal terhadap jumlah sel monosit secara in vivo ?

b. Bagaimanakah pengaruh paparan ulangan radiasi sinar X dari radiografi periapikal terhadap jumlah sel monosit in vivo?

c. Bagaimanakah perbedaan jumlah sel monosit darah antara paparan tunggal dan ulangan radiasi sinar X dari radiografi periapikal secara in vivo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh paparan radiasi sinar X dari radiografi periapikal terhadap jumlah sel monosit.

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh paparan tunggal radiasi sinar X dari radiografi periapikal terhadap jumlah sel monosit.

b. Untuk mengetahui pengaruh paparan ulangan radiasi sinar X dari radiografi periapikal terhadap jumlah sel monosit.

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Melengkapi informasi ilmiah tentang pengaruh radiasi sinar X dari radiografi periapikal terhadap sel-sel darah.

b. Dapat memberi pertimbangan para praktisi Kedokteran Gigi untuk lebih selektif dalam melakukuan pemeriksaan radiografi sehingga mengurangi pengaruh dari radiasi sinar X.

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiasi Sinar-X

Sinar X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1895, sinar X adalah getaran elektromagnetik gelombang pendek (kira-kira 0.01 sampai 10 nm) atau kuantum setara yang dihasilkan ketika elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi membentur berbagai substansi sampai kedalaman tertentu, mempengaruhi lempeng film, menimbulkan fluorensi pada substansi tertentu dan sangat kuat mengionisasi jaringan (Steve., 2002).

Sinar X tidak dapat dilihat, tidak dapat dibelokkan oleh medan magnet, tidak dapat difokuskan oleh lensa apapun, dapat dibelokkan setelah menembus logam padat atau benda padat, mempunyai daya tembus yang sangat tinggi, dapat difraksikan oleh unsur kristal tertentu, mempunyai panjang gelombang sangat pendek, mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi, dapat bereaksi dengan film sehingga timbul gambar setelah dipapar sinar X, membutuhkan tegangan listrik tinggi untuk proses terjadinya, dapat menimbulkan efek biologi sebagai akibat radiasi ionisasi (Lukman., 1995).

Tubuh manusia mempunyai susunan yang kompleks, tidak hanya mempunyai perbedaan pada tingkat kepadatan saja tetapi juga mempunyai perbedaan unsur pembentuk. Pemeriksaan kesehatan yang menggunakan sinar X menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat penyerapan sinar X. Tulang lebih banyak menyerap sinar X dibanding otot atau daging. Struktur organ yang sakit lebih banyak menyerap sinar X dibanding struktur tubuh lain seperti daging dan tulang yang normal. Pemanfaatan sinar X dibidang Kedokteran Gigi digunakan sebagai pemeriksaan penunjang diagnosa yaitu dengan foto radiologi. (Jauhari., 2008).

(23)

kematian sel jaringan dan organ. Efek biologis yang terjadi bermula dari absorbsi radiasi sampai timbulnya gejala radiasi, keadaan ini memerlukan waktu bertahun-tahun. Periode tersebut disebut periode laten yang terjadi akibat efek biologi kumulatif (Steve., 2002).

2.2 Radiografi Periapikal

Pemeriksaan radiografi Kedokteran Gigi tidak hanya diindikasikan untuk membantu menegakkan suatu diagnosa berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis pada gigi dan mulut yang telah dilakukan sebelumnya. Pemeriksaan radiografi Kedokteran Gigi digunakan sebagai suatu pemeriksaan rutin pada pasien yang baru memeriksakan gigi dan mulut ke dokter gigi, hal ini dimaksudkan agar para dokter gigi yang merawat pasien baru mendapat gambaran awal dari suatu kelainan atau penyakit serta mencegah berkembangnya keparahan dari kelainan tersebut (Yunus., 2005).

Jenis teknik radiografi yang paling sering digunakan di Kedokteran Gigi adalah radiografi periapikal. Pemakaian teknik radiografi periapikal bertujuan untuk mendapatkan gambaran gigi, daerah apikal akar gigi secara individual beserta struktur jaringan sekitarnya. Radiografi yang dihasilkan dapat memuat 2 sampai 4 gambar gigi serta jaringan pendukungnya dan sudah cukup memberikan informasi yang detail dari gigi dan jaringan sekitarnya (Whaites., 2003).

Radiografi periapikal merupakan jenis proyeksi intra oral yang secara rutin digunakan dalam praktek Kedokteran Gigi. Proyeksi ini menggunakan film standar berukuran 4 x 3 cm (Margono., 1998). Kegunaan radiografi periapikal ini antara lain: a) Melihat infeksi atau inflamasi apikal,

b) Menentukan status kesehatan periodontal,

c) Pemeriksaan setelah terjadi trauma pada gigi dan berhubungan dengan tulang alveolar,

(24)

f) Keperluan perawatan endodontik,

g) Pemeriksaan preoperatif dan postoperatif setelah bedah apikal,

h) Pemeriksaan yang lebih detail mengenai kista disekitar apeks atau lesi disekitar tulang alveolar,

i) Mengetahui posisi dan prognosis dari implant (Whaites., 2003).

Secara normal, pada pemeriksaan periapikal paling sedikit digunakan 14 buah film yaitu satu buah film masing-masing untuk gigi insisivus sentral rahang atas dan rahang bawah, satu buah film masing-masing digunakan keempat gigi insisivus lateral dan kaninus, empat buah film untuk gigi premolar dan molar (Whaites., 2003).

Dokter gigi secara rutin lebih suka menggunakan film ukuran sedang no.1 dan film standart no. 2 untuk penyinaran gigi-gigi anterior. Delapan buah film no. 1 umumnya lebih sering digunakan dari pada enam buah film no. 2. Kombinasi dua buah film seringkali digunakan pada saat film no. 1 digunakan untuk gigi-gigi anterior dan film no. 2 untuk regio posterior. Pada gigi insisivus dan kaninus maksila dan mandibula digunakan film ukuran kecil (22 x 35 mm) yang diletakkan memanjang sejajar sumbu gigi. Pada gigi premolar dan molar digunakan film ukuran besar (31 x 41 mm) dengan posisi horizontal (Suharjo dan Sukartini., 1994).

(25)

Dosis letal radiasi adalah besarnya radiasi yang dapat menyebabkan kematian. Manusia memiliki LD 50/30. LD 50/30 adalah dosis radiasi seluruh tubuh yang bersifat letal pada 50 % populasi yang teradiasi dalam waktu 30 hari, untuk orang dewasa, LD 50/30 adalah 4,5 Sv (450 rem). Dosis seluruh tubuh diatas 7 Sv (700 rem) cukup menimbulkan kematian seluruh populasi dalam waktu 30 hari (Edwards et al., 1990). Pada mencit memiliki LD yang sama 50/30 dengan dosis seluruh tubuh 540-640 rad (Goaz dan White., 1987).

2.3 Sel Darah Putih (Leukosit)

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti yang juga disebut dengan sel

darah putih. Di dalam darah normal terdapat rata-rata jumlah leukosit 4000-11000

sel/cc. Leukosit berperan penting dalam pertahanan seluler organisme terhadap

benda-benda asing. Jumlah leukosit lebih banyak diproduksi jika kondisi tubuh

sedang sakit apabila dalam sirkulasi darah jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan

eritrosit (Guyton., 2007).

Leukosit tidak memiliki hemoglobin, berbeda dengan eritosit sehingga

leukosit tidak berwarna. Tidak seperti eritrosit, yang strukturnya seragam, berfungsi

identik dan jumlahnya konstan. Leukosit memiliki variasi pada struktur, fungsi dan

jumlahnya (Sherwood., 2001).

Leukosit digolongkan menjadi dua kelompok:

a. Granulosit merupakan leukosit yang memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasmanya yang terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil. Neutrofil bersifat netral dan tidak memperlihatkan kecendrungan zat warna, eosinofil memiliki afinitas terhadap zat warna merah dan basofil cenderung menyerap zat warna basa.

(26)

limfosit dan memiliki nukleus. Limfosit merupakan leukosit terkecil yang ditandai dengan nukleus besar yang menempati sebagian besar sel.

Untuk gambar dan nilai normal komponen leukosit dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komponen Leukosit

No. Tipe Diagram Gambar % dalam tubuh

1. Neutrofil

-Batang -Segmen

2-6 % 50-70 %

2. Eosinofil

1-3 %

3. Basofil

< 1 %

4. Limfosit

20-40 %

5. Monosit

3-7%

(27)

2.4 Monosit

2.4.1 Definisi Monosit

Monosit merupakan sel darah yang paling besar. Jumlah monosit 3-7% dari leukosit normal darah (Sutapa., 2010). Diameter monosit 9-10 µm tetapi pada hapusan darah kering menjadi pipih dan mencapai diameter 20 µm. Inti monosit terletak eksentris dalam sel dan terlihat mempunyai lekukan yang berbentuk tapal kuda (Gambar 2.1). Sitoplasma sering tampak seperti jala-jala atau bervakuola dan mengandung sejumlah granula azurofil (Leesonet al., 1996).

Gambar 2.1Gambaran sel normal monosit normal (tanda panah) terlihat lebih besar dari sel lainnya dan intinya berbentuk seperti tapal kuda (Irawan.,

2009)

Monosit ditemui dalam darah, jaringan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk ke dalam jaringan ikat. Pada jaringan tersebut, monosit bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-selimmunocompetent dengan antigen (Effendi., 2003). Monosit berada dalam darah selama kurang lebih 72 jam sebelum beredar melalui membran kapiler ke dalam jaringan. Saat masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya menjadi besar untuk menjadi makrofag jaringan (Ganong., 2003).

(28)

suatu sel besar (berdiameter sampai 18 µm) dengan sitoplasma basofilik dengan sebuah inti besar yang sedikit berlekuk. Kromatinnya jarang dan anak intinya jelas. Promonosit membelah dua kali dalam perkembangannya menjadi monosit. Monosit matang memasuki aliran darah, beredar sekitar 26 jam dan kemudian memasuki jaringan ikat, tempat sel ini mengalami pematangan menjadi makrofag (Junqueira., 2007).

Makrofag terutama berasal dari sel prekusor dari sumsum tulang, dari promonosit yang akan membelah menghasilkan monosit yang beredar dalam darah. Pada tahap kedua monosit berimigrasi kedalam jaringan ikat tempat mereka menjadi matang dan inilah yang disebut makrofag. Dalam jaringan makrofag dapat berproliferasi secara lokal menghasilkan sel sejenis lebih banyak (Effendi., 2003).

Sel-sel sistem makrofag terdapat pada:

a) Jaringan ikat longgar berupa makrofag atau histiosit, b) Didalam darah berupa monosit,

c) Didalam hati melapisi sinusoid sebagai sel Kupffer ,

d) Makrofag perivaskuler sinusod limpa, limfonodus, dan sum-sum tulang, e) Pada susunan syaraf pusat berupa mikroglia yang berasal dari mesoderm

(Effendi., 2003).

2.4.2 Fungsi

(29)

Fungsi normal monosit dibagi dalam tiga fase:

a) Kemotaksis (mobilisasi dan migrasi sel) dimana fagosit ditarik ke bakteri atau tempat peradangan oleh zat kemotaktik yang dilepaskan dari jaringan rusak atau oleh komponen komplemen,

b) Fagositosis zat asing (bakteri, jamur dan lain-lain) atau sel tubuh hospes yang mati atau rusak. Pengenalan partikel asing dibantu oleh opsonisasi dengan imunoglobulin atau komplemen melalui reseptor pada monosit,

c) Membunuh dan mencerna. Fungsi ini terjadi dengan jalan yang tergantung oksigen dan tak tergantung oksigen. Pada reaksi yang tergantung oksigen, menggunakan superoksida dan hidrogen peroksida (H2O2), sedangkan

non-oksidatif menggunakan enzim lisosomal (Andru., 2009).

Pembentukan monosit berasal dari myelopoietic stem cell, yang mengalami pematangan di dalam sumsum tulang (Wibowo., 2009). Pembentukan monosit terlihat dalam skema berikut (Gambar 2.2):

Gambar 2.2 Proses hematopoiesis, monosit terbentuk CFU (Colony Forming Unit) cells yang dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi eritrosit,

(30)

2.4.3 Peranan Monosit Dalam Imunitas dan Proses Inflamasi

Monosit merupakan sel fagosit mononuklear yang tidak hanya menyerang mikroba dan sel kanker dan berperan sebagai antigen presenting cell (APC), tetapi juga memproduksi sitokin dan mengerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi (Bratawidjaja., 2006).

Monosit manusia muncul dalam aliran darah dalam waktu kurang lebih 72 jam setelah mitosis (Ganong., 2003). Beberapa jam setelah terjadinya infeksi dan inflamasi, monosit bermigrasi dari aliran darah ke arah lesi, dan jumlahnya lebih sedikit daripada neutrofil (Guyton., 2007).

Dalam perjalanannya menjadi monosit, sel ini terlebih dahulu menjadi monoblas. Monoblas biasanya ditemukan di sumsum tulang dan tidak muncul dalam darah perifer yang normal. Mereka tumbuh menjadi monosit yang pada gilirannya berkembang menjadi makrofag (Thrall., 2004). Monosit juga memiliki kemampuan untuk menelan dan mendegradasi mikroorganisme, sel-sel yang abnormal, dan sel-sel debris (Campbell., 2004).

Monositosis adalah jumlah monosit melebihi kisaran normal monosit dalam leukosit. Monositosis dapat terjadi karena infeksi bakteri kronis, penyakit protozoa, netropenia kronis, penyakit Hodgkin, serta leukemia miemonositik dan monositik (Underwood., 2000). Monositopenia atau penurunan jumlah monosit dari kisaran normal dapat terjadi akibat induksi virus, reaksi dari kemoterapi, atau bisa disebabkan oleh obat kortikosteroid yang menekan imunitas tubuh (Price dan Wilson., 2005).

2.5 Efek Biologis Radiasi Ionisasi pada Tingkat Seluler

(31)

yang kedua tidak adanya efek bila dosis serap dibawah dosis minimal. Secara umum, efek biologi radiasi pengion yang terjadi pada tubuh dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu efek somatik dan efek genetik. Skema efek radiasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3Efek radiasi terhadap tubuh terbagi menjadi efek somatik dan genetik dimana dari efek somatik tersebut dapat menyebabkan penurunan sel darah termasuk sel

monosit (kotak yang dicetak tebal)

(32)

Efek genetik disebabkan oleh rusaknya sel genetik (sel pembawa gen) yaitu kerusakan pada molekul DNA pada sperma dan ovum. Efek yang ditimbulkan adalah sama seperti efek stokastik yaitu hereditary (penyakit keturunan) dan kanker. Efek radiasi terhadap sel darah sepertileukositjuga mempengaruhi perubahan yang terjadi dalam peredaran darah terutama pada keradiosensitifan sel-sel prekusor untuk masing-masing kelompok sel darah. Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel-sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun (Cember., 1983). Grafik tingkat dan derajat perubahan sel darah untuk waktu yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Efek radiasi terhadap sel darah seperti leukosit juga mempengaruhi perubahan yang terjadi dalam peredaran darah terutama pada keradiosensitifan sel-sel prekusor untuk masing-masing kelompok sel darah. Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel-sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun (Sutapa., 2010). Grafik tingkat dan derajat perubahan sel darah untuk waktu yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 2.4.

(33)

Whaites (2003) mengklasifikasikan mekanisme kerusakan yang diakibatkan oleh sinar X menjadi dua yaitu kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung terjadi pada target spesifik di dalam sel bisa DNA atau RNA pada nukleus yang mendapat benturan langsung dari energi photon sinar X atau paparan energi elektron dosis tinggi yang merusak ikatan relatif antara asam nukleat. Akibat dari kerusakan ini antara lain: ketidakmampuan menyampaikan informasi, replikasi yang abnormal, kematian sel, ataupun hanya kerusakan sementara karena DNA sempat diperbaiki sebelum pembelahan selanjutnya. Saat radiasi mengenai sel somatik, efeknya pada DNA dapat berupa keganasan, jika kerusakan pada sel reproduksi maka dapat menimbulkan efek genetik, yaitu kelainan kongenital akibat radiasi. Efek pada sel tergantung pada beberapa faktor, yaitu: tipe dan banyaknya ikatan asam nukleat yang dirusak, intensitas dan tipe radiasi, waktu antar paparan, dan kemampuan sel memperbaiki kerusakan. Kerusakan tidak langsung adalah kerusakan sel yang diakibatkan oleh radikal bebas yang dihasilkan dari proses ionisasi. 80% kandungan sel ialah air, molekul air adalah molekul yang paling banyak diionisasi oleh sinar X. a. Radiasi mengionisasi H2O

b. H2O H2O- + e

-c. Ion positif dengan segera dirusak: H2O++ e- H2O

-d. Hasilnya tidak menimbulkan molekul terpisah H2O- H + OH

-e. Satu elektron tanpa pasangan H dan OH adalah tidak stabil dan sangat reaktif dan disebut radikal bebas, radikal bebas tersebut dapat bergabung dengan radikal bebas yang lain, misalnya:

H + H H2(gas hidrogen)

OH + OH H2O2(hidrogen peroksida)

(34)

Sel-sel yang mengalami penyinaran dengan radiasi dapat menunjukkan perubahan-perubahan berikut:

a. Penundaan mitosis. Penyinaran sel sebesar 0,01 gray (1 rad) tepat sebelum sel mulai membelah dapat menunda mitosis yaitu 1-2 jam/Gy

b. Binukleus atau multinukleus. Dosis kurang dari 10 Gy menyebabkan kerusakan koordinasi nukleus dan pembagian sitoplasma sehingga menghasilkan sel-sel raksasa binukleus atau multinukleus.

c. Kematian reproduktif. Terjadi karena sel menerima dosis radiasi ionisasi sedang (100-1000 rad). Sel akan kehilangan kemampuan untuk membelah secara tetap, namun sel tetap hidup dan melakukan metabolisme serta mensintesa asam nukleat dan protein.

d. Kematian interphase. Kematian interphase terjadi apabila sel yang sudah diradiasi mati tanpa melakukan pembelahan. Kematian ini dipengaruhi oleh radiosensitivitas sel individu. Biasanya dosis diantara 100 Gy membunuh sel pada siklus sel yang paling resisten sekalipun. Akan tetapi jaringan seperti usus, kulit, dan testis, kadang mengandung sel-sel proliferasi yang terbunuh oleh dosis serendah 0,01-1 Gy (Edwardset al., 1990; Lawleret a.l, 1992).

Kepekaan tiap sel pada jaringan terhadap radiasi tidak selalu sama, artinya bila sejumlah radiasi dapat menimbulkan kerusakan pada derajat tertentu didalam suatu organ, maka jumlah radiasi yang sama tidak selalu dapat menimbulkan kerusakan dengan derajat yang sama bila diberikan pada organ lainnya. Berdasarkan ini dikenal dua tipe sel, yaitu yang peka terhadap radiasi (radiosensitif) dan sel yang tahan terhadap radiasi (radioresisten) (Amsyari., 1989).

2.5.1 Pengaruh Radiasi Sinar X Terhadap Monosit

(35)

menimbulkan ionisasi dan eksitasi atom atau molekul. Pada awal ionisasi sinar X hanya kehilangan sebagian dari energinya, sisa energi dapat menimbulkan eksitasi molekul lain, seperti itulah proses ionisasi berjalan berantai sampai energi partikel menjadi lemah dan tidak menimbulkan efek radiobiologik yang berarti lagi. Efek tidak langsung dengan melalui interaksi antara atom atau molekul dengan radikal bebas (Johannes., 2007).

Darah maupun organ pembentuh darah tidak boleh terkena kerusakan yang diakibatkan oleh penyinaran radiasi ionisasi, karena radiasi ionosasi kurang baik pengaruhnya terhadap sel tersebut sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah sel dalam darah. Sumsum tulang adalah penghasil dari sebagian besar sel darah. Radiasi dapat mengurangi sel darah immature (batang tubuh atau bakal sel darah) yang terbentuk dan dapat mengurangi jumlah sel darah matur dalam sirkulasi darah. Semakin besar dosis yang diterima sumsum tulang, maka akan semakin besar terjadinya penurunan jumlah sel (Lukman., 1995).

Pada saat terkena radiasi ionisasi, apabila sumsum tulang belum rusak akibat penyinaran radiasi ionisasi, maka sel dapat memperbaiki ulang bagian yang rusak tersebut selama beberapa saat, namun bila dosis yang diterima kecil, dibawah 100 rad maka perbaikan sel yang terjadi pada sumsum tulang dapat beberapa minggu setelah penyinaran radiasi, tetapi apabila dosis yang diterima 100-1000 rad (dosis sedang) sampai 1000 rad lebih (dosis tinggi) akan sangat menurunkan jumlah sel-sel darah dari sumsum tulang dan membutuhkan waktu yang lama bagi sel tersebut untuk melakukan perbaikan. Dosis radiasi yang sangat besar jelas akan menimbulkan penurunan tetap pada sel (Edwards et al., 1990).

(36)

Bila dosis radiasi sebesar 200 R dan kurang dari 1000 R selama 10-30 hari penyinaran, maka akan timbul gejala limpopenia, granulositopenia, trombositopenia, dan anemia karena hemoglobin (Hb) sangat turun. Bila dosis yang digunakan diatas 1000 R maka dapat mengakibatkan terganggunya sistem hemofilik pada organ tubuh lain. Pada dosis ini kemungkinan besar dapat terjadi kelainan darah yang disebut leukemia (Lukman., 1995).

Adlina dan Wasilah (2009) dalam penelitiannya menunjukkan adanya penurunan jenis leukosit sel PMN (polymorpho nuclear) akibat paparan radiasi sinar X dosis tunggal dan terjadi penurunan pada setiap dosis ulangannya. Ardiny (2014) menunjukkan adanya penurunan jumlah sel monosit setelah diradiasi sinar X paparan tunggal dosis radiografi periapikal secarain vitro. Dalam penelitian tersebut terdapat perbedaan yang signifikan pada isolat monosit yang dipapar sinar X dengan yang tidak di papar radiasi sinar x. Penurunan jumlah monosit dalam penelitian tersebut diperkirakan karena efek tidak langsung, yaitu oleh radikal bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisis air yang menyerang molekul penyusun membrane sel monosit.

2.6 Mencit (Mus musculus L)

(37)

Ciri khas dari mencit yaitu kulit, rambut tidak berpigmen sehingga warnanya putih, mencit lebih tahan lama terhadap penyakit dan lebih jinak. Semua hewan termasuk mencit dapat tumbuh lebih cepat pada waktu masih muda, sejak terjadinya pembuahan, sampai lahir dan sampai mendekati dewasa tubuh, kecepatan pertumbuhan semakin berkurang dengan bertambahnya umur dan akhirnya pertumbuhan terhenti.

Mencit sering digunakan sebagai sarana penelitian biomedis. Kaitannya dengan biomedis, dimana mencit digunakan sebagai model penyakit manusia dalam hal genetika. Hal tersebut karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme, dan biokimianya cukup dekat dengan manusia. Mencit yang dimaksud adalah seekor tikus dengan seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ekor serba putih, sedangkan matanya berwarna merah jambu.

Mencit memiliki volume darah total 75-80 ml/kg dengan jumlah monosit 1-12% dari volume tersebut (Mankoewidjojo., 1988). Pada penelitian ini digunakan mencit sebagai sampel, karena hewan ini termasuk golongan omnivora yang memiliki alat pencernaan dan kebutuhan nutrisi hampir sama dengan manusia (Rantam., 2003). Dosis letal (LD) 50/30 dari mencit adalah 540-640 Rad (Goaz dan White., 1987). LD 50/30 manusia dewasa adalah 450 Rad. LD 50/30 adalah dosis radiasi seleruh tubuh yang bersifat letal pada 50% populasi dalam waktu 30 hari (Lawler et al., 1992), namun apakah hasil penelitian ini dapat disamakan atau digeneralisasikan pada manusia, hal ini memerlukan penelitian dan pembahasan tersendiri. Efek biologis dari radiasi sinar X tergantung dari: besar dosis yang diserap, luas permukaan yang terpapar, sensitifitas sel, kecepatan proliferasi sel, kemampuan penyembuhan dan lama periode laten (Ganong., 2003).

2.7 Kematian Sel

(38)

enzim dan denaturasi protein. Enzim katalitik yang berasal dari lisosom sel mati, yang mencerna secara enzimatik dinamakan autolisis atau lisosom leukosit imigran, dan disebut heterolisis (Kumaret al., 2007).

(39)

2.8 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.5Kerangka Konseptual Penelitian, variabel yang diteliti ditandai dengan kotak yang dicetak tebal

Radiasi Ionisasi

Sel Monosit

Efek Langsung Efek Tidak Langsung

Hidrolisis molekul air DNA/RNA rusak

Radikal Bebas (OH*,H*, HOO*, H2O2)

Reversibel Irreversibel

Normal Kematian Sel

Molekul penyusun membran sel rusak

Penurunan jumlah monosit

(40)

2.8 Hipotesis

(41)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian, Tempat, dan Waktu Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris (in vivo) dengan menggunakan rancangan penelitian the post test only control group design (Notoatmojo., 2002). Rancangan penelitian ini dipilih dengan pertimbangan bahwa setiap sampel mempunyai karakteristik yang sama sehingga tidak perlu dilakukan perhitungan awal. Desainnya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Jember dan Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

3.1.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014.

P = populasi; S = sampel;

R1= randomisasi dari populasi

mencit;

R2= randomisasi dari sampel yang

telah dipilih;

K = kontrol;

P = perlakuan;

(42)

3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Bebas

a. Paparan tunggal radiasi sinar X radiografi periapikal dengan dosis 1,54 mGy (0,154rad).

b. Paparan ulangan radiasi sinar X radiografi periapikal dengan dosis masing-masing paparan 1,54 mGy (0,154rad).

3.2.2 Variabel Terikat

Jumlah sel monosit pada hapusan darah.

3.2.3 Variabel Terkendali

a. Hewan coba (jenis kelamin, berat badan, umur), b. Minuman dan makanan hewan coba (standar), c. Cara pemeliharaan hewan coba,

d. Metode pemaparan (lokasi, jarak), e. Unit X-ray,

f. Cara kerja penelitian.

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Paparan Tunggal Radiasi Sinar X dari Radiografi Periapikal

(43)

3.3.2 Paparan Ulangan Radiasi Sinar X dari Radiografi Periapikal

Paparan ulangan radiasi sinar X radiografi periapikal adalah pengulangan pemberian radiasi yang besarnya sama dengan radiasi sebelumnya (paparan tunggal) sebanyak 14 kali dengan interval waktu paparan satu menit.

3.3.3 Interval Waktu Paparan

Interval waktu paparan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu selama satu menit, waktu tersebut diterapkan dengan pertimbangan interval waktu selama persiapan film, dan meletakkan film di masing-masing regio yang akan di radiasi.

3.3.4 Pengambilan Darah Mencit

Pengambilan darah sebanyak 1 ml pada mencit dilakukan secara intrakardinal, dengan cara pembedahan. Pengambilan di jantung dilakukan karena jantung mencit akan diteliti pada penelitian lain.

3.3.5 Jumlah Monosit

Jumlah sel monosit adalah banyaknya sel monosit pada hapusan darah yang diamati dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000 kali, sel monosit tampak jelas dengan inti dari monosit berbentuk seperti ginjal.

3.4 Sampel, Kriteria Sampel Penelitian, dan Besar Sampel 3.4.1 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus) dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jenis kelamin jantan, b. Berat badan 20-25 gram, c. Umur 3-4 bulan,.

(44)

3.4.2 Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus sebagai berikut dari Daniel (2005), yaitu:

n=

Keterangan: n = Besar sampel tiap kelompok;

z = Nilai pada tingkat kesalahan tertentu (α); jika α = 0,05, maka

nilai Z adalah Z = 1,96 (2-tailed) dan Z = 1,64 (1-tailed);

σ = Standar deviasi sampel;

d = kesalahan yang masih dapat ditolelir, diasumsikan σ = d.

Pada penelitian ini σ diasumsikan sama dengan nilai d (σ = d). Hal ini dikarenakan karena nilai σ2 jarang sekali diketahui sehingga harus menduganya. Masalah ini dapat dihilangkan dengan mendefinisikan d diucapkan dalam σ (Steel dan Torie 1995).

Maka hasil perhitungan besar sampel adalah sebagai berikut:

z2σ2 n =

d2 (1,96)2σ2 =

d2

= (1,96)2

= 3,84 dibulatkan menjadi 4.

(45)

3.4.3 Pengelompokan Sampel

Pada penelitian ini sampel penelitian dirandom (R2) dibagi menjadi 3 kelompok yaitu satu kelompok kontrol dan 2 kelompok perlakuan (P1dan P14). Pengelompokan sampel dengan menggunakansimple random sampling(Notoatmojo., 2002).

3.5 Alat dan Bahan

m) Dental Radiography Unit(Kodak 2200, Perancis), n) jarum insulin (Terumo, Jepang),

o) papan fiksasi, p) jarum fiksasi.

3.5.2 Bahan

1. minuman dan makanan standart tikus yang beredar dipasar yaitu jenis konsentart produksi Feedmill Malindo, Gresik ,

(46)

a) wright stain(Lab. Bioanalitika, Indonesia), b) methanol(Merck, Jerman),

c) buffer fosfatpH 6,4,

d) akuades (Otsuka, Indonesia),

e) anti koagulan EDTA (BD Franklin Lakes NJ, USA), f) chloroform65% (Merck, Jerman).

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Persiapan Hewan Coba

Hewan coba diadaptasikan selama 7 hari, diberi makanan standartdan minum setiap hari secara ad libitum (sesukanya). Hal ini bertujuan untuk memperoleh keseragaman sebelum dilakukan penelitian dan mengontrol hewan coba (Adlina., 2009).

3.6.2 Pengelompokan Hewan Coba

Hewan coba sebanyak 18 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Kelompok I : Merupakan kelompok kontrol yang terdiri dari 6 ekor mencit. Hewan coba tidak dilakukan pemaran radiasi.

b. Kelompok II : Merupakan kelompok perlakuan, yang terdiri dari 6 ekor mencit. Setelah difiksasi dilakukan pemaran radiasi sebanyak 1 kali.

c. Kelompok III : Merupakan kelompok perlakuan, yang terdiri dari 6 ekor mencit. Setelah difiksasi dilakukan pemaran radiasi sebanyak 14 kali dengan selisih waktu pengulangan satu menit.

3.6.3 Fiksasi Hewan Coba

(47)

terbuat dari plastik. Mencit diletakkan diatas tabung tersebut dengan badan menghadap ke bawah, dan tangan kaki diikat oleh benang supaya tidak ada gerakan selama pemaparan sinar X (Lampiran A).

3.6.4 Pemaparan Radiasi

Mencit yang telah difiksasi ditempatkan pada papan fiksasi. Paparan radiasi diarahkan ke daerah punggung hewan coba (sumsum tulang). Pemaparan radiasi sinar X radiografi periapikal dari dental-radiography unit dengan pengaturan untuk regio molar pertama permanen rahang bawah, pasien dewasa, 70 kV, 7 mA, waktu penyinaran 0,180 s (SOD (Source Object Distance) = 8 inci/20 cm) dengan dosis radiasi 1,54 mGy (0,154 rad) dengan jumlah paparan satu kali dan 14 kali dengan jarak interval satu menit (Carestream Health, 2009).

3.6.5 Pengambilan Sampel Darah

24 jam setelah dipapar radiasi, dilakukan anastesi pada hewan coba menggunakan kloroform. Setelah mencit hilang kesadaran, mencit diletakkan di papan fiksasi, setelah itu pembedahan dilakukan, dimulai dari perut hingga rongga dada sampai jantung terlihat. Pengambilan darah intrakardinal dengan disposibel syringesebanyak 1 ml, sebelum prosedur dilakukan, semua alat disterilkan.

3.6.6 Prosedur Penghitungan Jumlah Monosit a. Tahap Pembuatan Sediaan

Darah yang telah diambil dari jantung mencit kemudian dilakukan pembuatan hapusan darah dengan cara:

1) Meletakkan darah yang diperoleh dari jantung 1 cm dari satu ujung dari gelas obyek,

(48)

3) Menggeser Gelas penghapus ke arah darah, sehingga menyentuhnya dan darah tadi dibiarkan merata antara ujung gelas penghapus dan gelas obyek,

4) Menggeserkan dengan cepat gelas penghapus ke arah yang berlawanan dengan arah pertama. Dengan demikian darah tadi akan merata di atas gelas obyek sebagai lapisan yang tipis,

5) Hapusan ini segera dikeringkan dengan menggerak-gerakkannya di udara atau dapat dipakai kipas angin (Suci dkk., 2012).

b. Tahap Pengecatan Hapusan Darah

a) Dilakukan pembuatan buffer fosfat KH2PO4 dengan Ph 6,4 dengan

mencampurkan reagen KH2PO4sebanyak 6,63 g, Na2HPO4sebanyak 3,20 g dan

akuades 1 liter.

b) Hapusan yang sudah kering di fiksasi dengan meneteskan Wright’s stain pada hapusan darah, sehingga ini tertutup seluruhnya. Waktu fiksasi ialah ± 2 menit c) Pengecatan dilanjutkan dengan meneteskan larutan buffer yang sama banyaknya

(sama 1½ banyaknya) pada Wright’s stain tadi. Bufferdan Wright’s stainsegera dicampur dengan cara meniup-niup beberapa. Tunggu ± 20 menit sehingga sel-sel tercat dengan baik hingga membentukMetallic Scum

d) Hapusan dicuci dengan akuades,

(49)

3. Tahap penghitungan Jumlah Monosit

Pemeriksaan dengan menggunakan minyak emersi dengan perbesaran 1000 kali. Perhitungan dilakukan dengan mengadakan identifikasi dan perhitungan paling sedikit 100 leukosit perlapang padang atau perhapusan.

(50)

3.7 Analisa Data

Data yang diperoleh ditabulasi, kemudian dilakukan:

a. Uji normalitas dan homogenitas varians untuk mengetahui apakah data tersebut normal dan homogen, dengan taraf kepercayaan p > 0,05.

b. Jika hasil uji menunjukkan distribusi normal, maka dilakukan uji statististik parametrik dengan uji analisis varian (ANOVA) untuk mengetahui apakah terdapat kelompok data yang mempunyai perbedaan rerata yang bermakna, dengan derajat kemaknaan 95% (p < 0,05).

c. Bila hasil uji tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna, dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference Test) untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda secara bermakna.

(51)

Kelompok 1

Dilakukan pengambilan darah dan Pembuatan Hapusan Darah

(52)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian tentang jumlah monosit pada paparan radiasi sinar X dari radiografi periapikal telah dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi dan Instalasi Radiologi RSGM Universitas Jember. Pengamatan dan penghitungan monosit dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000 kali.

Penghitungan monosit dilakukan dengan mengamati dan menghitung jumlah monosit pada tiap seratus leukosit. Perhitungan dilakukan dengan mengadakan identifikasi dan perhitungan paling sedikit 100 leukosit.

Hasil penghitungan monosit akibat radiasi ionisasi paparan tunggal dan paparan ulangan radiografi periapikal ditunjukkan dalam gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Sel monosit pada hapusan darah dengan perbesaran 1000x, monosit ditunjukkan dengan sel berbentuk bulat tampak berwarna keunguan

(53)

Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Rata-Rata Jumlah Monosit pada Pengamatan 24 jam Setelah Paparan Radiasi Sinar X dari Radiografi Periapikal

(Dari Jumlah/100 sel) Keterangan:

kontrol = tidak diberikan perlakuan;

perlakuan 1 = kelompok perlakuan dengan dosis tunggal;

perlakuan 2 = kelompok perlakuan dengan dosis total 14 kali paparan.

Dari tabel 4.1 tersebut terlihat jumlah monosit paling sedikit terdapat pada kelompok dengan paparan radiasi ionisasi sebanyak 14 kali, dan jumlah monosit kontrol lebih tinggi dibanding kelompok yang lain.

Sebelum data hasil penelitian di analisis, data tersebut lebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnovyang dilakukan untuk melihat apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Uji homogenitas menggunakan uji Levene-Statistic yang bertujuan untuk mengetahui apakah data homogen atau tidak. Keduanya menggunakan tingkat kesalahan p> 0,05.

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2

1 17 11 7

2 21 10 9

3 18 13 8

4 17 10 11

5 15 13 9

6 17 12 11

(54)

Tabel 4.2 Hasil Uji normalitas menggunakan UjiKolmogorov-Smirnov

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas menggunakanLevene-Statistic

Nilai Signifikansi

Levene-Statistic 0,955

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok sampel didapatkan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05, maka data yang dihasilkan berdistribusi normal. Tabel 4.3 hasil uji homogenitas Levene-Statistic mendapatkan nilai signifikansi 0,955. Nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka data yang didapat adalah homogen.

(55)

Tabel 4.4 Hasil UjiOne-Way Anovapada Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Berdasarkan hasil uji statistik One-Way Anova didapatkan p<0,05, artinya terdapat perbedaan jumlah monosit akibat paparan radiasi sinar X dari radiografi periapikal diantara kelompok kontrol (K), kelompok perlakuan perlakuan pertama (P1), dan kelompok perlakuan kedua (P14).

Selanjutnya dilakukan uji statistik Least Significance Difference(LSD) untuk mengetahui kelompok manakah yang berbeda secara bermakna. Ringkasan hasil uji statistik LSD dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji LSD pada Ketiga Kelompok 24 jam setelah pemaparan radiasi sinar X

dari Radiografi Periapikal tiap perlakuan dan kontrol (tabel 4.5), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok P1, kelompok kontrol dengan kelompok P14, dan kelompok P1 dengan kelompok P14.

4.2 Pembahasan

Penyebab injuri terhadap sumsum tulang belakang dapat berupa trauma mekanik, bahan kimia, biologis (mikroba), dan radiasi dari sinar X, sinar γ, ataupun

(56)

dengan dosis 1-3 Gy menunjukkan terjadi penurunan jumlah leukosit dalam sirkulasi darah.

Sinar X adalah sumber radiasi yang sering digunakan pada pemeriksaan radiografi di Kedokteran Gigi, selain memberikan manfaat radiasi sinar X juga memberikan efek negatif. Radiasi sinar X merupakan salah satu agen yang kuat dalam menimbulkan kerusakan bahkan kematian terhadap sel, jaringan, atau organ (Edwards et al., 1990). Pada penelitian ini radiasi sinar X dari radiografi periapikal dipaparkan pada daerah sumsum tulang dari hewan coba (mencit), dan diperoleh penurunan jumlah monosit dalam sirkulasi darah secara signifikan. Menurut Rubin (2005) tingkat radiosensitivitas sel salah satunya tergantung pada tingkat proliferasi, semakin tinggi tingkat pembelahan atau proliferasinya maka sel tersebut semakin sensitive terhadap radiasi. Sel-sel dalam sistem hematopoietic adalah sel yang terus membelah sehingga sensitivitasnya terhadap radiasi sangat tinggi, dengan demikian paparan radiasi ke arah sumsum tulang akan memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan apabila paparan diberikan di daerah perifer.

Sumsum tulang adalah organ dari sistem pembentukan darah, sekitar 75 % sel di sumsum tulang termasuk dalam seri mieloid penghasil sel darah putih termasuk monosit. Sel induk hematopoietik (HSC;Hematopoietic stem cell) adalah sel sumsum tulang yang membentuk semua jenis sel darah. Sebelum berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah, HSC berdiferensiasi menjadi sel induk khusus atau disebut juga sebagai committed stem cell (sel progenitor). Melalui sel progenitor inilah terbentuk promonosit. Promonosit berdiferensiasi menjadi monosit dengan cara dua kali pembelahan (Ganong., 2003).

(57)

radiasi terhadap sumsum tulang pada mencit dengan dosis tunggal menimbulkan efek syok terhadap sistem hematopoietic sehingga jumlah sel monosit menurun drastis (x=11,5) dibandingkan dengan kelompok kontrol (x=17,5). Menurut Alatas (2004) dosis sekitar 0,5 Gy dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel darah sehingga jumlah sel-sel darah akan menurun. Jumlah sel leukosit akan menurun dalam beberapa jam paska paparan radiasi, sedangkan trombosit (platelet) juga menurun tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit (sel darah merah) baru terjadi dalam waktu beberapa minggu kemudian. Paparan radiasi dosis tinggi pada sumsum tulang akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa minggu. Penurunan jumlah sel monosit pada penelitian ini dapat juga disebabkan karena efek biologis langsung terhadap sel monosit di peredaran darah. Menurut Ardiny (2014) yang meneliti efek radiasi sinar X dengan dosis 1,54 mGy terhadap isolat monosit yang diambil dari darah tepi juga menunjukkan penurunan jumlah monosit.

Pada penelitian ini juga terlihat dampak penurunan jumlah rata-rata sel monosit antara dosis tunggal (P1) dan dosis ulangan (P14) tidak menunjukkan penurunan yang drastis walaupun secara statistik masih terlihat signifikan. Hal ini kemungkinan setelah paparan pertama kali pada dosis ulangan (P14) sistem hematopoietic berusaha beradaptasi terhadap injuri yang diterima secara berulang-ulang, artinya sistem hematopoietic berusaha memperbaiki kerusakan sel (mengaktifkan sistemrecovery). Price dan Wilson (2005) menyatakan bahwa apabila suatu sel induk/stem sel yang aktif membelah atau berproliferasi terkena cedera atau injuri yang berulang maka sel tersebut akan lebih terstimulus untuk melakukan proliferasi.

(58)

single strand break, serta clustered damagesebagai gabungan dari semua kerusakan yang berada pada suatu tempat yang sama. Kerusakan-kerusakan yang terjadi dapat diperbaiki secara alamiah tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Dalam kondisi tertentu (double strand breaks), proses perbaikan tidak berhasil dan mengarah terjadinya kematian sel (Whaites., 2003; Alatas., 2004).

Berdasarkan hasil penelitian ini maka usaha pencegahan dan proteksi terhadap radiasi perlu ditingkatkan, termasauk pada pemeriksaan radiografi di Kedokteran Gigi. Proteksi radiasi bertujuan untuk meminimalkan resiko dari radiografi yang digunakan untuk pemeriksaan baik untuk pasien, operator, maupun lingkungan sekitar. Usaha meminimalkan efek radiasi ini dapat dilakukan antara lain dengan seleksi indikasi yang ketat, mengurangi pengulangan pembuatan radiograf, pemakaian apron timah, penggunaan dosis dan interval paparan yang tepat. Selain itu, pada instalasi radiologi diatur dengan memenuhi syarat Internasional ruang radiasi, desain antar ruangan radiasi dibuat sedemikian rupa, penempatan dental radiography diatur agar arah sinar radiasi tersebar ke tempat yang aman, menggunakan kaca pelindung (lead glass), menggunakan protective barrier atau sekat proteksi (American Dental Assosiation., 2006).

(59)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang jumlah sel monosit setelah paparan radiasi sinar X dari radiografi periapikal secara in vivo, dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan jumlah sel monosit setelah paparan tunggal dan paparan ulangan sebanyak 14 kali radiasi sinar X dari radiografi periapikal dengan dosis sebesar 1,54 mGy secara signifikan yang disebabkan karena efek radiasi menekan proses pembentukan sel darah pada sumsum tulang sehingga jumlah sel monosit pada sirkulasi darah akan menurun, selain itu dapat juga disebabkan efek biologis langsung terhadap sel monosit.

5.1 Saran

1. Perlu ditingkatkan sistem proteksi radiasi yang lebih baik pada pemeriksaan radiografi di Kedokteran Gigi.

2. Pemeriksaan radiografi sebaiknya dilakukan pada pasien atau kasus dengan indikasi yang tepat.

3. Meminimalkan pengulangan dalam proses pemeriksaan radiografi periapikal. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat penurunan jumlah monosit

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Adlina. A. 2009. “Jumlah Neutrofil Polimorfonuklear (PMN) Darah Tepi pada Paparan Radiasi Sinar X Dosis Radiografi Periapikal Penelitian Eksperimental Laboratorium pada Mencit Jantan”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. FKG Universitas Jember.

Alatas, Z. 2004. Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion pada Manusia. Buletin ALARA. Vol. 5 (99): hal 112.

American Dental Association. 2006. The Use of Dental Radiographs: Update and Recommendation.J Am Dent Assoc(137).

Amsyari, F. 1989.Radiasi Dosis Rendah dan Pengaruhnya pada Kesehatan Masyarakat. Surabaya : Airlangga University Press.

Andru, G., 2009. Efek Minyak Atsiri Bawang Putih (Allium Sativum Linn) Terhadap Jumlah Monosit pada Darah Tepi Tikus Wistar yang Diberi Diet Kuning Telur. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Ardiny. K. 2014. “Jumlah Sel Pada Isolat Monosit Setelah Paparan Tunggal Radiasi Sinar X Dari Radiografi Periapikal”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. FKG Universitas Jember.

Baratawidjaja, K. G., 2006.Imunologi Dasar.Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bushong, Sc.D. 1988. Radiologic Science for Technologist Physics, Biology dan Protection. Edisi Keempat. St.Louis: The C.V. Mosby Company.

Campbell, J.B., Reece, L.G., dan Mitchell. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Carestream Health, Inc. 2009. Kodak 2200 Intraoral X-Ray System, User’s Guide.

(61)

Cember, H. 1983. Introduction to Health Physics. 2nd edition. New York: Pergamon Press Inc. Terjemahan. Toekiman, A. (1983) Pengantar Fisika Kesehatan. Edisi kedua. Semarang: IKIP Semarang Press.

Cotran, R., Robbins, S., Kumar, Abbas dan Nelson. 1999. Pathologic Basic of Disease. 7nd. Alih Bahasa: Haryanto A.G. Philadhelpia: Elsevier’s Health Science.

Damjanov, Ivan. 2000. Histopatologi Buku Teks dan Atlas Berwarna. Jakarta :Widya Medika.

Daniel, W.W. 2005. Biostatistic A Foundation forAnalysis in the Health Sciences. 8nd.Georgia: Willey.

Edwards, C., Statkiewicz, M.A. dan Russell, E. 1990. Perlindungan Radiologi Bagi Pasien dan Dokter Gigi. Alih Bahasa: Lilian Y. Judul Asli: Radiation Protection for Dental Radiographers. Jakarta: Widya Medika.

Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh. Sumatra Utara: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Sumatra Utara.

Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22, Jakarta: EGC.

Goaz, Paul W, Stuart C. White. 1987. Oral Radiology Principles and Interpretation. USA: The C.V. Mosby Company.

Grossman, Louis I. 1998. Ilmu endodontik dalam praktek. Edisi Kesebelas. Alih bahasa: Rafiah Abiyono. Jakarta: EGC.

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Kesembilan. Jakarta: EGC.

Irawan, Panji. 2009. Analisa Hapusan Darah Tepi. [On line]. http://panji1102. blogspot. com/2009/12/analisa-apusan-darah-tepi.html [Diakses 28 November 2010].

Jauhari, Arif. 2008. Berkas Sinar X dan Parameter Pembentukan Gambar. Pusat

kajian radiografi imaging [serial on line].

(62)

Johannes, J. 2007. “Pengaruh Polyphenol Teh Hijau Terhadap Kapasitas Produksi IFN-γ Oleh Sel Mononuklear Darah Tepi Akibat Radioterapi Pada Penderita Karsinoma Nasofaring”. Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Junqueira, LC., 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Edisi Kesepuluh. Jakarta: EGC.

Kumar V, Cotran R.S, dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbin . Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC.

Lawler, W., Ali, A., William, H. 1992. Buku Pintar Patologi Untuk Kedokteran Gigi. Alih Bahasa: Djaya. Judul Asli: Essensial Pathology for Dental Students. Jakarta: EGC.

Leeson, T.RS., Leeson, C. R., Paparo, A. A. 1996. Textbook Book Of Histology. Terjemahan S. K. Siswojo, Tambojang, dkk. Buku Ajar Histologi. Edisi Kelima.Jakarta: EGC.

Lukman, D. 1995. Dasar-Dasar Radiologi dalam Ilmu Kedokteran Gigi. Edisi Kedua. Jakarta: Widya Medika.

Margono, G. 1998. Radiografi Intraoral, Teknik, Prosesing, Interpretasi Radiogram. Jakarta: EGC.

Miles, Van Dis, Jensen and Ferretti. 1993. Radiographic Imaging for Dental Auxillaries. Edisi Kedua. Philadelpia: W. B Saunders Co.

Ngangi, S. R., Mariyati, W. N., Hutagalung, P. S. B. 2013. Gambaran Pencabutan Gigi di Balai Pengobatan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kedokteran Gigi Vol.1(2). Manado.

Notoatmodjo, S. 2002.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Price, S dan Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.

Rantam Fedik A. 2003.Metode Imunologi. Surabaya: Airlangga University Press.

(63)

Schalm, O.W. 1986. Veterinary Hematology. Edisi Keempat. Lea & Febiger: Philadelphia.

Sherwood, Laurale. 2001.Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.

Smith, J.B., Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1960.Principles and Procedures of Statistics. (With special Reference to the Biological Sciences). New York, Toronto, London: McGraw-Hill Book Company.

Steeve, D Rima. 2002. Radiasi Dental X-Ray Dosis Rendah. [serial on line].

http://www.physics.isu.edu/radinf/dental.htm [Diakses 6November 2010].

Suci W. A, Sulistyani E., Yuwono B., Budi R. R. 2012.Petunjuk Praktikum Patologi Klinik Hematologi. Jember: Universitas Jember.

Suharjo dan Sukartini. 1994. Perawatan teknik dan Interpretasi Radiografi Intraoral Periapikal dalam Perawatan Endodontil. Jurnal Kedokteran Gigi. No 2 (43) Agustus 1994. Jakarta : PDGI.

Sutapa Ngurah G. 2010. Respon Radioadaptasi Terhadap Kuantitas Sel Darah Putih (Leukosit) Mencit (Mus Musculus L) dengan Radiasi Gamma Co-60 SecaraIn Vivo. Thesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Thrall, DE. 2004. Textbook of Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Colorado: Colorado State University.

Underwood, J.C.E. 2000.Patologi Umum dan Sistemik. Edisi Kedua. Jakarta: EGC

Wasilah. 2009. “Penurunan Jumlah Limfosit Darah Tepi pada Paparan Radiasi Sinar X Pada Dosis Radiografi Periapikal Penelitian Eksperimental Laboratorium pada Mencit Jantan”. Tidak Diterbitkan. Skripsi.FKG Universitas Jember.

Whaites E. 2003. Essentials of Dental Radiography and Radiology. Edisi Ketiga. New York: Churchill Livingstone

(64)
(65)

LAMPIRAN A. Foto Alat Penelitian

Keterangan:

a. Papan Bedah dan jarum fiksasi b. Masker

c. Sarung Tangan d. Timbangan

(66)

Keterangan:

a. Gelas objek b. Gelas Penghapus c. Akuades

d. Wright’s Stain

e. Larutan Buffer f. Rak pengeringan g. Rak alat

Keterangan

h. Mikroskop i. Minyak Emersi j. Rak penyimpan A

B C

D E

F G

H

(67)

Keterangan:

k. Papan Fiksasi Mencit l. Intraoral Radiography Unit

K

(68)

LAMPIRAN B. Foto Proses Penelitian

1

2

3

4

5

6

(69)

Keterangan:

1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus) dengan kriteria

sebagai jenis kelamin jantan, berat badan 20-25 gram, umur 3-4 bulan, dan sehat

2. Hewan coba diadaptasikan selama 7 hari, diberi makanan standart dan minum setiap hari secaraadlibitum(sesukanya).

3. Hewan coba sebanyak 18 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan pertama (paparan tunggal), dan kelompok perlakuan kedua (paparan sebanyak 14 kali ulangan) 4,5. Hewan coba di fiksasi dengan alat fiksasi khusus. Hewan coba diletakkan

diatas alat tersebut dengan badan menghadap ke bawah, dan tangan kaki diikat oleh benang supaya tidak ada gerakan selama pemaparan sinar X. 6. Mencit yang telah difiksasi ditempatkan pada papan fiksasi. Paparan radiasi

diarahkan ke daerah punggung hewan coba (sumsum tulang). Pemaparan radiasi sinar X radiografi periapikal dari dental-radiography unit dengan pengaturan untuk regio molar pertama permanen rahang bawah dengan jumlah paparan satu kali dan 14 kali dengan jarak interval satu menit. Mencit dibiarkan hingga 24 jam.

7. 24 jam setelah dipapar radiasi mencit di anastesi menggunakan chloroform, dengan diletakkan didalam botol tabung yang diisi dengan kassa yang diberi chloroform.

8. Diambil darah dari jantungnya sebanyak 1 ml dengan menggunakan jarum insulin.

9. Darah dibuat hapusan dan darah untuk hitung total monosit. 10. Dilakukan tahap pengecatan hapusan darah.

11. Dilakukan penghitungan monosit dengan mikroskop.

9

10

11

(70)
(71)
(72)

LAMPIRAN D. Hasil Penelitian

Pengamat 1

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2

1 17 11 7

2 22 10 8

3 18 13 8

4 17 10 11

5 15 13 9

6 18 12 11

Pengamat 2

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2

1 17 11 7

2 21 11 9

3 18 12 8

4 17 10 11

5 16 13 9

(73)

Pengamat 3

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2

1 17 11 6

2 21 10 9

3 19 13 8

4 17 10 10

5 15 12 9

6 17 12 10

Keterangan:

Kontrol: Kelompok tanpa paparan radiasi sinar X radiografi periapikal

Perlakuan 1: Kelompok dengan paparan radiasi sinar X radiografi periapikal tunggal

(74)

LAMPIRAN E. Analisa Data Statistik

E.1 Uji NornalitasKolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

K P1 P14

N 6 6 6

Normal Parametersa,b

Mean 17.50 11.50 9.17

Std. Deviation 1.975 1.378 1.602

Most Extreme Differences

Absolute .267 .195 .208

Positive .267 .195 .208

Negative -.233 -.195 -.207

Kolmogorov-Smirnov Z .653 .478 .510

Asymp. Sig. (2-tailed) .787 .976 .957

a. Test distribution is Normal.

(75)
(76)

E.3 Uji StatistikOne-Way Anova

Descriptives

Jumlah per 100 sel

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper

Bound

K 6 17.50 1.975 .806 15.43 19.57 15 21

P1 6 11.50 1.378 .563 10.05 12.95 10 13

P14 6 9.17 1.602 .654 7.49 10.85 7 11

Total 18 12.72 3.938 .928 10.76 14.68 7 21

ANOVA

Jumlah per 100 sel

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 221.778 2 110.889 39.761 .000

Within Groups 41.833 15 2.789

(77)

E.4 Uji LSD

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Jumlah per 100 sel

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J)

Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

LSD K

P1 6.000* .964 .000 3.94 8.06

P14 8.333* .964 .000 6.28 10.39

P1

K -6.000* .964 .000 -8.06 -3.94

P14 2.333* .964 .029 .28 4.39

P14

K -8.333* .964 .000 -10.39 -6.28

P1 -2.333* .964 .029 -4.39 -.28

Gambar

Tabel 2.1.
Gambar 2.1 Gambaran sel normal monosit normal (tanda panah) terlihat lebih besar
Gambar 2.2 Proses hematopoiesis, monosit terbentuk CFU (Colony Forming Unit)
Gambar 2.3.Efek Radiasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Total biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha home industri kerupuk opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh Utara tahun 2016.. Nilai penyusutan ini

Pada Gambar 5, terdapat dua aktor yang memiliki hak akses dalam menjalankan sistem, yaitu tata usaha dan guru.. Aktor tersebut mengakses sistem melalui web browser yang

Hasil dari penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan viera dkk di Amerika yang berjudul variasi tekanan intraokuler pada saat mengangkat

Dalam upaya pembiakan secara vegetatif dengan tujuan untuk memperoleh persen tumbuh tanaman yang tinggi, adanya peningkatan sistim pertumbuhan perakaran, serta bibit

dengan pemodelan matematis untuk difusi turbulen pada suatu jenis ocean. ou(fall dengan memperhatikan aspek penyebaran kearah memanjang

Ada satu hal yang menarik dari yang dilakukan Ron Clark demi menarik perhatian siswa-siswinya. Sudah sering Ron Clark tidak dipedulikan oleh siswa-siswinya. Ron Clark sendiri

Skripsi ini dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Nyeri Haid (Dismenore) Pada Siswi SMP Negeri L Sidoharjo Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019” telah dipertahankan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas gastroprotektif serta untuk mengetahui dosis efektif ekstrak etanol daun gedi hijau dalam pemberian efek gastroprotektif