Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
MUHAMMAD MARTIN
NIM. 1112044100044
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
KPAI Jakarta). Konsentrasi Pradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatuallah Jakarta, 1437 H/ 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komisi perlindungan anak Indonesia dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak terlantar. Hal tersebut tidak jarang menjadikan anak sebagai korban dari penelantaran terhadap keluarganya. Ketika hal tersebut terjadi peran serta lembaga-lembaga yang memiliki wewenang terhadap perlindungan anak sangat diperlukan guna memberikan perlindungan dan menjaga hak-hak anak yang seharusnya didapatkan didalam keluarga.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,. Sumber data terdiri dari data primer yaitu hasil wawancara dengan pihak KPAI dan skunder terdiri dari buku, jurnal, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah penelitian, tehnik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawanncara dengan KPAI dan studi dokumen yang merupakan data informasi, tulisan ilmiah. Analisa data dalam melakukan penelitian tersebut, penulis menggunakan metode analisis deskristif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, didalam hukum positif dan hukum islam seorang anak berhak mendapatkan asuhan yang layak dari orang tuanya, mendapatkn penddikan yang baik, dan berhak mendapat hidup yang layak. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak seharusnya hidup dengan layak dan terpenuhi hak-haknya, akan tetapi dalam faktanya hak-hak tersebut tidak didapatkan oleh anak dan anak hidup terlantar, faktor tersebut adalah ekonomi, masalah ekonomi masih menjadi penyebab tertinggi hilangnya hak-hak anak sehingga anak hidup terlantar, perceraian, orang tua yang sibuk kerja, kasih sayang tidak didapatkan secara utuh dari orang tua. Adapun peran KPAI dalam mengembalikan hak-hak anak terlantar adalah dengan melimpahkannya kepada LPSA dan Panti Swasta untuk dirawat agar mendapat hidup yang lebih layak, dan dalam memenuhi hak pendidikannya, KPAI berkerja sama dengan Dinas Pendidikan lalu untuk menjamin hak kesehatannya KPAI berkerja sama dengan Dinas Kesehatan. KPAI sebagai lembaga yang diberi wewenang dalam ranah pengawasan perlindungan hak anak khususnya anak terlantar, masih belum optimalnya yang disebabkan keterbatasan kewenangan yang tidak sebanding dengan ekspetasi kerja, sulitnya pembangunan KPAD disetiap provinsi dan keterbatasan anggaran.
Kata Kunci : Hak, Anak, Terlantar, KPAI.
Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M.A.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Yang dengan rahmat dan
hidayah-Nya selalu memberikan kekuatan iman dan islam, sehingga setelah melalui
proses yang panjang, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitia ini sebagai
syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kehadirat Nabi
Muhammad saw, yang telah membawa dan menyempurnakan agama isalam sebagai
penyelamat umat manusia di muka bumi ini dan akhirat kelak.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, tentunya tidak terlepas dari beberapa pihak
terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan
motivasi, saran dan kritik yang membangun. Maka, sudah barang tentu menjadikan
suatu kewajiban bagi penulis untuk menghaturkan terimakasih yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif hidayatuallah Jakarta Dr.
Asep saepudin jahar, MA serta staf-stafnya.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Arip Purkon, MA., Ketua program Studi dan
Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (SAS) Fakultas Syaria’ah dan
Hukum Universitas Islam Negri Jakarta.
3. Dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik Hj.
Hotnidah Nasution, M.A yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk
ibunda Hj. Ukaesih, terimakasih atas doa dan limpahan kasih sayangnya.
5. Kakak tercinta Marsitoh S.Thi dan Marini S.H serta Mariyam A.Md.Kep,
terimakasih atas dukungan, motivasi serta doa selama ini.
6. Keponakan tercinta Sukma Melati, Muhammad Faqih, Lintang Marelda, Tirta
Khalis Azrak, dan Faris Janwar hadirnya ananda menjadi semangat dan
motivasi dalam hidup ini.
7. Terimakasih untuk KH.Zainuddin Ma’shum Ali selaku kepala pengasuh
pondok pesantren Al-hamidiyah depok yang selalu mendo’akan dan untuk
ustadz Ashri Azhari dan Ustadz Sarwani yang selalu mendo’akan dan memberi
motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Teman-teman seperjuangan, Muhammad Ilham Fuadi, Rivaldi Fahlepi, Ahmad
Faiq, Sufyan Zulkarnain, Lutfan Adly, Ziyad Mubarok, Rahmat Muhajir, Hilmi
Afif Arifqi, Sulaiman, Ilham Harsya, Fadli Azami, Malik Shofi, Ahmad Fauzi,
Nauval Hafidz, Syaul Haq, Putri Shafwatil Huda, Nanik Maulida, Sarifah
Dacosta, Itmam Huda, dan teman-teman seluruh Pradilan Agama A dan B,
teruslah semangat dan teruslah menggapai cita-cita kalian.
9. Sahabat-Sahabat gokil M.Abrar Zulsabrian S.H, M.Fadli Rahman S.Si,
M.Rizky Faray S.H, Achmad Sanjaya, M.Ramdhani S.Sos, Ahmad Mujiyaki,
10.Keluarga Besar CABUTIF (Campuran Budaya Otomotif) yang telah
memberikan bantuan semangat dan doa selama ini.
11.Keluarga Besar MAKTAH (Majelis Kopi Tahlil) yang selalu memberikan doa
untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini penulis
haturkan terimakasih semoga kebaikan kalian menjadi amal sholeh dan dilipat
gandakan pahalanya oleh ALLAH SWT.
Akhirnya kepada ALLAH SWT juga lah penulis serahkan segalanya serta
panjatan doa dan semoga amal kebaikan mereka diterima oleh-Nya. Penulis berharap
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para
pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik disisi ALLAH SUBHANAHU WA
TA’ALA.
Jakarta , 09 September 2016
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Metode Penelitian ... 10
E. Review Studi Terdahulu ... 11
F. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II Tinjauan umum tentang hak anak A. Pengertian Hak Anak dan Anak Terlantar ... 14
B. Hak-hak anak dalam Hukum Islam ... 23
C. Hak-hak anak dalam Hukum Positif ... 35
D. Hak-hak anak terlantar ... 42
BAB III Gambaran Umum Tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia A. Profil Komisi Perlindungan Anak Indonesia ... 46
B. Sususan Pengurus Komisi Perlindungan Anak Indonesia ... 50
C. Tujuan berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia ... 53
D. Hambatan Komisi Perlindungan Anak dalam menanggulangi masalah anak ... 56
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Faktor-faktor penyebab terjadinya penelantaran anak di Indonesia ... 60
B. Upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam mengembalikan Hak-hak anak Terlantar ... 69
C. Kontribusi Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak terlaantar ... 76
D. Analisis penulis ... 79
BAB V Penutup A. Kesimpulan ... 82
B. Saran-saran ... 85
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh
karena itu agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan
pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga malapetaka yang diakibatkan
oleh perbuatan terlarang dapat dihindari.1
Terhadap persoalan seputar hukum nikah, ulama fiqih berbeda pendapat
dalam menetukan kedudukan hukumnya. Secara umum ada pendapat tentang
hukum nikah seperti sunnah menurut kelompok jumhur dan wajib menurut
golongan zahiriyah. Kelompok pengikut mazhab Malik yang belakangan
memerinci kedudukan hukum nikah berdasarkan kondisi, yaitu hukum wajib
untuk sebagian orang dan sunnah untuk sebagian yang lainya dan dapat juga
berhukum mubah bahkan haram, tergantung pada keadaan masing-masing
sesuai kemampuan menghindarkan diri dari perbuatan tercela.2
Tujuan Nikah adalah agar setiap pasangan suami istri dapat meraih
kebahagiaan dengan pengembangan potensi mawaddah dan rahmah. Yang
dapat melaksanakan tugas kekhalifaan dalam pengabdian kepada Allah SWT
, yang darinya lahir fungsi-fungsi yang harus diemban oleh keluarganya.
Diadakannya akad nikah adalah dengan niat untuk selama-lamanya hingga
1
Djedjen Zainuddin & Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, ( Semarang : Pt.Karya Toha Putra, 2008 ), Hal. 66.
2
suami istri meninggal dunia, karena yang diinginkan oleh islam adalah
langgengnya kehidupan perkawinan. Suami istri bersama-sama dapat
mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih
sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang
baik agar anak-anak itu bisa menjadi generasi yang berkualitas.3
Anak merupakan amanah dan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Hadannah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia
membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya, dan orang
yang mendidiknya.
Hadhannah berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti antara lain
hal memelihara, mendidik,mengatur, mengurus segala kepentingan urusan
anak-anak yang belom mummayiz. Hadannah menurut bahasa berarti
meletakan sesuatu di dekat tulang rusuk atau pangkuan karena ibu waktu
menyusukan anaknya meletakan anak itu di pangkuanya, seakan-akan ibu di
saat itu melindungi dan memelihara anaknya sehingga hadannah di jadikan
istilah yang maksudnya pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir
sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat
anak itu.
Para ulama fikih mendefinisikan hadannah sebagai tindakan
pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan
atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang
3
menjadikan kebaikanya, menjaganya dari sesuatu yang menyakitinya dan
merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri
sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.4
Para fuqaha mengartikan hadhannah sebagai upaya menjaga anak
lelaki kecil, atau anak perempuan kecil atau anak yang memili gangguan
mental yang tidak dapat membedakan sesuatu dan tidak mampu mandiri,
mengembangkan kemampuannya, melindungi dari segala sesuatu yang
menyakitinya
Hukum hadhannah atau mengasuh anak kecil, baik laki-laki maupun
perempuan adalah adalah wajib, karena jika diabaikan dapat merusak anak
dan membuatnya terlantar.5
Menurut Muhammad Ibnu Ismail Al-san’ani, hadhannah adalah
memelihara anak yang belum mampu mengurus diri sendiri dan menjaganya
dari sesuatu yang dapat membinasakan atau membahayakan.6
Para ulama sepakat hukum hadhannah, menddik dan merawat adalah
suatu kewajiban. Tetapi mereka dalam hal itu, apakah hadhannah ini menjadi
hak hak orang tua terutama ibu atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan
Maliki berpendapat bahwa hak hadhannah itu menjadi hak ibu sehingga ia
dapat menggugurkan haknya. Tetapi menurut jumhur ulama , hadhannah itu
4
Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada, 2009), Hal. 215-217
5
Sayyid sabiq, Fiqih sunnah jilid 2, penerjemah Asep Sobari (Jakarta Al-I’tishom, 2008), h 529.
6
menjadi hak bersama antaraorang tua dan anak. Bahkan menurut Wahab
Al-Zuhailiy hak hadhannah adalah hak yang bersyarikat antara ibu, ayah dan
anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak atau
kepentingan anak.7
Mengasuh anak-anak yang masih kecil (Hadannah) hukumnya wajib,
sebab mengabaikanya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil
kepada bahaya kebinasaan. Pendidikan anak juga merupakan salah satu factor
yang sangat penting dalam keluarga. Orang tua berkewajiban mengarahkan
anak agar mereka menjadi orang-orang yang beriman dan berakhlak, mulia,
seperti patuh dalam melaksanakan kewajiban agama dengan baikagar terhindr
dari dosa dan maksiat.
Islam telah mewajibkan pemeliharaan atas anak sampai sampai anak
tersebut mampu berdiri dengan sendirinya tanpa menghrapkan bantuan orang
lain. Dasar hukum hadhannah tertera sebagaimana firman Allah Swt dalam
surat Al-Baqoroh ayat 233.
7
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(AL-Baqoroh 233)
Pada ayat tersebut Allah mewajibkan kepada kedua orang tua untuk
memelihara anak mereka dan ibu wajib menyusukannya selama 2 tahun. Dan bapak
wajib menafkahkan ibu.8
Pemeliharaan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan
skunder anak. Pemeliharaan meliputi berbagai aspek diantaranya pendidikan,
kesehatan dan segala aspek kebutuhan yang melekat pada anak. Ajaran islam
diungkapkan bahwa tanggung jawab ekonomi berada dipundak suami sebagai kepala
rumah tangga, dan tidak menutup kemungkinan istri untuk membantunya bila suami
tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu, amat
penting mewujudkan kerja sama dan Saling membantu antara suami dan istri untuk
memelihra anak sampai dewasa. Hal dimaksud pada prinsipnya adalah tanggung
jawab istri kepada anak-anaknya sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun
1974 diantarnya:
Pasal 45 ayat (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya (2) kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
8
ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat bderdiri sendiri kewajiban mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua oramg tua terputus. Pasal 46 ayat
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang wajib.
Pasal 47 ayat (1) anak yang belum mencapai umur 18 (Delapan belas tahun) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) orang tua mewakili anak
tersebut mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.
Sebagaimana setalah melakukan pernikahan seorang pria (kepal rumah
tangga) wajib memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dalam (menafkahi).
Nafkah berasal dari bahasa arab (ةقفن- قفني– قفن) yang artinya biaya, belanja,
pengeluaran uang.9 Sedang menurut istilah nafkah adalah diartikan sebagai belanja
untuk hidup berupa uang pendapatan.
Nafkah adalah yang dikeluarkan kepada keluarga (wanita,anak), seperti
makan, pakaian, harta dan lain sebagainya. Sedang menurut istilah adalah suatu
kewajiban suami memberian suatu pekerjaan (nafkah) kepada istri dan
anak-anaknya.10 Pada dasarnya setiap suami yang telah berkeluarga wajb hukumnya
memberikan nafkah kepada kesetiap anggota keluargnya, didalam terminology fikih,
fuqaha memberikan definisi nafkah sebagai biaya yang wajib dikeuarkan seseorang,
terhadap sesuatu yang sudah menajdi tanggungannya meliputiputi biaya kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian pemebrian nafkah oleh seorang kepala keluarga
merupakan tanggunggung jawab yang harus terus melekat daam keadaan apapun
untuk diberikan untuk pertumbuhan anak sampai ia dewasa atau bisa hidup sendiri.11
9
Amad warson Munawir, Al-Munawir :Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: Yayasan Penerbitan Univesitas Indonesia 1996),h 147.
10
Ibrahim Muhammad al-jamal, Fiqh Al-Mar’ah al-Muslimah , (Jakarta , PT Multi Kreasi Singgasana , 1991 ), h. 155.
11
Wahab Az-Zuhaili menafsirkan kata nafkah adalah sesuatu yang wajib
dikeluarkan oleh kepala keluarga kepada setiap anggota keluarganya, agar setiap
kelurga dapat merasakan rezeki yang berikan oleh Allah, supaya hidup dalam
berkecukupan. Setiap anak wajib merasakan nafkah yang diberikan oleh orang
tuanya baik kecil maupun besar,12 karena itu sumber awal untuk pemunuhan
hak-haknya agar setiap anak merasakan hidup dengan baik dan layak.
Didalam hukum positif Indonesia, permasalahan nafkah atau pemenuhan
kebutuhan keluarga telah diatur dan dinyatakan menjadi kewajiban suami. Hal ini
sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 34 ayat (1) suami wajib
melindungi istrinya dan memberkan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kewajibannya. Dan dipetegas oleh KHI pasal 80 ayat (4) sesuai
dengan penghasilannya suami menanggung : a). nafkah, kiswah dan tempat
kediaman bagi istri. b). biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan
bagi istri dan anak. c). biaya pendidikan bagi anak. Keberadaan nafkah tentu
mempunyai pengaruh dan fungsi yang sangat besar dalam membina keluarga yang
bahagia, tentram, dan sejahtera.
Sebagai mana yang diketauhi, anak merupakan amanah dan anugrah
dari Tuhan yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat
yang patut di junjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan
hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai ketentuan konvensi
Hak anak yang diratifikasi oleh pemerintah indonesia melalui keputusan
presiden Nomer 36 Tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip
12
umum perlindungan anak,yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak,
kelangsugan hidup dan tumbuh kembang anak, dan menghargai partisipasi
anak.13
Setiap anak yang lahir pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Namun, dalam beberapa kesempatan perseteruan yang dihasilkan dari orang
tuanya dan faktor-faktor lain menjadikan anak sebagai korban ketidak
perdulian,hal ini menyebabkan terlantarnya hak-hak anak yang seharusnya
mendapatkan kesejahtraan harkat dan martabat anak. Akan tetapi, hingga
keluarnya undang-undang perlindungan anak dan sampai sekarang
pemenuhan hak anak masih jauh yang yang di harapkan. Hal ini dapat dilihat
dari situasi dan kondisi anak Indonesia yang terlantar. Maka oleh sebab itu
peneliti mengambil judul skripsi ini :
“PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM
MENGEMBALIKAN HAK-HAK ANAK PADA ANAK TERLANTAR”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak
menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas, maka peneliti
membatasi penelitian ini pada seputar peran Komisi Perlindungan Anak
Indonesia yang terletak di Jalan Teuku Umar, No. 10 menteng, Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam mengembalikan hak-hak
anak pada anak terlantar.
13
2. Perumusan Masalah
Beberapa kasus penelantran yang terjadi di Indonesia menunjukan
bahwa tingkat kesejateraan anak dan pemenuhan hak anak masih jauh dari
yang diharapakan. Hal ini dapat dilihat pada anak-anak yang terlantar di
Indonesia, yang di sebabkan beberapa faktor-faktor dan perseteruan yang
terjadi di keluarganya.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan
penelitiannya adalah :
1. Apa hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh seorang anak
menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kasus
pertelantaran anak di indonesia ?
3. Bagaimana peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
mengembalikan hak-hak anak yang terlantar.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah
terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu :
1. Mengetahui Hak-hak anak yang terlantar menurut Hukum Islam
dan Hukum Positif.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab
anak-anak terlantar di Indonesia.
3. Mendapatkan gambaran tentang peran Komisi Perlindungan Anak
2. Manfaat Penelitian 2.1Manfaat Akademis
Penelitian ini memberikan kebermanfaatan dalam menambah
kajian tentang peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap
anak-anak yang terlantar.
2.2Manfaat Praktis
Dalam konteks praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi hasil perbaikan yang lebih baik bagi
pelaksanaan perlindungan anak- anak yang terlntar oleh Komisi
Perlindungan Anak Indonesia.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif menurut Creswell (2007) merupakan metode –
metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah
individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial
atau kemanusiaan.
Peneliti menggunakan metode penelitian ini karena peneliti ingin
mengeksplorasi Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
mengembalikan hak-hak anak pada anak-anak terlantar.
- Hasil wawancara dengan KPAI.
b. Data Skunder
- Buku,jurnal,peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
masalah penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut :
a) Wawancara dilakukan dengan KPAI.
b) Studi Dokumen, merupakan metode pengumpulan data dan
informasi dari buku dokumentasi, tulisan ilmiah, peraturan
perundang-undangan dan berbagai sumber tulisan lainnya.
3. Model Analisis
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis
deskriptif, yaitu salah satu model analisis data dimana peneliti
menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara/interview
dan studi kepustakaan
Dalam hal teknis penelitian, peneliti mengacu pada buku pedoman
Penelitian skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Islam Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012
E. Review Studi Terdahulu
Dari beberapa skripsi yang terdapat di fakultas syariah dan hukum
Universitas Islam Negeri Jakarta, peneliti menemukan data yang berhubungan
a) Peneliti yang bernama Hilman Reza dengan judul “Peran Komisi Perlindungan Anak Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap
Anak” tahun 2014 hanya membahas mengenai peran Komisi Nasional
Perlindungan Anak (KOMNAS PA) terhadap anak korban kekerasan
seksual, tidak membahas mengenai hak-hak anak korban perceraian
yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.
b) Peneliti yang bernama Imaniah, Ifada dengan judul “Kinerja Komisi
Nasional Perlindungan Anak Dalam Menanggulangi Perdagangan
Anak di Indonesia” tahun 2009 yang hanya membatasi pada kasus
perdagangan anak di Indonesia.
c) Peneliti yang bernama Trisna Laila Yunita dengan judul “Peranan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap Perlindungan
Hak Asuh Anak Akibat Perceraian” tahun 2008 yang hanya
membatasi pada hak asuh anak dan lembaga yang dijadikan tempat
penelitian adalah KPAI.
Dari penelitian – penelitian di atas, peneliti melihat bahwa belum ada
penelitian tentang peran komisi perlindungan anak Indonesia dalam
mengembalikan hak-hak anak pada anak-anak terlantar. Sesuai dengan yang
akan peneliti lakukan dalam bentuk skripsi.
F. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan dalam penelitian ini, peneliti membagi pembahasan
Bab I Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, review studi terdahulu dan sistematika
Penelitian.
Bab II Tentang perkawinan dan hak-hak anak terlantar, mencakup
pengertian perkawinan dan mencakup pengertian hak asuh anak.
Bab III merupakan eksistensi Komisi Perlindungan Anak Indonesia, profil
serta susunan pengurus Komisi Perlindungan Anak Indoensia, dan
tujuan berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan mengenai hak-hak anak dalam
hukum islam dan hukum positif, faktor-faktor penyebab terjadinya
kasus penelantaran anak di Indonesia, peran serta komisi
perlindungan anak Indonesia terhadap anak-anak terlantar dan
implementasi peran komisi perlindungan anak Indonesia terhdap
anak-anak terlantar.
Bab V Merupakan bab terakhir dari Penelitian skripsi ini, terdiri dari
A. Pengertian Hak Anak dan Anak Terlantar 1. Pengertian
Pengertian Hak dan Anak dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki
arti salah satu nya adalah “kewenangan” dan ini satu sama lain saling
berkaitan dengan mempunyai arti yang sama.1 Maka hak dan anak tidak bisa
dipisahkan karena kedua nya saling berkaitan, anak tidak bisa hidup tanpa
hak. Dan hak tidak akan jelas bila tidak ada anak sebagi objek nya, karena
anak dalam kandunganpun sudah mempunyai hak, mulai dari hak si cabang
bayi dinyatakan sehat oleh dokter sampai akhir nya anak itu lahir kedunia.
Hak anak adalah yang harus didapatkan oleh seorang anak tanpa anak itu
harus meminta, untuk kelangsuangan tumbuh kembangnya seorang anak. Hak
anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara.
Hak anak tersebut mencakup non diskriminasi, kepentingan bagi anak dan
penghargaan terhadap pendapat anak (UU Perlindungan anak Bab I Pasal 1
No.12 dan Bab II Pasal 2).2
1
Departemen Pendidikan Nasional, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)h.43.
2
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang
telah ada sejak lahir bahkan seblum lahir. 3 Didalam kamus Besar Bahasa
Indonesia hak memiliki kewenangan sesuatu yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.4 Anak merupakan amanah
dan anugrah dari tuhan yang maha esa yang didalam dirinya melekat harkat
dan martabat seutuhnya .
Hak Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang mendapat
jaminan dan perlindungan hukum, baik hukum internasional maupun hukum
nasional. Hak asasi anak bahkan harus diperlakukan berbeda dengan orang
dewasa, yang diatur secara khusus dalam konvensi-konvensi khusus. Hak
asasi anak diperlakukan berbeda dari orang dewasa karena anak sejak masih
dalam kandungan lahir, tumbuh, dan berkembang sampai menjadi orang
dewasa masih dalam keadaan tergantung pada keluarga dan lingkungannya,
belum mandiri dan memerlukan perlakuan khusus baik dalam gizi, kesehatan,
pendidikan, pengetahuan, agama, keterampilan, pekerjaan, keamanan, bebas
dari rasa ketakutan, bebas dari kekhawatiran maupun kesejahteraannya5.
Perlakuan khusus tersebut berupa perlindungan hukum dalam mendapatkan
hak sipil, hak politik dan ekonomi, hak sosial maupun hak budaya yang lebih
baik sehingga begitu anak tersebut menjadi dewasa, ia akan lebih mengerti
dan memahami hak yang dimilikinya serta akan mengaplikasikan
3
Pengertian Hak online, Akses pada: https://id.wikipedia.org/wiki/Hak. Pukul 09.00 WIB 4
Departemen Pendidikan Nasional, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)h.43.
5
haknya tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, anak yang telah dewasa tersebut akan menjadi tiang dan
fondasi yang sangat kuat, baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara6.
Definisi anak dipahami berbeda dalam setiap disiplin ilmu, sesuai
pandangan dan pengertian masing-masing dalam undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih didalam kanndungan.7
Dan didalam KUHP Perdata pasal 2 disebutkan bahwasannya anak adalah
yang ada didalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap
kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati setelah dilahirkan,
dia dianggkap tidak pernah ada.8 Pengertian anak dalam kedudukan hukum
meliputi pengertian kedudukan hukum anak dari pandangan system hukum
atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum. Kedudukan
anak dalam artian tersebut meliputi pengelompokan dari pengertia sebagi
berikut:
a. Pengertian Anak Dalam Hukum Pidana
Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana
dietakan dalam pengertian anak yang bermakna “penafsiran hukum
secara negatif” dala arti anak sebagai subjek hukum yang seharusnya
6
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, h. 4. 7
Prabowo, Budy, Anak-anak Korban Tsunami Mereka perlu Perlindungan Khusus, (Media Prempuan Edisi No.6 Biro umum dan Humas Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia), Jakarta, 2004, Hal. 11-14.
8
bertanggung jawab terhadap tindak pidana (strafbaar feit) yang
dilakukan oleh anak itu sendiri, ternyata krena kedudukan sebagai
seorang anak yang berada dalam usia belum dewasa.
b. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Pengertian anak menurut pasal 34 Undang-undang 1945
mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan setatus amak dalam
bidang politik, karena menjad dasar kedudukan anak, dalam pengertian
kedua ini, yaitu anak adalah sebagai subjek hukum dari system hukum
nasional yang harus dilindungi, dipelihara, dilindungi, dibina untuk
mencapai kesejahteraan.
c. Pengertian Undang-Undang Nomer 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak
Anak adalah seorang manusia yang dibawah 21 tahun dan belum
menikah dan anak adalah mahluk social seperti hal nya orang dewasa.
d. Pengertian Anak Menurut Psikologi
Anak adalah individu yang berusia 3-11 tahun. Diatas 11 tahun
anak adalah individu yang sudah dewasa. Selain didasarkan dengan
perkembangan fisik, yang memang sangat jelas membedakan anak
dengan individu yang sudah dewasa, perbedaan dilihat dengan
perkembangan kognisi dan moral individu.9
9
e. Pengertian anak dalam islam.
Anak adalah merupakan mahuk yang dhaif dan mulia, yang
keberadaan nya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan
proses melalui penciptaan
Dan dari uraian yang sudah dijelaskan diatas dapat dijelaskan, pengertian
hak anak adalah bagian dari integral dari hak asasi manusia yang merupakan
instrument berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma
hukum mengenai hak-hak anak. sedang menurut pengertian yang lain hak
anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah dan negara.10
Anak agar bisa menjadi generasi penerus keluarga dan bangsa yang kuat,
maka hak-hak mereka haruslah dilindungi oleh pihak-pihak yang memiliki
peranan penting dalam penyelenggaraan perlindungan anak seperti orang tua,
keluarga, masyarakat, bangsa dan juga negara.
Kata anak terlantar, terdiri dari kata anak dan kata terlantar. Dari
uraian sebelumnya, anak menurut Undang-undang perlindungan anak adalah
sebagai manusia yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih didalam kandungan.11 Menurut Undang-undang No 4 Tahun
1979 tentang kesejahteraan anak, anak terlantar adalah anak yang karena
suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak
10
Rika saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2015)h, 16.
11
tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun
sosial.12
“fakir misikin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.” Bunyi
pasal 34 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 tersebut menjadi acuan dan
pedoman bagi Negara dalam hal ini pemerintah melalui lembaga-lembaganya
untuk menjamin bahwa anak terlantar harus dipelihara dan dijamin
kelangsungan hidup serta masa depan anak memang harus dimiliki oleh
setiap elemen bangsa.
Kata terlantar mengandung arti tidak terurus atau tidak terpelihara.13
Sedangkan kata penelantaran sebagai kata kerja berasal dari kata lantar yang
berarti tidak terpelihara, terbengkalai, tidak terurus.14 Maka dari beberapa
rumusan definisian dan kata terlantar tersebut dapat disimpulkan bahwa anak
terlantar adalah seseorang yang secara umum berusia dibawah delapan belas
tahun atau ditentukan lain menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan karena suatu sebab tidak diberikan pemeliharaan yang layak,
tidak terurus, dan terbengkalai sehingga hak-hak nya tidak terpenuhi.
Menurut Undang-undang perlindungan Anak, anak terlantar adalah anak
yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual
hingga social.15 Sedangkan menurut Kementrian Sosial, anak terlantar adalah
12
Undang-undang RI Nomer 4 Tahun 1979 Tentang kesejahteraan Anak 13
M. B Ali dan Dedi, Kamus lengkap Bahasa Indonesia. H.46 14
W.J.S Poerwadarminata, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1976), h. 564
15
seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun,
meliputi anak yang mengalamai perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang
tua atau keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua atau keluarga.
Hal yang lazim terjadi pada anak terlantar antara lain:
a. Berasal dari keluarga fakir miskin
b. Anak yang dilalaikan oleh orang tuanya
c. Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya hingga hak-hak nya.16
Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori
anak rawan atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus
(children in need of special protection). Dalam buku pedoman pembinaan
anak terlantar yang dikelurkan oleh dinas social Provinsi Jawa Timur
disebutkan bahwa yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang karena
suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasar hingga hak-hak nya
dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosialnya.17
Seorang anak dikatakan terlantar, bukan sekedar karena sudah tidak lagi
memiliki orang tua atau kedua orang tuanya, tetapi, pengertian disini adalah
ketika hak-hak anak, untuk tumbuh kembangnya secara wajar, untuk
memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh kesehatan yang
memadai, tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidak mengertian orang tua,
ketidak mampuan atau kesengajaan. Seorang anak yang kelahirannya tidak
16
Lampiran Mentri sosial Republik Indonesia tentang Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial dan potensi serta Sumber Kesejahteraan Sosial Online: Akses pada: http://datascience.or.id/2015/08/02/pembinaan-anak-jalanan-keberadaan-rumah-singgah-adakah-upaya-agar-pembinaan-yang-menyeluruh/. Tanggal 17-8-2016. Pukul 01.00 WIB
17
dikehendaki seperti mereka umumnya sangat rawan untuk ditelantarakan dan
bahkan diperlakukan salah (child abouse). Pada tingkat ekstrime, perilaku
penelantaran anak bisa berupa tindakan orang tua membuang anaknya seperti
membuangnya di hutan, diselokan, di tempat sampah, dan sebegainya baik
ingin menutupi aib atau karena ketidaksiapan orang tua untuk melahirkan dan
memelihara anaknya secara wajar.18
Dalam ajaran islam melalaikan anak adalah salah satu perbuatan yang
tidak dibenarkan, walaupun tidak dijelaskan secara mendetail mengenai anak
terlantar, namun konsep perlindungan terhadap anak dan hak-hak anak juga
disebutkan dalam Al-qur’an. Dalam islam, perlindungan terhadap hak-hak
anak adalah salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan khususnya oleh
kedua orang tua karena anak merupakan titipan ALLAH SWT yang dapat
menjadi penyenang hati. Hal ini terdapat dalam surah Al-Furqon ayat 74
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa. (QS Al-Furqon: 74)
Selain itu, anak merupakan amanah yang dititipkan oleh ALLAH SWT
kepada orang tua, hal ini terdapat dalam surah Al-Anfal ayat 27
18
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
Mengetahui.(QS Al-Anfaal:27)
Selanjutnya kewajiban pemeliharaan anak sebagaimana dijelaskan dalam
surah At-Tahrim ayat 6
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS At-Tahrim:6)
Ditegaskan pula bahwa anak merupakan bagian dari cobaan yang harus
dilalui oleh kedua orang tua. Jika orang tua berhasil memelihara anak dengan
baik maka tentu pahala yang besar yang akan diperoleh. Namun sebaliknya,
jika anak tidak dipelihara dengan baik ditelantarkan, maka dosa yang akan
diperoleh sebagaimana yang disebutkan didalam surah Al-Anfal ayat 28
Artinya: Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang
besar.(QS Al-Anfal 28)
Pada ayat yang lain Allah menjelaskan bahwasannya tidak boleh
meninggalkan anak dalam keadaan lemah.19 Yaitu hak-haknya yang tidak
terpenuhi sehingga rentan terjadi anak terlantar. Didalam surah An-Nisa ayat
9 Allah berfirman
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS An-Nisa 9)
Maka berdasarkan penjelasan ayat-ayat diatas dapat diketahui
bahwasannya tindakan yang mengakibatkan anak terlantar sehingga tidak
terpenuhui hak-hak dan kebutuhan dasarnya merupakan tindakan yang
dilarang. Anak adalah amanah yang diberikan kepada orang tua sehingga
harus dipelihara dan dipenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik.
B. Hak-hak anak dalam hukum islam
Setelah anak lahir, Islam telah memeberi ketetapan bagi orang tua atau
yang bertanggung jawab agar menegakkan hak-haknya karena hal itu akan
19
memeberikan pengaruh positif pada proses tumbuh kembang seorang anak itu
nanti. Sebagaimana ditegaskan didalam Al-Qura’an surat An-Nisa ayat 9
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (An-Nisa 9)
Dimasa kanak-kanak merupakan masa dimana pertama kalinya
kehidupan manusia di alam dunia ini, yang berawal dari sejak lahirnya dan
berakhirnya pada saat ia mencapai umur dewasa atau akhil baliq. Oleh
karenya pada masa itu merupakan masa yang sangat vital untuk arah yang
sangat vital bagi kehidupan manusia di dalam mengembangkan
potensi-potensi yang ada pada diri manusia itu sendiri.
Oleh kerena itu, orang tua sangat dituntut untuk dapat memahami
karakter dari anaknya pada masa perkembangannya, memenuhi hak-hak
anaknya dan kemudian mengusahakan suatu lingkungan pendidikan yang
dapat memupuk seluruh aspek perkembanganya secara optimal.
1. Hak untuk hidup
Islam melarang keras pembunuhan yang terjadi pada anak dengan
alasan apapun, baik itu karena kemiskinan, ancaman kemiskinan atau
gairah yang berlebihan akan suatu kehormatan. Pada zaman jahiliyah
beberapa anak perempuan dikubur secara hidup-hidup karena kemiskinan
memalukan.20 Di dalam ayat-ayat Al Quran Allah mengecam perbuatan
mereka dan menetapkannya sebagai dosa besar, lebih lagi bahwasanya
Allah menegaskan bahwa Dialah yang akan memeberikan rezeki kepada
anak-anak maupun orang tuanya.
Menurut pandangan Quraish Shihab, karena sedemikian murkanya
Allah terhadapat pembunuhan atas anak yang tidak berdosa, sehingga
Allah menjelaskan dengan pristiwa-pristiwa kiamat dan Al Quran
menguraikanya dengan sebuah pertanyaan ؟تلتـق بنذ ي أب karena dosa
apakah dia (anak perempuan) dibunuh (dikuburkan hidup-hidup)”. (QS.
Al-Tawakir [81] : 9)
Artinya: Karena dosa apakah dia dibunuh
Ayat ini tidak mempersoalkan siapa yang membunuh, untuk
mengisyaratkan akan kemurkaan Allah sehinga pelaku tidak wajar untuk
di ajak berdialog dengan Allah.21
2. Hak perlindungan terhadap anak
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan hak asuh anak
dibawah umur dalam pasal 105 :
“Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz
diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya
20
Rahim Umran & M. Hasyim, Islam Dan Keluarga Berencana, (Jakarta : Lentera, 1997) h. 36.
21
sebagai pemegang hak pemeliharaanya. Biaya pemeliharaanya di
tanggung oleh ayahnya”22.
Dalam kompilasi bab XIV pasal 98 dijelaskan sebagai berikut:
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental
atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan
hukum di dalam dan diluarpegadilan.
3. Pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat
yang mampu menunaikan kewajiban apabila kedua orang tuanya
meninggal. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al-Baqarah [2] :
233)
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya
22
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah [2] : 233 )
Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua
orang tuanya pemeliharaan dalam hal ini meliputi berbagai hal, masalah
ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok
anak. Dalam konsep Islam, tanggung jawab ekonomi berada pada tulang
punggung suami sebagai kepala rumah tangga. Bagaimana pun di dalam
hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa istri dapat membantu suami
dalam menanggung kewajiban ekonomi tersebut. Karena itu hal yang
terpenting adalah adanya kerjasama dan tolong menolong antara suami
istri dalam memelihara anak, dan mengantarkannya hingga anak itu
dewasa. Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak secara rinci mengatur
masalah tersebut. Karena tugas dan kewajiban memelihara anak, sama
dengan tugas dan tanggung jawab suami sekaligus sebagai bapak bagi
anak-anaknya23.
3. Hak waris
Salah satu perintah Allah kepada orang tua adalah memberi warisan
kepada anak-anaknya. Firman Allah Swt.
23
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separu harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa [4] : 11)
Di sisi lain, Rasulullah Saw membatasi jumlah wasiat harta hanya
sepertiga dari harta dengan tujuan agar kehidupan anak-anak kelak lebih
terjamin dengan bekal harta yang cukup. Tentunya bekal harta ini
dimana untuk menjamin masa depan anak walaupun oarang tuanya sudah
tidak ada lagi.
Islam pun menetapkan bahwa janin mempunyai hak waris namun
hak warisya belum sempurna sebelum ia lahir, apabila anak telah lahir
dan nampak ada tanda-tanda kehidupan pada dirinya ia telah mempunyai
hak waris yang sempurna. Rasulullah Saw. Bersabda:
“Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Saw.. Bersabda jika bayi
bersuara maka berhak mendapatkan warisan” (HR. Abu Dawud)24.
Seorang anak belum mampu untuk mengurusi hartanya sendiri, maka
kepengurusan harta benda anak tersebut tentunya diserahkan kepada ayah
atau walinya. Hal tersebut dilakukan hingga anak itu dewasa atau sudah
memiliki kemampuan untuk mengelola harta bendanya sendiri.
4. Hak nasab dan nama yang baik
Penetapan nasab merupakan salah satu hak seseorang anak yang
terpenting dan merupakan sesuatu yang banyak memeberikan dampak
terhadap kepribadian masa depan anak.25
Penetapan nasab mempunyai dampak yang sangat besar terhadap
individu, keluarga dan masyarakat sehingga setiap individu berkewajiban
untuk merefleksikannya dalam masyarakat dengan demikian diharapkan
anggota masyarakat nasabnya menjadi jelas. Karena pemusnahan nasab
24
Kitab Jamiul Ahadis, (Mesir: Mesir 3 Hijriyah). No. 12265 25
akan menjadikan seseorang rendah di mata orang lain dan kemungkinan
akan dicaci maki karena tidak jelas asal usulnya. Selain itu dengan tidak
jelasnya nasab tersebut di khawatirkan akan terjadi perkawinan dengan
mahram. Untuk itulah islam mengharamkan untuk menisbatkan
seseorang terhadap orang lain yang bukan ayahmya dan diharamkan
untuk memusnahkan nasab dari pihak sang ayah. Oleh karena itu akan
dapat menimbulkan fitnah dan mafsadah yang besar serta merupakan
penghancuran terhadap sendi-sendi keluarga.
5. Hak perlindungan duniawi dan ukhrawi
Pada abad ke 14 Allah Swt sudah mempringatkan agar tidak
meninggalkan anak dalam keadaan lemah, tidak hanya lemah dari segi
materi atau hal-hal keduniaan tapi juga tidak meninggalkan anak dalam
keadaan lemah iman. Firman Allah Swt..
<