By
Hendri Adriansyah
Bank is financial institutions which it main task is to provide a variety of financial services maily related to saving and lon disbursement. One of its mos profitable financial services provided by bank is a loan. In order to obtain loan customer bank often seeks its customer by taking over a loan from other bank.
Based on previous statement mentiones above one if its most critical point is legal related matter. This research is trying to discuss about legal matter toward bank, ists client prvious bank and the relationship between the parties related to its process.
This research is using applied normative law method which utilized primary and secondary data. The data is processed qulaitative and comprehensive method.
Based on an online, writeten research and discussion, the legal realtionship betweeb bank and its client are begun when a deal has been made the contract has been signed until the percetage of default loan. The client is willing to be taken over from previous bank or financial institution and not to be carried out additional loans, previous bank doesn’t give good services to its customer and both client and bank’s staaf (account officer) have closed realtionship each other. Loans has been agreed and its customer sign the offering letter given, and then pay off the loan to previous bank or financila institution according to the billing receives, finally the customer have to submit a letter of settled, roya and collateral.
Oleh
Hendri Adriansyah
Bank adalah usaha dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat terutama kredit dan jasa. Bank Rakyat Indonesia menerapkan
peralihan kredit atau take over kredit terhadap calon debitur, yang telah menjadi
nasabah bank lain. Peralihan kredit (take over) merupakan istilah yang digunakan
dalam dunia Perbankan dalam hal pihak ketiga memberi kredit kepada debitur yang bertujuan untuk melunasi hutang kredit debitur kepada kreditur awal dan memberikan kredit baru kepada debitur.
Berdasarkan hal tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana terjadinya hubungan hukum antara kreditor dengan debitor, apa alasan
yang melatarbelakangi peralihan kredit (take over) dan bagaimana proses
peralihan kredit (take over).
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif empiris (applied
normativ law) yang menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis data ini dilakukan secara kualitatif dan komprehensif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, hubungan hukum yang terjadi antara debitor dan kreditor (bank) terjadi ketika kontrak kredit atau perjanjian telah disepakati oleh kedua belah pihak dan berakhirnya hubungan hukum antara kreditor awal dengan debitor. Alasan yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia
melakukan peralihan kredit (take over) adalah mengurangi prosentase kredit
macet pada bank. Calon debitur bersedia di takeover adalah Bank atau lembaga
keuangan asal tidak memberi plafond tambahan, nasabah merasa tertipu dengan fasilitas yang diterima dari kreditur asal, serta buruknya pelayanan yang
diterima oleh debitur, nasabah mempunyai kedekatan emosional dengan account
officer BRI. Permohonan kredit telah disetujui dan penawaran putusan kredit (offering letter) disetujui oleh pemohon kredit maka proses selanjutnya debitor
dengan ditemani oleh account officer datang kepada bank melakukan
pembayaran kredit sesuai outstanding/ baki debet di tempat asal atau transfer
(RTGS) dana dari rekening pinjaman debitur kepada bank yang akan di take
over, adapun besarnya dana yang akan ditransfer adalah sesuai dengan hasil
informasi posisi pinjaman terakhir. Setelah itu debitur wajib menyerahkan Surat Keterangan lunas, Surat Pengantar roya, dan jaminan asli.
Oleh
HENDRI ADRIANSYAH
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Derajat MAGISTER HUKUM
Pada
Jurusan Sub Program Hukum Bisnis Program Pascasarjana Magister Hukum
Universitas Lampung
PROGRAM MAGISTER HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
(TESIS)
OLEH
HENDRI ADRIANSYAH
PROGRAM MAGISTER HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2. Jenis Penelitian dan Sumber Data . ... ... 49
3. Pengumpulan Data . ... ... 50
4. Pengolahan Data . ... ... 51
5. Analisis Data …. ... ... 51
VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . ... ... 53
A.Terjadinya hubungan hukum antara kreditur dan debitur … ... ... 53
B.Alasan yang melatarbelakangi peralihan kredit (take over) . ... ... 67
C.Proses peralihan kredit (take over) . ... ... 72
V. PENUTUP . ... ... 93
1. Kesimpulan . ... ... 93
2. Saran ... ... 96
Assalammualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT
atas Berkah Rahmat dan Karunia Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Aspek Hukum Peralihan
Kredit (take over) Pada kredit Perbankan”.
Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Hariyanto, M.S. yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana
Program Studi Magister Hukum di Universitas Lampung.
Selama penulis menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Program Studi
Magister Hukum Ilmu Hukum di Universitas Lampung, tentunya penulis
menemui hambatan dan kesukaran tanpa adanya bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak, untuk itu dengan setulus hati, penulis menghaturkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum., selaku ketua Program
Pascasarajana Program Studi Magister Hukum Ilmu Hukum di Universitas
4. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberikan saran, bantuan pemikiran dan motivasi serta
meluangkan waktu bagi penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
5. Seluruh Dosen pengajar Program Pascasarjana Program Studi Magister
Hukum Ilmu Hukum di Universitas Lampung, jasa Bapak / Ibu semoga
kami dapat menjadi manusia yang berguna kelak dan segala ilmu yang
telah diberikan akan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
6. Teman-Teman terbaik di Magister Hukum Universitas Lampung
khususnya angkatan 2013, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama dan
kekompakan yang telah kita jalin, sempga Allah SWT, memberikan
perlindungan dan keberkahan bagi kita semua.
7. Keluarga dan Kedua orang tuaku tercinta, yang telah melahirkan,
membesarkan dan mendidik aku dengan penuh cinta dan kasih sayang,
mengajarkan aku nilai-nilai agama dan moral serta arti kehidupan,
memberi dukungan moral maupun materil serta doa tiada henti yang
akhirnya mengantarkan aku menyelesaikan tesis ini, inilah buah hasil jerih
payah anak mu yang ku persembahkan untuk kalian yang senantiasa akan
selalu menjadi bagian terpenting dalam hidupku.
8. Terima kasih kepada kekasihku tercinta Lidya Fitriana, dengan penuh rasa
cinta telah memberikan semangat dan motovasi dalam menyelesaikan tesis
Harapan penulis semoga bantuan-bantuan yang telah diberikan secara ikhlas
merupakan suatu ibadah yang mudah-mudahan mendapat imbalan dari Allah
SWT. Akhirnya dengan penuh harapan semoga karya ilmiah ini dapat
memberikan menfaat kepada semua kalangan dan khususnya bagi penulis sendiri
Akhir kata penulis ucapkan Terima kasih.
Wassalammualaikum Wr. Wb.
Bandar lampung, Februari 2015 Penulis,
“Pada pukulan terakhir yang menentukan, kita hanya bisa mendapat kemenangan, jika kita juga mengambil inisiatif bertahan. Agar supaya
pukulan terakhir yang menentukan itu dapat mewujudkan tujuan ”
(Tan Malaka)
Berangkat dengan penuh keyakinan. Berjalan dengan penuh keikhlasan. Istiqomah dalam menghadapi cobaan.
YAKIN USAHA SAMPAI
kupersembahkan karya ini untuk :
Kedua orangtuaku yang telah melimpahkan kasih sayangnya, doa dan
pengorbanan yang tiada henti. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat, karunia, kesehatan.
Ayuk-Ayuk dan Kakakku, serta kakak iparku yang tercinta yang telah
mendukung dan memotivasi untuk dapat melanjutkan dan menyelesaikan
studi dengan baik.
Persembahan karya ini, penulis persembahankan untuk pacarku yang
sangat ku cintai Lidya Fitriana, S.Pd. yang selalu memberikan motivasi,
kelima dari lima bersaudara dari pasangan Mukrin A. Landaw dengan Rusnani.
Penulis menyelesaikan sekolah Taman Kanak-kanak di TK Xaverius Baturaja
Sumatera Selatan pada tahun 1993, Kemudian melanjutkan pendidikan sekolah
dasar di Sekolah Dasar TK Xaverius Baturaja Sumatera Selatan pada tahun 1999,
Melanjutkan Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri 1 Ogan Komering Ulu
Baturaja Sumatera Selatan pada Tahun 2002, Kemudian Sekolah Menengah Atas
1 Ogan Komering Ulu Baturaja Sumatera Selatan pada tahun 2005.
Pada tahun 2006, melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Bandar
Lampung di Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, menyelesaikan pada
tahun 2010. Pada tahun 2013 Penulis melanjutkan kembali studi di Program
Magister Hukum Universitas Lampung atas izin Allah SWT penulis dapat
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Lembaga perbankan merupakan salah satu tulang punggung perekonomian suatu negara
baik secara mikro maupun secara makro, karena memiliki fungsi intermediasi atau
sebagai perantara antara pemilik modal (fund supplier) dengan penguna dana (fund
user). Dunia usaha dan perbankan merupakan dua unsur kekuatan ekonomi yang
saling tergantung dalam pengembangan usaha maupun pengembangan potensi
perekonomian. Bank mempunyai fungsi dan peranan penting dalam perekonomian
nasional. Jika dilihat dari kondisi masyarakat sekarang, jarang sekali orang yang tidak
mengenal dan tidak berhubungan dengan bank. Hampir semua orang berkaitan dengan
lembaga keuangan. Lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.
Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya
kegiatan perekonomian di sektor riil.1
Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi,
kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa. Mengingat bahwa kegiatan
investasi, distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya
1
penggunaan uang. Kelancaran investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah
kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.2
Pada mulanya kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang, dalam sejarah
perbankan arti bank dikenal sebagai meja tempat menukarkan uang, di mana kegiatan
penukaran uang tersebut sekarang dikenal dengan pedagang valuta asing (money
changer). Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang, yang kini dikenal dengan kegiatan simpanan
(tabungan). Kegiatan perbankan bertambah lagi sebagai tempat peminjaman uang.
Kegiatan perbankan terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat, di
mana bank tidak lagi sekedar sebagai tempat menukar uang atau tempat menyimpan dan
meminjam uang. Hingga akhirnya keberadaan bank sangat mempengaruhi
perkembangan ekonomi masyarakat, hingga tingkat negara, dan bahkan sampai tingkat
internasional.3
Sistem keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sistem moneter dan lembaga
keuangan lainnya. Sistem moneter terdiri atas otoriter moneter dan sistem bank umum
(commercial bank). Bertitik tolak pada pengelompokan sistem keuangan di atas, dapat dikemukaan bahwa otoritas moneter dan sistem perbankan adalah bagian dari sistem
moneter Indonesia. Otoritas moneter tersebut adalah otoritas moneter sebagaima diatur
di dalam Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Jo.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang secara tegas
2
Hermansyah.2006. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana,hlm.8
3
menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas kebijakan
moneter yang lazim disebut otoritas moneter. Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia
berwenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Di samping otoritas moneter, sistem
bank umum yang merupakan bagian dari sistem perbankan Indonesia adalah sistem
perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Ini berarti bahwa sistem
moneter berhubungan erat dengan bank sentral dan lembaga keuangan bank. Lembaga
keuangan bukan bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan dibidang
keuangan, secara langsung dan tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan
mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya kedalam masyarakat, terutama
untuk membiayai investasi perusahaan-perusahaan. Lembaga keuangan bukan bank ini
diatur di dalam peraturan undangan tersendiri, di luar peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan.4
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan Pasal 5 Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan. Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Menurut Pasal 7 Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan mempunyai wewenang:
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
4
1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi
dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan,
dan pencadangan bank;
2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. sistem informasi debitor;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank;
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari sistem keuangan dari
setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perseorangan,
badan-badan usaha swasta, Badan Usaha Milik Negara, bahkan lembaga - lembaga
pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan
dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta
melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Di
Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha
memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Pada
dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan
dalam bentuk kredit dan memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Berkaitan dengan
pengertian bank, Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang mengimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.5
Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5
Ayat 1 Undang-Undang Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis yaitu Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Yang dimaksud dengan bank umum adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,
sedangkan yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya.
Selain itu, bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu
atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud
dengan mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang,
kegiatan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha ekonomi lemah/
5
pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas, dan pengembangan pembangunan
perumahan.
Bank Indonesia dapat melakukan berbagai macam bentuk kegiatan usaha yang sangat
luas, namun demikian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah
pula menentukan mengenai kegiatan usaha yang dilarang dilakukan oleh Bank Umum
sebagaimana diatur dalam Pasal 10, yaitu :
a. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
dan huruf c.
b. Melakukan usaha perasuransian.
c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dan Pasal 7.
Berbeda halnya dengan Bank Umum yang bisa melakukan berbagai kegiatan usaha
sebagaimana dikemukakan di atas, maka di Bank Perkreditan Rakyat kegiatan usaha
yang didapat dilakukannya terbatas. Usaha Bank Perkreditan Rakyat hanya meliputi :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Menempatkan labanya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
Berkaitan dengan itu, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan yaitu
a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
c. Melakukan penyertaan modal.
d. Melakukan usaha perasuransian.
e. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagimana dimaksud dalam Pasal 13.
Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan pada akhirnya
menyalurkannya kepada masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam
pemberian permodalan kepada masyarakat. Bank memiliki dua fungsi utama di dalam
kegiatan usahanya, yang pertama yaitu kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan
fungsi yang kedua adalah kegiatan pengalokasian dana. Pasal 8 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, mengatur bahwa bank dalam menyalurkan kredit
wajib mempunyai keyakinan terhadap debitor untuk melunasi hutangnya. Pada azasnya,
bank dalam kegiatan menyalurkan kredit, tidak diwajibkan untuk menyertakan agunan
sebagai syarat yang harus ada, akan tetapi cukup dengan keyakinan dari bank terhadap
debitor, untuk melunasi semua hutang-hutangnya.6
Penyaluran kredit Perbankan harus didasarkan pada suatu keyakinan. Pasal 2 ayat (1)
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR Tanggal 28 Februari
1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, mengatur mengenai keyakinan bank atas
kesanggupan debitor untuk melunasi sesuai dengan yang diperjanjikan.
6
Dalam pemberian kredit, bank harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit,
yaitu:
1. Prinsip Kehati-hatian Perkreditan (Prudential Principle)
Setiap pemberian kredit harus dilakukan secara hati-hati untuk memberikan
keyakinan bahwa kredit layak diberikan dan memitigasi risiko, antara lain dengan
melakukan analisa sebelum kredit diputus dan memonitor kredit. Agar Kredit yang
diberikan berkualitas, maka harus dilakukan analisa sehingga risiko kredit dapat
diantisipasi sejak awal pemberian kredit. Kredit yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan debitor dan diyakini bahwa kredit dapat dikembalikan oleh debitor pada
waktu dan dengan jumlah yang diharapkan oleh bank. Dalam mengevaluasi kredit,
bank melakukan penilaian terhadap calon debitor dengan prinsip 5C, yaitu keyakinan
bank terhadap aspek character, capital, capacity, collateral, condition of economi
serta collateral yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Character, yaitu penilaian bank atas karakter calon debitor sehingga bank dapat menyimpulkan bahwa debitor tersebut jujur, beritikad baik dan tidak akan
menyulitkan bank dikemudian hari. Sebelum memberikan kredit, bank harus
mengenal terlebih dahulu calon debitor terutama karakternya.
b. Capacity, yaitu penilaian bank atas kemampuan calon debitor dalam bidang usahanya dan atau kemampuan manajemen debitor, sehingga bank yakin bahwa
usaha yang akan dibiayai dengan kredit tersebut dikelola oleh orang-orang yang
tepat/ benar.
pada masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan
debitor dalam menunjang pembiayaan proyek atas usaha yang bersangkutan.
d. Condition of Economi, yaitu penilaian bank atas kondisi pasar di dalam negeri maupun di luar negeri, baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga dapat
diketahui prospek pemasaran dari hasil usaha debitor yang dibiayai dengan kredit
dari bank.
e. Collateral, yaitu penilaian bank terhadap agunan yang dinilai oleh calon debitor. Agunan merupakan benda berwujud dan atau tidak berwujud yang diserahkan hak
dan kekuasaannya oleh calon debitor kepada bank guna menjamin pelunasan
hutang debitor, apabila kredit yang diterimannya tidak dapat dilunasi sesuai waktu
yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau adendumnya. Agunan tersebut
sangat penting sebagai jalan terakhir untuk penyelesaian kredit, apabila debitor
tidak mampu memenuhi kewajiban membayar pokok dan bunga.7
Bank sebagai pemberi kredit bersaing secara terbuka dalam menawarkan jasa
kreditnya. Bank tidak hanya berinovasi dengan memberikan berbagai fasilitas dan
hadiah, melainkan saat ini bank memakai strategi dalam menarik nasabah unggulan
dengan cara mendapatkan nasabah yang berasal dari bank lain yang memiliki track
record perkreditan yang baik, sehingga bank memiliki nasabah yang berkualitas dan meminimalisasi kemungkinan terjadinya kredit macet. Metode yang dipakai oleh
bank dalam menarik dan mendapatkan nasabah berkualitas baik ini adalah dengan
membujuk nasabah dari bank lain untuk menjadi nasabahnya atau dengan
melakukan peralihan kredit atau lebih dikenal dengan istilah take over kredit.
7
Bank sebagai kreditor, salah satu komponen yang dipakai untuk menjaga
kepentingannya ketika menyalurkan kredit adalah penguasaan benda jaminan (hak
kebendaan) yang diserahkan oleh debitor. Salah satu cara penguasaan benda jaminan
oleh bank, yaitu dengan mengambil alih (take over) kredit yang sebelumnya telah
melakukan pengikatan perjanjian kredit dengan bank lain, berikut dengan jaminan yang
menyertai dalam penutupan perjanjian kredit tersebut. Peralihan kredit (take over)
merupakan suatu istilah yang dipakai dalam dunia perbankan dalam hal pihak ketiga
memberi kredit kepada debitor yang bertujuan untuk melunasi hutang / kredit debitor
kepada kreditor awal dan memberikan kredit baru kepada debitor sehingga kedudukan
pihak ketiga ini menggantikan kedudukan kreditor awal dan menjadi nasabah bank baru
(take over) dengan biaya yang diperoleh dari bank baru.
Bank Rakyat Indonesia yang sebagai salah satu Bank BUMN di Indonesia juga
menerapkan prinsip yang sama di dalam menarik calon nasabahnya yaitu melalui cara
peralihan kredit atau take over kredit dengan membujuk calon nasabahnya yang
menjadi nasabah bank lain dengan predikat lancar dalam pembayaran kredit
untuk menjadi nasabah dari Bank Rakyat Indonesia tersebut. Berdasarkan uraian
tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Aspek Hukum
Peralihan Kredit (Take Over) Pada Kredit Perbankan.
B.Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang tersebut, maka permasalahan
a. Bagaimana terjadinya hubungan hukum antara kreditor dengan debitor ?
b. Apa alasan yang melatarbelakangi peralihan kredit (take over) ?
c. Bagaimana proses peralihan kredit (take over) ?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini termasuk dalam kajian utama hukum bisnis, karena
berkaitan dengan terjadinya hubungan hukum antara kreditor dengan debitor, alasan
yang melatarbelakangi peralihan kredit (take over), proses peralihan kredit (take
over) di Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Bandar Lampung.
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis :
a. Terjadinya hubungan hukum antara kreditor dengan debitor.
b. Alasan yang melatarbelakangi peralihan kredit (take over).
c. Proses peralihan kredit (take over).
2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah :
a. Kegunaan teoritis, diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai upaya
pengembangan kompetensi penulis dalam rangka pengembangan ilmu hukum serta
sebagai bahan penyuluhan hukum, dan bahan acuan bagi mereka yang berminat
dalam pengembangan hukum, khususnya dalam bidang hukum bisnis, hukum
perbankan, dan hukum jaminan.
b. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan baru
perbankan, khususnya bagi PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Bandar
Lampung dalam melakukan takeover / peralihan kredit.
D.Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori
Dalam kerangka teori ini yang digunakan adalah :
a. Teori Investasi
Dalam kamus istilah keuangan dan investasi digunakan istilah investment (investasi)
yang mempunyai arti penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui
saranan yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih
berorientasi kerisiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula
menunjuk ke suatu investasi keuangan (di mana investor menempatkan uang ke
dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang
yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya. Menurut kamus
hukum ekonomi digunakan terminologi, investment, penanaman modal, investasi
yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka waktu
panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaaan atau membeli
sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Makna dari investasi
adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, menyisihkan
sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan
harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil (keuntungan).8
8
b. Teori Perkreditan
Teori perkreditan digunakan khusus pada hubungan hukum bisnis yang terjadi antara
lembaga keuangan bank dengan masyrakat yang membutuhkan sejumlah dana
sebagai modal bagi pengembangan usahanya. Penyaluran dana (fund lending) adalah
kegiatan usaha meminjamkan dana kepada masyarakat (debitor) dalam bentuk kredit
(utang).9 Menurut teori ini, penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit
merupakan salah satu kegiatan bisnis, utama bank yang bertujuan untuk
mengembangkan usaha debitor sebagai upaya meningkatkan kejahteraan masyarakat.
Penyaluran dana tersebut didasarkan pada sistem bunga atau sistem bagi hasil.
Penyaluran kredit didasarkan pada kepercayaan. Artinya bank selaku kreditor
percaya untuk meminjamkan uang kepada debitor karena debitor dapat dipercayai
kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang
ditentukan.10
Setiap penyaluran kredit masing-masing pihak debitor dan kreditor menyadari bahwa
mereka selalu berhadapan dengan risiko wanprestasi dan risiko ketidakpastian
perkembangan usaha. Untuk meyakinkan dan memberi kepastian mengenai hak dan
kewajiban masing-masing pihak dalam hubungan kredit, kedua pihak membuat
kontrak kredit yang menjadi dasar hukumnya. Dalam kontrak kredit yang dibuat
ditentukan secara tertulis, baik di bawah tangan maupun secara otentik akan
9
Abdulkadir Muhammad. 2002. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 54.
10
ditentukan secara jelas, tegas, dan terperinci apa yang menjadi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.11
c. Teori Penyaluran Kredit
Dasar pertimbangan penyaluran kredit bank adalah hasil penilaian berdasarkan
konsep 5C.
1. Character (watak)
Penilaian terhadap character perlu dilakukan untuk mengetahui itikad baik dan
kejujuran nasabah calon debitor untuk membayar kembali kredit yang
diterimanya. Penilaian watak calon debitor dimaksudkan untuk mengetahui
kemauannya untuk membayar (willingness to pray). Penilaian tersebut meliputi
moral, sifat, perilaku, tanggung jawab, dan kehidupan pribadi calon debitor yang
sangat berpengaruh terhadap pelunasan kredit.
2. Capacity (kemampuan)
Penilaian terhadap capacity perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon
debitor untuk membayar kembali kredit serta bunganya selama jangka waktu yang
ditentukan. Penilaian atas kemampuan mengelola usaha yang akan dibiayai
melalui kredit, serta sumber dana lain yang dapat dijadikan cadangan.
3. Capital (modal)
Penilaian terhadap capital perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah modal yang
dimiliki calon debitor cukup memadai untuk menjalankan usahanya. Makin besar
jumlah modal yang ditanam oleh calon debitor ke dalam usaha yang akan dibiayai
dengan kredit, makin menunjukkan keseriusan calon debitor menjalankan
11
usahanya. Besarnya jumlah modal yang ditanam terutama berupa benda bergerak
dan tidak bergerak akan memberi daya tahan usaha dalam menghadapi siklus atau
fluktuasi ekonomi.
4. Collateral (jaminan)
Penilaian terhadap collateral perlu dilakukan untuk mengetahui nilai barang
jaminan yang diserahkan calon debitor untuk menutupi risiko kegagalan
pengembalian kredit yang akan diperolehnya. Nilai barang jaminan
sekurang-kurangnya sama dengan nilai kredit yang diterima. Barang jaminan berfungsi
sebagai pengaman terhadap kemungkinan ketidakmampuan calon debitor
melunasi kredit yang diterimanya.
5. Condition (keadaan)
Penilaian terhadap condition perlu dilakukan utnuk mengetahui kondisi pada
suatu saat di suatu daerah yang mungkin akan memengaruhi kelancaran usaha
calon debitor. Kondisi ekonomi ini mencakup juga peraturan atau kebijakan
pemerintah yang memiliki dampak terhadap keadaan perekonomian yang pada
gilirannya akan mempengaruhi kegiatan usaha calon debitor.12
d. Teori Prudential Principle
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
dikemukakan, bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasakan
Demokrasi Ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini,
menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang
wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan
12
usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu
berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang Perbankan
berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal di atas, kita dapat menemukan Pasal
lain di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang
mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan
dalam setiap usaha bank, yakni dalam Pasal 29 Ayat (2). Pasal 29 ayat (2)
mengemukakan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan
ketentuan Pasal 29 Ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apa pun juga bagi pihak
bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan
usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Ini mengandung arti,
bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan
kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan
prinsip kehati-hatian dalam rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah kepada nasabah debitor.13
13
e. Teori Badan Hukum
Para ahli hukum pada umumnya mendefinisikan badan hukum sebagai suatu badan
bentukan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri sebagaimana halnya
dengan orang-orang pribadi. Badan hukum merupakan ciptaan atau fiksi hukum yang
dengan sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Karena
badan hukum mempunyai hak dan kewajiban sendiri, maka dia dikatakan sebagai
subjek hukum. Badan hukum adalah ketentuan undang-undang. Sebagai konsekuansi
yuridisnya adalah bahwa badan hukum yang dibentuk ini dapat memiliki kekayaan
sendiri terpisah dari hak dan kewajiban pendiri, pengurus dan pengawas dapat
melakukan perbuatan hukum sendiri di luar dan di muka pengadilan, dan tanggung
jawab sendiri. Akibat dari pelanggaran hukum dan anggaran dasar perseroan yang
dilakukan oleh organ secara pribadi menjadi tanggung jawab organ. Hubungan
hukum dan organ tunduk pada hukum pemberian kuasa (perwakilan). Hubungan
hukum tersebut terjadi antara badan hukum dan organ yang dibahas melalui teori
hukum.14
f. Teori Kontrak / Perjanjian
Menurut Hugo Grotius, pemikir hukum termuka dari aliran hukum alam, kontrak
adalah suatu perbuatan sukarela dari seseorang yang membuat janji tentang sesuatu
kepada seseorang lainnya dengan penekanan bahwa masing-masing akan
menerimanya dan melaksanakannya sesui dengan yang telah diperjanjikan. Menurut
Pasal 1313 KUH Perdata memuat pengertian kontrak yaitu suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
14
Pengertian kontrak menurut Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tidak lengkap, karena
hanya mencakup kontrak sepihak dan pengertian kontraknya juga terlalu luas, karena
dapat mencakup perbuatan hukum dan lapangan hukum keluarga.15
2. Konseptual
Konsep adalah pengertian dasar yang memuat istilah-istilah, batasan-batasan serta
pembahasan yang akan dijabarkan dalam penulisan. Agar supaya tidak terjadi
kesimpangsiuran penafsiran serta memudahkan pengertian, maka dibawah ini akan
diuraikan beberapa istilah sebagai berikut :
a. Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana ada seorang berjanji kepada
orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dari
peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan. Oleh karena itu, perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang
yang membuatnya.
b. Perjanjian Kredit adalah persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain (debitor) dengan syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban tertentu
yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.16
c. Take over dalam kamus Inggris Indonesia berarti mengambil alih. Sedangkan
menurut Ahmad Antoni K. Muda, take over adalah pengambilalihan atau dalam
lingkup suatu perusahaan adalah perubahan kepentingan pengendalian suatu
perseroan17. Menurut Eti Rochaety dan Ratih Tresnati, take over selain mempunyai
pengertian perubahan kepentingan dalam pengendalian suatu perseroan juga
15
Muhammad Syarifudin.2012. Hukum Kontrak, Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan). Bandung: Penerbit Munandar Maju, hlm. 19-20.
16
Gatot Supramono, 2011. Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kharisma Putra Utama, hlm.5.
17
memiliki pengertian lain yaitu pengambil alihan sebuah perusahaan oleh perusahaan
lain. Menurut T. Guritno, yang dimaksud dengan take over adalah perbuatan atau
hal mengambil alih sesuatu. Dalam lingkup perseroan, take over berupa penawaran
kepada para pemegang saham untuk membeli sahamnya, baik seluruhnya maupun
sebagian dengan harga tertentu dan dengan tujuan menguasai perseroan yang
ditawar. Istilah take over menunjukkan bahwa semula ada keberatan baik dari
pemilik maupun pengurus perseroan. Penawar mungkin adalah perseorangan
maupun perseroan yang umumnya lebih besar dari yang ditawar.18
d. Kredit Perbankan dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
18
John M. Ehols dan Hassan Shadily.1990. Kamus Inggris Indonesia.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, hlm. 578.
II. TINJAUAN PUSTAKA A.Perjanjian
Dalam hukum perdata Nederland dalam hubungannya dengan istilah perjanjian dikenal
dua istilah yaitu verbintenis dan overeenkomst, dari dua istilah tersebut para ahli hukum
perdata Indonesia berbeda-beda dalam menafsirkan ke dalam istilah hukum Indonesia.
Menurut Utrecht, verbintenis diterjemahkan dengan perutangan dan overeenkomst
menggunakan istilah perjanjian. Achmat Ichsan, menggunakan istilah perjanjian untuk
verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst. Kansil, verbintenis diterjemahkan
perikatan dan perjanjian untuk menterjemahkan overeenkomst. KUHPerdata terjemahan
Subekti, SH dan Tjitro Sudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan
istilah persetujuan untuk overeenkomst.1
Dari pendapat tersebut di atas terlihat bahwa belum ada kesatuan pendapat dalam
menafsirkan istilah aslinya bersumber pada hukum perdata Belanda. Di masa
mendatang hendaknya ada kesepakatan untuk menterjemahkan istilah verbitenis dan
overeenkomst ke dalam istilah Indonesia. Pandangan yang berbeda-beda akan menimbulkan simpang-siur dan menyulitkan dalam mempelajari hukum perjanjian.
Kesepakatan ahli hukum ini perlu di masa mendatang seperti yang
1
dikatakan Wiryono Projodikoro, ”Bahwa satu-satunya hukum perdata yang dalam
jangka pendek dapat dimodifikasi ialah hukum perjanjian”.2
Dari kamus bahasa Belanda istilah verbintenis berasal dari kata binden artinya ikat atau
mengikat sedangkan kata perjanjian dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar janji
yang dalam bahasa Belanda diartikan overeenkomst. Sedangkan istilah overeenkomst
juga bisa diterjemahkan persetujuan dan persetujuan berasal dari kata dasar setuju dan
kata setuju sendiri dalam bahasa Belanda diartikan overeenkomtig. Mengenai istilah
memang terdapat perbedaan antara ahli hukum satu dengan ahli hukum lain. Hal ini
tergantung dari sudut pandang, tinjauan dan argumentasi ahli hukum itu sendiri yang
masing-masing tentu berbeda. Perbedaan para ahli hukum dalam menterjemahkan
istilah Belanda ke dalam istilah hukum Indonesia menurut hemat penulis adalah wajar
saja karena masing-masing ahli hukum mempunyai argumentasi kuat, sudut pandang
yang berbeda dan keahlian yang berbeda. Perbedaan dalam menyalin istilah Belanda ke
dalam istilah Indonesia justru menunjukkan kesanggupan para ahli dalam mempelajari
dan mengembangkan hukum perdata khususnya hukum perjanjian Indonesia.3
Subekti mengemukakan perkataan perikatan sudah tepat sekali untuk meluluskan suatu
pengertian yang sama dengan apa yang dalam bahasa Belanda dimaksudkan
“Verbintenis” yaitu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak dan
kewajiban yaitu hak untuk menuntut sesuatu dan di sebelah lain untuk memenuhi
tuntutan, sedangkan Koesumadi, verbintenis diterjemahkan dengan perutangan dengan
alasan karena menganggap perikatan yang terdapat dalam hukum perdata hanyalah
2
Ibid, hlm. 248.
3
perikatan yang terletak dalam lapangan hukum harta kekayaan saja bukan perikatan
pada umumnya.4
Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH
Perdata. Dikatakan salah satu sumber hukum perikatan karena sumber hukum perikatan
bukan hanya perjanjian tetapi masih ada sumber hukum lainnya yaitu undang-undang,
yurisprudensi, hukum tertulis dan tidak tertulis dan ilmu pengetahuan hukum.
Undang-undang yang juga sebagai sumber hukum perikatan masih dibagi lagi menjadi dua yaitu
undang-undang saja dan undang-undang karena perbuatan manusia yang halal dan
melawan hukum.
Perhatikan Pasal 1233 KUH Perdata yang berbunyi ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan
karena persetujuan atau karena undang-undang”. Dari bunyi pasal tersebut secara jelas
bahwa sumber hukum perikatan yaitu:
1. Perjanjian atau persetujuan adalah sumber penting yang melahirkan perikatan karena
perjanjian ini yang paling banyak dilakukan di dalam kehidupan masyarakat.
Misalnya, jual beli, sewa menyewa adalah perjanjian menerbitkan perikatan.
2. Undang-undang sebagai sebagai sumber perikatan dibagi dua (Pasal 1352
KUHPerdata) yaitu:
a. Bersumber pada undang-undang saja misalnya orang tua yang berkewajiban untuk
memberikan nafkah adalah perikatan yang lahir dari undang-undang saja.
b. Bersumber pada undang-undang karena perbuatan manusia dibedakan menjadi
dua :
4
1) Perbuatan manusia menurut hukum, misalnya mewakili urusan orang lain Pasal
1354 KUHPerdata (zaakwaarneming)
2) Perbuatan manusia karena perbuatan melawan hukum, (Pasal 1365
KUHPerdata).
Untuk terjadinya perikatan yang bersumber pada undang-undang ini, undang-undang
tidak mensyaratkan dipenuhinya syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata karena perikatan yang bersumber pada undang-undang tersebut
tentu terlepas dari keinginan dan kesepakatan para pihak. Pasal 1313 KUHPerdata
memberikan definisi tentang persetujuan atau perjanjian yaitu suatu perbuatan yang
terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.
Memperhatikan kelemahan pengertian kontrak menurut Pasal 1313 KUH Perdata, maka
beberapa ahli hukum kontrak membuat pengertian-pengertian kontrak yaitu :
1. R.Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari
peristiwa ini timbulah suatu hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan
Perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua membuatnya.
2. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian atau kontrak sebagai perbuatan
hukum yang menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi antara dua
orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan kekayaan di mana pihak yang satu
berhak atas prestasi dari pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.
3. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro, kontrak adalah suatu hubungan hukum mengenai
sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk
menuntut kontrak itu.5
Unsur - unsur dalam suatu perjanjian atau kontrak menurut Abdulkadir Muhammad:
1. Ada pihak-pihak, minmal dua orang yang terdiri dari subjek hukum berupa manusia
kodrati dan badan hukum (rechtperson).
2. Ada persetujuan antara pihak berdasarkan keabsahan untuk mengadakan
tawar-menawar (bargaining) atau consensus dalam suatu perjanjian.
3. Ada satu atau beberapa tujuan tertentu yang ingin dicapai, yang tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum, kebiasaan yang diakui
masyarakat dan kesusilaan.
4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan oleh suatu pihak dan dapat dituntut oleh pihak
lainnya, begitu juga sebaliknya.
5. Ada bentuk tertentu, yang harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta, autentik
maupun di bawah tangan, bahkan secara lisan.
6. Ada syarat-syarat tertentu menurut Undang-Undang, agar suatu kontrak yang dibuat
menjadi sah.6
B.Jenis Perjanjian
Menurut Sutarno, perjanjian dapat di bedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Perjanjian timbal balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan
kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual
5
Muhammad Syaifuddin.2002, Hukum Kontrak, Memahami Kontrak dalam Prespektif Filsafat, teori, Dogmatik, dan Praktik hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan).Bandung: Penerbit Mandar Maju, hlm.22.
6
beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata.
Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak
penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat
pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima
barangnya.
2. Perjanjian sepihak
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada
salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah, dalam hibah ini kewajiban hanya
ada pa da orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan
sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah
hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada
orang yang menghibahkan.
3. Perjanjian dengan percuma
Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan
bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666
dan 1740 KUHPerdata.
4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian konsensuil adalah perjan jian yang dianggap sah apabila telah terjadi
kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian
yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya
perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam
mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang
harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh
pejabat umum Notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang
menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan
dibuat dengan akta notaris.
5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama
Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan
khusus dalam KUHPerdata Buku ketiga Bab V sampai dengan Bab XVIII. Misalnya
perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama
adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya
perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.7
Sedangkan menurut Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai
cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok
bagi kedua belah pihak yang melakukannya. Misalnya kewajiban yang timbul dalam
perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang
yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga
yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak
saja yang dibebani suatu kewajiban. Misal, dalam perjanjian pemberian hibah, hanya
satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.
2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani
7
Perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi
salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain. Perjanjian dengan alas hak
yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain,
antara prestasi dan kontra prestasi tersebut terdapat hubungan menurut hukum
meskipun kedudukannya tidak harus sama. Misal, disatu pihak berprestasi sepeda, di
pihak lain berprestasi kuda. Jadi disini yang penting adanya prestasi dan kontra
prestasi.
3. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata
sepakat dari para pi hak. Misalnya, masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan
jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disa mping adanya kata sepakat
masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya dalam jual beli kambing tersebut
harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu. Adapun
untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan
akta tertentu.
4. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran.
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti dalam Buku III
KUHPerdata Bab V samp ai dengan Bab XVIII. Perjanjian tidak bernama adalah
perjanjian yang tidak ada namanya. Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata
Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Perjanjian campuran
adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan
5. Perjanjian kebendaan dan obligatoir
Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan.
Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban
kepada pihak-pihak, misal jual beli.
6. Perjanjian yang sifatnya istimewa
a) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari kewajiban. Misal
dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasan hutang dan Pasal 1440 dan
Pasal 1442 KUHPerdata.
b) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan
pembuktian yang berlaku bagi para pihak.
c) Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian
yang pemenuhan prestasi nya digantungkan pada kejadian yang belum tentu
terjadi.
d) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh
hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa. Contohnya
adalah perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).8
Abdulkadir Muhammad juga mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis,
yaitu:
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak
dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan
8
yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual
beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar.
2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak
dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu
berkewajib an menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang
lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian
jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.
Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau
benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah. Pembedaan
ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian
menurut Pasal 1266 KUHPerdata. Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan
perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.
3. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu
pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan
alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak
yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua
prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa
kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan).
Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerahkan
suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal
warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang
4. Perjanjian bernama dan tidak bernama.
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang
dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas,
misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak
bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak
terbatas.
5. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.
Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst ,deliverycontract) adalah perjanjian
untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini
sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian
yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, tim bullah hak dan
kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak
atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual
berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk
mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi
perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
6. Perjanjian konsensual dan perjanjian real.
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan
kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian disamping ada
persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan yata atas barangnya,
misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal 1694,
1740 dan 1754 KUHPerdata). Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih
yang obyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak
keetika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut "kontan dan tunai".9
C.Jenis Kredit
Pada suatu kehidupan perekonomian di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam
kegiatan usaha yang dilakukan oleh ekonomi,termasuk dalamnya kegiatan dunia
perbankan yang mengeluarkan bermacam-macam fasilitas kredit dengan tujuan untak
melayani kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bank berkewajiban untuk mengetahui
dengan benar jenis-jenis kredit yang mana yang paling tepat untuk membantu kegiatan
usaha dari para pelaku ekonomi. Dari berbagai kegiatan usaha itulah timbul berbagai
macam jenis kredit, yaitu:
a. Kredit ditinjau dari sudut tujuan penggunaannya
Dari sudut tujuan penggunaannya kredit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Kredit produktif adalah kredit yang digunakan untuk keperluan produktif, yang
diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa.
2. Kredit konsumtif adalah kredit yang digunakan untuk kebutuhan yang bersifat
konsumtif, yaitu dengan tujuan untuk dikonsumsikan, diberikan kepada
perorangan.
b. Kredit ditinjau dari sudut jangka waktunya
Dari sudut jangka waktunya kredit dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Kredit Jangka Pendek (short term loan), adalah kredit yang berjangka waktu
tahun, dalam kredit Jangka pendek juga termasuk kredit untuk tanaman musiman
yang berjangka waktu lebih dari 1 tahun.
9
2. Kredit Jangka Menengah (medium term loan) adalah kredit yang berjangka waktu 1 sampai 3 tahun, kecuali kredit untuk tanaman musiman.
3. Kredit Jangka Panjang (long term loan) adalah kredit yang berjangka waktu
lebih dari 3 tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah kredit
investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka
melakukan rehabilitasi, ekspansi dan pendirian proyek baru.
c. Kredit ditinjau dari sudut penggunaannya
Dari sudut penggunaannya kredit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Kredit Investasi adalah kredit yang diberikan untuk keperluan investasi atau
penanaman modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, ekspansi ataupun untuk
keperluan pendirian proyek baru. Kredit investasi ini bila dihubungkan dengan
jenis atau macam kredit dari jangka waktunya pada umumnya termasuk jenis
kredit jangka menengah atau kredit jangka panjang.
2. Kredit eksploitasi atau Modal kerja adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan modal kerja perusahaan dan untuk membiayai aktivitas usaha
perusahaan dalam jangka waktu 1 tahun. Kredit jenis ini bila dilihat dari sudut
jangka waktunya pada umumnya termasuk kredit jangka pendek.
d. Kredit ditinjau dari sudut pemberiannya
Dari sudut pemberiannya kredit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Kredit langsung (cash loan) adalah kredit yang segera dapat ditarik oleh debitur
setelah perjanjian kredit ditadnatangani dengan persyaratan lainnya terpenuhi.
2. Kredit tak langsung (non cash loan) adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur secara tidak langsung; artinya bank memberikan jaminan kepada
pihak ketiga, apabila debitur gagal atau tidak dapat memenuhi kewajibannya,
maka bank berjanji untuk membayar kewajiban yang tidak terbayar tersebut pada
pihak ketiga, maka baru pada saat itu fasilitas kredit tidak langsung diubah
statusnya menjadi kredit langsung. Misalnya, bank garansi, Letter of Credit.
e. Kredit ditinjau dari sudut jaminannya atau agunannya Dari sudut jaminannya kredit
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Kredit dengan agunan (secured loan) adalah kredit yang pemberiannya disertai
dengan agunan yang dimaksud untuk pemberian kepastian bahwa kreditur dapat
memperoleh kembali pembayaran yang telah diberikannya.
2. Kredit tanpa agunan (unsecured loan) adalah kredit yang diberikan tanpa disertai
agunan. Di Indonesia pemberian kredit tanpa agunan pada umumnya dilarang
berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.10
D.Perjanjian Kredit
Beberapa Sarjana Hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh
ketentuan-ketentuan KUHPerdata mirip dengan perjanjian pinjam meminjam uang menurut
KUHPerdata Pasal 1754 yang berbunyi “Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir
ini akan mengambalikan sejumlah uang yang sama pula”. Namun sarjana hukum yang
lain berpendapat bahwa perjanjian kredit tidak dikuasai KUHPerdata tetapi perjanjian
10
kredit memiliki identitas dan karakteristik sendiri. Menurut hemat penulis perjanjian
kredit sebagian dikuasai atau mirip perjanjian pinjam uang seperti diatur dalam
KUHPerdata, sebagian lainnya tunduk kepada peraturan lain yaitu undang-undang
perbankan. Jadi perjanjian kredit dapat dikatakan memiliki sendiri tetapi dengan
memahami rumusan pengertian kredit yang diberikan oleh undang-undang perbankan
maka disimpulkan dasar perjanjian kredit sebagian masih bisa mengacu pada ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XIII. Meskipun perjanjian kredit tidak
diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak
boleh bertentangan dengan azas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata.
Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal
dengan suatu nama khusus maupun yang dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk
pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab I dan Bab II KUHPerdata.11
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak mengenal istilah
perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam Instruksi Presidium Kabinet
Nomor 15/EK/10 Tanggal 3 Oktober 1966 Jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit
I No 2/539/UPK/Pemb Tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada
masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun,
bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit. Dalam kitab Undang-Undang
Hukum Perdata ternyata tidak terdapat suatu bentuk hubungan hukum khusus atau
lembaga perjanjian khusus yang namanya “Perjanjian Kredit Bank”. Karenanya
penetapan mengenai bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah debitor, yang
11
disebut “Perjanjian Kredit Bank” itu, harus digali dari sumber-sumber di luar Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Sebagaimana dikemukakan di atas, demikian pula Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan tidak merumuskan pengertian dan konstruksi hubungan hukum
dalam pemberian kredit bank tersebut. Hanya saja dapat diketahui, bahwa kelahiran
pemberian kredit bank itu berdasarkan kepada persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam (uang) antara bank sebagai kreditor dan pihak lain nasabah peminjam dana
sebagai debitor dalam jangka waktu tertentu, yang telah disetujui atau disepakati
bersama dan pihak peminjam mempunyai kewajiban untuk melunasi utangnya tersebut
dengan mempunyai kewajiban untuk melunasi utangnya tersebut dengan memberikan
sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.
Permasalahan pinjam meminjam sendiri diatur di dalam Buku III Bab ke XIII
KUHPerdata. Dalam Pasal 1754 KUHPerdata disebutkan bahwa pinjam meminjam
ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
macam dan keadaan yang sama pula. Selanjutnya dalam Pasal 1765 KUHPerdata
disebutkan, bahwa diperbolehkan memperjanjikan, bunga atas peminjaman uang atau
lain barang yang mengahabis karena pemakaian.
Menurut Djuhaendah Hasan bahwa, perjanjian kredit lebih merupakan perjanjian tidak
bernama, karena mengenai perjanjian kredit belum ada pengaturannya secara khusus