PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN APABILA TERJADI KERUSAKAN PADA KULIT WAJAH SETELAH
PROSES PERAWATAN
(Studi Pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)
Oleh
ASTARI MAHARANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Klinik Kecantikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan
(Studi pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)
Oleh:
ASTARI MAHARANI
Tumbuh dan berkembangnya jasa yang bergerak diindustri kecantikan disebabkan karena kebutuhan wanita akan fasilitas kesehatan dan kecantikan semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan wanita sudah menyadari akan pentingnya kesehatan tubuh termasuk kulit wajah. Penelitian ini mengkaji hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Konsumen. Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung yang dirugikan apabila terjadi kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan, serta membahas tanggung jawab Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung terhadap konsumen apabila mengalami kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif terapan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum: primer, sekunder, tersier dan di dukung dengan data hasil wawancara dengan konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung, data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung terjadi karena adanya perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik dapat terjadi apabila terdapatnya informed consent.
Astari Maharani
Bandar Lampung atas kerusakan kulit wajah setelah proses perawatan dilaksanakan dengan dasar hukum Pasal 19 Ayat 2 UUPK yaitu dalam bentuk perawatan kesehatan kulit wajah konsumen yang mengalami kerusakan sampai kembali normal dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan kulit wajah konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa pihak Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung memberikan informasi secara jelas kepada konsumen mengenai cara penggunaan dan efek samping produk perawatan yang ditawarkan, hal tersebut untuk mengurangi resiko konsumen mengalami ketidakcocokan dengan produk perawatan.
Kata Kunci: Konsumen, Kecantikan, Perawatan, Perlindungan Hukum.
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Astari Maharani, penulis dilahirkan di Bandar
Lampung pada tanggal 23 April 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara, dari pasangan bapak Yuliansyah Noor, S.E dan ibu Dona Friyatni.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Trisula Bandar
Lampung pada tahun 1998, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Kartika
II-V pada Tahun 1999 hingga tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2005 hingga tahun 2008 dan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 4 Bandar Lampung pada Tahun 2008 hingga
tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiwa Fakultas Hukum melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai unit kegiatan mahasiswa,
yaitu anggota muda Pusat Studi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung, HIMA Perdata Fakultas Hukum menjabat sebagai ketua dana usaha
pada tahun 2014-2015. Penulis juga tercatat mengikuti program Kuliah Kerja
Nyata (KKN Tematik) di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada:
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Klinik Kecantikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan (Studi pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung di bawah bimbingan dari dosen
pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW
beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum.,Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Ibu Wati Rahmi Ria, S.H., M.H., Pembimbing I atas kesabaran dan kesediaan
pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., Pembimbing II yang telah bersedia untuk
meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan
bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Ahmad Zazili S.H., M.H., Pembahas I yang telah memberikan kritik,
saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.
6. Ibu Selvia Oktaviana , S.H., M.H., Pembahas II yang telah memberikan kritik,
saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.
7. Ibu Melly Aida, S.H., M.H., Pembimbing Akademik atas bimbingan dan
pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi.
9. Ibu dr. Puspita Sari, M.Kes selaku Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita
Bandar Lampung yang telah membantu dan bersedia menjadi narasumber
dalam penulisan skripsi ini.
10. Papah dan Mamah tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan
pengorbanan baik secara moril maupun materiil sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih atas segalanya semoga kelak
dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian
penulis selama ini.
12.Keluarga besar Arifin Kartaprawira dan Halim terima kasih atas doa,
dukungan dan motivasi selama ini.
13.Muhammad Gerri Prasetya, terima kasih telah memberikan semangat, doa,
nasihat dan saran serta selalu mendengarkan cerita-ceritaku, terima kasih atas
bantuan dan waktunya selama ini.
14.Sahabat-sahabatku yang selalu hadir dikala sedih maupun senang Clara Lucky
Respati, Annisa Dian Permata H, Chelsilia Hernidons, Pebie Putri R,
Bramantya Ariwibowo terima kasih untuk semangat, doa, kebersamaan, tawa
canda dan persahabatan kita selama ini.Terima kasih untuk semuanya, semoga
persahabatan kita abadi selamanya dan semoga kita jadi menjadi orang yang
sukses dan bermanfaat Aamiin YRA.
15.Sahabat- sahabatku tercinta dari SMP dan SMA yang selalu hadir dikala sedih
maupun senang Ni Made Ria Bintari, Feby Amalia Saputri, Jessi Trianka.
Terima kasih telah mewarnai hari hariku, semangat, doa, kebersamaan, tawa
canda dan persahabatan kita. Terima kasih untuk semuanya dan semoga
persahabatan kita awet selamanya dan semoga kita jadi menjadi orang yang
sukses dan bermanfaat Aamiin YRA.
16.Sahabat-sahabatku Gella Nadia Dwi P, Windy Septiani, Amalia Yasmine,
Zalalia Alfiolieta, I Ratna Novalia Sari, Faira Indah Mutiara, Defika Dwi P,
Dina Oktaviana, Riska Juliantika. Terima kasih atas semangat, dukungan,
17.Teman-teman Hukum Keperdataan 2011 Abung Pratama, Dananjaya A,
Himawan A, Ines Septia G, Citra Sari N, Rizki Aprilia, Rae Anggraeny,
Chandra A, Imam M, Wardiyanti S, serta teman-teman HIMA Perdata yang
tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan
kerjasamanya.
18.Seluruh teman-teman KKN Tematik 2014 di Srikaton Muhammad Yogie
Fadli, Muhammad Fathan Kurniawan, Nafilia Utari, Masruhan Dwi Anugrah,
Meylinda Silviana , Muhammad Pebriansyah, Nadia Anissa, Nastria
Fitrianasari, Vivi Ariani Aminanda, atas kebersamaan selama 40 hari yang
mengesankan.
19.Almamater Tercinta Universitas Lampung.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan
ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 2015
Penulis,
MOTTO
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah
wanita shalihah”
(HR. Muslim no. 1467)
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tapi ia melihat hati dan amal kalian”
(HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)
“Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu
seseorang, bukan terletak pada wajah dan pakaiannya”
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ...1
A.Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C.Ruang Lingkup ... 6
D.Tujuan Penelitian ... 7
E. Kegunaan Penelitian... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A.Perlindungan Hukum Konsumen ... 8
B. Pelaku Usaha ... 14
1. Pengertian Pelaku Usaha ... 14
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 14
C. Hubungan Hukum antara Konsumen dan Klinik Kecantikan ... 20
D.Upaya Hukum Konsumen Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 22
1. Penyelesaian Sengketa di Peradilan Umum ... 23
2. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan ... 24
E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 25
1. Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan... 26
2. Tanggung Jawab Secara Langsung ... 27
3. Tanggung Jawab Produk ... 28
4. Tanggung Jawab Profesional ... 29
5. Pembayaran Ganti Kerugian ... 30
F. Klinik Kecantikan ... 30
1. Pengertian Klinik Kecantikan ... 30
2. Produk Perawatan Klinik Kecantikan ... 32
G.Kerangka Pikir ... 36
III. METODE PENELITIAN ... 39
A.Jenis Penelitian ... 39
B. Tipe Penelitian ... 39
C.Pendekatan Masalah ... 40
D.Data dan Sumber Data ... 40
E. Metode Pengumpulan Data ... 41
F. Metode Pengolahan Data ... 42
Bandar Lampung dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita
Bandar Lampung ... 44
1. Hak dan Kewajiban Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung Berdasarkan Informed Consent dan Perjanjian Terapeutik ... 49
2. Hak dan Kewajiban Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 ... 51
B. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Yang Dirugikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Setelah Dilakukannya Proses Perawatan ... 56
1. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan ... 57
2. Penyelesaian Sengketa di Peradilan Umum ... 63
C. Tanggung Jawab Hukum Klinik Kecantikan Terhadap Konsumen Apabila Mengalami Kerusakan Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan ... 69
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
1. Kesimpulan ... 79
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN APABILA TERJADI KERUSAKAN PADA KULIT WAJAH SETELAH
PROSES PERAWATAN
(Studi Pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh
ASTARI MAHARANI 1112011063
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju mengakibatkan
kebutuhan masyarakat saat ini semakin meningkat. Masyarakat tidak hanya
memikirkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, namun masyarakat
sudah mulai memikirkan kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan akan penampilan,
kecantikan dan sebagainya.
Masalah penampilan seseorang merupakan bagian dari hidup manusia yang harus
diperhatikan. Hal ini dikaitkan dengan fenomena yang ada, bahwa sebagian
besarmasyarakat menganggap wanita memiliki kesempurnaan jika ia memiliki
wajah yang cantik, berkulit halus dan mulus serta bersinar, dengan tubuh yang
indah dan langsing. Anggapan ini berkembang sebagai akibat dari maraknya
iklan, berita, film, sinetron, infotainment, artikel dan foto-foto di media yang sering kali menampilkan wajah maupun bentuk tubuh yang sempurna.
Kebutuhan wanita akan fasilitas kesehatan dan kecantikan saat ini terus
meningkat, karena wanita sudah menyadari begitu pentingnya kesehatan tubuh
dan merawatnya agar terlihat cantik dan sehat. Kondisi inilah yang antara lain
menyebabkan tumbuh dan berkembangnya jasa yang bergerak di industri
2
Dahulu, perawatan kecantikan yang dilakukan kaum wanita masih menggunakan
bahan-bahan tradisional seperti membuat masker wajah dari buah-buahan. Saat ini
sudah ada salon kecantikan dan klinik kecantikan tempat untuk mempercantik
diri. Adapun perbedaan antara klinik kecantikan dan salon kecantikan, adalah
klinik kecantikan menggunakan tenaga medis (dokter umum/dokter spesialis)
sedangkan salon kecantikan tenaga pelaksananya adalah ahli kecantikan
(beautician).
Pertumbuhan industri kecantikan di Provinsi Lampung saat ini sangat maju dan
cepat. Hal ini ditandai dengan bermunculannya salon kecantikan atau klinik
kecantikan sebagai salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Beberapa klinik kecantikan yang ada di Provinsi Lampung diantaranya Erha
Clinic, Natasha Skin Care, Klinik Kecantikan Puspita, Aira, Klinik Kusuma dan
masih banyak lagi.
Klinik Kecantikan Puspita merupakan salah satu klinik yang ada di Bandar
Lampung. Klinik tersebut saat ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat
khususnya kaum hawa untuk melakukan perawatan wajah. Produk perawatan
yang disediakan pun termasuk lengkap dengan harga yang terjangkau. Berbagai
produk perawatan wajah dan tubuh disediakan oleh Klinik Kecantikan Puspita
guna memenuhi kebutuhan konsumennya. Produk perawatan wajah yang
Pada beberapa klinik kecantikan sudah menggunakan alat kesehatan yang
ditunjang teknologi modern yang menggunakan mesin dengan tekhnologi laser
yang canggih agar dapat menjadi alternatif bagi konsumen dalam usaha untuk
memperoleh kecantikan. Adapun pengertian alat kesehatan berdasarkan Pasal 1
Angka 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah
instrument, apparatus, mesin, dan/atau implan, yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Pada kenyataannya dibalik pesatnya pertumbuhan klinik kecantikan terdapat
beberapa sisi negatifnya, diantaranya banyak konsumen yang ternyata tidak cocok
dengan beberapa produk kecantikan yang dikeluarkan oleh klinik kecantikan
tersebut. Hal ini tentu saja dapat memberikan dampak buruk bagi konsumen baik
secara materiil maupun psikis. Berdasarkan Pasal 19 UUPK pihak klinik
kecantikan harus bertanggung jawab apabila konsumen tidak cocok dengan
produk klinik kecantikan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena adanya kondisi
berbeda dari masing-masing konsumen itu sendiri ataupun dari kelalaian pelaku
usaha dalam hal ini klinik kecantikan.
Contoh kasus yang pernah dialami konsumen Klinik Kecantikan X yaitu
kerusakan kulit yang diawali dengan timbulnya iritasi pada kulit wajah setelah
melakukan perawatan dengan menggunakan produk kosmetik dari klinik
kecantikan. Konsumen tersebut telah menjalani perawatan selama kurang lebih
satu bulan. Iritasi pada kulit wajah ditandai dengan kulit wajah menjadi memerah
4
Permasalahan seperti ini biasanya timbul karena kurangnya informasi mengenai
efek samping dan cara melakukan perawatan menggunakan produk kecantikan
secara jelas oleh klinik kecantikan. Hal ini berdasarkan Pasal 4 huruf c UUPK
yang menyatakan konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ jasa.
Apabila penggunaan produk yang dikeluarkan oleh klinik kecantikan ini
menimbulkan efek samping yang merugikan, maka konsumen memerlukan
perlindungan hukum untuk dapat melindungi hak-haknya. Perlindungan hukum
tercipta karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum dalam hal ini yaitu
hak dan kewajiban antara konsumen dengan klinik kecantikan sebagai pelaku
usaha/ penyedia jasa. Hak dan kewajiban dimulai sejak konsumen datang ke
klinik kecantikan dan dilakukannya wawancara medis oleh dokter. Walaupun
hubungan hukum tersebut terjadi hanya secara lisan dan tidak ditindaklanjuti
dengan suatu perjanjian secara tertulis sehingga sulitnya diklaim, tetapi hubungan
hukum tersebut telah mengikat kedua belah pihak dan telah menimbulkan hak dan
kewajiban.
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah untuk
melindungi konsumen yaitu dengan dibuatnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, bahwasannya produk-produk klinik kecantikan
yang diberikan kepada konsumen harus sesuai dengan syarat dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Selain itu Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, juga mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen dan pelaku
usaha, serta mengatur juga tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap
meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung
mendorong pelaku usaha di dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan
penuh rasa tanggung jawab. Dan dengan adanya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, berarti hukum memberikan jaminan terhadap hak-hak konsumen
sebagai subyek hukum.
Konsumen Klinik Kecantikan, selain dilindungi oleh Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, konsumen juga dilindungi oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Klinik.
Klinik kecantikan sebagai pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus dapat
memenuhi hak-hak konsumen, memproduksi barang dan atau jasa yang
berkualitas, informasi yang benar dan jelas, aman dimakan dan digunakan,
mengikuti standar yang berlaku, dan dengan harga yang sesuai (reasonable). Namun tidak menutup kemungkinan terjadinya kerugian yang akan diderita oleh
konsumen, dan pelaku usaha harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
Sedangkan konsumen juga harus sadar akan hak-hak yang mereka miliki. 1
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
dan membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen apabila terjadi
kerusakan pada kulit setelah proses perawatan dengan mengambil studi penelitian
yaitu Klinik Kecantikan Puspita. Untuk itu judul penelitian ini adalah:
1
6
“Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Klinik Kecantikan Apabila Terjadi
Kerusakan Pada Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan (Studi pada Klinik
Kecantikan Puspita)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita dan
Konsumennya?
2. Bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen Klinik
Kecantikan Puspita yang dirugikan apabila terjadi kerusakan pada kulit setelah
dilakukannya proses perawatan?
3. Bagaimanakah tanggung jawab Klinik Kecantikan Puspita terhadap konsumen
apabila mengalami kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses
perawatan?
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang
lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan adalah perlindungan hukum
bagi konsumen klinik kecantikan apabila terjadi kerusakan pada kulit wajah
setelah proses perawatan, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami hubungan hukum antara Klinik Kecantikan
Puspita dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita.
2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk upaya hukum konsumen Klinik
Kecantikan Kecantikan Puspita apabila mengalami kerusakan pada kulit
setelah dilakukannya proses perawatan.
3. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimanakah tanggung jawab Klinik
Kecantikan Puspita terhadap konsumen apabila mengalami kerusakan pada
kulit setelah dilakukannya proses perawatan.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya hukum
perlindungan konsumen.
2. Secara praktis
a) Bahan bacaan atau sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan;
b) Salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan studi pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung;
c) Meningkatkan pengetahuan dan pengembangan wawasan ilmu bagi
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan adalah tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal)
melindungi, misalnya memberi perlindungan kepada orang yang lemah.2 Hukum
adalah kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum
dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan norma karena
menentukan apa yang seharusnya dilakukan atau apa yang tidak boleh dilakukan
serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada
kaedah-kaedah.3 Jadi perlindungan hukum adalah suatu perbuatan hal melindungi subjek–
subjek hukum dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku dan
pelaksanaannya dipaksakan dengan suatu sanksi.
Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau
perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum dalam
memberikan perlindungan dapat melalui cara–cara tertentu, antara lain yaitu
dengan:
a. Membuat peraturan (by giving regulation), bertujuan untuk: 1. Memberikan hak dan kewajiban;
2
W.J.S Poerdwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, hlm.600
3
2. Menjamin hak-hak para subyek hukum
b. Menegakkan peraturan (by law enforcement) melalui:
1. Hukum adminstrasi negara yang berfungsi untuk mecegah (preventive) terjadinya penyelenggaraan hak–hak konsumen dengan perijinan dan
pengawasan;
2. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) pelanggarana UUPK, dengan mengenakan sanksi pidana dan hukuman;
3. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative, recovery, remedy), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.4
2. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument
itu tergantung dari posisinya. Secara harafiah arti kata dari consumer itu adalah (lawan dari produsen), setiap orang yang menggunakan barang. Begitu pula
Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.5
Menurut Pasal 1 UUPK, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan
yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik di sini,
4
Wahyu Sasongko, Ketentuan- Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Lampung: Unila, 2007, hlm. 31
5
10
konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli, sehingga dengan
sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.
3. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.
Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru khususnya di Indonesia,
sedangkan di negeri maju, hal ini mulai dibicarakan secara bersamaan dengan
berkembangnya indsutri dan teknologi.6 Hukum perlindungan konsumen adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk
(barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunaannya dalam
kehidupan bermasyarakat.7
Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Ayat
(1) yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen
itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, serta menumbuh
kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggungjawab.
6
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung; Citra Aditya Baktti, 2006, hlm. 9
7
Tujuan perlindungan konsumen sesuai Pasal 3 UUPK adalah:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif barang dan/atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-hak sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.8
Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah
konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial,
ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan. Sementara perlindungan
konsumen digunakan apabila konsumen dengan pelaku usaha yang mengadakan
8
12
suatu hubungan hukum itu terjadi permasalahan yang diakibatkan kedudukannya
yang tidak seimbang.9
4. Hak dan Kewajiban Konsumen
Berbicara mengenai perlindungan konsumen, tidak akan lepas dari dunia
perdagangan dimana di dalamnya melibatkan dua pihak, yaitu konsumen dan
pelaku usaha. Dimana masing-masing pihak tentunya memiliki hak dan kewajiban
yang harus dapat dilaksanakan secara seimbang, sehingga perlindungan konsumen
yang diinginkan dapat terwujud.
Secara khusus mengenai hak-hak konsumen diatur dalam Undang–Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut ketentuan Pasal
4 UUPK, konsumen memiliki hak diantaranya:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
9
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.10
Berdasarkan Pasal 52 dan 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran mengatur tentang hak dan kewajiban pasien dalam
hubungannya dengan perjanjian terapeutik, dimana pasien mempunyai hak dan
kewajiban tertentu. Pada pasal 52 tentang hak pasien, disebutkan bahwa dalam
menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik;
b. Meminta pendapat dokter;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medik;
d. Menolak tindakan medik;
e. Mendapatkan isi rekam medik.
Masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal
yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau
jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak
aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk
diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang
10
14
dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak
membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak untuk
memilih informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang
merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan,
perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi.
Konsumen juga memiliki kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 5 UUPK,
antara lain:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.11
Pada pasal 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
disebutkan bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran
mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya.
11
B. Pelaku Usaha
1. Pengertian Pelaku Usaha
Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan istilah pelaku usaha.
Istilah pelaku usaha memiliki abstraksi yang tinggi karena dapat mencakup
berbagai istilah seperti produsen (producer), pengusaha atau pebisnis (bussiness man), pedagang (trader), eksportir, importir, penjual (seller), pedagang eceran (retailer), pembuat barang- barang jadi atau pabrikan (manufacturer), penyedia jasa, pengrajin (crafter).
Pasal 1 Angka 3 UUPK mengartikan pelaku usaha adalah setiap perseorangan
atau badan usaha,baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.12
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha diatur dalam
Pasal 6 UUPK meliputi lima aspek yang sesungguhnya merupakan hak- hak yang
bersifat umum dan sudah menjadi standar. Hak-hak pelaku usaha yaitu:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
12
16
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.13
Dokter memiliki hak dan kewajiban dalam hubungannya dengan pasien untuk
melakukan praktik kedokteran. Hak dan kewajiban yang esensial diatur dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Berdasarkan
pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
menyebutkan hak dokter dalam menjalankan tugas profesinya adalah:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. Melakukan praktik kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang jujur dan lengkap dari pasien atau keluarganya;
d. Menerima imbalan jasa.
Setiap Kinik mempunyai hak berdasarkan Pasal 36 Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik sebagai berikut:
a. Menerima imbalan jasa pelayanan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan;
13
c. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
d. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;
dan
e. Mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kewajiban para pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Perlindungan
konsumen diatur dalam Pasal 7, adapun kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba
barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas
barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang
18
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.14
Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik
Kedokteran menjelaskan bahwa dokter dalam melaksanakan tugasnya mempunyai
kewajiban sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien tersebut meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
yakin pada orang lain yang bertugas dan mampu untuk melakukannya;
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.
Setiap Klinik mempunyai kewajiban berdasarkan Pasal 35 Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik sebagai
berikut:
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan yang diberikan;
b. Memberikan pelayanan yang efektif, aman, bermutu, dan non diskriminasi
dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;
14
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau
mendahulukan kepentingan finansial;
d. Memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent);
e. Menyelenggarakan rekam medis;
f. Melaksanakan sistem rujukan dengan tepat;
g. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
serta peraturan perundang-undangan;
h. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
i. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
j. Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
k. Memiliki standar prosedur operasional;
l. Melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;.
m. Melaksanakan fungsi sosial;
n. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan;
o. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal klinik; dan
20
C. Hubungan Hukum antara Konsumen dan Klinik Kecantikan
Hubungan hukum antara klinik kecantikan dan konsumen tercipta karena adanya
perikatan. Arti dari perikatan itu sendiri adalah hal yang mengikat antara orang
yang satu dengan orang yang lain. Menurut Pasal 1233 KUHPerdata perikatan
dapat timbul karena perjanjian maupun karena undang-undang. Perikatan yang
timbul karena perjanjian, kedua pihak dengan sengaja bersepakat saling
mengikatkan diri, dalam perikatan kedua belah pihak mempunyai hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi. Semua pihak yang terlibat dalam suatu hubungan
hukum mempunyai hak dan kewajiban. Pihak yang satu mempunyai hak untuk
menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi
tuntutan itu, begitu juga sebaliknya. Objek dari perikatan adalah prestasi, prestasi
dalam hal ini yaitu sesuatu hal yang dituntut. 15
Suatu perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata yaitu suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih melibatkan satu orang atau lebih. Adapun unsur-unsur
perjanjian menurut Pasal 1313, yaitu:
a. Ada pihak-pihak sedikitnya dua orang (subjek);
b. Persetujuan antara pihak-pihak itu (konsensus);
c. Ada objek yang berupa benda;
d. Ada tujuan yang bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan);
e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.
15
Syarat sahnya suatu perjanjian ditegaskan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, bahwa
perjanjian jika apabila:
a. Dibuat berdasarkan kata sepakat dari para pihak;
b. Dibuat oleh mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum;
c. Memiliki obyek perjanjian yang jelas; dan
d. Didasarkan pada klausula yang halal.
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh
hukum, walaupun diakui oleh para pihak yang membuatnya.16 Ilmu hukum
mengenal dua jenis perjanjian, yaitu:
a. Resultaatsverbintenis, yang berdasarkan hasil kerja, artinya suatu perjanjian yang akan memberikan resultaat atau hasil yang nyata sesuai dengan apa yang
diperjanjikan.;
b. Inspanningsverbintenis, yang berdasarkan usaha yang maksimal (perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak berjanji atau sepakat untuk berdaya upaya
secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan).17
Berdasarkan dua jenis perjanjian di atas, maka pada dasarnya perjanjian sebagai
dasar hubungan hukum antara konsumen dan dokter di klinik kecantikan adalah
perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik yaitu sebuah perjanjian antara dokter
dan pasien dimana masing-masing harus memenuhi syarat-syarat dalam aturan
hukum. Perjanjian terapeutik dapat dikategorikan sebagai perjanjian
inspanningsverbintenis, dimana klinik kecantikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dibidang kecantikan dituntut untuk berusaha maksimal dan
16
Titik Triwulan Tutik, Shita Febriana. Op.Cit. hlm.22
17
https://budi399.wordpress.com/2009/10/24/hubungan-dokter-pasien/ diakses pada
22
sungguh dalam melakukan penyembuhan dengan didasarkan pada standa ilmu
pengetahuan kedokteran yang baik.
Konsumen klinik kecantikan merupakan pihak yang meminta pertolongan
sehingga relatif lemah kedudukannya dibandingkan dengan dokter sebagai
penyelenggara klinik kecantikan. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, maka
dikenal prinsip informed consent, yaitu hak konsumen untuk mengizinkan dilakukannya suatu tindakan medis. Informed consent diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/ Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis. Persetujuan tindakan medis (informed consent) dalam ketentuan ini adalah persetujuan yang diberikan oleh konsumen jasa
pelayanan kesehatan atau keluarganya atas dasar penjelesan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap konsumen.18 Tujuan dari informed consent
adalah agar konsumen mendapat informasi yang cukup untuk mengambil
keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Pada dasarnya perjanjian terapeutik
harus didahului dengan informed consent.
D. Upaya Hukum Konsumen Penyelesaian Sengketa Konsumen
Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana
pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas, baik secara
langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada
pihak lain.19 Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
18
Agus Budianto, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Perlindungan Pasien, Bandung: Karya Putra Darwati, 2010, hlm. 91.
19
Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan
pelanggan. Ada tiga jenis pelanggaran yang potensial dilakukan oleh pelaku
usaha, yaitu:
a. Perbuatan atau tindakan pelaku usaha melanggar kepentingan dan hak- hak
konsumen;
b. Produk yang dipasarkan oleh pelaku saha melanggar ketentuan larangan
dalam UU;
c. Tanggung jawab yang harus dipikul oleh pelaku usaha.
Menurut UUPK, penyelesaian sengketa konsumen memiliki kekhasan. Sehingga
para pihak yang bersengketa, dalam hal ini pihak konsumen, dapat menyelesaikan
sengketa itu mengikuti beberapa lingkungan peradilan ataupun memilih jalan
penyelesaian di luar pengadilan, yaitu penyelesaiaan sengketa melalui peran
ombudsman.
1. Penyelesaian Sengketa di Peradilan Umum
Pasal 45 ayat (1) UUPK, menyatakan,“setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum. Ketentuan ayat berikutnya menyatakan,”
penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.
Dalam kasus perdata di pengadilan negeri, pihak konsumen yang diberi hak
mengajukan gugatan menurut Pasal 46 UUPK adalah:
24
b. Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran
dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi
tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. Pemerintah dan/ atau instansi terkait apabila barang dan/ atau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan/ atau korban yang tidak sedikit.
2. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan
Untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif
dengan menyediakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 45 ayat (4)
UUPK menyebutkan,” jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu
dinyataka tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang
bersengketa”.
Tafsir yang lebih jauh dari ketentuan pasal tersebut, bahwa:
a. Penyelesaian di luar pengadilan merupakan upaya perdamaian di antara pihak
yang bersengketa;
b. Penyelesaian di luar pengadilan dapat dilakukan melalui suatu badan
independen seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Jika penyelesaian melalui BPSK, maka salah satu pihak tidak dapat menghentikan
mereka terikat untuk menempuh proses pemeriksaan sampai saat penjatuhan
putusan.20
E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang
dapat merugikan konsumen. Pengenaan tanggung jawab terhadap pelaku usaha
digantungkan pada jenis usaha atau bisnis yang digeluti. Bentuk dari tanggung
jawab yang paling utama adalah ganti kerugian yang dapat berupa pengembalian
uang, atau penggantian barang dan/atau jasa yang setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan. Tanggung jawab pelaku usaha diatur
dalam Bab VI UUPK Pasal 19 sampai dengan Pasal 28.
Setiap subyek hukum diberi tanggung jawab menurut hukum, yang dalam hal-hal
dapat dimintakan pertanggungjawaban di muka umum dan pengadilan bagi
siapapun yang melanggar ketentuan larangan dalam UUPK.
Arti tanggung jawab secara keabsahan adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya (kalau terjadi apa–apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan
sebagainya). Istilah tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu
akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku. Di sini, ada norma atau peraturan
hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Ketika, ada perbuatan yang
melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban
sesuai dengan norma hukum yang dilanggarnya. Adapun bentuk-bentuk dari
tanggung jawab hukum21:
20
Titik Triwulan Tutik, Shita Febriana. Op.Cit. hlm.69
21
26
1.Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata.
Dalam KUHPerdata, Pasal 1365 yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan
melawan hukum, menyatakan tiap perbuatan melawan hukum yang membawa
kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Unsur-unsur pokok dari
ketentuan pasal itu, yaitu:
a. Adanya perbuatan melawan hukum ;
b. Adanya unsur kesalahan;
c. Adanya kerugian yang diderita;
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.22
Pertanggungjawaban dalam hukum perdata juga dapat disebabkan karena
wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Wanprestasi membawa konsekuensi
terhadap timbulnya hak dari pihak yang dirugikan untuk menuntuk pihak yang
melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum
diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi
tersebut.
Ada 3 (tiga) macam dari wujud wanprestasi ini, yaitu: 23
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
22
Ibid, hlm.97
23
Pertanggungjawaban dalam hukum perdata juga dapat disebabkan karena adanya
perbuatan melawan hukum. Adapun persyaratan perbuatan melawan hukum:
a. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
b. Melanggar hak orang lain;
c. Melanggar kaidah tata susila;
d. Bertentangan dengan asas kepastian serta sikap kehati-hatian yang seharusnya
dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau
terhadap harta benda orang lain.
2. Tanggung Jawab Secara Langsung
Tanggung jawab langsung bisa disebut juga sebagai tanggung jawab mutlak
karena digantungkan pada adanya kerusakan yang muncul. Dalam hukum
perlindungan konsumen, tanggung jawab secara langsung atau tanggung jawab
berdasarkan risiko diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPK yang berbunyi Pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau diperdagangkan.
Prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena:
a. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya
kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks.
b. Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada
gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah
komponen biaya tertentu pada harga produknya.
28
Ketiadaan pembuktian kesalahan oleh konsumen atau pengalihan beban
pembuktian kesalahan kepada pelaku usaha merupakan ciri khas dari strict liability yang juga dijumpai pada product liability.24
3. Tanggung Jawab Produk
Prinsip tanggung jawab produk dan tanggung jawab langsung memiliki kesamaan,
yaitu ketiadaan unsur kesalahan yang harus dibuktikan oleh konsumen. Tanggung
jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah
dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian
karena cacad yang melekat pada produk tersebut.
Product liabillity adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu
produk (processor, assembler) atau dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut.25
Setiap perbuatan produsen (pelaku usaha) yang menghasilkan suatu produk dan
produknya itu digunakan oleh pengguna atau dikonsumsi oleh konsumen dan
ternyata merugikan pengguna atau konsumen dan orang lain, produsen
bertanggung jawab mutlak tanpa mempersoalkan kesalahan untuk mengganti
kerugian kepada pengguna atau konsumen dan orang lain yang dirugikan.26
Tanggung jawab produk diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
24
Wahyu Sasongko, Op.Cit,, hlm.98
25
Ibid, hlm. 100
26
4. Tanggung Jawab Profesional
Para profesional dapat dikenakan tanggung jawab atas pekerjaan yang telah
dilakukan atau diberikan kepada klien atau pelanggannya. Tanggung jawab
profesional, yaitu tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Peraturan hukum yang terkait
dengan tanggung jawab profesional dalam klinik kecantikan, Undang-Undang
Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang
Praktik Kedokteran.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dibentuk demi
memenuhi kebutuhan hukum masyarakat akan pelayanan kesehatan.
Undang-Undang Kesehatan selain mengatur tentang hak dan kewajiban setiap orang secara
umum dalam bidang kesehatan, juga memberikan perlindungan bagi konsumen
jasa pelayanan kesehatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 sampai dengan
Pasal 58 Undang-Undang Kesehatan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yang mengatur tanggung jawab profesional diatur dalam Bab IV tentang
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, terdapat dalam Pasal 8 sampai dengan
Pasal 17 dan Pasal 19.
Klinik Kecantikan dalam melakukan usahanya memakai tenaga medis yang ahli
dalam bidangnya. Dalam hal ini yaitu dokter yang ahli dalam bidang kecantikan.
Undang–Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran memberikan
perlindungan kepada konsumen pengguna jasa dokter untuk mengadukan
30
profesinya. Hal tersebut diatur dalam Bab VII, bagian Kedua tentang Pengaduan
Pasal 66 Undang-Undang Praktik Kedokteran.
5. Pembayaran Ganti Kerugian
Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas produk yang
diperdagangkan dapat berupa pemberian ganti kerugian. Menurut ketentuan Pasal
19 Ayat (1) UUPK, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Ganti kerugian merupakan tanggung jawab paling utama dari pelaku usaha. Ganti
kerugian menurut UUPK dapat berupa:
a. Pengembalian uang;
b. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,;
c. Perawatan kesehatan; dan/atau
d. Pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 27
F. Klinik Kecantikan
1. Pengertian Klinik Kecantikan
Klinik berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. Kecantikan adalah
27
keelokan, kemolekan. Kecantikan terdiri dari dua macam yaitu, kecantikan dalam
(inner beauty) dan kecantikan luar (outer beauty). Outer beauty atau kecantikan luar memang dapat direfleksikan dengan bentuk wajah yang ayu, cantik, dan enak
dilihat. Sedangkan kecantikan dari dalam adalah personality (kepribadian) seorang perempuan, bagaimana sikapnya terhadap siapa saja, bagaimana
keanggunan atau juga sisi feminin yang diimpresikan oleh perempuan.28 Jadi
klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan pelayanan jasa di
bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya yang
dilakukan oleh tenaga medis sesuai keahlian dan kewenangannya.29
Menurut Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 2014 tentang Klinik, berdasarkan jenis pelayanan, klinik dibagi menjadi
2, yaitu klinik pratama dan klinik utama. Klinik kecantikan estetika tipe pratama,
yaitu suatu sarana klinik kecantikan estetika yang menyediakan jasa pelayanan
tindakan medik terbatas yang dilakukan oleh seorang dokter/dokter gigi
(bersertifikat) dengan penanggungjawab teknis adalah seorang dokter dengan
kompetensi yang sama (bersertifikat). Klinik kecantikan estetika tipe utama, yaitu
suatu sarana klinik kecantikan estetika yang menyediakan jasa pelayanan tindakan
medik terbatas dan tindakan medik invasif (operatif) tanpa bius umum, dilakukan
oleh seorang dokter/dokter gigi/dokter spesialis/dokter spesialis gigi dengan
keahlian dan kewenangannya serta penanggungjawab teknis dari seorang dokter
yang berkompetensi yang sama (bersertifikat).
28
W.J.S Poerdwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hlm.625
29
http://fajarjazz.blog.friendster.com/kecantikan-perempuan diakses pada tanggal 1
32
Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung merupakan salah satu alternatif bagi
masyarakat khususnya kaum hawa untuk melakukan perawatan wajah dengan
harga yang terjangkau. Klinik ini mulai beroperasi pada tanggal 13 November
2012 dengan menepati gedung yang beralamat Jalan. MH. Thamrin Nomor.35
Gotong Royong, Bandar Lampung. Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung
dari awal berdiri sampai saat ini dipimpin oleh dr. Puspita Sari, M.Kes.
Menurut dr. Puspita Sari, M.Kes, Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung
memiliki konsumen kurang lebih 8500 orang. Yang terdiri dari berbagai usia
mulai dari usia 15–45 tahun ke atas. Produk kosmetik yang dijual maupun
bahan-bahan kosmetik yang digunakan untuk treatment seluruhnya sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawana Obat dan Makanan (BPOM RI) dan juga sudah
mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan
beberapa produk kosmetik sudah memakai label pribadi (private label) dengan merek “Mulei”.30
2. Produk Perawatan Klinik Kecantikan
Klinik Kecantikan menawarkan berbagai bentuk produk yang dapat digunakan
oleh konsumen. Seperti produk kosmetik, perawatan wajah dan tubuh disediakan
oleh klinik kecantikan untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Pengertian
kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.445/
MenKes/PermenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah
30
daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit.
Produk perawatan yang ditawarkan oleh Klinik Kecantikan Puspita Bandar
Lampung meliputi:
a. Produk treatment dan jasa konsultasi pencerahan tubuh dan kulit wajah;
b. Produk treatment dan jasa konsultasi pengencangan untuk bagian tubuh
tertentu dan wajah;
c. Produk treatment dan jasa konsultasi untuk mengatasi jerawat pada wajah.31
Penggolongan kosmetik menurut penggunaanya pada kulit ada 2 yaitu, Kosmetik
perawatan kulit (skin-care cosmetics) dan Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up). Kosmetik perawatan kulit, jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit, termasuk didalamnya:
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser), misalnya sabun muka,
cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener/ tooner); b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizring
cream, night cream, anti wrinkle cream;
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen foundation, sun block cream/lotion;
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengikis kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver);
31
34
Adapun jenis-jenis perawatan yang disediakan oleh klinik kecantikan:
a. Facial Acne: perawatan wajah dengan ektrak green tea yang mengandung antiseptik untuk membantu mengurangi serta menyembuhkan jerawat.
Beberapa jenis ditambahkan serum khusus untuk mengatasi jerawat.
b. Facial Chocolate: perawatan wajah dengan masker yang terbuat dari coklat asli yang mengandung anti oksidan dan pelembab untuk anti-aging. Cocok baik untuk kulit kering, normal, maupun berminyak tanpa jerawat.
c. Facial Gold: perawatan wajah yang bermanfaat untuk memutihkan, mengencangkan, menghaluskan dan memberi cahaya di wajah. Selain itu juga
sebagai anti penuaan dini karena mengandung emas, vitamin c, dan hyaluronic acid.
d. Facial + Detoxification: facial ini untuk mengeluarhan racun-racun yang ada pada lapisan epidermis ataupun dermis pada kulit wajah yang berpotensi
menjadikan jerawat atau penyakit kulit lainnya. Detoxification Machine
merupakan alat yang mengeluarkan gelombang tinggi yang dapat menembus
lapisan hypodermis.
e. Facial Honey: perawatan wajah dengan menggunakan masker dengan madu dan serum madu, mengandung AHA untuk mengelupas kulit mati,
mengecilkan pori-pori, mengurangi jerawat, membuat kulit halus dan bersinar.
Sesuai untuk kulit normal, kulit kering, dan kulit sensitif.
f. Facial Collagen: perawatan wajah menggunakan serum kolagen dan masker kolagen. Kolagen akan masuk dengan bantuan ultrasound sehingga kulit
menjadi lembab, kencang, dan elastis. Sesuai untuk kulit normal, kulit kering,
g. Facial Collagen & Black Sea Mud: perawatan wajah dengan masker lumpur dan serum khusus yang dimasukkan dengan bantuan ultrasound untuk
mengembalikan elastisitas dan kekencangan kulit, menjaga kelembaban kulit.
Sesuai untuk kulit normal, kulit kusam, dan kulit keriput.
h. Tanam Benang (Thread Lifting): teknik perawatan kulit yang bertujuan untuk mengencangkan wajah, mengembalikan keremajaan kulit dengan
menggunakan benang yang dimasukkan di bawah kulit. Benang akan
merangsang terbentuknya collagen sehingga kulit menjadi kencang. Benang akan larut setelah 6-8 bulan, tetapi collagen di wajah tetap terbentuk. Hasil bertahan selama 1-2 tahun.
i. Chemical Peeling: perawatan kulit yang memakai cairan peeling untuk mengangkat lapisan kulit sampai kedalaman tertentu yang berfungsi untuk
meremajakan kulit, menghilangkan keriput halus, mencerahkan kulit yang
kusam, dan mengencangkan kulit.
j. Setrika Wajah: perawatan wajah dengan menggunakan gelombang Radio
Frequency untuk meningkatkan kolagenisasi di lapisan dermis kulit/lapisan ke 2 kulit sehingga kulit wajah, leher, menjadi lebih kencang, kenyal dan
36
G. Kerangka Pikir
Guna memperjelas dari pembahasan ini, maka penulis membuat kerangka pikir
sebagai berikut:
Pelaku Usaha
( Klinik Kecantikan Puspita)
Konsumen
Hubungan Hukum
( Hak & Kewajiban )
Upaya Hukum Konsumen
( Klinik Kecantikan Puspita )
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Keterangan:
Klinik Kecantikan Puspita merupakan suatu bentuk usaha yang bergerak dibidang
kecantikan yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan
kecantikan kulit yang dilakukan oleh tenaga medis sesuai keahlian dan
kewenangannya. Banyaknya produk yang ditawarkan oleh Klinik Kecantikan
Puspita dalam memenuhi kebutuhan konsumennya. Namun ketika konsumen
sedang menggunakan produk yang diberikan oleh Klinik Kecantikan Puspita tidak
menutup kemungkinan konsumen mengalami kerugian baik inmateriil maupun
materiil, dan konsumen menuntut adanya suatu perlindungan hukum terhadap
pasien sebagai konsumen medis.
Perlindungan hukum dapat diberikan apabila ada hubungan hukum antara Klinik
Kecantikan Puspita dan konsumen. Hubungan hukum yang dimaksud adalah suatu
perjanjian antara konsumen dan klinik kecantikan. Adanya hubungan antara
pasien dengan pelaku medis didahului dengan suatu perjanjian. Perlindungan
hukum bagi konsumen klinik kecantikan dapat diberikan melalui aspek hukum
keperdataan, aspek hukum perlindungan konsumen, aspek hukum kesehatan.
Perjanjian yang dilakukan antara konsumen dan klinik kecantikan akan
menimbulkan suatu hak dan kewajiban bagi masing- masing pihak. Perjanjian
tersebut timbul ketika konsumen datang untuk melakukan perawatan di klinik
kecantikan. Namun sayangnya pelaksanaan hak dan kewajiban oleh pelaku usaha
terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ada sehingga menyebabkan kerugian
bagi konsumen. Oleh karenanya hal tersebut menjadi salah satu alasan yang kuat
38
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku klinik kecantikan
wajib melakukan tanggung jawab terhadap konsumen apabila mengalami
kerugian yang disebabkan oleh klinik kecantikan. Namun saat ini kesadaran
hukum yang dimiliki para pelaku usaha sangatlah kurang, sehingga banyak
konsumen yang merasa dirugikan oleh pihak pelaku usaha baik materiil maupun
inmateriil.
Penelitian yang akan diteliti mengenai perlindungan hukum bagi konsumen Klinik
Kecantikan Puspita, hubungan hukum antara kosumen dan Klinik Kecantikan
Puspita, tanggung jawab hukum yang diberikan oleh Klinik Kecantikan Puspita
kepada konsumen apabila terjadi kerugian. Selain itu, menjelaskan upaya hukum
apa saja yang dapat dilakukan konsumen apabila mengalami kerugian yang
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-terapan karena
meneliti dan mengkaji mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan
hukum normatif