• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI KELUARGA PEMULUNG TENTANG PENDIDIKAN ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI KELUARGA PEMULUNG TENTANG PENDIDIKAN ANAK"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

THE FACTORS THAT DEALS WITH PERCEPTION FAMILY

SCAVENGERS ABOUT EDUCATION OF CHILDREN

By

Vinta Riasyahrani Safitri

In a family of scavengers, the main problem facing at the moment is low or less concerned for their children to education. This is reflected in the data level of education of children of scavengers in the village wells Stone that the percentage of children who do not attend school or drop out of school is still very high. This study aims to determine the factors related to the perception of scavenger families about children's education. The research sample totaled 81 families scavengers, sampling is done by using Simple Random Sampling technique. Data collection techniques in this research using questionnaires, interviews, observation, and secondary data collection, while data analysis is done by cross tabulation analysis through statistical data processing programs, namely SPSS. The results showed that there was a significant correlation between the number of children, education level scavengers, scavengers family income, children's education expenses, and support education in neighborhoods with scavenger perceptions about children's education

(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERSEPSI KELUARGA PEMULUNG TENTANG

PENDIDIKAN ANAK

Oleh

Vinta Riasyahrani Safitri

Dalam Keluarga pemulung, masalah utama yang dihadapi pada saat ini adalah rendahnya atau kurang pedulinya mereka terhadap pendidikan anak. Hal ini tercermin dari data tingkat pendidikan anak-anak pemulung di Kelurahan Sumur Batu bahwa presentase anak-anak yang tidak bersekolah atau putus sekolah masih sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keluarga pemulung tentang pendidikan anak. Sampel penelitian ini berjumlah 81 keluarga pemulung, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Simpel Random Sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, wawancara, obsevasi, dan pengumpulan data sekunder, sedangkan analisis data dilakukan dengan cara analisis tabulasi silang melalui program pengolahan data statistik, yaitu SPSS. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara jumlah anak, tingkat pendidikan pemulung, pendapatan keluarga pemulung, biaya pendidikan anak, dan dukungan pendidikan di lingkungan tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

(3)

Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi)

Oleh

VINTA RIASYAHRANI SAFITRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI KELUARGA PEMULUNG TENTANG PENDIDIKAN ANAK

(Studi pada Masyarakat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi)

(Skripsi)

Oleh

VINTA RIASYAHRANI SAFITRI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Gambar

Halaman

1. Proses Terjadinya Persepsi

31

(6)

DAFTAR ISI

A. Tinjauan tentang Masyarakat Miskin 11

1. Pengertian Kemiskinan 11

2. Jenis Kemiskinan 14

B. Tinjauan tentang Keluarga Pemulung 15

1. Definisi Keluarga 15

2. Fungsi Keluarga 16

3. Definisi Pemulung 17

4. Interaksi Sosial Pemulung 19

5. Jam Kerja Pemulung 20

C. Tinjauan tentang Pendidikan Anak 21

1. Pengertian Pendidikan 21

2. Pendidikan Anak 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak 23 4. Kendala Pemulung dalam Mengakses Pendidikan 26 D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pemulung tentang

Pendidikan Anak 29

1. Definisi Persepsi 29

2. Syarat Terjadinya Persepsi 29

3. Proses Persepsi 30

(7)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian 36

B. Lokasi Penelitian 37

C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel 37

D. Populasi dan Sampel 40

1. Populasi 40

2. Sampel 40

E. Teknik Pengumpulan Data 41

F. Teknik Pengolahan dan Analisi Data 43

1. Pengolahan Data 43

2. Analisis Data 44

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu 46

B. Letak Geografi 47

C. Pemerintahan 49

D. Keadaan Penduduk 50

E. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Kesejahteraan Keluarga 52

F. Penduduk menurut Agama 55

G. Penduduk menurut Tingkat Pendidikan 55 H. Penduduk menurut Mata Pencaharian 56

I. Sarana dan Prasarana 57

1. Sarana Pendidikan 58

2. Sarana Peribadatan 59

3. Saranan Kesehatan 59

4. Saranan Perekonomian 60

J. Pendidikan Anak 61

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian 62

B. Identitas responden 62

1. Distribusi Pemulung Berdasarkan Umur 63 2. Distribusi Pemulung Berdasarkan Jenis Kelamin 64 3. Distribusi Pemulung Berdasarkan Tingkat Pendidikan 65 4. Distribusi Pemulung Berdasarkan Jumlah Anak 66 5. Distribusi Pemulung Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Yang Ikut bekerja 66

6. Pekerjaan Memulung 68

(8)

10. Persepsi Orangtua Tentang Pendidikan Anak 75

11. Biaya Pendidikan Anak 79

12. Dukungan Pendidikan dari Lingkungan Tempat Tinggal 80 13. Harapan-Harapan Orangtua pemulung tentang Pendidikan

Anak 80

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Keluarga

Pemulung Tentang Pendidikan Anak 81

D. Analisis Hubungan Antara Variabel 82

E. Pembahasaan 94

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 103

B. Saran 105

DAFTAR PUSTAKA

(9)

Tabel Halaman

1. Distribusi Luas Wilayah Kelurahan Sumur Batu

menurut Penggunaan Tanah 48

2. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan

Rukun Warga dan Jenis Kelamin 50

3. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan

Umur 51

4. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Penduduk 53 5. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan

Agama yang Dianut 55

6. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan

Tingkat Pendidikan 56

7. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan

Matapencaharian 57

8. Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Sumur Batu 58 9. Jumlah Sarana Ibadah di Kelurahan Sumur Batu 59 10. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan di Kelurahan

Sumur Batu 60

11. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kelurahan

Sumur Batu 60

12. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Umur 63

13. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

(10)

14. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Pendidikan Terakhir 65

15. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Jumlah Anak dalam Keluarga 66 16. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Ada atau Tidaknya Anggota Keluarga

Lain yang Ikut Bekerja 67

17. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Anggota Keluarga yang Ikut Bekerja 67 18. Distribusi Jam Kerja Pemulung di Kelurahan Sumur

Batu dalam Satu Hari 68

19. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Jarak Tempuh Saat Bekerja 69 20. Distribusi Pemulung Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Jenis Sampah yang Sering Dikumpulkan 70 21. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Jumlah Barang yang Dikumpulkan

dalam Satu Minggu 71

22. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu

berdasarkan Jumlah Penghasilan Setiap Bulan 72 23. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang

Tingkat Keamanan dalam Bekerja 73

24. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang

Kenyamanan dalam Bekerja 73

25. Pengalaman Mendapat Perlakuan Tidak Baik Pemulung

Di Kelurahan Sumur Batu 74

26. Dsitribusi Pemulung Di Kelurahan Sumur Batu berdasarkan

Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal 75 27. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang

Penting Tidaknya Pendidikan untuk Anak 76 28. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang

(11)

30. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang

Penting Tidaknya Mendapatkan Pendidikan Luar Sekolah 78 31. Biaya Pendidikan Anak Keluarga Pemulung di Kelurahan

Sumur Batu Per Bulan 79

32. Dukungan Pendidikan untuk Anak dari Lingkungan

Tempat Tinggal 80

33. Tabel Silang Hubungan antara Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak dengan Jumlah Anak yang

Dimiliki 83

34. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Jumlah Anak dengan Persepsi Pemulung tentang

Pendidikan Anak 84

35. Tabel Silang Hubungan antara Tingkat Pendidikan

Pemulung dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak 85 36. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara

Tingkat Pendidikan Pemulung dengan Persepsi Pemulung

tentang Pendidikan Anak 86

37. Tabel Silang Hubungan antara Pendapatan Keluarga Pemulung dengan Persepsi Pemulung tentang

Pendidikan Anak 87

38. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Pendapatan Keluarga Pemulung dengan Persepsi Pemulung tentang

Pendidikan Anak 88

39. Tabel Silang Hubungan antara Lingkungan Tempat Tinggal dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan

Anak 89

40. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Lingkungan Tempat Tinggal dengan Persepsi Pemulung

tentang Pendidikan Anak 90

41. Tabel Silang Hubungan antara Biaya Pendidikan

(12)

42. Hasil Analisis Uji Korelasi antara Biaya Pendidikan

dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak 92 43. Tabel Silang Hubungan antara Dukungan Pendidikan

di Lingkungan Tempat Tinggal dengan Persepsi

Pemulung tentang Pendidikan Anak 93

44. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Dukungan Pendidikan di Lingkungan Tempat Tinggal

(13)
(14)
(15)
(16)

MOTO

Semakin sulit perjuangannya semangkin besar kemenangannya

(Thomas Paine)

Tidak ada yang bisa kulakukan tanpa ilmu

&

Manabu noni ososugiru koto wa nai

“Tidak ada kata terlambat untuk belajar”

(Vinta Riasyahrani Safitri)

(17)

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat serta karunianya, saya

dapat menyelesaikan karya tulis kecil ini yang akan saya

persembahkan kepada:

Kedua Orangtua saya yang telah mendukung dan menerima

segala kelebihan dan kelemahan saya dalam menempuh

pendidikan ini. Terima kasih atas segala doa yang telah

diberikan kepada saya dan dukungan secara materiil maupun

nonmaterial. Kalianlah sumber ispirasiku.

Adik-adikku tercinta, Indriana dan Rahmansyah. Terima kasih

sudah menjadi penghibur dan memberi semangat. Terima kasih

adik-adiku tersayang.

Almamater tercinta, Universitas Lampung. Terima kasih atas

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Vinta Riasyahrani Safitri atau yang dipanggil dengan sebutan Vinta, ini lahir di Jakarta Timur pada tanggal 16 Oktober 1992, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak H. Ibramsyah dan Ibu Nuraini.

Riwayat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis, antara lain: 1. TK Islam Gema Nurani Bekasi Barat, diselesaikan pada tahun 1998 2. SD Negeri Dukuh 1 Bekasi Barat, di selesaikan pada tahun 2005 3. SMP Negeri 146 Jakarta Timur, di selesaikan pada tahun 2008 4. SMA Diponegoro 2 Jakarta Timur, di selesaikan pada tahun 2011

(19)

Assalamu alaikum Wr. Wb

Alhamdulilahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah WST yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya di setiap perjalanan hidup dalam menempuh pendidikan sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keluarga Pemulung

Tentang Pendidikan Anak” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosiologi pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas lampung.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta dukungan kepada penulis. Atas segala bantuan yang diterima, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si.,selaku Dekan Falkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

(20)

3. Bapak Drs. I Gede Sidemen, M.Si., selaku pembimbing utama, Terimakasih atas segala bimbingan, motivasi dan kepercayaan diri yang bapak berikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dr.Bartoven Vivit N. Sos.,M.Si., selaku Dosen Pembahas. Terimakasih atas semua masukan serta saran-saran yang telah diberikan dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

5. Terimakasih banyak kepada seluruh dosen-dosen sosiologi yang telah banyak memberikan ilmu dan inspirasi besar dalam hidup penulis, Ibu Anita, Ibu Paraswati, Ibu Dewi, Ibu Vivit, Ibu Yuni, Ibu Erna, Pak Ikram, Pak Syani, Pak Sus, Pak Gede, Pak Bintang, Pak Suwarno, Pak Fahmi, Bung Pay, Pak Hartoyo, serta Pak Gunawan. Terimakasih untuk setiap pengetahuan dan motivasi baru yang penulis peroleh setiap harinya selama kuliah.

6. Seluruh staff dan karyawan FISIP Universitas Lampung yang telah membantu keperluan administrasi selama penulis menjadi mahasiswi di FISIP Universitas Lampung.

7. Seluruh keluarga besarku yang tiada henti-hentinya memberikan semangat, dukungan papa dan mama ( terimakasih atas segala doa dan kasih sayangmu yang selalu menjadi kekuatanku), Ete ami, ete ana, ete yanti, kak nina, kak manda, mas agus (terimakasih dukungannya dan doanya).

(21)

untuk memulai hidup baru dan mengarungi dunia luar. Terimakasih telah mewarnai hidupku di dunia kampus.

10. Alumni Sosiologi, khusunya Mba Monna, Mba Gita. Terimakasih atas masukan dan sarannya dalam akademik maupun dalam pembuatan skripsi. 11. Kawan-kawan KKN Mulyo Aji, Taufiqurrohman, Virgi caksono, Susi Susanti,

Tri Hana Pratiwi, dan Vike Youdit, Terimakasih untuk kebersamaan kita, kekompokan kita, perbedaan mengajarkan banyak hal yang sebenarnya sangat besar.

12. Seluruh pihak yang berperan besar dalam perjalanan penulis mencapai semua ini, penulis ucapkan terimakasih sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis mohon maaf dan semoga skripsi ini dapat diterima di masyarakat. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi untuk seluruh pihak. Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan senantiasa menjadi orang-orang yang istiqomah berada di jalan-Nya. Aamiin.

Wassalamu alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, 11 Februari 2016 Penulis,

(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keluarga pemulung tentang pendidikan anak, untuk dapat mengetahui bagaimana persepsi pemulung terhadap tingkat pendidikan pada anak-anak mereka serta, seberapa pentingnya arti sebuah pendidikan pada masyarakat miskin terutama pada keluarga pemulung. Pendidikan merupakan hal utama dalam menunjang masa depan seorang anak menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Namun, banyak dari pemulung yang menyatakan pendidikan merupakan barang yang cukup mahal.

Masyarakat miskin pada umumnya menganggap pendidikan adalah suatuhal yang jauh dari kehidupan mereka karena, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja terbilang sulit atau serba kekurangan terutama dalam hal menyekolahkan anak-anak mereka. Kemiskinan adalah keadaan yang dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Terjadinya kemiskinan penyebabkan kelangkaan dalam memenuhi kebutuhan dasar, atau sulitnya dalam akses sebuah pendidikan.

(23)

kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dalam memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan hidup yang paling dasar, tertuma dalam bidang pendidikan untuk anak.

Kemiskinan merupakan sebuah masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, serta keterpurukan. Masyarakat miskin lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses yang terbatas dalam upaya mendapatkan pendidikan layak dan kegiatan sosial ekonomi. Oleh karena itu, apabila suatu negara ingin dapat terlepas dari sebuah jurang kemiskinan, dan mendapat kemajuan, serta perkembangan dalam segala aspek kehidupan, maka prioritas utama dalam pembangunan adalah pembangunan di bidang pendidikan (Arya Budi, 2013).

Dapat disimpulkan, bahwa kehidupan pemulung yang masih sangat rendah dari taraf kehidupan yang layak ini sangat sulit untuk dapat menyekolahkan anak-anak mereka dikarenakan biaya kehidupan yang terus meningkat setiap tahunnya. Akibatnya dari itu, banyak anak yang mengalami putus sekolah atau tidak sekolah dari keluarga miskin (pemulung) serta yang didukung dengan pola pikir mereka yang kurang peduli akan pendidikan untuk anak-anaknya.

(24)

3

penduduk miskinnya mencapai 23.600 orang atau sama dengan 8,53 persen (Badan Pusat Statistik, 2009).

Mereka yang kehilangan pekerjaan tidak ada pilihan lain kecuali terus bekerja, bahkan sebagian dari mereka ada yang mengalihkan pekerjaannya dengan menjadi pemulung atau memanfaatkan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) untuk mengais rejeki. Pemulung merupakan salah satu pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi dalam kesehatan. Pemulung bekerja di TPA dan TPS yang sangat rawan dengan risiko penyakit, belum lagi potensi bahaya keselamatan yang mengancam sewaktu-waktu, seperti kejadian bencana nasional (Sony, 2008).

Fenomena merebaknya pemulung serta kemiskinan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Sebagian orang memahami permasalahan ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihat dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

(25)

Hidup menjadi seorang pemulung memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, hal ini karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak

pihak (keluarga, masyarakat, dan negara). Namun, perhatian terhadap nasib pemulung tampaknya belum begitu besar dan solutif (Amalia, 2009).

Kehidupan di kota-kota besar, dapat ditemui berbagai macam pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, mulai dari pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dan kepintaran, sampai pekerjaan yang tidak membutuhkan kedua hal tersebut (Arya Budi, 2013).

Berbagai macam jenis pekerjaan dilakukan oleh manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya, salah satu jenis pekerjaan tersebut adalah pemulung. Profesi ini berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu kehidupan pemulung di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi. Di lokasi tersebut, masyarakat yang bekerja sebagai pemulung dengan cara mengumpulkan dan membeli barang-barang bekas dari rumah-rumah penduduk dan tempat penampungan sampah penduduk yang memiliki prospek “daur ulang”

atau reproduksi (Amalia, 2009).

(26)

5

Para pemulung memiliki pola hidup yang sangat menyedihkan. Setiap harinya para pemulung memiliki jam kerja yang sudah terpola dengan baik dan rutin dikerjakan. Pada pagi hari, para pemulung akan mempersiapkan dirinya untuk berangkat dan berlomba sampai di tempat pembuangan sampah. Setiap pemulung membawa segala perlengkapan, baik makanan atau minuman serta gancusebagai alat untuk mengambil sampah.

Semangat kerja yang ditunjukkan oleh pemulung ternyata mampu mengalahkan perasaan jijik ataupun bau busuk yang menusuk hidung, bahkan mereka tidak memikirkan bahwa di hadapan mereka tertimbun racun dan berbagai bibit penyakit yang setiap saat mengancam dan membahayakan kesehatan dan jiwa mereka.

Resiko yang paling dekat dengan pemulung sampah adalah kemungkinan terjangkitnya penyakit seperti kolera, diare, tifus, jamur kulit (gatal-gatal), dan penyakit cacingan. Penyakit-penyakit tersebut disebabkan karena kontak langsung dengan sampah serta tidak memperhatikan persoalan hygiene. Namun sejauh ini sedikit sekali para pemulung yang mau menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) dalam bekerja setiap harinya (Lestari, 2005).

(27)

sarana dalam meningkatkan taraf hidup manusia, mengubah pola pikir seseorang menjadi rasional, serta berwawasan (pengetahuan) yang luas.

Pendidikan merupakan dasar dari pembangunan manusia, karena pendidikan harus dilihat dalam konteks hak-hak asasi manusia, artinya setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan (Usman 2004:145). Bagi keluarga miskin (termasuk pemulung), menyekolahkan anak merupakan beban yang berat. ILO dan UNICEF (dalam Usman, 2004:146) menyatakan bahwa kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi anak–anak miskin sangat terbatas karena biayanya masih dirasakan mahal. Mutu pendidikan yang masih rendah mengakibatkan anak-anak tidak mempunyai motivasi untuk tetap sekolah.

Hal ini berdasarkan hasil penelitian Amalia (2009), pengamatan dan informasi yang didapatnya di lapangan menyatakan bahwa, dalam masalah pendidikan, anak-anak pemulung umumnya terbilang rendah. Pendidikan mereka paling tinggi hanya sebatas SLTP. Faktor utamanya adalah karena tidak punya uang.

(28)

7

Dalam lingkungan keluarga, seseorang akan mempelajari sistem pengetahuan tentang norma-norma yang berlaku serta kedudukan dan peran yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai budaya dalam keluarga sangatlah penting karena merupakan dasar utama bagi pembentukan kepribadian anak.

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial. Di dalam keluarga manusia pertamakali memperhatikan keinginan orang lain, belajar bekerjasama, dan belajar membantu orang lain. Pengalaman berinteraksi di dalam keluarga akan menetukan tingkahlaku dalam kehidupan sosial di luar keluarga.

Dalam bidang pendidikan, pemerintah telah berupaya mengadakan atau lebih menekankan program pendidikan wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar adalah pemberian pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Wajib belajar 9 tahun adalah sebuah tuntutan dimana seorang anak wajib menuntaskan sekolah menengah pertama. Pada umumnya penduduk di Indonesia adalah kalangan yang terbilang belum mampu dalam hal materi, sehingga pemerintah pada akhir-akhir ini selalu berusaha memberikan bantuan khusus kepada sekolah-sekolah. Bantuan itu dimaksudkan untuk meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik dan yang dididik.

(29)

Namun, pada kenyatanya pendidikan hanya dapat dinikmati oleh dari masyarakat golongan keluarga yang terbilang mampu, yang lain halnya dengan keluarga yang tidak mampu (termasuk keluarga pemulung), bagi mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah kurang, apalagi harus memikirkan biaya pendidikan bagi anaknya.

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Slameto (1995:105) berpendapat bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Sejalan dengan itu, Fauzi (1999: 37) menyatakan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di dalam otak.

(30)

9

Berdasarkan hal di atas, perasaan, kemampuan berfikir, dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman, dan sudut pandangnya.

Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, seperti faktor dari dalam dirinya sendiri dan faktor dari luar, begitu pula yang terjadi pada kasus keluarga pemulung tentang pendidikan anak yang dipandang beragam oleh keluarga pemulung sehingga menimbulkan respon atau reaksi terhadap penting atau tidaknya pendidikan bagi anak-anak mereka.

Berdasarkan gambaran permasalahan di atas, maka peneliti ingin mengetahuai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi keluarga pemulung tentang pendidikan anak.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah:

(31)

2. Masyarakat pemulung memiliki tingkat pendidikan rendah.

3. Banyak anak-anak yang tidak bersekolah dan anak putus sekolah dari keluarga pemulung.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

E. Manfaat Penelitian

Temuan yang dihasilkan dari penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam kaitannya dengan penyusunan kebijakan pendidikan, khususnya bagi anak dari keluarga pemulung yang kondisi ekonominya serba terbatas.

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Masyarakat Miskin

1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan didefinisikan dalam berbagai versi, tetapi secara umum kemiskinan membicarakan suatu standar tingkat hidup yang rendah. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan menjadi penyebab kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Kemiskinan adalah suatu kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (BAPPENAS, dalam BPS, 2002).

(33)

Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak dalam masyarakat, kemiskinan adalah ketidaksanggupan mendapatkan barang dan pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas juga mengungkapkan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

Kemiskinan adalah fenomena yang tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan. Berbagai strategi dalam pengentasan kemiskinan telah banyak dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut, tetapi masih saja formulasi pengentasan kemiskinan tersebut belum mampu sepenuhnya menyelesaikan persoalan kemiskinan itu sendiri.

Mubyarto (1987) memandang kemiskinan sebagai suatu kehidupan dimana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, khususnya pangan. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan tercapai apabila seseorang memiliki penghasilan yang tetap. Dengan demikian, dari pengertian-pengertian kemiskinan yang telah dipaparkan, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah suatu kehidupan dimana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti kebutuhan pangan, sosial, dan pendidikan dikarenakan kurangnya ketertersedian sumber ekonomi dalam bentuk materi maupun non materi yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat.

(34)

✂ ✄

merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin. Konsep kemiskinan seperti ini dikenal sebagai konsep kemiskinan absolut. Pada kondisi lain bila tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar minimum, tetapi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya, konsep kemiskinan seperti ini dikenal sebagai kemiskinan relatif (Esmara, 1986).

Dengan demikian, sekurang-kurangnya ada dua pendekatan yang digunakan untuk pemahaman tentang kemiskinan, yaitu pendekatan absolut dan pendekatan relatif. Pendekatan pertama adalah perspektif yang melihat kemiskinan secara absolut, yaitu berdasarkan garis absolut yang biasanya disebut dengan garis kemiskinan Syahrir (dalam Arya Budi, 2013). Pendekatan yang kedua adalah pendekatan relatif, yaitu melihat kemiskinan itu berdasarkan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat.

Pendekatan yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi adalah pendekatan dari segi garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan diartikan sebagai batas kebutuhan minimum yang diperlukan seseorang atau rumahtangga untuk dapat hidup dengan layak. Akan tetapi, diantara para ekonom terdapat perbedaan dalam menetapkan tolak ukur yang digunakan untuk menetapkan garis kemiskinan tersebut.

(35)

1) Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan.

2) Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan. 3) Terbatasnya akses dan rendahnya mutu pelayanan pendidikan. 4) Terbatasnya akses terhadap air bersih.

5) Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah.

6) Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam.

7) Lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi atau urbanisasi.

2. Jenis Kemiskinan

Menurut Suparlan (1985), kemiskinan yang terjadi di Indonesia secara sosiologis memiliki beberapa pola, yaitu:

1. Kemiskinan Individu

Kemiskinan individu terjadi karena adanya kekurangan-kekurangan yang dipandang oleh seseorang mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk mengatasi dirinya dari lembah kemiskinan.

2. Kemiskinan Relatif

(36)

✝ ✞

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial ekonomi yang sedemikian rupa sehingga masyarakat menjadi bagiannya. Kemiskinan struktural dipahami sebagai kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh ketidakmerataan sumberdaya karena struktur dan peran seseorang dalam masyarakat.

4. Kemiskinan Budaya

Kemiskinan budaya adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu masyarakat di tengah-tengah lingkungan alam yang mengandung banyak bahan mentah yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidup.

B. Tinjauan tentang Keluarga Pemulung

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah rumahtangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan (Fitzpatrick, 2004).

Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu:

• Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan

(37)

• Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumahtangga

karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

• Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

2. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga (dalam Febriyaningsih, 2012) dapat dibagi menjadi enam, yaitu:

a. Fungsi afektif, merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

b. Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

c. Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

(38)

17

e. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

f. Fungsi Pendidikan, penanaman keterampilan, tingkahlaku, dan pengetahuan dalam hubungan dengan fungsi-fungsi lain.

3. Definisi Pemulung

Pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-bahan bekas yang masih bisa dimanfaatkan (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi, yaitu agen, pengepul, dan pemulung.

Pekerjaan pemulung dianggap memiliki konotasi negatif. Para pemulung tidak diberikan upah kerja, baik dalam sistem harian atau bulanan. Upah kerja para pemulung didasarkan atas jumlah (dalam bentuk berat benda atau barang), seperti kertas dan kardus barang-barang bekas yang dikumpulkan (Sutardji, 2009).

Ada dua jenis pemulung:

1) Pemulung lepas, yaitu pemulung yang bekerja sebagai swausaha dan yang tergantung pada seorang bandar yang meminjamkan uang kepada mereka dan memotong uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung.

(39)

Dalam menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pemulung yang menetap dan pemulung yang tidak menetap.

1) Pemulung menetap adalah pemulung yang bermukim di gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal atau lainnya di sekitar tempat pembuangan akhir sampah.

2) Pemulung yang tidak menetap, adalah pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai, dan lainnya.

Menurut Sinaga (2008), faktor yang menentukan seseorang menjadi pemulung antara lain adalah tingkat pendidikan yang rendah (rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar), serta keterampilan yang terbatas. Untuk mengatasi himpitan kesulitan dalam menjalani kehidupan agar dapat tetap hidup, pada umumnya pemulung mengerahkan semua anggota keluarganya sebagai pemulung. Kondisi seperti ini secara tidak langsung menyebabkan anak-anak pemulung pun tidak bersekolah.

Dengan demikian secara umum pemulung berpendidikan rendah sehingga sangat sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan sesuai bidang yang mereka miliki dan terpaksa memilih menjadi seorang pemulung.

(40)

19

kebutuhan hidup. Pendapatan pemulung tidak teratur dan tidak dapat dipastikan (tergantung dari banyak sedikitnya barang yang diperoleh).

Pendapatan pemulung diperoleh dari hasil pengumpulan barang-barang bekas di tempat sampah dan hasilnya digunakan untuk makan. Dengan pendapatan yang rendah, kebanyakan pemulung tinggal di gubuk-gubuk dari bahan bekas, seperti triplek, kayu, seng, karung terpal, dan lainnya.

Pemulung adalah golongan masyarakat miskin dimana akhir-akhir ini tumbuh di perkotaan sebagai akibat dari suatu konsep pembangunan. Kemiskinan yang menerpa kehidupan pemulung mengakibatkan tingkat kesejahteraan, baik dari segi sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan sangatlah memperihatinkan.

4. Interaksi Sosial Pemulung

Para pemulung umumnya memiliki pergaulan yang terbatas dan relasi yang sempit. Jaringan sosial pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung) terlihat cukup baik. Mereka saling tolong menolong antar sesamanya. Jika ada diantara mereka yang terkena musibah, mereka meminta pertolongan pada kawan seprofesi.

(41)

Agen biasanya menyediakan minum dan makan sebagai biaya sosial. Hal itu juga untuk mempertahankan hubungan baik antara pemulung dengan “penampung”

atau agen. Jika memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, biasanya pemulung tidak segan untuk meminjam uang kepada agen atau bos kecil.

Pemulung dapat melakukan kerjasama dalam bentuk uang yang disumbangkan secara sukarela terhadap sesama pemulung yang terkena musibah, sedangkan pihak bos kecil dan bos besar atau agen, biasanya memberikan bantuan seperti pinjaman uang (jika dalam jumlah yang besar), sedangkan jika dalam jumlah kecil, biasanya diberikan secara sukarela.

5. Jam Kerja Pemulung

Waktu bekerja para pemulung sehari-hari biasanya mulai dari pukul 07.00-19.30 WIB, tetapi pada saat yang lain bisa saja berangkat memulung pada pukul 10.00 WIB dan pada pukul 12.00 WIB mereka kembali ketempat tinggalnya untuk istirahat dan makan siang. Mereka beristirahat sampai pukul 15.00 WIB, kemudian kembali memulai pekerjaannya pada pukul 15.00 -19.00 WIB. Para pemulung menyatakan bahwa waktu memulung itu sudah tertentu, kalau mereka memulung di luar waktu yang tertentu tadi, mereka biasanya bisa saja dituduh bukan pemulung, melainkan pencuri.

(42)

21

C. Tinjauan tentang Pendidikan Anak

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara yang berlaku sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan merupakan tahap kegiatan yang bersifat kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.

Menurut Mudyahardjo (2004), pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang, keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peran dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.

Pengertian pendidikan dapat juga diartikan sebagai usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan terencana dengan tujuan mengubah tingkahlaku manusia (anak didik) ke arah yang diinginkan. Dalam hubungan dengan pengembangan kebudayaan nasional, pendidikan merupakan suatu wadah untuk mengkreativitaskan kebudayaan (Jarkasi, 1996).

(43)

Sekolah merupakan kebutuhan setiap orang dan oleh karenanya investasi masyarakat semakin banyak ditanam di sekolah. Jarkasi (1996) menambahkan bahwa sekolah memiliki dua tujuan yaitu:

1) Tujuan yang menitikberatkan pada aspek individual, yakni mengembangkan anak didik secara optimal agar kelak menjadi pribadi yang bebas dan pandai memikirkan serta merencanakan masa depan yang lebih baik.

2) Tujuan yang lebih menekankan aspek sosial, yakni memindahkan warisan-warisan budaya yang penting untuk kebaikan dan kesejaterahaan hidup serta kehidupan bersama.

Pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Artinya melalui pendidikan kualitas hidup manusia dapat di tingkatkan. Dengan kualitas yang meningkat, produktivitas individual pun akan meningkat. Selanjutnya jika secara individual produktivitas manusia meningkat maka secara komunal produktifitas bangsa akan meningkat (Widi Astono, 2004).

2. Pendidikan Anak

Pendidikan pada dasarnya merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga negara wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

(44)

23

paling bagus. Di usia inilah anak-anak harus membentuk kesiapan dirinya menghadapi masa sekolah dan masa depan. Investasi terbaik yang bisa diberikan untuk anak adalah persiapan pendidikan mereka.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak

Pendidikan tidak bisa terlepas dari beberapa faktor-faktor yang ada, karena di dalam pelaksanaan pendidikan itu ada suatu lembaga pendidikan yang tidak bisa terlepas dari faktor-faktor pendidikan supaya pendidikan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Apabila salah satu faktor tidak terlaksana maka mutu pendidikan tidak dapat tercapai dengan baik, karena faktor yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi dan saling berhubungan.

Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pendidikan, yaitu sebagai berikut:

• Faktor Tujuan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan maka faktor tujuan perlu diperhatikan, sebab mutu suatu lembaga pendidikan yang berjalan tanpa berpegang pada tujuan akan sulit mencapai apa yang diharapkan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, sekolah senantiasa harus berpegang pada tujuan sehingga mampu menghasilkan output yang berkualitas.

• Faktor Alat.

(45)

sebagai alat pendidikan adalah sesuatu yang dapat memenuhi tercapainya tujuan pendidikan, yaitu sarana, prasarana, dan kurikulum.

• Faktor Lingkungan masyarakat.

Kemajuan pendidikan sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat (termasuk orang tua siswa) karena tanpa adanya bantuan dan kesadaran dari masyarakat sulit untuk melaksanakan peningkatan mutu pendidikan. Sekolah dan masyarakat merupakan dua kelompok yang tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi satu sama lainnya. Karena itu dibentuklah Komite Sekolah berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan No 044/V/2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka otonomi sekolah bermitra kerja dengan Komite Sekolah. Peran Komite Sekolah memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan, mendukung penyelenggaraan pendidikan, mengontrol, dan mediator antara pemerintah dan masyarakat

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia, yaitu:

1. Faktor internal

Meliputi jajaran dunia pendidikan, baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, intervensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.

(46)

25

Adalah masyarakat pada umumnya, dimana masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan, yaitu sebagai objek dari pendidikan.

Dalam proses belajar mengajar di institusi pendidikan, banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan dan keterpurukan dalam pendidikan. Keberhasilan dalam pendidikan memiliki tiga faktor utama, yaitu:

1. Sekolah

Sekolah merupakan salah satu kunci keberhasilan siswa. Namun demikian, banyak yang berfikir bahwa sekolah itu merupakan satu-satunya kunci kesuksesan anak sehingga mereka ngotot menyekolahkan anaknya di tempat yang mahal. Karena timbulnya pandangan seperti ini maka timbul pula pandangan lain yang menganggap bahwa semua sekolah itu sama, tergantung pada siswanya. Kedua-duanya benar, tapi kesalahan terjadi ketika orang hanya mengikuti paham yang pertama tanpa memperhatikan paham yang kedua. Dalam situasi yang seperti ini pasti akan terjadi kedaaan dimana orang tua lepas tangan untuk mengurusi pendidikan anak, sebaliknya kalau hanya berpegang pada paham yang kedua saja maka akan muncul keadaan dimana sekolah tidak mendukung minat dan bakat siswa.

(47)

2. Orang Tua

Orang tua yang partisipasif dalam pendidikan anak sangat baik untuk perkembangan mental anak dan kesuksesan proses belajar mengajar. Orang tua bisa berpartisipasi dalam menuntun anak pada minat yang tepat sehingga mereka bisa sukses kelak. Orang tua juga sangat berperan untuk berkomunikasi dengan guru pengajar untuk membimbing anaknya belajar. Jika peran orang tua diabaikan, anak tentu akan sulit berhasil dalam pendidikannya. Tapi tetap saja peran orang tua harus pada komposisi yang tepat, di mana tidak boleh berlebihan sehingga membuat anak nyaman untuk bersosialisasi karena ada juga tipe orangtua yang terlalu berlebihan sehingga anak tidak nyaman bergaul dengan teman temannya

3. Lingkungan

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah lingkungan tempat anak menjalankan proses belajar dan mengajar. Lingkungan yang dimaksud ialah pergaulan si anak. Orang tua berperan penting disini untuk memberikan pandangan mencari teman yang baik dan bisa membawa anak berkembang ke arah yang lebih baik. Orang tua hendaklah menjaga anak tidak terlalu protektif dan tidak juga terlalu bebas, yang terpenting adalah anak nyaman bersosialisasi dan juga tetap tidak menyimpang.

4. Kendala Pemulung dalam Mengakses Pendidikan

(48)

27

pendidikan anaknya menjadi sangat rendah. Hal ini mengakibatkan anak-anak mereka cenderung tidak bersekolah karena harus ikut membantu orangtua dalam memenuhi kebutuhan keluarganya (Arya Budi, 2013).

Meskipun pemerintah sudah membuat kebijakan di bidang pendidikan, namun yang terjadi, pendidikan yang layak hanya bisa dirasakan oleh kaum atau golongan menengah ke atas saja, hal ini dikarenakan biaya pendidikan yang mahal, sehingga pemulung tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak. Padahal salah satu strategi untuk mengentaskan kemiskinan adalah melakukan pemerataan pendidikan. Hal ini mengingat pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Dengan demikian kualitas sumberdaya manusia tergantung dari kualitas pendidikan. Oleh karena itu pemerataan pendidikan terhadap masyarakat secara luas dan menyeluruh sangat diperlukan.

Adapun kendala-kendala yang mempengaruhi keluarga pemulung dalam memperoleh akses pendidikan menurut Arya Budi (2013) adalah sebagai berikut:

a. Motivasi Keluarga

Pemulung umumnya memandang pendidikan sebagai sesuatu yang tidak penting, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya putus sekolah di Indonesia. Pemulung merupakan sekelompok manusia yang mengalami kekurangan sumberdaya sehingga kemampuan sosial ekonominya dalam membiayai pendidikan anak-anaknya sangat rendah.

(49)

mengakibatkan anak-anak mereka cenderung mengikuti pola orangtuanya, sehingga anak-anak mereka cenderung tidak bersekolah dan membantu orangtuanya dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

c. Lingkungan Keluarga

Keluarga sebagai entitas terkecil dalam masyarakat merupakan bagian yang sangat sentral dalam membangun karakter anak. Keberhasilan anak tidak ditentukan oleh pendidikan formal semata, tetapi juga pendidikan dalam keluarga. Selain itu, komunikasi yang baik antara anak dan orangtua menjadi kunci dalam membangun keluarga. Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pemahaman seorang anak untuk memahami pelajaran di sekolahnya. Sekolah saja tidak cukup untuk melakukannya, sehingga perlu dilakukan kerjasama yang baik antara keluarga dengan pihak sekolah agar anak dapat dengan mudah memahami pembelajaran di sekolahnya.

(50)

29

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak

1. Definisi Persepsi

persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyediaan balik (decoding) dalam proses komunikasi selanjutnya, persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan.

Persepsi dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dapat datang dari luar diri individu dan juga dari dalam diri individu. Persepsi setiap individu dipastikan memiliki perbedaan, tergantung bagaimana indrawi seseorang tersebut memandang objek yang dipersepsinya.

Persepsi orang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh sejauhmana pemahamannya terhadap objek tersebut. Persepsi yang belum jelas atau belum dikenal samasekali tidak dapat memberikan makna. Persepsi akan timbul setelah seseorang atau sekelompok manusia terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek, dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan objek yang dirasakan dan memahami objek sosial tersebut.

2. Syarat Terjadinya Persepsi

syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:

(51)

dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor.

b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. c. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus.

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran) dari otak di bawah melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.

3. Proses Persepsi

Persepsi melewati beberapa proses (Sunaryo, 2002), yaitu:

a. Proses fisik (kealaman) objek stimulus reseptor atau alat indra.

b. Proses fisilogis stimulus saraf sensoris otak.

c. Proses psikologis proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.

(52)

31

Gambar 1. proses terjadinya pesepsi

(Sumber : Sunaryo, Psikologi untuk Kesehatan, 2002)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Persepsi

Terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal, seperti dijelaskan di bawah ini:

1. Perhatian, biasanya tidak menangkap seluruh rangsang yang ada disekitar kita sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus perhatian antara satu orang dengan orang yang lain akan menyebabkan perbedaan persepsi.

2. Set, adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set akan menyebabkan adanya perbedaan persepsi.

3. Kebutuhan, baik kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri individu akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu.

Otak Stimulus Reseptor

Saraf sensorik Otak

Saraf motorik

(53)

4. Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi.

5. Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda.

5. Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak

Pemulung umumnya melihat pendidikan sebagai sesuatu hal yang tidak begitu penting, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya putus sekolah. Pemulung merupakan sekelompok manusia yang mengalami kekurangan sumberdaya, sehingga kemampuan sosial ekonominya dalam membiayai pendidikan anak-anaknya sangat rendah.

Menurut Sinaga (dalam Arya Budi,2013), kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin berkorelasi positif dengan rendahnya motivasi pemulung terhadap pendidikan. Hal ini mengakibatkan anak-anak mereka cenderung mengikuti pola fikir orangtuanya sehingga anak-anak merekapun tidak bersekolah dan membantu orangtuanya dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

(54)

33

pikir pada anak, yang akan memperbaiki kehidupannya menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. Tapi jika pemulung menganggap pendidikan untuk anak mereka tidak terlalu penting dalam merubah pola kehidupan untuk menjadi lebih baik dari pada sebelumnya, maka para pemulung tidak akan menyekolahkan anak-anak mereka serta menganggap menyekolahkan anak-anak mereka sama saja dengan membuang-buang uang.

E. Kerangka Pikir

(55)

Variabel (X)

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho: Tidak ada korelasi antara jumlah anak dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

(56)

35

Ho: Tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ha: Ada kolerasi antara tingkat pendidikan pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ho: Tidak ada korelasi antara pendapatan keluarga pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ha: Ada korelasi antara pendapatan keluarga pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ho: Tidak ada korelasi antara lingkungan tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ha: Ada korelasi antara lingkungan tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ho: Tidak ada korelasi antara biaya pendidikan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ha: Ada korelasi antara biaya pendidikan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

Ho: Tidak ada korelasi antara dukungan pendidikan di tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

(57)

A. Metode Penelitian

Setiap melakukan penelitian ilmiah perlu ditetapkan metodenya. Suatu metode penelitian akan memberikan arah dan cara untuk memecahkan permasalahan penelitian sehingga tujuannya dapat tercapai. Penentuan metode penelitian sangatlah penting karena dapat membantu mengarahkan peneliti dalam mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data penelitian.

Dalam penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak ini, peneliti menggunakan tipe penelitian eksplanatoris (explanatory/confirmatory research), dengan menggunakan metode statistika sebagai alat analisisnya.

(58)

✠ ✡

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bantar Gebang, Kelurahan Sumur Batu, Kota Bekasi. Alasan dipilihnya lokasi ini karena lokasi tersebut dapat dijangkau oleh peneliti dan sesuai dengan fenomena sosial yang akan diteliti. Selain itu dapat dipastikan bahwa di lokasi tersebut terdapat keberagaman faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak sehingga dapat lebih mudah untuk mengamati dan meneliti terkait dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.

C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

Definisi konseptual ditentukan untuk memudahkan pemahaman dan menafsirkan berbagai macam konsep yang berkaitan dengan penelitian. Black (1999: 46) mengemukakan bahwa definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana variabel diukur. Dengan melihat definisi konsep dan operasional variabel suatu penelitian, maka seorang peneliti akan dapat mengetahui bagaimana suatu variabel yang diteliti akan diukur atau diamati dalam realitasnya.

Definisi konseptual dan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(59)

pemulung untuk menunjang pendidikan anak. 2 Jumlah anak Banyaknya anak

(60)

☞ ✌

5 Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan

(61)

tempat

Menurut Arikunto (dalam T.O. Ihromi, 1999), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah keluarga pemulung di wilayah Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi.

Berdasarkan batasan tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi yang bermatapencaharian utama sebagai pemulung (berjumlah 419 orang) yang tersebar di Kelurahan Sumur Batu.

2. Sampel

(62)

✏ ✑

N n =

N( ) + 1

Keterangan :

N = Banyaknya anggota populasi n = Banyaknya sampel yang diteliti

d2 = Nilai presisi atau tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan peneliti (ditetapkan sebesar 10% atau 0,10)

1 = Bilangan konstanta 419

n =

419(0.1) + 1

419 n =

5.19

n= 80.732177264 (dibulatkan menjadi 81)

Jadi jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 81 responden dari keluarga pemulung. Selanjutnya ditetapkan teknik pengambilan sampel menggunakan metode Simpel Random Sampling, yaitu sampel yang dipilih secara acak oleh peneliti untuk dapat memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

(63)

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:

1. Angket/kuisioner

Kuesioner yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan tertulis yang diajukan oleh peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pemulung tentang pendidikan anak. Kuesioner ini akan diberikan atau disebarkan pada responden yaitu para pemulung di tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi.

2. Wawancara/interview

Wawancara adalah suatu percakapan langsung dengan tujuan-tujuan tertentu dengan menggunakan format tanyajawab yang terencana untuk mengumpulkan data atau informasi yang berhubungan dengan kelengkapan data. Wawancara ini dilakukan kepada pihak-pihak yang dinilai memahami tentang informasi yang peneliti butuhkan.

3. Observasi

(64)

✔ ✕

4. Pengumpulan Data Sekunder

Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi tambahan yang mendukung penelitian ini agar dapat memperkuat perolehan informasi, misalnya monografi lokasi penelitian.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Menurut Hasan (2007), pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut.

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program pengolahan data SPSS, yaitu dengan tahap-tahap sebagi berikut:

1. Tahap editing, yaitu proses pemeriksaan kembali kuesioner yang telah terisi di lapangan (jika terdapat kesalahan atau kekeliruan, serta untuk melihat kebenaran dan kelengkapan cara pengisian).

2. Membuat format entry data di program SPSS sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di kuesioner.

(65)

4. Processing data, yaitu pengolahan dan penyajian data, baik dalam bentuk data statistik, tabel-tabel maupun grafik untuk menginventarisir semua variabel dan hubungan antar variabel.

2. Analisa Data

Analisis data menurut Hasan (2006) adalah memperkirakan atau menentukan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu (beberapa) kejadian terhadap suatu (beberapa) kejadian lainnya, serta memperkirakan atau meramalkan kejadian lainnya. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh, baik melalui hasil kuesioner dan bantuan wawancara.

(66)

✗ ✘

Aturan mengambil keputusan:

No Parameter Nilai Interpretasi

1. Nilai korelasi yang di keluarkan oleh SPSS

ρhitung ≥0,05 Ha ditolak Ho diterima

ρhitung ≤0,05 Ha diterima Ho ditolak

2. Kekuatan korelasi ρhitung

0.000-0.199 Sangat Lemah

0.200-0.399 Lemah

0.400-0.599 Sedang

0.600-0.799 Kuat

0.800-1.000 Sangat kuat

3. Arah Korelasi ρhitung

+ (positif) Searah, semakin besar nilai xi semakin besar pula nilai yi

(67)

A. Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu

Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan Kelurahan yang ada di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah kelurahan yang terbentuk pada tanggal 19 April 2002 ini diperuntukan sebagai sentra agrobisnis/pertanian sekaligus daerah resapan air. Dari luas ± 568.955 ha area yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berasal dari wilayah DKI (± 20 ha) dan Kota Bekasi (± 22,5 ha).

Keberadaan lokasi TPA Bantar Gebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat sekitarnya, yaitu banyaknya masyarakat yang datang dari luar wilayah Kota Bekasi yang bekerja sebagai pemulung di daerah Kecamatan Bantar Gebang, tepatnya di Kelurahan Sumur Batu, bahkan penduduk lokal atau pribumi pada akhirnya ikut bekerja sebagai pemulung dengan mengumpulkan sampah-sampah plastik yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta sebagai sumber matapencaharian penduduk.

(68)

✙ ✚

1. Udara menjadi tidak sehat sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap apabila terhirup hidung.

2. Terjadinya rembesan terhadap mata air di dalam tanah yang mencemari sumur-sumur penduduk di sekitarnya sehingga air tidak layak dikonsumsi karena berbau dan kotor.

3. Pencemaran terhadap tanaman padi penduduk apabila air yang kotor dan berbau masuk ke area persawahan dan mengakibatkan gagal panen.

4. Penduduk luar yang datang dari luar daerah keberadaannya tidak jelas akibat tidak melaporkan diri ke Rt/Rw setempat.

Meskipun demikian penduduk dan juga Pemerintah Kelurahan Sumur Batu merasa terbantu dengan adanya TPA sampah Bantar Gebang, diantarnya:

1. Menjadi sumber matapencaharian penduduk setempat dan sekitarnya.

2. Nilai ekonomi dari sampah plastik yang dikumpulkan oleh penduduk sehingga dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

3. Pemda DKI Jakarta memberikan dana konpensasi kepada masyarakat sekitar melalui Pemerintahan Kota Bekasi (diusulkan atas partisipasi masyarakat yang hasilnya direalisasikan ke dalam berbagai kebutuhan masyarakat, seperti perbaikan jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana sosial lainnya).

B. Letak Geografi

(69)

Kelurahan Sumur Batu dengan ibukota Bekasi 13 Km dengan waktu tempuh sekitar ± 60 menit. Adapun batas-batas administratif Kelurahan Sumur Batu yaitu: a. Sebelah Utara : Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustika Jaya.

b. Sebelah Timur : Desa Burangkeng, Kabupaten Bekasi. c. Sebelah Selatan : Desa Taman Rahayu, Kabupaten Bekasi. d. Sebelah Barat : Kelurahan Cikiwul, Kecamatan Bantar Gebang.

Kondisi lingkungan di Kelurahan Sumur Batu, seperti sungai, air sumur, udara, dan lahan pertanian saat ini sebagian terkena pencemaran dari TPA atau Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

Secara keseluruhan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang memiliki luas wilayah mencapai ± 568,955 ha dan berada pada 104 M di atas permukaan laut. Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan lahan di Kelurahan Sumur Batu, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Distribusi Luas Wilayah Kelurahan Sumur Batu menurut Penggunaan Tanah, Tahun 2014

Bentuk Penggunan Tanah Luas (Ha)

Pemukiman Penduduk 123

Tanah TPA Kota Bekasi 22,5

Sarana Pendidikan 1

Perkebunan 235,153

Lain-lain 5

Total Keseluruhan 568.955

(70)

✜ ✢

Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang merupakan daerah tempat pembuangan sampah terbesar yang berasal dari sampah pembuangan DKI Jakarta dan Kota Bekasi itu sendiri. Hal ini terlihat dari luasnya lahan yang dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir atau TPA (seluas 20 Ha dan 22,5 Ha).

C. Pemerintahan

Pada saat ini pemerintahan Kelurahan Sumur Batu dipimpin oleh seorang Lurah yang ditunjuk oleh Walikota Bekasi. Pemimpin yang terpilih sebagai Kepala Kelurahan Sumur Batu tersebut adalah Bapak Topik Aji Mulya yang didampingi oleh Sekretaris Lurah (yang menangani sistem administrasi), yaitu Ibu Maryatih. Berikut digambarkan dalam bentuk bagan Struktur Pemerintahan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi berserta pejabat-pejabatnya.

(71)

D. Keadaan Penduduk

Penduduk adalah faktor dominan dalam perencanaan pembangunan karena penduduk tidak saja menjadi sasaran dalam pembangunan, tetapi juga berperan sebagai pelaksana pembangunan. Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa penduduk di Kelurahan Sumur Batu secara keseluruhan (dari Rw 01 hingga Rw 07) lebih dominan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan RukunWarga dan Jenis Kelamin, Tahun 2014

RW Penduduk Jumlah

Sumber :Monografi Kelurahan Sumur Batu, Tahun 2014

Data penduduk pada Tabel 2 di atas dapat dibandingkan dengan menggunakan rumus Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio), yaitu angka perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menghitung angkaSex Ratio:

(72)

✥ ✦

SR=

× 100 = 102,86

Jadi, angka perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan di Kelurahan Sumur Batu ini adalah 102,86 atau 103. Artinya dari setiap 100 orang penduduk perempuan di Kelurahan Sumur Batu terdapat 102,86 atau 103 penduduk laki-laki.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan Umur, Tahun 2014

Sumber :Monografi Kelurahan Sumur Batu, Tahun 2014

(73)

dengan banyaknya penduduk yang berada pada usia produktif (berusia diantara 15 tahun sampai 64 tahun). Berikut ini adalah rumus yang dipergunakan untuk menghitung angkaDependency Ratio:

Dependency Ratio

=

× 100

DR=

×

100 = 45,52

Jadi, angka beban tanggungan penduduk (Dependency Ratio) di Kelurahan Sumur Batu adalah 45,52 atau 46. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif di Kelurahan Sumur Batu menanggung 46 orang penduduk usia tidak produktif.

E. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Kesejahteraan Keluarga

Indikator Kesejahteraan keluarga pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang terkandung di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Tingkat kesejahteraan keluarga digolongkan menjadi 5 kategori, yaitu Keluarga Prasejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II, Keluarga Sejahtera III, dan Keluarga Sejahtera Plus.

(74)

✩ ✪

Tabel 4. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Penduduk di Kelurahan Sumur Batu, Tahun 2014

No Kategori Keluarga Jumlah KK Percent

1 Keluarga Pra sejatera 543 13,7 2 Keluarga Sejatera I 1214 30,6 3 Keluarga Sejatera II 1910 48,2 4 Keluarga Sejatera III 236 6,0 5 Keluarga Sejatera plus 63 1,6

Jumlah Keseluruhan KK 3966 100 Sumber: Monografi Kelurahan Sumur Batu, Tahun 2014

Data yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan jumlah Keluarga Prasejahtera di Kelurahan Sumur Batu tergolong masih tinggi, yaitu berjumlah 543 keluarga atau 13,7%. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, dimana jumlah penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar mencapai 3500 orang serta jumlah penduduk yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD) berjumlah 3621 orang atau 26,3%.

Keluarga Sejahtera I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, yaitu mampu melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga, pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah, dan bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan. Berdasarkan Tabel 4, Keluarga Sejahtera I di Kelurahan Sumur Batu berjumlah 1214 keluarga atau (30,6%).

Gambar

Gambar 1.  proses terjadinya pesepsi
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Berhubungan denganPersepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak.
Tabel 1.Distribusi Luas Wilayah Kelurahan Sumur Batu menurutPenggunaan Tanah, Tahun 2014
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

HONORARIUM PANITIA PELAKSANA KEGIATAN; HONORARIUM PEGAWAI HONORER / TIDAK TETAP; BANTUAN TRANSPORT NARASUMBER DAN BANTUAN TRANSPORT PESERTA; HONORARIUM NARASUMBER; BELANJA

1. Rimba Harendana Dengan Judul Perancangan Graha Galeri Dan Sanggar Pendidikan Seni Kontemporer Di Yogyakarta Tahun 2014 Teknik Arsitektur Universitas Atma Jaya

Oleh karena proses pewarnaan yang berulang-ulang dan menyeluruh pada setiap pori-pori kain mori, maka warna pada batik cap cenderung lebih awet dan tahan lama dibandingkan dengan

a. Gambaran Pelayanan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Blitar. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Blitar yang dibentuk

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk

Pada hari Jum’at tanggal sepuluh bulan agustus tahun dua ribu dua belas, Panitia Pengadaan Barang / Jasa Pekerjaan Pembangunan Gedung Pendidikan MTsN Gresik Kantor

Adapun bentuk pesan yang disampaikan leader dalam merekrut calon agen asuransi sesuai dengan hasil wawancara dilapangan yaitu pesan verbal dengan penyampaian

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada program studi Pendidikan Kewarganegaraan. © DERRY NODYANTO