• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut"

Copied!
265
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKTIVITAS KENTANG DI DESA CIGEDUG,

KECAMATAN CIGEDUG, KABUPATEN GARUT

SKRIPSI

SYIFA MAULIA H34080024

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

RINGKASAN

SYIFA MAULIA. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan HARMINI)

Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang menjadi prioritas pengembangan oleh pemerintah. Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) memiliki prospek dalam menunjang program diversifikasi pangan dan bahan baku industri. Pada perkembangannya, mulai tahun 2006 hingga 2011 produktivitas kentang di Indonesia menunjukkan tren menurun (Ditjenhorti 2012). Hal tersebut juga terjadi di Desa Cigedug yang menjadi salah satu daerah penghasil kentang di Kabupaten Garut. Desa Cigedug juga merupakan salah satu desa yang telah menjalin kemitraan dalam bentuk usaha pertanian kontrak (contract farming) dengan PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM). Varietas yang digunakan dalam usaha pertanian kontrak adalah varietas Atlantic, sedangkan varietas Granola

digunakan oleh petani yang tidak tergabung dalam usaha pertanian kontrak. Perbedaan harga yang ditawarkan pada kedua varietas dimana harga rata-rata kentang varietas Granola relatif lebih rendah dibandingkan dengan kentang varietas Atlantic menjadi salah satu permasalahan usahatani kentang di Desa Cigedug. Selain itu, harga jual kentang varietas Granola cenderung berfluktuatif dikarenakan mengikuti harga pasar, sedangkan pada varietas Atlantic harga jual tetap sesuai dengan harga kontrak dengan PT IFM yang berlaku. Permasalahan lainnya adalah produktivitas kentang yang pernah dicapai Desa Cigedug hingga saat ini belum mencapai produktivitas potensialnya. Produktivitas aktual pada tahun 2011 sebesr 18 ton/ha (BP3K Cigedug 2012), padahal produktivitas potensial kentang yang dapat dicapai varietas Granola maupun Atlantic sebesar 30 ton/ha (Samadi 2007). Hal ini erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi yang mempengaruhi jumlah produksi dalam suatu kegiatan usahatani. Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam kegiatan usahatani agar penggunaannya tidak berlebihan dan sesuai dengan kaidah standar operasional prosedur (SOP). Penggunaan faktor produksi yang berlebihan tentunya akan membuat petani mengeluarkan biaya yang besar pula, sedangkan kurangnya penggunaan faktor produksi diduga dapat menurunkan hasil.

Harga jual dan produktivitas kentang yang dihasilkan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan usahatani kentang baik varietas Granola maupun varietas Atlantic. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis pendapatan usahatani kentang varietas Granola (noncontract farming) maupun varietas

Atlantic (contract farming) di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut pada bulan Mei 2012. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 responden varietas Granola dan 30 responden varietas

(3)

ii kualitatif meliputi keragaan usahatani dan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani kentang. Analisis data secara kuantitatif antara lain analisis pendapatan usahatani, R/C rasio, dan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menganalisis faktor apa saja yang berpengaruh secara nyata dan tidak nyata terhadap produktivitas kentang. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program MicrosoftOffice Excel 2007 dan MINITAB 14.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani kentang antara varietas

Granola dan varietas Atlantic yang dilakukan petani respnden di Desa Cigedug secara umum dinyatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal ini dapat ditunjukkan dari pendapatan rata-rata atas biaya total yang dicapai petani responden varietas Granola adalah Rp 33.256.875,51 per hektar dan varietas

Atlantic Rp 42.206.449,23 per hektar. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan kentang dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan sehingga usahatani kentang ini menguntungkan untuk diusahakan

Berdasarkan model fungsi Cobb-Douglas diperoleh nilai R-sq sebesar 53,7 persen yang berarti bahwa variabel bebas seperti jumlah benih, penggunaan

dummy varietas, jumlah pupuk kandang, unsur Nitrogen, unsur Fosfat, unsur Kalium, fungisida, insektisida, perekat, dan tenaga kerja dapat menjelaskan sebesar 53,7 persen variabel tidak bebas (produktivitas), dan sisanya sebesar 46,3 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model (komponen

error). Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kentang yaitu penggunaan varietas, jumlah pupuk kandang, unsur Fosfat, unsur Kalium, perekat, dan tenaga kerja. Sementara itu, jumlah benih, unsur Nitrogen, fungisida, dan insektisida tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kentang sehingga penambahan ataupun pengurangan yang dilakukan tidak membawa perubahan terhadap produktivitas kentang.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, disarankan (1) Ketika harga jual kentang varietas

Granola turun, petani sebaiknya memberikan nilai tambah pada kentang varietas

(4)

iii

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKTIVITAS KENTANG DI DESA CIGEDUG,

KECAMATAN CIGEDUG, KABUPATEN GARUT

SKRIPSI

SYIFA MAULIA H34080024

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut

Nama : Syifa Maulia NIM : H34080024

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Harmini, M.Si NIP. 19600921 198703 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Juni 1990. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Ayahanda Imdad Tamam (Alm) dan Ibunda Halimah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pondok Betung V pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 177 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 47 Jakarta diselesaikan pada tahun 2008.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor produktivitas pada usahatani kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula karya tulis ini masih memiliki beberapa kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian penulis mengharapkan penulisan penelitian ini tetap memberi manfaat bagi para pembaca.

(9)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Harmini, M.Si dan Ir. Anita Ristianingrum, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran, kesabaran, waktu, dan perhatian yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

2. Ir. Burhanuddin, MM dan Ir. Narni Farmayanti, M.Sc sebagai dosen penguji utama dan penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Dr.Ir. Netti Tinaprilla, MMA sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan saran menghadapi dunia perkuliahan.

4. Orang tua, Bapak Imdad Tamam dan Ibu Halimah yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, dan kasih sayang kepada penulis. Semoga ini dapat menjadi persembahan terbaik.

5. Keluarga besar Tamam dan Abu Railah yang selalu memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Amin, Bapak Uus, Teteh Santi, Teteh Lilis, dan seluruh staf kantor Desa Cigedug yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang sangat berguna selama penelitian ini.

7. Bu Ida, Mba Dian, Bu Yoyoh, Pak Yusuf, dan seluruh staf sekretariat serta Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis. 8. Teman-teman terbaik penulis, Herawati, Syajaroh Duri, Farisah Firas, Akbar

Zaenal, Haris Fatori, Diki More, Arini Prihatin, Andi Facino, dan Nuniek Sudiningsih, yang telah mengajari banyak hal tentang arti persahabatan. 9. Ridiawati Sumarna, Anggarini Dianing S, Annisa Kusumawardhani, Sistiana

(10)

ix 10. Teman satu organisasi, BEM FEM IPB dan HIPMA IPB, yang telah

mengajari banyak hal tentang persahabatan dan team work.

11. PIP Kemlu, KP Kemlu, dan PPA yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama studi di IPB.

12. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi dan dukungan selama penulis menyelesaikan studi di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(11)
(12)

xi

5.2. Karakteristik Petani Varietas Granola dan Atlantic ... 50

5.3. Keragaan Usahatani Kentang ... 53

5.3.1. Kegiatan Budidaya Kentang ... 53

5.3.2. Kegiatan Pemasaran Kentang ... 63

5.3.3. Penggunaan Sarana Produksi Kentang ... 67

5.3.4. Keragaan Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming) ... 78

5.3.5. Keragaan Usaha Nonpertanian Kontrak (Noncontract Farming) ... 80

5.4. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang ... 81

5.4.1. Analisis Penerimaan Usahatani Kentang ... 82

5.4.2. Analisis Biaya Usahatani Kentang ... 84

5.4.3. Analisis Pendapatan Usahatani Kentang ... 94

5.5. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang ... 96

5.5.1. Uji Penyimpangan Asumsi ... 96

5.5.2. Analisis Fungsi Produksi ... 97

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 107

6.2. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Tahun 2006 – 2010 ... 2 2. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas

Kentang di Indonesia Tahun 2006 – 2011 ... 3 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas

Kentang di Kecamatan Cigedug pada Tahun 2007 – 2011 ... 4 4. Ringkasan Perhitungan Penerimaan, Biaya, dan

Pendapatan Usahatani ... 37 5. Distribusi Pemanfaatan Lahan Desa Cigedug Tahun 2011 ... 47 6. Distribusi Penduduk Desa Cigedug Tahun 2012 ... 48 7. Distribusi Penduduk Desa Cigedug Berdasarkan

Pendidikan Tahun 2011 ... 49 8. Distribusi Penduduk Desa Cigedug Berdasarkan

Pekerjaan Tahun 2011 ... 49 9. Distribusi Petani Responden Varietas Granola

Menurut Usia di Desa Cigedug ... 51 10.Distribusi Petani Responden Varietas Atlantic

Menurut Usia di Desa Cigedug ... 51 11.Distribusi Petani Responden Varietas Granola

Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Cigedug ... 52 12.Distribusi Petani Responden Varietas Atlantic

Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Cigedug ... 52 13.Distribusi Petani Responden Varietas Granola

Menurut Pengalaman Bertani di Desa Cigedug ... 53 14.Distribusi Petani Responden Varietas Atlantic

Menurut Pengalaman Bertani di Desa Cigedug ... 53 15.Penggunaan Rata-rata Pupuk Dasar Petani Kentang

Varietas Granola dan Atlantic per Hektar ... 55 16.Sebaran Penggunaan Generasi Kentang Varietas Granola

di Tingkat Petani pada Musim Hujan 2011 – 2012 ... 56 17.Sebaran Perlakuan Benih Kentang Berdasarkan

Jumlah Responden pada Musim Hujan 2011 – 2012 ... 57 18.Dosis Pemupukan Susulan Rata-rata yang Digunakan Petani

(14)

xiii 19.Zat Aktif yang Digunakan Petani Responden untuk

Mengatasi Serangan Hama dan Penyakit pada

Musim Hujan 2011 – 2012 ... 63 20.Sebaran Ukuran Rata-rata yang Dihasilkan Kentang Varietas

Granola pada Musim Hujan 2011 – 2012 per Hektar ... 64 21.Penggunaan Rata-rata Obat Berdasarkan Kandungan Aktif

yang Digunakan Petani Responden Varietas Granola

dan Varietas Atlantic per Hektar pada Musim Hujan

2011 – 2012 ... 72 22.Penggunaan Tenaga Kerja per Hektar dalam Usahatani

Kentang Varietas Granola pada Musim Hujan 2011–2012 ... 76 23.Penggunaan Tenaga Kerja per Hektar dalam Usahatani

Kentang Varietas Atlantic pada Musim Hujan 2011–2012 ... 76 24.Rekapitulasi Rata-rata Penggunaan Input Produksi dalam

Usahatani Kentang Varietas Granola dan Varietas Atlantic per

Hektar pada Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug ... 77 25.Rata-rata Penerimaan Usahatani Kentang Varietas Granola per

Hektar pada Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug ... 82 26.Rata-rata Penerimaan Usahatani Kentang Varietas Atlantic per

Hektar pada Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug ... 83 27.Rata-rata Biaya Usahatani Kentang Varietas Granola per

Hektar pada Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug ... 85 28.Rata-rata Biaya Usahatani Kentang Varietas Atlantic per

Hektar pada Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug ... 86 29.Rata-rata Biaya Penyusutan Peralatan Petani Usahatani

Kentang per Hektar per Periode Tanam pada Musim Hujan

2011 – 2012 di Desa Cigedug ... 94 30.Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang

Varietas Granola dan Varietas Atlantic per Hektar

pada Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug ... 95 31.Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi

Cobb-Douglas pada Usahatani Kentang per Hektar

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan antara TP, PM, dan PR ... 31

2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 33

3. Daerah Stastistik d Durbin-Watson ... 41

4. Pemberian Pupuk Dasar Berupa Pupuk Kandang di Lahan yang Telah Dibuat Bedengan ... 55

5. Benih Varietas (a) Granola dan (b) Atlantic yang Disimpan di Tempat Terbuka ... 56

6. Penyulaman Bibit yang Mati ... 58

7. Penancapan Ajir pada Umur 15 HST ... 59

8. Penalian Tanaman Kentang pada Umur 60 HST ... 59

9. Penyemprotan Obat-obatan ... 62

10.Umbi Kentang Greening ... 66

11.Umbi Kentang Siap Dijual ... 66

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rata-rata Pertumbuhan Luas, Produksi dan Produktivitas Kentang pada Tahun 2007 – 2011 di Lima Daerah

Penghasil Kentang Terbesar di Kabupaten Garut ... 114 2. Hasil Output MINITAB 14 Fungsi Produksi ... 115 3. Hasil Output MINITAB 14 Fungsi Produksi per Luas Lahan ... 116 4. Hasil Output Grafik MINITAB 14 Fungis Produksi

per Luas Lahan ... 117 5. Output dan Input yang Digunakan Petani Kentang

Varietas Granola pada Musim Hujan 2011 – 2012

di Desa Cigedug ... 118 6. Output dan Input yang Digunakan Petani Kentang

Varietas Atlantic pada Musim Hujan 2011 – 2012

di Desa Cigedug ... 119 7. Biaya Input Petani Kentang Varietas Granola pada

Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug (Rp/Ha) ... 120 8. Biaya Input Petani Kentang Varietas Granola pada

Musim Hujan 2011 – 2012 di Desa Cigedug (Rp/Ha) ... 121 9. Penerimaan Diperhitungkan dan Tunai Petani Kentang

Varietas Granola dan Varietas Atlantic pada

(17)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini pertanian tidak hanya terfokus pada aspek budidaya, namun aspek pemanfaatan pengolahan dan pemasaran sudah diperhatikan dalam menunjang sektor pertanian. Hal ini yang disebut agribisnis, adanya integrasi dari subsistem hulu hingga hilir yang didukung dengan subsistem penunjang.

Pembangunan agribisnis memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Selain merupakan sektor utama dalam pembangunan ekonomi, pembangunan agribisnis juga merupakan cara memaksimalkan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia sebagai negara agraris. Persaingan yang tinggi saat ini, mendorong pertanian harus memiliki daya saing dan inovasi yang baik, terutama pada produk-produk pertanian yang memiliki potensi dan nilai yang tinggi, serta dijadikan kebutuhan pokok oleh sebagian besar masyarakat.

Sektor pertanian menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,3 persen dari total nilai PDB menurut lapangan usaha tahun 2010, dimana sektor pertanian menjadi penyumbang PDB kedua terbesar setelah sektor industri pengolahan (BPS 2011a). Salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu hortikultura yang terdiri atas sayuran, buah-buahan, florikultura, dan biofarmaka. Hortikultura berperan sebagai sumber pangan, sumber pendapatan masyarakat, penyedia lapangan kerja, dan penghasil devisa. Hal tersebut menjadi alasan bahwa subsektor ini perlu menjadi prioritas pengembangan.

(18)

2 Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Tahun 2006 – 2010

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

Sayuran merupakan salah satu produk hortikultura yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai sarana meningkatkan pendapatan petani. Selain sebagai komoditas yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, sayuran telah memberikan kontribusi PDB sebesar 36,35 persen terhadap subsektor hortikultura pada tahun 2010. Produksi sayuran nasional tercatat mengalami peningkatan rata-rata dari tahun 2006 hingga 2010 sebesar 3,01 persen (Ditjenhorti 2011a).

Menurut Ditjenhorti (2012), salah satu komoditas sayuran unggulan nasional yang mendapat prioritas pengembangan oleh pemerintah adalah kentang (Solanum tuberosum L). Kentang memiliki kadar air yang cukup tinggi sekitar 78 persen. Selain itu, setiap 100 gram kentang mengandung kalori 374 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, kalsium 20 mg, forsor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin B 0,04 mg. Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh (Samadi 2007).

Tanaman kentang umumnya dapat tumbuh pada segala jenis tanah, namun tidak semua dapat memberikan hasil yang baik. Kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan kentang adalah berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, subur, mudah mengikat air, dan memiliki pH tanah 5,0 – 7,0. Suhu rata-rata harian yang optimal bagi pertumbuhan kentang adalah 18 – 21 oC dengan tingkat kelembapan udara sekitar 80 – 90 persen. Selain itu, curah hujan yang sesuai untuk membudidayakan kentang adalah 1.500 mm per tahun (Samadi 2007).

Kentang merupakan tanaman sayuran semusim yang berbentuk semak

Komoditas Nilai PDB (Rp Miliar)

2006 2007 2008 2009 2010

Buah-buahan 35.448 25.587 28.205 30.506 31.244 Sayuran 24.694 42.362 47.060 48.437 45.482 Florikultura 3.762 4.741 5.085 5.494 6.172

Biofarmaka 4.734 4.105 3.853 3.897 3.665

(19)

3 atau perdu dan berumur pendek. Tanaman kentang dapat tumbuh baik di dataran tinggi atau pegunungan dengan tingkat ketinggian 1.000 – 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl) (Samadi 2007). Apabila tumbuh di dataran rendah (di bawah 500 mdpl), tanaman kentang sulit membentuk umbi. Jika terbentuk, umbinya akan berukuran sangat kecil, kecuali di daerah yang mempunyai suhu malam hari dingin (20 oC). Sementara itu, jika ditanam di atas ketinggian 2.000 m dpl, tanaman akan lambat membentuk umbi.1

Kentang memiliki prospek dalam menunjang program diversifikasi pangan dan bahan baku industri. Kebutuhan kentang cenderung mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi bagi kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat konsumsi kentang per kapita yang mengalami rata-rata peningkatan dari tahun 2002 hingga 2008 sebesar 7,10 persen (BPS 2011b). Namun pada perkembangannya, mulai tahun 2006 hingga 2010 produktivitas kentang menunjukkan trend menurun (Tabel 2). Penurunan produktivitas tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pengelolaan usahatani kentang di Indonesia belum optimal dalam mengkombinasikan faktor produksinya, konversi lahan-lahan pertanian menjadi perumahan, dan kondisi iklim yang tidak menentu sehingga menyebabkan jadwal penanaman petani terganggu (Erika 1999).

Tabel 2. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kentang di Indonesia Tahun 2006 – 2010

Tahun Produksi (ton) Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha)

2006 1.011.911 59.748 16,94

2007 1.003.732 62.375 16,09

2008 1.071.543 64.151 16,70

2009 1.176.304 71.238 16,51

2010 1.060.805 66.531 15,94

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2011

Sentra penanaman kentang di Indonesia berada di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Pada tahun 2010, sebesar 23,04 persen dari total produksi nasional berasal dari Jawa Barat (Ditjenhorti 2011a). Kabupaten Garut merupakan daerah yang memiliki produktivitas tertinggi di Jawa

1

(20)

4 Barat. Salah satu daerah penghasil kentang di Kabupaten Garut yang memiliki rata-rata pertumbuhan luas panen terbesar dari tahun 2007 hingga 2011 sebesar 16,62 persen adalah Kecamatan Cigedug (Lampiran 1) (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut 2012a).

Dalam perkembangannya dari tahun 2007 hingga 2011, produksi dan luas panen kentang di Kecamatan Cigedug cenderung meningkat, namun hal tersebut tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas (Tabel 3). Peningkatan produksi tersebut diakibatkan adanya pertambahan luas panen, sehingga produktivitas yang cenderung menurun tersebut disebabkan oleh penggunaan faktor produksi yang belum mengikuti kaidah standar operasional prosedur (SOP) (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut 2011).

Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kecamatan Cigedug pada Tahun 2007 - 2011

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2007 342 8.224 24,05

2008 416 9.652 23,20

2009 526 12.361 23,50

2010 563 12.525 22,25

2011 627 13.998 22,33

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut (2012)

Desa Cigedug merupakan penghasil utama kentang di Kecamatan Cigedug (BP3K Kecamatan Cigedug 2012). Hal tersebut didukung dengan kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai dengan kondisi untuk budidaya kentang. Varietas yang digunakan dalam usahatani kentang di Desa Cigedug adalah varietas Granola dan Atlantic.

Kentang varietas Granola merupakan kentang introduksi dari Jerman Barat, sedangkan varietas Atlantic merupakan kentang introduksi dari Amerika. Kentang varietas Granola dan varietas Atlantic memiliki beberapa keunggulan. Pada sisi konsumen, varietas Granola memiliki rasa gurih, kadar gula tinggi, dan kandungan air tinggi, sehingga cocok dikonsumsi sebagai kentang sayur2. Sementara itu, kentang varietas Atlantic memiliki kandungan karbohidrat yang

2

(21)

5 tinggi dan kadar gula yang lebih rendah sehingga baik untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. Kentang varietas Atlantic juga memiliki umbi berwarna putih yang menarik untuk dikonsumsi sebagai kentang olahan berupa keripik kentang maupun kentang goreng (Setiadi 2009).

Pada sisi produsen, varietas Granola dapat menggunakan bibit hasil seleksi panen sebelumnya, tahan terhadap hama-penyakit yang menyerang, dan memiliki potensi produksi hingga mencapai 30 – 35 ton/ha (Samadi 2007). Sementara itu, pada kentang varietas Atlantic harga jual relatif tinggi, mampu menghasilkan lebih banyak (48 persen) umbi yang berukuran lebih dari 100 gram, dan memiliki potensi produksi mencapai 30 ton/ha (Ashari 2009). Namun, kentang varietas Atlantic lebih rentan terhadap hama dan penyakit sehingga frekuensi penyemprotan menjadi lebih sering3.

Varietas Atlantic di Desa Cigedug pertama kali diperkenalkan oleh PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) melalui usaha pertanian kontrak (contract farming) pada tahun 1995, sedangkan varietas Granola merupakan varietas yang telah lama dibudidayakan di Desa Cigedug tanpa tergabung dalam usaha pertanian kontrak (noncontract farming). Dalam menjalankan usaha pertanian kontrak, Kelompok Tani Silih Riksa menjadi wadah penghubung antara petani kentang Desa Cigedug dengan pihak PT IFM yang dikoordinatorkan oleh seorang vendor.

Adanya usaha pertanian kontrak yang telah dijalankan tidak serta merta dapat meningkatkan produktivitas kentang di Desa Cigedug. Begitu pula yang terjadi pada petani yang tidak tergabung dalam usaha pertanian kontrak. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang belum mengikuti kaidah standar operasional prosedur (SOP) sehingga produktivitas kentang di Desa Cigedug cenderung menurun dan belum dapat mencapai produktivitas potensialnya (BP3K Kecamatan Cigedug 2012). Produktivitas tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani kentang. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kentang agar upaya

3

(22)

6 yang ditempuh dapat berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas.

1.2. Perumusan Masalah

Desa Cigedug merupakan daerah yang berpotensi untuk mengembangkan berbagai macam usaha agribisnis, salah satunya adalah agribisnis kentang. Hal ini didukung dengan kondisi alam yang sangat mendukung usahatani kentang. Desa Cigedug ini memiliki ketinggian 1.285 meter di atas permukaan laut, tipe iklim C (agak basah), dimana setiap tahunnya antara tujuh sampai delapan bulan basah dan tiga sampai empat bulan kering (BP3K Kecamatan Cigedug 2012). Oleh karena itu, desa ini cocok ditanami oleh kentang. Varietas kentang yang dibudidayakan di Desa Cigedug adalah varietas Granola dan Atlantic. Kentang varietas Granola sudah lama dibudidayakan sebelum munculnya varietas Atlantic

di Desa Cigedug. Umumnya usahatani kentang varietas Granola di desa ini dilakukan secara turun temurun bagi petani yang tidak tergabung dalam usaha pertanian kontrak (noncontract farming).

Kentang varietas Atlantic pertama kali dibudidayakan di Desa Cigedug pada tahun 1995 atas kerjasama dalam bentuk usaha pertanian kontrak (contract farming). Usaha pertanian kontrak yang terjalin antara petani dengan pihak PT Indofood Fritolay Makmur (IFM) dalam bentuk penyediaan benih varietas

Atlantic dan penjualan hasil panen petani ke PT IFM dengan harga yang sudah ditentukan. Namun, kerjasama ini sempat gagal karena kentang yang dihasilkan berwarna hitam dan pecah-pecah, kemudian terhenti pada tahun 1998 karena tidak tersedianya benih kentang varietas Atlantic. Penanaman varietas Atlantic mulai banyak dibudidayakan kembali pada tahun 2003 karena ketersediaan benih kentang varietas Atlantic di Desa Cigedug relatif banyak, sehingga petani memiliki banyak kesempatan untuk memulai budidaya kentang varietas Atlantic.

(23)

7 kembali maupun tanaman yang satu keluarga dengan kentang (Solanaceae). Hal tersebut dikarenakan serangan hama dan penyakit yang sama sehingga petani dapat mengalami gagal produksi.

Permasalahan usahatani kentang di Desa Cigedug salah satunya yaitu adanya perbedaan harga yang ditawarkan pada kedua varietas tersebut dimana harga rata-rata kentang varietas Granola relatif lebih rendah dibandingkan dengan kentang varietas Atlantic. Selain itu, pada varietas Granola harga jual mengikuti harga pasar yang cenderung berfluktuatif, sedangkan pada varietas Atlantic harga jual tetap sesuai dengan harga kontrak dengan PT IFM yang berlaku. Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani kentang di Desa Cigedug.

Permasalahan lain yang dihadapi dalam usahatani kentang di Desa Cigedug yaitu, peningkatan produksi yang terjadi pun belum didukung dengan peningkatan produktivitas. Produktivitas kentang di Desa Cigedug sendiri mengalami penurunan dari tahun 2010 ke 2011 sebesar 10 persen (BP3K Kecamatan Cigedug 2012). Produktivitas kentang yang pernah dicapai Desa Cigedug belum mencapai produktivitas potensial. Produktivitas kentang aktual pada tahun 2011 sebesar 18 ton/ha (BP3K Kecamatan Cigedug 2012), padahal produktivitas potensial yang dapat dicapai kentang varietas Granola maupun varietas Atlantic, yaitu kurang lebih 30 ton/ha (Samadi 2007 dan Ashari 2009).

Produktivitas kentang di Desa Cigedug yang belum mencapai produktivitas potensial dikarenakan penerapan teknologi maupun penggunaan sarana produksi diduga belum memenuhi kaidah standar operasional prosedur yang dianjurkan. Misalnya saja pada penggunaan pestisida, dimana berdasarkan data BP3K Kecamatan Cigedug (2012) penggunaan obat-obatan secara terpadu oleh petani baru mencapai 28 persen. Penggunaan fakor produksi seperti ini erat kaitannya dengan jumlah produktivitas (output) dalam suatu kegiatan usahatani. Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam kegiatan usahatani agar penggunaannya sesuai dengan kaidah standar operasional prosedur. Penggunaan

input yang berlebihan tentunya membuat petani mengeluarkan biaya yang besar pula, sedangkan kurangnya penggunaan input diduga dapat menurunkan hasil. Hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi pendapatan usahatani kentang baik varietas

(24)

8 Selain berkaitan dengan pendapatan, adanya penggunaan faktor produksi juga berpengaruh pada keputusan petani dalam melakukan penanaman kentang varietas Granola maupun varietas Atlantic, khususnya dalam memperhitungkan kebutuhan dan biaya usahatani. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah usahatani kentang baik varietas Granola (noncontract farming) maupun varietas Atlantic (contract farming) menguntungkan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut?

2) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis pendapatan usahatani kentang varietas Granola (noncontract farming) dan varietas Atlantic (contract farming) di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut.

2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1) Petani kentang, penelitian ini bermanfaat sebagai informasi mengenai pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani kentang. Hal tersebut bertujuan agar petani dapat mengambil langkah untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan dari usahatani kentang.

2) Pengambil keputusan, penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk mengambilan kebijakan agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 3) Kalangan akademis, penelitian ini dapat menjadi bahan literatur untuk

(25)

9 4) Masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana informasi dan bahan referensi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kentang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada petani kentang varietas Granola yang tidak tergabung dalam usaha pertanian kontrak (noncontract farming) dan varietas

(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Kentang

Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umur tanaman relatif pendek, hanya 90 – 180 hari. Spesies Solanum tuberosum L. Mempunyai banyak varietas. Umur tanaman kentang bervariasi menurut varietasnya. Kentang varietas genjah berumur 90 – 120 hari, varietas medium berumur 120 – 150 hari, dan varietas dalam berumur 150 – 180 hari. Berikut ini merupakan klasifikasi ilmiah kentang (Setiadi 2009).

Kerajaan/Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta/Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida/Dicotyledonae (berkeping dua) Subkelas : Asteridae

Ordo : Solanales/Tubiflorae (berumbi) Famili : Solanaceae (berbunga terompet)

Genus : Solanum (daun mahkota berletakan satu sama lain) Seksi : Petota

Spesies : Solanum tuberosum

Kentang memiliki kadar air yang cukup tinggi sekitar 78 persen. Setiap 100 gram kentang mengandung kalori 374 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, kalsium 20 mg, forsor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin B 0,04 mg. Berdasarkan nilai kandungan gizi tersebut, kentang merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh (Samadi 2007).

(27)

11 Sementara itu, jika ditanam di atas ketinggian 2.000 m dpl, tanaman akan lambat membentuk umbi4.

Tanaman kentang umumnya dapat tumbuh pada segala jenis tanah, namun tidak semuanya dapat memberikan hasil yang baik. Kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan kentang adalah berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, subur, mudah mengikat air, dan memiliki solum tanah dalam dengan pH tanah 5,0 – 7,0. Suhu rata-rata harian yang optimal bagi pertumbuhan kentang adalah 18 – 21 oC dengan tingkat kelembapan udara sekitar 80 – 90 persen. Selain itu curah hujan yang sesuai untuk membudidayakan kentang adalah 1.500 mm per tahun (Samadi 2007).

Kondisi topografi yang mendukung usahatani kentang, tidak serta merta dapat meningkatkan produktivitas kentang yang dihasilkan. Beberapa kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya usahatani kentang adalah rendahnya kualitas bibit yang digunakan, produktivitas rendah, teknik bercocok tanam yang kurang baik khususnya pemupukan kurang tepat, baik dosis maupun waktunya, dan keadaan lingkungan yang memang berbeda dengan daerah asal kentang (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta 2004).

Menurut Samadi (2007), kentang dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan warna umbinya, yaitu:

1) Kentang putih, yaitu jenis kentang dengan warna kulit dan daging umbi putih, misalnya varietas Atlantic, Marita, Donata, dan lainnya.

2) Kentang kuning, yaitu jenis kentang yang umbi dan kulitnya berwarna kuning, misalnya varietas Granola, Cipanas, Cosima, dan lainnya.

3) Kentang merah, yaitu kentang dengan warna kulit dan daging umbi merah, misalnya varietas Desiree dan Arka.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 81/Kpts/SR.120/3/20055, kentang varietas Granola merupakan varietas unggul dengan karakteristik produktivitas tinggi, yaitu dapat mencapai 38–50 ton/ha, memiliki bentuk umbi bulat lonjong, warna daging umbi kuning, dan mata umbi

4

Pusat Penyuluh Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. http:// cybex.deptan.go.id/penyuluhan/syarat-tumbuh-tanaman-kentang [diakses pada 27 Juni 2012]

5

(28)

12 dangkal. Selain keunggulan tersebut, varietas Granola juga tahan terhadap penyakit kentang. Apabila daya serang suatu penyakit terhadap varietas kentang lain 30%, pada varietas Granola hanya 10%. Umur panen normal 90 hari, meskipun umur 80 hari sudah bisa dipanen.

Kentang varietas Atlantic merupakan varietas yang diintroduksi oleh Amerika Serikat dan dirilis di Victoria tahun 1986. Kentang varietas ini dikembangkan di Florida dari persilangan antara varietas Wauseon dan Lenape6. Karakteristik kentang ini yaitu memiliki umur 100 hari, tinggi tanaman dapat mencapai 50 cm, tahan terhadap nematoda, kualitas umbi baik, dan memiliki kadar pati tinggi (Kholis 2011). Selain itu, kentang varietas Atlantic memiliki produktivitas yang tinggi, kulit umbi putih kekuningan, daging umbi putih, mata umbi dangkal, bentuk umbi bulat, kadar air rendah, dan tidak mengalami perubahan setelah diproses (Khumaida 1994, diacu dalam Widyastuti 1996).

Teknologi budidaya kentang industri (processing) seperti varietas Atlantic

sedikit berbeda dengan kentang sayur seperti varietas Granola. Hal tersebut dikarenakan tanaman kentang industri seperti varietas Atlantic lebih tinggi, kanopi daun lebih besar, stolon lebih panjang dan tertanam di bawah tanah, umur panen lebih lama, serta rentan terhadap bakteri layu dan busuk daun. Perbedaan tersebut menuntut teknologi budidaya yang berbeda, yaitu jarak tanam lebih lebar, penanaman lebih dalam, dosis pupuk lebih tinggi, dan pengendalian busuk daun dan bakteri lebih intensif (Effendie 2002).

2.2. Budidaya Kentang

Teknik budidaya kentang baik kentang industri (varietas Atlantic) maupun kentang sayur (varietas Granola) dimulai dari pembibitan hingga pemanenan. Pada proses pembibitan kentang perlu diperhatikan cara mempersiapkan dan memperhitungkan kebutuhan benih yang baik. Persiapan benih dilakukan berdasarkan kriteria tertentu agar diperoleh benih yang berkualitas baik. Benih yang berkualitas baik akan dapat berproduksi tinggi dan memberikan keuntungan yang besar. Kebutuhan benih kentang per hektar adalah 1.300 kg – 1.700 kg (Samadi 2007).

6

(29)

13 Tahap selanjutnya adalah persiapan lahan dengan mengolah tanah sampai gembur dengan kedalaman 30 – 40 cm. Kondisi tanah yang gembur sangat membantu perkembangan akar tanaman dan pembesaran umbi. Kemudian, dibiarkan selama dua minggu agar terkena sinar matahari. Tanah yang sudah diolah dibuat bedengan dan saluran irigasi. Bedengan merupakan tanah yang dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah dan berguna untuk pertumbuhan umbi kentang. Setelah bedengan siap, mulai dilakukan pemupukan dasar yang dapat menyediakan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman secara optimal oleh benih kentang yang baru ditanam.

Pada pemupukan dasar harus mengacu pada empat tepat, yaitu tepat dosis, cara, waktu, dan jenis. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik (kimia). Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang yang sudah jadi (matang) karena jika pupuk kandang belum jadi hal tersebut akan menghambat pertumbuhan tanaman. Dosis pupuk kandang yang digunakan sebanyak 15 – 20 ton/ha kotoran ayam atau 20 – 30 ton/ha kotoran sapi. Pupuk kandang sangat baik untuk memperbaiki struktur tanah, menambah bahan organik tanah, dan mengikat tanah (Samadi 2007). Cara pemberian pupuk kandang adalah dengan menaburkan pupuk kandang dalam larikan pada bedengan yang kemudian ditutup dengan tanah pada setiap bedengan.

Selang beberapa hari setelah pemberian pupuk organik, perlu diberikan pupuk anorganik (kimia), seperti pupuk ZA (mengandung 21 persen unsur Nitrogen), Urea (mengandung 46 persen Nitrogen), TSP (mengandung 36 persen unsur Fosfat), KCl (mengandung 60 persen unsur Kalium). Dosis yang digunakan yaitu, 200 kg/ha unsur Nitrogen, 150 – 200 kg/ha unsur Fosfat (P2O5), dan 150 –

200 kg/ha unsur Kalium (K2O)7. Dengan demikian, apabila dikonversikan ke

dalam penggunaan pupuk tunggal, dosis anjuran per hektar pupuk Urea/ZA sebesar 440/950 kg, SP-36 sebesar 500 kg, dan KCl sebesar 200 kg. Dosis tersebut serupa dengan dosis anjuran Samadi (2007). Penggunaan pupuk dasar anorganik dengan cara menaburkan campuran pupuk kimia di antara lubang tanam yang telah disiapkan ataupun dalam larikan dengan jarak tanam yang telah

7

(30)

14 ditetapkan (Samadi 2007).

Samadi (2007) menjelaskan hasil yang baik dari tanaman budidaya tidak lepas dari teknik penanaman yang sesuai yang meliputi pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, dan cara menanam. Waktu tanam yang tepat berdasarkan kondisi lingkungan dan faktor biotik pada tanaman kentang adalah pada musim kemarau, tepatnya akhir musim hujan. Tanaman kentang yang ditanam pada musim hujan memiliki risiko gagal panen yang tinggi. Namun, apabila diimbangi dengan perawatan yang lebih intensif, produksi masih cukup baik. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 cm x 40 cm untuk kentang industri atau 70 cm x 30 cm untuk kentang sayur. Cara menanam yang baik dengan meletakan umbi secara mendatar dengan tunas menghadap ke atas. Penanaman benih tidak boleh terlalu dalam karena hasilnya akan rendah.

Tanaman yang kurang baik pertumbuhannya, harus diganti dengan tanaman yang baru (disulam). Tanaman pengganti ini sama besar dan seragam pertumbuhannya dengan tanaman lain di kebun produksi. Penyulaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.

Perawatan tanaman diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhannya normal dan tetap sehat. Kegiatan pemeliharaan tanaman kentang meliputi pemupukan susulan, pengairan, penyiangan, dan pembumbunan. Kentang membutuhkan pupuk kimiadalam jumlah yang tepat agar diperoleh hasil yang tinggi. Jenis pupuk yang digunakan dalam pemupukan susulan adalah jenis pupuk majemuk. Waktu pemberian pemupukan susulan adalah ketika tanaman berumur 25 – 30 HST. Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 300 kg per hektar8.

Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan dan kelebihan air karena dapat berpengaruh buruk terhadap hasil umbi kentang. Pemberian air yang cukup, membantu menstabilkan kelembapan tanah sebagai pelarut pupuk dalam tanah, sehigga pertumbuhan dan perkembangan tanaman lebih optimal.

Gulma atau rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman kentang akan menjadi pesaing dalam kebutuhan air, sinar matahari, unsur hara, dan lain-lain bagi tanaman pokok. Selain itu, terkadang gulma menjadi inang bagi hama dan penyakit sehingga dapat menjalar ke tanaman kentang dan kemudian dapat

8

(31)

15 mengurangi produksi umbi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegitan penyiangan agar produksinya dapat mencapai produktivitas potensialnya. Kegiatan penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan perbaikan selokan maupun pembumbunan permukaan bedengan. Penyiangan sebaiknya dilakukan 2 – 3 hari sebelum pemupukan susulan, agar pupuk kimia yang diberikan terserap oleh tanaman kentang. Kegiatan pembumbunan bedengan dapat merangsang pembentukan akar baru, melindungi umbi kentang dari sinar matahari karena dapat menimbulkan racun solanin, membantu pembesaran umbi, dan memperkokoh berdirinya batang tanaman kentang (Samadi 2007).

Hama dan penyakit merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang mendatangkan kerugian karena dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas kentang yang dihasilkan. Penyakit yang umumnya menyerang tanaman kentang menurut Andarwati (2011) adalah hama trip, kutu daun, lalat, orong-orong, ulat, dan cacing emas (Nematoda Sista Kuning). Sementara itu, penyakit yang umumnya menyerang adalah busuk daun (Phytopthora infestans), layu bakteri (Pseudomonas), busuk umbi, dan penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus yang umumnya ditemukan pada tanaman kentang menurut Sofiari (2009) adalah virus daun menggulung (PLRV) dengan gejala daunnya menggulung sampai bagian bawah daunnya terlihat. Pada tanaman kentang, virus merupakan kendala utama karena kentang pada umumnya diperbanyak secara vegetatif, sehingga virus sering kali terbawa oleh bibit. Semakin sering bibit digunakan, maka akumulasi virus akan semakin banyak. Virus pada tanaman kentang selain dibawa oleh bibit juga dapat ditularkan oleh vektor dan secara mekanik (Hooker 1982).

(32)

16 dikonsumsi. Kentang varietas Granola dapat dipanen pada umur 80 – 90 hari dan kentang varietas Atlantic dapat dipanen pada umur 90 – 105 hari (Samadi 2007). 2.3. Kajian Penelitian Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani memberikan manfaat bagi petani. Apriyanto (2005), Hakim (2002), Erika (1999), dan Rivai (1982) menganalisis usahatani dengan melihat dari sisi pendapatan usahatani yang dihitung berdasarkan hasil penerimaan total dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan. Kemudian, dalam mengetahui tingkat kelayakan usahatani menggunakan analisis R/C rasio.

Hakim (2002) membandingkan diversifikasi usaha agribisnis kentang sayur dengan kentang olahan dalam satu perusahaan dan menunjukkan bahwa usahatani kentang olahan keuntungannya lebih tinggi daripada kentang sayur dengan selisih sebesar Rp 5.450.600,00 per musim tanam per hektar. Begitupun dengan nilai R/C yang diperoleh kentang olahan lebih besar 0,06 daripada kentang sayur. Walaupun dilakukan dalam satu perusahaan, selisih nilai R/C tersebut relatif tidak berbeda signifikan antara kentang olahan dengan kentang sayur. Hal tersebut dikarenakan harga jual kentang olahan telah ditetapkan berdasarkan kontrak dengan PT Indofood Fritolay Makmur yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga kentang sayur di pasaran.

Berdasarkan penelitian Erika 1999, besarnya luas lahan kentang mempengaruhi pendapatan petani responden. Semakin besar luas lahan yang digunakan, maka pendapatannya pun semakin besar. Berdasarkan nilai R/C, usahatani luas lebih efisien daripada usahtani sedang dan usahatani sempit. Walaupun demikian, nilai R/C diperoleh untuk usahatani sempit, sedang, dan luas masing-masing besarnya lebih besar dari satu, sehingga usahatani kentang layak untuk diusahakan dalam berbagai ukuran luas lahan.

(33)

17 status lahan sewa, sehingga pengelolaan usahatani kentang menjadi kurang efektif karena penggunaan tenaga kerja luar keluarga kurang memiliki keterampilan Status lahan sewa memiliki R/C rasio yang lebih besar dari satu, sementara penguasaan lahan milik pribadi memiliki R/C kurang dari satu. Hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan petani dengan status lahan milik menggunakan input yang lebih besar dibandingkan petani dengan status lahan sewa.

2.4. Kajian Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Model fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan model digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Hal ini dikarenakan nilai koefisien regresi yang terdapat pada model tersebut mempresentasikan elastisitas dari setiap faktor produksi yang digunakan sehingga lebih mudah dalam mempresentasikan pengaruhnya pada output atau hasil produksi (Nurmala 2011, Siregar 2011, Damanah 2008, dan Suryana 2007). Penggunaan model fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Peranan dari peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah tidak bebas (Y) dapat diketahui dengan menggunakan uji F, sedangkan untuk menguji peranan peubah bebas secara tersendiri dengan menganggap peubah lainnya tetap (ceteris paribus) digunakan uji t (Rivai 1982, Pratiwi 2011, dan Puspitasari 2011). Kelayakan model tersebut diuji berdasarkan asumsi OLS yang meliputi uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji otokorelasi (Pratiwi 2011 dan Puspitasari 2011)

Faktor produksi yang digunakan dalam usahatani kentang yaitu luas lahan, bibit, kandang, pupuk kimia, fungisida, insektisida, dan tenaga kerja (Erika 1999). Namun, Andarwati (2011) menguraikan penggunaan pupuk kimia berdasarkan unsur yang terkandung pada pupuk kimia. Sementara itu, Rivai (1982) menggunakan variabel dummy keadaan lahan dan musim tanam untuk mempertajam analisis faktor produksi yang mempengaruhi produksi kentang.

(34)

18 tenaga kerja. Namun, dari ketujuh faktor tersebut yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi kentang adalah fungisida, insektisida, tenaga kerja, dan luas lahan (Erika 1999). Hal yang sama juga dilakukan oleh Andarwati (2011) di Dataran Tinggi Dieng yang menjadi salah satu sentra kentang nasional, faktor produksi yang digunakan adalah benih, pupuk organik, unsur N, unsur P, unsur K, unsur S, fungisida, insektisida, dan tenaga kerja. Namun, dari kesembilan faktor produksi tersebut hanya benih dan pupuk organik yang secara nyata dapat meningkatkan produktivitas kentang. Hal tersebu dikarenakan kedua faktor produksi tersebut masih di bawah dosis anjuran yang disarankan, sehingga penambahan kedua faktor tersebut masih memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas.

2.5. Kajian Penelitian Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming)

Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan salah satu bentuk relasi kemitraan yang ada. Sistem pertanian kontrak adalah sistem produksi dan pemasaran berskala menengah dimana terjadi pembagian beban risiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani dimana hal ini dilakukan dengan tujuan mengurangi biaya transaksi (Patrick et al. 2004).

Patrick et al. (2004) memaparkan keikutsertaan petani yang tergabung dalam pertanian kontrak pada kasus PT Pertani dengan menyediakan benih padi di Bali dipengaruhi oleh status kepemilikan tanah beririgasi dan keanggotan mereka dalam subak (sistem pengelolaan pengairan sawah yang dikelola kelompok di Bali). PT Pertani dapat memilih petani-petani dari daerah manapun di Bali yang memiliki kepentingan yang sama. Faktor-faktor yang berperan penting bagi petani agar memiliki akses terhadap suatu kontrak adalah peranan pekaseh (termasuk kepala desa), jarak, dan kemudahan mencapai lokasi serta pengalaman dalam bekerjasama dengan pemerintah dan agribisnis.

(35)

19 produksi dan kualitas produksi yang dapat diperoleh secara konsisten (Iqbal 2008).

Petani yang melakukan kemitraan seharusnya mempunyai pendapatan yang lebih besar daripada petani yang tidak melakukan pertanian kontrak. Hal ini dikarenakan adanya transfer informasi, teknologi, modal, atau sumberdaya lain sehingga usahatani yang dilakukan dapat lebih efektif dan efisien. Hal ini dapat dilihat pada petani semangka yang melakukan kemitraan, pendapatan atas biaya total lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra (Damayanti 2009). Hal ini disebabkan karena harga jual semangka petani mitra lebih besar dibandingkan dengan harga jual semangka petani non mitra. Keuntungan petani mitra ini juga disebabkan karena harga jual semangka petani mitra tidak terkena fluktuasi harga jual di pasaran. Selain itu, nilai R/C atas biaya total petani mitra relatif lebih besar dibandingkan petani nonmitra.

Penelitian Deshinta (2006) mengenai kemitraan yang dilakukan oleh PT Sierad Produce dengan peternak ayam broiler di Kabupaten Sukabumi mengemukakan hal yang berbeda terhadap pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan. Penelitian tersebut menggunakan uji t dan didapat hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Walaupun demikian, peternak memperoleh banyak manfaat dari keikutsertaan di dalam kemitraan seperti bantuan modal, bimbingan dan penyuluhan serta pemasaran hasil.

(36)

20 Permasalahan sistem pertanian kontrak juga dialami pada bidang peternakan dimana banyak peternak yang belum mampu menghasilkan produk yang diinginkan perusahaan. Peternak tidak mampu mengembalikan pinjaman input dan kredit akibat kegagalan produksi, deduksi finansial atau tidak adanya jaminan harga dari pihak industri pengolahan dan tidak jarang melanggar kontrak dengan menjual hasil produksi pada pesaing perusahaan sponsor. Selain itu, pertanian kontrak lebih berminat terhadap peternak berskala besar sehingga dengan demikian peternak kecil kurang dilibatkan dalam prosis pengembangan lebih lanjut. Pada posisi perusahaan, perusahaan sulit mempertahankan dan mengawasi kualitas peterrnak karna jumlah peternak kecil yang beigtu banyak, sehingga kehadiran dari lembaga-lembaga pelengkap sangat penting sebagai mediasi antara peternak dengan perusahaan (Daryanto 2012).

Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Patrick et al. (2004) yang tidak menemukan bukti-bukti adanya ketentuan kontrak yang merugikan. Hal tersebut dikarenakan kontrak merupakan bentuk utama dari diversifikasi untuk petani kecil karena risiko dari rendahnya produksi dan risiko harga ditanggung oleh perusahaan. Perusahaan memberikan pedoman untuk produksi dan kemungkinan sangat kecil bagi petani kontrak untuk dapat dengan mudah memperoleh tingkat keahlian yang diperlukan tanpa ikut serta dalam kontrak. 2.6. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi barupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Adapun ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia adalah : (1) Kecilnya luas lahan yang dimiliki oleh para petani, (2) Modal yang dimiliki para petani terbatas, (3) Rendahnya ketrampilan dan pengetahuan manajemen yang dimiliki oleh para petani, (4) Produktivitas dan efisiensi rendah, (5) Petani dalam kondisi sebagai penerima harga karena bargaining position lemah dan (6) Rendahnya tingkat pendapatan petani (Suratiyah 2006).

Hernanto (1989) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu:

1) Tanah

Tanah merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain dan distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, tanah memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Pada dasarnya berdasarkan luas tanah, petani dapat digolongkan menjadi empat, yaitu golongan petani luas (lebih dari 2 ha), sedang (0,5 – 2 ha), sempit (0,5 ha), dan buruh tani tidak bertanah. Tanah milik petani atau yang dapat dikelola diperoleh dari berbagai sumber yaitu, membeli, menyewa, menyakap, pemberian negara, warisan, wakar, ataupun membuka lahan sendiri.

2) Tenaga Kerja

(38)

22 a) Jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja dari sejak persiapan sampai panen dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total).

b) Jumlah setara pria (men equivalen). Ukuran ini menghitung jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi diukur dengan ukuran hari kerja pria. Hal ini berarti menggunakan konversi tenaga kerja menurut Yang 1955, diacu dalam Hernanto 1986, yaitu membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan atau disetarakan dengan pria, sebagai berikut:

- 1 pria = 1 hari kerja pria - 1 ternak = 2 hari kerja pria - 1 wanita = 0,7 hari kerja pria - 1 anak = 0,5 hari kerja pria 3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serja pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lainnya), hadiah warisan, usaha lain, ataupun kontrak sewa. Berdasarkan sifatnya, modal dibedakan menjadi dua, yaitu modal tetap yang berarti modal yang tidak habis pada satu periode produksi dan modal bergerak yang berarti modal yang habis atau dianggap habis dalam satu periode produksi. Jenis modal tetap memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu lama. Jenis modal ini pun terkena penyusutan yang berarti nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. Penghitungan penyusutan dengan cara yang dianggap mudah adalah menggunakan metode garis lurus (straight line method). Metode garis lurus menggunakan dasar pemikiran bahwa benda yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya.

4) Pengelolaan (management)

(39)

23 produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor yang dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan.

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

Pada analisis usahatani, data mengenai penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis) (Soekartawi 1995). Adapun penjelasan ketiga variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1) Struktur Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi 1995). Istilah lain untuk penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani (gross farm income) yang didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi 1986).

2) Struktur Biaya Usahatani

Biaya adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani (Soekartawi 1995). Menurut Hernanto (1989), biaya dikelompokan dalam empat kategori, yaitu:

a) Biaya tetap (fixed costs); dimaksudkan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi.

b) Biaya variabel (variable costs), dimana besar kecilnya dipengaruhi oleh biaya skala produksi.

c) Biaya tunai; dimaksudkan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk uang. d) Biaya diperhitungkan, dimaksudkan biaya yang dikeluarkan petani bukan

(40)

24 3) Struktur Pendapatan Usahatani

Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi 1986). Faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani menurut Hernanto (1989) yaitu, luas usaha, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja. Analisis pendapatan usahatani ini bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Soekartawi 1995).

4) Analisis R/C

Analisis R/C (return cost ratio) merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan dengan biaya dalam satu kali periode produksi usahatani. R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan, semakin tinggi nilai R/C maka semakin menguntungkan usahatani tersebut dilakukan. Analisis R/C ini dibagi dua, yaitu (a) menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) tunai dan (b) menghitung juga atas biaya yang tidak diperhitungkan, dengan kata lain perhitungan total biaya produksi (Soekartawi 1995).

Kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu, jika R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 menunjukkan maka kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani (Soekartawi 1995).

3.1.3. Konsep Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming)

(41)

25 tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani, peternak, dan nelayan kecil yang terlibat dalam usaha pertanian kontrak, tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda (muliplier effects) bagi perekonomi pedesaan maupun perekonomian dalam skala lebih luas. Menurut Eaton dan Shepherd (2001), usaha pertanian kontrak dibagi menjadi lima model, yaitu:

1) Centralized model, yaitu model yang terkoordinasi secara vertikal, dimana pihak perusahaan membeli produk dari para petani yang kemudian memprosesnya atau mengemasnya dan memasarkan produknya.

2) Nucleus estate model, yaitu variasi model terpusat, dimana dalam model ini perusahaan dari proyek juga memiliki dan mengatur tanah perkebunan yang umumnya dekat dengan pabrik pengolahan.

3) Multipartite model, yaitu model yang umumnya melibatkan badan hukum dan perusahaan swasta yang secara bersama berpartisipasi bersama para petani. 4) Informal model, yaitu model yang umumnya diaplikasikan terhadap

wiraswasta perseorangan atau perusahaan kecil yang umumnya membuat kontrak produksi informal yang mudah dengan para petani berdasarkan musiman.

5) Intermediary model, yaitu model yang umumnya diaplikasikan pada perusahaan swasta yang akan membayar petani mitra sesuai dengan total produksi. Pihak perusahaan umumnya membina dan mengontrol petani untuk menggunakan faktor produksi yang telah ditetapkan perusahaan.

(42)

26 1) Pola kemitraan inti plasma

Pola kemitraan inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra (plasma) dengan perusahaan mitra (inti). Perusahaan mitra membina kelompok mitra dalam hal lahan, saran produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Keunggulan dari pola kemitraan ini yaitu adanya saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan. Sementara itu, kelemahan dari pola ini yaitu pihak plasma kurang memahami hak dan kewaibannya, komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya, dan belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang perusahaan inti mempermainkan harga komoditas plasma.

2) Pola kemitraan subkontrak

Pola kemitraan subkontrak merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Keunggulan dari pola ini yaitu adanya kesepakan tentang kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Sementara itu, kelemahan pola ini yaitu hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan menengah, berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak, dan kontrol kualitas produk ketat tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat.

3) Pola kemitraan dagang umum

(43)

27 perusahaan mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra dan terkadang sistem pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda.

4) Pola kemitraan keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan dimana perusahaan mitra memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh perusahaan mitra. Terdapat kesepakatan di antara pihak-pihak yang terlibat mengenai target-target yang harus dicapai dan besarnya komisi yang siterima oleh pihak yang memasarkan produk. Keunggulan pola ini yaitu mudah dilaksanakan oleh para perusahaan kecil yang kurang kuat modalnya. Sementara itu, kelemahan pola ini yaitu beberapa mitra kurang mampu membaca segmen pasar, tidak memenuhi target, dan kelompok mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harga di tingkat konsumen menjadi tinggi. 5) Pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Selain itu, perusahaan mitra berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Keunggulan pola KOA ini serupa dengan pola inti plasma, namun kelemahan pola ini yaitu pengambilan untuk oleh perusahan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar dan perusahaan mitra cenderung monopsoni.

3.1.4. Konsep Fungsi Produksi

(44)

28 kegiatan/aktivitas yang dapat menambah nilai guna dan manfaat barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Sudarsono (1995) mengatakan fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi yang disebut dengan masukan atau

input. Disebut faktor produksi karena adanya sifat mutlak agar produksi dapat dijalankan untuk menghasilkan produk. Suatu fungsi produksi menggambarkan semua metode produksi yang efisien secara teknis dalam arti menggunakan kuantitas faktor produksi yang minimal. Metode produksi yang boros tidak diperhitungkan dalam fungsi produksi. Metode produksi adalah suatu kombinasi dari faktor-faktor produksi yang dibutuhkan untuk memproduksi satu satuan produk.

Soekartawi (2005) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output). Variabel Y digambarkan sebagai hasil produksi dan variabel Xi adalah masukan i, maka

besarnya Y dipengaruhi oleh besarnya X1, X2, X3, ..., Xm yang digunakan pada

fungsi tersebut. Secara matematis, hubungan Y dan X dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f(X1, X2, X3, ..., Xm)

Keterangan:

Y = produksi/output

X1, X2, X3, ..., Xm = faktor produksi/input

Gambar

Gambar 1. Hubungan antara TP, PM, dan PR
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Tabel 4. Ringkasan Perhitungan Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani
Gambar 3.  Daerah Statistik d Durbin-Watson
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produktivitas petani dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil kakao yang dihasilkan, selain itu ketidaktepatan dalam berproduksi akan terjadi apabila faktor- faktor produksi

Berdasarkan hasil tersebut saran yang dapat diberikan bagi petani padi di Kecamatan Borobudur adalah petani dapat mengurangi penggunaan benih, pestisida dan tenaga

Ach.Muhyidin, 2022: Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tembakau di Desa Wringinanom Kecamatan Jatibanteng Kabupaten Situbondo. Kabupaten situbondo

Diduga bahwa yang mempengaruhi pendapatan petani dari usaha karet adalah luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja, umur petani, tingkat pendidikan petani, umur tanaman

analisis hubungan tingkat produksi dengan tingkat pendapatan petani rumput laut di desa punaga kecamatan mangarabombang kabupaten takalar, dimana dalam penelitian ini

Analisis Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Pada Usahatani Nanas Madu di Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang .... Hasil Uji Asumsi

Kaban 2012 dengan judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Padi Sawah di Desa Sei Belutu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai” dengan menggunakan

Pendapatan ini merupakan pendapatan bersih yang diterima oleh petani setelah dikurangi dengan seluruh biaya produksi yang dikeluarkan selama berlangsung proses produksi usahatani ubi