• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN STATIC MIXING REACTOR

SULASTRI PANGGABEAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Sulastri Panggabean

(3)
(4)

ABSTRACT

SULASTRI PANGGABEAN. Analysis of Kinetic Transesterification Reaction in Catalytic Biodiesel Production with Static Mixing Reactor. Under supervision of LEOPOLD O. NELWAN and ARMANSYAH H TAMBUNAN

Catalytic process of biodiesel production requires rigorous mixing and a certain amount of catalyst itself in order to obtain the proper result of the process. Hipotetically, a good mixing can reduce the amount of required catalyst for a certain results. In this study, a static mixing reactor with KOH as catalyst was used to produce biodiesel. The objective of the study were (1) to evaluate the affect of decreassing the amount of KOH required as catalyst for the biodiesel production in the static mixing reactor (2) to study the kinetics of the reaction. The result showed that the percentage of catalyst greatly affected the reaction conversion, yield and kinetics of the transesterification reaction at the beginning of the reaction and declined afterward, because its ability nearly reached its maximum capacity. The model of reaction order that most appropriate to describe the condition of transesterification in this study was a pseudo third-order model. The activation energy was 71.83 kJ mol-1, and the influence of static mixers in the reactor was indicated by the value of the collision frequency factor (1.95 x 108 min-1).In other words, the presence of static mixer has a significant influence in accelerating the reaction.

(5)
(6)

RINGKASAN

SULASTRI PANGGABEAN. Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor. Dibimbing oleh LEOPOLD O. NELWAN dan ARMANSYAH H TAMBUNAN.

Biodiesel merupakan bahan bakar diesel yang diproduksi dari ester asam lemak atau minyak nabati yang merupakan sumber terbarukan (renewable). Proses produksi biodiesel dibagi ke dalam dua proses, yaitu secara katalitik dan non-katalitik. Metode non-katalitik masih memiliki beberapa kelemahan, yaitu nilai rasio energi yang masih kecil dan laju reaksi yang masih lambat. Sehingga, proses secara katalitik masih menjadi pilihan utama dalam proses produksi biodiesel untuk skala besar. Proses produksi secara katalitik membutuhkan bantuan katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi trigliserida dan metanol dengan cara menurunkan energi aktivasi. Disamping itu, metode katalitik memerlukan pengadukan yang kuat (rigorous stirring) karena sifat TG dan metanol yang sulit untuk saling tercampur (immiscible). Dan untuk mengatasi masalah pengadukan tersebut, pada penelitian ini digunakan static mixer.

Katalis yang biasa digunakan adalah katalis basa (NaOH atau KOH). Pengurangan pemakaian katalis menjadi salah satu pokok bahasan dalam proses secara katalitik. Reaktor yang dilengkapi dengan static mixer diharapkan menjadi solusi yang tepat dalam memecahkan permasalahan ini. Static mixer merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mencampur dua jenis fluida atau lebih tanpa kerja mekanik, hanya memanfaatkan aliran dan kekentalan fluida. Bentuk

mixer yang berupa ulir membagi aliran fluida menjadi partikel-partikel fluida sehingga dapat bercampur dengan baik.

Proses reaksi dalam static mixer memanfaatkan tumbukan antar partikel senyawa yang bereaksi, dimana semakin besar tumbukan yang terjadi dalam reaktor, maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar, karena kontak antar bidang permukaan partikel akan semakin sering. Prinsip kerja reaktor dengan

static mixer adalah membagi aliran fluida menjadi partikel-partikel fluida yang lebih homogen sehingga mempermudah proses difusi dan diharapkan akan terjadi reaksi antara trigliserida dengan gas metanol, kemudian keluar dalam bentuk campuran biodiesel dan gliserol.

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian pengolahan biodiesel secara katalitik dengan mengunakan static mixing reactor (SMR) dan melakukan analisis kinetika transesterifikasi yang terjadi akibat pengurangan KOH pada proses produksi biodiesel yang menggunakan static mixing reactor (SMR). Sistem produksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sistem batch, dimana umpan (3000 ml) dimasukkan seluruhnya sebelum proses dijalankan.

(7)

Dari hasil penelitian diperoleh nilai konversi tertinggi sebesar 95.82 % (mol/mol) yang terjadi pada perlakuan temperatur 60 oC, KOH sebanyak 0.5% w/w dalam waktu 30 menit pemutaran bahan. Demikian pula dengan nilai yield tertinggi (96.15% w/w) terjadi pada kondisi perlakuan yang sama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai persentase katalis dan static mixer memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap nilai konversi, yield dan kinetika reaksi yang terjadi pada awal reaksi, kemudian pengaruhnya berkurang setelah 10 menit. Sehingga, model orde reaksi yang paling sesuai untuk menggambarkan kondisi tersebut dalam penelitian ini adalah model reaksi

pseudo-orde ketiga. Energi aktivasi yang dibutuhkan pada proses tersebut sebesar 71.83 kJ mol-1, dan dengan nilai faktor frekuensi tumbukan yang terjadi sebesar 1.95 x 108 menit-1.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)
(10)

ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA

PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK

DENGAN STATIC MIXING REACTOR

SULASTRI PANGGABEAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)
(12)

Judul Tesis : Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor

Nama : Sulastri Panggabean NRP : F151090071

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si Ketua

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan Anggota

Diketahui

Ketua Mayor

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M. Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ini ialah biodiesel, dengan judul Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr yang telah memberi banyak saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dirjen Dikti-Kemendiknas RI atas biaya penelitian melalui hibah kompetitif penelitian kerjasama luar negeri dan publikasi internasional.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda A. Madjid Panggabean, ibunda Mariana Sinurat, kakanda Zakiyah Panggabean, Syirajuddin Munir Putra Panggabean dan Misbah Munawar Panggabean, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 17 April 1985 dari ayah Abdul Madjid Panggabean dan ibu Mariana Sinurat. Penulis merupakan putri terakhir dari empat bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2007. Kemudiaan pada Tahun 2009 diterima di Sekolah Pascasarjana Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR SIMBOL ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Bahan Bakar Biodiesel ... 5

Proses Produksi Biodiesel ... 7

Produksi Biodiesel secara Katalitik ... 8

Mekanisme Pengadukan Konvensional Blade Agitator ... 11

Static Mixer ... 12

Aliran Fluida dalam Pipa ... 15

Kinetika Reaksi Transesterifikasi ... 15

Laju Reaksi dan Orde Reaksi Transesterifikasi ... 15

Persamaan Arrhenius ... 17

METODE ... 19

Tempat dan Waktu ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Prosedur Penelitian ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Static Mixing Reactor ... 28

Analisis Kebutuhan Daya ... 28

Proses Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor ... 30

Konversi Reaksi ... 33

Produksi Metil Ester dan Yield Biodiesel ... 35

Kinetika Reaksi Transesterifikasi ... 37

Laju Reaksi ... 37

Orde Reaksi dan Konstanta Laju Reaksi ... 39

Energi Aktivasi dan Faktor Frekuensi Tumbukan ... 42

Simulasi Pendugaan Waktu Proses Transesterifikasi ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

Kesimpulan... 51

Saran ... 52

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pemakaian katalis basa pada produksi biodiesel ... 10

2 Pola pengambilan sampel ... 25

3 Nilai parameter hasil perhitungan ... 28

4 Kebutuhan Head pompa ... 29

5 Kebutuhan daya berdasarkan perhitungan ... 29

6 Data hasil penelitian ... 37

7 Konstanta laju reaksi ... 41

8 Perbandingan energi aktivasi pada beberapa penelitian lain ... 44

9 Energi aktivasi dengan menggunakan dua tahap perhitungan ... 45

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Persamaan stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi

biodiesel... 7

2 Tahapan reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel (R’COOR) .. 7

3 Pengaruh katalis terhadap energi aktivasi (Clark 2004). ... 9

4 Pola aliran di dalam bejana tanpa buffle pada sistem pengadukan dengan blade agitator (McCabe et al. 1993) ... 12

5 Pembagian aliran dan pencampuran radial cairan di dalam static mixer (Bor dan Thomas 1971)... 13

6 Pembagian aliran di mixer adalah fungsi dari jumlah elemen dalam static mixer (Bor dan Thomas 1971). ... 14

7 Aliran fluida dalam static mixing reactor (Admix 2010b)... 14

8 Skematik static mixing reactor. ... 19

14 Pola pencampuran dalam static mixer (Kenics 1998) ... 31

15 Sampel (a) minyak (RBDPO), (b) biodiesel crude (layer atas) dan gliserol (layer bawah), (c) biodiesel crude, dan (d) biodiesel ... 33

16 Konversi reaksi pada temperatur 60 oC dengan KOH 0.3 %, 0.4 % dan menit pada alat static mixing reactor ... 38

21 Kadar metil ester (% w/w) tiap perlakuan suhu dengan KOH 1% selama 30 menit pada alat blade agitator (Alamsyah 2010) ... 38

(18)

23 Model reaksi transesterifikasi pseudo-orde ketiga pada perlakuan temperatur 40 oC... 41 24 Penentuan nilai energi aktivasi dengan model reaksi pseudo-orde ketiga .... 43 25 Hasil simulasi model reaksi pseudo-orde ketiga pada perlakuan

temperatur 60 oC dan KOH 0.5% w/w ... 47 26 Nilai fraksi massa biodiesel selama 6 menit waktu reaksi pada perlakuan

temperatur 60 oC (Frascari et al. 2009)... 48 27 Hasil simulasi fraksi massa biodiesel selama 6 menit waktu reaksi pada

perlakuan temperatur 60 oC dan KOH 0.5% w//w ... 48 28 Hasil simulasi nilai metil ester selama 50 menit waktu reaksi pada

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Proses pabrikasi alat, komponen alat dan alat utuh ... 56

2 Langkah-langkah penelitian ... 58

3 Persiapan bahan ... 62

4 Proses sampling ... 64

5 Metode pengujian menurut SNI 04-7182-2006 ... 66

6 Syarat mutu biodiesel ester alkil berdasarkan SNI 04-7182-2006 ... 67

7 Hasil analisis laboratorium ... 68

8 Penghitungan konversi reaksi dan Yield biodiesel ... 69

9 Penentuan konstanta laju reaksi ... 70

(20)

DAFTAR SINGKATAN

A : Faktor frekuensi (mol-1)

A, B : Konsentrasi reaktan A dan B yang bereaksi (mol) a, b : Orde reaksi terhadap A, B

FAME : Fatty acid methyl esterified

FFA : Free fatty acid

g : Percepatan gravitasi (m s-2) Gttl : Kadar gliserol total (%-massa) H : Head (m)

k : Konstanta laju reaksi (mol-1) KOH : Kalium hidroksida

L : Panjang (m)

NaOH : Natrium hidroksida P : Daya Pompa (W) PA : Pro analysis

(21)

Q : Debit (m3 s-1) q : Kalor (kJ)

R : Konstanta atau tetapan gas (8.314 J K-1 mol-1) r : Laju reaksi (mol s-1)

Re : Bilangan Reynold SMR : Static mixing reactor

SNI : Standar nasional Indonesia SS304 : Stainless steel 304

T : Temperatur (Kelvin). t : Waktu

TG : Trigliserida

uME : un methyl esterified

(22)

DAFTAR SIMBOL

α : Konversi reaksi (mol mol-1)

ηp : Efisiensi pompa (%)

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biodiesel merupakan minyak diesel yang diproduksi dari ester asam lemak atau minyak nabati (minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jarak, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, lemak hewan dan lain-lain) yang merupakan sumber terbarukan (renewable). Khusus di Indonesia, bahan baku yang paling berpotensi adalah minyak kelapa sawit, karena Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang luas, sehingga mampu menyediakan bahan baku untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor.

Metode produksi biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit dapat dibedakan ke dalam dua cara, yaitu secara katalitik dan non-katalitik. Proses produksi secara katalitik membutuhkan bantuan katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi antara asam lemak bebas (FFA)/trigliserida dan metanol/etanol. Dengan adanya katalis, maka energi yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi (energi aktivasi) dapat diturunkan. Sehingga jumlah partikel yang mampu bereaksi dapat bertambah. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis asam (untuk FFA tinggi), katalis basa (untuk FFA rendah) dan katalis enzim (untuk FFA tinggi).

Proses produksi secara non-katalitik memiliki beberapa keunggulan, baik dari segi ketersediaan bahan baku pendukung maupun kesederhanaan proses produksi. Proses secara non-katalitik tidak membutuhkan katalis sehingga proses yang berlangsung lebih sederhana, namun membutuhkan kondisi tertentu untuk mencapai energi aktivasi yang dibutuhkan sehingga reaksi antara FFA/trigliserida dengan metanol/etanol dapat berlangsung. Energi aktivasi dapat dicapai dengan menaikkan tekanan maupun temperatur, salah satunya dengan mencapai kondisi

supercritical methanol (Kusdiana dan Saka 2001).

(24)

temperatur tinggi dan tekanan atmosfer. Namun, sistem ini masih memiliki kelemahan yaitu laju reaksi proses secara non-katalitik dengan kondisi

superheated methanol vapor masih rendah. Sehingga, proses secara katalitik masih menjadi pilihan utama dalam proses produksi biodiesel untuk skala besar.

Pada proses secara katalitik yang melibatkan FFA dalam jumlah besar (proses dengan katalis asam atau enzim) membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemakaian katalis basa. Namun, FFA minyak harus diturunkan terlebih dahulu melalui proses esterifikasi, karena pemakaian katalis basa pada proses yang melibatkan FFA tinggi dapat menghasilkan produk sampingan berupa sabun dan air yang dapat menurunkan kualitas metil/etil ester (biodiesel) yang dihasilkan. Oleh karena itu, penelitian proses produksi biodiesel secara katalitik lebih diarahkan pada penggunaan katalis basa dan FFA di bawah 1%, dengan mengoptimalkan pemakaian katalis.

Katalis basa yang biasa digunakan adalah NaOH atau KOH. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase KOH yang digunakan umumnya sebesar 1% w/w atau masih lebih banyak jika dibandingkan dengan persentase NaOH (dapat digunakan pada persentase kecil, yaitu dibawah 0.5% w/w). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang dapat menurunkan pemakaian KOH tetapi tetap menghasilkan metil ester yang masuk dalam standard SNI (minimal 96.5 % w/w). Selain pemakaian katalis, energi aktivasi dapat dicapai melalui perlakuan temperatur yang tepat dan meningkatkan frekuensi tumbukan antar partikel reaktan. Peningkatan temperatur dapat dilakukan dengan menggunakan

heater dan frekuensi tumbukan dapat ditingkatkan melalui pengadukan.

Proses produksi dengan metode katalitik juga memerlukan system pengadukan yang kuat (rigorous mixing) agar TG dan MeOH yang bersifat

(25)

fungsinya sebagai pengaduk dan pencampur, namun bekerja dalam kondisi statis. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan static mixer.

Pemakaian static mixer sudah mulai digunakan dalam pencampuran katalis pada proses produksi biodiesel secara katalitik. Kegunaan dari static mixer

tersebut dalam hal ini adalah untuk membantu fungsi katalis dalam mempercepat terjadinya reaksi. Penelitian untuk membuktikan hal tersebut telah dilakukan oleh Alamsyah (2010). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa pemakaian static mixer dalam proses produksi biodiesel secara katalitik dapat menurunkan waktu reaksi. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar pertimbangan pemakaian static mixer dalam reaktor untuk memproduksi biodiesel secara katalitik.

Static mixing reactor (SMR) terdiri dari static mixer yang merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mencampur dua jenis fluida atau lebih tanpa kerja mekanik, hanya memanfaatkan aliran dan kekentalan fluida. Untuk mencapai energi aktivasi yang dibutuhkan, maka SMR dilengkapi dengan sistem pemanas (heater) sehingga temperatur reaksi yang sesuai dapat tercapai dan reaksi antara FFA/trigliserida dengan metanol/etanol dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan biodiesel.

Cara kerja SMR adalah membentuk atau meningkatkan turbulensi aliran campuran FFA/trigliserida dan metanol/etanol, sehingga partikel-partikel dari campuran ini menjadi lebih kecil (luas permukaan kontak partikel menjadi lebih besar) dan dapat bercampur dengan baik. Turbulensi aliran yang terbentuk pada kondisi temperatur yang sesuai dan dengan pemakaian sedikit katalis diharapkan dapat mempercepat terjadinya reaksi antara FFA/trigliserida dan metanol/etanol karena frekuensi tumbukan yang terjadi dalam reaktor semakin besar sehingga jumlah partikel energik bertambah. Karena semakin besar tumbukan yang terjadi, maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar, karena kontak antar bidang permukaan partikel akan semakin sering.

(26)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

- Melakukan kajian proses produksi biodiesel secara katalitik dengan menggunakan static mixing reactor (SMR) sistem batch

- Melakukan kajian pengurangan jumlah KOH dalam produksi biodiesel secara katalitik dengan menggunakan static mixing reactor (SMR) sistem batch

- Menganalisis kinetika reaksi transesterifikasi yang terjadi selama proses produksi biodiesel secara katalitik dengan menggunakan static mixing reactor

(SMR) sistem batch

- Melakukan simulasi untuk menduga waktu proses transestrifikasi yang dibutuhkan agar nilai metil ester yang dihasilkan memenuhi nilai SNI (minimal 96.5% w/w)

Manfaat Penelitian

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Bakar Biodiesel

Biodiesel adalah istilah untuk bahan bakar berbasis mono-alkil ester yang terbuat dari sumber terbarukan seperti minyak sayur yang baru/telah digunakan dan lemak hewan (Agarwal 2006). Pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif disebabkan oleh karakteristiknya mirip dengan diesel konvensional dan berasal dari sumber yang terbarukan (Kim et al. 2007). Dengan demikian, penggunaannya tidak memerlukan modifikasi maupun penggantian komponen-komponen mesin.

Bahan bakar ini ramah lingkungan dan berkontribusi dalam mengurangi pemanasan global dan polusi udara karena bahan yang digunakan merupakan karbon netral dan rendah kandungan sulfur, serta mengurangi emisi yang mengandung hidrokarbon (seperti karbonmonoksida) (Yadav et al. 2010), bilangan asap (smoke number) yang rendah, memiliki cetane number yang lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna (clear burning), memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin, dan dapat terurai (biodegradabe) sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic).

Selain itu, Gerpen (2005) mengungkapkan bahwa terdapat sekurangnya lima alasan pengembangan biodiesel, antara lain:

1 Menyediakan pasar untuk kelebihan produksi minyak dan lemak hewan 2 Mengurangi, meskipun tidak menghilangkan, ketergantungan negara dalam

mengimpor petroleum.

3 Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui dan mengurangi dampak pemanasan global karena siklus karbonnya yang tertutup. Analisis siklus hidup biodiesel menunjukkan bahwa keseluruhan emisi CO2 berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan bahan bakar diesel berbahan petroleum. 4 Emisi buang karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan emisi

(28)

5 Ketika ditambahkan ke dalam bahan bakar diesel yang reguler dalam jumlah 1 – 2%, dapat mengubah kelemahan sifat bahan bakar, misalnya bahan bakar diesel yang rendah kadar sulfur dan menjadi bahan bakar yang dapat diterima. Biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat dihasilkan dari tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (crude palm oil/CPO), jarak pagar (crude jatropha oil/CJO), kelapa (crude coconut oil/CCO), sirsak, srikaya, kapuk, dll. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Kelapa sawit merupakan salah satu sumber bahan baku minyak nabati yang prospektif dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia, mengingat produksi CPO Indonesia cukup besar dan meningkat tiap tahunnya (Triwahyuningsih dan Adiprasetya 2009).

Indonesia dan Malaysia adalah 2 produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Bersama-sama, kedua negara ini menghasilkan 90% dari minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dunia. CPO dewasa ini merupakan bahan mentah utama produksi biodiesel di seluruh dunia. Minyak sawit adalah satu-satunya bahan mentah biodiesel yang banyak tersedia, karena dewasa ini Indonesia memproduksi 19.5 juta ton/tahun CPO; 4.5 juta ton/tahun dikonsumsi oleh industri pangan dalam negeri (terutama untuk minyak goreng), 2.5 juta ton/tahun digunakan oleh produsen-produsen biodiesel dan sisanya diekspor (USAID 2009). Pemanfaatan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel (biodiesel), ternyata masih dijumpai suatu masalah. Masalah yang dihadapi tersebut terutama disebabkan oleh viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi (Krisnangkura et al. 2010) jika dibandingkan dengan diesel petroleum. Masalah-masalah akan muncul setelah mesin beroperasi dengan menggunakan minyak nabati dalam waktu yang lama, khususnya dengan sistem injeksi langsung. Permasalahan tersebut meliputi:

1 pembentukan kerak dan bentuk yang menyerupai trompet pada injektor sedemikian rupa sehingga proses atomisasi bahan bakar tidak berlangsung dengan baik atau terhalang karena orifice yang tersumbat,

(29)

4 penebalan serta gelling pada minyak pelumas sebagai akibat dari kontaminasi minyak nabati (Ma dan Hanna, 1999).

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan proses konversi minyak nabati kedalam bentuk ester (metil ester) dari asam lemak minyak nabati melalui proses transesterifikasi (Hamid dan Yusuf 2002).

Proses Produksi Biodiesel

Biodiesel dihasilkan melalui suatu proses yang dikenal sebagai transesterifikasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Trigliserida Metanol FAME Gliserol

Gambar 1 Persamaan stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel

Dimana R1, R2, dan R3 merupakan rantai panjang hidrokarbon, sering disebut sebagai rantai asam lemak (Gerpen 2005). Reaksi tersebut dibagi ke dalam 3 tahapan, yaitu pembentukan produk antara digliserida (DG) dan monogliserida (MG) (Utami et al. 2007) dan produk yang diinginkan yaitu FAME (fatty acid methyl esters), dengan hasil samping dari produksi tersebut yaitu gliserin. Tahapan tersebut berlangsung seperti pada Gambar 2 (Marchetti et al. 2007).

Gambar 2 Tahapan reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel

(R’COOR)

(30)

stoikiometri reaksi transesterifikasi. Reyes et al. (2010) menyarankan perbandingan antara alkohol dengan trigliserida adalah 6:1.

Metode produksi biodiesel dapat dibedakan ke dalam dua cara, yaitu secara katalitik dan non-katalitik (Petchmala et al. 2008). Pengolahan secara katalitik menggunakan NaOH (Tomoki 2008) atau KOH sebagai katalis basa, H2SO4 sebagai katalis asam, dan lipase sebagai katalis yang berasal dari enzim (Marchetti

et al. 2007, dan Yoo et al. 2011). Sedangkan, pengolahan secara non-katalitik dilakukan pada kondisi superkritis dari alkohol (tekanan dan temperatur tinggi yaitu sekitar 350 oC, 30 MPa (Kusdiana dan Saka 2001), 570 – 600 K dan 10 – 15 MPa (Valle et al.) atau menggunakan uap metanol lewat jenuh (superheated methanol vapor) (Joelianingsih 2008).

Proses produksi biodiesel secara non-katalitik dapat dilakukan dengan menggunakan kondisi superkritis metanol tanpa menggunakan katalis (Kusdiana dan Saka 2001, Hong et al. 2009 dan Kim et al. 2007). Cara ini akan memberikan waktu yang lebih singkat dan cara pemurnian yang lebih mudah serta lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan proses katalis (Petchmala et al. 2008). Namun, metode ini memiliki kelemahan yaitu kondisi superkritis (kondisi temperatur tinggi yang disertai dengan tekanan tinggi) memberikan resiko terhadap terjadinya ledakan, cukup besar. Oleh karena itu, dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, hingga ditemukannya cara produksi biodiesel pada tekanan atmosfer. Namun, proses terbentuknya FAME masih membutuhkan waktu yang cukup lama (menurut Joelianingsih (2008) dengan alat bubble column reactor sekitar 270 sampai 300 menit waktu reaksi) atau dengan kata lain, laju reaksi pada proses superheataed methanol vapor masih sangat rendah. Sehingga, proses produksi secara non-katalitik masih dirasakan sulit untuk dikembangkan pada skala besar dan membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.

Produksi Biodiesel secara Katalitik

(31)

Gambar 3 Pengaruh katalis terhadap energi aktivasi (Clark 2004).

Menambahkan katalis memberikan perubahaan yang berarti pada energi aktivasi. Katalis menyediakan satu rute alternatif bagi reaksi. Rute alternatif ini memiliki energi aktivasi yang rendah. Katalis hanya mempengaruhi laju pencapaian kesetimbangan, bukan posisi keseimbangan (misalnya: membalikkan reaksi). Katalis tidak mengganggu gugat hasil kesetimbangan suatu reaksi dimana konsentrasi atau massanya setelah reaksi selesai sama dengan konsentrasi atau massa reaksi sebelum reaksi dilangsungkan (Clark 2004).

Proses produksi dengan menggunakan katalis asam akan memberikan nilai

yield yang sangat besar namun reaksinya sangat lambat (dapat mencapai lebih satu hari). Selain itu, jumlah alkohol yang digunakan sangat banyak (biasanya dengan mol rasio 30:1 mol alkohol/mol minyak). Pemakaian katalis enzim memberikan harapan terhadap proses produksi biodiesel yang lebih aman terhadap lingkungan. Namun, sama halnya dengan katalis asam, katalis enzim membutuhkan waktu yang sangat lama agar reaksi dapat berlangsung. Selain itu, proses produksi dengan katalis enzim juga membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, katalis yang biasa digunakan dalam produksi biodiesel secara katalitik adalah katalis basa (yang biasa digunakan adalah KOH dan NaOH). NaOH dan KOH adalah jenis basa kuat yang dapat terlarut dalam metanol dan etanol (Marchetti et al. 2005).

Sebelumnya hanya sejumlah partikel yang berada pada area di bawah kurva pada bagian ini yang memiliki energi yang cukup untuk bereaksi

Sebelumnya hanya sejumlah partikel yang berada pada area di bawah kurva pada bagian ini yang memiliki energi yang cukup untuk bereaksi

Energi partikel yang berada pada area di bawah kurva pada bagian ini yang memiliki energi yang cukup untuk bereaksi

Sekarang semua partikel ini juga memiliki energi yang cukup untuk bereaksi

(32)

Alasan lain yang menyebabkan pemakaian katalis basa lebih dipilih dalam proses produksi untuk skala industri adalah karena proses secara alkali (basa) akan lebih efisien dan rendah korosif daripada proses secara asam, alkohol yang digunakan lebih sedikit (biasanya 6:1 mol/mol), dan dengan temperatur proses yang lebih rendah.

Tabel 1 Pemakaian katalis basa pada produksi biodiesel

Autor Katalis Jumlah (%)

Arquiza et al. (2000)* NaOH 0.5 Felizardo et al. (2006)* NaOH 0.6 Chhetri et al. (2008)* NaOH 0.08 Tomasevic dan Marinkovic (2003)* KOH 1

Reefat et al. (2008)* KOH 1

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemakaian katalis NaOH dapat diturunkan hingga 0.08% w/w, sedangkan untuk KOH rata-rata masih sebanyak 1% w/w. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu sistem yang dapat menurunkan pemakaian KOH. Untuk menurunkan pemakaian KOH dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas tumbukan partikel-partikel yang bereaksi. Tumbukan tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi atau yang sering disebut sebagai energi aktivasi. Peningkatan frekuensi tumbukan dapat dilakukan dengan meningkatkan temperatur proses, konsentrasi dari pereaksi dan meningkatkan pengadukan.

(33)

Peningkatan konsentrasi salah satu reaktan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya tumbukan. Namun, apabila menggunakan katalis padat dalam jumlah yang sedikit dalam reaksi, dan direaksikan dengan reaktan yang memiliki konsentrasi yang cukup tinggi, maka permukaan katalis akan seluruhnya diliputi oleh partikel yang bereaksi sehingga mengurangi fungsi katalis. Selain itu, peningkatan konsentrasi larutan terkadang tidak memberikan efek apa-apa karena katalis telah bekerja pada kapasitas maksimumnya (Clark 2004). Cara lain untuk meningkatkan frekuensi tumbukan adalah dengan proses pengadukan.

Mekanisme Pengadukan Konvensional Blade Agitator

Sebagian besar proses bergantung pada keberhasilannya dalam mengaduk dan mencampur fluida. Pengadukan cairan biasanya dilakukan di dalam tangki atau bejana, biasanya berbentuk silinder dengan sumbu vertikal. Pengaduk yang digunakan dapat berupa impeler yang dipasang menggantung pada poros yang digerakkan oleh motor. Impeler menciptakan pola aliran dalam sistem, menyebabkan cairan beredar pada bejana dan akhirnya kembali ke impeler.

Pola aliran pada sistem pengadukan dengan menggunakan agitator

bergantung pada tipe impeler yang digunakan, karakteristik fluida, dan ukuran serta bentuk tangki, baffle, dan agitator. Pada aliran berputar, cairan mengalir dengan arah pergerakan mengikuti sudu impeler, kecepatan relatif antara blade

dan liquid berkurang, dan tenaga yang dapat diserap oleh liquid terbatas.

(34)

Gambar 4 Pola aliran di dalam bejana tanpa buffle pada sistem pengadukan dengan blade agitator (McCabe et al. 1993)

Static Mixer

Selama ini pada produksi biodiesel, peningkatan frekuensi tumbukan dilakukan dengan menggunakan blade agitator yang memanfaatkan kerja dari

moving part. Pemakaian moving part tersebut perlu dihindari untuk mengurangi pemakaian energi dan perawatan tambahan. Penambahan komponen mixer yang bekerja statis dapat dilakukan untuk menghindari hal tersebut.

Pemakaian static mixer dalam produksi biodiesel telah dilakukan sebelumnya oleh Alamsyah (2010). Dalam hal ini static mixer berfungsi untuk mempermudah kerja katalis dalam mempercepat terjadinya reaksi antara trigliserida dan metanol melalui proses pengadukan yang dilakukan oleh elemen statis. Katalis yang digunakan oleh Alamsyah (2010) sebanyak 1% w/w, dan menghasilkan metil ester sebesar 98.7% dalam waktu 20 menit. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa pemakaian katalis masih dapat diturunkan di bawah 1% dengan bantuan pengadukan dari static mixer yang menciptakan pemecahan, pembagian dan pembalikan aliran dengan tujuan mengurangi variasi bahan dan menghasilkan campuran yang lebih homogen (Kenics 2007).

Energi kinetik yang tebentuk dari aliran (Nevers 1991) yang disebabkan oleh geometri static mixer, akan menyebabkan partikel-partikel fluida yang terbentuk menjadi lebih kecil, luas permukaan menjadi besar, sehingga frekuensi tumbukan yang terjadi dalam reaktor akan semakin besar pula (Clark 2004) dan

Permukaan cairan Vortex

n

(35)

pada kondisi temperatur yang sesuai akan mempercepat terjadinya reaksi antar partikel campuran fluida (trigliserida dan metanol).

Static mixer merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencampur dua bahan fluida, umumnya fluida yang cair. Namun, juga digunakan untuk mencampur gas, mencampur gas dengan cairan atau cairan dengan cairan yang tidak terlarut. Perangkat ini terdiri dari elemen-elemen (umumnya berbentuk heliks) yang berada di dalam tabung silinder. Elemen tersebut terbuat dari logam atau sejenis plastik. Demikian pula, selubung mixer dapat dibuat dari logam atau plastik. Jenis bahan konstruksi untuk komponen static mixer antara lain stainless steel, polypropylene, teflon, kynar dan polyacetal.

Fluida yang mengalir terus-menerus melewati elemen static mixer akan mengalami pencampuran dan pengadukan seolah-olah telah mengalami pengadukan secara batch konvensional dalam tangki (Admix 2010a). Keberhasilan proses pencampuran tergantung pada beberapa variabel antara lain sifat fluida, diameter dalam tabung, jumlah elemen, dan desain. Desain geometrik alat yang tepat dapat menghasilkan pola pembagian aliran dan pencampuran radial sekaligus.

Gambar 5 Pembagian aliran dan pencampuran radial cairan di dalam static mixer

(Bor dan Thomas 1971).

Pembagian aliran

(36)

Gambar 6 Pembagian aliran di mixer adalah fungsi dari jumlah elemen dalam

static mixer (Bor dan Thomas 1971).

Proses pembagian aliran bahan (fluida) pada elemen mixer terjadi di bagian tepi setiap elemen. Aliran yang terbagi tersebut akan mengikuti saluran yang diciptakan oleh bentuk elemen mixer (heliks), kemudian mengalami pembagian lagi pada bagian tepi elemen berikutnya sehingga mengakibatkan peningkatan eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan adalah 2n dimana 'n' adalah jumlah elemen dalam mixer). Selain itu, geometri static mixer juga menyebabkan terbentuknya aliran turbulen mikro, pencampuran radial (sirkulasi dan rotasi bahan di sekitar pusat hidrolik) dan transfer momentum di setiap saluran mixer.

Gambar 7 Aliran fluida dalam static mixing reactor (Admix 2010b).

Proses pencampuran dan pengadukan yang terjadi di saluran static mixer

akan mengurangi atau menghilangkan gradien pada temperatur, kecepatan dan komposisi bahan (Bor dan Thomas 1971; Admix 2010b).

(37)

Aliran Fluida dalam Pipa

Ada dua jenis aliran mantap dari fluida yang disebut aliran laminer dan aliran turbulen. Dalam aliran laminer partikel-partikel fluidanya bergerak di sepanjang lintasan-lintasan lurus, sejajar dalam lapisan-lapisan atau laminae. Sedangkan pada aliran turbulen partikel-partikel bergerak secara serampangan ke semua arah (Giles 1996).

Fluida yang mengalir dalam aliran yang turbulen memiliki energi kinetik per satuan massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan fluida yang mengalir dengan kecepatan yang sama pada aliran yang tidak turbulen. Dengan demikian, semakin meningkat intensitas turbulensi, maka “energi kinetik turbulen” akan semakin besar. Energi kinetik turbulen membentuk aliran dari konversi viskositas menjadi energi dalam (Nevers 1991).

Kinetika Reaksi Transesterifikasi Laju Reaksi dan Orde Reaksi Transesterifikasi

Laju reaksi biasanya diukur dengan melihat berapa cepat konsentrasi suatu reaktan berkurang pada waktu tertentu. Dengan melakukan percobaan yang melibatkan reaksi antara A dan B, akan diperoleh bahwa laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi A dan B, seperti pada persamaan (1).

r = k[A]a[B]b ... (1) dimana:

r = laju reaksi (mol s-1) k = konstanta laju reaksi

A, B = konsentrasi reaktan yang bereaksi (mol) a, b = orde reaksi terhadap A, B

Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahaan konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Faktor-faktor lainnya seperti temperatur, katalis (Clark 2004) serta konstanta laju reaksi juga mempengaruhi laju reaksi. Dari persamaan (1) terlihat bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh pangkat dari konsentrasi A dan B yang merupakan orde reaksi terhadap A dan B.

(38)

mengidentifikasi semua produk dan menyelidiki apakah terdapat reaksi

intermediate dan reaksi samping yang terlibat. Penentuan laju reaksi disederhanakan dengan metode isolasi pada konsentrasi seluruh reaktan yang berlebih. Apabila salah satu reaktan memiliki kelebihan konsentrasi, maka konsentrasi reaktan tersebut dapat dianggap konstan selama reaksi berlangsung (Atkins 1990).

Apabila laju reaksi tersebut mengikuti model reaksi orde pertama, maka menjadi persamaan (2)

= - k[A]1 ... (2)

Kemudian persamaan (2) tersebut diintegrasikan diantara limit waktu = 0 dan waktu t dengan konsentrasi yang beragam dari konsentrasi awal [A]o pada waktu nol ke [A] pada waktu setelahnya sehingga menghasilkan persamaan (3)

... (3) Dari hasil integrasi tersebut diperoleh persamaan (4)

atau ... (4) (House 2007).

Kinetika reaksi pada sistem produksi biodiesel dalam reaktor dibuat berdasarkan reaksi transesterifikasi overall, dengan asumsi bahwa reaksi berlangsung irreversible karena reaktan (alkohol) yang digunakan sangat berlebih sehingga konsentrasi dari alkohol selama reaksi dapat dianggap tetap. Pada kondisi ini perubahan jumlah alkohol pada reaksi tidak akan mempengaruhi laju reaksi (Utami et al. 2007).

Apabila model orde reaksi yang berlaku untuk keseluruhan reaksi adalah orde kedua, maka persamaan laju reaksi setelah melalui teknik isolasi dengan konsentrasi B yang berlebih akan memberikan hasil seperti persamaan (5)

= k [A]2 ... (5) Model tersebut merupakan model pseudo orde kedua (Atkins 1990).

(39)

... (6)

Sama halnya pada suatu reaksi yang mengikuti model reaksi dengan orde ketiga dan salah satu reaktannya dalam jumlah yang berlebih, maka setelah melalui teknik isolasi akan memiliki persamaan seperti persamaan (7):

= - k[A]3 ... (7)

Jika persamaan diintegrasikan antara limit konsentrasi [A]o pada t = 0 dan [A] pada waktu t, maka diperoleh hasil integrasi laju reaksi pada persamaan (8)

... (8) (House 2007).

Dari perhitungan laju reaksi tersebut, maka nilai konstanta laju reaksi (tetapan laju) dapat ditentukan dengan cara memplotkan ke dalam grafik hubungan antara perubahan konsentrasi (sesuai dengan model orde reaksi yang sesuai) terhadap waktu.

Persamaan Arrhenius

Konstanta laju reaksi (tetapan laju) sebenarnya tidak benar-benar konstan. Konstanta ini berubah, jika temperatur reaksi ataupun katalis yang digunakan dalam reaksi diubah. Nilai konstanta laju reaksi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius.

A, merupakan faktor pre-eksponensial atau faktor sterik. A merupakan istilah yang meliputi faktor seperti frekuensi tumbukan dan orientasinya. A sangat bervariasi bergantung pada temperatur walau hanya sedikit. A sering dianggap sebagai konstanta pada jarak perbedaan temperatur yang kecil.

Persamaan Arrhenius dapat dinyatakan dalam bentuk logaritmik seperti pada persamaan (10)

(40)

Persamaan Arrhenius dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh dari perubahaan temperatur pada tetapan reaksi dan laju reaksi. Jika misalkan tetapan laju berlipatganda, maka laju reaksi juga akan berlipatganda. Utami et al. (2007) dan Dasari (2003) telah membuktikan bahwa kenaikan temperatur berpengaruh terhadap kenaikan konstanta laju reaksi atau dengan kata lain mempercepat terjadinya reaksi. Faktor frekuensi (A) dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahaan temperatur yang kecil. Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi, namun ia sendiri, secara kimiawi, tidak berubah pada akhir reaksi. Ketika reaksi selesai, akan diperoleh massa katalis yang sama seperti pada awal ditambahkan (Clark 2004)

Salah satu faktor yang mempengaruhi kinetika reaksi pada proses ini adalah pencampuran dan intensitas pengadukan. Sudah jelas bahwa kinetika yang melibatkan reaksi dengan alkohol sangat dipengaruhi oleh intensitas pengadukan reaktan di dalam campuran, karena proses ini terjadi pada sistem yang heterogen dari dua fase yang tidak terlarut. Oleh karena itu diperlukan kondisi pengadukan yang mampu meningkatkan yield biodiesel atau untuk mempersingkat waktu proses, misalnya high shear mixer, reaktor dengan aliran yang berputar, dan

(41)

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surya bagian Teknik Energi Terbarukan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 – Juni 2011. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Pengujian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: minyak goreng kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Olein-RBDPO), metanol teknis dan KOH PA (pro analysis). Bahan penunjang adalah akuades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah prototipe static mixing reactor (SMR) berkapasitas 3000 ml. Skematik static mixing reactor yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan oleh Gambar 8.

Tangki air pendingin

(42)

SMR terdiri dari beberapa bagian utama dengan fungsi yang berbeda, antara lain:

1 Tangki pengumpul

Tangki ini berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan bahan sebelum bahan dialirkan melewati reaktor yang dilengkapi oleh static mixer dan heater. Tangki yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 40 cm, bahan SS304.

2 Tangki pengumpan

Tangki pengumpan berfungsi sebagai pintu pemasukan bahan dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 10 cm. Terbuat dari bahan stainless steel.

3 Pompa

Pompa berfungsi untuk mensirkulasikan bahan dari Tangki pengumpul melewati Reaktor.

4 Reaktor

Reaktor berfungsi sebagai tempat yang menyediakan kondisi untuk terjadinya reaksi (tumbukan, temperatur dan aliran). Reaktor yang digunakan berupa pipa berdiameter 4.09 cm dengan panjang 34 cm, terbuat dari pipa SS304. Elemen mixer yang terangkai di dalam reaktor berjumlah 6 elemen berbentuk heliks dengan panjang masing-masing elemen heliks sebesar 4 cm dan terbuat dari plat SS304.

5 Pemanas (heater)

Pemanas berfungsi untuk menyediakan panas yang dibutuhkan dalam proses transesterifikasi. Pemanas yang digunakan berupa selimut (band heater) yang menyelubungi dan dipasang pada dinding reaktor bagian luar.

6 Termostat digital

Termostat berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol heater dalam penyediaan panas untuk reaktor.

7 Termokopel

(43)

8 Isolator

Isolator berfungsi untuk mengurangi kehilangan panas reaktor ke lingkungan. Bahan yang digunakan sebagai isolator adalah glass wool dan sumbu kompor. 9 Control panel

Control panel digunakan untuk menempatkan tombol on-off pompa dan termostat.

Gambar 9 Reaktor

Static mixer yang digunakan terdiri dari 6 elemen mixer berbentuk heliks. Bentuk heliks tersebut dihasilkan melalui proses puntir dengan sudut puntir 90o pada masing-masing ujung plat yang digunakan sebagai bahan pembuat static mixer dan dipuntir dengan arah yang berlawanan.

(44)

Jumlah elemen = 6 1 2 3 4 5 6 Gambar 11 Rangkaian elemen static mixer

Gambar utuh dari alat diperlihatkan pada Gambar 12.

Gambar 12 Alat (Static mixing reactor)

(45)

Untuk menentukan kebutuhan daya pada pompa dan heater yang digunakan pada alat, maka dilakukan perhitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1 Menghitung fraksi massa kedua bahan

... (11)

... (12)

Dimana,

mf1 = fraksi mol metanol mf2 = fraksi mol minyak nttl = n1 + n2

n1 dan 2 = mol metanol dan mol minyak (mol) 2 Menghitung nilai viskositas dan densitas campuran.

... (13) ... (14) 3 Menghitung kecepatan aliran fluida pada pipa dengan asumsi bahwa aliran

fluida memiliki bilangan Reynold sebesar 3000 (mendekati aliran turbulen). ... (15) 4 Menentukan Head total pompa.

Htotal = hkerugian + hstatis ... (16) (Sularso dan Tahara 2000)

a Menghitung Head Kerugian - Head kerugian gesek

1 Jalur pipa (hfg) (17)

f = ... (18) (Streeter 1979)

2 Housing static mixer (hfgsm) = 0.45 m (Admix 1998)

- Head Kerugian pada Jalur Pipa (hfp) ... (19) 1 Ujung masuk pipa

(46)

2 Belokan

f = 1.129 (Sularso dan Tahara 2000) 3 Pembesaran penampang secara mendadak

f = 1 (Sularso dan Tahara 2000) 4 Pengecilan penampang secara mendadak f = 0,48 (Sularso dan Tahara 2000) 5 Ujung keluar pipa

f = 1 (Sularso dan Tahara 2000)

- Head Kerugian pada Katup (hfk) ... (20)

f = 0,09 (Sularso dan Tahara 2000)

- Head Static Mixer (hfm) ... (21) f = 42.72 (menurut perhitungan dalam Admix 1998)

b Head Statis (hfs): perbedaan tinggi muka fluida di sisi isap dan di sisi keluar.

Dari hasil perhitungan pada masing-masing head, maka head total yang diperoleh dari alat dapat dihitunng dengan rumus

Ht = hfg + hfgsm + hfp + hfk + hfm + hfs ... (22) 5 Kebutuhan Daya

a. Daya Fluida (Pf) = ρ g Q Ht ... (23) Q1 = Q2 = Q ... (24) ... (25) Q = A.v ... (26)

b. Daya Pompa (P) ... (27)

c. Perhitungan Daya Heater (Ph) = ... (28)

q = m Cp ΔT ... (29)

Prosedur Penelitian

(47)

proses dijalankan. Minyak dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai temperatur yang diinginkan. Sedangkan, katalis (KOH) dilarutkan ke dalam metanol untuk menghasilkan larutan yang lebih homogen sebelum dimasukkan ke dalam alat yang telah berisi minyak yang telah dipanaskan, kemudian proses dijalankan.

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian pengurangan pemakaian KOH. Dengan demikian perlu dibuat suatu kondisi demi tercapainya tujuan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut meliputi temperatur proses (30, 40 dan 60 oC), mol rasio (1:6 mol minyak:mol metanol), persentase KOH (0.3%, 0.4%, dan 0.5% massa KOH/massa minyak) dan waktu pemutaran bahan (10, 20, dan 30 menit). Dengan sistem pengambilan sampel seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Pola pengambilan sampel

T (oC)

KOH (%) 30 40 60

0.3 √

0.4 √

0.5 √ √ √

(48)

Mulai

Input perlakuan: temperatur, %KOH, rasio mol

Heater dan pompa dinyalakan

Selesai - Analisis laboratorium (angka asam, angka penyabunan, dan gliserol total).

- Menghitung %metil ester

Analisis data Bahan dimasukkan

Pengambilan sampel

Pencucian

Pengeringan Pemisahan

gliserol

Gambar 13 Diagram alir penelitian.

(49)

Dari ketiga parameter analisa tersebut, maka nilai metil ester dalam sampel biodiesel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan empiris (30):

... (30)

Gttl : kadar gliserol total dalam biodiesel yang ditentukan dengan metoda Ca 14-56, %-massa. (SNI 2006).

Dari ketiga perlakuan akan dilihat dan dianalisis pengaruhnya terhadap nilai konversi reaksi, yield dan kinetika reaksi transesterifikasi.

1 Konversi reaksi

Konversi reaksi (α) untuk seluruh reaksi pada proses transesterifikasi merupakan persentasi (dalam mol) reaktan (uME) yang dikonversikan terhadap produk akhir (ME) per jumlah total minyak (dalam % mol):

... (31)

dimana CuME,0 = 100% (mol/mol), CuME,0 dan CuME,t merupakan konsentrasi dari uME (unmethyl esterified) di dalam total sistem pada kondisi awal reaksi dan setelah reaksi berlangsung selama waktu t.

2 Yields

Yield merupakan persentase massa ME (methyl esterified) di dalam produk yang bereaksi per massa awal minyak.

3 Kinetika Reaksi Transesterifikasi

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Static Mixing Reactor

Analisis Kebutuhan Daya

Alat penelitian dirancang dan dibangun tanpa perhitungan rancangan struktural yang rinci. Meskipun demikian, perhitungan lebih rinci untuk pompa dan pemanas dilakukan agar proses dapat berlangsung dengan baik selama percobaan. Berikut adalah hasil perhitungan nilai parameter yang dibutuhkan dalam penentuan kebutuhan daya pompa dan pemanas.

Tabel 3 Nilai parameter hasil perhitungan

Parameter Nilai Satuan

Fraksi

Pengecilan penampang secara mendadak 0.5 dan 2.1 ms-1

Ujung keluar pipa 4.7 ms-1

(51)

menyebabkan terjadinya penurunan tekanan yang sangat besar pada aliran fluida yang pada awalnya mendapatkan tekanan dari pompa (head pompa).

Tabel 4 Kebutuhan Head pompa

Head Nilai Satuan

Head kerugian gesek dalam pipa (hfg) 1.77 m

Head kerugian gesek housing static mixer 0.45 m

Head kerugian jalur pipa (hfp)

1. Ujung masuk pipa 0.11 m

2. Belokan 1.29 m

3. Pembesaran penampang secara mendadak 0.14 m

4. Pengecilan penampang secara mendadak 1.09 m

5. Ujung keluar pipa 1.14 m

Head kerugian pada katup (hfk) 0.12 m

Head Static mixer (hfm) 19.19 m

Head statis (hfs) 0.35 m

Head Total 25.65 m

Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai head total pada fluida (campuran minyak dan metanol-KOH) yang mengalir sebesar 25.65 m. Dengan demikian, maka pompa yang digunakan harus memiliki head tekan lebih besar dari head total perhitungan. Sehingga pompa dapat bekerja dengan baik untuk menjalankan fungsinya sebagai pengalir fluida melewati jalur pipa dan static mixer. Daya yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida dan untuk memanaskan fluida dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kebutuhan daya berdasarkan perhitungan

Daya Nilai Satuan

Daya fluida (Pf) 119.72 W

Daya pompa (P) 171.03 W

Daya heater 856.26 W

(52)

Proses Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor Proses produksi biodiesel secara katalitik merupakan proses produksi yang membutuhkan bantuan katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi. Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalis basa (KOH) dengan jumlah pemakaian yang dikurangi dari kondisi biasa (Tabel 1) menjadi sebesar 0.3%, 0.4% dan 0.5% (w/w). Dalam produksi biodiesel, terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Antara lain, temperatur, jumlah katalis serta mol rasio antara reaktan dan pereaksi. Selain itu, terdapat faktor lain yang juga sangat berperan dalam proses tersebut, yaitu faktor frekuensi tumbukan.

Tumbukan dapat ditingkatkan dengan peningkatan temperatur. Namun, peningkatan temperatur akan menambah biaya produksi dan tumbukan yang terjadi kurang optimal untuk menghasilkan reaksi. Karena, minyak dan metanol merupakan larutan yang immiscible sehingga sangat sulit untuk bercampur. Oleh karena itu, jika kedua bahan ini dicampur dan didiamkan, maka akan terbentuk dua layer (layer minyak pada bagian bawah dan layer metanol di bagian atas). Sehingga, apabila temperatur terus ditingkatkan untuk menghasilkan tumbukan, maka metanol akan menguap (metanol merupakan fluida yang mudah menguap meskipun di temperatur ruang, titik uap metanol berkisar 64.5 oC) dan reaksi akan sangat sulit terjadi akibat perbedaan fase dari kedua bahan tersebut.

1 Pengaruh Static Mixing Reactor

Proses terjadinya tumbukan dapat dibantu melalui pengadukan. Alat yang biasa digunakan adalah blade agitator. Proses pencampuran dengan blade agitator terjadi karena putaran yang diciptakan oleh motor yang disalurkan menuju blade agitator oleh batang pengaduk. Sistem pengadukan dengan alat ini memiliki kelemahan yaitu, proses pencampuran sebagian besar terjadi di sekitar pengaduk (blade) sehingga fluida yang berada jauh dari pengaduk kurang mengalami pencampuran atau cenderung tidak tercampur (Livenspiel 1972). Biasanya, untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan dengan membuat putaran yang sangat tinggi (rigorous stirring).

(53)

Akibat tahanan yang diberikan oleh fluida yang diaduk (terlebih lagi fluida yang diaduk memiliki viskositas yang tinggi), maka blade yang digunakan akan mudah mengalami abrasi dan batang pengaduk akan mudah mengalami aus akibat tahanan gesek pada saat batang pengaduk diputar.

Permasalahan tersebut dapat dikurangi oleh sistem pegadukan statis, karena pada pengadukan statis proses pencampuran terjadi karena aliran fluida yang melewati elemen pengaduk. Pengaduk melakukan fungsi pengadukan tanpa menggerakkan elemen pengaduk dan proses pengadukan yang terjadi akan menghasilkan produk yang lebih homogen, karena susunan elemen static mixer

membuat aliran mengalami pembelahan, pencampuran dan pembalikan selama melintasi elemen-elemen tersebut.

Sistem pengadukan statis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan oleh elemen-elemen yang berbentuk heliks yang disusun sehingga dapat menciptakan fungsi pembelahan, pencampuran dan pembalikan fluida. Fluida yang mengalir melewati elemen ini akan terbagi menjadi beberapa lapisan aliran yaitu sebesar 2n aliran (n adalah jumlah elemen). Dalam penelitian ini digunakan 6 buah elemen sehingga ketika fluida keluar dari reaktor, maka seolah-olah fluida telah mengalami pembelahan aliran sebanyak 32 kali. Apabila aliran dilewatkan melalui elemen static mixer berulang kali, maka fluida akan mengalami pencampuran yang lebih homogen dan seolah-olah telah mengalami pencampuran dengan sistem batch konvensional dalam tangki.

Gambar 14 Pola pencampuran dalam static mixer (Kenics 1998)

2 Pengaruh Jalur Pipa dan Pompa

(54)

sentrifugal yang digunakan dalam penelitian juga memungkinkan mempengaruhi laju reaksi.

Pompa sentrifugal terdiri dari beberapa impeler yang berfungsi untuk mengangkat fluida dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi. Daya dari luar diberikan kepada poros pompa untuk memutarkan impeler. Sehingga, fluida yang ada di dalam impeler ikut berputar karena adanya dorongan dari sudu-sudu impeler dan mengalir dari tengah impeler ke luar melalui saluran di antara sudu-sudu (Sularso dan Tahara 2000). Karena putaran tersebut, campuran fluida (minyak dan metanol-KOH) dapat mengalami pencampuran di dalam pompa (Alamsyah 2010).

Pada saat fluida mengalir masuk ke dalam tangki sebelum akhirnya dihisap oleh pompa, juga terjadi reaksi dan pencampuran saat campuran fluida jatuh ke dasar tangki dan membentur dinding tangki maupun pipa hisap pompa yang berada di tengah-tengah tangki.

3 Produksi Biodiesel

(55)

(a) (b) (c) (d)

Gambar 15 Sampel (a) minyak (RBDPO), (b) biodiesel crude (layer atas) dan gliserol (layer bawah), (c) biodiesel crude, dan (d) biodiesel

Untuk melihat bagaimana pengaruh static mixer terhadap produk yang dihasilkan dapat dilihat dari nilai konversi reaksi, produksi metil ester dan yield

biodiesel yang dihasilkan selama reaksi berlangsung.

Konversi Reaksi

Nilai konversi reaksi dalam proses produksi biodiesel menyatakan banyaknya jumlah trigliserida yang bereaksi membentuk biodiesel (% mol/mol) (cara perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8). Jumlah katalis dapat mempengaruhi nilai konversi reaksi seperti yang terlihat pada Gambar 16.

(56)

Penggunaan KOH 0.3% sebagai katalis menyebabkan konversi reaksi lebih rendah sejak awal proses jika dibandingkan dengan KOH 0.4% dan 0.5%. Pada umumnya, penambahan katalis akan memberikan dampak yang besar terhadap peningkatan konversi reaksi. Namun, konversi reaksi pada penggunaan KOH 0.4% tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan penggunaan KOH 0.5%. Hal ini membuktikan bahwa meskipun dilakukan penambahan katalis (dari 0.4% menjadi 0.5%) untuk perlakuan temperatur 60 oC dalam penelitian ini, maka pengaruh yang diberikan tidak terlalu besar lagi.

Gambar 17 Konversi reaksi pada KOH 0.5 % (w/w) dan temperatur 30, 40, 60 oC Gambar 17 menunjukkan konversi reaksi tiap 10 menit waktu pemutaran bahan pada temperatur yang berbeda yaitu 30, 40 dan 60 oC dengan perlakuan jumlah KOH yang sama untuk ketiga perlakuan temperatur yaitu sebesar 0.5% (w/w). Nilai konversi reaksi meningkat dengan meningkatnya temperatur reaksi. Hal ini sesuai dengan teori distribusi Maxwell-Boltzmann, yaitu partikel-partikel hanya dapat bereaksi ketika mereka bertumbukan. Jika suatu benda dipanaskan, maka partikel-partikelnya akan bergerak lebih cepat sehingga frekuensi tumbukan akan semakin besar. Hal ini akan mempercepat laju dari reaksi (Clark 2004).

Nilai konversi reaksi juga meningkat dengan bertambahnya waktu pemutaran bahan (Gambar 17). Dengan menambah waktu pemutaran bahan berarti campuran minyak dan larutan metanol-KOH mengalami peningkatan intensitas pengadukan statis yang terjadi di dalam reaktor. Hal ini memberikan dampak positif terhadap reaksi yaitu dapat meningkatkan frekuensi tumbukan.

(57)

Menurut Reyes et al. (2010), reaksi yang melibatkan campuran fluida yang tidak terlarut membutuhkan intensitas pengadukan yang besar agar terjadi reaksi. Dengan kata lain, jumlah reaktan yang terkonversi menjadi produk akan semakin bertambah hingga mencapai kinerja maksimumnya. Nilai konversi reaksi tertinggi terjadi pada temperatur 60 oC dengan waktu pemutaran bahan selama 30 menit, yaitu sebesar 95.82% (mol/mol).

Gambar 18 Hubungan antara temperatur dan produk yang dihasilkan tiap waktu pemutaran bahan

Peran static mixer dalam meningkatkan persentase produk terlihat melalui proses pengadukan dan pencampuran dalam reaktor. Persentase produk meningkat dengan meningkatnya waktu pemutaran bahan. Dengan kata lain, jika sirkulasi bahan melewati static mixer ditingkatkan, maka pencampuran dan pengadukan akan menjadi lebih baik.

Produksi Metil Ester dan Yield Biodiesel

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengurangi pemakaian katalis. Sehingga dengan sedikit jumlah katalis diharapkan akan mampu menghasilkan metil ester yang masuk ke dalam standard SNI (min. 96.5 %w/w). Keberadaan

static mixer di dalam reaktor, diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan di atas. Dari hasil pengujian diperoleh nilai persentase metil ester tertinggi sebesar 95.82% (w/w) yang terjadi pada perlakuan KOH sebanyak 0.5 % (w/w) dan temperatur 60 oC dengan waktu pemutaran bahan selama 30 menit.

(58)

Nilai metil ester yang dihasilkan memang berada sedikit di bawah nilai standard SNI. Namun, nilai tersebut masih bisa dinaikkan dengan cara meningkatkan intensitas tumbukan yang terjadi, yaitu dengan menambah waktu pemutaran bahan ataupun dengan memperpanjang reaktor yang dilengkapi dengan

static mixer. Dengan demikian, kinerja sistem dapat dimaksimalkan dan diharapkan menghasilkan % metil ester yang masuk standard SNI. Karena, grafik konversi reaksi (Gambar 16) terlihat masih mengalami peningkatan walaupun sudah mulai melambat.

Gambar 19 menunjukkan pengaruh konsentrasi katalis terhadap yield yang dihasilkan. Yield merupakan persentase massa yang menunjukkan banyaknya metil ester yang dihasilkan per massa minyak awal (cara perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8). Dari Gambar 19 terlihat bahwa dengan temperatur yang sama dan pemakaian jumlah katalis yang berbeda, mengahasilkan yield yang berbeda pula yaitu nilai yield semakin meningkat karena adanya peningkatan jumlah katalis.

(59)

Tabel 6 Data hasil penelitian

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengaruh pemakaian static mixer

pada reaktor, maka perlu dianalisis mengenai kinetika reaksi transesterifikasi selama reaksi berlangsung.

Kinetika Reaksi Transesterifikasi Laju Reaksi

(60)

Gambar 20 Kadar metil ester tiap perlakuan suhu dengan KOH 0.5% selama 30 menit pada alat static mixing reactor

Berdasarkan hasil penelitian Alamsyah (2010) pada proses produksi biodiesel dengan menggunakan blade agitator (Gambar 21), pembentukan metil ester pada 10 menit pertama berlangsung lambat jika dibandingkan dengan menggunakan static mixing reactor pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa esfektifitas proses pengadukan dengan menggunakan static mixing reactor

dalam menciptakan kondisi yang sesuai agar reaksi transesterifikasi dapat berlangsung dengan cepat, lebih baik jika dibandingkan dengan blade agitator.

Gambar 21 Kadar metil ester (% w/w) tiap perlakuan suhu dengan KOH 1% selama 30 menit pada alat blade agitator (Alamsyah 2010)

(61)

Orde Reaksi dan Konstanta Laju Reaksi

Besarnya laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan itu sendiri dan sebuah tetapan yang sering disebut dengan konstanta laju reaksi. Nilai konstanta laju reaksi dihitung dengan menggunakan data konsentrasi bahan yang dihasilkan melalui eksperimen dan orde reaksi yang berlaku selama reaksi transesterifikasi. Data konsentrasi bahan yang diperoleh dari penelitian (tiap 10 menit pengambilan sampel) adalah data metil ester (ME). Sehingga, data konsentrasi uME (unmethyl esterified) dapat dihitung dan digunakan dalam perhitungan orde reaksi.

Penelitian mengenai transesterifikasi minyak kelapa sawit pada sistem

(62)

Gambar 22 Perubahan kadar metil ester tiap 10 menit pemutaran bahan pada temperatur 60 oC

Dari hasil pengujian pada masing-masing model orde reaksi, diperoleh bahwa model yang paling sesuai untuk menggambarkan reaksi transesterifikasi secara keseluruhan (dari awal reaksi hingga 30 menit) dalam penelitian ini adalah model reaksi pseudo-orde ketiga. Dengan persamaan dasar sebagai berikut:

... (32)

Jika persamaan (32) diintegrasikan antara limit konsentrasi [uME]o pada t = 0 dan [uME] pada waktu t, maka diperoleh hasil integrasi seperti pada persamaan (33)

... (33)

uMEo menyatakan kondisi unmethyl esterified (%mol/mol) pada waktu awal (t = 0), uME menyatakan kondisi unmethyl esterified (% mol/mol) pada waktu t, k adalah konstanta laju reaksi (1/menit) dan t adalah waktu (menit).

Dengan demikian, konstanta laju reaksi merupakan gradien yang terbentuk dari garis linear hubungan antara dan waktu (t). Sehingga diperoleh grafik seperti Gambar 23:

(63)

Gambar 23 Model reaksi transesterifikasi pseudo-orde ketiga pada perlakuan temperatur 40 oC

Tabel 7 menunjukkan nilai konstanta laju reaksi (untuk semua perlakuan dalam penelitian ini) yang diperoleh berdasarkan persamaan linear yang terbentuk dari grafik.

Tabel 7 Konstanta laju reaksi

Suhu (oC) % KOH (w/w) k R2 ln k

Tabel 7 menunjukkan bahwa penambahan katalis akan mempercepat laju reaksi yang ditandai dengan meningkatnya nilai konstanta laju reaksi, sama halnya dengan penambahan temperatur. Dengan menambah temperatur reaksi, maka molekul-molekul reaktan akan menjadi lebih aktif sehingga memudahkan terjadinya reaksi. Proses yang melibatkan penambahan temperatur terlihat lebih cepat dibandingkan hanya melakukan penambahan katalis. Hal ini terlihat pada nilai konstanta laju reaksi pada perlakuan KOH 0.5% pada temperatur 30 oC lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan KOH 0.3% pada temperatur 60 oC. Sehingga, meskipun energi aktivasi dapat diturunkan malalui penambahan katalis, namun jika molekul-molekul reaktan tidak memiliki energi kinetik yang sama atau lebih besar dari nilai energi aktivasi, maka reaksi tidak akan terjadi. Energi kinetik dapat ditingkatkan melalui pengadukan dan penambahan temperatur.

Gambar

Gambar 3  Pengaruh katalis terhadap energi aktivasi (Clark 2004).
Gambar 5  Pembagian aliran dan pencampuran radial cairan di dalam static mixer
Gambar 7  Aliran fluida dalam static mixing reactor (Admix 2010b).
Gambar 8  Skematik static mixing reactor.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan terhadap rata-rata volume juice per berat sepanjang waktu panen pagi, siang, dan sore untuk kedua varietas yang digunakan (NTJ dan ICSR) dapat dilihat

Menurut Apriyani (2011) menyatakan bahwa penambahan tepung talas dan lemak (margarin) dalam adonan kue kering akan memberikan aroma yang baik karena talas memiliki pati

 Anda akan di sambut oleh team kami untuk langsung mengikuti tour menyaksikan kreatifitas suku sasak di Lombok dan Pantai bagian selatan Lombok..  Mengunjungi Kampung Sade/Ende

Berdasarkan temuan tersebut menunjukkan bahwa undakan yang ada di rumah Nyonya X belum sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomi dilihat dari kemiringan, tinggi dan lebar

Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Nongsa, Kecamatan Galang, Kecamatan Sungai Beduk, Kecamatan Bulang, Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Sekupang, Kecamatan Lubuk Baja,

Keputusan Rapat Pimpinan Rektorat Universitas Kristen Maranatha tanggal 15 Maret 2016 yang antara lain membahas proses Penjaringan, Seleksi dan Pemilihan Dekan dan

tangibility , pertumbuhan penjualan, dan ukuran perusahaan positif signifikan terhadap struktur keuangan yang diukur dengan debt to total assets (DTA). 5) Amirya

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan sikap teliti dan hasil belajar siswa kelas II SDN Cihideung pada