AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI ENERGI
MINUMAN BERKALORI PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
GEMUK DAN TIDAK GEMUK
SILVIA MAWARTI PERDANA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ABSTRACT
Silvia Mawarti Perdana. Physical Activity and Intake of Energy from Calorie Beverages among Overweight and Non-overweight Males and Females. Supervised by Hardinsyah and Dodik Briawan.
The objective of this research was to study physical activity level (PAL) and energy intake from calorie beverages (EICB) of overweight (OW) and non-overweight (NOW) males and females. The research was carried out throught analyzing a data set of THIRST (The Indonesian Regional Hydration Study) collected in 2008 and 2009 by applying a cross sectional study design among 606 adolescents (male and female aged 15-18 years) and 594 adults (male and female aged 25-55 years) in North Jakarta, West Bandung, Surabaya, Malang, Makasar, and Malino. Data processing and analysis were conducted in Bogor in Maret-July 2011.
Since the prevalence of OW in adolescent is small (13.5%), the analysis was combined for both adolescent and adults, regardless the age goups. The results showed that the prevalence of OW was 31.8%, which is higher among female (35.5%) than male (27.9%). The mean BMI for overall subjects was 23.0 ± 4.9 (kg/m2), among female and male was 23.5 ± 5.2 (kg/m2) and 22.5 ± 4.6 (kg/m2) respectively, and among OW and NOW was 29.1 ± 3.9 (kg/m2) and 20.6 ± 2.7 (kg/m2) respectively. The mean PAL for overall subjects was 1.65 ± 0.19, among female and male was 1.62 ± 0.16 and 1.69 ± 0.21 respectively; and among OW and NOW was 1.60 ± 0.16 and 1.67 ± 0.19 respectively. The mean intake of EICB was 439 ± 394 kcal/day, among female and male was 409 ± 367 kcal/day and 471 ± 420 kcal/day respectively, and among OW and NOW was 395 ± 360 kcal/day and 477 ± 408 kcal/day respectively. The five types of calorie beverages most consumed by OW and NOW were the same, namely unpacked tea, unpacked coffee, unpacked juice, packed milk and unpacked yoghurt. There was significant correlation between PAL and BMI, but not for EICB and BMI, which more likely explained by the low energy adequacy level (84.3%) among subjects and the weaknesses of the cross sectional study design. This implies that increasing physical activity and limiting energy adequacy level is important to prevent overweight. Further studies with better design are required in this field in Indonesia.
RINGKASAN
Silvia Mawarti Perdana. Aktivitas Fisik dan Konsumsi Energi Minuman Berkalori pada Laki-laki dan Perempuan Gemuk dan Tidak Gemuk. (Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui prevalensi laki-laki dan perempuan gemuk, (2) menganalisis tingkat aktivitas fisik pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk, (3) menganalisis kontribusi energi dari minuman berkalori terhadap total asupan energi pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk, (4) menganalisis jenis dan jumlah konsumsi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk, (5) menganalisis hubungan aktivitas fisik dan asupan energi dari minuman berkalori dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan, (6) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum Remaja di Dua Wilayah Ekologi pada tahun 2009 yang dilaksanakan oleh tim
THIRST-The Indonesian Regional Hydration Study (Hardinsyah dkk 2010). Oleh karena itu, disain dan pengumpulan penelitian ini secara keseluruhan mengacu penelitian tersebut (cross sectional study). Wilayah penelitian ini terdiri dari 6 lokasi yaitu Jakarta Utara, Bandung Barat, Surabaya, Malang, Makasar dan Malino. Pengumpulan data penelitian dilakukan tahun 2008 dan 2009. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data dilakukan pada bulan Maret-Juli 2011 di Bogor, Jawa Barat. Subyek pada penelitian ini adalah kelompok remaja laki dan perempuan) berusia 15-18 tahun sebanyak 606 orang dan dewasa (laki- (laki-laki dan perempuan) berusia 25-55 tahun sebanyak 594 orang yang bermukim di lokasi penelitian.
Prevalensi subyek remaja dan dewasa gemuk adalah 31.8%. Subyek laki-laki gemuk 27.9% dan perempuan gemuk 35.5%. Prevalensi remaja gemuk adalah 13.5% sedangkan dewasa gemuk 50.5%; ini menjadi alasan penelitian tidak membandingkan hasil antara remaja dan dewasa. Nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) rata-rata pada keseluruhan subyek adalah 23.0 ± 4.9 (kg/m2), pada laki-laki dan perempuan adalah 22.5 ± 4.6 (kg/m2) dan 23.5 ± 5.2 (kg/m2), sedangkan pada subyek gemuk dan tidak dan tidak gemuk adalah 29.1 ± 3.9 (kg/m2) dan 20.6 ± 2.7 (kg/m2). Nilai PAL (Physical Activity Level) rata-rata pada keseluruhan subyek adalah 1.65 ± 0.19, pada laki-laki dan perempuan adalah 1.69 ± 0.21 dan 1.62 ± 0.16, sedangkan pada subyek gemuk dan tidak dan tidak gemuk adalah 1.60 ± 0.16 dan 1.67 ± 0.19. Persentase subyek gemuk dengan aktifitas berat (3.6%) lebih rendah dibandingkan subyek tidak gemuk (5.5%). Kontribusi energi minuman berkalori terhadap total konsumsi energi pada subyek gemuk dan tidak gemuk melebihi 10%. Sumbangan energi minuman berkalori pada laki-laki gemuk dan tidak gemuk adalah 444 ± 373 kkal (21.9%) dan 458 ± 439 kkal (21.8%) dari total asupan energi sehari, sedangkan pada perempuan gemuk dan tidak gemuk adalah 358 ± 348 kkal (20.2%) dan 497 ± 372 kkal (26.9%).
Aktivitas fisik memiliki hubungan yang nyata dan negatif dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan (p<0.05 dan r=-0.160). Konsumsi minuman berkalori tidak memiliki hubungan yang nyata dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan (p>0.05 dan r=-0.036). Hal ini disebabkan oleh tingkat konsumsi energi subyek yang pada umumnya masih rendah (84.3%) dan kelemahan disain
cross sectional study. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa status gizi (gemuk dan tidak gemuk) dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, tingkat konsumsi energi dan aktifitas fisik (p<0.1).
Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mencegah obesitas. Perlu diadakan program peningkatan aktivitas fisik oleh untuk mengurangi risiko kegemukan di masyarakat. Pengaturan tingkat konsumsi energi oleh konsumen juga dapat menjadi cara mengurangi risiko kegemukan. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan disain yang lebih baik untuk mengkaji lebih lanjut hubungan konsumsi minuman berkalori dengan kegemukan di Indonesia termasuk pada golongan ekonomi menengah ke atas yang tingkat konsumsi energinya sudah melebihi 100%.
AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI ENERGI
MINUMAN BERKALORI PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
GEMUK DAN TIDAK GEMUK
SILVIA MAWARTI PERDANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Aktivitas Fisik dan Konsumsi Energi Minuman Berkalori pada Laki-laki dan Perempuan Gemuk dan Tidak Gemuk
Nama : Silvia Mawarti Perdana
NIM : I14070107
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN NIP. 19590807 198303 1 001 NIP. 19660701 199002 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Aktivitas Fisik dan Konsumsi Energi
Minuman Berkalori pada Laki-laki dan Perempuan Gemuk dan Tidak Gemuk”
dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen
pembimbing skripsi atas arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk
menyelesaikan skripsi; dr. Mira Dewi, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan
dr. Yekti Hartanti Effendi selaku dosen penguji skripsi atas saran yang diberikan;
Muhtar Fauzi, Faiz Nur Hanum, Gustam, dan Ni Made Putria Sukma Febriyani
selaku pembahas seminar; dan Tim THIRST-The Indonesian Regional Hydration
Study yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS yang telah memberikan izin
untuk menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status
Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Jambi
atas bantuan beasiswa yang diberikan selama menjalani pendidikan di IPB;
orangtua, adik, dan Diki Sunaryo yang telah memberikan do’a, nasehat,
semangat dan kasih sayang; serta semua pihak yang telah membantu dan tidak
dapat disebutkan satu-persatu. Kritik dan saran membangun sangat diharapkan,
semoga skripsi ini bermanfaat bagi piahak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, puteri pasangan
Bapak M.Efendi dan Ibu Fatmawati. Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 11
November 1989. Pendidikan penulis ditempuh pada tahun 1995 sampai 2001 di
SD Negeri 101 Muara Bungo dan pada tahun 2001 sampai 2004 di SMP Negeri I
Muara Bungo. Pada tahun 2004 sampai 2007 penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri I Muara Bungo.
Pada tahun 2007, melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Provinsi
Jambi penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Setelah
melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mengikuti pendidikan di
Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan,
salah satunya kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2009 dan
Seminar Gizi Nasional yang diadakan pada tahun 2010.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Ilmu Gizi Dasar
dan Sosiologi Umum pada tahun ajaran 2010/2011. Pada tahun 2010 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Balumbang Jaya, Kota
Bogor, Jawa Barat. Pada bulan Februari 2011 penulis juga melaksanakan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan dan Kegunaan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Dewasa ... 4
Status Gizi ... 6
Faktor Risiko Kegemukan ... 8
Aktivitas Fisik ...10
Konsumsi Pangan dan Asupan Energi ...11
Asupan energi dari makanan...11
Asupan energi dari minuman berkalori ...12
Minuman Berkalori dan Kegemukan ...17
KERANGKA PEMIKIRAN ...18
METODE Disain, Tempat dan Waktu ...20
Jumlah dan Cara Penarikan Subyek ...20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...21
Pengolahan dan Analisis Data ...21
Definisi Operasional ...24
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek ...26
Status Gizi ...28
Aktivitas Fisik ...29
Asupan Energi Minuman Berkalori ...30
Konsumsi Minuman Berkalori ...32
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi ...38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...40
Saran ...40
DAFTAR PUSTAKA ...42
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kategori status gizi berdasarkan IMT ... 6
2 Kekuatan bukti faktor risiko kegemukan ... 9
3 Klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX ... 14
4 Kategori minuman menurut BPOM... 16
5 Aspek, cakupan, data, dan metode yang digunakan dalam penelitian ... 21
6 Standar penilaian status gizi remaja berdasarkan IMT menurut umur .... 21
7 Kategori status gizi berdasarkan nilai IMT ... 22
8 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL ... 23
9 Oxford Equation untuk estimasi AKE remaja berdasarkan EBM ... 23
10 Oxford Equation untuk estimasi AKE dewasa berdasarkan EBM ... 24
11 Sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan karakteristik individu dan keluarga ... 26
12 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan karakteristik individu dan keluarga ... 27
13 Sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan tingkat aktivitas fisik ... 30
14 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat aktivitas fisik ... 30
15 Kontribusi energi minuman berkalori terhadap total asupan energi pada subyek gemuk dan tidak gemuk ... 31
16 Kontribusi energi minuman berkalori terhadap total asupan energi pada subyek laki-laki dan perempuan ... 32
17 Sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan kebiasaan minum minuman berkalori... 32
18 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan kebiasaan minum minuman berkalori... 33
19 Jumlah konsumsi minuman berkalori (mL/hari) ... 34
20 Kontribusi energi minuman berkalori pada subyek gemuk dan tidak gemuk ... 35
21 Kontribusi energi minuman berkalori pada subyek laki-laki dan perempuan ... 36
22 Konsumsi gula pada laki-laki dan perempuan ... 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peubah dan data yang digunakan dari kuesioner THIRST ...46
2 Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk laki-laki dan perempuan ...47
3 Kandungan energi dan zat gizi makro dari tiap merk dan
jenis minuman berkalori ...48 4 Jenis minuman berkalori berdasarkan jumlah subyek gemuk
dan tidak gemuk yang mengkonsumsi ...51 5 Jenis minuman berkalori berdasarkan jumlah subyek laki-laki
dan perempuan yang mengkonsumsi ...55 6 Konsumsi gula dalam minuman berkalori pada laki-laki dan
perempuan ...61 7 Asupan energi dari penambahan gula dalam minuman
berkalori pada laki-laki dan perempuan ...61 8 Hasil uji t antara umur subyek gemuk dan tidak gemuk ...62 9 Hasil uji t antara besar keluarga subyek gemuk dan tidak
gemuk ...62 10 Hasil uji t antara pengeluaran minuman subyek gemuk dan
tidak gemuk ...62 11 Hasil uji t antara pengeluaran rumah tangga subyek gemuk
dan tidak gemuk ...63 12 Hasil uji t antara Indeks Massa Tubuh laki-laki dan
perempuan ...63 13 Hasil uji t antara tingkat aktivitas fisik subyek gemuk dan
tidak gemuk ...63 14 Hasil uji t antara tingkat aktivitas fisik laki-laki dan
perempuan ...64 15 Hasil uji t antara konsumsi energi minuman berkalori
subyek gemuk dan tidak gemuk ...64 16 Hasil uji t antara konsumsi energi minuman berkalori
laki-laki dan perempuan ...64 17 Hasil uji t antara konsumsi gula subyek gemuk dan tidak
gemuk ...65 18 Hasil uji t antara konsumsi gula laki-laki dan perempuan ...65 19 Hasil uji korelasi Pearson hubungan aktivitas fisik dengan
status gizi pada laki-laki dan perempuan ...65 20 Hasil uji korelasi Pearson hubungan konsumsi energi
minuman berkalori dengan status gizi pada laki-laki dan
PENDAHULUAN
Latar BelakangIndonesia saat ini dihadapkan pada masalah gizi ganda, disatu pihak masih
banyak penduduk Indonesia yang menghadapi risiko kesehatan akibat
kekurangan zat gizi, seperti GAKI, AGB, KVA dan KEP, dilain pihak sudah
semakin banyak penduduk yang menghadapi risiko kesehatan akibat gizi lebih.
Masalah gizi ganda ini perlu mendapat penanganan yang serius mengingat
masalah gizi ini, baik yang kekurangan atau pun kelebihan zat gizi akan
berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM sangat
penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan (Hardinsyah et al 2001).
Beberapa tahun terakhir, kejadian gizi lebih atau gemuk (overweight) pada
remaja dan dewasa di Indonesia semakin meningkat terutama di daerah
perkotaan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2010)
prevalensi nasional kegemukan di Indonesia pada kelompok usia di atas 15
tahun sudah mencapai 19.1%. Dewasa ini masyarakat belum menyadari
sepenuhnya bahaya kegemukan, bahkan ada yang memandangnya sebagai
lambang kemakmuran (Khomsan 2002). Laju kejadian kegemukan meningkat
bersamaan dengan munculnya faktor risiko kardiovaskular (sindrom metabolik)
(James 2008; WHO 2007). Selain itu kegemukan dapat menurunkan ekspektansi
hidup karena meningkatkan laju mortalitas(Mann & Stewart 2007).
Kegemukan merupakan kondisi kompleks yang merupakan kombinasi dari
beberapa faktor, seperti genetik, budaya, perilaku, dan lingkungan. Penyebab
utama dari terjadinya kegemukan adalah kelebihan asupan energi yang tidak
sesuai dengan pengeluaran energi dalam jangka panjang (Riccardi et al 2004;
Swinburn et al 2004; Dehghan et al 2005). Kecenderungan kegemukan lebih
sering terjadi pada individu yang memiliki gaya hidup dengan tingkat aktifitas
ringan serta mengkonsumsi pangan tinggi kalori serta rendah zat gizi mikro
(WHO 2000; Popkin et al 2002; Swinburn et al 2004; Speiser et al 2005; James
2008).
Menurut Riskesdas (2007) persentase penduduk yang berumur lebih dari
10 rahun dengan aktifitas fisik ringan adalah 48.2%. Hal ini menunjukkan bahwa
hampir separuh dari remaja dan dewasa Indonesia kurang melakukan aktivitas
fisik sehari-hari. Kecenderungan kegemukan juga termasuk kecenderungan
kebiasaan makan yang kurang sehat, seperti makan di luar rumah dan
minuman berkalori (DiMeglio & Mattes 2000; Schulze et al 2004; Swinburn et al
2004; Vartanian et al 2007; Collison et al 2010).
Pada umumnya manusia memiliki preferensi tinggi terhadap substansi
yang memiliki rasa manis. Akhir-akhir ini terdapat perhatian penting mengenai
potensi asupan tinggi gula dalam minuman berkalori dan jus buah dalam
kontribusinya terhadap peningkatan risiko kegemukan (Mann & Stewart 2007).
Penilaian konsumsi pangan pada remaja dan dewasa Meksiko menunjukkan
bahwa konsumsi minuman berkalori menyumbang 20.1% dan 22.3% dari asupan
energi (Barquera et al 2008). Remaja dan dewasa mengkonsumsi minuman
berkalori lebih tinggi dibandingkan golongan umur lainnya. Hal ini ditunjukkan
oleh penelitian yang dilakukan oleh Bleich et al (2009) yang menunjukkan bahwa
pada tahun 1999-2004 dua pertiga orang dewasa (63%) (muda dan madya)
mengkonsumsi minuman bergula dan memperoleh sumbangan energi dari
minuman tersebut 293 kkal tiap harinya. Sementara itu, konsumsi gula pada pria
ditemukan lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Yabanci et al 2010).
Kegemukan yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh bukan hanya
disebabkan oleh konsumsi energi makanan yang berlebih tetapi juga dapat
disebabkan oleh konsumsi energi minuman berkalori (berkemasan atau tidak
berkemasan) yang turut berkontribusi pada total asupan energi seseorang.
Pengabaian terhadap sumbangan energi dari minuman tersebut berisiko
meningkatkan kegemukan. Penelitian ini penting dilakukan untuk menganalisis
aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan
perempuan gemuk dan tidak gemuk mengingat belum terdapat penelitian
berskala besar di Indonesia yang meneliti hal tersebut.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aktivitas fisik dan konsumsi
energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk.
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
(1) Mengetahui prevalensi laki-laki dan perempuan gemuk,
(2) Menganalisis tingkat aktivitas fisik pada laki-laki dan perempuan gemuk dan
tidak gemuk,
(3) Menganalisis kontribusi energi dari minuman berkalori terhadap total asupan
energi pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk,
(4) Menganalisis jenis dan jumlah konsumsi minuman berkalori pada laki-laki dan
(5) Menganalisis hubungan aktivitas fisik dan asupan energi dari minuman
berkalori dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan,
(6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi (gemuk dan tidak
gemuk).
Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi bagi berbagai
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja dan DewasaMasa remaja adalah tahap terjadinya pertumbuhan yang sangat cepat dan
transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan dari ketergantungan
menuju kemandirian dalam hidup bermasyarakat. Periode kehidupan ini sering
luput dari perhatian nutritionists, padahal pertumbuhan dan perkembangan pada
masa ini memiliki dampak penting pada kesehatan di masa dewasa. Remaja
mengalami pertambahan berat badan 50% dari berat badan mereka saat
dewasa, lebih dari 20% dari tinggi badan mereka saat dewasa, dan 50% dari
rangka mereka saat dewasa (Mann & Stewart 2007).
Ciri-ciri yang spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat,
perubahan emosional, dan perubahan sosial. Wahlquist (1997) menegaskan
bahwa dibandingkan fase anak-anak, pada fase remaja seseorang mengalami
perubahan pada karakteristik fisik, psikis, aturan sosial, dan tanggung jawab.
Satu hal yang penting akibat perubahan tersebut adalah kontrol yang berlebihan
terhadap pola konsumsi makanan dan minuman ke arah yang kurang baik.
Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan
psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini remaja cepat sekali terpengaruh
oleh lingkungan. Lebih jauh, kebiasaan makan dan minum pada remaja
dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutama iklan di televisi). Teman
(akrab) sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis
makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan
dirinya “terkucil” dan akan merusak rasa percaya diri (Mann & Stewart 2007).
Mann & Stewart (2007) mengatakan bahwa pada kenyataannya, remaja
wanita sering sekali mengalami masalah gizi. Remaja pria memiliki perilaku
makan dalam porsi besar untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein mereka.
Pada masa ini terjadi pemilihan pola makan yang salah dan meningkatnya
konsumsi energi yang tinggi yang berasal dari minuman berkalori. Remaja
memiliki beberapa masalah gizi, diantaranya adalah kekurangan gizi,
underweight, anorexia nervosa, membatasi asupan makanan, obesitas dan
diabetes, defisiensi zat besi dan anemia, dan defisiensi lainnya (kalsium, vit D,
iodium, vit A, asam folat, dan seng).
Masa remaja adalah masa perubahan sikap dan perilaku dalam memilih
makanan dan minuman, yang turut dipengaruhi teman sebaya dan lingkungan.
artinya remaja dapat melakukan sendiri pilihannya akan makanan dan minuman
dan kemandirian dalam mengelola dan menggunakan uang jajan. Perilaku
makan bagi sebagian besar remaja menjadi fashion atau ideologi. Kebiasaan
makan remaja sering menyimpang dari perilaku makan yang dianjurkan orangtua
mereka, diantaranya melewatkan sarapan pagi, sering mengkonsumsi soft
drinks, minuman berkalori, dan jus buah dibandingkan air putih, sering
mengkonsumsi cemilan, dan meningkatnya konsumsi fast foods.
Remaja tidak setiap hari makan buah dan sayur, sementara kudapan asin
dan manis (70%) dimakan beberapa kali (sepertiga dari mereka) setiap hari.
Salah satu masalah serius adalah konsumsi makanan olahan, seperti yang
ditayangkan dalam iklan televisi, secara berlebihan. Makanan ini terlalu banyak
mengandung gula serta lemak. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja
akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah
dewasa dan berusia lanjut (Mann & Stewart 2007).
Anak dan remaja berisiko mengalami kegemukan dan obes. Penelitian
menunjukkan bahwa 6-15% anak usia sekolah dan 20-30% remaja mengalami
overweight. Obesitas yang terjadi pada anak dapat menjadi faktor predisposisi
obesitas pada usia selanjutnya. Studi menunjukkkan bahwa lebih dari 26% obes
pada bayi dan anak masih akan menjadi obes 20 tahun yang akan datang (Mann
& Stewart 2007).
Hurlock (2004) menyatakan bahwa istilah dewasa (adult) berasal dari
bahasa latin adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran
yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Secara psikologis orang dewasa
adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan fisiknya. Selain itu orang
dewasa telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan
orang dewasa lainnya.
Masa dewasa dibagi menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa dini, masa
dewasa madya, dan masa dewasa lanjut. Masa dewasa dini dimulai pada umur
18 tahun hingga 40 tahun, saat terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis
yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa dini
merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan
harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 hingga
60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas
nampak pada setiap orang. Masa dewasa madya, dilihat dari sudut posisi usia
dengan masa remaja. Secara fisik, pada masa remaja terjadi perubahan yang
demikian pesat (menuju ke arah kesempurnaan/kemajuan) yang berpengaruh
pada kondisi psikologisnya, sedangkan masa dewasa madya juga mengalami
perubahan kondisi fisik, namun dalam pengertian terjadi penurunan/kemunduran,
yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kemudian masa dewasa
lanjut dimulai pada umur 60 tahun keatas hingga kematian, saat kemampuan
fisik dan psikologis cepat menurun (Hurlock 2004).
Bleich et al (2009) menunjukkan bahwa pada tahun 1999-2004 dua
pertiga orang dewasa (63%) (muda dan madya) mengkonsumsi minuman
berkalori. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumsi minuman
berkalori memiliki hubungan dengan epidemik kegemukan. Hal ini terlihat dari
meningkatnya asupan energi yang berasal dari soft drink dan minuman dengan
rasa buah sejak tahun 1977 sampai 2001 menjadi 135% yang diikuti dengan
berlipat gandanya prevalensi kegemukan. Hellert dan Kersting (2004)
menyebutkan bahwa minuman yang dikonsumsi dalam jumlah tertinggi oleh
dewasa di Jerman meliputi jus, soft drinks, dan susu, sedangkan teh dan kopi
dikonsumsi dalam jumlah sedikit.
Status Gizi
Status gizi seseorang dapat dinilai dengan berbagai cara. Indeks Massa
Tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator penilaian status gizi, khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Status gizi
dibedakan menjadi kurus, normal, dan gemuk (WHO 2007). Epidemik
kegemukan mulai dibicarakan pada tahun 1980 dan mulai menjadi masalah
kesehatan masyarakat pada tahun 1997 (James 2008). Klasifikasi terhadap
status gizi didasarkan pada Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan ini dilakukan
dengan cara membagi berat badan (kilogram) dengan hasil kuadrat tinggi badan
(meter). Berikut merupakan kategori status gizi berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) yang dikeluarkan oleh WHO (2007)
Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT
Status gizi IMT (kg/m2)
Underweight <18.5
Normal 18.5-24.9
Overweight ≥25.0
Pra-obes 25.0-29.9
Obesitas ≥30.0
Obesitas kelas I 30.0-34.9
Obesitas kelas II 35.0-39.9
Kegemukan digambarkan sebagai keadaan dimana asupan energi melebihi
pengeluaran sehingga energi yang berlebih disimpan dalam bentuk jaringan
adiposa (energi yang disimpan = asupan energi yang berasal dari makanan atau
minuman–energi yang dikeluarkan). Pengeluaran energi dari dalam tubuh
digunakan untuk laju metabolisme basal, aktivitas fisik, dan TEF (Thermal Energy
Food) (Mann & Stewart 2007).
Energi basal adalah energi yang digunakan untuk pemeliharaan dasar
seluruh sel tubuh, seperti sintesis protein, metabolisme otak, keseimbangan ion,
kontraksi jantung, sistem pencernaan, dan kerja otot. Jenis kelamin, umur, berat
badan, kondisi fisik, iklim, dan status hormonal mempengaruhi laju metabolisme
basal. Energi untuk aktivitas fisik adalah energi yang dibutuhkan untuk kerja otot
dan sejumlah kecil energi yang digunakan untuk laju jantung dan pernapasan
selama aktivitas. Energi yang dikeluarkan untuk aktivitas fisik tergantung pada
ukuran tubuh, durasi aktivitas, dan jenis aktivitas. TEF (Thermal Energy Food)
adalah produksi panas yang dihasilkan dari ingesti, digesti, dan absorpsi (Mann
& Stewart 2007).
Prevalensi kegemukan mulai meningkat sejak 20-30 tahun yang lalu.
Kegemukan menjadi masalah kesehatan utama pada remaja dan dewasa baik di
negara yang sedang berkembang maupun negara maju (Hamaideh et al 2010).
Alasan terjadinya kegemukan pada remaja belum ditemukan dengan jelas, tetapi
terdapat beberapa faktor yang berpengaruh didalamnya, seperti genetik,
lingkungan, dan perilaku. Faktor-faktor di atas termasuk riwayat keluarga,
kebiasaan makan yang tidak sehat, meningkatnya konsumsi makanan dan
minuman tinggi kalori, rendahnya aktivitas fisik, gaya hidup pasif, meningkatnya
tingkat stres, tingkat pendidikan orangtua, waktu tidur, pendapatan keluarga, dan
karakteristik lain seperti umur dan jenis kelamin (Hamaideh et al 2010).
Wymelbeke et al (2004) dalam penelitian meta-analisisnya mengatakan bahwa
diet, khususnya konsumsi minuman, dan aktivitas fisik mendapat perhatian
khusus sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kegemukan. Total asupan
energi berjumlah lebih tinggi jika energi dikonsumsi dalam bentuk cairan
dibandingkan dikonsumsi dalam bentuk padat.
Berdasarkan Riskesdas (2010) prevalensi penduduk dewasa (usia diatas
18 tahun) mengalami kegemukan adalah 16.6% pada laki-laki dan 26.9% pada
perempuan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Yabanci et al (2010) di Turki
sedangkan pada wanita dewasa 28.3%. Prevalensi obesitas pada pria dewasa
adalah 8.3%, sedangkan pada wanita dewasa 10.9%. Kebiasaan makan dan asupan gizi memiliki pengaruh terhadap risiko kegemukan. Peningkatan
konsumsi pangan yang memiliki kandungan energi, lemak, dan gula yang tinggi
diduga merupakan alasan utama terjadinya kegemukan.
Faktor Risiko Kegemukan
Laju kegemukan meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Selain faktor
genetik yang menyebabkan terjadinya kegemukan, faktor lingkungan dan gaya
hidup juga menjadi determinan penting dalam menyebabkan timbulnya epidemik
kegemukan. Review yang dilakukan oleh James (2008) menunjukkan bahwa dua
penyebab utama kegemukan adalah pola makan yang salah dan kurangnya
aktivitas fisik.
Kegemukan merupakan refleksi dari ketidakseimbangan antara konsumsi
energi dan pengeluaran energi. Penyebab kegemukan bersifat exogenous dan
endogenous. Exogenous adalah konsumsi energi yang berlebihan dan
endogenous yang berarti adanya gangguan metabolik di dalam tubuh. Misalnya,
adanya tumor pada hipotalamus sehingga penderita mengalami hiperphagia atau
nafsu makan berlebihan (Khomsan 2002).
Asupan makanan tinggi energi yang berlebih (tinggi lemak atau gula bebas
atau keduanya) meningkatkan risiko kelebihan akumulasi lemak. Akhir-akhir ini
terdapat perhatian penting mengenai potensi asupan tinggi gula dalam minuman
berkalori dan jus buah dalam kontribusinya terhadap peningkatan risiko
kegemukan pada anak (Mann & Stewart 2007).
Penurunan laju aktivitas fisik juga turut memainkan peranan penting dalam
meningkatkan laju kegemukan. Asupan tinggi makanan padat energi yang
biasanya memiliki sedikit kandungan mikronutrien merupakan faktor risiko
terjadinya kegemukan. Makanan padat energi memiliki kandungan tinggi lemak
dan gula serta lebih mudah dikonsumsi dibandingkan makanan lain. Tingginya
asupan gula, minuman ringan yang ditambah gula, sirup dan jus buah juga
menjadi faktor penyebab terjadinya kegemukan. Lingkungan menyediakan
dukungan sosial bagi asupan makanan dan berkontribusi terhadap kelebihan
asupan makanan. Berikut merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
Tabel 2 Tingkat bukti (level of evidence) faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan
Tingkat bukti Penurunan risiko Peningkatan risiko
Sangat kuat Aktivitas fisik yang teratur
Asupan serat yang tinggi
Gaya hidup sedentary (duduk terus menerus)
Asupan tinggi makanan padat energi dan kurang mikronutrien Kuat Lingkungan rumah dan sekolah
yang mendukung pemilihan makanan yang sehat bagi anak
ASI
Pemasaran makanan padat energi dan fast food
Asupan tinggi jus buah dan minuman ringan yang dimaniskan
Kondisi sosial ekonomi yang buruk
Sedang Makanan ber-indeks glikemik rendah (kandungan protein dalam makanan)
Porsi makan besar
Gaya hidup mengkonsumsi makanan di luar rumah
Pola makan yang salah Lemah Meningkatnya frekuensi makan Meningkatnya konsumsi alkohol
Kegemukan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat kompleks.
Menurut Wahlqvist (1997), konsumsi makanan dan pengeluaran energi dapat
mempengaruhi kegemukan secara langsung, sedangkan umur, jenis kelamin,
keturunan, stres, keadaan sosial-ekonomi, gaya hidup, iklim, dan obat-obatan
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan secara tidak langsung.
Faktor-faktor risiko kegemukan antara lain umur, jenis kelamin, pengeluaran
minuman, besar keluarga, dan pengeluaran rumah tangga.
Kejadian kegemukan meningkat pada usia dewasa, mencapai puncaknya
pada usia 40 pertengahan dan awal 50 untuk pria serta akhir 50 dan awal 60
untuk wanita (Khomsan 2002). Jenis kelamin merupakan faktor internal yang
menentukan kebutuhan gizi sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan status gizi. Perempuan lebih rentan mengalami peningkatan simpanan
lemak (Gibson 1990). Janghorbani et al (2007) menyatakan bahwa tingginya
prevalesi kegemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena
adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada laki-laki dan
perempuan. Penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan cenderung
mengkonsumsi sumber karbohidrat yang banyak pada masa pubertas,
sedangkan laki-laki cenderung mengkonsumsi makanan kaya protein. Di daerah
tertentu bisa saja laki-laki lebih banyak yang gemuk dibanding perempuan, hal ini
disebabkan oleh kebiasaan santai dalam penggunaan waktu senggang pada
laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan (WHO 2000; Proper et al
2006).
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
sumberdaya yang sama. Besar keluarga berhubungan dengan jumlah makanan
yang harus disediakan. Makin sedikit jumlah anggota keluarga, semakin mudah
terpenuhi kebutuhan makan seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, apabila
jumlah anggota keluarga banyak dan pendapatan terbatas, maka makanan yang
tersedia tidak mencukupi. Besar keluarga dan distribusinya diantara anggota
keluarga mempengaruhi konsumsi zat gizi di dalam suatu keluarga. Pendapatan
rumah tangga dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya
jumlah anggota keluarga (Prihartini 1996; Sanjur 1982).
Pengeluaran rumah tangga yang salah satunya digunakan untuk pangan
paralel dengan pendapatan rumah tangga. Pendapatan keluarga adalah jumlah
semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang
sebagai hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita.
Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti
pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997). Semakin
tinggi pendapatan akan semakin berisiko terhadap kejadian kegemukan (Erem et
al 2004).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai segala bentuk gerak tubuh yang
disebabkan oleh pergerakan otot dan rangka yang membutuhkan energi.
Aktivitas fisik dapat membantu memelihara keseimbangan energi dan mencegah
terjadinya kegemukan. Aktivitas fisik merupakan bentuk multidimensional yang
kompleks dari perilaku manusia yang meliputi perpindahan tubuh, mulai dari
perasaan gelisah sampai lari maraton. Aktivitas fisik tidak memiliki sinonim
dengan pengeluaran energi. Aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku,
sedangkan pengeluaran energi merupakan output dari perilaku tersebut (Gibney
et al 2008).
Tingkat aktivitas fisik yang rendah juga menjadi faktor penting dalam
penambahan berat badan. Hal ini terjadi karena perubahan gaya hidup (tidak
sempat berolahraga, memiliki pekerjaan yang dilakukan dengan duduk terus
menerus, dan memiliki anak), penuaan, dan mengidap suatu penyakit.
Urbanisasi, kemakmuran, dan modernisasi gaya hidup menimbulkan perubahan
pada pola aktivitas fisik. Gaya hidup modern membuat berkurangnya aktivitas
fisik sehari-hari (Mann & Stewart 2007).
Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam
makin modern dengan kemajuan teknologi mutakhir akan menimbulkan
kegemukan (Thomas 2003). Rissanen et al (2003) menyatakan bahwa
rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor paling dominan terhadap terjadinya
kegemukan. Sebagai contoh, kegemukan tidak terjadi pada para atlet yang aktif,
sedangkan para atlet yang berhenti melakukan latihan olahraga lebih sering
mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan.
Hasil penelitian Ottevaere et al (2011) menunjukkan bahwa peningkatan
prevalensi kegemukan merupakan hasil ketidakseimbangan antara asupan
energi dan pengeluaran energi. Kegemukan dapat disebabkan oleh gaya hidup
yang tidak sehat, seperti diet yang tinggi lemak dan karbohidrat dan rendahnya
tingkat aktivitas fisik yang dimiliki pada saat anak-anak sampai menjadi dewasa.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh HBSC (Health Behaviour in
School-aged Children) study menyebutkan bahwa hanya 12–42% remaja berumur 13
tahun dan 8-37% remaja 15 tahun yang memiliki aktivitas sedang hingga berat
sedikitnya 60 menit per hari.
Sebanyak 25% remaja berumur 11-15 tahun di Barat Daya dan Barat Laut
Inggris melakukan 60 menit aktivitas sedang hingga berat per hari dan 23.7%
dari seluruh remaja memiliki status gizi overweight atau obes. Remaja yang
memiliki tingkat aktivitas sedang hingga berat yang rendah memiliki konsekuensi
mengalami masalah kesehatan masyarakat, salah satunya kelebihan berat
badan (Boyle et al 2010).
Creber et al (2010) membuktikan bahwa pada penduduk Peru (bertempat
tinggal di pedesaan, perkotaan, dan desa-kota) dengan tingkat aktivitas fisik
rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami overweight (41.7%) dan
obesitas (24.8%) dibandingkan penduduk dengan tingkat aktivitas fisik sedang
atau tinggi, yang masing-masing 35.4% dan 16.1%. Hal ini didukung pula oleh
penelitian yang dilakukan oleh Li (2010) bahwa gaya hidup berupa aktivitas fisik
yang cukup dapat mengubah predisposisi genetik dari kegemukan. Aktivitas fisik
yang dilakukan secara teratur berhubungan dengan penurunan predisposisi
genetik dari kegemukan sebanyak 40%.
Konsumsi Pangan dan Asupan Energi Asupan energi dari makanan
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi konsumsi makanan dan minuman, yaitu: (1) karakteristik individu,
kesehatan; (2) karakteristik makanan atau minuman, seperti rasa, rupa, tekstur,
harga, tipe makanan, bentuk dan kombinasi makanan dan minuman; (3) karakter
lingkungan seperti musim, pekerjaan, mobilitas, dan tingkat sosial masyarakat.
Konsumsi makanan dan minuman ini merupakan salah satu komponen dalam
gaya hidup yang dimiliki seseorang.
Gaya hidup adalah cara hidup seseorang atau masyarakat yang dapat
diamati dari kegitan fisik, sosial, ekonomi dan penggunaan uang, waktu dan
teknologi (Anonim 2011). Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang,
yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu
yang dimilikinya. Gaya hidup seringkali digambarkan dengan kegiatan, minat,
dan opini dari seseorang (Sumarwan 2002).
Pendidikan dan pendapatan akan mempengaruhi proses keputusan dan
pola konsumsi seseorang. Tingkat pendidikan seseorang akan mepengaruhi
nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya
terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik
akan sangat responsif terhadap informasi dan mempengaruhi pilihan produk
maupun merek. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang
konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan
adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen karena dengan
pendapatan itulah konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya
(Sumarwan 2002).
Khomsan dan Sulaeman (1996) menyatakan makanan mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Makanan merupakan kebutuhan
dasar manusia yang terpenting dalam peningkatan kualitas fisik, mental, dan
kecerdasan. Disamping untuk menghilangkan rasa lapar, fungsi utama dari
makanan adalah sebagai sumber kehidupan, yaitu sebagai sumber zat gizi untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, air, dan sebagainya.
Asupan energi dari minuman berkalori
Gula intrinsik merupakan istilah yang diberikan untuk menyatakan gula
yang bersatu dengan dinding sel tanaman yang secara alami berikatan dengan
zat gizi penting lainnya, sedangkan gula ekstrinsik merupakan gula yang
ditambahkan ke dalam makanan. The FAO/WHO Expert Consultation on diet,
nutrition, and the prevention of chronic diseases mengatakan bahwa penggunaan
yang ditambahkan ke dalam makanan melalui proses produksi, pengolahan
pasca produksi, dan konsumsi serta gula yang secara alami terdapat dalam
madu, sirup, dan jus buah. Konsumsi gula disarankan berkontribusi kurang dari
10% dari total energi (Mann & Stewart 2007).
Selama beberapa periode, total asupan gula bebas meningkat dengan
tajam. Peningkatan ini disebabkan oleh penggunaan pemanis buatan yang
berasal dari jagung (fructose corn syrup) yang diproduksi dengan cara
pemotongan pati jagung secara enzimatis. Pemanis jagung memiliki kesamaan
rasa dengan sukrosa tetapi harganya lebih murah dibandingkan sukrosa.
Pemanis buatan jagung digunakan dalam produksi beberapa jenis makanan,
seperti soft drink, bahan makanan yang dikalengkan, jelly, selai, dan salad untuk
makanan penutup (Pennington & Baker 1990).
Glukosa adalah sumber energi yang penting untuk otak, sel darah merah,
dan medula ginjal yang kebutuhan hariannya sekitar 180 g/hari. Sekitar 130
g/hari dapat diproduksi tubuh dari sumber non-karbohidrat melalui proses
glukoneogenesis dan 50 g/hari diperoleh dari asupan makanan atau minuman.
The WHO/FAO Expert Consultation on diet, nutrition, and the prevention of
chronic diseases (2003) mengatakan bahwa karbohidrat memiliki nilai energi
sebesar 4 kkal/g (17 KJ/g) dan ketika karbohidrat dipecah sebagai monosakarida
memiliki nilai energi 3.75 kkal/g (15.7 KJ/g). The FAO/WHO Expert Consultation
menyatakan bahwa nilai energi karbohidrat yang mencapai kolon menjadi 2
Kkkal/g (8 KJ/g) (Mann & Stewart 2007).
Asupan gula bebas pada orang amerika menyumbang sekitar 20%
rata-rata asupan kalori. Kelompok usia tertentu seperti remaja memiliki konsumsi
minuman berkalori yang tinggi. Salah satu alasan konsumsi gula yang tinggi
adalah rasa yang manis. Manusia memiliki preferensi yang tinggi terhadap
substansi yang memiliki rasa manis. Hal ini terlihat dari peninggalan sejarah
berupa gambar-gambar di gua yang menceritakan mengenai kesukaan manusia
purba kala terhadap madu, buah ara, dan kurma (Mann & Stewart 2007).
Terdapat bukti yang menyatakan bahwa rasa manis disukai manusia sejak
lahir, bukan sebagai hasil pembelajaran. Penelitian terhadap respon rasa pada
bayi yang baru lahir menunjukkan bahwa rasa manis lebih diterima dibanding
rasa yang lain. Terdapat pula bukti yang menyatakan bahwa makanan yang
memiliki rasa manis akan semakin tidak diterima dengan bertambahnya umur
Bleich et al (2009) membagi minuman berkalori ke dalam 6 jenis, yaitu:
minuman bergula, jus, minuman diet, susu (termasuk yang memiliki rasa), kopi
atau teh, dan alkohol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bleich et al (2009)
menunjukkan bahwa minuman bergula merupakan sumber kalori minuman
tertinggi dibandingkan minuman lainnya. Hellert dan Kersting (2004)
menyebutkan bahwa minuman yang dikonsumsi dalam jumlah tertinggi dalam
DONALD Study yang berlokasi di Jerman meliputi jus, soft drinks, dan susu,
sedangkan teh dan kopi dikonsumsi dalam jumlah sedikit.
CODEX mengklasifikasikan jenis minuman kemasan yang digunakan
secara global berdasarkan dua kategori. Kategori yang pertama adalah susu dan
produk turunannya, sedangkan kategori kedua adalah minuman tanpa alkohol
dan minuman beralkohol. Kelompok susu dan turunannya meliputi susu segar,
susu bubuk, susu kental manis, dan susu fermentasi. Kelompok minuman tanpa
alkohol meliputi air mineral, jus, nektar, minuman berasa, dan minuman lainnya.
Berikut tabel klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX (FAO & WHO
2010)
Tabel 3 Klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX
Kategori Sub kategori Jenis produk 1. Susu
Minuman dari semua susu binatang (sapi, kambing, kuda, kerbau, dll) dan produk
minuman yang diolah dari susu
1) Susu cair 2) Susu bubuk 3) Susu kental
manis
4) Susu fermentasi
Susu cair, susu bubuk, susu rekonstitusi (dicairkan kembali dari bubuk), susu kental manis, yoghurt, dan es krim
2. Minuman bukan susu 1) Minuman non-alkohol
Air minum :
a. Air mineral alami b. Air soda
Jus buah dan sayur : a. Jus buah b. Jus sayur
c. Konsentrat jus buah d. Konsentrat jus sayur Nektar buah dan sayur :
a. Nektar buah b. Nektar sayur
c. Konsentrat nektar buah d. Konsentrat nektar sayur Minuman berasa, termasuk minuman olahraga, minuman berenergi, elektrolit, dan khusus. Minuman lain, meliputi kopi, teh, herbal dan lainnya.
Air mineral adalah air yang diperoleh langsung dan dikemas dari
sumbernya, yang dicirikan oleh keberadaan kandungan mineral atau zat lain
yang tersedia secara alami dalam batas yang diperkenankan. Air soda adalah air
minum yang sengaja dikarbonasi, dapat juga ditambahkan perasa dan/atau
pewarna. Jus buah/sayur adalah cairan dari buah atau sayur tidak termasuk
daging buah atau komponen sayur selain cairannya yang bukan difermentasi.
Terdapat pula jus yang lebih kental (konsentrat) yang airnya diminimalkan baik
dari jus buah ataupun dari jus sayur.
Nektar buah/sayur adalah ekstrak dari buah atau sayur, dapat berupa
konsentrat yang perlu dilarutkan sebelum dikonsumsi, atau berupa ekstrak yang
telah diencerkan dengan air sehingga siap dikonsumsi. Nektar lebih banyak
mengandung zat fitokimia dibanding jus. Minuman berasa meliputi minuman
berkarbonasi, tidak berkarbonasi, atau konsentrat yang dilarutkan dalam air.
Dalam kategori ini juga termasuk minuman berenergi, minuman isotonik, dan
minuman olahraga. Minuman lainnya meliputi kopi, teh dan herbal.
Sukrosa dan pemanis lain masuk ke dalam tubuh melalui diet dengan
berbagai cara, seperti gula yang ditambahkan ke dalam kopi atau teh, gula yang
terdapat dalam permen, kue, dan biskuit. Bahkan, makanan atau minuman yang
memiliki sedikit kandungan gula juga ikut berkontribusi dalam asupan gula
seseorang. Sejak tahun 2003 gula menjadi sumber energi kedua dari karbohidrat
setelah pati. Pati menyumbang 20-50% dari total energi, sedangkan gula 9-27%
dari total energi (Mann & Stewart 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hu dan Malik (2010) menunjukkan
bahwa asupan energi dari minuman bergula dan jus pada dewasa mengalami
peningkatan sejak tahun 1965 hingga tahun 2002 dan menurun hingga tahun
2006. Asupan energi dari susu menurun dari tahun 1965 hingga 1989 dan
meningkat hingga tahun 2006. Rata-rata asupan energi/orang/hari yang berasal
dari minuman bergula, jus, dan susu dewasa pada tahun 2006 adalah 200 kkal,
30 kkal, dan 80 kkal. Barquera et al (2008) menemukan bahwa kelompok usia
19-29 tahun Meksiko memiliki asupan energi dari minuman berkalori yang lebih
tinggi, yaitu 338 kkal, dibandingkan kelompok usia yang lain. Sebanyak 117 kkal
diantaranya diperoleh dari energi teh dan kopi yang dikonsumsi. Susu, minuman
bergula berkarbonasi/tidak berkarbonasi, jus buah dengan penambahan gula,
dan alkohol merupakan 4 minuman yang sering diminum oleh remaja dan
Keputusan Ka.Badan POM (Pemeriksa Obat dan Makanan) No.
HK.00.05.52.4040 Tanggal 9 0ktober 2006 tentang Kategori Pangan menetapkan
kategori minuman sebagai berikut :
Tabel 4 Kategori minuman menurut BPOM
No Kategori Sub kategori Jenis
- Susu pasteurisasi
- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Susu steril
- Susu tanpa lemak atau susu skim - Susu rendah lemak
- Susu rekonstitusi - Susu rekombinasi
- Susu lemak nabati/susu minyak nabati (Filled
- Minuman susu berperisa - Minuman mengandung susu - Minuman susu fermentasi berperisa - Minuman yoghurt berperisa - Lassi
1. Susu fermentasi (plain)
2. Susu yang digumpalkan dengan enzim renin (plain)
1. Susu kental (plain)
2. Krimer minuman (bukan susu)
2 Minuman 3. Nektar buah dan nektar sayur
4. Minuman berbasis air berperisa, termasuk minuman olahraga atau elektrolit dan minuman berpartikel
Minuman Berkalori dan Kegemukan
Wymelbeke et al (2004) membuktikan bahwa subyek overweight yang
mengkonsumsi sukrosa dalam jumlah besar dalam bentuk cairan akan
mengalami peningkatan asupan energi, berat badan, dan massa lemak tubuh
dibandingkan mengkonsumsi cairan dalam jumlah sama yang mengandung
pemanis buatan. Bahkan, Lopez et al (2010) mendukung pernyataan tersebut
dengan mengatakan bahwa konsumsi minuman berkalori yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan asupan energi.
Terdapat hubungan antara persentase energi dari lemak dengan
persentase energi dari karbohidrat dalam makanan karena dua zat gizi ini
memiliki kontribusi melebihi 80% terhadap total energi. Kalori dalam cairan
kurang diperhitungkan dibandingkan dengan kalori dari makanan padat (Bleich et
al 2009). Minuman soda dengan kadar gula tinggi memiliki kandungan air yang
tinggi dan densitas energi yang rendah. Densitas energi yang rendah tidak
memiliki dampak perbandingan pada kepuasan dan asupan makanan ad libitum.
Efek fisiologis asupan energi terhadap kekenyangan terlihat berbeda antara
makanan padat dan cairan. Energi dari minuman berkalori (yang umumnya
memiliki kandungan gula tinggi) kurang dirasakan efek kenyangnya dibandingkan
asupan energi dari makanan padat karena berkurangnya penggelembungan
lambung dan waktu transit yang lebih cepat. Konsumsi minuman soda dengan
kadar gula tinggi dalam jumlah yang melebihi batas normal memberikan asupan
energi yang tinggi pula yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan
berat badan (Gibney et al 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Bleich et al (2009) diketahui bahwa konsumsi
minuman berkalori memiliki hubungan dengan epidemik kegemukan. Hal ini
terlihat dari meningkatnya asupan energi yang berasal dari soft drink dan
minuman dengan rasa buah sejak tahun 1977 sampai 2001 menjadi 135% yang
diikuti dengan berlipat gandanya prevalensi kegemukan. Penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa persentase kalori dari minuman berkalori meningkat
melebihi 50%.
Hasil penelitian Hu dan Malik (2010) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara asupan minuman berkalori dengan penambahan
berat badan. Minuman berkalori memiliki kontribusi terhadap penambahan berat
badan karena terdapat penambahan asupan energi saat makan berikutnya
KERANGKA PEMIKIRAN
Kegemukan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karakteristik individu
dan keluarga, aktivitas fisik, dan konsumsi pangan serta asupan gizi.
Karakteristik individu terdiri dari umur, jenis kelamin, dan pengeluaran untuk
minuman. Karakteristik individu akan menentukan status gizi seseorang yang
pada akhirnya berhubungan dengan kebutuhan energinya. Karakteristik keluarga
terdiri dari jumlah anggota keluarga dan pengeluaran rumah tangga. Karakteristik
ini menentukan pola konsumsi pangan keluarga yang secara langsung
mempengaruhi pola konsumsi pangan individu.
Selain karakteristik individu, aktivitas fisik juga turut menentukan kebutuhan
energi seseorang. Konsumsi pangan seseorang terdiri dari konsumsi makanan
dan konsumsi minuman berkalori. Makanan dan minuman berkalori yang
dikonsumsi akan memberikan sumbangan energi bagi total asupan energi sehari.
Energi makanan akan lebih mudah dihitung dibandingkan energi dari minuman
berkalori. Asupan energi yang berasal dari makanan dan minuman berkalori akan
menentukan tingkat kecukupan energi seseorang. Selain aktivitas fisik, tingkat
Gambar 1 Kerangka pemikiran aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk
Berat badan dan Tinggi badan
Kebutuhan energi Karakteristik
individu Aktivitas fisik
Karakteristik keluarga
Konsumsi pangan
Asupan energi dari makanan
Asupan energi dari minuman berkalori
Tingkat kecukupan
energi
Kegemukan
METODE
Disain, Tempat dan WaktuPenelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum
dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda
yang dilaksanakan oleh tim THIRST-The Indonesian Regional Hydration Study
(kuesioner terlampir di Lampiran 1). Oleh karena itu, disain penelitian ini secara
keseluruhan mengacu pada disain penelitian tersebut yang menggunakan disain
cross sectional study. Wilayah penelitian ini terdiri dari 6 lokasi yaitu Bandung
Barat–Jawa Barat; Malang–Jawa Timur; Malino–Sulawesi Selatan; Jakarta
Utara–DKI Jakarta; Surabaya-Jawa Timur; dan Makasar–Sulawesi Selatan.
Pengumpulan data penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja
dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda dilakukan dari akhir tahun 2008
sampai awal tahun 2009 (Hardinsyah dkk 2010). Pengolahan, analisis, dan
interpretasi data dilakukan pada bulan Maret-Juli 2011 di Kampus IPB Darmaga
Bogor, Jawa Barat.
Jumlah dan Cara Penarikan Subyek
Subyek penelitian ini adalah kelompok remaja (laki-laki dan perempuan)
berusia 15-18 tahun dan kelompok dewasa (laki-laki dan perempuan) berusia
25-55 tahun yang bermukim di lokasi penelitian. Jumlah subyek dihitung
berdasarkan rumus perhitungan jumlah subyek minimal penelitian cross
sectional study dengan mempertimbangkan proporsi dehidrasi diasumsikan
sebesar 30%, seperti berikut:
n ≥ za2 x p (1 – p)/d2
n = jumlah subyek minimum
za2 = 1,96
p = 0,3 atau 30% (Mantz & Wentz 2005)
d = perkiraan akurasi prediksi (0,1)
Jumlah subyek minimal untuk tiap jenis kelamin (laki-laki/perempuan) dan
kelompok umur (remaja/dewasa) di masing-masing lokasi penelitian adalah 41,
yang dibulatkan menjadi 50 untuk mengantisipasi kehilangan subyek dan
meningkatkan ketepatan penelitian. Mempertimbangkan dua kelompok jenis
kelamin, dua kelompok umur dan enam lokasi penelitian, maka jumlah total
subyek adalah 1200.
Kelompok usia remaja merupakan pelajar SMU, maka cara penarikan
TB (m) x TB (m) BB (kg)
banyak di masing-masing lokasi penelitian. Pemilihan subyek dewasa dilakukan
dengan cara memilih guru dan karyawan sekolah yang bermukim di lokasi
penelitian. Subyek akhir yang diperoleh dan diolah dalam penelitian ini berjumlah
606 orang untuk remaja dan 594 orang untuk dewasa.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data penelitian THIRST
(Hardinsyah dkk, 2010) yang diperoleh dalam bentuk electronic file. Data terdiri
atas variabel karakteristik individu dan keluarga, pengetahuan tentang air minum,
kebiasaan minum, kebiasaan buang air, muntah, dan keringat, tanda-tanda
dehidrasi, aktivitas fisik, karakteristik kesehatan individu, serta konsumsi
makanan dan minuman. Penelitian ini menggunakan beberapa data penelitian
THIRST yang memungkinkan dalam analisis mengenai hubungan aktivitas fisik
dan konsumsi energi minuman berkalori dengan Indeks Massa Tubuh. Tabel 5
berisi daftar jenis dan cara pengumpulan data yang digunakan
Tabel 5 Aspek, cakupan data, dan metode yang digunakan dalam pengumpulan data
Aspek Cakupan Metode
Sosial-ekonomi-demografi
Karakteristik individu dan keluarga (umur, jenis kelamin, besar keluarga, pengeluaran minum dan pengeluaran keluarga)
Kuesioner diisi sendiri diawali penjelasan
Indeks Massa Tubuh
Berat badan dan tinggi badan Pengukuran langsung menggunakan timbangan analog dan microtoise untuk tinggi badan
Aktivitas fisik Jenis dan durasi aktivitas fisik dan olahraga selama satu minggu
Kuesioner diisi sendiri (pencatatan langsung) diawali penjelasan
Asupan makanan dan minuman
Jenis, merk, jumlah, dan frekuensi mengkonsumsi makanan dan minuman
Wawancara selama 7 hari (semi-FFQ)
Pengolahan dan Analisis Data
Status Gizi. Status gizi remaja dihitung berdasarkan standar penilaian status gizi berdasarkan IMT menurut umur. Berikut merupakan rumus
perhitungan IMT dan standar penilaian status gizi remaja dan dewasa (WHO
2007)
IMT =
Tabel 6 Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT menurut umur Umur
(Tahun)
Laki-laki Perempuan
∑ (PARi x Wi)
24 jam
Tabel 7 Kategori status gizi dewasa berdasarkan IMT
Status gizi IMT (kg/m2) Kurus (Underweight) <18.5
Normal 18.5-24.9
Gemuk (Overweight) ≥25.0
Nilai indeks massa tubuh (IMT) yang normal untuk dewasa berkisar antara
18.5-24.9 (kg/m2). Subyek dikatakan kurus (Kekurangan Energi Kronis/KEK) bila
IMT < 18.5 9 (kg/m2) dan mengalami kegemukan bila IMT ≥ 25 9 (kg/m2) (WHO 2007). Subyek gemuk dalam penelitian ini terdiri dari subyek yang mengalami
overweight dan obesitas, sedangkan subyek tidak gemuk terdiri dari subyek
dengan status gizi kurus dan normal. Persentase remaja gemuk adalah 13.5%.
Sementara itu, persentase dewasa gemuk adalah 50.5%. Hal ini berarti tidak
sebanding untuk dibandingkan, maka analisis selanjutnya tidak
mempertimbangkan kelompok umur, tetapi hanya distribusi jenis kelamin.
Tingkat Aktivitas Fisik. Aktivitas fisik diketahui melalui kombinasi metode tiga hari recall dan metode tiga hari record yang dilakukan pada hari yang
berbeda, yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Pengukuran aktivitas fisik
dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu
melakukan aktivitas dalam sehari. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa aktivitas
fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam
penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya
aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL
(Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya
energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAR
(Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik
menurut WHO/FAO (2004) tercantum dalam Lampiran 2. PAL ditentukan dengan
rumus sebagai berikut :
PAL =
Keterangan: PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PARi : Physical activity rate dari masing-masing aktivitas(jumlah energi
yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam)
Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas
Perhitungan di atas dijelaskan dengan contoh kasus sebagai berikut :
Seorang wanita memiliki 8 jam waktu tidur (8 x 1.0 = 8), 4 jam waktu melakukan
pekerjaan rumah tangga (4 x 1.7 = 6.8), 4 jam waktu menonton televisi (4 x 1.4 =
dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian waktu (jam) dan PAR sehingga
diperoleh nilai PAL selama 24 jam adalah 32.4 kkal. Rata-rata nilai PAL selama
24 jam adalah 1.40 kkal/jam. Hal ini berarti wanita tersebut memiliki tingkat
aktivitas fisik ringan.
Tabel 8 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori Nilai PAL Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69 Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99 Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40
Konsumsi Pangan. Data konsumsi pangan meliputi jenis dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh subyek dalam satu minggu. Data
konsumsi makanan kemudian dikonversi ke dalam kandungan energi sesuai
tabel DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). DKBM tidak memuat
kandungan energi minuman berkalori, oleh karena itu kandungan energi dari
minuman berkalori diperoleh dari kandungan yang tercantum pada labelnya
(Lampiran 3); dan bagi minuman berkalori lainnya yang tidak berlabel dihitung
berdasarkan jumlah tambahan gula. Kandungan energi dalam 100 gram gula
pasir adalah 364 kkal. Konsumsi gula yang ditambahkan ke dalam makanan dan
minuman yang dianjurkan WHO maksimal 10% dari total energi (WHO 2003).
Kebutuhan energi dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Energi dalam
WNPG VIII tahun 2004 yang didasarkan pada Oxford Equation. Angka
kecukupan energi merupakan jumlah rata-rata energi yang dibutuhkan dalam
suatu populasi. Kebutuhan energi individu pada penelitian ini diperoleh dengan
menghitung kebutuhan energi sesuai berat badan aktual berdasarkan energi
basal metabolisme (EBM) yang dikoreksi dengan PAL dan Thermal Energy Food
(10% dari EBM). Berikut tabel metode perhitungan EBM pada remaja (Tabel 9)
dan dewasa (Tabel 10)
Tabel 9 Oxford Equation untuk estimasi kebutuhan energi remaja
No Umur Persamaan EBM Kebutuhan Energi
Laki-laki :
EBM + (10% EBM) 1 13-15 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25
2 16-18 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25 Perempuan :
3 13-15 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25 4 16-18 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25
Keterangan:
U = Umur, B = Berat badan, TB = Tinggi badan
Tabel 10 Oxford Equation untuk estimasi kebutuhan energi dewasa No Umur Persamaan EBM Koreksi Umur Kebutuhan Energi
Laki-laki :
EBM x PAL* x Koreksi umur
x (10% EBM) 1 19-29 th 16.8B + 498 1.00
2 30-49 th 16.0B + 462 0.95 3 50-64 th 16.0B + 462 0.95
Perempuan :
5 19-29 th 13.4B + 517 1.00 6 30-49 th 9.59B + 687 0.95 7 50-64 th 9.59B + 687 0.95
Keterangan:
U = Umur, B = Berat badan, TB = Tinggi badan, EBM = Energi Basal Metabolisme *PAL pada penelitian ini digunakan PAL masing-masing subyek
Data status gizi, tingkat aktivitas fisik, dan asupan energi dari minuman
berkalori yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan
program komputer Microsoft Excell dan SPSS versi 16 for Windows. Proses
pengolahan meliputi entry, coding, editing, cleaning, dan analisis. Hasil
pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis
statistik korelasi Pearson digunakan untuk menguji hubungan antara tingkat
aktivitas fisik dengan status gizi, begitu pula dengan hubungan antara konsumsi
minuman berkalori terhadap status gizi. Analisis perbandingan karakteristik
individu dan keluarga, IMT, aktivitas fisik, dan asupan energi minuman berkalori
pada subyek gemuk dan tidak gemuk serta pada laki-laki dan perempuan
dilakukan dengan menggunakan uji t. Cara membaca hasil uji t adalah terlebih
dahulu melihat Levene’s test untuk uji homogenitas (perbedaan varians). Data
bersifat homogen jika p>0.05 dan tidak homogen jika p<0.05. Jika data homogen,
maka hasil uji beda dilihat dari equal variance assumed dan jika data tidak
homogen, maka hasil uji beda dilihat dari equal variance not assumed.
Definisi Operasional
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah nilai yang diperoleh dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m2),
yang digunakan sebagai dasar penentuan status gizi.
Status Gizi adalah keadaan gizi seseorang yang menunjukkan pemenuhan kebutuhan gizi yang dikelompokkan menjadi kurus, normal, dan gemuk.