• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kambing Peranakan Etawah Betina Terhadap Produksi Susu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kambing Peranakan Etawah Betina Terhadap Produksi Susu"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN UKURAN

-

UKURAN TUBUH TERNAK KAMBING

PERANAKAN ETAWAH BETINA

TERHADAP PRODUKSI SUSU

SKRIPSI

YUDHI KRISMANTO

PROGRAM ALIH JENIS

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

YUDHI KRISMANTO. 2011. Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh Ternak

Kambing Peranakan Etawah Betina terhadap Produksi Susu. Skripsi. Program Alih Jenis, Departemen Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Afton Atabany ,M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Sri Darwati, M.Si

Induk kambing Peranakan Etawah (PE) memiliki produktivitas yang dipengaruhi oleh factor genetik, pakan, manajemen pemeliharaan dan lingkungan yang saling berkaitan. Produksi dan reproduksi memiliki peranan penting dalam berjalannya suatu usaha peternakan. Pengamatan terhadap produksi dapat dilakukan berdasarkan informasi sifat morfologik pada ternak dan kemampuannya dalam menghasilkan susu. Pencatatan produksi susu sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat produksi susu yang dihasilkan oleh ternak perah. Ukuran-ukuran tubuh dapat dimanfaatkan untuk menaksir kemampuan ternak dalam memproduksi susu.

Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi penampilan ternak kambing PE dari beberapa lokasi peternakan yang berbeda melalui pengamatan sifat produksi serta ukuran tubuh yang tepat untuk digunakan dalam menduga produksi susu melalui model matematika terbaik untuk menunjukkan hubungan tersebut. Penelitian dilaksanakan di lima lokasi Peternakan yang terletak di empat lokasi di Kabupaten Tasikmalaya (desa Sukaharja, desa Karsa Menak, desa Malaganti dan desa Sariwangi) dan desa Bojong Kantong, Kabupaten Banjar, Jawa Barat pada bulan Februari 2011 sampai dengan Maret 2011. Materi yang digunakan adalah induk kambing PE laktasi ke-2 sebanyak 20 ekor setiap lokasi peternakan. Data dianalisis secara deskriptif dan menggunakan Analisis Korelasi dan Regresi. Penggunaan factor penduga dalam persamaan Regresi Linier Ganda hanya pada dua peubah dari beberapa peubah yang ada berdasarkan koefisien determinasi (R2) tertinggi dan tingkat keakurasian hasil pendugaan yang terbaik dari seluruh percobaan antar peubah-peubah lain yang digunakan sebagai factor penduga. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penghitungan dan pengukuran factor penduga di lapangan. Peubah-peubah yang diamati pada penelitian ini adalah 1) ukuran-ukuran tubuh, meliputi : lingkar dada, dalam dada, lebar dada, panjang telinga, tinggi badan, panjang badan, volume kelenjar susu, volume puting, volume ambing, dalam ambing, lingkar ambing, panjang puting, lingkar puting, bobot badan, lingkar metatarsus; 2) produksi susudan 3) efisiensi pakan terhadap produksi susu.

Ukuran tubuh yang dimiliki tidak semua mempunyai tingkat keeratan yang tinggi terhadap produksi susu.Tingkat keeratan hubungan yang tinggi hanya ditunjukkan pada volume ambing, lingkar dada, lebar dada, dalam dada dan lingkar ambing. Performa produksi ternak kambing PE memberikan hasil yang berbeda pada setiap peternakan yang diamati, akan tetapi memiliki kecenderungan yang sama untuk ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai factor penduga produksi susu.

(3)

Ukuran-ukuran tubuh meliputi panjang telinga, tinggi badan, bobot badan dan lingkar

metatarsus dari penelitian di kelima farm tidak memiliki pengaruh terhadap produksi susu.

Model yang paling sesuai untuk menduga produksi susu pada kelompok pemeliharaan ternak yang berbeda, yaitu persamaan Regresi Linier. Penggunaan persamaan tersebut didasarkan pada akurasi hasil dugaan yang paling mendekati dengan hasil pencatatan yang sebenarnya. Keeratan hubungan antara produksi susu dengan ukuran-ukuran tubuh tersebut adalah dimensi ambing memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap produksi susu yang dihasilkan induk kambing perah. Nilai regresi terhadap produksi susu dibanding faktor penduga lainnya dengan persamaan Linier yaitu Produksi Susu = -34,5 + 0,870 Volume Ambing dengan nilai determinasi 98,3% dan persamaan Linier Ganda yaitu Produksi Susu = -756 + 0,501 Volume Ambing + 0,216 Volume Puting + 35,2 Lingkar Puting dengan nilai determinasi 99,0%.

Volume ambing, volume puting dan lingkar puting memiliki korelasi yang positif dan nyata terhadap produksi susu. Ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam menilai produksi susu seekor ternak kambing yaitu volume ambing, volume puting, lingkar puting, dalam ambing dan lingkar dada.

(4)

ABSTRACT

Livestock Body Measure Relationship of FemaleEtawah Grade Goat to Milk Production

Krismanto, Y., A. Atabany and S. Darwati

Etawah Grade goats productivity will influenced by genetic factors, environmental and their interaction. This can be demonstrated from the performance of production and reproduction. This research aimed to complete the information of Etawah Grade goat performance from several different locations, through the observation of production and to determine the proper size for use in milk production. The results showed that the milk production and body size have a positive relationship. Not all of body sizes have a high level of proximity to the milk production. Udder volume, chest circumference, chest length, and chest circumference in the udder have a high of affinity relationship to milk production. There is high score of correlation analysis was found in the relationship between milk production with udder volume that showed on KTMRSM Farm (0.992) , KTKM Farm (0.965), KTTKSM Farm (0.905), PBA Farm (0.984), and UPTDPTM Farm (0.889).

(5)

HUBUNGAN UKURAN

-

UKURAN TUBUH TERNAK

KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA

TERHADAP PRODUKSI SUSU

YUDHI KRISMANTO

D14086028

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM ALIH JENIS

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kambing Peranakan Etawah Betina Terhadap Produksi Susu

Nama : Yudhi Krismanto

NIM : D14086028

Menyetujui,

Pembimbing Utama

(Ir. Afton Atabany,M.Si.) NIP: 19640521 199512 1 002

Pembimbing Anggota

(Ir. Sri Darwati,M,Si.) NIP : 19631003 198903 2 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M,Agr.Sc) NIP : 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Desember 1987 dari pasangan

Bapak Dirgantara Nanang E. S. dan Ibu Yuminah. Penulis merupakan anak pertama

dari dua bersaudara.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1993 sampai tahun 1995 di SDN 09

Pagi, Kebon Baru, Jakarta dan dilanjutkan di SDN 07, Bojonggede, Bogor hingga

lulus pada tahun 1999. Pendidikan dilanjutkan di tahun yang sama di SLTPN 12

Bogor dan lulus di tahun 2002. Pendidikan lanjutan berikutnya dilaksanakan di SMUN

2 Bogor pada tahun 2002 hingga lulus pada tahun 2005.

Tahun 2005, Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) sebagai

mahasiswa di Program KeahlianTeknologi dan Manajemen Ternak hingga lulus pada

tahun 2008. Penulis melanjutkan studi di Program Alih Jenis di Departemen Produksi

dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun

yang sama.

Selama di program keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Institut

Pertanian Bogor, penulis telah melaksanakan serangkaian kegiatan Praktik Kerja

Lapangan selama 1,5 bulan (14 Juli-18 Agustus 2007) di PT Widodo Makmur

Perkasa, Cileungsi, Kabupaten Bogor yang bergerak dibidang penggemukkan sapi

potong dan di PT Manggis selama 3 bulan (10 Febuari-10 Mei 2008) yang bergerak di

bidang produksi bibit ayam petelur. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Peternakan, Penulis mempersembahkan karya ilmiah dalam bentuk skripsi

dengan judul “Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kambing Peranakan Etawah

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim,

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat

dan hidayah-Nya, penulis menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

”Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh Ternak Kambing Peranakan Etawah Betina

Terhadap Produksi Susu” dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Peternakan (S.Pt) pada Program Alih Jenis, Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara ukuran tubuh

ternak kambing Peranakan Etawah terhadap tingkat produksi susu yang dihasilkan.

Penelitian bermanfaat untuk mengetahui ukuran tubuh yang dapat dijadikan sebagai

dasar untuk menentukan ternak yang memiliki produksi susu yang baik.

”Tak ada gading yang tak retak”, adalah pepatah yang pantas untuk

menggambarkan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya

membangun sangat diperlukan demi tercapainya tujuan yang lebih baik. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya bagi

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan.

Bogor, Oktober 2011

(9)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Manfaat ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Kambing Perah di Indonesia ... 3

Kambing Etawah ... 4

Kambing Kacang ... 5

Kambing PE ... 6

Ukuran – ukuran Tubuh Kambing PE ... 6

Kelenjar Ambing ... 7

Produksi Susu ... 8

Pakan ... 10

Korelasi dan Regresi ... 10

MATERI DAN METODE ... 12

Lokasi dan Waktu ... 12

Materi ... 12

Ternak ... 12

Pakan ... 12

Peralatan ... 12

(10)

Pengumpulan Data ... 13

Peubah yang Diamati ... 13

Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Keadaan Umum Peternakan ... 20

Produksi Susu ... 23

Ukuran-ukuran Tubuh Kambing Peranakan Etawah ... 27

Hubungan antara Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda ... 30

Nilai Keeratan Hubungan antara Produksi Susu dengan Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda ... 31

Persamaan Regresi antara Produksi Susu dengan Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda... 35

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

UCAPAN TERIMAKASIH ... 40

DAFTAR PUSAKA ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Penampilan Produksi Susu Kambing pada Beberapa Pengamatan ... 9

2 Penampilan Produksi Susu dan Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE di Kelima Lokasi Peternakan yang Berbeda ... 23

3 Komposisi Kandungan Bahan Pakan ... 25

4 Komposisi Kandungan Nutrisi Susu ... 26

5 Konversi dan Efisiensi Konsumsi Pakan... 26

6 Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Permukaan Tubuh Kambing PE Betina ... 28

7 Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina pada Farm yang Berbeda ... 31

8 Korelasi Produksi Susu dengan Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE ... 32

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kambing Etawah ... 4

2 Kambing Kacang ... 5

3 Kambing Peranakan Etawah ... 6

4 Pengukuran Lingkar Dada ... 13

5 Pengukuran Dalam Dada ... 14

6 Pengukuran Panjang Telinga ... 14

7 Pengukuran Tinggi Badan ... 14

8 Pengukuran Panjang Badan ... 15

9 Pengukuran Volume Kelenjar Susu ... 15

10 Pengukuran Volume Puting ... 16

11 Pengukuran Volume Ambing ... 16

12 Pengukuran Dalam Ambing ... 16

13 Pengukuran Lingkar Ambing ... 17

14 Pengukuran Panjang Puting ... 17

15 Pengukuran Lingkar Puting ... 17

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Nilai Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina pada

Kelompok Tani Marga Rahayu “Sri Murni” ... 48

2 Nilai Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina pada Kelompok Tani Ternak Pak Aan ... 49

3 Nilai Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina pada Kelompok Tani Karsa Menak ... 50

4 Nilai Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina pada UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti ... 51

5 Nilai Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina pada Kelompok Tani Surya Medal ... 52

6 Hasil Uji t Panjang Telinga pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 53

7 Hasil Uji t Tinggi Badan pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 53

8 Hasil Uji t Panjang Badan pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 53

9 Hasil Uji t Lingkar Dada pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 54

10 Hasil Uji t Volume Ambing pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 54

11 Hasil Uji t Volume Puting pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 54

12 Hasil Uji t Bobot Badan pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 55

13 Hasil Uji t Dalam Dada pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 55

14 Hasil Uji t Lebar Dada pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 55

15 Hasil Uji t Dalam Ambing pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 56

16 Hasil Uji t Lingkar Ambing pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 56

17 Hasil Uji t Panjang Puting pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 56

18 Hasil Uji t Lingkar Puting pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 57

19 Hasil Uji t Lingkar Metatarsus pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 57

20 Hasil Uji t Produksi Susu pada Kelima Peternakan Kambing PE ... 57

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi susu nasional belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi susu

nasional, sehingga impor susu dan produksi susu tetap dilaksanakan untuk memenuhi

kebutuhan terhadap susu. Upaya peningkatan populasi dan efisiensi produksi susu

serta diversifikasi ternak perah dalam memenuhi kebutuhan terhadap susu nasional

tetap dilaksanakan.

Salah satu diversifikasi usaha di bidang peternakan adalah beternak kambing

perah. Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing perah yang telah

banyak di wilayah Indonesia. Kambing PE memiliki kelebihan sebagai penghasil

susu adalah modal yang dibutuhkan lebih sedikit, cara pemeliharaannya lebih mudah

dan reproduksi lebih cepat dibandingkan dengan sapi perah.

Kambing perah mempunyai produktivitas yang dipengaruhi oleh faktor

genetik, pakan, manajemen pemeliharaan dan lingkungan yang saling berkaitan.

Perbaikan genetik telah dilakukan melalui seleksi bibit unggul sebagai indukan.

Ternak bibit unggul sebagai induk diharapkan dapat memberikan hasil produksi

maksimal.

Kambing PE sebagai bibit unggul dapat dilakukan berdasarkan ciri-ciri fisik

Pengetahuan mengenai penampilan ternak kambing PE bibit unggul menjadi suatu

hal yang mutlak dalam rangka meningkatkan daya produksi ternak selanjutnya.

Taksiran kemampuan seekor ternak dalam berproduksi susu dapat diketahui melalui

pemanfaatan kriteria ukuran-ukuran tubuh.

Hubungan nyata antara produksi susu dengan ukuran-ukuran tubuh yang

telah diketahui pada sapi perah diharapkan dapat ditemukan pula pada kambing PE,

sehingga dapat membantu menentukan kriteria kambing PE yang berkemampuan

produksi susu yang baik. Ukuran-ukuran tubuh menjadi penting dilakukan sebagai

kriteria dalam mendapatkan kambing PE yang berkualitas baik.

Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui ukuran-ukuran tubuh kambing PE

betina sebagai penghasil susu. Ukuran-ukuran tubuh tersebut dapat dijadikan dasar

(15)

2 antara ukuran-ukuran tubuh dengan kemampuan ternak kambing dalam

menghasilkan susu.

Manfaat

Penelitian diharapkan dapat memberi informasi tentang hubungan antara

ukuran-ukuran tubuh dengan kemampuan produksi susu sehingga dapat digunakan

sebagai petunjuk praktis dalam penduga sifat produksi ternak. Ukuran-ukuran tubuh

dapat membantu dalam menentukan kriteria untuk memilih kambing PE yang

bersifat unggul akan produksi susu.

Hipotesis

(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Perah di Indonesia

Kambing termasuk ternak ruminansia kecil yang bertanduk dari ordo

Artiodactyla, sub-ordo Ruminantia, family Bovidae, genus capra dan bangsa Caprini

(Gall, 1981). Tujuan pemeliharaan kambing yang dilakukan di Indonesia adalah 90%

untuk menghasilkan daging (Sodiq dan Abidin, 2009). Sebanyak minimal 99%

peternakan ruminansia kecil yang ada di Indonesia dipelihara pada peternakan rakyat

(Sodiq dan Sumaryadi, 2002), yang umumnya dilakukan oleh petani penggarap

dengan jumlah 2 – 10 ekor (Devendra dan Burns, 1994).

Waluyo (2009) menyatakan, bahwa ternak kambing merupakan ruminansia

kecil yang mempunyai arti besar bagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak.

Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak kambing sangat potensial bila

diusahakan secara komersial, hal ini disebabkan ternak kambing memiliki beberapa

kelebihan dan potensi ekonomi antara lain : tubuhnya relatif kecil, cepat mencapai

dewasa kelamin, pemeliharaannya relatif mudah, tidak membutuhkan lahan yang

luas, investasi modal usaha relatif kecil, mudah dipasarkan sehingga modal usaha

cepat berputar. Ternak kambing juga memiliki kelebihan lain yaitu : reproduksinya

efisien dan dapat beranak 3 kali dalam 2 tahun, memiliki daya adaptasi yang tinggi

terhadap lingkungan, tahan terhadap panas dan beberapa penyakit serta prospek

pemasaran yang baik.

Permasalahan utama dalam pengembangan ternak ruminansia menurut

Sehabudin dan Agustian (2001) adalah peningkatan produksi dan produktivitas, serta

tingkat pemotongan yang tinggi (Setiadi, 1996). Populasi kambing di Indonesia pada

tahun 2004 sebesar 12.780.961 ekor dan pada tahun 2008 sebesar 15.147.432 ekor

(Direktorat Jenderal Peternakan, 2008), hal ini menunjukkan adanya peningkatan

populasi sebesar 18,52% selama empat tahun atau 4,63% per tahun. Peningkatan

populasi ini memberi sumbangan yang berarti dalam memenuhi permintaan pasar

terhadap produk hasil ternak kambing saperti daging dan susu.

Pemeliharaan kambing oleh peternak di pedesaan berfungsi sebagai tabungan,

tambahan penghasilan, pengisi waktu luang, merangsang pemanfaatan pekarangan

dan penggunaan kotoran sebagai pupuk kandang (Devendra, 1993), selain juga untuk

(17)

4 pengimporan susu (Ayuningsih, 1994). Apabila ternak ini dikembangkan secara luas

akan dapat meningkatkan gizi masyarakat di pedesaan melalui konsumsi susu

kambing (Chaniago dan Hastono, 2001).

Djajanegara et al. (1993) menyebutkan, karena tingginya kegiatan

pengimporan susu dan masih rendahnya produksi susu sapi di dalam negeri, serta

kurangnya toleransi saluran pencernaan sebagian masyarakat terhadap susu sapi,

maka peningkatan produksi susu kambing menjadi penting dilakukan. Perwujudan

itu semua tidak terlepas dari halangan yang ada, seperti belum populernya kambing

perah, ketidaksukaan akan bau dan rasa susu, kurangnya pengetahuan teknis

pemeliharaan kambing perah dan bila ternak ini dikomersilkan menjadi kurang

efisien dibandingkan dengan ternak sapi perah, karena dengan ukuran tubuhnya yang

kecil akan menyerap biaya untuk tenaga kerja yang lebih besar dan kebutuhan hidup

pokok yang harus dipenuhi pun menjadi lebih banyak (Stemmer et al., 1998).

Kambing Etawah

Kambing Etawah berasal dari India yaitu di wilayah Jamnapari. Kambing

Etawah masuk ke Indonesia sejak tahun 1908 dibawa oleh Pemerintah Hindia

Belanda dengan tujuan grading-up terhadap kambing lokal Indonesia. Kambing ini

termasuk kambing jenis besar, tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan

susu. Kambing Etawah memiliki postur tubuh besar, telinga panjang menggantung,

bentuk muka cembung serta bulu yang panjang di bagian paha belakang (Sodiq dan

Abidin, 2009). Rata-rata produksi susu yang dihasilkan kambing Etawah 3,8

kg/ekor/hari atau 235 kg/masa laktasi selama 261 hari dengan kandungan lemak susu

4,2 % (Diem dan Lentner, 1994).

(a) Jantan (b) Betina

(18)

5 Performa kambing Etawah memiliki panjang telinga 25-41 cm (Widagdo,

2010). Tinggi kambing jantan 90-127 cm, sedangkan betina 70-92 cm. Berat badan

pejantan dapat mencapai 68-120 kg, sedangkan betina 60-80 kg. Lingkar testis

kambing jantan dapat mencapai 23 cm (Widagdo, 2010). Kambing jantan berjenggot

dengan rahang bawah menonjol. Pola warna bulu dominan putih bervariasi dengan

hitam, merah, coklat kekuningan atau kombinasi keduanya (Subandriyo et al., 1995).

Kambing Kacang

Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dan Malaysia

(Davendra dan Burns, 1994). Performa kambing Kacang menurut Widagdo (2010)

adalah badan kecil dengan tinggi gumba pada jantan 60-65 cm dan betina 50-56 cm,

bobot badan dapat mencapai 25 kg untuk jantan dan 20 kg untuk betina, telinga

tegak, berbulu lurus dan pendek, baik betina maupun jantan memiliki tanduk yang

pendek.

Kambing Kacang merupakan bangsa kambing yang tahan derita, lincah,

mampu beradaptasi dengan baik, serta tersebar luas di wilayah kambing itu berada

(Devendra dan Burns, 1994). Di Indonesia, kambing Kacang merupakan bangsa

kambing yang tersebar di seluruh pelosok pedesaan dan merupakan kambing yang

pertama kali dipelihara oleh orang pribumi (Sudono dan Abdulgani, 2002).

(a) Jantan (b) Betina

Gambar 2. Kambing Kacang

Kegunaan utama kambing Kacang adalah sebagai penghasil daging

(Devendra dan Burns, 1994) dan kulit (Gall, 1981). Meskipun ambingnya

(19)

6 jarang penduduknya dangan pola peternakan ekstensif (Sudono dan Abdulgani,

2002).

Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing PE merupakan hasil kawin tatar (grading-up) antara kambing

Kacang dengan kambing Etawah, sehingga mempunyai sifat di antara tetuanya

(Atabany, 2001). Menurut Devendra dan Burns (1994) persilangan kambing PE telah

dilakukan sejak kurang lebih 80 tahun lalu dengan tujuan memperbaiki mutu

kambing lokal dan sekarang keturunannya sudah mampu beradaptasi dengan

lingkungan Indonesia. Produksi susu yang dihasilkan kambing PE adalah 0,452-2,2

kg/ekor/hari dengan masa laktasi cukup beragam yaitu antara 92-256 hari dengan

rataan 156 hari (Sodiq dan Abidin, 2009), peneliti lain Sutama dan Budiarsana

(1997) mengatakan, bahwa masa laktasi kambing PE antara 210-300 hari.

(a) Jantan (b) Betina

Gambar 3. Kambing Peranakan Etawah

Ukuran-Ukuran Tubuh Kambing PE

Jenis kambing PE bentuk fisiknya lebih mirip dengan kambing Etawah, jika

bentuk fisiknya lebih mendekati kambing Kacang dan ukurannya lebih kecil maka

disebutkambing Bligon atau lebih dikenal dengan nama Jawarandu. Performa

kambing PE diantaranya yaitu bobot badan kambing PE jantan 35-40 kg dan betina

30-35 kg (Ludgate, 1989). Tinggi badan kambing PE jantan adalah antara 65-70 cm

sedangkan betina 55-60 cm (Hardjosubroto, 1994). Panjang telinga kambing PE

adalah 18-19 cm (Markel dan Subandriyo, 1997). Warna kambing PE mempunyai

(20)

7 Produksi susu kambing PE adalah 1,5-3,7 liter/ekor/hari dengan masa laktasi selama

7-10 bulan (Blakely dan Bade, 1998).

Lembah Gogoniti Farm (2008), performa kambing PE yaitu badan besar,

tinggi gumba pada jantan 90-110 cm, sedangkan betina 70-90 cm. Bobot badan

hidup jantan adalah antara 65-90 kg, untuk betina 45-70 kg. Panjang badan pada

ternak jantan yaitu antara 85-105 cm, sedangkan untuk betina 65-85 cm. mempunyai

kepala yang tegak dengan garis profil tubuh melengkung, dengan tanduk mengarah

ke belakang dan ujung sedikit melingkar serta telinga lebar menggantung panjang

terkulai, lembek serta melipat ke dalam pada ujungnya. Panjang telinga pada jantan

adalah antara 25-41 cm, sedangkan untuk betina 8-14 cm. Bentuk muka adalah

cembung dan dagu berjanggut serta terdapat gelambir di bawah leher. Warna bulu

pada umumnya dominan putih dengan belang hitam, coklat, coklat totol putih atau

hitam totol putih. Produksi susu induk adalah antara 0,5-3 liter/ekor/hari.

Produksi susu dipengaruhi oleh mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi

ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan terhadap ternak

(perkandangan, pakan, kesehatan), iklim setempat, daya adaptasi, aktivitas

pemerahan, ukuran besar ambing nyata meningkatkan produksi susu (Phalepi, 2004).

Parameter mutu genetik meliputi reproduksi ternak dan produksi ternak serta

karakteristik fisik ternak meliputi bobot badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi

badan (Departemen Pertanian, 2004).

Kelenjar Ambing

Sekresi susu merupakan fungsi faali kelenjar ambing (mammary gland) dan

yang dimaksud dengan susu adalah cairan fisiologis yang mengandung zat-zat

makanan yang berkualitas tinggi dan dikeluarkan oleh ternak betina (Frandson,

1993). Kelenjar ambing ternak betina mulai berkembang pada waktu kehidupan

feotal. Puting-puting susunya terlihat pada waktu dilahirkan. Bila hewan betina

tumbuh, ambingnya membesar sebanding dengan besarnya tubuh (Padmadewi,

1993).

Di dalam tubuh sapi, air susu dibuat oleh kelenjar susu di dalam ambing.

Ambing sapi terbagi dua yaitu ambing kiri dan ambing kanan, selanjutnya

masing-masing ambing terbagi dua yaitu kuartir depan dan kuartir belakang

(21)

8 tersusun dari gelembung-gelembung susu sehingga berbentuk seperti setandan buah

anggur. Dinding gelembung merupakan sel-sel yang menghasilkan air susu. Bahan

pembentuk air susu berasal dari darah (Frandson, 1993). Air susu mengalir melalui

saluran – saluran halus dari gelembung susu ke ruang kisterna dan ruang puting susu.

Dalam keadaan normal, lubang puting susu akan tertutup. Lubang puting menjadi

terbuka akibat rangsangan syaraf atau tekanan sehingga air susu dari ruang kisterna

dapat mengalir keluar (Hensel, 1981).

Sudono (2002) mengatakan, bahwa gerakan menyusui dari pedet, usapan atau

basuhan air hangat pada ambing merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan

syaraf. Selanjutnya otak akan mengeluarkan hormon oksitosin ke dalam darah.

Hormon oksitosin menyebabkan otot-otot pada kelenjar susu bergerak dan lubang

puting membuka sehingga susu mengalir keluar. Hormon oksitosin hanya bekerja

selama 6-8 menit, oleh karena itu pemerahan pada seekor sapi harus dilakukan

dengan cepat dan selesai dalam waktu 7 menit (Sagi et al, 1980).

Bentuk dan ukuran ambing kambing seperti bentuk telur, dengan puting susu

berbentuk silinder atau corong. Kambing dengan ambing yang terjumbai memiliki

kecenderungan untuk menghasilkan susu yang tinggi (Sudono, 2002). Volume

ambing memiliki hubungan yang erat dengan jumlah susu yang dihasilkan Maylinda

dan Basori (2004).

Produksi Susu

Beberapa hewan yang menunjukkan kemampuan memproduksi susu

digolongkan sebagai ternak perah. Atabany (2002) mendefinisikan ternak perah

sebagai ternak yang mampu memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan

dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka waktu tertentu, meskipun

anaknya sudah disapih atau lepas susu. Jenis ternak perah yang ada, antara lain sapi

perah, kambing perah dan kerbau perah.

Pembentukan susu disebutkan oleh Toelihere (1985) berasal dari

konstituen-konstituen darah dan beberapa diantaranya yang terdapat di dalam susu memiliki

bentuk yang serupa dengan yang terdapat di dalam darah. Pengaliran susu dapt

terjadi secara tiba-tiba sekitar 1-2 menit sesudah permulaan penyusunan. Penampilan

(22)

9 Menurut Sudono (1999), produksi susu induk, selain dipengaruhi oleh fektor

genetik, kemungkinan juga oleh pengaruh tatalaksana, makanan dan iklim. Devendra

dan Burns (1994) menyatakan, tahun musim beranak, jumlah laktasi dan umur

pertama kali beranak secara nyata mempengaruhi produksi susu.

Tabel 1. Penampilan Produksi Susu Kambing pada Beberapa Pengamatan

Bangsa Produksi

Subhagiana (1998) menyebutkan produksi susu total kambing PE selama

laktasi dari penelitiannya terjadi pada tingkat produksi rendah 136,05 kg, sedang

198,07 kg, dan tinggi 253,37 kg. Tingkat produksi susu tinggi yang terjadi,

kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan ambing yang lebih besar selama

kebuntingan dan kelebihannya dalam mengorbankan bobot tubuh selama laktasi

untuk menghasilkan produksi susu yang lebih tinggi.

Produksi susu kambing PE mencapai puncaknya hari ke-11 setelah beranak,

sedangkan pada Saanen dicapai hari ke-35 setelah beranak (Atabany et al., 2001). Sementara itu, pada kambing Kacang dari pengamatan Silitonga dan Kuswandi

(1994) di kandang penelitian Cilebut, melaporkan bahwa produksi susu

maksimumnya dicapai pada minggu ke-3-4 setelah beranak dan minggu berikutnya

akan menurun kembali. Widyandari (2002) melaporkan, puncak produksi susu

kambing PE dari pengamatannya terjadi antara minggu ke- 2-5 masa laktasi dan akan

(23)

10 Pakan

Kambing merupakan hewan ruminansia dengan saluran pencernaan yang

sama dengan domba dalam hal ukuran, anatomi dan fungsinya. Kambing merupakan

jenis ruminansia yang lebih efisien daripada domba atau sapi. Kambing dapat

mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya (5-7%

dari berat badan), bila dibandingkan dengan konsumsi bahan kering sapi yang hanya

sebesar 2-3% dari berat badannya. Kambing juga lebih efisien dalam mencerna

pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan dengan domba atau sapi. Seekor

kambing memerlukan 1-1,5 kg daun-daunan atau jerami setiap hari yang berkualitas

baik, ditambah 0,25 kg ransum konsentrat berkadar protein 16% untuk setiap liter

susu yang dihasilkan (Blakely dan Bade, 1998).

Sudono dan Abdulgani (2002), menyatakan bahwa ransum yang dimakan

oleh kambing tergantung dari ukuran tubuh, bangsa kambing, umur, serta jenis

kelaminnya. Campuran hijauan makanan yang terdiri atas berbagai macam dedaunan

dan rerumputan, lebih baik daripada hijauan pakan ternak yang hanya terdiri atas satu

jenis hijauan saja. Hal ini bertujuan agar kekurangan zat makanan dari bahan pakan

ternak yang satu dapat dipenuhi oleh bahan pakan yang lainnya. Hijauan pakan

ternak untuk kambing dewasa tanpa diberi konsentrat berkisar antara 5-8 kg per ekor

per hari.

Korelasi dan Regresi

Menurut Sudjana (1996), analisis korelasi adalah studi yang membahas

tentang derajat hubungan antara peubah-peubah, sedangkan ukuran yang digunakan

untuk mengetahui derajat hubungan tersebut, disebut koefisien korelasi. Steel dan

Torrie (1995) menyebutkan korelasi sebagai suatu ukuran derajat bervariasinya dua

peubah secara bersama-sama atau ukuran keeratan hubungan antara kedua peubah

tersebut yang penggunaannya (X dan Y) tidak lagi dimaksudkan berimplikasi adanya

peubah bebas dan tidak bebas.

Menurut Steel dan Torrie (1995), korelasi yang ada antara dua ciri (X dan Y)

sangat mungkin bukan akibat saling pengaruh-mempengaruhi secara langsung, akan

tetapi satu atau lebih faktor lain yang mempengaruhi kedua ciri tersebut. Korelasi

(24)

11 peubah kemungkinan terjadi karena kekurang hati-hatian dalam melakukan analisis

dan kesalahan pembulatan (Steel dan Torrie, 1995).

Cara lain untuk melihat hubungan X dan Y, dijelaskan oleh Steel dan Torrie

(1995) adalah melalui sebuah garis lurus yang disebut garis regresi. Garis lurus ini

berhubungan dalam titik-titik dalam diagram korelasi, sehingga pendugaan Y dari X

ditentukan dengan menggunakan garis regresi ini. Sudjana (1996) menjelaskan

tentang analisis regresi sebagai studi yang menyangkut hubungan fungsional antara

peubah-peubah yang dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika.

Koefisien determinasi merupakan proporsi jumlah kuadrat total yang dapat

dijelaskan oleh peubah bebas (Steel dan Torrie, 1995). Menurut Aunuddin (1989),

semakin dekat koefisien determinasi pada nilai 1, maka semakin dekat pula titik

pengamatan ke garis regresinya dan bila koefisien determinasinya sama dengan

(25)

12 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2011 sampai dengan Maret

2011. Penelitian dilakukan di lima lokasi peternakan rakyat yang memelihara

kambing PE di wilayah Jawa Barat yaitu, UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE

Malaganti, Peternakan Bapak Aan, Kelompok Ternak Marga Rahayu “Sri Murni”

(Langensari, Banjar), Kelompok Tani Karsa Menak (Gobras, Tasikmalaya) dan

Kelompok Ternak Surya Medal (Sariwangi, Tasikmalaya).

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah kambing perah PE

sebanyak 100 ekor betina, terdiri atas 20 ekor pada UPTD Perbibitan Ternak

Kambing PE Malaganti, 20 ekor pada Peternakan Bapak Aan, 20 ekor pada Kelompok Ternak Marga Rahayu “Sri Murni”, 20 ekor pada Kelompok Tani Karsa Menak dan 20 ekor pada Kelompok Ternak Surya Medal. Ternak yang digunakan

adalah kambing betina dewasa pada laktasi ke- 2.

Pakan

Pemberian pakan dan persentase penggunaan pakan yang dilakukan pada

kelima peternakan adalah sama. Konsentrat yang digunakan sebanyak 20% berupa

ampas tahu dan penggunaan hijauan 80% terdiri dari 48% dedaunan dan 32% berupa

rumput gajah.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah tongkat ukur, tali ukur dan timbangan skala

100 kg, yang digunakan untuk pengukuran bagian tubuh pada ternak yang menjadi

parameter dalam penelitian ini. Produksi susu dan volume kelenjar susu diukur

dengan menggunakan ember, gelas ukur 1000 ml dan milk can. Dokumentasi selama

(26)

13 Metode

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder.

Data primer didapat secara langsung di lapangan, dari wawancara langsung dengan

pemilik ternak maupun dengan melakukan pengamatan di lapangan. Data sekunder

didapat dari data yang ada di peternakan.

Pengumpulan data di kelima peternakan dilakukan dengan bantuan teknisi

dan anak kandang yang terdapat di masing-masing lokasi peternakan. Pengumpulan

data dilakukan sebanyak empat kali untuk setiap ekor. Pengumpulan data dilakukan

pada pukul 07.00-08.00 WIB setelah pemerahan. Selang waktu antara pengumpulan

data pertama dengan pengumpulan data berikutnya adalah satu minggu. Ternak tidak

diberi perlakuan khusus sebelum maupun sesudah pengambilan data.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati meliputi lingkar dada, dalam dada, lebar dada, panjang

telinga, tinggi badan, panjang badan, volume ambing, volume puting, volume

ambing, dalam ambing, lingkar ambing, panjang puting, lingkar puting, bobot badan,

lingkar metatarsus dan produksi susu induk betina.

(1) Lingkar Dada (LiD) dalam cm, diukur dengan melingkarkan pita ukur

sepanjang rongga dada atau dari tulang dada di belakang tulang bahu dan

tulang belikat menggunakan tali ukur.

Gambar 4. Pengukuran Lingkar Dada

(2) Dalam Dada (DD) dalam cm, diukur dengan mengukur tegak lurus dari tulang

(27)

14 Gambar 5. Pengukuran Dalam Dada

(3) Lebar Dada (LeD) dalam cm, diukur dengan mengukur jarak antara penonjolan

bahu (tubersitas humeri) sebelah kiri sampai penonjolan bahu sebelah kanan

menggunakan caliper.

(4) Panjang Telinga (PT) dalam cm, diukur dengan pita ukur. Pengukuran

dilakukan dari pangkal telinga hingga ke ujung telinga.

Gambar 6. Pengukuran Panjang Telinga

(5) Tinggi Badan (TB) dalam cm, diukur dengan tongkat ukur. Pengukuran tinggi

badan dilakukan dari dasar tanah sampai tinggi pundak pada ruas punggung

awal sebagai patokan tinggi badan kambing PE.

(28)

15

(6) Panjang Badan (PB) dalam cm, diukur dengan tongkat ukur yang dilakukan

membentuk garis miring dari penonjolan bahu (tubersitas humeri) sampai

tulang duduk (tuber ischii).

Gambar 8. Pengukuran Panjang Badan

(7) Volume Kelenjar Susu (VKS) dalam ml, diukur meliputi keseluruhan volume

kelenjar penghasil susu yang terdiri atas ambing dan puting. Pengukuran

dilakukan dari pangkal kelenjar susu sampai ujung puting dengan cara

mencelupkan kelenjar susu ke dalam wadah berisi air, kemudian air yang

tumpah tersebut ditampung dan dianggap sebagai volume kelenjar susu.

Gambar 9. Pengukuran Volume Kelenjar Susu

(8) Volume Puting (VPtg) dalam ml, diukur dengan cara seperti melakukan

pengukuran volume kelenjar susu akan tetapi batas kelenjar susu yang

dicelupkan ke dalam wadah berisi air hanya sampai pada pangkal puting.

Volume air yang tumpah kemudian ditampung dan dianggap sebagi volume

(29)

16 Gambar 10. Pengukuran Volume Puting

(9) Volume Ambing (VAm) dalam ml, diukur dari pangkal kelenjar susu sampai

batas pangkal puting. Pengukuran dilakukan dengan cara mengurangi jumlah

volume kelenjar susu dengan volume puting. Hasil pengurangan tersebut

dianggap sebagai volume ambing.

Gambar 11. Pengukuran Volume Ambing

(10) Dalam Ambing (DAm) dalam ml, diukur dengan mengukur panjang dari

pangkal ambing sampai ke pangkal puting menggunakan pita ukur.

(30)

17

(11) Lingkar Ambing (LiAm) dalam ml, diukur dengan mengukur lingkar pangkal

ambing menggunakan bantuan tali yang kemudian dikonversikan ke dalam pita

ukur.

Gambar 13. Pengukuran Lingkar Ambing

(12) Panjang Puting (PPtg) dalam ml, diukur dari pangkal puting sampai ke ujung

puting dengan menggunakan pita ukur.

Gambar 14. Pengukuran Panjang Puting

(13) Lingkar Puting (LiPtg) dalam cm, diukur dengan mengukur lingkar puting

menggunakan bantuan tali yang kemudian dikonversikan ke dalam pita ukur.

(31)

18

(14) Bobot Badan (BB) dalam kg, diukur dengan melakukan penimbangan ternak

secara langsung pada saat pengamatan.

(15) Lingkar Metatarsus (LiMtrs) dalam cm, diukur dengan cara pengukuran

melingkari tepat di bagian atas tulang metatarsale dengan menggunakan

bantuan tali yang kemudian dikonversikan ke dalam pita ukur.

Gambar 16. Pengukuran Lingkar Metatarsus

(16) Produksi Susu (PS) dalam ml, dilakukan dengan mengukur langsung produksi

susu yang dihasilkan pada saat pengamatan dan juga data pencatatan yang

dilakukan oleh peternak pada saat pengamatan belum dilakukan.

Analisis Data

Nilai keeratan ukuran-ukuran tubuh akan dianalisis dengan menggunakan

persamaan matematika. Analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Ganda dan

Regresi Linier terhadap data ukuran tubuh yang diperoleh. Analisis dilakukan setelah

dilakukan analisis korelasi antara ukuran-ukuran tubuh dengan produksi susu untuk

mengetahui derajat hubungan antara keduanya. Model korelasi yang digunakan

sebagai berikut :

∑ (x1– x1) (x2– x2)

rx1x2 =

∑ (x1– x1)2∑ (x2– x2)2

Keterangan : r = koefisien korelasi

x1 = peubah bebas ke- 1

x2 = peubah bebas ke- 2

x1 = rataan peubah ke- 1

(32)

19 Persamaan matematika regresi antara produksi susu dengan ukuran-ukuran

tubuh seperti berikut :

βx = Koefisien regresi produksi susu (y) terhadap ukuran tubuh (x)

(Steel dan Torrie, 1995)

Pengolahan data tersebut (analisis korelasi dan regresi) dibantu dengan

perangkat lunak statistika Minitab Release 13.20.

3. Analisis Pakan terhadap Kualitas Susu

Efisiensi Pakan terhadap Susu :

Keterangan :

E = Efisiensi pakan

P = Nutrisi yang terkandung pada Produk (dalam hal ini susu)

F = Nutrisi yang terkandung pada Pakan

Konversi Pakan menjadi Susu :

Keterangan :

K = Konversi

(33)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Peternakan

Penelitian dilakukan di dua kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa Barat

dengan mengambil lokasi pada lima daerah yang berbeda ketinggiannya dari

permukaan laut. Pada Kabupaten Tasikmalaya terdapat empat peternakan rakyat

yaitu peternakan Malaganti, peternakan yang dipimpin oleh bapak Aan, kelompok ternak “Surya Medal” yang dipimpin oleh bapak Zam-Zam, dan Kelompok Tani Karsa Menak. Satu peternakan di kota Banjar yaitu kelompok tani yang menamakannya dengan koperasi “Sri Murni”, koperasi ini dipimpin oleh bapak Yaya.

Kelompok Tani Marga Rahayu “Sri Murni” (KTMRSM)

Penelitian dilakukan pada peternakan rakyat yang tersebar di Dusun

Bojongsari yang bergabung menjadi sebuah koperasi Marga Rahayu “Sri Murni”.

Koperasi dipimpin oleh bapak Yaya. Koperasi terletak di Blok Pasirranji, Dusun

Bojong sari, Desa Bojong Kantong, Kecamatan Langen Sari, Kota Banjar. Letak

peternakan pada koordinat 12,1” BT dan 108o36’21,9” LS dengan ketinggian 29 m

dpl. Kisaran suhu antara 27,90oC-26,13oC dan kelembaban relatif 87,63%.

Kelompok Tani Marga Rahayu “Sri Murni” dibentuk untuk menyatukan

persepsi para anggota dalam peran aktif membangun pertanian. Tujuannya dan

sasaran (Kelompok Tani Marga Rahayu”Sri Murni”, 2011) adalah:

1. Membangun kerjasama antar anggota kelompok;

2. Mempermudah pembinaan para anggota kelompok;

3. Tempat penerapan teknologi pertanian/peternakan;

4. Wadah musyawarah para anggota kelompok dalam menyelesaikan

permasalahan;

5. Sarana usaha tani yang lebih terkoordinir.

Sasaran yang ingin dicapai dari pembentukan kelompok adalah :

1. Peningkatan pendapatan anggota kelompok;

2. Menambahkan/menciptakan lapangan kerja.

Koperasi Sri Murni ini dibentuk pada tanggal 27 Mei 1997, dikukuhkan pada

tanggal 27 Maret 2006 yang dipimpin oleh Bapak Karjo dengan anggota sebanyak 31

(34)

21 ayam kampung. Koperasi bergerak di usaha lain yaitu jasa traktor, pembesaran ikan

gurame dan sarana produksi pertanian.

Koperasi Sri Murni memiliki aset berupa hewan ternak sebanyak 362 ekor,

yang terdiri atas kambing PE sebanyak 195 ekor, sapi potong sebanyak 17 ekor dan

ayam kampung sebanyak 150 ekor. Setiap anggota kelompok memiliki kambing

sebanyak 6 ekor.

Kelompok Tani Karsa Menak (KTKM)

Kelompok Tani Karsa Menak dipimpin oleh Bapak Irwan Yuhana Putra

(Kang Yepe) terletak di Kampung Cisumur, Desa Karsa Menak, Kecamatan Kawalu,

Tasikmalaya. Letak peternakan pada koordinat 07o21’54,5” BT dan 108o13’14,0” LS

dengan ketinggian 367 m dpl. Kisaran suhu antara 25,98oC-23,81oC dan kelembaban

relatif 84,13%. Kelompok Tani memiliki 46 ekor ternak kambing PE yang terdiri

atas 30 ekor induk betina laktasi, 2 ekor pejantan dan 14 ekor anak kambing.

Kelompok Tani Ternak Kambing PE “Surya Medal” (KTTKSM)

Peternakan Bapak Zam-zam (Surya Medal) terletak di Kampung Cibiru, Desa

Sariwangi, Kecamatan Sariwangi, Tasikmalaya. Letak peternakan pada koordinat

07o19’11,6” BT dan 108o04’19,2” LS dengan ketinggian 561 m dpl. Kisaran suhu

antara 23,79oC-22,41oC dan kelembaban relatif 89,00%.

Kecamatan Sariwangi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten

Tasikmalaya yang sudah lama melaksanakan kegiatan pemeliharaan ternak kambing,

khususnya kambing PE. Perkembangan kambing di kecamatan ini dari waktu ke

waktu sangat pesat, sehingga banyak peternak yang beralih dari memelihara domba

ke pemeliharaan kambing PE.

Salah satu sentra peternakan kambing PE berada di Blok Cibiru, Kampung

Leuwi Peusing, Desa Sariwangi, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya. Di

tempat tersebut telah berdiri kelompok tani peternak kambing PE, yaitu “Surya

Medal”. Kelompok tani peternak kambing PE “Surya Medal”, merupakan kelompok peternak yang melakukan kegiatan usaha pengadaan bibit dan produsen/penghasil

susu kambing perah.

Kelompok peternak kambing PE “ Surya Medal” didirikan pada tahun 2004 bermula dari lima orang peternak yang pada perjalanannya sampai akhir tahun 2008

(35)

22 sebanyak 26 ekor, dan betina sebanyak 122 ekor, anak jantan sebanyak 24 ekor dan

anak betina sebanyak 60 ekor. Kelompok tersebut memiliki lahan seluas 0,5 hektar

dan telah ditanami rumput gajah sebagai penyedia pakan hijauan bagi ternak.

Produksi susu rata-rata per hari mencapai 32,4 liter. Pemasaran susu bersifat lokal,

yaitu pembeli langsung ke lokasi kelompok.

Peternakan Bapak Aan (PBA)

Peternakan Bapak Aan terletak di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja,

Kecamatan Sariwangi, Tasikmalaya. Letak peternakan pada koordinat 07o18’17,0”

BT dan 108o03’13,4” LS dengan ketinggian 673 m dpl. Kisaran suhu antara 22,96o

C-20,88oC dan kelembaban relatif 82,75%. Peternakan Bapak Aan memiliki 57 ekor

ternak kambing PE yang terdiri atas 35 ekor induk betina laktasi, 3 ekor pejantan dan

19 ekor anak kambing.

UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti (UPTDPTM)

UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti terletak di Kampung

Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi, Tasikmalaya. Letak peternakan

pada koordinat 07o17’54,5” BT dan 108o03’08,2” LS dengan ketinggian 727 m dpl.

Kisaran suhu antara 23,2oC-20,58oC dan kelembaban relatif 80,50%.

Pemerintah kabupaten Tasikmalaya mempunyai perhatian untuk

meningkatkan penyediaan ternak bibit yang berkualitas, untuk itu dibuat UPTD

perbibitan ternak yang telah memiliki UPT Sapi Potong di Tawang Pancatengah dan

UPT kambing PE di Malaganti Sariwangi. Kedua UPT tersebut untuk penyediaan

bibit sapi potong dan kambing PE berkualitas bagi masyarakat.

Pembentukan UPT didasarkan pada peraturan daerah Kabupaten Tasikmalaya

nomor 15 tahun 2008 tentang organisasi dinas daerah Kabupaten Tasikmalaya.

UPTD Perbibitan kambing PE dibangun pada tahun 2005 dan mulai beroperasi pada

tahun 2006, berlokasi di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan

Sariwangi. Perbibitan kambing PE mempunyai lahan seluas 3.600 m2 terdapat

fasilitas gedung kantor satu unit, kandang ternak kapasitas 50 ekor sebanyak empat

unit dan gedung serbaguna satu unit serta kebun rumput pada tanah milik negara

seluas satu hektar, satu unit motor bak pengangkut rumput, satu unit mesin

(36)

23 perbibitan kambing PE adalah 50 ekor anak dan 10 ton pupuk organik, serta 800 liter

susu.

Tujuan didirikannya UPTD antara lain: menyediakan fasilitas pembibitan

ternak sapi potong dan kambing PE, menyediakan fasilitas tempat pelatihan, magang

dan percontohan bagi peternak serta untuk peningkatan sumberdaya manusia

peternak khusunya peternak sapi potong dan kambing PE, meningkatkan mutu ternak

sapi potong dan kambing PE melalui sistem perkawinan terarah, meningkatkan

pendapatan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui penjualan bakalan sapi dan

kambing PE, penyebaran ternak kepada peternak melalui pola kemitraan dan bagi

hasil serta penjualan susu dan pupuk kompos.

Produksi Susu

Tingkat produksi susu dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal ini menyebabkan

terjadinya perbedaan dalam produksi susu yang dihasilkan pada setiap peternakan.

Phalepi (2004) menyatakan, tingkat produksi susu tidak terlepas dari mutu genetik

ternak, daya produksi, umur induk, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan

terhadap ternak, kondisi iklim, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan. Dari

kelima peternakan yang digunakan sebagai lokasi penelitian ini ternyata tidak semua

peternakan memiliki produksi susu yang tinggi. Rataan produksi susu pada setiap

peternakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penampilan Produksi Susu Kambing PE di Kelima Lokasi Peternakan

Peternakan n

(ekor)

Produksi Susu

Rataan Produksi (l/ekor/hari) Koefisien Keragaman (%)

KTMRSM 20 1045,0 ± 438,5b 41,96 Ternak Kambing PE Malaganti; a,b,c,d = beda nyata P < 0,01

Produksi susu yang dihasilkan pada PBA dapat dikatakan merupakan

peternakan yang memiliki hasil produksi susu yang terbaik dari keempat Farm

(37)

24

1994), lingkungan (Nasution et al., 2010), kualitas pakan yang diberikan

(Martawidjaja et al., 2001) serta manajemen pemeliharaan yang dilakukan

(Budiarsana et al., 2007). KTKM terletak di ketinggian 673 m dpl dengan suhu

udara rata-rata maksimum 22,96oC dan minimum 20,88oC.

Nilai keragaman yang tinggi terjadi pada produksi susu dengan nilai tertinggi

terdapat pada KTKM (46,56%), sedangkan nilai keragaman yang terendah terdapat

pada KTTKSM (21,90%), akan tetapi semua Farm memiliki kecenderungan nilai

keragaman yang tinggi yaitu KTMRSM (41,96%), PBA (43,20%) dan UPTDPTM

(30,38%). Nilai keragaman yang tinggi memungkinkan untuk dilakukannya seleksi

terhadap ternak yang memiliki produksi susu tinggi. Hal ini tergantung dari tujuan

usaha tersebut, oleh karena itu harus dilakukan pembatasan mengenai lama

laktasinya. Lama laktasi seekor ternak kambing Peranakan Etawah yang ideal adalah

sekitar 24 minggu (Atabany, 2001).

Dari hasil uji t pada produksi susu di kelima peternakan tidak dapat langsung

dikatakan berbeda. Hasil uji T menunjukkan bahwa PBA memiliki hasil uji produksi

susu yang yang berbeda dengan KTMRSM, KTKM, UPTDPTM dan KTTKSM.

Hasil uji banding juga menunjukkan bahwa KTMRSM memiliki produksi susu yang

berbeda dengan KTKM, UPTDPTM dan KTTKSM; KTTKSM berbeda dengan

KTKM dan UPTDPTM, akan tetapi hasil uji menunjukkan bahwa KTKM dan

UPTDPTM memiliki produksi susu yang sama. Hal ini menunjukkan ada perbedaan

jumlah produksi susu yang berbeda pada masing-masing peternakan, akan tetapi

KTKM dan UPTDPTM memiliki kecenderungan rataan produksi susu yang sama.

PBA memiliki rataan produksi susu sebesar 1840 ml/ekor/hari sedangkan rataan

produksi susu di KTMRSM adalah sebesar 1045 ml/ekor/hari; KTKM sebesar 501,5

ml/ekor/hari; UPTDPTM sebesar 548 ml/ekor/hari dan KTTKSM sebesar 777

ml/ekor/hari. Jika diurutkan dari rataan produksi susu yang dihasilkan maka produksi

susu pada PBA merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan keempat peternakan

lainnya yaitu KTMRSM, KTTKSM, UPTDPTM dan KTKM yang memiliki rataan

produksi yang paling rendah.

Perbedaan produksi susu yang dihasilkan pada setiap peternakan dapat

disebabkan oleh adanya perbedaan umur laktasi kambing yang dijadikan sampel

(38)

25 Widyandari (2002) menyatakan, bahwa puncak produksi susu kambing PE terjadi

pada rentang waktu antara minggu ke-2-5 umur laktasi dan akan menurun perlahan

sampai masa laktasi berakhir. Perbedaan umur laktasi ini menyebabkan adanya

keragaman jumlah produksi susu yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan rataan

produksi susu pada setiap lokasi penelitian berbeda.

Kelima Farm yang digunakan memiliki manajemen pemeliharaan yang

hampir serupa baik dalam jenis maupun frekuensi pemberian pakan, yaitu pemberian

pakan berupa hijauan berupa rumput lapang yang dicampur dedaunan dengan

perbandingan rumput lapang dan dedaunan adalah 40% : 60%. Upaya dalam

meningkatkan konsumsi dan mengatasi kemungkinan defisiensi (terutama protein

dan energi) dilakukan dengan cara memberi pakan tambahan konsentrat atau

dedaunan leguminosa (Maylinda dan Basori, 2004). Pemberian pakan pada dasarnya

ad libitum, akan tetapi dari perhitungan yang dilakukan rata-rata konsumsi pakan ternak adalah 6-7 kg per ekor per hari, dengan pemberian pakan dilakukan sebanyak

2 kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Martawidjaja et al. (2001) menyatakan, bahwa jumlah pemberian pakan untuk kambing perah dengan kondisi

laktasi adalah 5-7 kg hijauan dengan penambahan pakan konsentrat sebanyak

500-700 gr per ekor per hari, dengan frekuensi pemberian pakan dapat dilakukan

sebanyak dua kali atau tiga kali sehari. Komposisi kandungan bahan pakan pada

setiap Farm dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Komposisi Kandungan Bahan Pakan

Komposisi KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM

namun kemampuan setiap individu ternak kambing dalam menyerap nutrisi yang

terkandung di dalam pakan berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain palatabilitas ternak terhadap bahan pakan yang diberikan,

(39)

26 Kemampuan penyerapan nutrisi ini akan mempengaruhi jumlah produksi yang

dihasilkan, dalam hal ini jumlah produksi susu kambing PE. Haryanto et al. (1992)

berpendapat, nilai kecernaan dalam mengkonsumsi pakan yang rendah menyebabkan

kualitas produksi susu yang tidak baik hal ini disebabkan nutrisi yang terkandung di

dalam pakan tidak dapat tersalurkan ke dalam susu yang dihasilkan oleh ternak.

Komposisi kandungan nutrisi di dalam susu di kelima peternakan dapat dilihat pada

Tabel 4, sedangkan Efisiensi konsumsi pakan terhadap produksi susu di kelima

peternakan dapat dilihat padaTabel 5.

Tabel 4. Komposisi Kandungan Nutrisi Susu

Komposisi KTMRSM KTTKSM UPTDPTM KTKM PBA

Tabel 5. Konversi dan Efisiensi Konsumsi Pakan

Komposisi KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM

Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk efisiensi konsumsi terhadap kandungan

energi yang tertinggi berada pada UPTDPTM (25,16%), sedangkan efisiensi

konsumsi energi yang terendah terdapat pada KTKM (12,14%). Toharmat et al.

(2006) mengatakan, perbedaan efisiensi konsumsi pakan dipengaruhi oleh jenis

pakan, manjemen pemberian pakan, kondisi lingkungan serta palatabilitas ternak

terhadap pakan. Efisiensi konsumsi terhadap kandungan protein yang tertinggi

berada pada UPTDPTM (5,14%) dan efisiensi konsumsi yang terendah terdapat pada

(40)

27 pada bahan pakan menjadi susu yang dihasilkan, nilai efisiensi tertinggi terdapat

pada PBA (62,42%) dan terendah berada pada KTKM (17,29%).

Hasil analisis dari Tabel 5 menunjukkan bahwa dari segi efisiensi konsumsi

pakan menjadi susu bahwa UPTDPTM memiliki tingkat efisiensi yang terbaik

dibandingkan keempat peternakan lainnya. Hal ini berbanding terbalik dengan

jumlah produksi yang dihasilkan karena produksi susu pada UPTDPTM merupakan

yang paling rendah jika dibandingkan dengan keempat peternakan lainnya.

Ayuningsih (1994) menjelaskan bahwa, meningkatnya produksi susu akan

mengakibatkan menurunnya kualitas susu yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena

adanya perbedaan distribusi zat makanan antara ternak yang memiliki produksi susu

rendah dengan yang memiliki produksi susu tinggi. Menurut Toharmat et al. (2006)

tingginya konsumsi bahan kering dan nutrien pada kambing dengan ransum terkait

dengan tingginya kecernaan nutrient komponen bahan tersebut seperti kecernaan

bahan kering, bahan organik, serat kasar dan lemak ransum. Perbedaan efisiensi

konsumsi pakan dapat terjadi karena perbedaan kandungan nutrisi dan jenis pakan

yang diberikan kepada ternak.

Ukuran-Ukuran Tubuh Kambing Peranakan Etawah

Bobot hidup dan ukuran-ukuran tubuh ternak dipengaruhi oleh umur dan

jenis kelamin. Peningkatan ukuran tubuh akan terjadi seiring dengan bertambahnya

umur pada ternak. Setiadi et al. (1994), menyebutkan bahwa ketinggian tempat juga

mempengaruhi ukuran tubuh ternak, kambing PE yang dipelihara di dataran tinggi

memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan kambing PE yang dipelihara

di dataran rendah. Berdasarkan pengukuran ukuran-ukuran tubuh yang pernah

dilakukan terhadap kambing Peranakan Etawah betina oleh Phalepi (2004),

didapatkan persamaan dan perbedaan mengenai ukuran-ukuran tersebut dengan hasil

pengamatan langsung di lapangan. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada

Tabel 6.

Hasil pengukuran yang dilakukan menunjukkan besarnya nilai ukuran-ukuran

tubuh kambing Peranakan Etawah betina yang didapatkan melalui pengukuran

langsung di lapangan memiliki nilai rataan yang lebih besar dibandingkan hasil

penelitian Phalepi (2004). Ukuran-ukuran tubuh yang didapatkan melalui

(41)

28 lingkar ambing, panjang puting, lingkar puting dan lingkar metatarsus memiliki nilai

rataan yang lebih kecil. Hal ini meliputi produksi susu yang dihasilkan pada setiap

Farm memiliki nilai rataan yang lebih besar, berarti kelima peternakan memiliki

kualitas ternak yang cukup baik. Hal ini terlepas dari jumlah ternak yang diamati.

Budiarsana (2005) mengatakan, bahwa performa ternak di lapangan dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang kompleks sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan hasil

pengukuran performa ternak di setiap lokasi dan waktu yang berbeda.

Tabel 6. Rerata Ukuran-ukuran Tubuh Kambing PE Betina

Sifat dan

Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti

Tabel 6 menunjukkan, bahwa penampilan produksi susu yang tinggi berada

pada kelompok ternak yang dipelihara di PBA, hal ini ditunjukkan dengan

(42)

29 dengan ukuran tubuh pada kelompok ternak yang dipelihara di peternakan lainnya,

kecuali pada lingkar metatarsus yang memiliki dimensi ukuran yang relatif sama

pada semua ternak yang dipelihara walaupun berada di lokasi pemeliharaan yang

berbeda. Maylinda dan Basori (2004) menyebutkan, bahwa bobot badan dan ukuran

tubuh lainnya, meskipun bukan merupakan sifat-sifat ekonomis pada ternak perah

tetapi merupakan pencerminan potensi pertumbuhan ternak yang mempunyai

hubungan positif dengan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae yang

akan menentukan tinggi rendahnya produksi susu yang dihasilkan.

Kecenderungan yang dapat dilihat dari Tabel 6 adalah semakin besar dimensi

ukuran tubuh yang dimiliki oleh ternak kambing maka semakin tinggi produksi susu

yang dihasilkan oleh ternak kambing tersebut. Perbedaan dimensi ukuran tubuh ini

sesuai dengan pernyataan dari Devendra dan Burns (1994), bahwa hampir semua

dimensi pada tubuh kambing yang berproduksi susu tinggi sedikit lebih besar

dibandingkan kambing yang berproduksi susu rendah.

Koefisisen keragaman sebagai suatu ukuran keragaman relatif, pada

masing-masing peternakan tidak memperlihatkan dominasi untuk ukuran tubuh tertentu dari

semua dimensi ukuran tubuh yang diukur kecuali volume ambing dan volume puting.

Perbedaan tersebut disebabkan oleh jumlah ternak yang diamati pada setiap Farm

tidak sama, ukuran-ukuran tubuh yang diamati bervariasi dan adanya keragaman

bentuk serta ukuran-ukuran tubuh pada setiap individu ternak meskipun dalam satu

bangsa. Menurut Buckley et al. (2000), hal tersebut disebabkan perbedaan proporsi relatif dari bagian tubuh satu dengan yang lain. Keragaman ukuran juga dapat

diakibatkan penerapan manajemen pemeliharaan yang berbeda antar pengelola

ternak dan keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi ternak.

Banyaknya nilai keragaman yang tinggi pada ukuran tubuh yang memiliki

korelasi terhadap produksi susu, maka semua peternakan masih memungkinkan

untuk dilakukan seleksi. Seleksi pada KTMRSM didasarkan pada keragaman

panjang telinga (12,54%), volume ambing (40,29%), volume puting (65,36%), bobot

badan (14,04%), dalam ambing (12,92%), lingkar ambing (23,05%), panjang puting

(25,76%) dan lingkar puting (20,42%). Seleksi pada KTKM didasarkan pada

keragaman volume ambing (34,20%), volume puting (67,47%), bobot badan

(43)

30 KTTKSM dilakukan dengan dasar keragaman volume ambing (21,54%), volume

puting (51,69%), bobot badan (19,64%), panjang puting (19,65%) dan lingkar puting

(12,76%). Seleksi pada PBA didasarkan pada keragaman panjang telinga (12,43%),

volume ambing (39,80%), volume puting (57,57%), bobot badan (12,76%), dalam

ambing (14,78%), lingkar ambing (13,59%), panjang puting (17,26%) dan lingkar

puting (15,14%). Seleksi pada UPTDPTM didasarkan pada keragaman volume

ambing (27,19%), volume puting (33,38%) dan panjang puting (14,79%).

Semua ukuran tubuh yang memiliki nilai keragaman tinggi pada

masing-masing peternakan dapat dijadikan dasar dalam melakukan seleksi terhadap ternak,

akan tetapi hanya volume ambing, volume puting dan lingkar puting yang memiliki

korelasi nyata terhadap produksi susu. Seleksi ternak berdasarkan ketiga ukuran

tubuh tersebut dapat diurutkan mulai dari sifat yang memiliki nilai keragaman yang

tertinggi terlebih dahulu, yaitu pertama berdasarkan volume puting kemudian

berdasarkan volume ambing lalu terakhir berdasarkan lingkar puting. Hal ini

memiliki kecenderungan yang sama di semua peternakan.

Hubungan antara Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda

Analisis korelasi secara umum mengetahui keterkaitan antara dua atau lebih

peubah pada suatu sampel yang sama. Beberapa teknik analisis dapat digunakan

untuk melihat ada tidaknya hubungan antar peubah tersebut, tergantung dari tujuan

analisis dan jenis data yang akan dianalisis. Hasil analisis korelasi bahwa semakin

besar nilai korelasi yang ada atau bernilai koefisien semakin mendekati satu, berarti

hubungan antara kedua peubah semakin erat. Korelasi antara ukuran tubuh dengan

produksi susu disajikan pada Tabel 7.

Korelasi yang bernilai positif atau negatif dapat terjadi karena beragamnya

ukuran tubuh ternak yang diamati. Korelasi positif ditunjukkan dengan

meningkatnya suatu sifat, maka akan meningkatkan suatu sifat yang lain dan

sebaliknya, sedangkan korelasi negatif ditunjukkan dengan meningkatnya suatu sifat,

maka akan menurunkan sifat yang lain dan sebaliknya. Menurut Aunuddin (1989),

nilai korelasi bisa bernilai negatif atau positif yang berkisar antara -1 dan +1,

tergantung pada arah pola hubungan antara kedua peubah tersebut. Berdasarkan

analisis korelasi terhadap induk kambing PE pada kelima peternakan yang berbeda,

(44)

31 penelitian ini dapat dilihat, bahwa korelasi tertinggi antara ukuran tubuh ternak

terhadap produksi susu adalah volume ambing dengan nilai korelasi 0,992 sedangkan

pada penelitian Maylinda dan Basori (2004) nilai korelasi volume ambing dengan

produksi susu adalah sebesar 0,978.

Tabel 7. Korelasi antara Ukuran-ukuran Tubuh dengan Produksi Susu dari Kambing PE Betina pada Farm yang Berbeda.

Korelasi KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM Keterangan : KTMRSM = Sri Murni, KTKM = Kelompok Tani Karsa Menak, KTTKSM = Kelompok

Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti; PS = Produksi Susu, VAm = Volume Ambing, PPtg = Panjang Puting, BB = Bobot Badan, TB = Tinggi Badan, DAm = Dalam Ambing, PT = Panjang Telinga, LiD = Lingkar Dada, LiAm = Lingkar Ambing, DD = Dalam Dada

Nilai Keeratan Hubungan antara Produksi Susu dengan Ukuran-ukuran Tubuh pada Peternakan yang Berbeda

Penampilan luar ternak yang dilihat berdasarkan ukuran tubuh digunakan

untuk menentukan tipe ternak dengan kemampuan produksi yang tinggi.

Ukuran-ukuran tubuh yang pernah digunakan pada ternak perah besar untuk menduga

produksi susu antara lain panjang badan, tinggi pundak, lebar dada, lingkar dada dan

bobot tubuh, kemudian ditambahkan ukuran lingkar dada dan volume ambing dalam

penelitian Maylinda dan Basori (2004). Penambahan peubah lain dari ukuran tubuh,

selain yang disebutkan tadi dilakukan dengan melihat bentuk dan fungsi lain dari

bagian tubuh berdasarkan tipe perah yang dimiliki kambing dan kemudian dilihat

kemungkinannya untuk digunakan dalam pendugaan produksi susu.

Penggunaan ukuran-ukuran tubuh untuk menduga bobot hidup sudah banyak

dilakukan, karena alasan praktis serta mudah dalam pengerjaan maupun penilaian.

Hal yang sama juga diberlakukan untuk menduga produksi susu, sehingga kisaran

pendekatan hasil produksi susu yang mendekati hasil sebenarnya dari seekor ternak

(45)

32 susu dengan ukuran-ukuran tubuh tersebut sebagai penduganya. Tabel 8

menunjukkan nilai korelasi antara produksi susu induk kambing PE dengan

ukuran-ukuran tubuhnya pada peternakan yang berbeda.

Tabel 8. Korelasi (r) Produksi Susu dengan Ukuran-Ukuran Tubuh Kambing PE

Ukuran Tubuh KTMRSM KTKM KTTKSM PBA UPTDPTM KTTKSM = Kelompok Tani Surya Medal, PBA = Aan Farm, UPTDPTM = UPTD Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti

*=nyata (P<0,05)

** = sangat nyata (P<0,01)

Analisis korelasi ukuran-ukuran tubuh terhadap produksi susu mendapatkan

hasil yang sangat beragam, karena penampilan seekor ternak terkait dengan hasil dari

suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan

tersebut. Produksi susu secara umum mempunyai hubungan yang erat dengan

ukuran-ukuran tubuh, kecuali panjang telinga (PBA, KTKM, UPTDPTM dan

KTTKSM) dan tinggi badan; panjang badan; dalam dada; lingkar ambing; lingkar

metatarsus pada UPTDPTM yang berkorelasi negatif. Dimensi ambing merupakan bagian tubuh ternak yang memiliki hubungan erat dengan produksi susu dan

memiliki nilai korelasi tertinggi jika dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya

Maylinda dan Basori (2004).

Berdasarkan Tabel 8 diketahui, bahwa korelasi tertinggi pada KTMRSM,

yaitu pada produksi susu dengan volume ambing (0,992). Selain dari KTMRSM,

Gambar

Gambar 3. Kambing Peranakan Etawah
Tabel 1. Penampilan Produksi Susu Kambing pada Beberapa Pengamatan
Gambar 7. Pengukuran Tinggi Badan
Gambar 12. Pengukuran Dalam Ambing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ispitivanjem elektri č ne provodljivosti sistema u kome je C/T odnos 1:2, pokazano je da dati surfaktantni sistem sa pove ć anjem udela vodene faze pokazuje porast elektri č

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkanNya, skripsi yang berjudul ”Analisis dan Perancangan Sistem Penyediaan Tenaga

2. Pengajaran rnata pelajaran Lilerasi Komputer akan bermula dengan pelajar-petajar Tingkatan t di 60 buah sekolah menengah yang telah dibekalkan dengan kemudahan

Untuk penerapan desain layout Promosi event untuk Sanggar Seni dan Budaya Paduraksa, tentu akan mengacu pada dasar penerapan layout yang terdiri dari tulisan, ilustrasi, dan

a) Perjanjian ini dan Kepentingan Cagaran hendaklah telah ditandatangani, disetem, dan didaftarkan dengan pendaftar–pendaftar yang difikirkan perlu atau wajar oleh pihak Bank,

Klien memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal

Pada tingkat penggunaan KBMF 60% (R4) menghasilkan pertambahan bobot hidup yang paling rendah dan berbeda nyata (P&lt;0,05) dengan perlakuan lainnya, tetapi nilai konsumsi

Penulis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan muatan lokal program hafalan AlQur‟an, bagaimana pelaksanaanya serta penilaianya dalam program hafalan