• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI DAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM

KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN

PEKARANGAN (OPP) P2KP

NADIA ZABILA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

NADIA ZABILA. Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP. Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN.

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Sementara, masih banyak rumah tangga yang belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan dalam hal mutu dan tingkat gizinya. Pemerintah mengupayakan masalah tersebut melalui Program Percepatan Penganekaragaman Pangan (P2KP) kepada kelompok wanita untuk mengoptimalkan lahan pekarangannya menjadi sumber pangan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dengan persepsi wanita tani terhadap kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) dan hubungan persepsi tersebut dengan tingkat partisipasinya. Hasil penelitian adalah wanita tani mempersepsikan bahwa metode dan penyuluh P2KP hanya membuat responden tertarik dan termotivasi. Penyuluh dianggap tidak mengetahui kebutuhan dan permasalahan KWT yang sebenarnya. Materi diberikan cukup baik namun kegiatan ini belum sesuai dengan kebutuhan. Partisipasi wanita tani dalam kegiatan OPP memiliki tingkatan yang rendah. Terdapat hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dengan persepsi wanita tani terhadap kegiatan ini. Namun, hanya dalam aspek tujuan utama dan manfaat dalam kegiatan OPP. Sementara, tidak ditemukan hubungan antara persepsi tersebut dengan partisipasi dalam kegiatan ini.

Kata Kunci: ketahanan pangan, intensitas komunikasi dan penyuluh.

ABSTRACT

NADIA ZABILA. Perception and Participation of Women Farmers in the Activities of Optimizing Courtyard Utilization (OPP) P2KP. Supervised by NURMALA K. PANDJAITAN.

Food security is very strategic and important. Meanwhile, many households are still unable to realize the food availability in terms of its quality and nutrition level. The government has attempted to address this issue through Food Variety Acceleration Program (P2KP) by empowering groups of women to optimize their courtyards as a source of household food. This study aimed to analyze the relationship between the intensity of P2KP extension agent communication with the perception of women farmers on the activities of Optimizing Courtyard Utilization (OPP) and the relationship between the perception and the participation level. The result showed the women farmers perceived that the method and the P2KP extension agent only made the respondents interested and motivated. The extension agent were considered being unaware of the real needs and problems facing KWT. The material given was quite good despite its irrelevance to the needs. The participation of women farmers in OPP activities was relatively low. There was a correlation between the intensity of P2KP extension agent communication and the perception of women farmers in this activity. However, the correlation was evident only in the aspects of the main objective and the benefits of OPP. No correlation was found between the perception and the participation level in the activity.

(5)

PERSEPSI DAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM

KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN

PEKARANGAN (OPP) P2KP

NADIA ZABILA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Nama : Nadia Zabila NIM : I34090077

Disetujui oleh

Dr Nurmala K Pandjaitan, MS. DEA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(8)
(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah mengenai “Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Penyuluhan”, dengan judul “Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP”.

Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua, Ayahanda Djamal Abdul Latief dan Ibunda Nina Aminah. Kepada suami yaitu Andromeda Mercury Putra, S.IP. Kedua kakak tersayang yaitu Rama Abdilah, A.Md dan Astrid Meidiyanti, A.Md serta kepada adik Nathasya Lathifah. Terimakasih selalu memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dukungan dan semangat yang tak terbatas kepada penulis.

2. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA. atas kesediaan waktu dan kesabarannya dalam membimbing dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Aida V. S. Hubeis selaku dosen penguji utama dan Heru Purwandaru SP. MSi. selaku dosen penguji kedua. Selanjutnya kepada Ir. Hadiyanto, MSi. selaku dosen uji petik skripsi. Terimakasih atas segala masukan-masukan yang turut menyempurnakan skripsi ini.

4. Rekan-rekan satu bimbingan Dini Dwiyanti dan Ajeng Intan Purnamasari. 5. Pihak BKP5K dan BP4K Kabupaten Bogor serta BP3K Kecamatan

Cibungbulang yang telah memberikan pengarahan dan dukungan selama penulis di lokasi penelitian.

6. Pemerintah dan anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Situ Udik dan Cibatok Satu yang turut berkontribusi dalam memberikan informasi kepada penulis.

7. Kepada sahabat seperjuangan, Novia Darwis, M. Septiadi, Faiza Libby Shabira Lubis, Arif Rachman, Tiara Pridatika, Jabbar Saputra, Indra Setiyadi, seluruh teman-teman KPM 46 dan rekan-rekan atau pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk menambah pemahaman mengenai persepsi dan partisipasi terhadap penyuluhan di perdesaan.

(10)
(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI VII

DAFTAR TABEL IX

DAFTAR GAMBAR XI

DAFTAR LAMPIRAN XI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Kegunaan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

(P2KP) 3

Penyuluhan Pertanian 5

Persepsi 10

Partisipasi 13

Kerangka Pemikiran 14

Hipotesis 15

Definisi Operasional 16

PENDEKATAN LAPANGAN 19

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu 19

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 19

Pengumpulan Data 19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM KECAMATAN CIBUNGBULANG 21

Desa Cibatok Satu 21

Desa Situ Udik 24

Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan di Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor 27

KARAKTERISTIK RESPONDEN 31

Karakteristik Individu Kedua Kelompok Wanita Tani 31 Intensitas Komunikasi Penyuluh Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan 32

Ikhtisar 34

PERSEPSI TERHADAP KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN

(13)

Persepsi Wanita Tani terhadap Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan

Pekarangan 35

Ikhtisar 44

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN

PEKARANGAN 45

Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan

Pekarangan 45

Ikhtisar 50

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DENGAN

PENYULUH P2KP DAN PERSEPSI WANITA TANI DENGAN

KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN 51

Ikhtisar 54

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI WANITA TANI DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN 55

Ikhtisar 58

SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 61

LAMPIRAN 63

(14)

DAFTAR TABEL

1. Mata pencaharian pokok warga Desa Cibatok Satu Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 22 2. Jumlah dan presentase produksi komoditas tanaman pangan Desa Cibatok

Satu Kabupaten BogorTahun 2010 ... 22 3. Mata pencaharian pokok warga Desa Situ Udik Kabupaten Bogor Tahun

2012... 24 4. Daftar pengurus dan anggota Kelompok Wanita Tani Teratai Desa Situ

Udik Tahun 2012... 26 5. Contoh materi yang digunakan berdasarkan hasil musyawarah antara

penyuluh dan wanita KWT Teratai Situ Udik Tahun 2012 ... 29 6. Jumlah dan presentase responden berdasarkan karakteristik individu ... 31 7. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat kehadiran dalam

penyuluhan OPP ... 32 8. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat interaksi dengan

penyuluh OPP ... 33 9. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

penyuluh dalam kegiatan OPP ... 33 10.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan

utama kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 35 11.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan

lainnya dari optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 36 12.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis

manfaat optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 36 13.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian jenis manfaat

kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 36 14.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap metode

SL-P2KP ... 37 15.Jumlah dan presentase responden berdasarkan metode yang digunakan

dalam SL-P2KP ... 39 16.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap

metode SL-P2KP ... 39 17.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap materi

kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan yang diberikan ... 40 18.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap

materi optimalisasi pemanfaatan pekarangan... 40 19.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap penyuluh

P2KP ... 41 20.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap

penyuluh P2KP ... 41 21.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis

kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 42 22.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap

jenis kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 43 23.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap

(15)

24.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap pelaksanaan pasca SL-P2KP ... 44 25.Jumlah dan presentase responden berdasarkan luas lahan yang digunakan

dalam kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 45 26.Jumlah dan presentase responden berdasarkan tahapan pelaksanaan

optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 46 27.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian tahapan

pelaksanaan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 47 28.Jumlah dan presentase responden berdasarkan keaktifan dalam kegiatan

optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 47 29.Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian keaktifan dalam

kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 49 30.Jumlah dan presentase responden berdasarkan partisipasi dalam kegiatan

optimalisasi pemanfaatan pekarangan ... 49 31.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi tujuan utama ... 51 32.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi tujuan lainnya ... 51 33.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi manfaat ... 52 34.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi metode SL-P2KP ... 52 35.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi materi ... 53 36.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi penyuluh P2KP ... 53 37.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi jenis kegiatan ... 54 38.Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

dengan penyuluh P2KP dan persepsi pasca pelaksanaan P2KP ... 54 39.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan

utama dan partisipasinya ... 55 40.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan

lainnya dan partisipasinya ... 55 41.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap manfaat

dan partisipasinya... 56 42.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap metode

SL-P2KP dan partisipasinya... 56 43.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap materi

dan partisipasinya... 57 44.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap penyuluh

P2KP dan partisipasinya ... 57 45.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis

kegiatan dan partisipasinya ... 57 46.Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap pasca

(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran bentuk persepsi dan tingkat partisipasi wanita tani dalam kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan

P2KP... 15

2. Perbandingan jumlah produksi komoditas tanaman pangan Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Tahun 2012... 25

3. Keadaan lahan pekarangan (a) anggota KWT Nusa Jati dan (b) anggota KWT Teratai... 45

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Desa Cibatok Satu dan Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013... ... 63

2. Jadwal pelaksanaan penelitian Tahun 2013... ... 64

3. Kerangka Populasi... 65

4. Kuesioner... 66

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia membutuhkan waktu dua dasarwarsa masa peralihan uji coba sebelum bisa memulai suatu program pembangunan berencana jangka panjangnya sejak tahun 1969, yang diawali dengan suatu crash-programme selama tiga tahun. Pembangunan yang dipimpin oleh pemerintah pada dasarnya mengikuti kapitalis. Aspek kapitalis justru membuat resah masyarakat yang dimana sebagian besar program yang diberikan pemerintah bersifat top-down dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Rahardjo 2006). Pembangunan yang diberikan pemerintah akan berhasil jika sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat, begitu juga tindakan pemerintah dalam menanggapi krisis pangan.

Menurut Sibuea (2012), pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk menghadapi ancaman krisis pangan global. Masyarakat patut didorong untuk mengurangi ketergantungan konsumsi pada beras yang harganya kian mahal. Masyarakat Indonesia yang tingkat konsumsi berasnya sangat tinggi, sekitar 139 kilogram per kapita per tahun, amat rentan terkena dampak krisis pangan. Perkiraan para pengamat ketahanan pangan menunjukkan produksi Gabah Kering Giling (GKG) cenderung menurun dalam waktu 10 tahun belakangan ini. Pemerintah harus dapat mendorong (bukan memaksa) masyarakat untuk meragamkan pola konsumsi makan sebagai bentuk penguatan ketahanan pangan.

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Saat ini ketahanan pangan belum dicapai pada seluruh rumah tangga walaupun pada tingkat nasional hasilnya telah lebih baik. Masih banyak rumah tangga yang belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup, terutama dalam hal mutu dan tingkat gizinya. Dalam hal ini keanekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam ketahanan pangan (FKPP 2003).

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dijelaskan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Untuk merealisasikan ketahanan pangan tersebut, pemerintah bertugas melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pelaksanaan gerakan Percepatan Penganekragaman Konsumsi Pangan (P2KP) merupakan implementasi dari Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragam Konsumsi Pangan berbasis sumber daya lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009, dan Peraturan Gubernur Nomor 60 Tahun 2011 (BKP 2012).

(19)

Pemanfaatan Pekarangan (OPP). Kegiatan atau pemberdayaan kelompok wanita bertujuan mengembangkan pola pikir ibu rumah tangga tentang komposisi menu makanan yang beragam, seimbang dan aman melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pemanfaatan pangan lokal. Dengan demikian partisipasi wanita tani dalam kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ini menjadi salah satu penentu keberhasilan program P2KP. Menurut Lalenoh (1994) dalam penelitiannya mengenai kegiatan pelayanan rehabilitas sosial pemukiman kumuh di kotamadya Bandung ditemukan bahwa persepsi masyarakat di pemukiman kumuh terhadap kegiatan tersebut memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi dalam kegiatannya. Responden yang memiliki persepsi yang positif cenderung memiliki partisipasi yang tinggi, dimana keterlibatan responden dalam beberapa tahap kegiatan fisik ditemukan sangat aktif.

Penelitian mengenai persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP, dengan demikian menjadi bagian yang penting dipelajari untuk dapat memahami sejauhmana partisipasi mereka. Selain itu, dengan adanya SL-P2KP sebagai bentuk penyuluhan kegiatan OPP ingin diketahui sejauhmana pengaruhnya terhadap persepsi wanita tani yang mengikuti kegiatan. Lebih lanjut, ingin diketahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kegiatan OPP dengan tingkat partisipasi wanita tani pada kegiatan tersebut.

Masalah Penelitian

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dan persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dalam program P2KP?

2. Bagaimana hubungan antara persepsi wanita tani tentang kegiatan OPP dengan tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan OPP tersebut?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji persepsi dan partisipasi wanita tani dalam kegiatan Gerakan P2KP. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dan persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dalam program P2KP.

2. Menganalisis hubungan antara persepsi wanita tani tentang kegiatan OPP dengan tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan OPP tersebut.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melalui penelitian ini dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan antara persepsi dengan perilaku petani khususnya menyangkut program penyuluhan pertanian di perdesaan.

2. Menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan strategi dan kebijakan mengenai pembuatan program pembangunan pertanian berikutnya. 3. Dapat dijadikan bahan masukan dan motivasi bagi pihak yang berkepentingan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

Pelaksanaan P2KP merupakan implementasi dari Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi pangan Berbasis Sumberdaya Lokal yang ditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri pertanian No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal (BKP 2012). Implementasi gerakan P2KP dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti:

1. Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengembangan usaha rumah tangga pangan lokal berbasis tepung-tepungan.

2. Pengembangan pangan lokal melalui kegiatan pra-pangkin dan kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal.

3. Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan, serta

4. Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) Pada Kawasan P2KP1 yang merupakan pengembangan dari kegiatan P2KP pada tingkat kawasan. Kegiatan P2KP juga diharapkan dapat mendorong peran serta dunia usaha melalui Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Pemberdayaan kelompok wanita dalam P2KP direalisasikan dengan dua kegiatan yaitu optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengembangan usaha rumah tangga pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan. Tujuan kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) adalah:

a. Mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan.

b. Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan kelompok wanita untuk memanfaatkan bahan pangan yang ada di pekarangan untuk diolah sebagai menu sehari-hari.

Sasaran pada kegiatan OPP adalah kelompok wanita yang telah memiliki kelembagaan yang aktif dengan pendekatan pemilihan berdasarkan tempat tinggal dengan jumlah minimal 10 rumah tangga. Lokasi yang dipilih bagi penerima manfaat tahun 2012 adalah wilayah dalam satu tempat tinggal, minimal memiliki satu lahan pekarangan utama yang dijadikan sebagai demplot pekarangan berdasarkan potensi desa penerima manfaat.

Seleksi lokasi dilaksanakan oleh aparat pemerintahan kabupaten atau kota yang menangani ketahanan pangan berkoordinasi dengan aparat pemerintahan provinsi. Penetapan kelompok penerima manfaat ditetapkan dengan SK Kepala pemerintahan provinsi atau kabupaten.

Pada kegiatan OPP dilaksanakan dengan menggunakan sebuah metode yaitu Sekolah Lapang (SL). Metode SL ini menggunakan pendekatan praktek

1

(21)

langsung yang dinamakan Self Learning dalam mengembangkan pekarangan mulai dari aspek budidaya hingga pengolahan hasil pekarangan (from farm to table) dengan tetap memperhatikan kebutuhan gizi keluarga sehari-hari dan kelestarian lingkungan.

Sekolah Lapangan (SL) P2KP2 dilaksanakan dalam rangka Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dan dikembangkan atas dasar pemikiran, bahwa Sistem Pelatihan tersebut harus mampu mengubah sasaran dari sikap “ketergantungan” (dependent) kearah “kemandirian” (independent) dan sikap “saling ketergantungan” (interdependent) kearah kerja dalam kelompok (team work); dari sikap kerja berdasarkan kebiasaan atau pemberian/petunjuk ke arah sikap kerja rasional; dari sekedar bisa bekerja atau terampil ke arah bekerja profesional (ahli). Sedangkan proses berlatih dirancang agar sasaran pelatihan dapat berlatih dengan cara mengalami, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri pada situasi nyata di tempat kerjanya. Melalui SL materi pelatihan dapat diterima secara utuh dan cepat oleh sasaran. Didalam proses berlatih melatih dengan model SL, metode yang paling tepat adalah berlatih yang didasarkan oleh pengalaman atau dikenal sebagai Experriental Learning Cycle (ELC).

Tujuan umum penyelenggaraan pelatihan Sekolah Lapangan adalah meningkatkan kompetensi kerja dan perilaku sasaran pelatihan, serta untuk mempercepat proses alih teknologi dari sumber/perekayasa teknologi sampai ke kelompok wanita. Tujuan khusus penyelenggaraan Sekolah Lapangan P2KP adalah:

a. Membudayakan pemanfaatan pekarangan dalam mendukung penganekaragaman konsumsi pangan di kalangan masyarakat.

b. Mempercepat penerapan pengetahuan tentang penganekaragaman konsumsi pangan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dalam mengelola pekarangan.

c. Meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan melalui pemanfaatan pekarangan.

SL-P2KP berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi kelompok wanita, sekaligus sebagai media pengambilan keputusan tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. SL-P2KP dimaksudkan untuk peningkatan kemampuan peserta P2KP yang dapat dilakukan melalui kegiatan berlatih melatih di demplot/areal percontohan kelompok yang dijadikan sebagai Laboratorium Lapangan (LL). Kegiatan berlatih melatih ini difokuskan pada aktivitas meningkatkan perilaku, ketrampilan dan sikap melalui aktivitas menemukenali, mengungkapkan pengalaman dan penarikan kesimpulan terkait dengan P2KP.

Peserta SL-P2KP wajib mengikuti setiap tahap kegiatan pemanfaatan pekarangan dan mengaplikasikan sesuai dengan spesifikasi lokasi masing-masing mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen, sampai pengelolahan pangan untuk konsumsi. Pada setiap tahapan pelaksanaan, anggota kelompok diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah

2

(22)

direncanakan dan dijadwalkan, baik di demplot maupun di pekarangan masing-masing anggota kelompok.

Pelaksanaan SL dilakukan melalui pendampingan penyuluh pendamping P2KP Desa dengan menggunakan alat bantu berupa KIT (alat peraga/modul dll) P2KP atau media sosial lainnya. Pendampingan kegiatan OPP dilakukan oleh penyuluh pertanian yang memiliki peranan, yaitu:

1. Sebagai pemandu yang paham terhadap materi, permasalahan dan kebutuhan yang ada di lapangan.

2. Sebagai dinamisator proses SL-P2KP sehingga menimbulkan ketertarikan dan lebih menghidupkan kegiatan kelompok.

3. Motivator yang kaya akan pengalaman dalam budidaya dan dapat membantu membangun kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.

4. Sebagai konsultan bagi anggota kelompok SL-P2KP untuk mempermudah menentukan langkah-langkah selanjutnya setelah kegiatan P2KP.

Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan OPP terdiri dari identifikasi potensi desa dan permasalahannya, menyusun Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA) Kelompok, pengembangan pemanfaatan pekarangan, dan sosialisasi mengenai konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

Pertemuan rutin dilaksanakan sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah disepakati bersama dengan kelompok wanita. Pertemuan dilaksanakan minimal sepuluh kali dalam setahun, apabila terdapat dana dukungan dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota maka dapat dilaksanakan lebih dari sepuluh kali dalam setahun.

Penyuluhan Pertanian

Pada dasarnya pengertian penyuluhan sangatlah banyak didefinisikan oleh beberapa ahli. Menurut Setiana (2004), Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan harapan. Dalam Wiriaatmadja (1973) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistim pendidikan di luar sekolahan untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu, dan bisa menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan.

Kartasapoetra (1987), penyuluhan pertanian adalah usaha mengubah perilaku petani dan keluarganya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai kemampuan, dan kemauan serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam rangka kegiatan usaha tani dan kehidupannya.

Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan pengetahuan kearah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

(23)

dikembangkan sebagai sumber informasi. Berkembangnya teknologi dalam bidang pertanian dan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat pertanian, menuntut untuk lebih diperluas lagi cakupan kegiatan penyuluhan pertanian.

Berdasarkan uraian para ahli diatas, penyuluhan dapat didefinisikan sebagai sebuah pendidikan nonformal yang diberikan kepada masyarakat khususnya dalam hal ini adalah petani dan keluarganya, dengan upaya menambah kapasitas diri petani dalam mengelola usaha tani menuju kemandirian dan kesejahteraan.

Tujuan akhir pembangunan pertanian yang sedang diselenggarakan sekarang ini ialah peningkatan kesejahteraan petani khususnya dan kesejahteraan rakyat pada umumnya Mosher (1978). Berbagai upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat perdesaan melalui penyuluhan telah dilakukan, manfaat yang seharusnya dirasakan oleh petani dari penyuluhan adalah merasakan perubahan perilaku baik pengetahuan, ketrampilan maupun sikap kearah yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga produktivitas dan kualitas usaha yang dicapai mengalami peningkatan dalam hal pertanian. Namun, yang menjadi permasalahan saat ini penyuluhan tidak sepenuhnya dirasakan manfaat oleh petani. Kualitas penyuluh dapat menentukan keberhasilan dari penyuluhan yang diberikan. Tugas utama dari penyuluh adalah sebagai pemimpin yang dapat menggerakan petani untuk lebih termotivasi dalam pengembangan kualitas maupun kuantitas pertanian, sebagai penasehat yang baik dan mampu memediasikan antar kepentingan pemerintah yang juga melihat akan kepentingan sasaran penyuluhan.

Menurut Setiana (2004), titik berat proses penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena adanya perubahan penambahan pengetahuannya saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada ketrampilan sekaligus sikap mental yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntungkan.

Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek kapasitas diri yang terdiri dari pengetahuan ketrampilan dan sikap mental sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usahataninya demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian. Setiana (2004) pun kembaliberpendapat, penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluh meupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku, selain membutuhkan waktu relatif lama, juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambungan (Setiana 2004).

Penyuluhan pertanian adalah aktivitas pendidikan di luar sekolah yang mengandung sifat-sifat khusus, dan sifat khusus tersebut yaitu sebagai berikut (Mosher 1978):

a. Berhubungan dengan masalah petani di perdesaan dan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan pada waktu tertentu dan berkaitan erat dengan mata pencaharian.

(24)

c. Keberhasilan pelaksanaannya memerlukan bantuan berbagai aktivitas yang langsung maupun yang tidak langsung menunjang pendidikan

d. Pelaksanaannya dalam suasana kooperatif dan toleransi, musyawarah untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.

Setiana (2004) mengungkapkan, petani di perdesaaan perlu mendapatkan pendidikan berupa pendidikan non formal dengan cara yang sederhana, mudah, menarik dan gamblang sehingga dapat dipahami dan dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

Kartasapoetra (1987) mengatakan bahwa pendekatan untuk memperlancar keberhasilan penyuluhan memerlukan waktu, kesabaran dan ketekunan. Walaupun penyuluh biasanya hanya mempunyai waktu yang terbatas. Adapun cara mempercepat proses keberhasilan tersebut melalui pembentukan Kontak Tanipara anggotanya yang terdiri dari para petani yang telah terpengaruh atau telah menerapkan suatu pengetahuan baru (teknologi baru). Selanjutnya setiap anggota Kontak Tani tersebut diharapkan oleh penyuluh akan mempengaruhi sejumlah petani lainnya, dan petani lainnya melanjutkan mempengaruhi petani berikutnya. Hal ini dapat dikatakan sebagai “sistem penyuluhan berantai”. Dengan demikian diperlukannya komunikasi dalam kegiatan penyuluhan, dimana penyuluh ialah meneruskan (menyampaikan) pikirannya kepada para petani dalam rangka mempengaruhi para petani dengan maksud dan harapannya.

Intensitas Komunikasi dalam Penyuluhan

Sastraatmadja (1993) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah sarana kehidupan yang cukup penting bagi manusia dimana pun manusia berada, kehadiran komunikasi mutlak dibutuhkan. Begitu pula dalam kegiatan penyuluhan pertanian ini. Kartasapoetra (1987) pun berpendapat bahwa komunikasi sendiri mempunyai arti proses transisi atau penerusan faktor-faktor, kepercayaan, sikap, reaksi emosi atau lain-lain pengetahuan di antara individu dengan individu dalam masyarakat.

Intensitas komunikasi mempengaruhi kualitas penyuluhan petani untuk melakukan interaksi agar dapat memahami materi penyuluhan atau inovasi yang ada lebih dalam lagi. Adanya umpan balik atau feed back yang merupakan respon, diharapkan terjadi dalam kegiatan penyuluhan. Intensitas komunikasi akan menentukan efektifitas pesan yang disampaikan penyuluh k epada petani. Suriatna (1987) menambahkan bahwa proses pendidikan pada petani itu terjadi karena adanya komunikasi yang berjalan dua arah yaitu antara penyuluh sebagai sumber dan keluarga tani sebagai sasaran atau sebaliknya. Dalam proses komunikasi, saluran merupakan salah satu unsurnya. Dalam kegiatan penyuluhan, saluran yang dimaksud ialah metode penyuluhan.

Dengan demikian metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai cara penyampaian materi penyuluhan melalui media komunikasi oleh penyuluh kepada petani beserta keluarganya. Metode penyuluhan penting adanya, agar petani beserta keluarganya bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru.

(25)

dibandingkan desa belum maju. Frekuensi kunjungan penyuluh ke desa maju yang lebih banyak mencapai 4-5 kali per bulan, sedangkan kunjungan ke desa belum maju mencapai 2-3 kali per bulan.

Adopsi Inovasi dalam Penyuluhan

Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang disuluhkan dengan baik dan atas kesadarannya sendiri berusaha untuk menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupan usaha taninya.

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa pesan-pesan pembangunan yang disuluhkan pada masyarakat sasaran harus mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat pembaharuan, yang sering disebutnya dengan istilah innovativeness. Karena dalam proses adopsi dalam penyuluhan selalu dikaitkan dengan istilah inovasi.

Inovasi oleh Rogers Shoemakers dalam Setiana (2004) diartikan sebagai ide-ide baru, praktik-praktik baru atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Selanjutnya Mardikanto (1993) menjelaskan inovasi dapat diartikan lebih luas lagi, dimana inovasi tidak terbatas pada benda, barang atau produk tertentu saja, namun dapat pula mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau bahkan gerak-gerakan yang mengarahkan pada proses perubahan dalam segala bentuk masyarakat.

Menurut Setiana (2004) adopsi dalam proses penyuluhan sering kali diartikan sebagai suatu proses mentalitas pada diri seseorang atau individu, dari mulai seseorang tersebut menerima ide-ide baru sampai memutuskan menerima atau menolak ide-ide tersebut. Menurut Suriatna (1987) proses adopsi merupakan proses mentalitas yang bertahap mulai dari kesadaran (awareness), minat (interest), menilai (evaluation), mencoba (trial) dan akhirnya menerapkan (adoption). Tahapan dalam proses adopsi terjadi tanpa berurutan, artinya proses adopsi inovasi terjadi demikian cepatnya seakan-akan melompat pada kondisi mengerti atau sadar langsung pada menerapkan tanpa melalui pertimbangan yang matang. Sebaliknya, ada pula tahapan yang berhenti pada keadaan berminat saja tanpa kelanjutan pada tahap berikutnya yaitu mencoba dan menilai sehingga menerapkan.

Menurut Wiriaatmadja (1973), indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang pada setiap tahapan proses adopsi adalah sebagai berikut:

1. Tahap sadar, pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.

2. Tahap minat, pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci.

3. Tahap menilai, pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri, misalnya kesanggupan serta risiko yang akan ditanggung, baik dari segi sosial maupun ekonomis.

(26)

5. Tahapan mencoba, pada tahapan ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba dalam skala kecil sebagai upaya mencoba untuk meyakinkan apakah dapat dilanjutkan.

6. Tahapan penerapan atau adopsi, pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.

Ciri belajar dalam penyuluhan tidak semata-mata dalam rangka meningkatkan pengetahuan seseorang atau peserta belajar, tetapi lebih daripada itu, tujuan belajar dalam penyuluhan mempunyai ciri terjadinya perubahan perilaku yang mengarah pada tindakan. Perubahan perilaku yang mengarah pada tindakan hanya akan tercapai apabila mampu merubah pengetahuan, ketrampilan dan sekaligus sikap ke arah yang lebih baik (Setiana 2004). Menurut Mardikanto (1993) ada beberapa ciri belajar yang dapat digunakan sebagai patokan dalam proses belajar:

1. Proses belajar adalah proses aktif, artinya setiap individu yang terlibat di dalamnya harus melakukan aktivitas. Aktivitas disini dapat berupa aktivitas fisik, otak maupun aktivitas mental dan emosi seseorang. Makin banyak aktivitas yang dapat ditumbuhkan dalam diri seseorang yang sedang melakukan proses belajar makan akan makin memberikan hasil belajar yang baik.

2. Belajar adalah proses yang harus dialami sendiri oleh peserta belajar sebagai individu yang memiliki kemauan belajar. Dengan kata lain, belajar tidak dapat diwakili orang lain karena setiap individu yang belajar harus menerima atau mengalami sendiri stimulus-stimulus yang diajarkan dan memberikan respons atas stimulus/rangsangan yang diterimanya.

3. Belajar merupakan proses yang hasilnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan belajar dari peserta belajar. Karena kemampuan belajar setiap individu tidak sama, baik disebabkan faktor genetis, jenis kelamin, usia, intelegensia, bakat maupun lingkungan, maka dalam melakukan proses belajar harus dikelompokkan dalam beberapa cara agar lebih efektif.

4. Proses belajar dipengaruhi pengalaman, artinya pengalaman yang dimiliki seseorang sangat mempengaruhi semangat orang tersebut dalam belajar. Pengalaman seseorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak.

5. Proses belajar juga akan lebih efektif jika seseorang belajar menggunakan atau mengaktifkan seluruh inderanya, yaitu penglihatan, pendengaran, gerakan tangan, kaki, perasaan pikiran, bahkan emosinya.

6. Proses belajar dipengaruhi kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh sasaran. Kebutuhan yang dirasakan akan mempengaruhi hasil belajar peserta belajar, karena itu pemahaman terhadap kebutuhan sasaran harus diperhatikan dalam setiap kegiatan penyuluhan.

7. Proses belajar didorong atau dihambat oleh hasil belajar yan pernah diraih. Dalam kegiatan penyuluhan, apabila hasil yang diperoleh dari proses belajar yang dialami menghasilkan kegagalan, kerugian atau kekecewaan, maka akan sulit untuk mengembalikan kepercayaan sasaran didik agar mau mengikuti penyuluhan berikutnya.

(27)

jauh lebih baik dan efektif dibandingkan di lingkungan yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari mereka. Penyesuaian terhadap lingkungan yang asing akan mengurangi hasil belajar yang dicapai.

Dengan demikian, ciri belajar menjadi hal yang penting sebagai patokan untuk mengamati bagaimana proses belajar dalam penyuluhan berlangsung.

Persepsi

Pada hakikatnya, arti dari persepsi cukup beragam didefinisikan oleh para ahli, persepsi dapat dikatakan sebagai suatu proses pemahaman individu terhadap stimuli sebagai proses pernafsiran atau pandangan terhadap suatu pesan (informasi) yang dimulai dengan proses penginderaan, penyaringan stimulus (atensi), interpretasi (pemberian makna) terhadap informasi yang diterima.

Thoha (2001) persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.

van den Ban dan Hawkins (1998) mengartikan persepsi sebagai proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Selain itu, menurut Riswandi (2009) persepsi adalah sebuah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding). Persepsi mencakup penginderaan (sensasi) melalui alat-alat/panca indra (mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah), atensi, dan interpretasi. Mulyana (2010) mengartikan, persepsi merupakan suatu proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu makna lebih umum.

Menurut Walgito (1990), persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap suatu stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu. Karena persepsi merupakan aktivitas yang intergrated, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu.

Menurut Nord dalam Susiatik (1998), persepsi merupakan proses pemberian arti (kognisi) terhadap lingkungan oleh individu. Setiap individu akan memiliki pemahaman sendiri terhadap setiap stimulus yang datang. Sehingga, individu yang berbeda akan melihat suatu stimulus yang sama, namun cara setiap individu akan berbeda.

Persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk mencari informasi adalah indera, sedangkan alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi (Sarwono 1999). Menurut Baron dan Byrne (2003) persepsi adalah suatu proses memilih, mengorganisir dan menginterpretasi informasi yang dikumpulkan oleh pengertian individu dengan maksud untuk memahami dunia sekitar.

(28)

Tanpa adanya persepsi maka kehidupan bermasyarakat tidak akan terlaksana. Dalam hal ini, persepsi menghasilkan pengetahuan baru.

Mulyana (2010) mengungkapkan bahwa persepsi manusia terbagi menjadi dua yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi individu terhadap objek atau kejadian dan reaksinya terhadap hal-hal tersebut, terjadi berdasarkan pengalaman masa lalunya yang serupa. Latar belakang pengalaman, budaya, dan suasana psikologis yang berbeda pun dapat menjadi faktor persepsi individu itu berbeda satu dengan yang lainnya.

Pada sumber yang sama, dikatakan bahwa proses persepsi yang bersifat dugaan , dapat terjadi karena individu menafsirkan suatu objek atau keadaan dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang mana pun. Dugaan diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap jika hanya menafsirkan melalui penginderaan saja.

van den Ban dan Hawkins (1998) menyebutkan prinsip umum dari persepsi individu, yang terdiri dari:

1. Relatifitas

Persepsi individu bersifat relatif, dimana suatu objek tidak dapat diperkirakan dengan tepat.

2. Selektivitas

Persepsi individu sangat selektif. Panca indra menerima stimuli dari sekeliling dengan melihat objek, mendengar suara, mencium bau, dan sebagainya. Karena kapasitas memproses informasi terbatas, tidak semua stimuli dapat ditangkap, tergantung pada faktor fisik dan psikologis seseorang. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, seorang komunikator hanya akan mengarahkan pesannya kebagian-bagian yang perlu, atau melakukan pengulangan dan mengurangi informasi yang tidak diperlukan. Pengalaman masa lampau juga mempengaruhi pilihan terhadap persepsi.

3. Organisasi

Persepsi kita terorganisir. Individu cenderung untuk menyusun pengalamannya dalam bentuk yang memberi arti, dengan mengubah yang berserakan dan menyajikannya dalam bentuk yang bermakna, antara lain berupa gambar dan latar (belakang). Dalam sekejap panca indra melakukan seleksi dan sosok yang menarik mungkin akan menciptakan suatu pesan. Ciri lain dari organisasi persepsi disebut dengan istilah “closure” (penutupan), artinya kecenderungan menutupi atau melengkapi sesuatu yang belum sempurna.

4. Arah

Melalui pengamatan, individu dapat memilih dan mengatur serta menafsirkan pesan. Penataan adalah sangat penting bagi pembuat pesan untuk mengurang tafsiran yang diberikan oleh stimulus.

5. Perbedaan kognitif

(29)

Dengan demikian, persepsi individu memiliki sifat relatifitas, selektifitas, terorganisir, memiliki arah dan perbedaan kognitif sehingga setiap individu memiliiki pandangan dan penafsiran yang berbeda satu sama lainnya.

Persepsi masyarakat tentang pembangunan pada dasarnya mengalami proses perubahan namun perubahan tersebut sangat ditentukan oleh faktor heriditas (pembawaan) dan faktor lingkungan. Berdasarkan prinsip umum, persepsi individu bersifat selektif, menurut Mulyana (2010) atensi individu merupakan faktor utama yang menentukan selektifitas atas rangsangan tersebut. Atensi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal terdiri dari empat faktor. Pertama, faktor biologis seperti lapar dan haus. Kedua, faktor fisiologis seperti tinggi, pendek, gemuk, kurus, sehat, sakit, lelah, penglihatan atau pendengaran kurang sempurna, cacat tubuh, dan sebagainya. Ketiga, faktor sosial-budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu, dan kebiasaan. Terakhir, faktor psikologis seperti kemauan, keinginan, motivasi, pengharapan, kemarahan, dan kesedihan. Selanjutnya, faktor eksternal yang mempengaruhi atensi terdiri dari gerakan yang mencolok, intensitas, kontras, suatu kebaruan, dan peruangan objek. Hubungan Persepsi dan Perilaku

Asngari dalam Lalenoh (1994) mengungkapkan, persepsi individu terhadap lingkungan merupakan faktor yang penting, karena ini adalah hal yang berlanjut dalam menentukan tindakan individu tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Rakhmat (2005), sudah jelas perilaku individu dalam komunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi interpersonal.

Baron dan Byrne (2003) mengungkapkan dalam berbagai hasil penelitian yang ada didapatkan ketika individu melakukan sebuah tindakan dalam suatu situasi, maka secara kuat tindakan itu dipengaruhi oleh pikiran individu mengenai situasi tersebut. Selain itu, seringkali individu bertindak bukan karena sifatnya seperti itu namun karena dipengaruhi faktor-faktor eksternal yang membuat individu itu tidak memiliki pilihan lain. Faktor eksternal yang pertama, perilaku yang dilakukan individu dipengaruhi oleh karakter individu lain, dapat berupa perilaku yang dikerjakan individu lain, penampilan menarik individu lain, atau latar belakang yang dimiliki oleh individu lainnya. Kedua, reaksi individu dalam suatu situasi sangat tergantung dengan ingatan dan pemahaman individu tersebut di masa lalu dan kesimpulan yang dimiliki. Ketiga, perilaku dipengaruhi oleh lingkungan fisik, hasil-hasil penelitian lingkungan fisik ini akan mempengaruhi perasaan, pikiran dan perilaku individu. Keempat, selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh faktor budaya seperti norma-norma sosial, keanggotaan dalam berbagai kelompok dan perubahan nilai-nilai sosial. Terakhir, perilaku dipengaruhi oleh faktor biologis melalui proses evolusi (variasi individu, bawaan dan seleksi) yang menimbulkan banyak asumsi yang merangsang minat individu terhadap perilaku dan pemikiran di lingkungannya.

(30)

kebutuhannya, sebaliknya persepsi akan negatif bila bertentangan dengan kebutuhan individu tersebut.

Seperti halnya penelitian yang dihasilkan oleh Juarsyah (2007) dimana ditemukan bahwa tindakan atau partisipasi yang terjadi sebagian besar dilandasi oleh persepsi dan hasil persepsi dengan partisipasi memiliki hubungan yang signifikan diantaranya. Begitu juga menurut Susiatik (1998), tinggi rendahnya tingkat persepsi seseorang atau kelompok orang secara kolektif (komunitas masyarakat) terhadap pelaksanaan suatu kegiatan akan mendasari atau mempengaruhi tingkat peran serta mereka dalam kegiatan. Tingkat persepsi dan tingkat partisipasi petani peserta Pembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu (PMDHT) di desa Mojorebo sangat berhubungan. Hal tersebut terjadi karena tingkat persepsi petani peserta PMDHT yang termasuk kategori tinggi atau positif memiliki keterlibatan yang juga cukup tinggi terhadap kegiatan PMDHT tersebut.

Partisipasi

Dalam memahami makna partisipasi, terdapat beragam definisi partisipasi yang dapat diartikan. Salah satunya yang didefinisikan oleh Uphoff et al. (1979) yang menyebutkan bahwa partisipasi menunjukkan keterlibatan sejumlah besar orang dalam situasi atau tindakan yang meningkatkan kesejahteraan mereka, misalnya, pendapatan mereka, keamanan, atau harga diri.

Krisdiyatmiko dalam Astuti (2011) menyebutkan secara substansif, partisipasi mencakup tiga hal. Pertama, hak dan ruang yang dimiliki individu untuk bersuara (voice) dengan menyampaikan pendapatnya. Kedua, akses individu yang mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi pembuatan peraturan/kebijakan. Terakhir, kontrol yakni pengawasan terhadap proses, pengelolaan kebijakan dan keuangan.

Daniel et al. (2006) dijelaskan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat untuk terlibat langsung dalam setiap tahapan proses pembangunan mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), sampai kepada monitoring dan evaluasi (controlling) selanjutnya disingkat dengan POAC. Slamet dalam Juarsyah (2007) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, memanfaatkan dan menikmati hasil dari pembangunan.

Adisasmita (2006) mengungkapkan, masyarakat diharapkan untuk berperan serta lebih aktif, produktif, lebih diberdayakan partisipasinya dan kontribusinya dalam penyusunan program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat, sehingga masyarakat dapat memberi penilaian yang konstruktif, ikhlas menyerahkan sebagian lahannya, dan bersedia mengumpulkan dana untuk melaksanakan pembangunan di desa.

Astuti (2011) menjelaskan, partisipasi akan muncul ketika masyarakat mulai sadar akan masalah yang dihadapi dan mampu mengidentifikasi kebutuhan mereka. Kesadaran yang muncul dari diri sendiri itulah yang nantinya mendorong kepedulian masyarakat bisa terpenuhi oleh upaya dan semangat mereka sendiri dan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait.

(31)

a. Partisipasi buah pikiran

Kemampuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam mencapai mufakat melalui musyawarah dalam mengawasi perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan.

b. Partisipasi ketrampilan

Kemampuan seseorang untuk mengerahkan ketrampilannya dalam memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam dan nilai sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

c. Partisipasi tenaga

Kemampuan seseorang untuk menyumbangkan tenaga khususnya tenaga kasar yang bersifat hastawi (manual) bagi kegiatan-kegiatan seperti: gotong royong, kerja bakti dan sebagainya.

d. Partisipasi harta benda

Kemampuan seseorang untuk memberikan/ menyumbangkan harta benda terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk mengurangi beban hidup bersama dan sesamanya.

e. Partisipasi uang

Kemampuan seseorang untuk memberikan swadaya gotong royong berupa uang/dana dalam pelaksanaan sesuatu kegiatan.

Sastropoetro dalam Juarsyah (2007) mengemukakan bahwa faktor yang turut menentukan partisipasi adalah komunikasi, perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang menumbuhkan kesadaran, kesadaran yang didasarkan pertimbangan, antusiasme yang menimbulkan spontanitas, dan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.

Dengan demikian, partisipasi dapat didefinisikan sebagai bentuk kegiatan dimana keikutsertaan individu atau sejumlah orang untuk terlibat langsung dalam setiap proses tahapan pembangunan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, sampai pada monitoring dan evaluasi. Hal tersebut merupakan sebuah tindakan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta dapat dilihat dari bentuk partisipasinya seperti partisipasi buah pikiran, ketrampilan, tenaga, harta benda atau pun uang.

Kerangka Pemikiran

Gerakan P2KP merupakan salah satu program pemerintah yang telah disediakan untuk masyarakat menanggapi keadaan ketahanan pangan Indonesia. Pada gerakan P2KP terdapat kegiatan pemberdayaan wanita melalui Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) yang dilakukan dengan bentuk penyuluhan SL-P2KP. Secara spesifik sasaran kegiatan ini diberikan kepada kelompok wanita yang aktif mengikuti suatu kelembagaan dengan minimal anggota 10 peserta. Sasaran program P2KP di Kecamatan Cibungbulang adalah dua Kelompok Wanita Tani.

(32)

memahami motif tindakannya. Oleh karena itu, untuk memahami tindakannya perlu diamati juga persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP.

Persepsi terhadap kegiatan OPP ini terdiri dari persepsi terhadap tujuan OPP, manfaat OPP, metode SL-P2KP, materi OPP, penyuluh P2KP, jenis kegiatan OPP dan pasca pelaksanaan P2KP. Dalam penelitian Sugiyanto (1996) dalam hubungannya dengan keterlibatan pada kegiatan pembangunan, persepsi yang negatif menimbulkan tingkat partisipasi yang rendah. Persepsi akan positif apabila sesuai dengan kebutuhannya, sebaliknya persepsi akan negatif bila bertentangan dengan kebutuhan individu tersebut. Maka, kaitannya persepsi dengan partisipasi, diduga terdapat hubungan antara persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dengan partisipasinya.

Selanjutnya, pada kegiatan OPP ini dilakukan dengan metode SL-P2KP. Metode yang diberikan menimbulkan adanya intensitas komunikasi antara penyuluh dengan wanita tani. Intensitas komunikasi mempengaruhi kualitas penyuluhan wanita tani untuk melakukan interaksi agar dapat memahami materi penyuluhan atau inovasi yang ada lebih dalam lagi, sehingga diduga terdapat hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dengan persepsi terhadap kegiatan OPP. Intensitas komunikasi penyuluh P2KP dilihat dari tingkat kehadiran responden dan tingkat interaksi responden dengan penyuluh.

Keterangan: Hubungan Keterkaitan

Diuraikan secara deskriptif

Gambar 1 Kerangka pemikiran bentuk persepsi dan tingkat partisipasi wanita tani dalam kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan P2KP

Persepsi dan tingkat partisipasi yang dihasilkan tidak luput dari keterkaitannya dengan karakteristik individu. Karakteristik individu ini guna untuk mengetahui penerima program ini adalah wanita tani yang memiliki umur, tingkat pendidikan, luas penguasaan lahan pekarangan dan pendapatan yang tergolong kedalam kategori tertentu. Pada penelitian ini karakteristik tersebut akan dijelaskan secara deskriptif karena hanya sebagai mengetahui latar belakang dari penerima program ini saja.

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dan persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dalam program P2KP.

(33)

2. Terdapat hubungan antara persepsi tentang kegiatan OPP dan partisipasi mereka dalam kegiatan OPP tersebut.

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Karakteristik Individu

a. Umur merupakan usia yang dihitung sejak lahir hingga penelitian dilakukan, dinyatakan dalam satuan tahun. Hal tersebut dibedakan menjadi (berdasarkan batas usia pensiun Tahun 2012):

≥ 56 tahun = Kode 2

< 56 tahun = Kode 1

b. Tingkat pendidikan merupakan jenjang tertinggi sekolah terakhir yang pernah ditempuh saat penelitian dilakukan. Jenjang pendidikan dibedakan menjadi:

SMA ke atas = Kode 2

SMP ke bawah = Kode 1

c. Tingkat pendapatan merupakan jumlah total penerimaan individu setiap satu bulan yang bersumber dari hasil kerja di bidang usahatani maupun luar usahatani dalam satu dapur rumah tangga, yang dinyatakan dalam rupiah saat penelitian dilaksanakan. Pendapatan tersebut dibedakan menjadi (sesuai UMK Kabupaten Bogor Tahun 2012 yaitu Rp 1.269.320,00.-):

≥ Rp1.269.320/bulan = Kode 2

< Rp1.269.320/bulan = Kode 1

d. Luas penguasaan lahan pekarangan merupakan jumlah luas lahan yang dikuasai individu yang berada disekitar rumah atau ditempat lain (lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar) dan tempat tumbuh berbagai jenis tanaman dan tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan dalam satuan m² pada saat penelitian berlangsung. Luas penguasaan lahan pekarangan tersebut dibedakan menjadi (sesuai standar luas lahan pekarangan dalam kegiatan OPP):

≥ 36 m² = Kode 2

< 36 m² = Kode 1

2. Intensitas komunikasi penyuluh P2KP

a. Tingkat kehadiran peserta dalam penyuluhan OPP merupakan frekuensi atau jumlah kedatangan individu pada kegiatan OPP dalam setahun. Tingkat kehadiran tersebut dapat dibedakan menjadi:

Tinggi (6-10 kali) = Skor 2 Rendah (0-5 kali) = Skor 1

b. Tingkat Interaksi dengan penyuluh P2KP merupakan frekuensi dan substansi yang dibicarakan dalam percakapan antara individu dengan penyuluh setempat dalam kegiatan individu dan kelompok OPP. Berikut masing-masing skor jawabannya:

Sering (Skor 3) Jarang (Skor 2) Tidak Pernah (Skor 1)

(34)

Tinggi (jumlah skor 17-21) = Skor 3 Sedang (jumlah skor 12-16) = Skor 2 Rendah (jumlah skor 7-11) = Skor 1

Keseluruhan skor dari delapan pertanyaan di jumlah dan dibedakan menjadi: Intensitas Komunikasi Tinggi (jumlah skor 4-5) = Kode 2

Intensitas Komunikasi Rendah (jumlah skor 2-3) = Kode 1 3. Bentuk persepsi terhadap kegiatan OPP

a. Tujuan OPP merupakan pandangan individu dalam melihat arahan yang akan dicapai diadakannya kegiatan OPP, dengan menjawab pilihan yang paling tepat. Selanjutnya jawaban tersebut dibedakan menjadi:

a) Tujuan Utama

Responden yang menjawab tujuan sebagai sumber pangan keluarga (jawaban tepat) = Kode 2

Responden yang menjawab tujuan agar bermanfaat dan indah (jawaban kurang tepat) = Kode 1

b) Tujuan Lainnya

Responden yang menjawab tujuan lainnya yaitu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan (jawaban tepat)

= Kode 2

Responden yang menjawab tujuan lainnya hanya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan saja serta hanya meningkatkan ketrampilan dan kemampuan saja (jawaban kurang tepat)

=Kode 1

b. Manfaat OPP merupakan pandangan individu dalam merasakan hasil dari kegiatan OPP secara keseluruhan, dengan menjawab pilihan yang boleh dipilih lebih dari satu dari lima pernyataan. Jawaban tersebut dapat dibedakan menjadi:

Banyak (memilih 5 manfaat) = Kode 3 Cukup Banyak (memilih 4 manfaat) = Kode 2 Sedikit (memilih 3 manfaat) = Kode 1

c. Metode penyuluhan merupakan pandangan individu dalam melihat metode yang dilakukan penyuluh dalam menyampaikan penyuluhan kegiatan OPP, dengan masing-masing jawaban Setuju, Kurang Setuju dan Tidak Setuju dari enam pertanyaan. Jawaban tersebut dapat dibedakan menjadi: Baik (jumlah setuju > 3) = Kode 2

Tidak Baik (jumlah setuju ≤ 3) = Kode 1

d. Materi OPP merupakan pandangan individu melihat dan merasakan bahan bahasan mengenai pemanfaatan pekarangan yang diberikan oleh penyuluh, dengan masing-masing jawaban memilih pernyataan positif atau pernyataan negatif yang disediakan. Jawaban tersebut dapat dibedakan menjadi:

Bagus (lima pernyataan positif) = Kode 2 Cukup Bagus (empat pernyataan positif) = Kode 1

e. Penyuluh P2KP merupakan pandangan individu dalam menilai kontribusi dan sosok penyuluh dalam kegiatan OPP, dengan jawaban Setuju, Kurang Setuju dan Tidak Setuju dari lima pertanyaan. Jawaban tersebut dapat dibedakan menjadi:

(35)

Tidak Kompeten (jumlah setuju < 3) = Kode 1

f. Kegiatan-kegiatan dalam OPP merupakan pandangan individu dalam menilai tahapan pelaksanaan dan aktivitas dalam OPP, dengan menjawab pilihan yang boleh dipilih lebih dari satu dari empat kegiatan. Jawaban tersebut dapat dibedakan menjadi:

Empat Kegiatan = Kode 2

1-3Kegiatan = Kode 1

g. Pelaksanaan pasca Sekolah Lapang P2KP kegiatan OPP merupakan pandangan individu yang dirasakan setelah kegiatan OPP ini berlangsung, dengan jawaban Sering, Kadang-kadang dan Tidak Pernah dari lima pertanyaan. Jawaban dibedakan menjadi:

Ada Lanjutan (jumlah sering > 2) = Kode 2 Tidak Ada Lanjutan (jumlah sering ≤ 2) = Kode 1 4. Tingkat partisipasi dalam kegiatan OPP

Terdiri dari tiga pertanyaan, dengan masing-masing skor jawaban: 1. Lahan pekarangan yang digunakan

a. Lebih dari sebagian (Skor 2)

b. Sebagian (Skor 1)

2. Tahapan pelaksanaan yang diikuti, dengan memilih pilihan boleh lebih dari satu jawaban dan hasil akhir dijumlah.

a. Pengolahan tanah=2 b. Budidaya=2

c. Penanganan panen dan pasca panen=2 d. Pengolahan pangan untuk konsumsi=2

Nilai jawaban setiap pernyataan dijumlah, dan dapat dibedakan menjadi: Lebih dari separuh pelaksanaan (total nilai 5-8) = Skor 2

Separuh Pelaksanaan (total nilai 0-4) = Skor 1

3. Tabel keaktifan individu dalam kegiatan OPP terdiri dari 16 pertanyaan yang memiliki masing-masing skor jawaban:

Sering (Skor 3)

Kadang-kadang (Skor 2) Tidak pernah (Skor 1)

Skor dari seluruhnya dijumlah dan dapat dibedakan menjadi: Aktif (jumlah skor 38-48) = Skor 3

Cukup aktif (jumlah skor 27-37) = Skor 2 Tidak Aktif (jumlah skor 16-26) = Skor 1

Keseluruhan skor dari 18 pertanyaan di jumlah dan dibedakan menjadi: Partisipasi tinggi (jumlah skor 6-7) = Kode 2

(36)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang diperkaya dengan data kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pengumpulan data primer yang didapat secara langsung di lapangan pada responden. Sementara data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Hal tersebut dilakukan guna memperdalam analisa pada data kuantitatif.

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ditetapkan secara sengaja, dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan tersebut terdapat kelompok wanita yang telah mendapatkan program P2KP dari BP4K Kabupaten Bogor. Pada kecamatan ini kelompok tersebut adalah Kelompok Wanita Tani (KWT) Nusa Jati yang berada di Desa Cibatok Satu dan KWT Teratai di Desa Situ Udik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-November Tahun 2013 dengan pengambilan data lapangan di bulan Juli Tahun 2013.

Teknik Pemilihan Responden

Responden dipilih secara sensus dengan jumlah 50 wanita tani yang mengikuti kegiatan OPP, yang terdiri dari 27 wanita tani pada KWT Nusa Jati dan 23 wanita tani pada KWT Teratai. Teknik sensus merupakan teknik yang data informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun 1989). Selain responden, data tambahan diperoleh melalui informan yaitu pihak-pihak yang mengetahui banyak tentang kegiatan OPP program P2KP: Kepala BP3K Cibungbulang, Staff BKP5K Kabupaten Bogor, penyuluh P2KP, Kepala Desa dan aparatnya, ketua wanita tani dan responden yang bersedia diwawancarai.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh responden dan diperkaya dari data kualitatif yang berhubungan dengan KWT dan P2KP. Pada pengisian kuesioner, penulis membantu dalam membacakan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data kualitatif atau hasil wawancara yang didapatkan, ditulis dalam catatan kecil berupa kutipan langsung dan catatan penting mengenai program P2KP.

(37)

Kecamatan dan potensi desa, di dapatkan dari Kantor Kecamatan dan Kantor Desa yang bersangkutan.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah diperoleh, selanjutnya diolah menggunakan Microsoft Excel dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Penyajian tabel frekuensi ditampilkan untuk melihat jumlah dan presentase pada variabel karakteristik individu, intensitas komunikasi, persepsi dan juga partisipasi responden dalam kegiatan OPP. Tabel tabulasi silang ditampilkan untuk melihat hubungan antar variabel, seperti hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dengan persepsi wanita tani dan hubungan antara persepsi tersebut dengan partisipasinya. Pada data kualitatif, disajikan dalam bentuk kutipan langsung.

(38)

GAMBARAN UMUM KECAMATAN CIBUNGBULANG

Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara administratif, wilayah ini berbatasan dengan empat kecamatan, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pamijahan dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang.

Kecamatan Cibungbulang memiliki luas wilayah 3 266,158 hektar dengan ketinggian dari permukaan laut 350 m, dengan suhu maksimum 31ºC dan suhu minimum 15ºC serta curah hujan rata-rata antara 2000-3000 mm. Kecamatan ini dapat ditempuh selama 44 menit dengan jarak 23 km dari kota Bogor dengan menggunakan kendaraan beroda empat. Untuk mencapai Kantor Kecamatan pun tidak sulit karena berada dipinggir jalan utama yaitu Jalan Raya Cinangneng dengan bantuan transportasi umum. Selain itu, menuju daerah ini pun kontur jalan utama sudah beraspal dan pembangunan di lingkungan Kecamatan Cibungbulang telah berkembang pesat. Sepanjang jalan menuju Kantor Kecamatan disuguhkan dengan pemandangan dominasi oleh pemukiman warga dan sarana prasarana pendidikan. Hanya sedikit pemandangan lahan pertanian, karena lahan pertanian Kecamatan Cibungbulang lebih banyak berada jauh dari jalan utama.

Jumlah penduduk Cibungbulang ini sebanyak 125 413 orang, dengan 64 100 orang laki-laki dan 61 313 orang perempuan. Jumlah Desa pada Kecamatan Cibungbulang adalah 15 Desa dengan 45 dusun, 122 RW dan 411 RT. Pada daerah ini, hanya dua Desa yang memiliki Kelompok Wanita Tani. Desa tersebut adalah Desa Cibatok Satu dan Desa Situ Udik.

Desa Cibatok Satu

Profil Umum

Secara administratif, Desa Cibatok Satu merupakan salah satu wilayah yang berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Cibatok Satu berada di pinggir Jalan Kapten Basuki Cibereum, berjarak 2 km dari Kecamatan Cibungbulang, 32 km dari Kabupaten Bogor. Daerah ini memiliki curah hujan sebesar 236 mm. Luas lahan daerah Desa Cibatok Satu sebesar 174,4 hektar yang terdiri dari pemukiman, persawahan, lahan kuburan, perkantoran dan luas prasarana umum lainnya. Batas wilayahnya dibatasi oleh jalan raya Provinsi di sebelah utara, sebelah selatan dibatasi dengan Desa Cibatok Dua, sebelah timur dibatasi sungai Ciaruteun dan di sebelah barat dibatasi sungai Cibungbulang.

Gambar

Gambar 2 Perbandingan jumlah produksi komoditas tanaman pangan Desa Situ
Tabel 5 Contoh materi yang digunakan berdasarkan hasil musyawarah antara
Tabel 6 Jumlah dan presentase responden berdasarkan karakteristik individu
Tabel 14 Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap metode
+5

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu prinsip pelayanan publik berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M-PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang 1) Kandungan senyawa fitokimia potensial daun kersen, 2) Proses pengolahan teh (herbal) daun kersen, 3) Mutu

Namun demikian, dugaan ini perlu diuji secara empiris apakah memang memiliki hubungan atau tidak.Berangkat dari hal itulah riset ini bertujuan untuk menguji tiga

pengembang lain, maka pengembang baru yang meneruskan atau mengembangkan kembali aplikasi tersebut akan memiliki kesulitan dalam hal seperti, kesulitan untuk melacak apabila

Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Edison (2003) dalam Hasan dan Edison (2007) bahwa pengasapan dengan suhu yang tinggi tidak dapat dilakukan pada

Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 5% menunjukkan bahwa penambahan bubuk bunga rosella terhadap intensitas warna kuning pada sosis yang dihasilkan berbeda nyata

[r]

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan pemberian ASI eksklusif, terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman menyusui dan pemberian