• Tidak ada hasil yang ditemukan

Patogenisitas Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Patogenisitas Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ERWIN WAHYU ARYANTO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ERWIN WAHYU ARYANTO.

Patogenisitas Streptococcus agalactiae

pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh SUKENDA dan DINAMELLA WAHJUNINGRUM.

Streptococcosis akibat infeksi Streptococcus agalactiae merupakan penyakit pada ikan nila yang biasa dihadapi oleh pembudidaya dan dapat menyebabkan kematian yang tinggi. Serangan bakteri S. agalactiae ini telah menyebabkan kematian hingga 60% pada budidaya ikan nila di Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses patogenitas bakteri S. agalactiae tipe 1 dan tipe 2 yang diinfeksikan pada ikan nila Oreochromis niloticus sehingga dapat bermanfaat dalam upaya pengendalian penyakit bakterial pada budidaya ikan nila. Penelitian ini meliputi pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri S. agalactiae, distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila, dan perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae pada ikan nila. Parameter yang diamati adalah LD50, distribusi bakteri S. agalactiae di

dalam tubuh ikan nila, gejala klinis, mortalitas, dan perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi S. agalactiae pada ikan nila. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai LD50 yang didapatkan dari penginfeksian bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik adalah 106 CFU/ml, sedangkan pada tipe non-hemolitik sebesar 105 CFU/ml. Proses infeksi S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila ditunjukkan dengan distribusi bakteri yang ditemukan di dalam hati, otak, ginjal, dan darah pada hari ke- 3 sampai hari ke-15. Gejala klinis dari serangan bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik tidak berbeda, hanya saja kecepatan timbulnya gejala klinis pada ikan nila berbeda. Bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik pada hari ke-3 banyak menimbulkan gejala klinis dibandingkan dengan tipe β-hemolitik yang muncul banyak pada hari ke-5. Bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe

β-hemolitik dilihat dari tingkat kematian yang menginfeksi ikan nila. S. agalactiae

baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik juga menyebabkan perubahan makroskopis dan mikroskopis pada organ hati, otak dan ginjal.

Kata kunci : ikan nila, Streptococcus agalactiae, LD50 (Lethal Doses), distribusi

(3)

tilapia (Oreochromis niloticus). Supervised by SUKENDA and DINAMELLA WAHJUNINGRUM.

Streptococcosis due to Streptococcus agalactiae infection in tilapia is a disease commonly faced by farmers and cause high mortality. S. agalactiae caused mortality until 60% in tilapia fish farming in South Sumatra. This research aims to study the pathogenicity of S. agalactiae type 1 and type 2 infected in tilapia

Oreochromis niloticus to be useful in efforts to control bacterial disease in cultured of tilapia. This study involved a susceptibility of tilapia against infection of S. agalactiae, S. agalactiae distribution within the body of tilapia, and macroscopic and microscopic changes due to S. agalactiae infection in tilapia. The observations were LD50, distribution of S. agalactiae in nile tilapia body,

clinical signs, mortality, and macroscopic and microscopic changes due to S. agalactiae infection in tilapia. The results showed that the LD50 values obtained

from the bacterium S. agalactiae infected β-hemolytic type was 106 CFU / ml, while in non-hemolytic type was 105 CFU / ml. The S. agalactiae infection in tilapia fish body is shown with the distribution of bacteria which found in the liver, brain, kidney, and blood on day 3th to day 15th post infection. Clinical sign of S. agalactiae both types of β-hemolytic and non-hemolytic were not different, except the velocity of clinical sign in different tilapia. S. agalactiae type of non-hemolytic on day 3th generated a lot of clinical sign was compared with β -hemolytic type that appears a lot on the day 5th. S. agalactiae non-hemolytic type is more virulent than the type of β-hemolytic was seen from the mortality rate of infected tilapia. S. agalactiae both types of β-hemolytic and non-hemolytic also causes the macroscopic and microscopic changes in liver, brain and kidney.

Keywords : Nile, Streptococcus agalactiae, LD50 (Lethal Doses), the distribution

(4)

(

Oreochromis niloticus

)

ERWIN WAHYU ARYANTO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PATOGENISITAS Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(6)

(Oreochromis niloticus) Nama Mahasiswa : Erwin Wahyu Aryanto Nomor Pokok : C14062162

Menyetujui

Pembimbing I

Dr. Ir. Sukenda, M. Sc NIP. 19671013 199302 1 001

Pembimbing II

Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si. NIP. 19700521 199903 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, taufik, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 sampai dengan Desember 2010 adalah kesehatan ikan, dengan judul ”Patogenisitas Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. selaku Pembimbing I sekaligus pembimbing akademik atas bimbingan dan masukan selama masa studi hingga penyusunan skripsi, Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II atas bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi, serta Dr. Dinar Tri Soelistyowati selaku dosen penguji atas arahan penyusunan skripsi. Disamping itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Rukiman, S.Sos dan Ibu Winarti, serta kedua adik penulis Nurochman Adi Erwanto dan Ayu Sekar Rini yang selalu memberikan do’a, semangat, dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pak Ranta, Mba Esti, Mba Win, Mba Yeni, Mas Rahman, Pak Fatur, Mas Rusli, Kang Adna, Pak Mar, Mba Yuli, Kang Asep, Kang Adi, dan Kang Abe atas bantuan yang telah diberikan. Tak lupa juga kepada Dhea, Puguh, Fairuz, Andin, Fariq, Ikbal, Isni, Rahmat, teman LKI, teman-teman BDP 42, 43, dan 44 atas segala bantuan, kerjasama dan persahabatan yang diberikan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Bogor, Maret 2011

(8)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1988 dari Bapak Rukiman S.Sos dan Ibu Winarti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah TK Tunas Nusa Indah (1993-1994), SDN JatiMulya 11 Tambun-Selatan (1994-2000), SLTPN 4 Tambun-Selatan (2000-2003), SMAN 11 Bekasi (2003-2006). Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan praktek lapang pembesaran udang vanamei di CV. Pinang Gading Bakauheni Lampung dan budidaya ikan kerapu bebek di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan (Departemen Teknologi Hasil Perairan) 2009/2010 dan 2010/2011, Manajemen Kesehatan Akuakultur 2009/2010, Penyakit Organisme Akuatik 2010/2011, Industri Perbenihan Organisme Akuatik 2010/2011, dan Program Studi Diploma (D3) Farmakologi Hewan Air 2010/2011. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Ikatan Alumni SMAN 11 Bekasi 2006-sekarang, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Bekasi 2007/2008 dan 2008/2009, Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2008/2009 dan 2009/2010.

(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Larar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

II METODE PENELITIAN ... 3

2.1 Persiapan Ikan Uji ... 3

2.2 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae 3

2.2.1 Identifikasi Bakteri Uji ... 3

2.2.2 Penyediaan Bakteri Uji ... 3

2.2.3 Peningkatan Virulensi Bakteri Uji ... 4

2.2.4 Uji LD50 ... 4

2.3 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila ... 5

2.4 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S. agalactiae pada Ikan Nila ... 6

2.5 Analisis Data ... 8

III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

3.1 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae 9 3.2 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila ... 11

3.3 Perubahan Tingkah Laku dan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila ... 13

3.3.1 Perubahan tingkah laku renang ... 13

3.3.2 Perubahan tingkah laku makan ... 13

3.3.3 Perubahan gejala klinis tubuh ikan nila ... 14

3.4 Mortalitas Ikan Nila Yang Diinfeksi S. agalactiae ... 16

3.5 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S. agalactiae pada Ikan Nila ... 17

3.5.1 Patologi anatomi makroskopis ... 17

3.5.2 Patologi anatomi mikroskopis ... 20

3.5.2.1 Hati ... 21

3.5.2.2 Otak ... 23

3.5.2.3 Ginjal ... 25

(10)

4.1 Kesimpulan ... 30

4.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(11)

Halaman

1 Hasil identifikasi bakteri S. agalactiae setelah reisolasi ... 9

2 Hasil uji LD50 yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik ... 10

3 Inventarisasi perubahan gejala klinis tubuh ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae ... 14

4 Perbedaan makroskopis hati dan ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan ikan normal ... 18

5 Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae ... 21

6 Perubahan patologi otak ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae ... 23

7 Perubahan patologi ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae ... 25

(12)

Halaman

1 Hasil pewarnaan gram bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (SA3) dan tipe non-hemolitik (SA5) ... 9

2 Jumlah S. agalactiae tipe β-hemolitik yang hidup per ml darah atau per g organ ikan nila ... 12

3 Jumlah S. agalactiae tipe non-hemolitik yang hidup per ml darah atau per g organ ikan nila ... 12

4 Gejala klinis pada organ mata dan tubuh ikan nila ... 15

5 Mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (dosis LD50 106 CFU/ml) dan mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik (dosis LD50 105 CFU/ml) ... 16

6 Perubahan makroskopis ginjal (1) dan hati (2) ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae pada hari ke- 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 ... 19

7 Hati ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat ... 21

8 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β -hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi, ... 22

9 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi, ... 22

10 Otak ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.. ... 23

11 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β -hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi) .. ... 24

12 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi ... 24

13 Ginjal ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.. ... 25

14 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe

(13)
(14)

Halaman

1 Prosedur nekropsi jaringan tubuh ikan nila ... 34

2 Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri patogen selama masa penelitian ... 35

3 Prosedur uji karakteristik biokimia bakteri (uji oksidatif/fermentatif, motilitas, oksidase, katalase, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji produksi asam dari D-manitol, dan uji hemolysis) dan sifat Gram 36

4 Prosedur penginfeksian bakteri S. agalactiae pada ikan nila ... 38

5 Diagram alir pembuatan blok paraffin ... 39

6 Diagram alir proses pemberian warna pada sediaan jaringan dengan pewarna haematoksilin dan eosin ... 40

7 Hasil uji LD50; mortalitas harian ikan nila yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik selama 14 hari ... 41

8 Hasil uji LD50; mortalitas harian ikan nila yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik selama 14 hari ... 42

9 Distribusi S. agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik dalam tubuh ikan nila ... 43

10 Perubahan pola renang ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri S. agalactiae ... 44

11 Perubahan tingkah laku makan ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri

S. agalactiae ... 45

12 Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae tipeβ-hemolitik ... 46

13 Patologi anatomi makroskopis organ luar ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik ... 47

(15)

1.1 Latar Belakang

Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan ini memiliki tingkat ekonomis yang cukup tinggi dan disukai konsumen. Selain itu, ikan ini mudah untuk dipelihara dan pertumbuhannya relatif lebih cepat.

Pemerintah merencanakan akan meningkatkan produksi ikan nila sebesar 1,25 juta ton pada tahun 2014 atau meningkat rata-rata 27% per tahunnya dengan total kenaikan sebesar 329% (Poermomo 2009) sehingga perlu diusahakan

budidaya dengan sistem intensif. Di dalam perdagangan internasional ikan ini pun populer dibudidayakan dengan sistem intensif. Namun, dengan semakin intensifnya sistem budidaya yang digunakan dalam pemeliharaan menyebabkan ikan nila ini tidak terlepas dari serangan penyakit bakterial. Sebagai contoh bakteri Streptococcosis yang dapat menyebabkan kematian pada ikan (Perera et al. 1994).

Infeksi bakteri Streptococcus spp. banyak ditemukan pada ikan nila dan menyebabkan penyakit yang disebut Streptococcosis (Chang & Plumb 1996).

Streptococcosis akibat infeksi Streptococcus agalactiae merupakan penyakit pada ikan nila yang biasa dihadapi oleh pembudidaya dan dapat menyebabkan kematian yang tinggi (Baya et al. 1990). Menurut Yuasa et al.(2008) serangan bakteri S. agalactiae ini telah menyebabkan kematian hingga 60% pada budidaya ikan nila di Sumatera Selatan. Penyakit Streptococcosis ini timbul akibat rendahnya ketahanan tubuh ikan dalam menghadapi serangan penyakit bakterial, lingkungan pemeliharaan yang buruk dan manajemen pemberian pakan yang kurang baik sehingga terjadi ketidakseimbangan.

(16)

Menurut Wibawan et al. (1992), S. agalactiae tipe β-hemolitik tidak berkapsul, permukaan sel tersusun atas protein (hidrofobik), pertumbuhan jernih dan bersedimen pada media cair, bentuk koloni pada agar darah kasar dan kecil, pertumbuhan difus pada soft agar, rantai pendek ( tersusun atas 2-3 sel bakteri), dan tumbuh lambat. Sedangkan tipe non-hemolitik berkapsul, permukaan sel tersusun atas karbohidrat (hidrofilik), pertumbuhan keruh pada media cair, bentuk koloni pada agar darah mukoid besar, pertumbuhan difus tebal pada soft agar, rantai panjang ( tersusun atas > 3 sel bakteri), dan tumbuh cepat.

Proses patogenisitas dari serangan bakteri S. agalactiae baik tipe β -hemolitik maupun tipe non--hemolitik terhadap ikan nila ini belum diketahui dan dipelajari pada jaringan dan organ tubuh ikan nila sehingga informasi yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya pengendalian penyakit bakterial pada budidaya ikan nila.

1.2 Tujuan

(17)

II. METODE PENELITIAN

2.1 Persiapan Ikan Uji

Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ± 40 hari sampai mencapai ukuran rata-rata 15±0,3g di dalam bak semen berdimensi 3x2x0,8 m3. Ikan diberi makan dengan pakan komersial (FF 999) yang mengandung 38% protein, diberikan setiap 3 kali sehari sebanyak 3-5% dari bobot tubuh. Sebelum memulai penelitian, 3 ikan dipilih secara acak untuk dilakukan nekropsi (Giordano et al. 2010) (Lampiran 1). Ginjal dan otak diambil untuk pemeriksaan bakteriologis, bertujuan verifikasi bahwa ikan nila yang digunakan tidak mengandung bakteri Streptococcus agalactiae.

2.2 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae

Pengujian kerentanan ikan nila terhadap bakteri S. agalactiae tipe hemolitik dan non-hemolitik dilakukan dengan menggunakan metode uji LD50. Pengujian

ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang dapat menyebabkan kematian ikan nila sebanyak 50% dari populasi dalam waktu 14-15 hari setelah penginfeksian. Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan pada uji LD50 ini, antara

lain:

2.2.1 Identifikasi Bakteri Uji

Isolat bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik diperoleh dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor. Bakteri ini terlebih dahulu diamati morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram (Lampiran 3). Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa isolat tersebut merupakan spesies bakteri yang diperlukan untuk kegiatan penelitian.

2.2.2 Penyediaan Bakteri Uji

(18)

selama 24 jam. Kemudian biakan diambil dari media yang telah dikultur selama 24 jam sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml medium BHIB, diinkubasi dalam inkubator bergoyang (water bath shaker) pada 150 rpm, suhu 29-300C selama 24 jam. Setelah itu bakteri siap dipanen.

2.2.3 Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh bakteri yang paling patogen terhadap ikan nila sehingga siap digunakan untuk uji tantang yang dilakukan sesuai dengan prosedur postulat Koch.

Ikan uji pada postulat Koch dimasukkan ke dalam 3 akuarium, antara lain: 2 akuarium untuk 2 tipe bakteri yang berbeda (tipe β-hemolitik dan non-hemolitik) dan 1 akuarium untuk kontrol (diinjeksi dengan BHIB) dengan padat tebar ikan uji 5 ekor per akuarium. Suspensi 2 tipe bakteri patogen masing-masing diinjeksi pada ikan uji. Ikan diamati setiap hari sampai menunjukkan gejala klinis dan kematian. Kemudian ikan diisolasi untuk diambil satu ose dari organ ginjal, mata dan otak. Diinokulasikan dengan metode penggoresan pada media BHIA. Koloni yang tumbuh, diamati morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram, untuk memastikan bakteri tersebut adalah spesies bakteri patogen yang diinfeksikan pada postulat Koch. Kemudian bakteri tersebut digores di atas agar miring dan dilakukan kultur cair (seperti yang dilakukan diatas) untuk postulat Koch kembali yang dilakukan sebanyak 2 kali.

2.2.4 Uji LD50

Uji LD50 bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan bakteri yang

menyebabkan kematian sebanyak 50% populasi ikan nila dalam waktu 14-15 hari setelah penginfeksian. Hasil uji LD50 selanjutnya akan digunakan pada pengujian

(19)

intramuskular. Menurut Sukenda (2000), ikan uji dengan berat 100 g menerima 1 ml suspensi bakteri dari 3 x 103 – 3 x 106 CFU/ml sebagai standar dari injeksi bakteri. Perubahan yang terjadi diamati serta dicatat selama 14 hari.

Parameter perubahan yang diamati meliputi perubahan tingkah laku ikan yang dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan ikan, berupa tingkah laku renang, gejala klinis anatomi tubuh eksternal, berupa morfologi tubuh, kecerahan warna tubuh dan mata, pendarahan pada tubuh, dan penjernihan operkulum.

Mortalitas dicatat dan dihitung menggunakan rumus Effendi (2002), sebagai berikut:

sementara dosis hasil dari LD50 dihitung dengan rumus Reed & Muench (1938),

sebagai berikut:

Keterangan: A = Kematian diatas 50%; B = Kematian dibawah 50%

Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi diatas 50% + Selang Proporsi

2.3 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila

Pengujian ini bertujuan untuk mengamati distribusi dan jumlah koloni bakteri uji yang terdapat di hati, otak, ginjal, dan darah ikan nila. Infeksi dilakukan setelah diperoleh dosis LD50 dari pengujian kerentanan ikan nila

terhadap infeksi bakteri S. agalactiae tipe hemolitik dan non-hemolitik.

Metode penginfeksian digunakan dosis LD50. Sebanyak 18 ekor ikan untuk

setiap perlakuan bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik. Prosedur kerja sama dengan uji LD50. Setelah inokulasi bakteri, 1 ekor ikan

(20)

Organ dan darah dihomogenkan dan dibuat pengenceran serial 10 kali dengan larutan PBS steril. Kemudian dilakukan pengenceran serial (sampai dengan 10-8). Prosedur kerjanya yaitu eppendorf diisi dengan 0,9 ml PBS. Setelah itu, suspensi bakteri diambil 0,1 ml dari larutan stok kemudian dimasukkan ke dalam eppendorf 10-1, divortex, berikutnya diambil 0,1 ml dimasukkan dalam eppendorf yang berisi 0,9 ml PBS berlabel 10-2. Pengenceran tersebut dilakukan secara aseptis sampai dengan pengenceran 10-8. Selanjutnya suspensi bakteri hasil dari setiap pengenceran diambil 25 m lalu dikultur pada media agar padat dengan cara disebar pada media BHIA (dilakukan duplo). Setelah diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam, koloni bakteri S. agalactiae yang tumbuh diamati dan dihitung secara TPC dengan metode cawan tuang. Populasi bakteri yang tumbuh ditentukan dalam Colony Forming Unit (CFU/ml) dan dihitung dengan rumus Fardiaz (1993), sebagai berikut:

Dimana: PM = Populasi bakteri (CFU/ml) K = Jumlah koloni

A = Volume inokulasi dalam media pengencer (ml) B = Pada pengenceran keberapa koloni bakteri dihitung

2.4 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S. agalactiae pada Ikan Nila

Perubahan makroskopis dan mikroskopis, parameter yang diamati meliputi: patologi anatomi organ internal secara makroskopis, berupa perubahan bentuk, ukuran, konsistensi dan warna organ hati dan ginjal, sedangkan secara mikroskopis diamati tingkat kerusakan jaringan organ hati, otak, dan ginjal, dengan menggunakan metode histopatologis.

Prosedur kerja sama dengan uji LD50 dan uji distribusi bakteri patogen di

(21)

Prosedur pembuatan preparat histopatologi melalui 4 tahapan, yaitu fiksasi atau pengawetan jaringan, perlakuan jaringan, pemotongan jaringan dan pewarnaan jaringan. Sampel yang digunakan merupakan potongan organ tubuh ikan sebagai tahap permulaan pembuatan sediaan histopatologis yang difiksasi dalam larutan fiksatif Bouin’s. Larutan Bouin’s dibuat dari campuran asam pikrat jenuh 21 g/ℓ, formaldehyde solution min. 37%, dan acetic acid glacial 100%, dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Pada penelitian ini organ tubuh yang digunakan untuk sediaan histopatologis adalah hati, otak, dan ginjal. Sampel organ kemudian direndam dalam larutan fiksatif Bouin’s selama 24 jam. Sebelumnya jaringan dipotong dengan ukuran kira-kira 1 x 1 cm.

Potongan organ selanjutnya dilakukan proses jaringan yang terdiri dari beberapa tahap antara lain proses dehidrasi (pengambilan cairan dalam sel/jaringan), clearing (penjernihan), impregnasi (penyusunan paraffin) selanjutnya jaringan siap dibuat blok (melalui proses embedding) (Lampiran 5). Proses ini bertujuan untuk membuat sediaan dalam blok paraffin sebagai penunjang yang sangat diperlukan dalam proses pemotongan. Paraffin cair mula-mula dituang ke dalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan diambil dengan pinset dan diletakkan di paraffin cair mula-mula dituang ke dalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan diambil menggunakan pinset dan diletakkan dalam blok tersebut, kemudian bahan embedding dituang hingga memenuhi cetakan dengan sediaan di dalamnya. Blok kemudian ditempel pada holder atau blok kayu.

Sediaan yang telah ditanam dalam blok paraffin siap untuk dipotong dengan menggunakan mikrotom setebal 5 µm dan dibuat preparat. Pemotongan diusahakan agar sambung menyambung berbentuk pita. Selanjutnya potongan pita diapungkan dalam air suam kuku (hangat kuku), agar jaringan dalam paraffin teregang. Objek glass yang bersih sebelumnya direndam dahulu dalam methanol. Jaringan diangkat dari air dengan objek glass dan selanjutnya dikeringkan dengan suhu 40oC selama 24 jam lalu jaringan diwarnai.

(22)

eosin selama 3 menit. Untuk menghilangkan kelebihan warna maka preparat dicuci dalam air mengalir selama 5 menit. Selanjutnya dilakukkan pencelupan ke dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, alkohol absolut I dan alkohol absolut II masing-masing selama 2-3 menit. Dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam larutan xylol I dan II masing-masing selama 2-3 menit. Kemudian preparat jaringan, ditutup dengan cover glass yang sudah ditetesi dengan entellan neu, dikeringkan pada suhu 40oC selama 24 jam, berikutnya dapat diamati di bawah mikroskop (Lampiran 6).

2.5 Analisis Data

Data penelitian berupa pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri S. agalactiae meliputi mortalitas (Effendi 2002), LD50 (Reed & Muench

1938) dan gejala klinis; distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila; serta perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae

pada ikan nila dianalisis secara deskriptif.

(23)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini meliputi : 1) pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri Streptococcus agalactiae; 2) distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila; 3) perubahan tingkah laku dan gejala klinis tubuh ikan nila; 4) mortalitas ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae; dan 5) perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae pada ikan nila.

3.1 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae

Pengujian ini didahului dengan tahap identifikasi bakteri untuk mengetahui sifat dan karakteristik bakteri tersebut (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil identifikasi bakteri Streptococcus agalactiae setelah reisolasi

Pengujian Bakteri Streptococcus agalactiae

Tipe β-Hemolitik Tipe non-Hemolitik

Pewarnaan Gram Gram + Gram +

Bentuk dan Penataan sel Bulat berantai pendek

Tersusun 2-3 sel bakteri

Bulat berantai panjang Tersusun >3 sel bakteri

Motilitas - -

Oksidatif/Fermentatif Fermentatif Fermentatif

Katalase - -

Oksidase - -

Pertumbuhan NaCl 6,5% + +

D-mannitol - -

Haemolisis + -

Gambar 1 Hasil pewarnaan gram bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (SA3) dan tipe non-hemolitik (SA5).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri S. agalactiae pada ikan terbagi atas dua tipe seperti yang ditemukan oleh Sheehan et al. (2009), yaitu tipe

β-hemolitik dan non-hemolitik. Bakteri β-hemolitik mampu melisis eritrosit

(24)

dengan sempurna yang ditunjukkan dengan adanya zona bening pada media agar darah. Sedangkan bakteri non-hemolitik tidak mampu melisis eritrosit sehingga tidak terbentuk zona pada media agar darah. Dari hasil identifikasi pada Tabel 1 telah sesuai menurut SNI 7545.3:2009 mengenai identifikasi bakteri S. agalactiae

pada ikan secara konvensional. Hasil karakterisasi bakteri S. agalactiae tipe β -hemolitik pewarnaan gram ungu positif berbentuk bulat (coccus), penataan berantai pendek tersusun 2-3 sel bakteri, sedangkan tipe non-hemolitik pewarnaan gram ungu positif berbetuk bulat (coccus), penataan berantai panjang tersusun > 3 sel bakteri (Gambar 1). Bakteri hasil reisolasi ini selanjutnya digunakan pada uji ambang batas, uji LD50, distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh dan

perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae. Konsentrasi yang akan digunakan pada uji LD50 terdiri dari 6 dosis bakteri

dengan kontrol dalam 3 ulangan, dengan kisaran 103-108 CFU/ml. Data hasil pengujian LD50 secara ringkas disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji LD50 yang diinfeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan

tipe non-hemolitik

Bakteri Pengenceran Jumlah

ikan Jumlah kematian Total Kematian % Kematian S . agal a cti ae tipe β -hemolitik

108 30 25 25/30 83.33

107 30 20 20/30 66.66

106 30 17 17/30 56.66

105 30 12 12/30 40.00

104 30 8 8/30 26.66

103 30 1 1/30 3.33

Kontrol 30 0 0/30 0

S. aga lacti ae tipe non -hemo liti k

108 30 26 26/30 86.66

107 30 23 23/30 76.66

106 30 20 20/30 66.66

105 30 17 17/30 56.66

104 30 7 7/30 23.33

103 30 2 2/30 6.67

Kontrol 30 0 0/30 0

Uji tantang yang dilakukkan dengan menginfeksi bakteri S. agalactiae tipe

β-hemolitik pada pengujian LD50, ikan mulai mengalami kematian di hari ke-3.

Nilai LD50 yang didapatkan dari penginfeksian bakteri S. agalactiae tipe β

(25)

populasi ikan yang didapatkan sebesar 104,8 CFU/ml, selengkapnya disajikan pada Lampiran 7 dan 8.

Menurut Hardi (2011), bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe β-hemolitik dilihat dari kematian, munculnya gejala klinis, perubahan tingkah laku, perubahan patologi anatomi baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik (non kapsul) lebih banyak tersusun atas protein yang lebih mudah dan cepat dikenali oleh sel fagosit. Sedangkan tidak seperti sel bakteri tipe non-hemolitik (berkapsul) yang selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih banyak, sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau jaringan dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu dilawan oleh sistem imun (Hardi 2011).

Winarti (2010), menyatakan bahwa cara pemaparan antigen pada

intramuscular menyebabkan bakteri langsung masuk ke dalam jaringan dan pembuluh darah (kapiler) kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh sehingga dengan dosis lebih rendah menyebabkan kematian ikan nila yang lebih banyak dan cepat. Menurut Cipriano (2001) dalam Winarti (2010), keganasan penyakit dipengaruhi oleh jumlah dari faktor yang saling berhubungan, meliputi virulensi bakteri, macam dan derajat stress yang dipengaruhi populasi ikan, kondisi fisiologi dari inang dan derajat resistensi genetik yang tidak bisa dipisahkan dalam populasi spesifik dari ikan. Selain itu Winarti (2010) juga mengemukakan perbedaan dosis LD50 yang dihasilkan disebabkan oleh berbedanya virulensi

bakteri dan kondisi fisiologi serta derajat resistensi genetik ikan uji yang digunakan pada saat penginfeksian.

3.2 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila

Data yang didapatkan dari pengamatan distribusi bakteri S. agalactiae tipe

β-hemolitik dan tipe-non hemolitik di dalam tubuh ikan nila berupa jumlah bakteri

S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe-non hemolitik di dalam tubuh, mortalitas ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe-non hemolitik,

(26)

Jumlah bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe-non hemolitik di dalam tubuh ikan nila bervariasi pada setiap titik waktu setelah diinfeksi melalui intramuscular, disajikan pada Lampiran 9. Bakteri S. agalactiae

tipe β-hemolitik ditemukan pada organ yang diamati mulai dari hari ke-3 di hati, otak, dan ginjal serta darah. Puncak kepadatan terjadi pada hari ke-6 untuk organ ginjal dan darah sedangkan untuk organ hati dan otak terjadi pada hari ke-9, kemudian jumlahnya terus menurun sampai dengan hari ke-15. Tidak berbeda pula dengan bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik, pada bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik ditemukan pada organ yang diamati mulai dari hari ke-3 di hati, otak, dan ginjal serta darah. Puncak kepadatan terjadi pada hari ke-6 untuk darah sedangkan untuk organ hati, ginjal dan otak terjadi pada hari ke-9, kemudian jumlahnya terus menurun sampai dengan hari ke-15. Pola distribusi dan kepadatan

S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe-non hemolitik di dalam tubuh ikan nila disajikan pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Jumlah S. agalactiae tipe β-hemolitik yang hidup per ml darah atau per g organ ikan nila.

(27)

Menurut Angka (2001) pertumbuhan bakteri yang cepat dan produk metabolit yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan gangguan fisiologis dan kematian ikan pasca infeksi. Semakin meningkatnya pertumbuhan bakteri S. agalactiae maka semakin meningkat pula ekstraseluler produk (ECP) yang dihasilkan sehingga toksisitasnya lebih tinggi (Hardi 2011).

3.3 Perubahan Tingkah Laku dan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila 3.3.1 Perubahan Tingkah Laku Renang

Perubahan tingkah laku renang yang muncul pada ikan nila yang terinfeksi

S. agalactiae yaitu ikan cenderung agresif dengan sirip punggung yang mengembang dan juga ditemui ikan yang lemah dan diam di dasar akuarium. Perubahan yang terjadi mulai hari ke- 2 pasca infeksi bakteri tipe β-hemolitik yaitu pola renang ikan yang berenang didasar akuarium dan soliter, sedangkan pada tipe non-hemolitik perubahan tingkah laku renang berupa berenang tidak beraturan dan sirip punggung mengembang. Ikan uji menunjukkan berenang

gasping yaitu mengambil udara tepat di bawah permukaan air, soliter dan respon cepat pada hari ke- 5 pasca infeksi bakteri tipe non-hemolitik sedangkan bakteri tipe β-hemolitik ikan uji menunjukkan berenang abnormal pada hari ke- 7 ikan mengalami whirling yaitu berenang berputar-putar (menggelepar), gasping dan berenang melayang dikolom air. Infeksi bakteri tipe β-hemolitik dan non-hemolitik tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada perubahan pola renang (Lampiran 10). Namun, bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat menyebabkan perubahan pada pola berenang ikan (pada hari ke- 6 pasca infeksi ikan cenderung lemah, gasping dan whirling) sedangkan gejala yang sama baru muncul hari ke- 7 pasca infeksi dengan bakteri tipe β-hemolitik. Gejala tersebut sesuai dengan gejala yang berhasil diamati oleh Evans et al. (2006) pada ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae sebelum mati yaitu berenang lemah dan berada di dasar akuarium, respon terhadap pakan lemah, berenang whirling (menggelepar) dan tubuh membentuk huruf ”C”.

3.3.2 Perubahan Tingkah Laku Makan

(28)

sebagai pusat yang mengatur rasa lapar dan juga pencernaan ikan. Perubahan tersebut terlihat pada aktivitas makan ikan nila pasca diinjeksi dengan bakteri S. agalactiae mulai tampak pada awal hari ke- 3. Ikan mulai lambat merespon pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang dimakan juga berkurang. Umumnya respon terhadap ikan pasca injeksi bakteri S. agalactiae lemah bahkan ikan uji yang diinfeksi dengan bakteri tipe non-hemolitik tidak mau makan sejak hari ke- 3 pasca infeksi. Respon terhadap pakan ikan uji yang diinjeksi bakteri tipe β -hemolitik terlihat pada hari ke- 4 (lebih lama dari bakteri tipe non--hemolitik) terlihat pada Lampiran 11.

3.3.3 Perubahan Gejala Klinis Tubuh Ikan Nila

Pasca infeksi dengan bakteri S. agalactiae, tubuh ikan nila menunjukkan perubahan gejala klinis. Gejala yang berbeda pasca injeksi tipe β-hemolitik dan non-hemolitik adalah waktu terjadinya gejala. Umumnya bakteri tipe β-hemolitik lebih lama waktunya dibandingkan dengan tipe non-hemolitik (Lampiran 12 dan 13). Pada Tabel 3 disajikan inventarisasi perubahan patologi tubuh ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae. Pada pasca injeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih banyak menimbulkan gejala klinis dibandingkan dengan tipe β -hemolitik sehingga dapat dikatakan bahwa tipe non--hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe β-hemolitik.

Tabel 3 Inventarisasi perubahan gejala klinis tubuh ikan nila pasca diinjeksi bakteri S. agalactiae

Gejala klinis

Jumlah ikan yang mengalami gajala klinis pasca infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik tipe non-hemolitik

Garis vertikal tubuh menghitam 5 8 Tubuh berbengkok membentuk “C” 1 2 Pendarahan tubuh (Hemorragi) 2 2 Mata menonjol (exopthalmia) 3 5

Clear operculum 2 2

Warna tubuh pucat 3 4

Mata mengkerut 1 2

Ulcer dikepala 1 3

Mata putih (purulens) 3 3

Kekeruhan mata (opacity) 2 3

Jumlah 23 34

(29)

non-hemolitik dan muncul pada hari ke- 10 pasca infeksi bakteri tipe β-hemolitik. Awal perubahan pada mata yaitu mata mengkerut kemudian pupil mata mengecil, mata seperti berkabut (opacity), purulens hingga sebelah mata dapat hilang (Hardi 2011). Perubahan mata berkabut atau keruh (opacity) terjadi pada hari ke- 2 pada saat infeksi tipe non-hemolitik, sedangkan pada tipe β-hemolitik perubahan terjadi pada hari ke- 4.

Pembengkakan mata atau eksoptalmia yang disertai dengan pendarahan terjadi pada hari ke- 4 untuk tipe non-hemolitik dan pada hari ke- 5 untuk tipe β -hemolitik. Lateral eksoptalmia lebih sering terjadi dibandingkan dengan bilateral eksoptalmia. Gejala streptococcosis spesifik pada ikan nila adalah clear operculum dengan berbagai tanda. Gejala clear operculum muncul rata-rata pada hari ke- 3 dan clear operculum yang disertai pendarahan pada hari ke- 4 untuk bakteri tipe non-hemolitik dan hari ke- 5 pasca injeksi bakteri tipe β-hemolitik tanpa disertai pendarahan.

Gambar 4 Gejala klinis pada organ mata dan tubuh ikan nila; A. Normal; B. (1) Mata mengkerut dan (2) Garis vertikal tubuh menghitam, C. Warna tubuh memucat; D. (1) Mata berkabut (Opacity) dan (2) Pendarahan tubuh (Hemoragi); E. Clear operculum (penjernihan operculum) F. Purulens (mata putih); G. Lateral exopthalmi (penonjolan mata); H. Ulcer dikepala; I. Tubuh membengkok;

A

B

C

D

E F

I

H G

1

2

(30)

Menurut Irianto (2005) penyakit infeksius bisa bersifat akut dengan mortalitas tinggi dalam jangka waktu singkat dan sedikit tanda-tanda yang terlihat, sub-akut maupun kronis serta laten dengan mortalitas berlangsung hingga beberapa minggu sejak munculnya wabah. Streptococcus agalactiae merupakan bakteri patogen yang menyebabkan septicemia dengan tipikal infeksi yang kronis pada ikan nila (Conroy 2009). Penyakit S. agalactiae memiliki karakteristik yaitu septisemia dan meningoencephalitis (Mian et al. 2009). Gejala klinis dari penyakit ini adalah kelesuan, perut bengkak, lambung dan usus diisi dengan cairan gelatinous atau kekuning-kuningan dan pada beberapa ikan terjadi hemoragik kecil di mata, eksoptalmia dan kornea keburaman (opacity), selain itu hati membesar, kongesti ginjal dan limpa, dan adanya cairan di rongga peritoneal (Eldar et al. 1994).

3.4 Mortalitas Ikan Nila yang Diinfeksi S. agalactiae

Mortalitas ikan nila yang terjadi selama uji distribusi bakteri S. agalactiae

tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik di dalam tubuh serta perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae disajikan pada Lampiran 14.

Gambar 5 Mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik (dosis LD50 106 CFU/ml) dan mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S.

agalactiae tipe non-hemolitik (dosis LD50 105 CFU/ml).

Pada Gambar 5 disajikan pola mortalitas pada ikan nila dari penginfeksian bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik sebanyak 106 CFU/ml dan tipe non-hemolitik sebanyak 105 CFU/ml. Pada pasca infeksi bakteri S. agalactiae

(31)

non-hemolitik tidak berbeda pula dengan tipe β-hemolitik ikan mulai mati pada hari ke- 3. Perbedaan puncak kematian mulai terjadi pada hari ke- 12 pada tipe non-hemolitik sebesar 88,89% dan untuk tipe β-hemolitik puncak kematian mulai terjadi pada hari ke-15 sebesar 77,78%.

Pola kematian ini menandakan bahwa infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan S. agalactiae tipe β-hemolitik yang terlihat dari kecepatan kematian yang menyerang pada tipe bakteri tersebut. Hardi (2011), menyatakan bahwa permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik (non kapsul) lebih banyak tersusun atas protein yang lebih mudah dan cepat dikenali oleh sel fagosit. Sedangkan tidak seperti sel bakteri tipe non-hemolitik (berkapsul) yang selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih banyak, sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau jaringan dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu dilawan oleh sistem imun.

3.5 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S. agalactiae pada Ikan Nila

3.5.1 Patologi Anatomi Makroskopis

Pengamatan perubahan patologi anatomi makroskopis meliputi perubahan dalam bentuk, ukuran, konsistensi dan warna organ terutama hati dan ginjal. Pengamatan ini dilakukan dengan cara membedah tubuh ikan uji sesuai prosedur nekropsi (Lampiran 1) pada pra infeksi untuk mendapatkan gambaran organ internal ikan normal dan pasca infeksi tepatnya selama masa uji distribusi bakteri patogen di dalam tubuh ikan nila serta perubahan makroskopis dan mikroskopis. Patologi anatomi makroskopis ikan nila disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 7.

(32)

 

[image:32.792.98.716.124.483.2]

 

Tabel 4 Perbedaan makroskopis hati dan ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan ikan normal.

Perlakuan Organ internal

Waktu pasca infeksi (jam)

0 3 6 9 12 15

Ikan normal

Hati Merah kecoklatan muda cerah

Ginjal Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung

S . agalactia e tipe β -he mo li ti k

Hati Merah kecoklatan muda cerah Merah kecoklatan muda cerah Merah kecoklatan pucat dan kuning kehijauan Merah kecoklatan pucat Merah kecoklatan pucat dan kuning kehijauan Merah kecoklatan pucat

Ginjal Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan pucat Merah kecoklatan pucat Merah kecoklatan pucat S. agalactia e t ipe n o n-hemoliti k

Hati Kecoklatan muda cerah Merah kecoklatan muda cerah Organ dalam berair merah kecokelatan pucat Merah kecoklatan pucat dan kuning kehijauan

Merah tua dan membengkak berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan pucat

(33)

Gambar 6 Perubahan makroskopis ginjal ( )(1) dan hati ( )(2) ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae pada hari ke- 0, 3, 6, 9, 12, dan 15; (A) Organ dalam normal, (B) hati berwarna pucat dan ginjal berwarna pucat, (C) hati berwarna merah kecoklatan dan ginjal berwarna pucat, (D) hati berwarna pucat dan ginjal membengkak berwarna merah kecoklatan, (E) hati berwarna merah kecoklatan dan ginjal membangkak berwarna merah kecoklatan, dan (F) hati berwarna kecoklatan pucat dan hati berwarna kecoklatan pucat dan organ dalam berair.

Hasil pengamatan pada ikan nila pasca infeksi dengan bakteri S. agalactiae

baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik menunjukkan perubahan makroskopis organ internal yang meliputi hati dan ginjal, tidak memiliki perbedaan yang jauh. Pada hari ke- 0 dan ke- 3 kondisi kedua organ masih normal, dimana hati memanjang di rongga tubuh, merah kecoklatan mudah cerah dan ginjal berwarna merah kecoklatan tua berupa gumpalan di tengah tulang

2

1

1

2

2

1

2

1

2

1

2

1

A B

C D

[image:33.612.132.497.77.511.2]
(34)

punggung. Kemudian hari ke- 6, 9, 12, dan 15 mulai terjadi perubahan makroskopis organ internal, mulai dari perubahan warna yang tadinya cerah menjadi pucat dan kehijauan atau semakin tua serta pembengkakan ginjal. Pada pasca infeksi S. agalactiae tipe non-hemolitik hari ke-12 dan 15, rongga perut terdapat cairan yang berlebih.

Dharma (1982) menyatakan bahwa terganggunya fungsi hati dan empedu disebabkan oleh meningkatnya kerja hati untuk mengumpulkan, mengubah, menimbun metabolik-metabolik dan menetralkan serta menghilangkan zat-zat toksin. Huizinga et al. (1979) menyatakan bahwa secara internal, hati dan ginjal adalah organ target dari septisemia akut. Ginjal merupakan organ utama sistem ekskresi ikan, suatu organ besar dan terdapat di bagian atas rongga perut yang memiliki fungsi sebagai ekskresi produk limbah dari tubuh dan penting untuk keseimbangan cairan tubuh (Angka et al. 1990). Ginjal memiliki kemampuan menyaring dan membuang partikel-partikel angtigen dan hasil buangan metabolik yang tersirkulasi dalam aliran darah dan juga sebagai jaringan limfomieloid utama (ginjal anterior) pembentuk respon imun dan darah pada ikan (Ferguson 1988).

Purwoko (2009) menyatakan bahwa sebagian besar bakteri gram positif memproduksi eksotoksin yaitu protein yang diproduksi dan dikeluarkan oleh bakteri gram positif, sehingga toksin tersebut terbawa oleh peredaran darah sampai ke seluruh bagian tubuh inang. Eksotoksin ini menyerang sel inang secara lokal atau terbawa peredaran darah dan menyerang jaringan dan organ yang rentan. Enzim dan toksin yang dihasilkan bakteri penyebab penyakit septicemia sebagai produk ekstraselulernya merupakan racun bagi ikan yang dapat menyebabkan perubahan warna dan struktur organ dalam (Munro 1982).

3.5.2 Patologi Anatomi Mikroskopis

(35)

3.5.2.1Hati

Pemeriksaan sel dan jaringan organ hati ikan nila kondisi normal yang disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Hati ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.

Di dalam hati perubahan patologi khusus yang terjadi terdiri atas: hipertropi,

[image:35.612.231.408.137.271.2]

cloudy swelling, atropi, nekrosis, degenerasi vacuolar (vakuolisasi) degenerasi lemak, bile stagnation, hepatitis, cirrhosis, dan kongesti (Takashima dan Hibiya 1995).

Tabel 5 Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae

Bakteri Waktu Pengamatan (Hari)

Perubahan patologi di dalam hati He Hi K Dv N

S. agalactiae tipe

β-hemolitik

0 - - -

3 - + - + +

6 + + + + +

9 + + - + +

12 - + - - +

15 + + - + +

S. agalactiae tipe non-hemolitik

0 - - -

3 - + - + +

6 - - - + +

9 - + - - +

12 - + - + -

15 - + - + +

Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, K=kongesti, Dv=degenerasi vakuolar (vakuolisasi), N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan

Histopatologi yang teramati dari organ hati pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang diinfeksi S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa hemoragi, hiperemi, kongesti, vakuolisasi dan nekrosis disajikan pada Tabel 5.

(36)

Gambar 8 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β -hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi

Gambar 9 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi

Takashima dan Hibiya (1995), menyatakan kongesti darah sinusoid atau pembuluh kecil terjadi pada hati. Sel hepatik di dalam area yang berdampingan mengalami atrofi dalam kasus yang hebat dari kongesti. Serta vakuola kadangkala teramati di dalam nukleus pada preparasi pewarnaan dengan hematoxylin dan

eosin (HE). Vakuola ini sedikit berisi koloid protein cair tetapi terkadang menunjukkan reaksi PAS (Periodic Acid Schiff) positif.

Hi

Dv Ne

Dv

Hi Dv

Ne

Hi Ne

Hi Ne

Dv Hi

H Ne

Ne

Hi

Dv He

Dg

Ne Hi

Ne

Cg

20 µm 20 µm

20 µm

20 µm 20 µm

20 µm

20 µm 20 µm

20 µm

1

2

3

1

2

3

[image:36.612.129.504.238.495.2]
(37)

3.5.2.2Otak

Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Otak ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.

Pengamatan histopatologi otak ikan nila memperlihatkan bahwa ikan yang diinfeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan-perubahan patologi berupa: hemoragi, hiperemi, degenerasi, dan nekrosis, disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Perubahan patologi otak ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae

Bakteri Waktu Pengamatan (Hari)

Perubahan patologi di dalam otak

He Hi Dg N

S. agalactiae

tipe β-hemolitik

0 - - - -

3 - - - -

6 - - + +

9 - + + +

12 - + + +

15 - + + +

S. agalactiae

tipe non-hemolitik

0 - - - -

3 - + + +

6 + + + +

9 - + + -

12 - + + +

15 + + + -

Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Dg=degenerasi, N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan

Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ otak ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-6 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis (Gambar 11). Sedangkan tipe non-hemolitik, organ mengalami perubahan mulai

[image:37.612.231.407.137.271.2]
(38)
[image:38.612.108.507.283.534.2]

dari hari ke-3 sampai hari ke-15 berupa: hemoragi, hiperemi, nekrosis, degenerasi vacuolar (Gambar 12).

Gambar 11 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β -hemolitik (mesencephalon); Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi)

Gambar 12 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik (mesencephalon); Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), He=hemoragi

Dg

Ne

Hi

Ne

Hi

Ne Dg

He

Dg

Ht

Ne Dg

Ne

Hi

Ne

Hi

D

Dv

Hi

20 µm 20 µm

20 µm

20 µm 20 µm

20 µm

20 µm 20 µm

20 µm

1

2

3

4

5

6

(39)

3.5.2.3Ginjal

[image:39.612.230.408.140.273.2]

Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Ginjal ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.

Pengamatan histopatologi organ ginjal pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang di infeksi bakteri S. agalactiae selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa: hiperemi, nekrosis, degenerasi, degenerasi vacuolar (vakuolisasi), hemoragi, hipertropi yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Perubahan patologi ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae

Bakteri

Waktu Pengamatan

(Hari)

Perubahan patologi di dalam ginjal

He Hi Ht Dv N

S. agalactiae

tipe β-hemolitik

0 - - -

3 - + - + +

6 + + - + +

9 - + - + +

12 - + - + +

15 - + - + +

S. agalactiae

tipe non-hemolitik

0 - - -

3 - + - + +

6 + + + + +

9 + + - + +

12 - + - + +

15 - - - + +

Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Ht=Hipertropi, Dv=degenerasi vakuolar (vakuolisasi), N=nekrosis; (-) tidak terjadi perubahan; (+) terjadi perubahan

Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ ginjal ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-3 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis

[image:39.612.122.509.421.621.2]
(40)

serta pada hari ke- 6 disertai dengan hemoragi (Gambar 14). Sedangkan tipe non-hemolitik, organ mengalami perubahan mulai dari hari ke- 3 berupa: hiperemi, nekrosis, degenerasi vacuolar dan pada hari ke- 6 krusakan yang timbul berupa: hemoragi dan hipertropi (Gambar 15).

[image:40.612.133.508.154.276.2]

Gambar 14 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β -hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, He=hemoragi

Gambar 15 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar (vakuolisasi), Ht=hipertropi, He=hemoragi

Menurut Hardi (2003), reaksi dari sel, jaringan atau organ terhadap agen perusak dapat berbentuk adaptasi, penyesuaian terhadap rangsangan fisiologik atau patologik tertentu, seperti adanya reaksi berupa hipertropi, hiperplasia, hiperemi dan atropi. Hal ini menandakan gejala klinis yang muncul pertama kali karena adanya adaptasi perubahan lingkungan (patogen, penangan, polutan).

He

Dg Hi

Ne

Dg

Ne

He

Ne

Dv He

Hi Dg

Ne Dg

Ht

20 µm 20 µm

20 µm

20 µm 20 µm

20 µm

20 µm 20 µm

20 µm

1

2

3

4

5

6

[image:40.612.124.502.313.558.2]
(41)

Plumb (2004) juga berpendapat bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan respon awal yang diikuti dengan terjadinya peradangan, nekrosis dan terbentuknya tukak. Hal ini karena adanya tekanan dari bahan penyebab stress di lingkungan berupa infeksi bakteri S. agalactiae.

Hemorragi merupakan keluarnya darah dari pembuluh darah, baik ke luar tubuh maupun ke luar jaringan tubuh, gambaran mikroskopik terlihat eritrosit di luar pembuluh darah (Takashima dan Hibiya 1995). Hiperemi adalah kondisi menggenang dari aliran darah arteri. Sedangkan kongesti merupakan kenaikan jumlah darah di dalam pembuluh darah sehingga tejadi pembendungan, gambaran mikroskopik berupa kapiler darah tampak melebar penuh berisi eritrosit. Menurut Ressang (1984), kongesti adalah terjadinya pembendungan darah yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. Kongesti didahului dengan pembengkakan sel hati dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu, hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat.

Degenerasi merupakan keadaan substansi fisiologikal di dalam jaringan yang meningkat secara abnormal atau terlihat ditempat lain (Takashima dan Hibiya 1995). Nekrosis adalah kematian yang terjadi secara cepat pada bagian yang terbatas pada suatu jaringan dari individu tertentu disaat masih hidup. Gambaran mikroskopis dicirikan oleh adanya perubahan warna jaringan (lebih pucat): perubahan konsistensi jaringan (lebih lunak); adanya batas yang jelas antara jaringan nekrosis dan jaringan normal serta adanya perubahan pada sel yang meliputi ini, sitoplasma dan sel secara keseluruhan. Reaksi terhadap jaringan nekrosis, disekitarnya akan dikelilingi oleh neutrofil yang akan membantu mencairkan jaringan tersebut agar dapat dikeluarkan dari tubuh (Hardi 2003).

(42)

dan berat. Perbaikan jaringan pada organ yang rusak akan berlangsung lambat apabila ikan yang terinfeksi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik sehingga kerusakan organ biasanya akan berakhir dengan kematian (Nabib dan Pasaribu 1989).

3.6 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu,

[image:42.612.131.505.278.369.2]

dissolve oxygen (DO), pH dan amoniak. Pengukuran dilakukan mulai dari awal perlakuan hingga akhir perlakuan uji tantang infeksi. Kisaran nilai parameter kualitas air selama masa penelitian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian

Parameter kualitas air

Nilai kualitas air selama penelitian

Kualitas air

untuk ikan nila Referensi Suhu (oC) 27 – 29 25 – 32

SN

I

7550:2009

pH 6.63 – 6.95 6.5 – 8.5

DO (mg/ℓ) 5.20 – 6.26 ≥ 3

Amoniak (mg/ℓ) 0.013 – 0.018 < 0.02

Berdasarkan Tabel 8, maka kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian berada pada kisaran yang ideal bagi pertumbuhan ikan budidaya nila (SNI 7550:2009). Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air dalam penelitian ini tidak menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan ikan nila, sehingga infeksi yang terjadi sepenuhnya disebabkan oleh infeksi bakteri S. agalactiae.

(43)

reproduksi dan pertumbuhan ikan. Effendi (2003) menyatakan bahwa perubahan suhu akan mempengaruhi kecepatan perkembangan mekanisme pertahanan dan pembentukan antibodi, selain itu perubahan suhu dapat menjadi penyebab stress yang akan mempengaruhi kesehatan ikan.

Selama penelitian nilai pH masih berada dalam kisaran normal yang cocok untuk pemeliharaan ikan nila yaitu berkisar antara 6.63–6.95. Boyd (1982) menyatakan bahwa air dengan pH kurang dari 4 akan membunuh ikan, antara 6.5-8.5 baik untuk ikan budidaya, pH lebih dari 6.5-8.5 akan membahayakan ikan dan pH 11 akan membunuh ikan. Ikan nila dapat hidup pada pH 6.5-8.5 (SNI 7550:2009). Kandungan oksigen terlarut dalam media pemeliharaan ikan nila selama penelitian berkisar antara 5.20 – 6.26 mg/ℓ, nila ini masih sesuai dengan kondisi hidup ikan nila yang dapat hidup pada kisaran oksigen terlarut ≥ 3 mg/ℓ (SNI 7550:2009).

(44)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe β-hemolitik dilihat dari tingkat kematian dan kecepatan timbulnya gejala klinis yang diinfeksikan ke ikan nila. Proses infeksi S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila ditunjukkan dengan distribusi bakteri dan adanya perubahan makroskopis dan mikroskopis yang ditemukan di dalam hati, otak, ginjal, dan darah pada hari ke- 3 sampai hari ke-15.

4.2 Saran

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Angka, S.L., Mokoginta, I., Hamid, H., 1990. Anatomi dan Histologi Banding Beberapa Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan Di Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Institut Pertanian Bogor.

Angka, S.L., 2001. Studi karakterisasi dan patologi Aeromonas hydropila pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Makalah Falsafah Sains. Bogor: Program Studi Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Baya, A.M., Lupiani, B., Hetrick, F.M., Robertson, B.S., Lukacovic, R., May, E., Puokish, C., 1990. Association of Streptococcus sp. with mortalities in the Chesapeake bay and it’s tributaries. Journal of Fish Diseases 19: 235-241. Boyd, C.E., 1982. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn: Auburn

University, International Center for Aquaculture Experiment Station.

Chang, P.H., Pumb, J.A., 1996. Histopathology of experimental Streptococcus sp. Infection in tilapia Oreochromis niloticus L. and channel catfish Ichtalurus punctatus Refinesque. Journal of Fish Diseases 13: 251-253

Conroy, G., 2009. Tilapia streptococcosis: Prevalence of Streptococcus Species in Latin America and their pathological manifestations. Proceedings Managing

Streptococcus in Warmwater Fish: 15-20.

Darmono, 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press. Dharma, A., 1982. Histologi Dasar. Edisi Ke-3. Jakarta: CV EGC.

Effendi, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Eldar, A., Bejerano, Y., Bercovier, H., 1994. Streptococcus shiloi and

Streptococcus difficile: two new streptococcal species causing meningoencephalitis in fish. J. Curr. Microbiol. 28(3): 139-143.

Evans, J.J., Pasnik, D.J., Klesius, P.H., Al-Ablani, S., 2006. First report of

Streptococcus agalactiae and Lactococcus garvieae from a wild bottlenose dolphin Tursiops truncates. Journal of Wildlife Diseases. 42(3) : 561-569. Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Ferguson, H.W., 1988. Normal structure and function. Journal Fish Diseases Refresher Course of Veterenarians Proc 106:35-33

Giordano, L.G.P., Muller, E.E., de Freitas, J.C., da Silva, 2010. Evaluation on the pathogenesis of Streptococcus agalactiae in VG nile tilapia (Oreochromis niloticus). J. Brazilian Archeves of Biology and Technology 53:1:87-92. Hardi, E.H., 2003. Kondisi perairan teluk bontang: pendekatan imunologi dan

(46)

Hardi, E.H., 2011. Kandidat vaksin potencial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus). [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Huizinga, H,W., Esch, G.W., Hazen, T.C., 1979. Histopathology of redsore disease in naturally and experimentally infected largemouth bass,

Micropterus salmonides Lacepide. Journal of Fish Diseases 2:263-277. Irianto, A., 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Mian, G.F., Godoy, D.T., Leal, C.A.G., Yuhara, T.Y., Costa, G.M., Figueiredo, 2009. Aspect of the natural history and virulence of S. agalactiae infection in nile tilapia. Journal of Veterinary Microbiology136:180-183.

Munro, A.L., 1982. The pathogenesis of bacterial disease of fishes. Di dalam Roberts RJ, editor. Microbial Diseases of Fish. New York: Academic Press 151 hlm.

Nabib, R., Pasaribu, F.H., 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor: UPT Produksi Media Informasi LSI-IPB.

Pierera, R.P., Johnson, S.K., Collin, M.D., Lewis, D.H., 1994. Streptococcus iniae

associated with mortality of Tilapia nilotica and Tilapia aurea hybrids. J. Aquat. Anim. Health6:335-340.

Plumb, J.A., 2004. Health maintenance of cultured fishes, principal microbial disease Ch. III, Pathology. Boca Raton, Florida: CRS. Press Inc. hlm 37-45. Poermomo, S.H.,2009. Genjot produksi melalui perikanan budidaya. Siaran pers.

Available at http://www.dkp.go.id/index.php/indonesia/Genjot-perikanan-melalui-budidaya-perikanan [2 Maret 2010]

Purwoko, T., 2009. Fisiologi Mikroba. Edisi Ke-1. Jakarta: Bumi Aksara.

Reed, L.J., Muench, H., 1938. A simple method of estimating fifty percent endpoints. The American Journal of Hygiene 27:493-497.

Ressang, 1984. Patologi khusus Veteriner. Denpasar: Bali Press.

Sheehan, B., Lauke, L., Lee, Y.S., Lim, W.K., Wong, F., Chan, J., Komar, C., Wendover, N., Grisez, L., 2009. Streptococcal diseases in farmed tilapia. Aquaculture Asia Pacific. 5 (6): 27-29

Standar Nasional Indonesia. 2009. Metode identifikasi bakteri pada ikan secara konvesional Bagian 3: Streptococcus iniae dan Streptococcus agalactiae. Badan Standardisasi Nasional/BSN. SNI 7545.3: 2009.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Produksi ikan nila Oreochromis niloticus

Bleeker kelas pembesaran di kolam air tenang. Badan Standardisasi Nasional/BSN. SNI 7550: 2009.

Sukenda. 2000. Studies on Pseudomonas plecoglossicida infection in ayu

(47)

Fulfilment of the Requirements for the Degree of Ph.D. in Fisheries Science.

Takashima, F., Hibiya, T., 1995. An Atlas of Fish Fistology: Normal and Pathological Features. Tokyo: Kodansa LTD.

Taufik, P., 1984. Faktor kualitas air dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit pada ikan. Majalah pertanian no.3, tahun ke- 31. Departemen Pertanian. Jakarta. hlm 21.

Winarti, 2010. Kerentanan ikan jelawat Leptobarbus hoevenii Blkr terhadap infeksi bakteri patogen. [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Wibawan, I.W.T., Laemmler, Seleim, Pasaribu, F.H., 1992. Role of hydrophobic surface proteins in mediating adherence of group B streptococcoci to epitelial cells. J. Gen. Microbiol. 138: 1237-1242.

Yuasa, K., Kamaishi, T., Hatai, K., Bahnnan, M., Borisuthpeth, P., 2008. Two cases of streptococcal infections of cultured tilapia in Asia, pp. 259-268. In

(48)

Lampiran 1 Prosedur nekropsi jaringan tubuh ikan nila

A. Pemeriksaan dan pembagian sampel

Pemeriksaan bakteri pada sampel harus diakukan secara aseptic dan dikerjakan pertama kali untuk menghindari kontaminan, setelah itu baru mengerjakan pemeriksaan virus dan terakhir parasit. Untuk pemeriksaan bakteri, tiap sampel diperiksa secara terpisah (individual), sedangkan sampel untuk virologi digabung tiap maksimal 5 ekor sampel, dan sampel untuk parasitology digabung per grup bobot. Jaringan yang akan diambil untuk diperiksa akan berbeda pada ukuran sampel yang berbeda. Sampel ikan yang akan digunakan bisa dilakukan pemeriksaan bakteri, virus dan parasit. Organ yang diperiksa mata, otak, dan ginjal.

B. Sampling jaringan untuk reisolasi

Prosedur kerjanya sebagai berikut:

1) Ikan dimatikan, bila sampel yang digunakan masih dalam keadaan hidup. 2) Permukaan kulit di lap dengan tissue untuk menghilangkan kotoran dan lendir

yang berlebih, kemudian semprotkan alcohol 70% dan dikeringkan dengan tissue sebagai sanitasi permukaan kulit yang akan dibedah.

3) Dengan menggunakan gunting atau scapel steril (dibakar dengan alcohol), pada bagian ventral dari arah posterior menuju arah anus dipotong, harus dihindari anus terpotong agar isi usus tidak mengotori rongga perut. Dipotong sedikit ke arah dorsal sejajar linea latelaris.

4) Dengan pinset steril, daging ikan disibakkan dan dengan scapel steril, usus dan gelembung renang digeser sampai ginjal terlihat.

5) Dengan menggunakan loop tajam, lakukan penusukkan ke dalam ginjal menembus membran pembungkus ginjal, lalu digoreskan secara aseptic ke media plate BHIA (Brain Heart Infusion Agar). Hal ini, dilakukkan dengan hati-hati jangan sampai loop mengenai organ lain. Satu plate dapat dipakai untuk 3 sampel.

(49)

Lampiran 2 Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri patogen selama masa penelitian

A. Brain Heart Infusion Agar (DIFCO) = 52 g/liter ≈ 5.2 g/100 ml Aquadest 1. Calf Brains, Infusion

2. Beef Hearts, Infusion

3. Proteose Pepton, Difco

4. Sodium Chloride

5. Disodium Phosphate

6. Bacto-Dextrose

7. Bacto Agar

8. pH 200 g 250 g 10 g 5 g 2.5 g 2 g 15 g 7.4

B. Brain Heart Infusion Broth = 37 g/liter ≈ 3.7 g/100 ml Aquadest 1. Calf Brains, Infusion

2. Beef Hearts, Infusion

3. Proteose Pepton, Difco

4. Sodium Chloride

5. Disodium Phosphate

6. Bacto-Dextrose 7. pH 200 g 250 g 10 g 5 g 2.5 g 2 g 7.4

C. Phosphate Buffer Saline (PBS) = g/liter 1. NaCl

2. KH2PO4

3. Na2HPO4

4. KCl 5. Aquadest 6. pH 8 g 0.2 g 1.5 g 0.2 g 1000 ml

7.0 – 7.4

D. Larutan Bouin’s perbandingan 15:5:1 1. Asam Pikrat jenuh ± 21g/liter

2. Formaldehyde Solution min. 37%

3. Acetic acid glacial 100%,

15 ml

5 ml

(50)

Lampiran 3 Prosedur uji karakteristik biokimia bakteri (uji oxidative/fermentatif, motilitas, oksidase, katalase, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji produksi asam dari D-manitol, dan uji hemolysis) dan sifat Gram.

A. Pewarnaan Gram

1. Siapkan gelas objek yang telah dibersihkan dari lemak dengan alcohol 70% dan diberi label. 2. Teteskan satu tetes akuades steril pada permukaan gelas objek.

3. Isolat diambil dengan jarum ose steril, yang dicampur dengan akuades dan diulas merata pada permukaan gelas objek.

4. Dilakukan fiksasi dengan melewatkan preparat di atas api (jarak 15 cm) beberapa kali hingga terlihat kering.

5. Larutan crystal violet diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 1 menit. 6. Cuci preparat dengan air mengalir dan dikering anginkan

7. Larutan iodine lugol diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 1 menit 8. Cuci preparat dengan air mengalir dan dikering anginkan

9. Larutan alcohol aseton diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 30 detik

10. Cuci preparat dengan air mengalir dan dikering anginkan

11. Larutan safranin diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 30 detik

Gambar

Tabel 4 Perbedaan makroskopis hati dan ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan ikan  normal
Gambar 6 Perubahan makroskopis ginjal (    )(1) dan hati (     )(2) ikan nila yang diinfeksi S
Tabel 5 Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae
Gambar 8 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pendidikan karakter dan sikap guru dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas terhadap

Kewajiban lain yang harus diperhatikan Negara pantai berkaitan dengan jenis-jenis ikan yang bermigarasi jauh ( highly migratory species ), seperti tuna. Negara-negara

Hasrat untuk hidup bermakna (logoterapi) akan mendorong anak gifted yang stress pasca trauma karena bencana banjir dan rob untuk melakukan kegiatan agar kehidupan yang dijalaninya

Selain itu penulis juga melakukan analisis lanjutan untuk mengetahui karakteristik fisik pada setiap jenis endapan channel , untuk menentukan faktor pengontrol yang

Penelitian mengenai pengaruh suhu pada proses sonikasi terhadap morfologi partikel dan kristalinitas nanopartikel Fe 3 O 4 disintesis dengan metode

Hal ini dapat dilihat dari aktivitas siswa pada siklus II ini siswa sudah mulai menyimak informasi Tari Gantar dari guru.Hal ini disebabkan guru menjelaskan Tari Gantar dengan

struktur teks anekdot pada cerita Abu Nawas diperoleh nilai rata-rata 94% memiliki struktur yang lengkap Struktur sempurna artinya teks anekdot tersebut terdiri dari