iii
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM Ba
0.4Sr
0.6Ti0
3DIBANDINGKAN DENGAN FILM
Ba
0.5Sr
0.5Ti0
3AYUB IMANUEL A.S
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
AYUB IMANUEL A.S. Pembuatan dan Karakterisasi Film Ba
0,4Sr
0,6Ti0
3dibandingkan
dengan Film Ba
0,5Sr
0,5Ti0
3. Dibimbing oleh Dr.Ir.IRZAMAN, M.Si dan FAOZAN S.Si,M.Si.
Abstrak
Penelitian dengan menggunakan film
Ba
0,4Sr
0,6TiO
3(BST) dibandingkan dengan film
Ba
0,5Sr
0,5Ti0
3berdasarkan karakterisasi sifat optik, listrik, dan sensitifitas dengan metode
yang sama yaitu
sol gel
dengan teknik
spin coating
pada kecepatan putar 3000 rpm selama 30
detik. Proses pembuatan fotodioda Ba
0,4Sr
0,6Ti0
3dengan menumbuhkannya di permukaan
substrat Si(100)
type
-p pada konsentrasi 1 M
dan proses
annealing
pada variasi suhu yaitu
800
oC, 850
oC, 900
oC dengan waktu masing-masing 15 jam. Karakterisasi I-V dilakukan pada
kondisi terang dan gelap dengan
filter
warna hijau, kuning dan merah. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa film bersifat fotodioda. Konduktivitas listrik ( ) dengan variasi suhu
800
oC, 850
oC, 900
oC berturut-turut yaitu 0,36 x 10
-4S/m, 3,77 x 10
-4S/m, 50,25 x 10-
5S/m.
Nilai tersebut berada dalam rentang semikonduktor, sehingga film BST yang dihasilkan
merupakan material semikonduktor sedangkan pada karakterisasi konstanta dielektrik
(
�
)
dengan variasi tegangan yaitu 1 volt, 2 volt dan 5 volt yang masing-masing pada suhu 800
oC,
850
oC, 900
oC dapat disimpulkan bahwa konstanta dielektrik bahan semakin besar akibat
bertambahnya tegangan. Karakteristik sifat optik dilakukan pada pengukuran absorbansi dan
reflektansi film. Pada suhu 800
oC, 850
oC, 900
oC berdasarkan kurva absorbansi yang
diperoleh memperlihatkan panjang gelombang yang paling banyak diserap dan dipantulkan
berturut-turut yaitu berkisar 340-430 nm, 345-520 nm, 340-1020 nm.
iii
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM Ba
0.4Sr
0.6Ti0
3DIBANDINGKAN DENGAN FILM
Ba
0.5Sr
0.5Ti0
3AYUB IMANUEL A.S
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
JUDUL : Pembuatan dan Karakterisasi Film Ba
0.4Sr
0.6Ti0
3Dibandingkan dengan Film
Ba
0.5Sr
0.5Ti0
3NAMA : Ayub Imanuel A.S
NIM : G74061566
Disetujui,
Pembimbing
Pembimbing
(
Dr. Ir.IRZAMAN, M.SI)
(FAOZAN S.SI, M.SI)
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui,
Ketua Departemen Fisika
Dr. Akhiruddin Maddu
NIP. 196609071988021006
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat, anugerah serta kasih karunia-Nya kepada saya sebagai penulis
sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul
“
Pembuatan dan
Karakterisasi Film Ba
0.4Sr
0.6TiO
3dibandingkan dengan Film
Ba
0.5Sr
0.5TiO
3”
,
sebagai
salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan hasil penelitian ini, yaitu kepada
1.
Keluarga (papa, mama, nova, sena, andre) terima kasih atas segala limpahan kasih
sayang dan doa yang senantiasa diberikan.
2. Bapak Dr.Ir. Irzaman, M.SI dan Bapak Faozan S.SI, M.SI selaku Dosen
pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan senantiasa memberikan
motivasi sehingga tersusunnya skripsi ini.
3. Bapak Ir. Hanedi Darmasetiawan, MS selaku pihak editor atas saran dan
masukannya.
4. Bapak Drs. Mahfuddin Zuhri, MSI yang telah memberikan dukungan dan fasilitas
komputer.
5. Prof.Dr.Ir Bungaran Saragih,Msc,dr. Bona Simanungkalit, Hj Meilani Leimena
yang terus memberikan motivasi dan saran untuk tetap fokus pada bakat dan minat
yang saya miliki.
6. Teman-teman
Cisco
seperjuangan selama di IPB atas segala bantuan, semangat,
kebersamaan yang indah dan tak terlupakan.
7. Teman-teman kesekretariatan GMKI cabang Bogor yang menghadirkan tawa dan
semangat.
8. Rekan-rekan fisika angkatan 42,43, 44, 45, dan 46 serta fisika S2
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan hasil penelitian
ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar dapat
memperbaiki penulisan hasil skripsi kedepannya.
Bogor, 6 Februari 2012
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis terlahir dari pasangan Adat Jonatan
Subakti dan Darmita Vionelita P di Bandung pada
tanggal 16 April 1988. Penulis merupakan anak
kedua dari empat bersaudara.
Lulus dari SMA Negeri 1 Ciruas, penulis
melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Jurusan Fisika pada tahun 2006 lewat jalur SPMB
(Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama kuliah, penulis pernah aktif dikegiatan eksternal kampus sebagai anggota
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 1
1.3 Perumusan Masalah ... 1
1.4 Hipotesis ... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Ferroelektrik ... 1
2.2 Domain ... 2
2.3 Polarisasi Saturasi (Ps) ... 2
2.4 Polarisasi Remanen (Pr) ... 2
2.5 Medan Koersif (EC) ... 2
2.6 Barium Stronsium Titanat (BaxSr1-xTiO3) ... 2
2.7 Substrat-Si (Silikon) ... 3
2.8 Dioda... 3
2.9 Fotodioda ... 4
2.10 Metode Chemical Solution Deposition ... 5
2.11 Metode Volumetric ... 6
2.12 Kapasitor dan Konstanta Dielektrik... 6
2.13 Time Constant ... 7
2.14 Spektroskopi Optik ... 8
2.15 Hasil Karakterisasi Konstanta Dielektrik Film Ba0.5Sr0.5Ti03 ... 9
2.16 Hasil Karakterisasi I-V meter Film Ba0.5Sr0.5Ti03 ... 11
2.17 Hasil Karakterisasi Reflektansi dan Absorbansi Film Ba0.5Sr0.5Ti03 ... 11
2.18 Hasil Karakterisasi Konduktivitas Listrik Film Ba0.5Sr0.5Ti03... 12
BAB III. BAHAN DAN METODE ... 12
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
3.2 Alat dan Bahan ... 12
3.3 Metode Penelitian ... 12
3.3.1 Pembuatan film Ba0,4Sr0,6TiO3 murni ... 12
3.3.3 Proses penumbuhan film BST murni ... 13
3.3.4 Proses annealing ... 13
3.3.5 Pembuatan kontak pada film BST ... 13
3.3.6 Metode karakterisasi ... 13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 14
4.1 Karakterisasi Absorbansi dan Reflektansi ... 14
4.1.1 Perhitungan nilai energy gap ... 15
4.2 Karakterisasi Arus Tegangan ... 16
4.3 Karakterisasi Konduktivitas Listrik ... 17
vii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
5.1 Kesimpulan ... 222
5.2 Saran ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva histerisis sifat BST ... 2
Gambar 2. Struktur Ba0,25Sr0,75TiO3 ... 3
Gambar 3. Struktur dua dimensi kristal silikon ... 3
Gambar 4. Struktur pasangan elektron –hole dioda ... 4
Gambar 5. Forward bias dan reversed bias ... 4
Gambar 6. Karakteristik dioda ... 4
Gambar 7. Penampang melintang fotodioda. ... 5
Gambar 8. Keadaan fotodioda persambungan p-n ... 5
Gambar 9. Spin coater ... 6
Gambar 10. Kapasitor keping sejajar ... 6
Gambar 11. Rangkaian pengisian muatan pada kapasitor ... 8
Gambar 12. Hubungan konstanta dielektrik dan film BST murni ... 9
Gambar 13. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 1 volt ... 9
Gambar 14. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 2 volt ... 10
Gambar 15. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 5 volt ... 11
Gambar 16. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A ... 11
Gambar 17. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B ... 11
Gambar 18. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C ... 11
Gambar 19. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat D ... 11
Gambar 20. Hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang ... 11
Gambar 21. Hubungan antara reflektansi dan panjang gelombang ... 11
Gambar 22. Indeks bias film BST murni ... 12
Gambar 23. Hubungan konduktivitas listrik dan waktu annealing film Ba0,5Sr0,5Ti03 ... 12
Gambar 24. Proses annealing ... 13
Gambar 25. Prototype sel fotovoltaik tampak atas ... 13
Gambar 26. Rangkaian penentu konstanta dielektrik film BST murni ... 13
Gambar 27. Spektrum absorbansi BST terhadap panjang gelombang ... 15
Gambar 28. Spektrum reflektansi BST terhadap panjang gelombang ... 15
Gambar 29. Hubungan ln[(Rmax-Rmin)/(R-Rmin)]2 dan energy gap pada suhu 800oC... 15
Gambar 30. Hubungan ln[((Rmax-Rmin)/(R-Rmin)] 2 dan energy gap pada suhu 850oC ... 16
Gambar 31. Hubungan ln[(Rmax-Rmin)/(R-Rmin)]2 dan energy gap pada suhu 900oC... 16
Gambar 32. Hubungan energy gap dan suhu ... 16
Gambar 33. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) BST pada kondisi terang dan gelap .... 16
Gambar 34. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A ... 17
Gambar 35. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B ... 17
Gambar 36. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C ... 17
Gambar 37. Hubungan konduktivitas listrik dan suhu film Ba0,4Sr0,6Ti03 ... 17
Gambar 38. Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 800oC... 19
Gambar 39. Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 850oC... 20
Gambar 40. Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 900oC... 21
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panjang gelombang berdasarkan spektrum cahaya tampak ... 8 Tabel 2. Nilai konstanta dielektrik film BST murni ... 9 Tabel 3. Nilai konduktivitas film BST murni berdasarkan perbedaan
waktu annealing ... 12 Tabel 4. Perbandingan karakterisasi absorbansi dan reflektansi
film Ba0,4Sr0,6Ti03 dan Ba0,5Sr0,5Ti03 ... 15
Tabel 5. Nilai konduktivitas film Ba0,4Sr0,6Ti03 berdasarkan
perbedaan suhu annealing ... 17 Tabel 6. Perbandingan karakterisasi konduktivitas film
Ba0,4Sr0,6Ti03 dan Ba0,5Sr0,5Ti03 ... 18
Tabel 7. Hasil karakterisasi konstanta dielektrik
Lanjutan lampiran 2. Data karakterisasi arus-tegangan (I-V) a.Data karakterisasi substrat 800oC
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alur kerja penelitian... 26
Lampiran 2. Data karakterisasi arus tegangan (I-V) ... 27
Lampiran 3. Data substrat film Ba0,4Sr0,6Ti03 ... 32
Lampiran 4. Pengolahan data konstanta dielektrik ... 33
Lanjutan lampiran 2. Data karakterisasi arus-tegangan (I-V) a.Data karakterisasi substrat 800oC
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini, semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia hal ini dimanfaatkan dan dikembangkan oleh manusia untuk dapat membantu pekerjaan mereka sehingga dapat menyelesaikan segala aktivitas dengan lebih mudah dan efisien. Oleh karena itu, setiap manusia terutama mahasiswa dituntut agar mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Bidang elektronik saat ini memegang peranan
penting diberbagai sektor pembangunan
terutama ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menyebabkan banyak orang melakukan penelitian dan pembuatan alat-alat serta
komponen-komponen elektronika yang
diharapkan mempunyai sifat dan karakteristik
tertentu.Penelitian yang belakangan ini
menarik perhatian para ahli fisika yaitu material ferroelektrik karena material ini bisa dikembangkan lebih lanjut terhadap device
generasi baru sehubungan dengan sifat-sifat unik yang dimilikinya. Material ferroelektrik, terutama yang didasari oleh campuran barium stronsium titanat (BST), diharapkan memiliki energi yang tinggi karena memiliki konstanta dielektrik dan kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi sehingga banyak digunakan sebagai FRAM (ferroelectric random access memory) selain itu sifat histerisis dan konstanta dielektriknya yang tinggi dapat diterapkan
pada sel memori dynamic random acsess
memory (DRAM) dengan kapasitas
penyimpanan melampaui 1 Gbit [1]. Sifat piezoelektriknya dapat digunakan sebagai
mikroaktuator dan sensor, sifat piroelektrik dapat diterapkan pada infrared sensor, sifat
polaryzability dapat diterapkan sebagai non volatile ferroelektrik random acsess memory
(NVRAM), serta sifat electro-optic dapat digunakan dalam switch thermal infrared [2].
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah
membuat film BST murni ferrolektrik
Ba0,4Sr0,6TiO3 murni dengan menggunakan
metode chemical solution deposition (CSD) yang kemudian diuji karakteristik sensor cahaya dan sensor suhu dari film BST murni yang dibuat.
Tujuan khusus hasil penelitian ini adalah:
1. Melakukan karakterisasi arus–tegangan (I-V). 2. Menguji sifat reflektansi dan absorbansi. 3. Menentukan konstanta dielektrik dan waktu
konstantnya.
4. Menguji sifat konduktivitas listrik.
1.3 Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah hasil karakterisasi film
Ba0,4Sr0,6TiO3 murni yang dihasilkan terhadap
uji sifat listriknya ( I-V, konduktivitas, absorbansi dan reflektansi serta konstanta
dielektrik) dibandingkan dengan film
Ba0,5Sr0,5TiO3 murni ?
2. Apakah pembuatan film Ba0,4Sr0,6TiO3 murni
dipermukaan substrat silikon type-p dengan variasi waktu tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu 800oC, 850oC, 900oC akan dihasilkan film yang memiliki sensitifitas dan sifat histerisis yang lebih baik dibandingkan film Ba0,5Sr0,5TiO3 murni ?
1.4 Hipotesis
1. Pembuatan film Ba0,4Sr0,6TiO3 murni
dipermukaan substrat silikon type-p dengan variasi waktu tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu 800oC, 850oC, 900oC pada karakterisasi I-V, konduktivitas, absorbansi dan reflektansi serta konstanta dielektrik lebih baik dibandingkan film Ba0,5Sr0,5TiO3 murni
karena komposisi faktor molarnya lebih banyak.
2. Pembuatan film Ba0,4Sr0,6TiO3 murni
dipermukaan substrat silikon type-p dengan variasi waktu tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu 800oC, 850oC, 900oC akan dihasilkan film yang memiliki sensitifitas dan sifat histerisis yang lebih baik dibandingkan film Ba0,5Sr0,5TiO3 murni.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Ferroelektrik
Material ferroelektrik memiliki
kemampuan untuk mengubah arah listrik
internal, dapat terpolarisasi secara spontan dan menunjukkan efek histerisis yang berkaitan
dengan pergeseran dielektrik dalam
ketidaksimetrisan struktur kristal pada suatu
material ferroelektrik [1], selain itu
ferroelektrik merupakan material yang
memiliki polarisasi listrik dengan adanya medan listrik eksternal, polarisasi ini dapat dihilangkan dengan memberikan medan listrik eksternal yang arahnya berlawanan. Sifat listrik yang ditunjukkan material ini berkaitan dengan sifat listrik mikroskopiknya. Jika jumlah muatan dikali jarak semua elemen dari sel satuan tidak nol maka sel akan memiliki momen dipol listrik. Kurva hubungan antara polarisasi listrik (P) dan kuat medan listrik (E) ditunjukkan pada Gambar 1. Ketika kuat medan listrik ditingkatkan maka polarisasi meningkat cepat (OA) hingga material akan mengalami kondisi saturasi (AB), jika nilai kuat medan listrik mengalami penurunan, polarisasinya tidak kembali lagi ke titik O, melainkan mengikuti garis BC, ketika medan listrik tereduksi menjadi nol, maka material memiliki polarisasi remanan (Pr) (OC), untuk menghapus nilai polarisasi dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang berlawanan (negatif). Harga medan listrik untuk mereduksi nilai polarisasi menjadi nol disebut medan koersif (Ec),jika medan listrik kemudian dinaikkan kembali, maka material akan kembali mengalami saturasi, yang bernilai negatif (EF). Putaran kurva menjadi lengkap jika medan listrik dinaikkan lagi yang akhirnya didapatkan suatu kurva hubungan polarisasi (P)
Gambar 1. Kurva histerisis sifat BST
dengan medan koersif (Ec) yang ditunjukan
loop histerisis [3]. Luasan dalam kurva histerisis ini berbanding lurus dengan energi yang didisipasikan dalam proses irreversible
pemagnetan dan penghilangan sifat magnet [4].
2.2 Domain
Dalam kristal ferroelektrik, terdapat suatu daerah yang memiliki orientasi dipol yang seragam, yang disebut domain. Struktur dan sifat domain memegang peranan penting dalam penentuan sifat bahan ferroelektrik [5].
2.3 Polarisasi Saturasi (Ps)
Polarisasi saturasi tercapai pada saat seluruh arah orientasi domain searah dengan medan listrik eksternal. Pada keadaan ini nilai polarisasinya tetap walaupun medan listrik eksternal bertambah besar.
2.4 Polarisasi Remanen (Pr)
Polarisasi remanen adalah nilai polarisasi Ύ pada bahan ferroelektrik walaupun sudah tidak lagi dipengaruhi medan listrik.
2.5 Medan Koersif (EC)
Medan koersif pada bahan ferroelektrik adalah medan yang diperlukan untuk merubah polarisasinya dari nilai polarisasi remanen menjadi nol (P=0). Nilai medan koersif suatu bahan bergantung dari banyak parameter antara lain perlakuan suhu dan perlakuan listrik suatu bahan.
2.6 Barium Stronsium Titanat (BaxSr 1-xTiO3)
Material yang digunakan dalam
pembuatan lapisan BST murni ini adalah BaxSr1-xTiO3 (BST). BST merupakan bahan
yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, serta kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi. Pembuatan BST dapat menggunakan peralatan yang cukup sederhana, biaya murah dan dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat. BST memiliki potensi untuk
menggantikan film BST murni SiO2 pada
rangkaian metal oxide semikonduktor (MOS) namun konstanta dielektrik yang dimiliki oleh BST tersebut masih rendah dibandingkan dengan bentuk bulknya. Hal ini berkaitan dengan ukuran mikro, tingkat tekanan yang baik, kekosongan oksigen, formasi lapisan
interfacial dan oksidasi pada silikon
[6].Struktur BST sendiri berbentuk kubus seperti pada Gambar 2. Ion barium (Ba2+) terletak di ujung rusuk kubus, ion titanium (Ti4+) terletak pada diagonal ruang sedangkan ion oksigen terletak pada diagonal bidang unit
sel yang berbentuk kubus.
Barium stronsium titanat juga banyak digunakan sebagai FRAM karena memiliki konstanta dielektrik yang tinggi dan kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi. BST dapat diaplikasikan dalam berbagai macam piranti seperti konstanta dielektrik yang tinggi sehingga BST dapat digunakan sebagai
DRAMs (dynamic access random memories)
dan juga dapat diaplikasikan dalam pembuatan
multi-layer capasitor (MLC), selain itu BST juga memiliki kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi (high charge storage capacity), kebocoran arus yang rendah (low leakage
current) dan memiliki kekuatan breakdown
yang tinggi pada suhu curie yang dapat diaplikasikan sebagai NVRAM (non volatile
random access memories) dan FRAM
(ferroelectric random access memories). Suhu Curie material barium titanat murni
stronsium, suhu barium titanat menurun menjadi suhu kamar [7]. Film BST murni dapat dibuat dengan berbagai teknik antara lain
chemical solution deposition sputtering, laser ablasi, MOCVD dan proses sol gel [8]. Persamaan reaksi BST ialah :
0,25Ba(CH3COO)2+0,75Sr(CH3COO)2+Ti(C12
H28O4)+22O2→Ba0,25Sr0,75TiO3 +H2O + 16CO2
Gambar 2. Struktur Ba0,25Sr0,75TiO3
(a) Polarisasi ke atas (b) Polarisasi kebawah
2.7 Substrat-Si (Silikon)
Silikon adalah unsur yang paling
melimpah di kerak bumi setelah oksigen. Sebagian besar unsur bebas silikon tidak ditemukan di alam. Oleh karena itu, silikon dihasilkan dengan mereduksi kuarsa dan pasir dengan karbon yang berkualitas tinggi. Silikon untuk pengunaan semikonduktor dimurnikan lebih lanjut dengan metode pelelehan berzona kristal czochralski. Kristal silikon ini memiliki kilap logam dan mengkristal dengan struktur intan [9].
Silikon oksida (SiO2) digunakan sebagai gate dielektrik karena bentuk non kristal (amorphous) yang sesuai dengan insulator, dengan daya tahan terhadap medan listrik yang tinggi (sekitar 10 MV/cm), kestabilan terhadap panas dan lebih lagi karena kualitas interlayer
Si/SiO2 yang tinggi (jumlah muatan yang
terjebak dalam interlayer (<1011/cm). Kualitas Si/SiO2 ini penting karena merupakan bagian
(nucleus) masing-masing memiliki 4 elektron valensi. Ikatan inti atom yang stabil adalah jika dikelilingi oleh 8 elektron, sehingga 4 buah elektron atom kristal tersebut membentuk
ikatan kovalen dengan ion-ion atom
tetangganya. Pada suhu yang sangat rendah (0 K), struktur atom silikon divisualisasikan seperti pada Gambar 3.
Ikatan kovalen menyebabkan elektron tidak dapat berpindah dari satu inti atom ke inti atom yang lain. Pada kondisi demikian, bahan
semikonduktor bersifat isolator karena tidak ada elektron yang dapat berpindah untuk menghantarkan listrik.
Gambar 3. Struktur dua dimensi kristal silikon
Pada suhu kamar, ada beberapa ikatan kovalen yang lepas karena energi kalor, sehingga memungkinkan elektron terlepas dari ikatannya namun hanya sedikit yang dapat
terlepas, sehingga tidak memungkinkan
menjadi konduktor yang baik [11].
2.8 Dioda
Dioda adalah sambungan p-n yang
berfungsi terutama sebagai penyearah. Bahan
type-p akan menjadi sisi anoda sedangkan bahan type-n akan menjadi katoda. Bergantung pada polaritas tegangan yang diberikan kepadanya, dioda bisa berlaku sebagai sebuah
saklar tertutup apabila bagian anoda
mendapatkan tegangan positif sedangkan katodanya mendapatkan tegangan negatif dan berlaku sebagai saklar terbuka apabila bagian
anoda mendapatkan tegangan negatif
sedangkan katoda mendapatkan tegangan positif. Kondisi tersebut terjadi hanya pada dioda ideal. Pada dioda faktual (riil), perlu tegangan lebih besar dari 0,7 V (untuk dioda yang terbuat dari bahan silikon). Tegangan sebesar 0,7 V ini disebut sebagai tegangan halang (barrier voltage). Dioda yang dibuat dari bahan germanium memiliki tegangan halang kira-kira 0,3 V [12].
Pada saat dioda tidak diberikan panjar
tegangan (unbiased) seperti ditunjukkan
Gambar 2.4, terjadi difusi elektron ke segala arah pada setiap tepi-tepi semikonduktor. Beberapa difusi melewati junction, sehingga terbentuk ion positif pada daerah n dan ion negatif pada daerah p, jika ion-ion ini bertambah banyak, maka daerah di sekitar
junction akan terjadi kekosongan dari elektron bebas dan hole. Daerah ini disebut dengan
depletion region. Pada suatu saat, depletion region akan berlaku sebagai penghalang bagi elektron untuk berdifusi lanjut melalui
Jika dioda diberi tegangan seperti pada Gambar 5, yaitu kutub positif baterai dihubungkan dengan bahan type-p dan kutub negatifnya dihubungkan dengan bahan type-n, maka rangkaian ini disebut dengan forward biased atau prategangan maju,bila tegangan ini melebihi tegangan yang diakibatkan oleh
daerah pengosongan maka forward biased
dapat menghasilkan arus yang besar.Kutub negatif sumber dapat mendorong elektron pada bahan type-n menuju junction. Elektron ini dapat melewati junction dan jatuh ke dalam
hole.
Gambar 4. Struktur pasangan elektron
(a) kondisi awal,(b) kondisi setelah terjadi difusi elektron, (c) daerah pengosongan
Gambar 5. Forward bias dan reversed bias
Keterangan : pada gambar sebelah kiri forward bias dan sebelah kanan reversed bias
bila ini terjadi, elektron akan dapat terus bergerak melalui hole pada bahan type-p yang ada menuju kutub positif baterai.
Sebaliknya, jika sumber tegangan tersebut dibalik polaritasnya, maka rangkaian yang tampak pada Gambar 5. itu disebut dengan pengosongan semakin besar sehingga beda
potensialnya mendekati harga sumber
tegangan. Namun pada situasi ini, masih terdapat arus kecil, arus pembawa minoritas,
atau disebut arus balik (reverse current),
disamping itu juga terdapat low leakage
current (LLC). Jika keadaan ini terus berlanjut, akan tercapai titik pendobrakan, yang disebut dengan breakdown voltage.
Jika sebuah dioda dihubungkan dengan sumber tegangan Vin, yang dapat diubah-ubah
besarnya, maka akan didapat tegangan (Vd)
dan arus (Id) pada dioda yang berbeda-beda
pula dengan menghubungkan titik-titik
tegangan dan arus dioda. Pada saat dibalik tegangan panjarnya, maka akan didapat grafik dioda seperti pada Gambar 6, hal ini menjelaskan karakteristik dioda yaitu sebagai komponen non-linear bila diberikan forward biased dioda menjadi sangat tidak konduktif sebelum tegangannya melampaui potensial
barrier, sehingga arusnya sangat kecil. Ketika
tegangannya mendekati potensial barrier,
pasangan elektron-hole mulai melintasi
junction diatas 0,7 volt, biasa disebut tegangan lutut (knee voltage), Vg, atau tegangan offset,
dioda menjadi sangat konduktif dan
mengalirkan arus yang besar. Semakin besar tegangannya, maka arus bertambah semakin cepat. Hal ini menunjukkan, bahwa dioda memiliki tahanan tertentu, disebut tahanan bulk (bulk resistance). Sebaliknya, pada saat dioda dalam bentuk reverse biased, terdapat arus balik yang sangat kecil,jika tegangan ini ditambah, akan dicapai tegangan breakdown, sehingga terjadi peningkatan arus yang sangat besar yang dapat merusakkan dioda, sehingga perlu hati-hati dalam hal memberikan tegangan dioda, agar tidak sampai ke daerah breakdown.
Gambar 6. Karakteristik dioda
2.9 Fotodioda
ditumbuhkan di permukaan substratyang akan
menghasilkan persambungan p-n. Ketebalan
lapisan yang ditumbuhkan biasanya 1 µm atau lebih kecil pada daerah persambungan
lapisan-p dan lapisan-n tedapat daerah deplesi. Daerah spektral dan frekuensi aktif dari fotodioda bergantung pada ketebalan lapisan atau doping
[13]. Jika cahaya mengenai fotodioda, elektron dalam struktur kristalnya akan terstimulus. Jika energi cahaya lebih besar daripada energy gap
(Eg), elektron akan pindah ke pita konduksi, dan meninggalkan hole pada pita valensi. Pada Gambar 8 menunjukkan keadaan fotodioda persambungan p-n, dapat dilihat pasangan elektron-hole terjadi pada lapisan-p dan lapisan-n.
Gambar 7. Penampang melintang fotodioda.
Gambar 8. Keadaan fotodioda persambungan p-n.
di dalam lapisan deplesi, medan listrik mempercepat elektron-elektron ini menuju lapisan-n dan hole menuju lapisan-p. Pasangan elektron - hole dihasilkan di dalam lapisan-n, bersamaan dengan elektron yang datang dari
lapisan-p yang bersama-sama menuju pita
konduksi di sebelah kiri (pita konduksi). Pada saat itu juga hole didifusikan melewati lapisan deplesi dan akan dipercepat, kemudian hole ini akan dikumpulkan pada pita valensi
lapisan-p.Pasangan elektron-hole yang dihasilkan sebanding dengan cahaya yang diterima oleh lapisan-p dan lapisan-n. Muatan positif dihasilkan pada lapisan-p dan muatan negatif pada lapisan-n. Jika lapisan-p dan lapisan-n
dihubungkan dengan rangkaian terbuka (I = 0), elektron akan mengalir dari lapisan-n dan hole
akan mengalir dari lapisan-p [13].
2.10 Metode Chemical Solution Deposition
Film BST murni yang memiliki ketebalan sekitar satu mikron ideal biasanya digunakan pada berbagai sensor. Pembuatan film BST murni ini dapat dilakukan dengan cara
sputtering, metal organic vapour deposition
(MOCVD) dan variasi metode chemical
solution deposition. Metode chemical solution deposition (CSD) merupakan cara pembuatan film dengan pendeposisian larutan bahan kimia di permukaan substrat, yang dipreparasi dengan spin coating pada kecepatan putar tertentu,yang biasanya digunakan kecepatan putar 3000 rpm.
Spin coating seperti yang terlihat pada Gambar 9 adalah cara yang mudah dan efektif dalam pelapisan film di permukaan substrat datar. Spin coating merupakan teknik pelapisan bahan dengan cara menyebarkan larutan ke permukaan substrat kemudian diputar dengan kecepatan tertentu yang konstan untuk
memperoleh lapisan baru yang homogen. Spin
coating melibatkan akselerasi dari genangan cairan di substrat yang berputar. Material pelapis di deposisi di tengah substrat. Proses
spin coating dapat dipahami dengan reologi atau perilaku aliran larutan pada piringan substrat yang berputar. Mula-mula aliran volumetrik cairan dengan arah radial substrat yang bervariasi terhadap waktu.
Pada saat t=0, penggenangan awal dan pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat (tegangan permukaan diminimalisasi yakni tidak adanya getaran, noda kering dan sebagainya). Piringan lalu dipercepat dengan kecepatan rotasi yang spesifik sehingga menyebabkan bulk dari cairan terdistribusi
secara merata [14]. Ilmu fisika yang
melatarbelakangin melibatkan kesetimbangan antara gaya sentrifugal yang diatur oleh kecepatan putar dan viskositas. Beberapa parameter dalam spin coating adalah
1. viskositas larutan
2. kandungan padatan
3. kecepatan sudut 4. waktu putar
Proses pembentukan film dipengaruhi oleh
dua parameter bebas yaitu kecepatan putar dan viskositas. Rentang ketebalan film yang dihasilkan oleh spin coating adalah 1-200µm. Salah satu keuntungan metode CSD adalah sangat fleksibel untuk komposisi material apapun, sejak persiapan larutan precursor
prosesnya cepat dan tiap komposisi material
yang diinginkanuntuk dicampur pada
komponen awal dengan nisbah yang
Gambar 9. Spin coater
2.11 Metode Volumetric
Metode ini dapat dipakai dengan tepat jika
film BST murni yang
ditumbuhkandipermukaan substrat terdeposisi secara merata. Metode ini dilakukan dengan cara menimbang massa substrat sebelum dilapisi film BST murni dan menimbang substrat setelah perlakuan annealing dan terdapat film BST murni di permukaan substrat, sehingga didapatkan massa film BST murni yang terdeposisi pada permukaan substrat. Ketebalan film BST murni dari metode ini menggunakan rumus (2.1) :
2.12 Kapasitor dan Konstanta Dielektrik
Kapasitor adalah piranti yang berfungsi untuk menyimpan muatan dan energi listrik.
Kapasitor terdiri dari konduktor yang
berdekatan tetapi terisolasi satu dengan lainnya dan membawa muatan yang sama besar namun berlawanan. Struktur sebuah kapasitor terbuat dari dua buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik seperti terlihat pada Gambar 10. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara, vakum, keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang satu lagi.
Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutup negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutup positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini "tersimpan" selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Di alam bebas, fenomena kapasitor ini terjadi pada saat terkumpulnya muatan-muatan positif dan negatif di awan [13]. Kemampuan material untuk polarisasi
dinyatakan sebagai permisivitas dan
permitivitas relatif ( ) adalah nisbah antara permitivitas material (ε) dengan permitivitas vakum (ε0). Nilai konstanta dielektrik
merupakan material yang dapat menyimpan muatan listrik seiring dengan salah satu fungsi kapasitor sebagai penyimpan muatan [16]. Contoh perhitungan konstanta dielektrik dapat
dilakukan dengan persamaan (2.2) sebagai berikut : kapasistansi substrat BST (F). Nilai maksimum terlihat pada persamaan (2.3) dan (2.4) yaitu terjadi pada saat
�=�0, (2.3)
Keterangan :e yaitu muatan elektron yang besarnya 1,602 x 10-19 C, sehingga
�0
=�0 −τ/ (2.4)
dengan menggunakan persamaan yaitu pada saat kapasitor terisi penuh secara eksponensial [17], maka nilai kapasitansi didapatkan : sehingga didapat hubungan melalui persamaan (2.5) dan (2.6) yaitu:
= 5 RC (2.5)
Dari hubungan =���� (2.6)
sehingga diperoleh konstanta dielektrik film BST murni seperti pada persamaan :
ĸ=
sebagai konstanta waktu merupakan waktu yang dibutuhkan muatan untuk berkurang menjadi 1/e dari nilai awalnya yang biasanya disimbolkan dengan dan dirumuskan sebagai = RC [4]. Pada kapasitor, muatan disimpan
dalam material dielektrik yang mudah
terpolarisasi dan mempunyai tahanan listrik yang tinggi sekitar 1011 ohm untuk mencegah aliran muatan di antara pelat kapasitor. Kapasitor dapat digunakan untuk pengisian dan pengosongan muatan. Proses pengisian muatan pada kapasitor dapat dianalisis seperti pada Gambar 11. Asumsikan mula-mula kapasitor tidak bermuatan. Saklar, terbuka pada awalnya, ditutup pada saat t = 0. Muatan mulai mengalir melalui resistor dan menuju plat positif kapasitor. Jika muatan pada kapasitor pada beberapa saat adalah Q dan arus
rangkaian adalah I, aturan simpal ketika muatan pada kapasitor meningkat seperti pada persamaan (2.10) :
�= +
� (2.10) Keterangan : t yaitu waktu (s)
Substitusikan persaman (2.10) ke (2.9) sehingga didapatkan persamaan (2.11) :
�=
� + (2.11)
pada saat t=0, muatan (Q) pada kapasitor nol dan arusnya I0 = ε/R. Muatan lalu bertambah dan arus berkurang, seperti tampak pada persamaan (2.9). Muatan mencapai maksimum
Qf = Cεketika arus I sama dengan nol.
Persamaan (2.11) diubah menjadi bentuk persamaan (2.12) :
� = � − (2.12)
Lalu pisahkan variabel-variabel Q dan t dengan mengalikan tiap sisi dengan dt/RC dan
membaginya dengan Cε – Q seperti persamaan
(2.13) :
�− =
�
(2.13)
dengan mengintegralkan tiap sisi diperoleh persamaan (2.14) :
-ln (Cε-Q)= t/RC+ A (2.14) Keterangan : A adalah konstanta sembarang
dengan mengeksponensialkan persamaan (2.14) didapat persamaan (2.15) dan (2.16) :
� − = − −�� = −� (2.15) persamaan (2.15) sehingga menghasilkan persamaan (2.17) dan (2.18) yaitu :
0 = Cε – B (2.17)
atau
B = Cε (2.18)
dengan mensubstitusikan persamaan (2.16) ke persamaan (2.15) maka didapat persamaan (2.19) yaitu :
= � 1− −� = 1− −�� (2.19)
Keterangan : Qf = Cε adalah muatan akhir.
Arus diperoleh dengan mendifferensialkan
persamaan (2.19) sehingga didapatkan
�=
Gambar 11. Rangkaian pengisian muatan pada kapasitor
Sifat optik suatu material semikonduktor diketahui dapat digunakan untuk menentukan lebar celah pita energi (energy gap). Proses absorpsi terjadi ketika foton dengan energi
lebih besar dari celah pita energi
semikonduktor terserap oleh material. Proses ini biasanya menghasilkan pasangan elektron -hole[12]. Sifat optik dapat diketahui juga dari spektrum reflektansi, nilai reflektansi film BST diperoleh dalam bentuk spektrum reflektansi (%) terhadap panjang gelombang ( ) [18]. Pada semikonduktor, koefisien absorpsi (α) merupakan fungsi dari panjang gelombang atau energi foton, ditunjukkan berdasarkan Persamaan (2.4) dan (2.5) :
Keterangan : hv adalah energi foton (eV) pada substart BST, γ adalah konstanta dan Eg yaitu energy gap (eV) pada substrat BST.
Terdapat dua jenis transisi dari pita ke pita yaitu diizinkan (allowed) dan terlarang (forbidden). Untuk material dengan energy gap
yang langsung, transisi kebanyakan terjadi antara dua pita yang memiliki nilai κ yang sama, Transisi langsung yang diizinkan dapat terjadi pada seluruh nilai κ, sedangkan transisi langsung yang terlarang hanya dapat terjadi pada saat κ ≠ 0. Untuk transisi langsung perkiraan nilai γ sebesar 1/2 dan 3/2 secara berurutan untuk yang diizinkan dan terlarang [19]. Untuk κ = 0, energy gap didefinisikan hanya transisi yang diizinkan (γ = 1/2) yang terjadi dan ini digunakan untuk menentukan
energy gap secara eksperimen. Pada transisi
tidak langsung berperan dalam
mempertahankan momentum. Pada transisi ini, tiap fonon (dengan energi Ep) ada yang diserap dan ada yang diemisikan, dan koefisien absorpsi(α)dapat dimodifikasi.
Energy gap film BST dapat dihitung
menggunakan metode Tauc, seperti yang telah
dilakukan [20,4]. Metode Tauc ini
menggunakan hubungan koefisien absorbansi dengan energi foton yang datang pada film BST. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa koefisien absorbansi sebanding dengan nilai dari
ln[(Rmax – Rmin)/(R – Rmin)] seperti
ditunjukkan pada persamaan (2.6) :
2αt = ln[(Rmax –Rmin)/(R –Rmin)] (2.24) Keterangan : t yaitu ketebalan film (m), Rmax dan Rmin nilai maksimum dan minimum dari reflektansi film BST dan R nilai reflektansi yang bersesuaian dengan energi foton. Dengan memplotkan nilai (αhυ)2 pada sumbu-y dan (hυ) pada sumbu-x akan didapatkan garis lurus
pada rentang energygap tertentu, dengan
mengekstrapolasi garis lurus ini pada saat nilai dari [ln {(Rmax – Rmin)/(R – Rmin)}]2 = 0, didapatkan kisaran energy gapdari film BST [20, 4].
2.15 Hasil Karakterisasi Konstanta Dielektrik Film Ba0.5Sr0.5Ti03
Pada penelitian yang dilakukan
sebelumnya didapat konstanta dielektrik Film Ba0.5Sr0.5Ti03 yaitu
Tabel 2. Nilai konstanta dielektrik film BST murni
Gambar 12. Hubungan konstanta dielektrik dan waktu annealing film Ba0,5Sr0,5Ti03
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar13. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 1 volt
a) Sinyal keluaran sebelum film BST murni
dipasang.
b) Sinyal keluaran setelah film BST murni 8 jam
annealing dipasang
c) Sinyal keluaran setelah film BST murni 15 jam
annealing dipasang
d) Sinyal keluaran setelah film BST murni 22 jam
annealing dipasang
e) Sinyal keluaran setelah film BST murni 29 jam
annealing dipasang
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 14. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 3 volt
a) Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang.
b) Sinyal keluaran setelah film BST 8 jam
annealing dipasang
c) Sinyal keluaran setelah film BST 15 jam
annealing dipasang
d) Sinyal keluaran setelah film BST 22 jam
annealing dipasang
e) Sinyal keluaran setelah film BST 29 jam
annealing dipasang
(a)
(b)
(c)
(e)
Gambar 15. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 5 volt
a) Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang.
b) Sinya keluaran setelah film BST 8 jam
annealing dipasang
c) Sinyal keluaran setelah film BST 15 jam
annealing dipasang
d) Sinyal keluaran setelah film BST 22 jam
annealing dipasang
e) Sinyal keluaran setelah film BST 29 jam
annealing dipasang
2.16 Hasil Karakterisasi I-V meter Film Ba0.5Sr0.5Ti03
Pada penelusuran literatur, didapat
karakterisasi I-V meter pada Film
Ba0.5Sr0.5Ti03 yaitu
Gambar 16. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A
Gambar 17. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B
Gambar 18. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C
Gambar 19. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat D
2.17 Hasil Karakterisasi Reflektansi dan Absorbansi Film Ba0.5Sr0.5Ti03
Pada penelusuran literatur, didapat
karakterisasi reflektansi dan absorbansi pada film Ba0.5Sr0.5Ti03 yaitu
Gambar 20. Hubungan absorbansi dan panjang gelombang
Gambar 21. Hubungan reflektansi dan panjang gelombang.
Gambar 22. Indeks bias film BST murni
2.18 Hasil Karakterisasi Konduktivitas Listrik Film Ba0.5Sr0.5Ti03
Pada penelusuran literatur, didapat
karakterisasi reflektansi dan absorbansi pada Film Ba0.5Sr0.5Ti03 yaitu
Tabel 3. Nilai konduktivitas film BST murni berdasarkan perbedaan waktu annealing
Film BST murni Ko duktivitas listrik σ S/c
Annealing 8 jam 1,49 x 10-5
Annealing 15 jam 2.05 x 10-5
Annealing 22 jam 2,27 x 10-5
Annealing 29 jam 6,66 x 10-5
Gambar 23. Hubungan konduktivitas listrik dan waktu annealing film Ba0,5Sr0,5Ti03
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Material dan Laboratorium Biofisika,
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor dan Laboratorium MOCVD,
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung dari bulan April 2011 sampai dengan bulan Januari 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik model BL 6100, reaktor spin coater, mortal, pipet,pinset, gelas ukur 10 ml, hot plate, gunting, spatula,
stopwatch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petris, tissue, isolasi, LCR meter, I-V meter, osiloskop, potensiometer, hambatan 10 kΩ dan 100 kΩ.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah bubuk barium asetat
[Ba(CH3COO)2, 99%], stronsium asetat
[Sr(CH3COO)2, 99%], titanium isopropoksida
[Ti(C12O4H28), 97.999%], 2-metoksietanol,
substrat Si (100) type-p, aquades, HF (asam florida), kaca preparat dan alumunium foil
3.3 Metode Penelitian
Gambar 12 memperlihatkan skema
diagram alir penelitian pembuatan film BST
murni, adapun penjelasan tahap-tahap
lengkapnya sebagai berikut :
3.3.1 Pembuatan film Ba0,4Sr0,6TiO3 murni
Substrat yang digunakan adalah substrat Si (100) type-p. Substrat dipotong membentuk segiempat berukuran 0.5 cm x 0.5 cm dengan menggunakan mata intan. Kebersihan substrat sebagai tempat penumbuhan film BST murni perlu dijaga agar film BST murni dapat tumbuh baik dan merata. Substrat Si(100) yang telah dipotong kemudian dicuci dengan menggunakan asam flurida (HF) 5% dicampur dengan aquades sebanyak 2%. Pencucian dilakukan dengan mencelupkan substrat ke dalam larutan,indikator bersih jika air yang ada pada permukaan substrat langsung hilang (gaya kohesi antara air dan substrat kecil). Setelah terlihat indikator tersebut substrat
langsung ditempatkan di permukaan spin
coating untuk membuang air yang tersisa.
3.3.2 Pembuatan larutan Ba0,4Sr0,6TiO3 murni
Film BST murni Ba0,4Sr0,6TiO3 yang
ditumbuhkan dipermukaan substrat dengan
metode CSD dibuat dengan cara
mencampurkan barium asetat [Ba(CH3COO)2,
99%] + stronsium asetat [Sr(CH3COO)2,
99%]+ titanium isopropoksida [Ti(C12O4H28),
97.99%] + 2-metoksi etanol sebagai bahan pelarut. Dalam penelitian ini, digunakan fraksi molar Ba sebesar 0.4 sedangkan fraksi molar Sr sebesar 0,6 agar mendapatkan komposisi yang sesuai dengan yang diharapkan, bahan-bahan tersebut sebelumnya diperhalus dengan
spatula dan ditimbang dengan menggunakan
neraca analitik sebelum dilakukan pencampuran. Setelah bahan-bahan dicampur, larutan dikocok selama satu jam dengan menggunakan ultrasonik yaitu bransonic 2510. Setelah itu larutan disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan larutan yang bersifat homogen dan BST siap di deposisi dengan teknik CSD. Persamaan reaksinya ialah :
0,4Ba(CH3COO)2+0,6Sr(CH3COO)2+Ti(C12H28
O4)+22O2→Ba0,4Sr0,6TiO3 +17H2O + 16CO2
3.3.3 Proses penumbuhan film BST murni
Substrat silikon (100) type-p yang telah dicuci dengan larutan asam flurida (HF) 5% dicampur dengan aquades sebanyak 2% siap dilakukan penumbuhan film BST murni dengan menggunakan reaktor spin coating. Piringan reaktor spin coating di tempel dengan
doubletip di tengahnya, kemudian substrat diletakkan di permukaan film. Penempelan
doubletip ini, agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin coating berputar. Substrat yang telah ditempatkan di permukaan piringan
spin coating ditetesi larutan BST sebanyak 1 sampai 3 tetes. Kemudian reaktor spin coating
diputar dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 detik.
3.3.4 Proses annealing
Proses annealing pada suhu yang berbeda akan menghasilkan karakterisasi film BST murni yang berbeda dalam hal struktur kristal, ketebalan dan ukuran butir. Substrat (100) ditahan selama 15 jam, selanjutnya dilakukan
furnace cooling secara manual sampai
didapatkan kembali suhu ruang. Pada
perlakuan kedua yaitu suhu850oC dengan
kenaikan suhu pemanasan 1,670C/menit, yang ditahan selama 15 jam, selanjutnya dilakukan
furnace cooling secara manual sampai
didapatkan kembali suhu ruang. Pada
perlakuan ketiga yaitu suhu 900oC dengan kenaikan suhu pemanasan 1,670C/menit yang ditahan selama 15 jam,selanjutnya dilakukan
furnace cooling secara manual sampai
didapatkan kembali suhu ruang proses
annealing dapat ditunjukkan pada Gambar 24.
3.3.5 Pembuatan kontak pada film BST
Setelah dilakukan proses annealing,
proses selanjutnya adalah persiapan pembuatan kontak yang meliputi proses penganyaman
film BST murni dengan ukuran 0.5 cm x 0.5
cm menggunakan aluminium foil. Bahan
kontak yang dipilih adalah aluminium
99,999%. Setelah kontak terbentuk maka proses selanjutnya adalah pemasangan hider
dan penyolderan kawat tembaga pada kontak, agar proses karakterisasi film BST murni dapat dilakukan dengan mudah. Gambar dari film
BST murni yang telah diberi kontak dan hider
ditunjukkan oleh Gambar 25.
Gambar 24. Proses annealing
Gambar 25. Prototype sel fotovoltaik tampak atas
Gambar 26. Rangkaian penentu konstanta dielektrik film BST murni
3.3.6 Metode karakterisasi
Ada beberapa metode karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini antara lain :
a.Karakterisasi konstanta dielektrik film
Ba0.4Sr0.6Ti03
Pada karakterisasi ini, rangkaian yang digunakan adalah rangkaian pada Gambar 26. Dari rangkaian pengukuran ini ditentukan nilai kapasitansi film sedangkan untuk penentuan besar konstanta dielektriknyamenggunakan persamaan (2.1).
b.Karakterisasi I-V meter film Ba0.4Sr0.6Ti03
Pengukuran hubungan arus dan tegangan menggunakan alat I-V meter. Data keluaran dari alat I-V meter merupakan nilai arus dan tegangan, kemudian dapat dibuat grafik hubungan tegangan dan arus menggunakan
microsoft excel. Dari grafik hubungan tersebut dapat diketahui karakteristik film BST murni yang dibuat, apakah bersifat dioda, resistansi atau kapasitansi.
c. Karakterisasi reflektansi dan absorbansi film Ba0.4Sr0.6Ti03
Karakterisasi ini dilakukan untuk
mendapatkan spektrum absorbansi dan
reflektansi film BST murni sehingga dapat ditentukan daerah serapan panjang gelombang
paling besar dari film BST murni.
Karakterisasi sifat optik dari film BST murni menggunakan kabel fiber optic sebagai media
transmisi gelombang. Tungsten halogen
lampdigunakan sebagai sumber gelombang.
Perangkat alat kemudian dihubungkan dengan
spectrophotometer Vis-NIR ocean optics USB
1000 oceanoptic sebagai detektor.
Spectrophotometer Vis-NIR ocean optics USB
1000 oceanoptic mendeteksi panjang
gelombang dari 339 nm sampai 1022 nm
dengan menggunakan metode refleksi.
Spectrophotometer kemudian dihubungkan
dengan komputer. Hubungan absorbansi dan
reflektansi terhadap panjang gelombang
ditampilkan melalui softwarespectra-suite
sehingga diperoleh kurva absorbansi terhadap panjang gelombang dan reflektansi terhadap panjang gelombang pada komputer.
d. Karakterisasi konduktivitas listrik film
Ba0.4Sr0.6Ti03
Konduktivitas film listrik diukur dengan menggunakan LCR meter. Dari alat dan rangkaian listrik tersebut didapatkan nilai konduktansi (G). Nilai resistansi didapatkan dari persamaan R=1/G sedangkan nilai
konduktivitas dapat dicari dari persamaan
�=�� (2.26)
Keterangan :
= konduktivitas listrik (S/m) L = jarak antara 2 kontak (m)
G = konduktansi yang terukur pada
LCR meter (S)
A = luas penampang kontak (m2)
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Semikonduktor yaitu bahan penghantar listrik yang karakteristiknya berada diantara bahan insulator dan konduktor. Film BST yang dibuat merupakan persambungan antara dua buah semikonduktor. Silikon yang digunakan merupakan semikonduktor type-p, sedangkan lapisan BST merupakan semikonduktor type
-n.Persambungan antara type-p dan type-n
disebut p-n junction, hal ini memiliki
karakteristik seperti dioda. Persambungan p-n
berfungsi terutama sebagai penyearah. Bahan
type-p menjadi sisi anoda sedangkan bahan
type-n menjadi katoda bergantung pada
polaritas tegangan yang diberikan pada dioda. Penelitian ini lebih memfokuskan pada
pembuatan film Ba0.4Sr0.6TiO3 murni
dipermukaan substrat silikon type-p yang
dilakukan annealing dengan variasi waktu
tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu substrat A pada suhu 800oC, substrat B pada 850oC dan substrat C pada suhu 900oC.
4.1 Karakterisasi Absorbansi dan Reflektansi
Uji absorbansi dilakukan untuk melihat spektrum serapan film BST, yang selanjutnya dijadikan dasar untuk memilih sumber cahaya yang akan digunakan ketika film BST dijadikan sebagai sensor. Sumber cahaya yang digunakan yaitu panjang gelombang cahaya tampak, sedangkan alat yang digunakan dalam karakterisasi ini yaitu spektrofotometer.
Pada hasil karakterisasi absorbansi dapat dilihat pada Gambar 27. Dari Gambar 27 tersebut dapat disimpulkan bahwa substrat A maksimum menyerap panjang gelombang 340 nm yaitu spektrum ultraviolet dan minimum menyerap lebih dari 430 nm pada spektrum ungu, sedangkan substrat B memiliki dua puncak serapan yaitu menyerap panjang gelombang 345 nm pada spektrum ungu dan panjang gelombang 520 nm pada spektrum hijau dan substrat C memiliki dua puncak daerah absorbansi yaitu panjang gelombang 340 nm pada spektrum ungu dan panjang gelombang 1020 nm pada daerah spektrum inframerah.
Proses annealing dapat mempengaruhi
kemampuan absorbansi BST ketika bekerja terhadap cahaya serta efektivitas rentang panjang gelombang tertentu[22]. Kemungkinan perubahan daerah serapan tersebut disebabkan
oleh pertumbuhan butir kristal yang
menimbulkan proses pemadatan (densification)
dan penyusutan ketebalan film [22].
Hal ini menunjukkan bahwa homogenitas dan kerapatan butiran kristal dalam film semakin ditingkatkan dengan adanya annealing. Perbandingan karakterisasi absorbansi dan reflektansi pada film Ba0,4Sr0,6Ti03 dan
Ba0,5Sr0,5Ti03 dapat terlihat pada suhu 850oC
dan waktu annealing 15 jam, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan karakterisasi absorbansi dan reflektansi film Ba0,4Sr0,6Ti03dan
Ba0,5Sr0,5Ti03
berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa
aplikasi maupun penggunaan film
Ba0,4Sr0,6Ti03 lebih baik pada spektrum ungu
dan hijau sedangkan pada film Ba0,5Sr0,5Ti03
lebih baik menggunakan spektrum biru dan kuning
Gambar 27. Hubungan absorbansi dan panjang gelombang
Gambar 28 Hubungan reflektansi dan panjang gelombang
4.1.1 Perhitungan nilai energy gap
Pengukuran sifat optik merupakan hal yang sangat penting dalam penentuan energy
gap material semikonduktor. Transisi
elektronik yang terjadi akibat foton bergantung
pada energy gap [23]. Besarnya energy gap ini
berpengaruh pada proses absorpsi dan
transmisi foton. Ketika material semikonduktor disinari maka foton diserap dan menimbulkan pasangan elektron-hole.[23]
Energy gap adalah suatu celah energi minimal yang harus dimiliki oleh elektron agar dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi [23]. Elektron pada pita valensi ini dapat berpindah ke pita konduksi dengan penambahan energi eksternal yang berasal dari medan listrik eksternal, energi termal, dan energi energi foton[24], sehingga elektron lebih banyak berada pada pita konduksi, sebaliknya pada pita valensi terjadi hole.
Elektron yang tereksitasi saat dikenai energi foton yang dibawa oleh cahaya, membuat kondisi pita konduksi lebih bermuatan negatif, sebaliknya pita valensi lebih bermuatan positif
karena kekurangan elektron. Perbedaan
pembawa muatan dari dua kondisi potensial yang akan menghasilkan terjadinya arus pada rangkaian luar yang dihubungkan dengan film BST [24].
Nilai reflektansi minimum yang setara dengan nilai absorbansi maksimum, dapat digunakan untuk menghitung energy gap dari sebuah semikonduktor, karena pada rentang panjang gelombang ini merupakan nilai yang maksimal dalam penyerapan energi foton oleh elektron untuk melewati energy gap [25]. Berdasarkan dengan data spektrum reflektansi pada Gambar 28, reflektansi minimum (absorbansi maksimum) terjadi pada panjang gelombang pendek. Berdasarkan spektrum reflektansi, didapat nilai energy gap dari masing-masing substrat BST dengan variasi suhu 800oC, 850oC dan 900oC menggunakan metode Tauc [25] berturut-turut yaitu 3,48 eV, 2,42 eV dan 3,4 eV. Hasil ini sesuai dengan literatur yang memperlihatkan nilai energy gap
semikonduktor yaitu berkisar 2,4-4 eV [26].
Gambar 29 Hubungan [ln( )]2 dan
Gambar 30 Hubungan [ln( )]2 dan
4.2 Karakterisasi Arus Tegangan
Karakterisasi tegangan dilakukan untuk melihat sifat dominan dari film BST, apakah
bersifat dioda, fotodioda, resistor atau
fotoresistor [26].Pengukuran kurva arus-tegangan (I-V) menggunakan alat I-V meter. Pengukuran tersebut dilakukan dengan dua perlakuan yaitu pada kondisi gelap dan kondisi terang dengan intensitas cahaya 405 lux. Tegangan yang pada sumbu horizontal merupakan variabel bebas. Pada perlakuan yang dilakukan, tegangan yang diberikan dari -10 V sampai -10 V.
Prinsip kerja I-V meter yaitu
menghasilkan arus yang terjadi karena saat film BSTmemiliki dua muatan yaitu positif dan
negatif yang diberikan tegangan
sehinggaelektron dan hole akan berekombinasi dan pergerakan elektron akan menghasilkan arus [26], dengan banyaknya elektron bebas
pada film BST maka menyebabkan film BST menjadi lebih konduktif akibat pemberian cahaya [27]. Terjadinya sifat konduktif pada film BST karena adanya energi foton yang
diserap oleh elektron sehingga mudah
menyebabkan elektron menjadi lebih banyak muncul [27] dari karakteristikI-V yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa film BST yang dibuat mempunyai sifat sebagai dioda [27], selain itu dengan adanya perbedaan kurva ketika diberikan cahaya dan tanpa cahaya, maka film BST yang dibuat juga mempunyai sifat sebagai fotodioda[27]. Hal ini terlihat pada Gambar 33, bahwa terdapat pergeseran kurva terang dan gelap, hal ini berarti BST sensitif terhadap cahaya yang datang.
Pada penelitian lebih lanjut, dilakukan
karakterisasi I-V dengan memvariasikan
spektrum sumber cahaya dengan menggunakan
filter warna hijau, kuning, dan merah hal ini bertujuan untuk mengetahui kepekaan film BST pada cahaya tampak yang datang. Pada Gambar 34 dapat disimpulkan bahwa pada substrat A spektrum merah lebih sensitif dari spektrum lainnya karena lebih mendekati pada kondisi terang dan spektrum hijau lebih lemah, sedangkan substrat B pada Gambar 35 spektrum yang lebih sentisitif yaitu spektrum hijau dan spektrum kuning karena spektrum tersebut lebih peka terhadap intensitas cahaya yang datang. Pada Gambar 36 yaitu substrat C, spektrum hijau lebih sensitif dari spektrum lainnya karena lebih mendekati pada kondisi terang dan spektrum kuning lebih lemah, kepekaan spektrum cahaya kemungkinan disebabkan oleh rekombinasi elektron dan hole
yang terbentuk lebih banyak ketika film diberikan intensitas cahaya[28].
Gambar 33 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) BST pada kondisi terang dan gelap
Gambar 34 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A
Gambar 35 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B
Gambar 36 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C
4.3 Karakterisasi Konduktivitas Listrik
Pengukuran konduktivitas listrik film BST
dilakukan dengan mengukur nilai
konduktansinya menggunakan alat
LCRmetermodel HIOKI 3522-50. Uji
konduktivitas pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah bahan film BST
yang dibuat termasuk konduktor,
semikonduktor atau isolator. Berdasarkan literatur suatu bahan material dikatakan bersifat semikonduktor jika nilai konduktivitas listriknya berkisar antara 10-8 S/cm sampai 103 S/cm [28]. Pengaruh suhu annealing terhadap konduktivitas film BST dapat dilihat pada Tabel 5.
Pada Tabel 5, diketahui bahwa konduktivitas maksimum film Ba0,4Sr0,6Ti03 terjadi pada suhu
800oC dan minimum pada suhu 900oC. Secara
umum suhu annealing menurunkan
konduktivitas listrik film BST, penurunan ini disebabkan terjadinya peningkatan evaporasi
lapisan film BST [28] akibatnya dapat menurunkan jumlah konsentrasi pembawa.
Berdasarkan Tabel 5, data nilai film
berkisar dalam konduktivitas listrik
semikonduktor.
Tiga mekanisme transport yang dapat
terjadi pada batas butir ialah: emisi termionik, emisi medan termionik, dan emisi medan. Emisi termionik merupakan mekanisme hamburan pada batas butir untuk film semikonduktor polikristalin[30]. Berdasarkan
statistic Maxwell Boltzmann, konduksi yang dibatasi oleh emisi termionik atas penghalang
potensial Schottky dinyatakan oleh (Seung et al.,2007)
= L.e2.N.(2πm*kT)-1/2exp(-E/kT) (2.27)
Keterangan: = konduktivitas listrik (S/m), E adalah energi (J), L adalah ukuran butir (m) dan N adalah konsentrasi pembawa muatan (m-3).
dengan demikian ukuran butir L sangat berpengaruh terhadap konduktivitas material atau resistivitasnya.
Pada Tabel 6, dapat dibandingkan berdasarkan pada saat suhu annealing 850oC dan waktu
annealing 15 jam bahwa film Ba0,5Sr0,5Ti03
memiliki konduktivitas yang lebih besar dibandingkan film Ba0,4Sr0,6Ti03
Tabel 5. Nilai konduktivitas film Ba0,4Sr0,6Ti03
berdasarkan perbedaan suhu annealing
Suhu annealing film BST Konduktivitas listrik σ (S/m)
Suhu 800oC 3,6 x 10-5
Suhu 850oC 3,77 x 10-4
Suhu 900oC 5,025 x 10-4
Gambar 37 Hubungan konduktivitas listrik dan suhu film Ba0,4Sr0,6Ti03
Tabel 6. Perbandingan karakterisasi
konduktivitas film Ba0,4Sr0,6Ti03 dan
Ba0,5Sr0,5Ti03
4.4 Karakterisasi Konstanta Dielektrik
Kapasitansi adalah kemampuan penyimpanan muatan untuk suatu perbedaan potensial tertentu. Satuan dari kapasitansi adalah coulomb per volt, yang disebut farad (F).
Ketika ruang di antara dua konduktor pada kapasitor diisi dielektrik, kapasitansi naik
sebanding dengan faktor ĸ yang merupakan
karakteristik dielektrik dan disebut konstanta dielektrik.Karakterisasi konstanta dielektrik didapat menggunakan rangkaian listrik seperti pada Gambar 26 dengan frekuensi 20 kHz dan hambatan 10 kΩ dengan variasi frekuensi input
pada range10 kHz, 20 kHz, 30 kHz, 100 kHz,
250 kHz, 500 kHz, 1 MHz sehingga hasil
outputnya dapat dilihat pada layar osiloskop, sehingga dari grafik osiloskop pada gambar 39, 40 dan 41 tersebut dapat dihitung time constant
( ) serta kapasitansi dan konstanta
dielektriknya [17].
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(h)
Gambar 38 Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 800oC
Keterangan :
a. Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang.
b. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 10 kHz
c. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 20 kHz
d. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 30 kHz
e. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 100 kHz
f. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 250 kHz
g. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 500 kHz
h. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 1MHz
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(h)
Gambar 39 Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 850oC
Keterangan :
a. Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang.
b. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 10 kHz
c. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 20 kHz
d. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 30 kHz
e. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 100kHz
f. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 250 kHz
g. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 500 kHz
h. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 1 MHz.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(h)
Gambar 40 Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 900oC
Keterangan :
a. Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang.
b. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 10 kHz
c. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 20 kHz
d. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 30 kHz
e. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 100 kHz
f. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 250 kHz
g. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 500 kHz
h. Sinyal keluaran setelah film BST diberi
frekuensi 1MHz
Berdasarkan Gambar 38, 39 dan 40, dapat dianalisa bahwa kelengkungan pada sinyal kotak menunjukkan adanya penyimpanan muatan pada material tersebut. Penyimpanan muatan ini dapat mengindikasikan bahwa film Ba0,4Sr0,6Ti03 bersifat kapasitor. Pada variasi
suhu konstanta dielektrik terlihat semakin kecil akibat bertambahnya suhu annealing, hal ini dilihat berdasarkan Tabel 7, pada suhu 900oC
nilai kontanta dielektrik paling rendah
dibandingkan dengan suhu lainnya, turunnya nilai konstanta dielektrik akibat ketebalan film BST semakin kecil karena terjadi penguapan pada film BST akibat kenaikan suhu
annealing[30].
Tabel 7. Hasil karakterisasi konstanta dielektrik film Ba0,4Sr0,6TiO3
Gambar 41 Hubungan konstanta dielektrik dengan suhu
Penelitian lebih lanjut yaitu variasi frekuensi pada range 10 kHz, 20 kHz, 30 kHz, 100 kHz, 250 kHz pada masing-masing suhu 800oC, 850oC, 900oC, dapat dilihat pada Tabel
7 dapat disimpulkan bahwa konstanta
dielektrik semakin kecil akibat bertambahnya
frekuensi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil ini yaitu ketebalan film serta ketelitian dalam membaca gambar pada osikoskop. Pada frekuensi 500 kHz dan 1
MHz, frekuensi sumber lebih cepat
dibandingkan frekuensi pengisian film BST mengakibatkan polarisasi listrik yang terbentuk
lebih cepat pada saat pengisian dan
pengosongan muatan pada film BST. Film Ba0,4Sr0,6Ti03 pada suhu annealing 8500C dan
waktu annealing 15 jam memiliki nilai