• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi Aceh Tengah"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Azhar Arsyad, 2002. Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Cambel, JP. 1989. Riset Dalam Efektivitas Organisasi, terjemahan Sahat Simamora. Jakarta:Erlangga

Coppola, D. P. 2007. Introduction to International Disaster Management. Oxford: Butterworth-Heinemann

Dirgantoro, Crown. 2001. Manajemen Strategis. Jakarta: PT. Gramedia

Dunn .W, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press

Erwan Agus dan Dyah Ratih, 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Gaya Media: Yogyakarta.

Gibson, et. al, 1994. Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, 2010. Manajemen Bencana. Yogyakarta: Media Pressindo.

(2)

Inu Kencana Syafiie, 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI). Jakarta: Bumi Aksara

Jatmiko, RD. 2004. Manajemen Strategik. Malang: UMM Press

M. Fuad, et. al, 2006. Pengantar Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Miftah Thoha, 1995. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Montgomery, CW. 2003. Environmental Geology Sixth Edition. New York: McGraw Hill. (disadur dari skripsi Cici Nurfatimah, 2009. Perencanaan Lanskap Permukiman Untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi Kecamatan

Pangalengan Kabupaten Bandung. Bandung: ITB)

Nisjar dan Winardi. 1997. Manajemen Strategik. Bandung: Mandar Maju.

Nurdin S, Usman B. S, 2002. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum.

Bandung: Ciputat Pers.

Ritonga Parlaungan, 2010. Bahasa Indonesia Praktis, Medan: Bartong Jaya

Schwab, J. 1998. Planning for Post-Disaster Recovery and Reconstruction.

Chicago.

Singarimbun, Masri, 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES

(3)

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono, 2009.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Syamsul Ma’arif, 2012. Pikiran dan Gagasan Penanggulangan Bencana di Indonesia. Jakarta: BNPB.

Tjasyono, BHK. 2003. Geosains. Bandung: Penerbit ITB.

Wahab, Solichin Abdul, 2008. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara.

Warto, 2003. Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah. Yogyakarta: B2P3KS.

Winarno, Budi, 2002. Kebijakan Publik, Teori Dan Proses, Media Presindo: Yogyakarta.

(4)

Sumber Undang-Undang:

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pedoman Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pasca Bencana.

(5)

Sumber Internet:

5 April 2014

April 2014

(diunduh 23/11/2014)

leuserantara.com/tahapan-gempa-gayo-diuji-publik/ (diunduh 17/11/2014)

Smanskara, M. (2009). Pengertian Gempa dan Letak Indonesia. http://www.smansakra.sch.id (diakses 29/03/2011).

E-Book Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014

(6)

Sumber Jurnal:

Adriani S. Soemantri, “Psikologi Korban Pasca Bencana”, Jurnal PerempuanNo. 40, Maret 2005.

Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten Bantul, Yogyakarta)”. Volume 6 Nomor 1 Maret 2008.

(7)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti akan mengemukakan hal-hal yang ditemukan selama penelitian yang dilaksanakan sewaktu di lokasi penelitian yang sebelumnya telah dikemukakan dalam bab dua. Yaitu pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah sebagai salah satu badan pemerintahan yang berwenang dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa bumi di Aceh Tengah. Peneliti ingin memaparkan bagaimana gambaran umum pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah dan secara khusus menjelaskan tugas pokok dan fungsi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Aceh Tengah.

III.1 Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah III.1.1 Gambaran Umum

Kabupaten Aceh Tengah memiliki luas 445.404,12 Ha yang secara geografis terletak pada 4022’ 14,42” – 4042’ 40,8” LU dan 960 15’ 23,6” – 970 22’ 10,76” BT. Batas administratif Kabupaten Aceh Tengah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Bener Meriah, Bireuen dan Pidie

Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Timur dan Gayo Lues

(8)

Wilayah Kabupaten Aceh Tengah secara administrasi pemerintahan terbagi atas 14 kecamatan, dengan jumlah kampung sebanyak 295 kampung.

Tabel 3.1

Pembagian Wilayah Administrasi Kecamatan Kabupaten Aceh Tengah

No. Kecamatan Luas (Ha)

1 Linge 176.624,89

2 Bintang 57.826,07 3 Lut Tawar 8.310,16 4 Kebayakan 4.817,95 5 Pegasing 18.687,11

6 Bebesen 2.895,52

7 Kute Panang 2.094,86 8 Silih Nara 7.504,35

9 Ketol 61.146,86

10 Celala 10.881,85

11 Atu Lintang 14.626,87 12 Jagong Jeget 18.824,75

13 Bies 1.231,55

14 Rusip Antara 59.931,33 T O T A L 445.404,13

(9)

Kabupaten Aceh Tengah secara geografis berada pada ketinggian rata-rata 200-2.600 meter diatas permukaan laut, berada di salah satu bagian punggung pegununga geologi terletak pada pertemuan dua lempeng, yaitu lempeng Eurasia dan Indo Australia yang dilalui oleh sistem sesar Sumatera dengan struktur-struktur aktif yang menyebabkan daerah ini berada pada jalur rawan bencana.

Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Aceh Tengah berada pada > 40 (Sumber Peta Kemiringan Lereng Kab. Aceh Tengah), hal ini menandakan bahwa secara geologi wilayah Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang mempunyai potensi ketidakstabilan lereng yang cukup tinggi. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana maka dibutuhkan perencanaan yang matang dalam pengurangan resiko bencana.

III.1.2 Visi dan Misi

Visi Pembangunan Kabupaten Aceh Tengah Periode 2012-2017 adalah: Terwujudnya Kemakmuran Dan Terhalaunya Kemiskinan Menuju Masyarakat Aceh Tengah Sejahtera 2017.

Sedangkan Misi Pembangunan Kabupaten Aceh Tengah Periode 2012-2017 terwujud dalam 6 aspek, diantaranya adalah:

(10)

2. Melanjutkan pemantapan perekonomian rakyat, mengurangi angka pengangguran dan membuka lapangan kerja di berbagai sektor;

3. Melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana transportasi strategis serta infrastruktur lainnya;

4. Melanjutkan peningkatan kualitas pendidikan dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang beriman, berilmupengetahuan dan mampu menguasai teknologi;

5. Melanjutkan peningkatan dan pemantapan pelayanan kesehatan, serta pemerataan pembangunan infrastruktur kesehatan; dan

6. Melanjutkan pemantapan perwujudan iklim kehidupan masyarakat yang damai, tertib, kreatif, inovatif dan mandiri.

III.2 Deskripsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Tengah

III.2.1 Visi dan Misi

Dengan mengacu pada Visi Kabupaten Aceh Tengah, maka Visi BPBD 2012-2017 adalah TERWUJUDNYA KEMAKMURAN DAN TERHALAUNYA KEMISKINAN MENUJU MASYARAKAT ACEH TENGAH SEJAHTERA 2017 MELALUI PENANGANAN BENCANA YANG TANGGAP, CEPAT, DAN TEPAT

(11)

keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan kesiapsiagaan bencana dan membangun kesadaran masyarakat dalam upaya pengurangan resiko bencana.

Salah satu misi Kabupaten Aceh Tengah adalah “Melanjutkan pemantapan perwujudan iklim kehidupan masyarakat yang damai, tertib, kreatif, inovatif dan mandiri”. Untuk mewujudkan misi tersebut maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah dituntut untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana serta kemampuan untuk menanggulangi bencana pada saat maupun setelahnya, dengan melakukan upaya-upaya sebagai berikut :

1. Melaksanakan peningkatan kapasitas BPBD dan SDM;

2. Melaksanakan pemberdayaan dan peningkatan peran aktif masyarakat dalam penanganan bencana;

(12)

III.2.2 Profil BPBD Kabupaten Aceh Tengah Tabel 3.2

No. Nama NIP Jabatan

1 Jauhari, ST 19670420 199803 1 004 KEPALA PELAKSANA

2 Masrizal Edy, SE.

Ak. MM 19630903 199403 1 002 SEKRETARIS 3 Siti Saniyah, SH 19630804 200112 2 001 KASUBBAG UMUM

4 Marhamah, SE. MM 19671204 200112 2 001 KASUBBAG KEUANGAN 6 Syuryati, SE 19620406 198503 2 006 KABID PENCEGAHAN

DAN KESIAPSIAGAAN 7 Jamilah 19620909 198103 2 001 KASI PENCEGAHAN

8 Hamzah, ST 19760205 200801 1 001 KASI KESIAPSIAGAAN

9 Abdul Majid Agus,

SE 19650817 199303 1 007

KABID

KEDARURATAN DAN LOGISTIK 10 Nurul Ahya, S.Sos 19700424 200112 1 001

KASI KEDARURATAN DAN PEMADAM

KEBAKARAN 11 Marhayani, SE 19651020 198603 2 004 KASI LOGISTIK

12 Gusti Martarosa, SE 19710803 200112 1 001 KABID REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI 13 Mahlansyah, ST 19710217 200604 1 003 KASI REHABILITASI

(13)

Jumlah pegawai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah sampai dengan tahun 2013 sebanyak 84 orang, Formasi pegawai berdasar jenjang pendidikan sebagaimana tabel 2.3 berikut:

Tabel 3.3

Formasi Pegawai BPBD berdasarkan Jenjang Pendidikan

NO URAIAN JENJANG PENDIDIKAN (ORANG)

S2 S1 D3 SMA SMP JML

1 Golongan IV 3 2 5

2 Golongan III 1 6 7

3 Golongan II 4 16 20

4 Golongan I 1 1

5 Pegawai Tidak Tetap 51 51

J U M L A H 4 8 4 67 1

(14)

Formasi dan Pengisian Jabatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah sampai dengan tahun 2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Formasi dan Pengisian Jabatan Struktural

No. Jabatan/Eselon Kebutuhan (SOTK)

Pengisi

Jabatan Ket

1 Kepala Dinas/ Eselon II 1 1 -

2 Kepala Bidang/ Eselon III 4 4 -

3 Kepala Seksi/ Eselon IV 9 9 -

4 Staf PNS 25 - -

5 Staf Non PNS 51 - -

Jumlah 84 14 -

Tabel 3.5

Sarana dan Prasarana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah

NO NAMA BARANG JUMLAH SATUAN

1 Mobil Dinas 1 Unit

2 Mobil Rescue 1 Unit

3 Mobil Pemadam 7 Unit

4 Sepeda Motor Trail 2 Unit

5 Perahu Karet & Mesin 18 PK 1 Unit

6 HT 14 Unit

7 RIG 3 Unit

(15)

9 Water Pump Portable 2 Unit

10 Tenda Posko 2 Buah

11 Tenda Pleton 2 Buah

12 Tenda Regu 3 Buah

13 Tenda Keluarga 5 Buah

14 Genset 8 Buah

15 Velbed 20 Buah

16 Lampu HID 1 Buah

17 Poly Tank 4 Buah

18 Tandu 5 Buah

19 Power Suply GP - 30 – A 3 Buah

20 Antenna Ringgo 1 Buah

21 Mesin Pengisi Oksigen 1 Buah 22 Genset Honda Tropic 7850 SP 5 Buah

23 Kabel 2 Gulung

24 Baju Tahan Panas 10 Pasang

25 Sabuk 8 Pasang

26 Sarung Tangan 8 Pasang

27 Sepatu Boat 8 Pasang

28 Helm 8 Buah

(16)

KEPALA

III.2.3 Struktur Organisasi

Gambar 3.1

Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Aceh Tengah

(17)

III.2.4 Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Qanun Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Sususan Organisasi dan Tata Kerja BPBD Kabupaten Aceh Tengah, maka yang menjadi tugas pokok Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah adalah:

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, Badan Penanggulangan Bencana Aceh dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penangan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;

b. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;

c. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana; d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

e. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati

setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Tengah, dan sumber penerimaan lainnya; dan

(18)

Dalam melaksanakan tugas, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah mempunyai fungsi:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif, dan efisien;

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh;

c. Pelaksanaan penanggulangan bencana secara terintegrasi dalam tahapan prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana;

d. Pengkoordinasian penanggulangan bencana dengan instansi dan/atau institusi terkait lainnya pada tahap prabencana dan pasca bencana; dan

e. Pengoordinasian pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik dari SKPD, instansi vertical dan institusi terkait lainnya dalam rangka penanganan darurat bencana.

Berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Tengah Nomor 39 Tahun 2011 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Pemangku Jabatan Struktural pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah:

i. Kepala Pelaksana

1. Kepala Pelaksana mempunyai uraian tugas:

(19)

b. Menyiapkan perumusan kebijakan umum pemerintah kabupaten di bidang penanggulangan bencana;

c. Menetapkan kebijakan teknis di bidang penanggulangan bencana sesuai dengan kebijakan umum pemerintah kabupaten; dan

d. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi dan/atau lembaga lainnya di bidang penanggulangan bencana.

2. Kepala Pelaksana mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan pengendalian urusan ketatausahaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

b. Pelaksanaan pengendalian penyusunan program kerja jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang;

c. Pelaksanaan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang pencegahan, kesiapsiagaan, kedaruratan, logistik, rehabilitasi, dan rekonstruksi bencana di Kabupaten Aceh Tengah;

d. Pelaksanaan pengendalian pengeloolaan data dan informasi di bidang pencegahan, kesiapsiagaan, kedaruratan, logistik, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana di Kabupaten Aceh Tengah;

e. Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan program kerja di bidang pencegahan, kesiapsiagaan, kedaruratan, logistik, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana di Kabupaten Aceh Tengah; f. Pelaksanaan pengendalian, pemantauan, monitoring, dan evaluasi

(20)

kedaruratan, logistik, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana di Kabupaten Aceh Tengah;

g. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan instansi dan/atau lembaga terkait lainnya di bidang pencegahan, kesiapsiagaan, kedaruratan, logistik, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana di Kabupaten Aceh Tengah;

h. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati dan Kepala BPBD sesuai dengan bidang tugasnya.

ii. Kepala Sekretariat

1. Kepala Sekretariat mempunyai tugas:

a. Membantu kepala pelaksana dalam mengkoordinasikan penyusunann perencanaan strategis, program kerja tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang, pembinaan dan pelayanan administrasi, kepegawaian, penataan arsip, doikumentasi, ketatalaksanaan dan hubungan masyarakat, pengelolaan keuangan, asset, perlengkapan rumah tangga, pengendalian serta evaluasi dan pelaporan.

2. Kepala Sekretariat mempunyai fungsi:

a. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi program perencanaan, dan perumusan kebijakan di lingkungan BPBD;

(21)

c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, hukum dan peraturan perundang-undangan, organisasi, tata laksana, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, keuangan, perlengkapan, dan rumah tangga.

d. Pembinaan dan pelaksanaan hubungan masyarakat dan protocol.

e. Fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi unsur pengarah penanggulangan bencana;

f. Pengkoordinasian penyajian data dan informasi kebencanaan di wilayah Kabupaten Aceh Tengah;

g. Pengkoordinasian dalam penyusunan laporan penanggulangan bencana, laporan akuntabilitas kerja, laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati;

h. Pengkoordinasian pelaksanaan penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang;

i. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama instansi dan/atau lembaga terkait lainnya sesuai bidang tugas dan fungsinya; dan

j. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala Pelaksana.

(22)

4. Kepala Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas mengelola administrasi keuangan dan pertanggungjawaban keuangan.

5. Kepala Sub Bagian Program dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang, rencana strategis, penganggaran, melakukan monitoring, evaluasi, dan analisis data dalam rangka pelaporan pelaksanaan kebijakan penanganan dan pengurangan resiko bencana di lingkungan BPBD, menyusun laporan akuntabilitas kinerja, laporan pertanggungjawaban Bupati, dan penyajian data dan informasi.

iii. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan

1. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas:

a. Membantu Kepala Pelaksana dalam mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan bencana di bidang pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan pada saat prabencana;

b. Pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi resiko bencana dan mencegah ancaman serta mengurangi kerentanan dengan mempertimbangkan nilai-nilai kearifan local.

2. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai fungsi:

(23)

b. Pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengurangan resiko bencana;

c. Pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga terkait di bidang pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;

d. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala Pelaksana sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

3. Kepala Seksi Pencegahan mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dalam melaksanakan penanggulangan bencana melalui kegiatan pencegahan pada tahapan prabencana dan pemberdayaan masyarakat.

4. Kepala Seksi Kesiapsiagaan mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dalam melaksanakan penanggulangan bencana melalui kegiatan pencegahan pada tahapan prabencana dan pemberdayaan masyarakat.

iv. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik

(24)

rentan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan segera prasarana dan sarana vital.

2. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik mempunyai fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pemulihan pelayanan keagamaan, perlindungan terhadap kelompok rentan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan segera prasarana dan sarana vital;

b. Pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan di bidang penanggulangan bencana saat tanggap darurat, meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pemulihan pelayanan keagamaan, perlindungan terhadap kelompok rentan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan segera prasarana dan sarana vital;

c. Pelaksaan fungsdi komando penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat;

(25)

e. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan instansi dan/atau lembaga terkait lainnya di bidang kedaruratan dan logistik;

f. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala Pelaksana sesuai dengan bidang tugass dan fungsinya.

3. Kepala Seksi Kedaruratan dan Pemadam Kebakaran mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik dalam melaksanakan penanggulangan bencana melalui kegiatan pencegahan dan persiapan sarana pemadam kebakaran, penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, perlindungan dan pengurusan pengungsi, pemulihan pelayanan keagamaan dan perlindungan terhadap kelompok rentan.

4. Kepala Seksi Logistik mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik dalam melaksanakan penanggulangan bencana melalui kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar, penyediaan peralatan, pemulihan segera prasarana dan saran vital.

v. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi

1. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas membantu Kepala Pelaksana dalam mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan bencana pada saat pasca bencana dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

2. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai fungsi:

(26)

b. Pengkoordinasian dan pelaksana kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada pasca bencana;

c. Pelaksanaan penyusunan program/perencanaan teknis, pengelolaan data dan pengawasan bidang rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana;

d. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama teknis dengan instansi dan/atau lembaga terkait lainnya di bidang rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana;

e. Pengkoordinasian dan pelaksanaan rehabilitasi pemberdayaan ekonomi dan peningkatan kondisi sosial, budaya, pelayanan utama dalam masyarakat pasca bencana;

f. Melakukan kegiatan rehabilitasi pemberdayaan ekonomi dan peningkatan kondisi sosial, budaya, pelayanan utama dalam masyarakat pasca bencana;

g. Pengkoordinasian dan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana umum pasca bencana;

h. Pengkoordinasian dan pelaksanaan perencanaan teknis kegiatan relokasi; dan

i. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala Pelaksana sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

(27)

4. Kepala Seksi Rekonstruksi mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam melaksanakan penanggulangan bencana melalui kegiatan rekonstruksi pada saat pasca bencana.

III.3 Gempa Bumi

Smanskara (2009) mengungkapkan bahwa gempa adalah pergeseran tibatiba dari lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika pergeseran ini terjadi, timbul getaran yang disebut gelombang seismik. gempa ke segala arah di dalam bumi. Ketika gelombang ini mencapai permukaan bumi, getarannya bisa merusak atau tidak tergantung pada kekuatan sumber dan jarak fokus, disamping itu juga mutu bangunan dan mutu tanah dimana bangungan berdiri. Gempa bumi biasanya disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).38

38

Smanskara, M. (2009). Pengertian Gempa dan Letak Indonesia. http://www.smansakra.sch.id (diakses 29/03/2011).

(28)

Gempa adalah getaran yang dirasakan di permukaan bumi dalam bentuk gelombang seismik di permukaan bumi akibat adanya sumber getaran yang terdapat di dalam bumi. Pusat gempa bumi yaitu titik di dalam bumi di mana gempa terjadi disebut hiposenter. Sedangkan titik pada permukaan bumi tepat di atas pusat gempa bumi disebut episenter.39

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.40

Gempa bumi secara umum merupakan bentuk pelepasan tekanan yang terjadi di lithosferer. Ketika benturan antara batuan pada dua sisi lempeng mencegah batuan tersebut bergeser dengan mudah atau ketika batuan tersebut belum siap untuk patah, akan terjadi sebuah deformasi elastis. Ketika tekanan tinggi terakhir yang muncul memecah kekuatan dari batuan, suatu pergerakan yang tiba-tiba akan muncul untuk melepaskan tekanan. Inilah yang disebut dengan gempa bumi41

1. Rekahan/Patahan di Permukaan Bumi , yaitu:

Pada umumnya gempa bumi seringkali berdampak pada rekah dan patahnya permukaan bumi yang secara regional dikenal sebagai deformasi kerak bumi. Rekahan dan patahan yang terjadi di permukaan bumi dapat

39

Tjasyono, BHK. 2003. Geosains. Bandung: Penerbit ITB.

41

(29)

berdampak pada bangunan-bangunan, jalan dan jembatan, pipa air minum, pipa listrik, saluran telepon, serta prasarana lainnya yang ada di daerah tersebut.

2. Getaran/Guncangan Permukaan Tanah

Bencana gempa yang secara langsung terasa dan berdampak sangat serius adalah runtuhnya bangunan-bangunan yang disebabkan oleh getaran/guncangan gempa yang merambat pada media batuan/tanah. Pada umumnya bangunan-bangunan yang diatas lapisan batuan yang padat dampaknya tidak terlalu parah bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang berada di atas batuan sedimen jenuh.

3. Longsoran Tanah

Berbagai tipe dan jenis longsoran tanah umumnya dapat terjadi bersamaan dengan terjadinya gempa. Hampir semua longsor tanah dapat terjadi pada radius 40 km dari pusat gempa (episenter) dan untuk gempa yang sangat besar dapat mencapai 160 km. Pada dasarnya getaran gempa lebih bersifat sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah. Dalam hal ini gempa bersifat menginduksi gerakan tanah, sedangkan longsoran baru akan terjadi apabila daya ikat antar butiran lemah, kejenuhan batuan/sedimen, porositas dan permeabilitas batuan/tanah tinggi.

4. Kebakaran

(30)

berasal dari putusnya saluran listrik, gas, dan pembangkit listrik yang sedang beroperasi yang pada akhirnya menyebabkan kebakaran.

5. Perubahan Pengaliran

Terbentuknya danau yang cukup luas akibat amblesnya permukaan daratan (subsidence) seperti dataran banjir (floodplain), delta, rawa, yang diakibatkan oleh gempa bumi merupakan suatu permasalahan yang cukup serius. Perubahan pengaliran akibat penurunan permukaan daratan yang disebabkan oleh gempa memungkinan terbentuknya danau-danau buatan dan reservoir baru serta rusaknya bendungan.

6. Perubahan Air Bawah Tanah 7. Tsunami

III.3.1 Sejarah Bencana di Aceh Sejak Tahun 2004

(31)

Tanah longsor yang terjadi selama kurun waktu 2007-2009 di Aceh sebanyak 26 kali. Dampak kerusakan harta benda yang ditimbulkan diperkirakan mencapai 50-100 Miliar rupiah, kerusakan sarana dan prasarana 20–40 persen, sedangkan cakupan wilayah yang terkena longsor sangat luas 20–40 persen, serta berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (terganggunya mata pencarian) sebesar 5–10 persen. Bencana tanah longsor yang berdampak pada masyarakat secara langsung adalah pada jalur jalan lintas tengah, yaitu yang terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Gayo Lues, sekitar Takengon di Kabupaten Aceh Tengah, dan di sekitar Tangse – Geumpang Kabupaten Pidie.

Aceh memiliki tingkat kompleksitas hidro-meteorologis yang cukup tinggi. Dimensi alam menyebabkan Aceh mengalami hampir semua jenis bencana hidro-meteorologis seperti puting beliung, banjir, abrasi dan sedimentasi, badai siklon tropis serta kekeringan. Puting beliung terjadi di Aceh hampir merata di berbagai daerah terutama terjadi di pesisir yang berhadapan dengan perairan laut yang mengalami angin badai. Berdasarkan kejadian yang pernah terjadi sebelumnya adalah di Aceh Timur, Aceh Utara di pesisir timur dan Aceh Barat di pesisir barat. Namun, dari data kejadian 3 tahun terakhir (2006-2009) terjadi 30 kali bencana puting beliung di 14 kabupaten/kota. Kabupaten Aceh Utara terdata mengalami kejadian tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya.

(32)

menampung air. Kabupaten Aceh Utara mencatat kejadian tertinggi dibandingkan Kabupaten Kota lainnya.

Selain bencana yang disebabkan oleh fenomena alam, bencana juga dapat disebabkan oleh perilaku manusia antara lain karena kelalaian, ketidaktahuan, maupun sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat atau disebut bencana sosial. Bencana sosial dapat terjadi dalam bentuk , pencemaran lingkungan (polusi udara dan limbah industri) dan kerusuhan atau konflik sosial. Potensi rawan seperti hutan terjadi pada hutan-hutan yang dilalui jaringan jalan utama sebagai akibat perilaku manusia, terutama pada kawasan hutan pinus dan lahan gambut yang cenderung mudah mengalami pada musim kemarau. Indikasi potensi rawan hutan tersebut adalah di Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, Aceh Singkil, dan Aceh Tengah.

(33)

BAB IV PENYAJIAN DATA

Metode kualitatif adalah metode yang lazim digunakan dalam penelitian ilmu sosial. Penelitian kualitatif menggunakan observasi terstruktur maupun tidak terstruktur dan interaktif komunikatif sebagai alat pengumpulan data, terutama wawancara mendalam dan peneliti menjadi instrumen utamanya.

Data yang diperoleh tersebut berbentuk kata-kata dan dianalisis dalam terminologi respon-respon individual, kesimpulan deskriptif atau bisa keduanya. Tujuan analisis adalah untuk mengorganisasikan data ke dalam makna, interpretasi individual atau kerangka kerja yang menjelaskan fenomena-fenomena yang dikaji. Kesimpulan yang dirumuskan tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasikannya ke dalam populasi yang lebih besar.

Penelitian ini dilaksanakan untuk membangun pengetahuan melalui pemahaman dan penemuan. Pada konteks ini, statement-statement relasional digunakan dalam kerangka pengembangan teori.

(34)

Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana di Kabupaten Aceh Tengah

IV. 1 Identitas Informan

Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah pihak-pihak yang berperan dalam fungsi pemerintahan dan para korban penerima bantuan akibat bencana di Kabupaten Aceh Tengah

Tabel 4.1

Nama Informan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

No. Nama Jabatan

1 Djauhari, S.T Kepala BPBD 2 Gusti Martarosa, S.T Kabid RR 3 Mahlansyah, S.T Kasi Rehabilitasi

Tabel 4.2

Nama Informan Masyarakat Korban Bencana

No. Nama Jabatan Pokmas

Jumlah

Anggota Nama Pokmas Lokasi

Jenis Kerusakan 1 Sugianto Ketua 19 Tapak Moge III Tapak Moge Berat 2 Subandi Sekretaris Tapak Moge III Tapak Moge Berat 3 Siswo Anggota 11 Jerata II Jerata Berat

4 Misdianto Ketua 13 Bersatu Bies Berat

5 Budi Ketua 16 Negara Blang Gele Sedang

(35)

IV.2 Hasil Wawancara

Dalam penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan wawancara sebagai alat pengumpulan data, maka peneliti telah mewawancarai tiga (3) orang yang memiliki peranan dan pemahaman sebagai eksekutor kebijakan yaitu pelaksana Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang bekerja di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah. Serta enam (6) orang masyarakat sebagai penerima bantuan dana dari Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang digunakan untuk membangun dan memperbaiki rumahnya yang rusak akibat bencana. Adapun tahapan dalam proses wawancara adalah sebagai berikut:

a. Menyusun daftar pertanyaan yang diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diteliti dan mempersiapkan alat dokumentasi atau alat perekam.

b. Melakukan wawancara dengan informan-informan yang berperan langsung dan memiliki pemahaman menyangkut permasalahan yang sedang diteliti. Dalam hal ini yang menjadi informan informan kunci adalah Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Kepala Seksi Rehabilitasi, dan Kepala Seksi Rekonstruksi. Sementara yang menjadi informan utama adalah enam (6) masyarakat yang menjadi korban bencana sekaligus sebagai pihak yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi.

(36)

berhubungan dengan judul atau masalah yang akan diteliti. Namun dalam prosesnya sendiri, peneliti tidak menutup kemungkinan akan munculnya pertanyaan baru sehingga dapat menggali lebih dalam. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan beberapa informan.

IV.3 Tahapan Pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Sektor Perumahan dan Permukiman oleh BPBD

Sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden RI, yang menjadi sasaran prioritas pemulihan adalah perbaikan di sektor perumahan dan permukiman masyarakat. Pemerintah juga telah menetapkan bantuan dana stimulan pemulihan perumahan, dengan berbagai opsi untuk membangun: a) rumah inti atau b) struktur rumah ramah gempa; sesuai dengan mekanisme pemberian bantuan perumahan bagi masyarakat.

Untuk itu, ditetapkan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekosntruksi sektor perumahan dan permukiman sebagai berikut:

(37)

menerima bantuan stimulan adalah pemilik rumah yang sah/ legal sesuai dengan KK nya.

2. Pemberian bantuan berdasarkan hasil verifikasi penerima bantuan perumahan, status kepemilikan lahan dan bangunan berdasarkan by name by address yang terdaftar dalam POKMAS yang sudah dibentuk.

3. Strategi pembangunan perumahan berbasis komunitas dirancang dengan strategi pengorganisasian masyarakat (Kelompok Masyarakat disingkat POKMAS) dan bertumpu pada inisiatif dan prakarsa masyarakat dengan tidak meninggalkan kearifan lokal;

4. Dibangun dengan standar konstruksi bangunan rumah sehat ramah gempa dan berwawasan lingkungan hidup. Untuk relokasi, perlu melakukan penataan ulang tata letak bangunan melalui participatory planning yang berpedoman pada rencana tata ruang wilayah yang berbasis pengurangan risiko bencana.

5. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor perumahan di wilayah yang terkena dampak bencana gempa bumi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dilaksanakan dengan menggunakan skema Program Rekompak Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, dimana masyarakat menjadi pelaku utama dalam rehabilitasi dan rekonstruksi.

(38)

7. Menyusun pedoman dan rencana teknis yang memenuhi ketentuan persyaratan keselamatan, penggunaan bahan bangunan dan standar teknis bangunan tahan gempa;

8. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal baik dari segi tenaga kerja, keterampilan, mengoptimumkan pemanfaatan bahan bangunan bekas dari rumah yang rusak dan mengembangkan bengkel konstruksi yang mencakup perencanaan dan teknik pembangunan serta bengkel bahan bangunan mencakup pengadaan bahan dan komponen pembangunan yang dikelola masyarakat;

9. Membuka lapangan kerja melalui cash for work sebesar Rp.50.000,-per KK untuk kegiatan pembersihan puing rumah, lingkungan rumah dan mengumpulan sisa bahan bangunan yang masih digunakan. Penerima

Cash for Work adalah masyarakat terdampak bencana baik pemilik rumah maupun penyewa rumah dan penghuni rumah dinas, namun tidak boleh ada penerima ganda;

10.Untuk menjamin kestabilan harga dan pemenuhan/ ketersedian bahan bangunan supaya di koordinasikan dengan Kementerian Perindustrian. 11.Untuk perizinan lahan relokasi dan kebutuhan kayu bila diperlukan

Berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan.42

Sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden di atas, BPBD melalui Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi menambahkan pernyataan yang didapat dari wawancara sebagai berikut: Pemerintah melalui DIPA-BNPB

42

(39)

melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang difokuskan terlebih dahulu pada sektor perbaikan perumahan dan permukiman, memberikan bantuan dana kepada masyarakat untuk memperbaiki dan membangun rumahnya yang rusak akibat gempa dengan cara memberdayakan mereka secara mandiri (swakelola), sesuai dengan prinsip partisipatif yaitu masyarakat langsung sebagai pelaksana, tujuannya agar mereka mengerti tata cara pembukuan, dan cara membangun rumah yang lebih baik dan ramah gempa (build back better). Untuk menjalankan rangkaian program itu dibentuklah Tim Pendamping Masyarakat (TPM), karena merekalah yang paling dekat dengan masyarakat. Mereka terdiri dari Reje (Kepala Desa), Camat, Tokoh Masyarakat, Kapolsek, dan Danramil.43

a. Perekrutan dan Pembentukan Fasilitator

Proses pembentukan dan perekrutan fasilitator mengacu pada petunjuk teknis dari BNPB, yaitu tenaga fasilitator direkrut secara terbuka, diseleksi, jika ternyata lulus lalu dikeluarkan Surat Keputusannya oleh Bupati, kemudian dibuat schedule dan rencana kerjanya. Fasilitator juga diberikan pelatihan agar memahami rangkaian tugas dan aksi yang akan mereka lakukan di lapangan untuk menjalankan program rehabilitasi dan rekonstruksi di sektor perumahan. Total awal perekrutan fasilitator sekitar 100 lebih, namun sekarang sudah berkurang dikarenakan fasilitator adalah pegawai yang sistem kerjanya dikontrak oleh Pemerintah.44

43

Wawancara dengan Kabid RR, Bapak Gusti Martarosa, S.T (27/8/2014) 44

Wawancara dengan Kasi Rehabilitasi, Bapak Mahlansyah (20/9/2014)

(40)

yang telah ditetapkan,45 dengan harapan, manakala fasilitator telah habis masa tugasnya, masyarakat di masa depan mampu untuk lebih mandiri.46

Garis koordinasi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk perumahan dan permukiman yaitu Masyarakat > Fasilitator > Penanggungjawab Operasional Kegiatan (PJOK) > Pejabat Pembuat Keputusan (PPK). PPK harus memastikan bahwa program ini dapat berjalan lancar.47

1. Fasilitator Ekonomi yang bertugas khusus untuk mempertanggungjawabkan keuangan masyarakat;

Fasilitator terbagi dalam 3 kriteria yang berbeda-beda, yaitu:

2. Fasilitator Sosial yang berfungsi mengarahkan masyarakat bagaimana sistem gotong royong dan sebagainya; dan

3. Fasilitator Teknis yaitu memfasilitasi bagaimana tata cara pembangunan rumah yang ramah terhadap lingkungan maupun ramah terhadap gempa. Di Kabupaten Aceh Tengah berdasarkan data sekunder yang diperoleh peneliti dari BPBD Aceh Tengah secara rinci melampirkan bahwa Fasilitator dan

Building Control yang bekerja terbagi dalam 20 tim, jumlah anggota dalam tiap tim bervariasi, yaitu antara 7-8 orang. Dengan cakupan wilayah kerja juga bervariasi di tiap kecamatan dan kampung. Jika dilihat dari data sekunder yang peneliti dapatkan, sumber daya fasilitator BPBD di Kabupaten Aceh Tengah berjumlah 151 orang.

45

Wawancara dengan Kabid RR, Bapak Gusti Martarosa, S.T (27/8/2014) 46

Wawancara dengan Kepala BPBD, Bapak Djauhari, S.T (22/09/2014) 47

(41)

b. Pelaksanakan Uji Publik

Program rehabilitasi dan rekonstruksi dimulai pada pertengahan bulan Oktober 2013, ditandai dengan melaksanakan kegiatan uji publik atau pendataan ulang korban bencana yang telah didata sebelumnya oleh Dinas Pekerjaan Umum, BPBD, dan dinas terkait lainnya. Data uji publik tersebut ditempelkan ke setiap desa dan kampung, tujuannya adalah untuk menyanggah jika ada data palsu, kesalahan pendataan, ataupun ada sejumlah masyarakat yang belum terdata.48

Uji publik adalah rangkuman data awal yang dipublikasikan ke desa, tujuannya agar masyarakat bisa menilai sendiri apakah data kerusakan yang mereka dan warga masyarakat lainnya terima telah sesuai dengan data yang dipublikasikan di desa, jika ada yang fiktif dan tidak sesuai, masyarakat berhak melaporkannya ke Reje.49

c. Pembentukan Kelompok Masyarakat

Strategi pembangunan dengan pendekatan kelompok masyarakat (POKMAS) menjadi pilihan dengan pelibatan masyarakat terdampak secara penuh pada saat pelaksanaan pembangunan rumah.

Pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) diarahkan oleh fasilitator, terutama bagi masyarakat yang tidak menyanggah atau mengikuti proses uji publik. Pokmas terdiri dari minimal 6 KK dan maksimal 20 KK, dan dalam setiap pokmas memiliki struktur kepengurusan yaitu Ketua Pokmas, Sekretaris, dan Bendahara. Jadi jika dari pemerintahan (BPBD) ada pemanggilan, bisa diwakili

48

Wawancara dengan Kasi Rehabilitasi, Bapak Mahlansyah, S.T (20/09/2014)

49

(42)

oleh salah satu kepengurusan dari pokmas terkait, sehingga tidak harus semua masyarakat/KK dipanggil. Pokmas di Kabupaten Aceh Tengah secara keseluruhan untuk rusak berat dan rusak sedang berjumlah 483 pokmas yang terdiri dari 6.956 KK. Dengan klasifikasi untuk rusak berat sejumlah 3.867 KK dan rusak sedang 3.089 KK. Pokmas juga memiliki legalitas hukum yang kuat, karena telah ditetapkan Surat Keputusannya oleh Bupati (terlampir). Tujuan dibentuk pokmas adalah agar masyarakat korban bencana dapat saling membantu antara satu dengan yang lainnya, dan juga agar penyelesaian pembangunan rumah masyarakat serentak, serta mempermudah sistem controlling dan pertanggungjawabannya.50

No

(43)

8 6 PEGASING 25 49 74

9 2 BINTANG 4 15 19

10 23 LUT TAWAR 99 175 274

11 101 KUTE

PANANG 1,344 352 1,696

312 2,476 2,050 4,526

483 3,867 3,089 6,956

Data Sekunder Penelitian

Setelah pokmas terbentuk, pengurus pokmas kemudian membuat rekening kelompok ke Bank BRI dengan membawa beberapa syarat yaitu: Surat Tanah, KTP, Kartu Keluarga (KK), dan surat pernyataan perjanjian bahwa akan mengikuti prosedur pembangunan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Setelah selesai tahapan tersebut, kemudian data nama, data kelompok, jumlah KK, dan jumlah bantuan yang akan diterima pokmas, dibawa ke Jakarta untuk diproses agar dana bantuan bisa dicairkan ke dalam rekening mereka.51

Data terbaru Pemerintah tentang kerusakan perumahan dan permukiman melebihi angka 7000 KK. Dimana masih terdapat 79 pokmas susulan yang mencangkup sekitar 900 KK yang belum mendapatkan bantuan. Namun untuk alokasi pendanaan pokmas susulan tersebut telah disampaikan ke BNPB. BNPB juga sudah mengalokasikan anggaran tambahan, hanya saja masih membutuhkan persetujuan dari DPR RI yang akan disahkan dalam waktu dekat. Jika alokasi anggaran tambahan tersebut sudah disetujui, maka Insha Allah Program Pokmas Susulan

51

(44)

Rehabilitasi dan Rekonstuksi sektor perumahan untuk rusak berat dan sedang di Aceh Tengah bisa segera diselesaikan. Secara teknis kemudian BPBD akan bergerak menuju pembangunan perumahan yang mengalami rusak ringan.52

a. Sumber Pendanaan dalam Perbaikan Perumahan dan Permukiman Masyarakat

IV.3.1 Sumber Pendanaan dan Mekanisme Penyaluran Dana Bantuan Kepada Masyarakat Korban Bencana

Alokasi dana bantuan bencana untuk sektor perumahan dan permukiman yang disediakan Pemerintah terbagi dalam dua jenis, yaitu yang berasal dari APBN dan Anggaran Pengeluaran Belanja Aceh (APBA). Rincian dana oleh APBN berjumlah 216.640 Milyar yang telah disalurkan ke 483 rekening bank pokmas yang berisi 6.956 KK. Dengan klasifikasi untuk rusak berat sejumlah 3.867 KK dan rusak sedang 3.089 KK. Dalam Undang-Undang kebencanaan, tanggungjawab penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Pemerintah terdiri dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.53

Kepala BDBD, Djauhari juga menyebutkan hal yang serupa mengenai sumber pendanaan dalam perbaikan perumahan dan permukiman di Aceh Tengah, yaitu bersumber dari dana APBN, APBA, dan APBK. Namun mengenai dana bantuan asing hanya berupa bantuan logistik dan bantuan sosial, seperti bantuan

52

Wawancara dengan Kabid RR, Bapak Gusti Martarosa, S.T (27/08/2014)

53

(45)

40,000,000

Nilai Kerusakan / Unit rumah (Rp.)

pelatihan kepada masyarakat mengenai pembuatan konstruksi bangunan yang ramah gempa seperti yang dilakukan oleh Build Change Indonesia.54

Sumber: Data Sekunder Penelitian

b. Syarat dan Mekanisme Pencairan Dana Bantuan RR

Pencairan tahap pertama ada 18 syarat (terlampir) yang harus dipenuhi kelompok masyarakat (pokmas) dalam Dokumen Teknis Pembangunan Permukiman (DTPP), syarat yang termasuk di dalamnya seperti: sketch rumah dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).55

Mengenai mekanisme pencairannya, pemerintah terlebih dahulu membentuk pokmas yang terdiri dari 6-20KK, masyarakat membentuk pengurus kelompok secara struktural sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2011. Lalu membuat rekening kelompok atau rekening koran ke BRI, karena akses Bank BRI di wilayah Kabupaten Aceh Tengah menyentuh hingga pelosok.

54

Wawancara dengan Kepala BPBD, Bapak Djauhari, S.T (22/09/2014)

55

(46)

Kemudian dana ditransfer oleh Pemerintah Pusat/APBN dan Propinsi/APBA ke rekening kelompok yang berjumlah Rp. 60.000.000,- untuk rusak berat dan Rp. 25.000.000,- untuk rusak sedang. Menurut juknis yang telah ditetapkan oleh BNPB, alokasi dana APBN untuk rusak berat adalah Rp. 40.000.000,- dan rusak sedang Rp. 20.000.000,- dan itu adalah angka maksimal, dengan harapan jika pembangunan perumahan yang dilakukan masyarakat tidak mencapai dana tersebut, maka masyarakat berkewajiban mengembalikan dana tersebut, namun sampai saat ini kenyataannya tidak ada masyarakat yang melakukan tindakan tersebut.56

Pendanaan yang bersumber dari APBN, mekanisme pencairan uang dalam rekening dilakukan dalam 3 tahapan, tahap pertama sebesar 40%, tahap kedua 30%, dan tahap ketiga menyusul 30%. Baik rusak sedang dan rusak berat mekanismenya serupa guna meminimalisir tindakan penyelewengan. Pokmas bisa berkonsultasi dan berkomunikasi dengan fasilitator untuk membuat permintaan pencairan dana tahap pertama dengan meminta persetujuan/pengesahan PJOK dan TPM, lalu menyerahkannya ke BPBD agar dibuatkan rekomendasi pencairan dananya ke Bank BRI, setelah itu masyarakat bisa langsung mencairkan dana tersebut untuk dipergunakan membangun rumahnya. Salah satu tugas fasilitator menjamin bahwa uang dipergunakan sesuai dengan kebutuhan agar tidak terjadi penyelewengan.57

56

Wawancara dengan Kabid RR, Bapak Gusti Martarosa, S.T (27/08/2014)

57

Wawancara dengan Kabid RR, Bapak Gusti Martarosa, S.T (27/08/2014)

(47)

IV.3.2 Kinerja BPBD dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi

a. Koordinasi BPBD

Koordinasi yang dilakukan oleh BPBD sampai saat ini tetap berlangsung, dan serupa seperti pada saat tahap tanggap darurat. BPBD tetap berkoordinasi dengan Dinas PU, dan dinas terkait lainnya pada proses pembangunan perumahan masyarakat. Dalam pengadaan tanah untuk relokasi permukiman di 2 Kecamatan, BPBD berkoordinasi dengan menyertakan Dinas Kehutanan, Beppeda, Dinas Lingkungan Hidup, dan dinas lainnya.58

b. Prinsip Build Back Better

Dalam proses berjalannya program ini, BPBD memberikan bantuan pelayanan teknis yaitu fasilitator untuk mengarahkan masyarakat mengenai tata cara membangun rumah yang ramah gempa, bagaimana takaran material, dan sistem pembesian. Sehingga ke depan diharapkan bisa tercapainya pembangunan yang lebih baik di masyarakat (build back better).59

c. Proyeksi dan Target BPBD

Salah satu fokus dari beberapa arahan Presiden dan Wakil Presiden yang tertuang dalam Rencana Aksi Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah memprioritaskan pemulihan pada sektor perumahan dan permukiman.

58

Wawancara dengan Kepala BPBD, Bapak Djauhari, S.T (22/09/2014)

59

(48)

Dalam wawancara yang telah peneliti lakukan, informan juga menyebutkan hal yang sama, seperti yang dikatakan Kepala BPBD, target dan rencana BPBD tahun ini diproyeksikan untuk menuntaskan pembangunan perumahan dan permukiman (hunian tetap), serta relokasi perumahan di beberapa tempat seperti di Kampung Bah, Serempah, dan Kute Panang hingga mencapai angka 100%. Fokus yang tidak kalah penting adalah menuntaskan masalah pendanaan untuk masyarakat yang mengalami rusak ringan pada rumahnya yang sampai saat ini belum bisa tertangani, karena dananya belum dicairkan oleh Pemerintah Pusat.60

d. Efektivitas dan Evaluasi Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Sampai saat ini realisasi dari pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi untuk sektor perumahan dan permukiman sudah mencapai 93,36% untuk rusak berat, dan 80,71% untuk rusak sedang. Sementara rusak ringan belum tertangani karena keterbatasan dana. Pemerintah Daerah melalui BPBD sudah berusaha untuk meminta kekurangan dana, baik untuk rusak berat, rusak sedang, maupun rusak ringan. Tetapi khusus untuk rusak ringan sampai saat ini belum ada realisasi.61

60

Wawancara dengan Kepala BPBD, Bapak Djauhari, S.T (22/09/2014)

61

Wawancara dengan Kepala BPBD, Bapak Djauhari, S.T (22/09/2014)

(49)

Evaluasi yang dilakukan oleh BPBD menyertakan bantuan dari pihak Kepolisian, Kejaksaan, Wartawan, LSM, dan lain-lain agar memudahkan sistem

monitoring sehingga jika ada tindakan penyelewengan bisa segera ditindak dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.62

a. Faktor Pendukung Pelaksanaan Program RR IV.4.3 Faktor Pendukung dan Faktor Kendala

Hasil wawancara yang peneliti lakukan pada Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi sebagai faktor pendukung dalam menjalankan program ini menyebutkan bahwa Pemerintah sangat memfasilitasi semua kegiatan dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi, mulai dari gaji, biaya transportasi ke lapangan, perjalanan dinas ke Banda Aceh maupun ke Jakarta, bahkan biaya rapat koordinasi internal BPBD dan rapat bersama dinas/instansi Pemerintahan lainnya.63

b. Faktor Kendala 1. Keterbatasan Dana

Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan bersama informan, menyebutkan bahwa kekurangan dana adalah salah satu faktor penghambat dalam pelaksanaan program ini, baik dana yang bersumber dari APBN dan APBA. Sehingga ada beberapa masyarakat sampai saat ini belum mendapatkan bantuan,

62

Wawancara dengan Kasi Rehabilitasi, Bapak Mahlansyah, S.T (20/09/2014)

63

(50)

dan menuntut kepada BPBD. Kekurangan dana untuk penyelesaian program ini sekitar Rp.25 Milyar.64

BPBD belum bisa memastikan, karena jawaban konkret dari BNPB juga belum ada. Tetapi BPBD berusaha untuk terus meminta. Kepala BPBD mengaku juga sudah sering ke Jakarta, ke Banda Aceh untuk selalu mengingatkan BPBA dan BNPB agar kekurangan dana segera dicairkan.

Solusi Kekurangan Dana

65

2. Budaya Masyarakat

Salah satu faktor penghambat dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi adalah budaya masyarakat yang masih tradisionil dan latar belakang masyarakat yang majemuk. Contoh kasusnya adalah, beberapa oknum masyarakat yang menyelewengkan dana pembangunan rumahnya untuk kebutuhan yang tidak penting. Maka, Pemerintah mempunyai hak menghentikan pencairan dana untuk tahap selanjutnya, dan secara tegas masyarakat tersebut dapat diproses secara hukum.66

3. Rendahnya Kualitas SDM Masyarakat dan SDM Fasilitator

Hambatan lainnya yaitu sejumlah masyarakat membangun rumahnya tidak mematuhi persyaratan kaidah teknis pembangunan rumah ramah gempa. Selain itu hambatan juga dialami oleh para pengeksekusi kebijakan seperti: fasilitator, dan pegawai BPBD, dikarenakan belum pernah sebelumnya melaksanakan kegiatan

64

Wawancara dengan Kepala BPBD, Bapak Djauhari, S.T (22/09/2014)

65

Wawancara dengan Kepala BPBD, Bapak Djauhari, S.T (22/09/2014)

66

(51)

rehabilitasi dan rekonstruksi ini, mulai dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat Kampung, jadi masih membutuhkan proses adaptasi untuk mempelajari mekanisme kegiatannya agar berjalan dengan lebih baik.67

4. Terbatasnya Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia

Kendala lain seperti ketersediaan bahan baku yang terbatas sebab ada kebutuhan-kebutuhan yang secara serentak harus dipenuhi, hal tersebut kemudian menimbulkan spekulan-spekulan yang merusak harga bahan kebutuhan bangunan tersebut. Contoh: naiknya harga semen karena permintaan meningkat, harga kayu juga melambung dikarenakan masyarakat saat ini lebih memilih membangun rumah semi permanen daripada rumah beton dikarenakan trauma yang masih membekas. Ketersediaan tukang (ahli bangunan) yang terbatas, jadi ahli bangunan/ tukang pada kenyataannya banyak yang berasal dari luar daerah. Upaya untuk meminimalisir dampak terssebut seharusnya bisa diantisipasi oleh kinerja Tim Pendamping Masyarakat, namun dalam implementasinya TPM tidak melakukan fungsi pendampingan dan kinerja dengan baik.68

Keterbatasan SDM fasilitator juga merupakan kendala, jumlah fasilitator diprogramkan hanya cukup untuk memfasilitasi 2000KK saja, sementara jumlah korban saat ini mencapai lebih dari 7000KK, sehingga fungsi pengawasan terbatas dan tidak maksimalnya kinerja fasilitator dalam memfasilitasi masyarakat. Program pemerintah tersebut seharusnya dikelompokkan dalam 3 gelombang pekerjaan, artinya untuk tahap pertama mengerjakan 2000 rumah terlebih dahulu,

67

Wawancara dengan Kabid RR, Bapak Gusti Martarosa, S.T (27/08/2014)

68

(52)

kemudian 2000 rumah lagi, dan sisanya menyusul 3000 rumah. Namun masyarakat enggan menerima mekanisme seperti ini, masyarakat meminta proses pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi berjalan serentak di seluruh wilayah. Padahal jika program pemerintah tadi bisa berjalan sesuai rencana yang telah ada, pemerintah bisa menentukan skala prioritas dan proses controlling bisa lebih mudah, tujuannya agar pekerjaan bisa lebih efektif dan kemungkinan besar dalam rentang waktu empat bulan bisa diselesaikan 1 gelombang pekerjaan. Namun karena sistem kerja tersebut tidak diterapkan, maka faktanya di lapangan fasilitator tidak mampu menyelesaikan RAB dan sketch rumah masyarakat. Jadi masyarakat mencari pihak ketiga, sehingga menimbulkan banyaknya oknum yang memanfaatkan situasi seperti ini. Ditambah lagi tidak semua fasilititator yang bekerja secara professional sehingga mereka juga menjadi bagian dari oknum-oknum yang memanfaatkan kelemahan masyarakat dengan cara menekan masyarakat dengan dalih bantuan teknis membuat RAB. Terlebih lagi sebenarnya masalah-masalah yang terjadi sudah sangat banyak, karena satu Kabupaten ini hanya BPBD yang membidangi secara khusus tentang kebencanaan.69

5. Tumpang Tindih dan Buruknya Pendataan

Masalah tumpang tindih data juga merupakan kendala yang sering Pemerintah hadapi di lapangan, namun hal tersebut terus dibenahi dan koreksi seiring berjalannya program. Karena pada dasarnya setiap KK hanya boleh menerima bantuan satu (1) rumah.

69

(53)

Kriteria penyelewengan jenis kerusakan, baik rusak sedang maupun rusak berat juga merupakan hal yang sering dijumpai di lapangan. Contohnya dalam suatu kasus sebenarnya masyarakat hanya mengalami rusak sedang, tapi dalam pendataan ditulis rusak berat. Banyaknya manipulasi data di tingkat bawah juga merupakan permasalahan yang sangat kompleks dalam program ini. Contohnya saat Reje memecah KK dengan anaknya pasca bencana terjadi. Jadi, Reje dan anaknya sama-sama mendapat bantuan sehingga proses pendataan menjadi kacau dan tak transparan. Contoh kongkrit lainnya seperti kasus penipuan di Kampung Pinangan yaitu Reje memanipulasi data korban bencana, sehingga masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan, menjadi tidak dapat karena dialihkan kepada masyarakat lain.70

a. Uji Publik

IV.4 Implementasi Penanggulangan Bencana oleh BPBD di Masyarakat IV.4.1 Pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Uji publik dilaksanakan Pemerintah pada tanggal 20 Oktober 2013. Beberapa masyarakat melakukan proses penyanggahan, namun sanggahan tersebut ada yang diterima ada juga yang ditolak. Di salah satu kampung, seperti Kampung Blang Gele ada sekitar 13 orang yang menyanggah, mereka kemudian dipanggil untuk menindaklanjuti proses berikutnya. Penilaian dan verifikasi pada masyarakat yang melakukan sanggahan dilakukan oleh fasilitator.71

70

Wawancara dengan Kabid RR, Bapak Gusti Martarosa, S.T (27/08/2014)

71

Wawancara dengan Budi, Rusak Sedang, Kampung Blang Gele (21/09/2014)

(54)

didampingi oleh tim BPBD, fasilitator, aparat kampung (Sekdes dan Reje) Kapolsek dan Danramil. Di lokasi Kampung Jerata terdapat 3 orang yang menyanggah.72

b. Pembentukan Pokmas

Pokmas dibentuk berdasarkan klasifikasi kerusakannya, pembentukan pokmas pertama kali dilakukan pada bulan September 2013, namun secara resmi baru ditetapkan pada bulan Nopember 2013. Struktur kepengurusan pokmas harus diisi oleh masyarakat yang tidak mempunyai fungsi atau bekerja pada Pemerintahan, hal tersebut dikarenakan untuk mengantisipasi tidak fokusnya ketua pokmas jika merangkap jabatan, sehingga menyebabkan terbengkalainya kepengurusan pokmas, jadi kepengurusan pokmas harus diisi oleh masyarakat biasa yang dipilih oleh anggota pokmas terkait. Proses pembentukan pokmas didampingi oleh fasilitator melalui proses musyawarah mufakat. Struktur kepengurusan pokmas terdiri dari Ketua Pokmas, Bendahara, Sekretaris, dan Anggota.73

c. Syarat Untuk Menerima Bantuan

Kesimpulan yang didapat dari beberapa informan yang telah diwawancarai peneliti menyebutkan bahwa syarat umum yang harus dilengkapi oleh masyarakat untuk mendapatkan bantuan antara lain, yaitu: RAB, sertifikat tanah/surat kepemilikan, KTP, KK, surat keterangan dari Reje bahwa benar masyarakat

72

Wawancara dengan Siswo Kusmono, Rusak Berat, Kampung Jerata (17/09/2014)

73

(55)

berdomisili di kampung tempat masyarakat menetap, foto kerusakan rumah yang telah sesusai dengan kriteria kerusakan, surat perjanjian bahwa masyarakat tidak akan melakukan tindakan penyelewengan dan akan mematuhi setiap ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Setelah itu masyarakat melalui ketua pokmas menyerahkan syarat yang telah dilengkapi tersebut kepada Reje, kemudian pada pihak kecamatan, dan fasilitator. Kemudian selanjutnya masyarakat menunggu informasi lanjutan dari fasilitator dan BPBD.74

Berdasarkan kutipan wawancara yang dilakukan, informan menyebutkan bahwa syarat relokasi rumah sama seperti syarat untuk bendapatkan bantuan seperti penjelasan di atas, namun ada sedikit penambahan, berupa surat tanah yang akan direlokasi dan lokasi yang direlokasi tidak boleh keluar dari kampung yang mengajukan relokasi.

Syarat Untuk Relokasi Rumah

75

d. Build Back Better

Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak sekedar hanya membangun kembali sarana dan prasarana setiap sektor yang rusak akibat bencana, akan tetapi dalam kebutuhan pemulihan ini juga harus mencakup kegiatan yang bersifat untuk meningkatkan strategi ekonomi kehidupan masyarakat di wilayah yang terkena bencana serta membangun lebih baik (build

74

Wawancara dengan Sugianto, Rusak Berat, Kampung Tapak Moge (17/09/2014)

75

(56)

back better) sarana dan prasarana yang berbasis mitigasi atau peningkatan dan pengurangan risiko bencana.76

Pemerintah melalui BPBD memberikan fasilitas berupa tata cara dan teknis pembangunan yang ramah gempa kepada masyarakat yang diarahkan langsung oleh fasilitator, lebih tepatnya fasilitator yang mencangkup teknis bangunan. Masyarakat menyebutkan bahwa Pemerintah memberikan realisasi langsung, sebagai pernyataan dari hasil wawancara sebagai berikut: Fasilitator memberikan pelajaran sekaligus melakukan konsolidasi dan sharing pada masyarakat dalam pengorekan pondasi agar lebih dalam, pengecoran pondasi sebagai contoh pondasi tidak boleh langsung dicor, namun harus diberikan pasir terlebih dahulu dengan ketinggian maksimal 15cm, setelah itu diberi batu mangga, kemudian boleh dilakukan pengecoran. Kita sebagai masyarakat harus mengikuti instruksi dan sosialisasi yang diberikan oleh fasilitator. Kemudian pada tahap membuat dinding bangunan, contohnya: blok harus diikat dengan besi atau tambahan berupa baut bagi rumah yang semi permanen, tata cara penyambungan kayu yang lebih kuat. Fasilitator memberikan arahan secara lisan maupun memberikan buku panduannya. Pada jenis rumah yang memakai konstruksi permanen/ beton, tombak layar harus menggunakan kayu, tidak boleh menggunakan batu dikarenakan beban yang terlalu berat. Adukan dan takaran semen harus sesuai dengan kaidah teknis pembangunan rumah yang baik, contohnya perbandingan semen harus 3 grek pasir berbanding 1 sak semen. Untuk disini semua masyarakat membangun rumah semi permanen, tidak ada lagi yang

76

(57)

membuat rumah permanen. Mereka sering datang, setiap penarikan mereka pasti datang, kemudian memfoto sudah berapa persen tingkat kemajuan dalam pembangunan rumah.77

e. Jumlah Dana

Menurut hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan informasi bahwa jumlah dana yang diberikan oleh Pemerintah, dan jumlah dana yang tersalurkan pada masyarakat telah sesuai. Jumlah dana bantuan yang diberikan oleh Pemerintah adalah senilai Rp. 60.000.000,- untuk rumah yang memiliki klasifikasi kerusakan yang berat. Dengan rincian pembagian dari dua sumber pendanaan yaitu, APBN dan APBA. Sumber dana yang berasal dari APBN senilai Rp. 40.000.000,- dan APBA senilai Rp. 20.000.000,-. Untuk dana yang berasal dari APBN dilakukan dengan 3 tahap pencairan yaitu: Tahap pertama sebesar 40% senilai Rp. 16.000.000,-, kemudian 30% senilai Rp. 12.000.000,-, dan tahapan terakhir 30% dengan jumlah Rp. 12.000.000,-. Sementara untuk dana dari APBA dicairkan dalam 2 tahap, tahap pertama pencairan dana sejumlah 60% dan terakhir 40%. Info pencairan didapatkan dari Camat > Reje> Ketua Pokmas.78

Dana bantuan yang diberikan Pemerintah untuk rusak sedang senilai Rp. 25.000.000 yang bersumber dari APBN dan APBA. Dengan rincian Rp. 20.000.000,- dari APBN dan Rp. 5.000.000,- dari APBA. Pencairan dana yang berasal dari APBN dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu 40%, 30%, dan 30%. Sedangkan APBA dilakukan dalam sekali pencairan, senilai Rp. 5.000.000,-.

77

Wawancara dengan Sugianto, Rusak Berat, Kampung Tapak Moge (17/09/2014)

78

(58)

Dana bantuan tersebut telah dikucurkan secara keseluruhan ke rekening pokmas, tergantung jenis kerusakan dan jumlah anggota pokmas terkait.79

f. Mekanisme Pencairan Dana RUSAK SEDANG

APBN 40% = Rp. 8.000.000,-

APBA 100% = Rp. 5.000.000,-

APBN 30% = Rp. 6.000.000,-

APBN 30% = Rp. 6.000.000,-

1. Pencairan Tahap Pertama APBN 40%

Dalam implementasi pencairan dana korban bencana tahap pertama untuk kerusakan sedang yang bersumber dari APBN sebesar 40%, Pemerintah melaksanakan mekanisme pencairan dana secara langsung bekerjasama dengan Bank BRI sebagai penyalur dana tersebut dengan menyertakan syarat-syarat yang harus diverifikasi oleh fasilitator, BPBD, dan beberapah pihak terkait lainnya. Dari hasil wawancara yang saya himpun, informan mengatakan bahwa pencairan tahap pertama yang dilakukan di Kampung Persiapan Bies dimulai pada bulan Mei 2014. Ada perbedaan waktu pencairan di setiap kampung, secara teknis bantuan dana difokuskan terlebih dahulu ke pusat gempa, seperti di Kecamatan Ketol. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah membuat LPJ, Rencana Anggaran

79

(59)

Biaya (RAB), denah rumah, kategori kerusakan, surat keterangan dari Reje, pihak Kecamatan, Polsek, dan lain-lain. Namun pada kenyataannya masyarakat tidak bisa membuat RAB, jadi oleh karena itu RAB secara dibuatkan oleh konsultan, namun kebanyakan dari fasilitatorlah yang merangkap sebagai konsultan, fasilitator mengajukan diri untuk jadi konsultan. Karena konsultan dari luar banyak yang salah dalam pembuatan RAB. Setelah persyaratan dilengkapi, kemudian berkas diajukan kepada fasilitator lalu kemudian ke BPBD. Untuk rusak sedang pencairan tahap pertama berjumlah Rp. 8.000.000,- lalu ada pemotongan Rp. 600.000,- untuk pembuatan RAB dan Rp. 400.000,- untuk kas pokmas yang digunakan untuk biaya administrasi biaya kepengurusan, biaya materai, ucapan terimakasih kepada fasilitator, ke kecamatan, dan lain-lain. Kemudian sisa uang tersebut digunakan untuk biaya pembangunan rumah mulai dari pondasi hingga mencapai slop pembangunan, secara matematis bangunan telah dibangun hingga 40%. Namun untuk kasus pada rumah informan disini tidak direnovasi, melainkan dibangun dari awal, dikarenakan tanah bangunan yang sebelumnya terlalu riskan untuk ditempati, sehingga fasilitator mengarahkan bahwa informan harus merelokasi pembangunan rumahnya untuk meminimalisir dampak gempa di masa mendatang. Informan menyebutkan bahwa persyaratan relokasi harus menyertakan persetujuan dari Reje, pihak Kecamatan, Fasilitator, dan BPBD. Jika pembangunan telah mencapai tahap 40%, maka hal tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk melakukan pengajuan penarikan dana tahap kedua dari APBN.80

80

(60)

Informan lain memberikan penjelasan yang serupa, namun ada perbedaan mengenail detail waktu dan jumlah pemotongan dana bantuan, sebagai berikut dijelaskan bahwa dana bantuan tersebut sudah masuk ke rekening pokmas pada bulan Desember 2013, namun baru direalisasikan pencairannya pada bulan Maret 2014, hal tersebut didapat melalui informasi yang diberikan fasilitator kepada ketua pokmas terkait. Pencairan dana tahap pertama pada bulan Maret 2014 senilai Rp. 8.000.000,- yang bersumber dari APBN, kemudian digunakan untuk pembuatan RAB Rp. 700.000,- dan Rp. 300.000,- untuk saldo kas pokmas. Jadi total uang yang dipotong senilai Rp. 1.000.000,- namun di laporan pertanggungjawaban tetap ditulis senilai Rp. 8.000.000,-. Dana pembuatan RAB sebelumnya telah disetujui oleh seluruh anggota kelompok dan kelompok juga tidak menjadikan hal tersebut sebuah beban.81

2. Pencairan APBA 100%

Dana yang bersumber dari APBA bisa dicairkan setelah pencairan dana tahap pertama dari APBN diselesaikan. Dana APBA dicairkan pada tanggal 5 April 2014 untuk lokasi yang berada di Kampung Blang Gele. Jumlah dana yang dicairkan sebesar Rp. 5.000.000,-. Secara spesifik dana tersebut digunakan untuk biaya penambahan RAB sejumlah Rp. 250.000,- dan biaya kas pokmas Rp. 250.000,-. Informan menambahkan secara jelas bahwa biaya penambahan RAB dilakukan melalui proses negosiasi oleh fasilitator (konsultan), namun dilaporan

81

(61)

pertanggungjawaban tertulis tidak ada biaya penambahan RAB, hal itu yang diinformasikan oleh fasilitator kepada pokmas.82

Informan dari Kampung Persiapan Pilar dalam hal ini punya penjelasan berbeda bahwa pencairan dana APBA senilai Rp. 5.000.000,- tersebut digunakan untut membuat bon faktur belanja bahan bangunan oleh fasilitator senilai Rp. 300.000,- kemudian Rp. 200.000,- disimpan dalam kas pokmas. Informan juga menambahkan bahwa dalam pencairan dana dari APBA tidak ada penambahan RAB ataupun membuat RAB baru, hanya saja membuat bon faktur.83

3. Pencairan Tahap Kedua APBN

Pencairan tahap kedua dilakukan pada bulan Agustus 2014 dengan jumlah senilai Rp. 6.000.000,-, dengan pemotongan Rp. 300.000,- untuk pembuatan bon faktur pembelanjaan untuk disadur ke dalam laporan pertanggungjawaban,dan kemudian Rp. 200.000,- untuk tambahan dana kas pokmas dan biaya administrasi.84

4. Pencairan Tahap Ketiga APBN

Sisa dana untuk tahap ketiga sekitar Rp. 5.000.000,-. Untuk pencairan dana tahap terakhir ini masyarakat harus melengkapi beberapa persayaratan lanjutan yaitu berupa bon faktu pembelanjaan, sama seperti syarat pencairan sebelumnya, dan hal tersebut telah dikumpulkan kepada ketua pokmas, fasilitator juga sudah meninjau untuk memverifikasi keabsahan data fisik bangunan maupun

82

Wawancara dengan Budi, Rusak Sedang, Kampung Blang Gele (21/09/2014)

83

Wawancara dengan Ramli, Rusak Sedang, Kampung Persiapan Bies (03/10/2014)

84

(62)

data administrasi, namun kabar untuk pencairan tahap terakhir ini belum ada eksekusi lebih lanjut.85

RUSAK BERAT

APBN 40% = Rp. 16.000.000,-

APBA 60% = Rp. 12.000.000,-

APBN 30% = Rp. 12.000.000,-

APBN 30% = Rp. 12.000.000,-

APBA 40% = Rp. 8.000.000,-

1. Pencairan Tahap Pertama APBN 40%

Pencairan dana APBN tahap pertama dicairkan pada bulan Maret 2014. Ketua Pokmas dan para pengurus mengambil dana tersebut ke Bank BRI dengan dampingan fasilitator yang berjumlah Rp. 16.000.000,-. Kemudian dipotong untuk biaya pembuatan RAB oleh fasilitator sejumlah Rp. 1.000.000. Dana yang telah diambil dari Bank tesebut kemudian dibagikan oleh pengurus pokmas ke seluruh anggota kelompok secara transparan dan dengan mekanisme yang telah disetujui oleh kelompok, setelah diterima maka anggota harus menandatangani kwitansi bahwa dana sudah diterima, hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kesilapan di kemudian hari. Dana yang diterima tersebut langsung dipakai untuk mendirikan bangunan, mulai dari pondasi sampai kira-kira

progressnya mencapai 40% dari fisik keseluruhan bangunan, yaitu sampai

85

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.3
Tabel 3.5
Gambar 3.1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah tentang analisis pengaruh proses pemesinan terhadap cacat outer ring dalam pembuatan bearing dan bagaimana rencana

Faktor-faktor tersebut adalah faktor-faktor penting agar suatu produk tidak akalah saing dengan poroduk lainnya, apabila pelaku usaha kecil mengah yang notabene

Sebelum melakukan penyulusan tentang konseling, terlebih dahulu memberikann gambaran tentang bagaimana Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) dikalangan mahasiswa, yang

Velo paling tak suka dengan pelajaran bahasa Indonesia.. Karena menurutnya itu pelajaran yang sangat membosankan dan

Hasil estimasi parameter model WRBNN dengan pencocokan pada data simulasi Persamaan (37) disajikan dalam Tabel 3 yang memperlihatkan bahwa 6 variabel terpilih pada model

Karakteristik ini dapat dinyatakan dalam berbagai cara: misalnya, satu dapat menggambarkan objek dalam sebuah cluster sebagai penduduk yang dihasilkan oleh distribusi

Mengingat kondisi perusahaan yang tidak memungkinkan bila harus menambah sebuah server dan harddisk baru untuk keperluan logging misalnya, maka assessor harus mengajukan solusi

Partisipasi masyarakat terhadap kebersihan,persepsi masyarakat terhadap peraturan kebersihan, retribusi kebersihan, tenaga pengelola kebersihan, sarana dan prasarana serta