• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Ekohidrolik Untuk Pengendalian Banjir Pada Morfologi Sungai Simetris Di Sungai Barabai, Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Ekohidrolik Untuk Pengendalian Banjir Pada Morfologi Sungai Simetris Di Sungai Barabai, Kalimantan Selatan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN EKOHIDROLIK UNTUK PENGENDALIAN

BANJIR PADA MORFOLOGI SUNGAI SIMETRIS

DI SUNGAI BARABAI, KALIMANTAN SELATAN

JUWITA SARI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Ekohidrolik untuk Pengendalian Banjir pada Morfologi Sungai Simetris di Sungai Barabai Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

JUWITA SARI. Perancangan Ekohidrolik untuk Pengendalian Banjir pada Morfologi Sungai Simetris di Sungai Barabai, Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO.

Pengendalian banjir dengan pembangunan fisik dapat meningkatkan kapasitas pengaliran penampang sungai atau mengurangi debit banjir dengan cara mengalirkan air secepatnya ke hilir. Namun, hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan retensi sungai, membesarnya kemiringan sungai sehingga meningkatnya debit aliran sungai (flow discharge) dan debit puncak sungai (peak flow), serta menurunnya waktu mencapai debit puncak. Hal ini mengakibatkan terjadinya kenaikan tedensi banjir di daerah hilir sungai. Penelitian ini dilakukan untuk merancang ekohidrolik untuk pengendalian banjir pada morfologi sungai simetris di Sungai Barabai. Penelitian dilakukan dengan pembuatan model ekohidrolik skala 1:110 yaitu dengan pembuatan riparian buffer strips atau penanaman vegetasi pada bantaran sungai. Berdasarkan analisis ekohidrolik yang telah dilakukan, penanaman vegetasi pada bantaran sungai dapat menurunkan tinggi muka air. Penurunan tinggi muka air dipengaruhi oleh besarnya diameter vegetasi sehingga dapat memperbesar kekasaran.

Kata kunci: banjir, bantaran sungai, ekohidrolik, morfologi, vegetasi

ABSTRACT

JUWITA SARI. Ecohydraulic Design For Flood Control on Symmetrical River at Barabai River, South Borneo. Supervised by M. YANUAR JARWADI PURWANTO.

The controlling of flood by physical building could increase the capacity of cross section river flow or decrease flood discharge by flowing water to downstream immediately. However, it would cause the decreasing of river retention, increasing river slope that could cause flow discharge and peak flow, and the decreasing of time in reaching peak discharge which cause the increasing of flooding tendency downstream. The object of research was to design an ecohydraulic for flood control on symmetrical Barabai river morphology. The research were done by making ecohydraulic model scale 1:110 with riparian buffer strips making or vegetation planting on the riverbanks. Based on ecohydraulic analysis from the research, vegetation planting on riverbanks could reduce water level. Decreasing of water level was influenced by diameter of vegetation to increase the roughness.

(4)
(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PERANCANGAN EKOHIDROLIK UNTUK PENGENDALIAN

BANJIR PADA MORFOLOGI SUNGAI SIMETRIS

DI SUNGAI BARABAI, KALIMANTAN SELATAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur diucapkan kepada Allah SWT karena hanya dengan karunia dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Perancangan Ekohidrolik untuk Pengendalian Banjir pada Morfologi Sungai Simetris di Sungai Barabai Kalimantan Selatan” ini dapat diselesaikan.

Ucapan terimakasih diucapkan kepada Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS., IPM selaku pembimbing atas bantuannya serta waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan makalah, hingga penyusunan skripsi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Satyanto K Saptomo, STP, MSi dan Sutoyo, STP, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam menyelesaikan skripsi.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Siak yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis bisa kuliah di Institut Pertanian Bogor. Demikian juga kepada Bu Fitria yang telah memberikan bantuan waktu dan pikiran selama pengambilan data di Laboratorium Hidrolika. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Ichtiar Dody Saputra, A.Md yang telah memberikan waktu atas bimbingan, masukan, dan bantuan dalam pengambilan data di Laboratorium Hidrolika, serta kepada seluruh rekan-rekan yang telah membantu selama proses penelitian ini berlangsung yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada Ibunda Jamilah dan Ayahanda Bustami Thalib beserta seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa, dukungan, serta kasih sayang yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

(8)
(9)

DAFTAR ISI

PRAKATA vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Morfologi Sungai 3

Ekohidrolik 3

Fungsi Ekologi Daerah Bantaran Banjir 3

METODE PENELITIAN 4

Waktu dan Tempat 4

Alat dan Bahan 4

Prosedur Penelitian 4

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Deskripsi Sungai Barabai 9

Morfologi Sungai Simetris 10

Pengukuran Laboratorium 12

Efektivitas Vegetasi untuk Pendekatan Ekohidrolik 16 Penerapan dan Aplikasi Ekohidrolik di Lapangan 19

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

(10)

DAFTAR TABEL

6 Ilustrasi percobaan ekohidrolik tampak melintang 7

7 Lokasi Penelitian 9

8 Kondisi penampang sungai di Desa Alat Ujung 10 9 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat Ujung 10 10 Kondisi penampang sungai di Desa Alat 10 11 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat 11 12 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat Ujung 12 13 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat Ujung 12 14 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat Ujung 13 15 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat 14 16 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat 14 17 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat 15 18 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 25 tahun di Desa Alat Ujung 20 19 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 5 tahun di Desa Alat Ujung 20 20 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat Ujung 21 21 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 25 tahun di Desa Alat 21 22 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi banjir Q 5 tahun di Desa Alat 21 23 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Grafik Tinggi muka air di Desa Alat Ujung 25 2 Grafik tinggi muka air di Desa Alat 32

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banjir adalah kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang atau terhambatnya aliran air dalam saluran pembuang, sehingga meluap mengenai daerah (dataran banjir) sekitarnya. Pemahaman pengendalian banjir umumnya dilakukan dengan konsep meningkatkan pembangunan fisik misalnya pembuatan tanggul, pembuatan sudetan atau river diversion, pengerukan dasar sungai, pembuatan talud sungai, dan lain-lain (Maryono, 2005). Pengendalian banjir dengan pembangunan fisik dapat meningkatkan kapasitas pengaliran penampang sungai atau mengurangi debit banjir dengan cara mengalirkan air secepatnya ke hilir. Namun, hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan retensi sungai, membesarnya kemiringan sungai sehingga meningkatnya debit aliran sungai (flow discharge) dan debit puncak sungai (peak flow), dan menurunnya waktu mencapai debit puncak yang berakibat terjadinya kenaikan tedensi banjir di daerah hilir sungai. Akibat selanjutnya dari pembanguan struktural adalah, kondisi DAS akan kehilangan habitat flora dan fauna disekitar lingkungan sungai dan merubah karakteristik bentuk sungai.

Konsep ekohidrolik merupakan salah satu unsur dari konsep “One river One Plan and One Integrated Management”. Pengelolaan secara integral ini bukan hanya diartikan secara administratif dari hulu sampai ke hilir, namun juga harus diartikan secara substantif menyeluruh menyangkut seluruh aspek yang berhubungan dengan sungai, artinya bahwa dalam menangani permasalahan yang berhubungan dengan sungai mesti dilihat secara menyeluruh semua komponen yang berhubungan dengan sistem sungai tersebut baik komponen fisik maupun nonfisik, biotik maupun abiotik dari hulu sampai ke hilir sungai (Maryono 2005).

Adapun definisi ekohidrolik adalah konsep atau kajian yang mengintegrasikan antara proses fisik dan respon ekologi pada sungai, estuaria dan lahan basah. (Naiman et al. 2007). Konsep ekohidrolik bertujuan untuk menjaga kestabilan dari fungsi morfologi, ekologi, maupun hidrolik sungai sehingga banjir yang terjadi dapat diatasi. Komponen ekologi dan hidrolik suatu sungai atau wilayah keairan mempunyai keterkaitan yang saling berpengaruh positif. Misalnya guna menanggulangi banjir, maka komponen ekologi sepanjang alur sungai dapat dimanfaatkan sebagai komponen retensi hidrolik yang menahan aliran air, sehingga terjadi peredaman banjir sepanjang alur sungai. Sebaliknya dengan banyaknya genangan retensi lokal di sepanjang sungai akan meningkatkan kualitas ekologi sungai tersebut (Maryono 2005).

(12)

2

Perumusan Masalah

Adanya debit banjir yang melebihi tepi tanggul sungai bagian hilir, sehingga menyebabkan banjir. Penelitian ini dilakukan untuk merancang konsep ekohidrolik pada morfologi sungai simetris dalam pengendalian banjir. Permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penanaman vegetasi terhadap besarnya debit banjir aliran?

2. Bagaimana rancangan penanaman vegetasi bambu pada bantaran sungai dengan konsep ekohidrolik untuk pengendalian banjir di Sungai Bagian hilir?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji pengaruh penanaman vegetasi terhadap tinggi muka air aliran. 2. Membuat rancangan ekohidrolik dalam pengendalian banjir di Sungai

Barabai bagian hilir.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai konsep ekohidrolik yang sesuai untuk Sungai Barabai dalam menangani banjir.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam menangani banjir.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian dideskripsikan secara singkat sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilaksanakan di Lab Hidrolika dan Hidrodinamika, Kampus IPB Dramaga, Bogor dengan merancang model ekohidrolik untuk menentukan pengaruh tanaman vegetasi terhadap tinggi muka air.

(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Sungai

Kondisi geografi banyak menentukan letak dan bentuk alur sungai memanjang dan melintang. Ekologi menentukan tampang melintang dan keragaman hayati serta faktor resistensi sungai. Sedangkan hidrologi menentukan besar kecil dan frekuensi aliran air di sungai. Morfologi sungai menggambarkan keterpaduan antara karakteristik abiotik (fisik-hidrologi, hidraulika, sedimen, dan lain-lain) dan karakteristik biotik (biologi atau ekologi, flora dan fauna) daerah yang dilaluinya. Faktor yang berpengaruh terhadap morfologi sungai tidak hanya faktor abiotik dan biotik namun juga campur tangan manusia dalam aktivitasnya mengadakan pembangunan-pembangunan di wilayah sungai (sosio-antropogenik). Pengaruh campur tangan manusia ini dapat emngakibatkan perubahan morfologi sungai yang jauh lebih cepat daripada pengaruh alamiah abiotik dan biotik (Maryono 2005).

Ekohidrolik

Maryono (2005) menguraikan bahwa pengelolaan sungai secara ekohidrolik ditujukan untuk melestarikan komponen ekologi di lingkungan sungai dalam rekayasa hidrolik. Penerapan konsep ekohidrolik pada sungai sebagai perlindungan dari erosi tebing sungai yaitu dengan pembuatan riparian buffer strips atau penanaman vegetasi pada bantaran sungai. Pengelolaan sungai dengan konsep ekohidrolik (ecological hydraulics) bukan saja bertujuan untuk melestarikan komponen ekologi di lingkungan sungai, namun juga untuk memanfaatkan komponen ekologi sungai dalam rekayasa hidrolik. Komponen ekologi dan hidrolik suatu sungai atau wilayah keairan mempunyai keterkaitan yang saling berpengaruh positif.

Dalam penanggulangan banjir dengan konsep ekohidrolik dikenal kunci pokok penyelesaian banjir, yaitu bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS), Wilayah Sungai (WS), Sempadan Sungai (SS), dan Badan Sungai (BS) harus dipandang sebagai kesatuan sistem dan ekosistem ekologi hidraulik yang integral. Penyelesaian banjir harus dilakukan secara komprehensif dengan metode menahan atau meretensi air di DAS bagian hulu, tengah dan hilir, serta menahan air di sepanjang wilayah sungai, sempadan sungai, dan badan sungai di bagian hulu, tengah dan hilir.

Fungsi Ekologi Daerah Bantaran Sungai

Bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir, sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, ditambah lebar bantaran ekologis dan lebar keamanan yang diperlukan kaitannya dengan letak sungai (misal areal permukiman-non permukiman). Sempadan sungai merupakan daerah ekologi dan hidraulis sungai yang penting (Maryono 2005).

(14)

4

yang tidak dapat bergerak. Aspek hidraulik dan ekologi di wilayah sungai mempunyai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan (mutual connection). Semakin baik kondisi ekologi wilayah sungai maka kondisi hidrauliknya semakin baik dalam arti kemungkinan banjir besar semakin rendah, dan kemungkinan terjadinya pendangkalan akibat sedimentasi di bagian hilir semakin rendah. Sebaliknya jika kondisi hidraulik sungai tidak baik seperti retensi alamiah sungai sangat rendah yang berakibat aliran air sungai terlalu cepat dan menyebabkan banjir di bagian hilir, erosi bagian hulu, dan endapan di bagian hilir, maka akan berakibat terjadinya kerusakan habitat flora dan fauna (Maryono 2005). Komponen ekologi sepanjang alur sungai dapat dimanfaatkan sebagai komponen retensi hidrolik yang menahan aliran air, sehingga terjadi peredaman banjir sepanjang alur sungai. Sebaliknya dengan banyaknya genangan retensi lokal di sepanjang sungain akan meningkatkan kualitas ekologi sungai tersebut (Maryono 2008).

Vegetasi pada bantaran sungai berpengaruh terhadap proses pengendapan dan pencegahan terhadap erosi. Vegetasi tebing sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai dari gempuran arus air, dari energi mekanik hujan dan dari peresapan air ke pori-pori rekahan tebing sungai. Ranting dan cabang serta daun-daun tumbuhan dipinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan. Komponen vegetasi dapat meningkatkan turbulensi aliran sehingga energi aliran air dapat diredam. Perakaran tanaman berfungsi sebagai komponen stabilitas tebing sungai dan sebagai barrier (penangkal) untuk mengurangi erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari aliran permukaan (Maryono 2005).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Maret hingga Agustus 2015. Lokasi studi kasus penelitian berada di Sungai Barabai yang melewati Desa Alat Ujung dan Desa Alat, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Pengolahan data dan pengujian model dilakukan di Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu laptop yang telah dilengkapi dengan Software yaitu Microsoft Word 2007 dan Microsoft Excel 2007, point gauge, Open Channel, cutter, penggaris, sterofoam, tanaman bambu, tanah liat, pasir, lem, dan plastik pembungkus, serta data sekunder seperti lebar sungai, debit sungai, lebar sempadan dan kemiringan saluran.

Prosedur Penelitian

(15)

5 1:110. Model ekohidrolik tersebut diuji di saluran terbuka dengan mengukur tinggi muka air untuk jarak tanam dan debit banjir rencana yang berbeda. Langkah-langkah penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema pelaksanaan penelitian Pengolahan dan Analisis Data

Rancangan Ekohidrolik Pengendalian Banjir

Selesai Mulai

Penyiapan Alat

Pembuatan Model

Pemasangan model di Laboratorium

Pengukuran Tinggi Muka Air pada Model

Jarak Tanam 2x2

Tunggal

Jarak Tanam 2x2

Rumpun Jarak

(16)

6

Gambar 2 Rancangan ekohidrolik

Penelitian dimulai dengan membuat model ekohidrolik berdasarkan data primer dan data sekunder dengan skala 1:110 menggunakan sterofoam. Panjang lokasi model sungai yang dibuat yaitu 6 m. Bantaran sungai pada bantaran banjir ditanami vegetasi bambu dengan tinggi 8 cm dan diameter 0,1 cm. Tanaman bambu yang ditanam pada bantaran banjir sepanjang 4 m yang dimulai pada jarak 1 m hingga 5 m dari model sungai. Bagian awal dan akhir model sungai tidak ditanami bambu dengan panjang 1 m (Gambar 3), hal ini dilakukan untuk mengetahui efek dari sebelum dan sesudah ditanami bambu pada bantaran banjir.

Gambar 3 Skema model ekohidrolik (tampak atas) Rancangan ekohidrolik

Kekasaran daerah interaksi (kT)

Diameter vegetasi

Parameter Vegetasi (B)

Diameter vegetasi (dp) Lebar maksimum

daerah interaksi pada bantaran bervegetasi

(bII max)

Hambatan karena vegetasi (λ)

Lebar bantaran (b), Luas penampang basah, keliling basah (P), kemiringan saluran

(17)

7 Percobaan dilakukan dengan mengukur tinggi muka air banjir pada jarak tanam tunggal 2x1, 2x2, dan rumpun 2x2 dengan panjang penanaman 4 m ditanamai tanaman dan 2 m dengan perlakuan tanpa ditanami tanaman yang dipasang diawal dan akhir model, ilustrasi percobaan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4 Ilustrasi model ekohidrolik jarak tanam 2x1 tampak atas

Gambar 5 Ilustrasi model ekohidrolik jarak tanam 2x2 tampak atas

Perhitungan muka air banjir dilakukan berdasarkan debit banjir rencana 5 tahunan, 25 tahunan dan 50 tahunan, dapat dilihat pada Gambar 6. Pengukuran tinggi muka air dilakukan menggunakan Point gauge tiap jarak 20 cm sepanjang model sungai.

(18)

8

Analisis Data

Nilai kekasaran pada bantaran sungai akibat adanya vegetasi dihitung dengan rumus (Maryono 2005):

= . + , . (1)

Keterangan:

c : Koefisien komposisi vegetasi

bIImax : Lebar bantaran sungai maksimum (m) dp : diameter vegetasi (m)

Harga koefisien tergantung dari komposisi vegetasi yang ada dan dapat didekati dengan rumus (Maryono 2005) sebagai berikut :

= , – , / + , / , (2)

dan parameter vegetasi B dapat didekati dengan rumus (Maryono 2005):

= − . (3)

Keterangan :

ax : jarak antar vegetasi arah melintang (m) ay : jarak antar vegetasi arah memanjang (m) dp : diameter vegetasi (m)

Koefisien hambatan dapat dihitung dengan rumus di bawah berikut (Maryono 2005):

√ = − , , (4)

Keterangan

λ : hambatan karena bentuk vegetasi kT : kekasaran bantaran sungai

Kecepatan aliran dapat dihitung berdasarkan rumus Darcy Weisbach (Maryono 2005) berikut:

= (5)

Keterangan:

(19)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Sungai Barabai

Panjang Sungai Berabai 75.333 km, mengalir dari pegunungan Meratus di wilayah Kecamatan Hantakan melalui Kecamatan Batu Benawa dan melalui pusat Kota Barabai lalu bermuara daerah rawa Pahalatan – Danau Bangkau. Karena melalui Kota Barabai, maka aliran sungai ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat perkotaan Barabai, khususnya saat musim penghujan dimana aliran ini sering meluap dan menggenangi permukiman di Kota Barabai. Untuk mengurangi lama genangan banjir di wilayah Kota Barabai dibuat kanal banjir yang memecah aliran Sungai Barabai di Pagat Kecamatan Batu Benawa menuju Sungai Pantai Hambawang Kecamatan Labuan Amas Selatan. Pada musim hujan debit air Sungai Barabai lebih kecil dari Sungai Batang Alai, yaitu 6,2 m3/detik dan pada musim kemarau hanya 2,4 m3/detik (BPS HST 2011).

Gambar 7 Lokasi Penelitian Sumber : BPS HST (2015)

(20)

10

Morfologi Sungai Simetris

Morfologi sungai menggambarkan keterpaduan antara karakteristik abiotik (fisik-hidrologi, hidraulika, dan sedimen) dan karakteristik biotik (biologi atau ekologi, flora dan fauna) daerah yang dilaluinya. Faktor yang berpengaruh terhadap morfologi sungai tidak hanya faktor abiotik dan biotik namun juga campur tangan manusia dalam aktivitasnya mengadakan pembangunan-pembangunan di wilayah sungai (sosio-antropogenik). Pengaruh campur tangan manusia ini dapat mengakibatkan perubahan morfologi sungai yang jauh lebih cepat daripada pengaruh alamiah abiotik dan biotik (Maryono 2005).

Gambar 8 Kondisi penampang sungai di Desa Alat Ujung Sumber : Hayati et al. (2014)

Gambar 9 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat Ujung

Gambar 8 merupakan morfologi melintang Sungai Barabai yang berada di Desa Alat Ujung. Lebar bantaran yang tersedia adalah 7,5 meter di bagian kiri maupun kanan. Namun, karena adanya pemukiman penduduk pada bantaran kiri sungai maka tanaman bambu ditanam sepanjang 3 m di bantaran kiri sungai dan 6 m di bantaran kanan sungai (Gambar 9). Luas penampang hasil perhitungan diperoleh sebesar 112,12 m2 dan keliling basah penampang sebesar 44,42 meter.

(21)

11

Gambar 11 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat

Gambar 10 merupakan morfologi melintang Sungai Barabai yang berada di Desa Alat. Lebar bantaran yang tersedia adalah 6 m bagian kanan sungai, namun tanaman bambu yang ditanam pada bantaran banjir bagian kanan hanya 3 m. Hal ini disebabkan adanya pemukiman pennduduk yang berada di daerah bantaran banjir. Bagian kiri sungai merupakan daerah beronjong sehingga tidak bisa ditanami vegetasi. Sungai yang melintasi Desa Alat termasuk pada kategori sungai besar dan tidak bertanggul. Jarak bantaran banjir yang ada berada di wilayah pemukiman penduduk dengan jarak dari tepi sungai dalam kondisi muka air normal 6,5 m. Luas penampang hasil perhitungan diperoleh sebesar 89,84 m2 dan keliling basah penampang sebesar 33,64 m. Berdasarkan Kepres No.32/1990 dan PP No.47/1997 lebar sempadan pada sungai besar di luar permukiman minimal seratus meter dan pada anak sungai besar minimal 50 m di kedua sisinya. Di daerah permukiman lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk dibangun jalan inspeksi (Kepres No.32/1990 dan PP No.47/1997). Sementara itu PP No.47/1997 menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul di luar daerah permukiman adalah lebih dari lima meter sepanjang kaki tanggul. Lebar sempadan sungai yang tidak bertanggul di luar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam (PP No. 35 tahun 1991).

(22)

12

Pengukuran Laboratorium

Berdasarkan pengukuran laboratorium diperoleh nilai perbedaan tinggi muka air tiap pengukuran. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari kekasaran saluran dan kekasaran vegetasi pada bantaran sungai.

Gambar 12 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat Ujung Gambar 12 merupakan grafik tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 m di Desa Alat Ujung. Tinggi muka air pada jarak 60 - 100 m merupakan lahan tanpa adanya vegetasi pada bantaran banjir, sedang pada jarak 100 – 420 m merupakan lahan ditanami vegetasi pada bantaran banjir. Terjadi penurunan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,084 m. Penurunan tinggi muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar 0,087 m dan pada debit banjir 50 tahun terjadi penurunan tinggi muka air sebesar 0,123 m.

Gambar 13 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat Ujung

(23)

13 Gambar 13 merupakan grafik tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 m Desa Alat Ujung. Tinggi muka air pada jarak 60 - 100 m merupakan lahan tanpa adanya vegetasi pada bantaran banjir, sedangkan pada jarak 100 – 420 m merupakan lahan yang telah ditanami vegetasi pada bantaran banjir. Terjadi penurunan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,107 m. Penurunan tinggi muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar 0,067 m, dan pada debit banjir 50 tahun terjadi penurunan tinggi muka air sebesar 0,099 m.

Gambar 14 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat Ujung Gambar 14 merupakan tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun. Sama seperti gambar sebelumnya tinggi muka air pada jarak 60 - 100 m merupakan lahan tanpa vegetasi, sedangkan pada jarak 100 – 420 m merupakan lahan yang telah ditanami vegetasi. Tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 1,46 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 1,39 m. Penurunan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,07 m. Tinggi muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar 2,655 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 2,516 m. Penurunan tinggi muka air yang terjadi pada debit banjir 25 tahun sebesar 0,139 m. Pada debit banjir 50 tahun tinggi muka air pada jarak 50 m sebesar 3,662 m dan pada jarak 420 m tinggi muka air 3,512 m, berarti terjadi penurunan tinggi muka air sebesar 0,15 m.

Dapat dilihat pada jarak tanam 2x2 tunggal tinggi muka air relatif tinggi namun penurunan yang terjadi lebih kecil dibandingkan pada jarak tanam 2x1. Hal ini disebabkan semakin sedikit vegetasi yang terdapat pada bantaran sungai maka semakin kecil pengaruhnya terhadap retensi tinggi muka air. Penurunan tinggi muka air tanaman rumpun 2x2 m lebih signifikan dibandingkan dengan tanaman tunggal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari diameter tanaman rumpun. Semakin besar diameter vegetasi maka akan terjadi proses kehilangan energi yang besar akibat gesekan kecepatan terhadap vegetasi dan penampang saluran sehingga terjadi reduksi kecepatan dan tinggi muka air.

(24)

14

Gambar 15 Tinggi muka air pada jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat

Gambar 16 Tinggi muka air pada jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat

Gambar 16 merupakan grafik tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 m di Desa Alat. Tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,863 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 0,739 m. Tinggi muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar 2,331 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 2,142 m. Pada debit banjir 50 tahun tinggi muka air pada jarak 50 m sebesar 3,305 dan pada jarak 420 m tinggi muka air 3,173 m. Dapat dilihat pada jarak tanam 2x2 tinggi muka air relatif tinggi dibandingkan pada jarak tanam 2x1 hal ini disebabkan semakin sedikit vegetasi yang terdapat pada bantaran sungai maka semakin kecil pengaruhnya terhadap retensi tinggi muka air.

(25)

15

Gambar 17 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat

Gambar 17 menunjukkan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 1,691 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 1,503 m. Tinggi muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar 3,070 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 2,834 m. Pada debit banjir 50 tahun tinggi muka air pada jarak 50 m sebesar 3,479 m dan pada jarak 420 m tinggi muka air 3,301 m. Gambar 17 menunjukkan bahwa terjadi penurunan tinggi muka air yang signifikan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari tanaman bambu yang di tanam rumpun pada bantaran banjir terhadap debit aliran. Semakin besar diameter tanaman, maka semakin tinggi kekasaran daerah bantaran sungai, sehingga terjadi penurunan tinggi muka air.

Berdasarkan hasil pengukuran tinggi muka air pada jarak tanam 2x2 lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam 2x1, namun penurunan yang terjadi tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan pada jarak tanam 2x1 tanaman lebih rapat sehingga kekasaran hambatan vegetasinya besar dan berpengaruh dalam menurunkan tinggi muka air. Penurunan tinggi muka air tanaman rumpun 2x2 lebih signifikan dibandingkan dengan tanaman tunggal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari diameter tanaman rumpun. Semakin besar diameter vegetasi maka akan terjadi proses kehilangan energi yang besar akibat gesekan kecepatan terhadap vegetasi dan penampang saluran sehingga terjadi reduksi kecepatan dan tinggi muka air.

Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat dilihat adanya perbedaan ketinggian pada pengukuran pertama, kedua dan ketiga. Perbedaan ketinggian tersebut disebabkan adanya perbedaan debit banjir rencana yaitu 5 tahun, 25 tahun, dan 50 tahun. Pada debit banjir 50 tahunan terjadi penurunan tinggi muka air yang besar. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari interaksi aliran pada bantaran bervegetasi serta proses kehilangan energi kinetik akibat gesekan kecepatan antar tampang vegetasi. Aliran yang relatif cepat pada sungai utama mendesak ke daerah bantaran bervegetasi dan keluar dengan kecepatan yang relatif lebih rendah sehingga terjadi penurunan tinggi muka air yang besar.

Riparian pada suatu DAS terdiri dari kumpulan vegetasi yang berdekatan, dan dipengaruhi langsung oleh aliran sungai kecil, sungai, atau danau. Vegetasi pada riparian memperkuat pingiran sungai, membantu mencegah erosi dan

(26)

16

memelihara aliran sungai, serta menjaga kejernihan air. Vegetasi ini membatasi kontaminasi air, menyaring kecepatan air dan mengumpulkan sedimen dalam jumlah besar. Kondisi riparian yang baik menciptakan koridor untuk hewan yang dipengaruhi langsung oleh ekologi sungai. Riparian merupakan area dengan lingkungan yang unik posisinya di dalam lanskap yang merupakan zona ekoton antara darat dan perairan dan merupakan koridor suatu wilayah (Maryono 2008).

Pengendalian banjir dengan konsep ekohidrolik dirancang dengan menentukan kekasaran hambatan vegetasi tanaman bambu, parameter vegetasi, dan kekasaran saluran. Tingkat kekasaran bantaran dipengaruhi oleh diameter vegetasi, jarak tanaman dan lebar bantaran sungai. Komponen vegetasi dapat meningkatkan turbulensi aliran hingga energi aliran air dapat diredam. Vegetasi pinggir sungai dapat berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah aliran sekunder memanjang sungai (Pertiwi et al. 2011a).

Efektivitas Vegetasi untuk Pendekatan Ekohidrolik

Diameter vegetasi sangat mempengaruhi dalam mereduksi kecepatan aliran air sungai. Pengelolaan sungai dengan konsep ekohidrolik bukan saja bertujuan untuk melestarikan komponen ekologi di lingkungan sungai, namun juga untuk memanfaatkan komponen ekologi sungai dalam rekayasa hidrolik (Maryono 2008). Berdasarkan hasil pengukuran tinggi muka air yang telah dilakukan diperoleh nilai persamaan grafik yang bisa digunakan untuk penerapan dalam pengurangan tinggi muka air dengan cara penambahan panjang jarak di sungai.

(27)

17 Tabel 2 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 25 tahun pada Desa Alat Ujung Debit

Tabel 3 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 50 tahun pada Desa Alat Ujung Debit

(28)

18

Tabel 4 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 5 tahun pada Desa Alat Debit

(29)

19 Tabel 6 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 50 Tahun pada Desa Alat Debit

Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan panjang penanaman bambu dalam menurunkan tinggi muka air di Desa Alat. Panjang penanaman jarak tanam 2x2 rumpun lebih pendek dibandingkan tanaman tunggal. Hal ini disebabkan diameter tanaman rumpun lebih besar dibandingkan tanaman tunggal sehingga lebih besar pengaruhnya dalam menurunkan tinggi muka air dan panjang penanaman bisa lebih pendek. Dapat dilihat adanya perbedaan panjang penanaman yang dilakukan pada ketiga debit banjir rencana. Hal ini disebabkan perbedaan besar debit rencana banjir. Semakin besar debit rencana banjir maka semakin panjang penanaman yang dilakukan dalam menurunkan tinggi muka air. Berdasarkan perbedaan panjang penanaman tersebut dapat disimpulkan penanaman tanaman rumpun 2x2 lebih efektif dalam menurunkan tinggi muka air, karena diameter tanaman rumpun lebih besar daripada tanaman tunggal sehingga kekasaran vegetasi lebih besar dan berpengaruh dalam menurunkan tinggi muka air dan panjang penanaman tanaman yang ditanam tidak terlalu panjang.

Penerapan dan Aplikasi Ekohidrolik di Lapangan

Disain pengelolaan sungai secara ekohidrolik yaitu melakukan penataan bantaran dengan vegetasi tanaman atau menjadikan bantaran sungai sebagai areal banjir. Adapun pengaruh vegetasi pada bantaran sungai tergantung pada tingkat

kekasarannya (Pertiwi et al. 2011b). Pengelolaan sungai dengan konsep

(30)

20

dengan panjang penanaman 2000 m di Desa Alat Ujung dan 1000 m di Desa Alat. Gambar 18 menunjukkan bahwa tinggi muka air pada Q 50 tahunan sebesar 3,7 m dapat diturunkan dengan panjang penanaman 2000 m menjadi tinggi muka air Q 25 tahunan sebesar 2,75 m.

Tabel 7 Aplikasi ekohidrolik pada Q 50 tahun 2x2 rumpun (h = 3,7 m) Desa Alat Ujung

Daya Tampung

Debit banjir h Target (m)

Panjang penanaman (m)

Q 25 Th 2,75 2000

Q 5 Th 1,46 4600

Q Normal 0,98 5600

Tabel 8 Aplikasi ekohidrolik pada Q 50 tahun 2x2 rumpun (h= 3,56 m) Desa Alat Daya Tampung

Debit banjir h Target (m)

Panjang penanaman (m)

Q 25 Th 3,04 1000

Q 5 Th 1,72 3100

Q Normal 0,89 4450

Gambar 18 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi banjir Q 25 tahun di Desa Alat Ujung

Gambar 19 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi banjir Q 5 tahun di Desa Alat Ujung

(31)

21 tinggi muka air pada Q 50 tahunan sebesar 3,7 m dapat diturunkan dengan panjang penanaman 5600 m menjadi tinggi muka air Q 25 tahunan sebesar 0,98 m.

Gambar 20 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat Ujung

Gambar 21 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 25 tahun di Desa Alat

Gambar 21 menunjukkan bahwa tinggi muka air debit banjir 50 tahunan yaitu 3,56 m dapat diturunkan menjadi tinggi muka air debit banjir 25 tahunan dengan panjang penanaman 1000 m. Gambar 22 menunjukkan bahwa tinggi muka air debit banjir 50 tahunan yaitu 3,56 m dapat diturunkan menjadi tinggi muka air debit banjir 5 tahunan 1,72 m dengan panjang penanaman 3100 m.

(32)

22

Gambar 23 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat Gambar 23 menunjukkan bahwa tinggi muka air debit banjir 50 tahunan yaitu 3,56 m dapat diturunkan menjadi tinggi muka air normal 0,89 m dengan panjang penanaman 4450 m. Berdasarkan hasil analisis rancangan ekohidrolik pada Sungai Barabai tepatnya di Desa Alat Ujung dan Desa Alat menunjukkan bahwa penataan bantaran sungai dengan menanam vegetasi berupa tanaman bambu dapat diterapkan di lapangan dalam menurunkan tinggi muka air untuk mengurangi debit banjir. Konsep ekohidrolik menunjukkan bahwa distribusi banjir dapat dicapai yaitu dengan banjir Q 50 tahun yang terjadi di daerah hulu menjadi banjir Q 25 tahun, Q 5 tahun dan Q normal di bagian hilir.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Semakin besar diameter vegetasi pada bantaran banjir maka semakin besar

nilai kekasaran vegetasi sehingga dapat menurunkan tinggi muka air lebih cepat. Vegetasi dengan jarak tanam 2x2 rumpun lebih besar pengaruhnya dalam menurunkan tinggi muka air dibandingkan dengan jarak tanam 2x1 dan 2x2 tunggal.

2. Rancangan ekohidrolik pada Sungai Barabai menunjukkan bahwa penataan bantaran sungai dengan debit banjir 50 tahunan dapat diterapkan di lapangan dengan cara menambahkan panjang penanaman vegetasi dalam menurunkan tinggi muka air menjadi tinggi muka air saat debit banjir 25 tahunan, 5 tahunan dan dalam keadaan normal.

Saran

(33)

23

DAFTAR PUSTAKA

[BPS HST] Badan Pusat Statistik, Hulu Sungai Tengah. 2011. Statistik Daerah Kecamatan Barabai 2011. Barabai (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

[BPS HST] Badan Pusat Statistik Hulu Sungai Tengah. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Barabai 2015. Barabai (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Hayati F, Agoes HF, Julianoor PNE. 2014. Tinjauan Bantaran Banjir Aktual Terhadap PP No.38 Tahun 2011 Dan Peraturan Menteri PU NO.63 Tahun 1993 Di Sungai Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah

.

Jurnal Poros Teknik.6(2):55-102.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Maryono A. 2005. Eko Hidraulik Pembangunan Sungai (Edisi Kedua). Magister Teknik Program Pascasarjana. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Maryono A. 2008. Eko-Hidraulik Pengelolaan Sungai Ramah Lingkungan.

Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Naiman, R.I. Bunn, S.E. Hiwasaki, L. Mc.Clain, E.M. Vorosmarty,C.J. Zalewski.M. 2007. The Science of Flow Ecology Relationship. Clanfying Key Terms and Concepts. Paper Presented at the Earth System Science Partnership Open Science Conference, Beijing.

Pertiwi N, Sapei A, Yanuar M JP, Wayan IA. 2011a. Analisis Ekohidrolik dalam Pengendalian Banjir Studi Kasus di Sungai Lawo Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan. Jurnal Hidrosfir Indonesia, 6(2): 61-112.

Pertiwi N, Sapei A, Yanuar M JP, Wayan IA. 2011b. Penggunaan Konsep Ekohidrolik Sebagai Upaya Pengendalian Bencana Wilayah Pemukiman Pada Bantaran Sungai Lawo Kabupaten Soppeng. Jurnal Forum Bangunan, 9(1): 26-33.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.

(34)

24

(35)

25 Lampiran 1 Grafik Tinggi muka air di Desa Alat Ujung

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

(36)

26

Lampiran 1. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

(37)

27 Lampiran 1. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

(38)

28

Lampiran 2 Grafik tinggi muka air di Desa Alat

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

(39)

29 Lampiran 2. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

(40)

30

Lampiran 2. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

(41)

31 Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian

Model sungai lokasi1 Desa Alat Ujung

Pengukuran tinggi muka air Pada Lokasi 1 Desa Alat Ujung

(42)

32

Pemasangan model sungai lokasi 2 Desa Alat

Bentuk aliran tampak atas

(43)

33

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Skema pelaksanaan penelitian
Gambar 2 Rancangan ekohidrolik
Gambar 4 Ilustrasi model ekohidrolik jarak tanam 2x1 tampak atas
Gambar 7 Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Di MAN Kunir Kabupaten Blitar. Upaya yang ditempuh guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa pada. mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Di

Wina, (2009), Strategi Pembelajaran berorientasi standar Proses pendidikan , Kencana Prenada Media grup,

Air dan elektrolit Kalium Hidroksida yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 6 liter dengan variabel proses berupa variabel berubah yaitu variasi konsentrasi

– Sequence diagram emphasize time ordering – Communication diagrams make object

Produk kebijakan yang meliputi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) yang menjadi sebagian dari landasan

Kemudian dilakukan E.elaah banding E.erhadap 1aju pelaruE.an aseE.osal dari

Metode branch and cut merupakan suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah linear programming yang menghasilkan berupa penyelesaian dalam bentuk

Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.18 Tahun 1991 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Universitas