AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI
NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS
SPRAGUE DAWLEY
YANG DI INDUKSI
STREPTOZOTOSIN
IRMA RAHMAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak pada Tikus
Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Irma Rahmayani
RINGKASAN
IRMA RAHMAYANI. Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak Pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan MEGA SAFITHRI.
Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia pada tikus dapat disebabkan oleh induksi senyawa kimia seperti streptozotosin melalui perusakan DNA sel beta pankreas. Penggunaan obat sintesis yang biasa digunakan memiliki kelemahan diantaranya adalah menimbulkan efek samping pada lambung. Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional seperti temulawak dapat menjadi alternatif untuk mengatasi hal tersebut.
Temulawak memiliki komponen bioaktif salah satunya adalah kurkuminoid. Kurkuminoid diketahui memiliki berbagai aktivitas diantaranya sebagai antidiabetes. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan dan kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun bioavailabilitas kurkuminoid diketahui sangat rendah. Rendahnya bioavailabilitas yang dimiliki kurkuminoid dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel lemak padat. Nanopartikel lemak padat memiliki beberapa keuntungan diantaranya luas permukaan yang besar, ukuran yang kecil, dan kapasitas pemuatan obat yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Kurkuminoid yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang digunakan berupa karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat badan, pengukuran kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.
Total rendemen ekstrak kurkuminoid yang diperoleh dari 100 gram serbuk temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol adalah 8.32%. Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa komponen utama sampel terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Ukuran partikel dan nilai indeks polidispersitas (IP) dianalisis menggunakan alat particle size analizer
dengan hasil ukuran sebesar 523.5 nm dan IP 0.218. Efisiensi penjerapan yang diperoleh sebesar 24.2%.
Bobot badan tikus yang diberi streptozotosin mengalami penurunan hingga akhir perlakuan. Kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb mengalami penurunan bobot badan terendah yaitu sebesar 15.47%. Sesuai dengan perolehan data bobot badan, kadar glukosa darah tikus kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb juga mengalami penurunan yang paling besar setelah perlakuan yaitu sebesar 30.93%. Kadar AST dan ALT darah tikus yang diberi perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid menunjukkan tidak terjadinya kerusakan pada organ hati tikus.
SUMMARY
IRMA RAHMAYANI. Antihyperglicemia Activity of Nanocurcuminoid Temulawak Emulsion in Streptozotocin - Induced Sprague Dawley Rats.
Supervised by LAKSMI AMBARSARI and MEGA SAFITHRI.
Diabetes mellitus is a disease caused by metabolic disorders, which is characterized by high blood glucose levels (hyperglycemia). Hyperglycemia in rats can be caused by chemical compounds induction such as streptozotosin through the destruction of pancreatic beta cell’s DNA. The synthetic drugs which used have drawbacks including the side effects on the stomach. Therefore, the use of traditional medicines such as temulawak can be an alternative to overcome it.
Temulawak has bioactive components, one of them is curcuminoid. Curcuminoid has a variety of activities such as anti-diabetic. Various studies have been conducted to prove the safety and the efficacy of curcuminoid at very high doses, but curcuminoid have a very low bioavailability. The low bioavailability of curcuminoid can be overcome by making solid lipid nanoparticles. Solid lipid nanoparticles has several advantages such as large surface area, small size, and high drug loading capacity.
This study aimed to examine the antihyperglicemia activity of nanocurcuminoid temulawak emulsion coated with palmitic acid made by homogenization-ultrasonication method in Sprague Dawley rats. The curcuminoid was extracted from the rhizome of temulawak with maceration method then analyzed by HPLC. The parameters in this study were the characteristic of nanocurcuminoid dosage, body weight, glucose level, and AST and ALT levels on bloods of rats. Yield total of curcuminoid extracts were obtained from 100 grams of temulawak powder with maceration method using ethanol 8.32%. The results of HPLC analysis showed that the main component of the sample consists of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. The particle size and polydispersity index values (IP) were analyzed by using a particle size analyzer, showed the particle size and IP value are 523.5 nm and 0.218, respectively. The entrapment efficiency obtained for 24.2%.
Body weight of rats, which induced with streptozotosin, decreased until the end of the treatment. In the group of nanocurcuminoid emulsion treatment with dose 10 mg/kg bw, the lowest body weight decrease in the hyperglycemia rats was 15.47%. In accordance with the data acquisition of body weight, blood glucose levels of the nanocurcuminoid emulsion treatment group with dose 10 mg/kg bw is also experiencing the greatest decline after treatment that is equal to 30.93%. The AST and ALT level in rat’s blood which treated with nanocurcuminoid emulsion showed no damage to liver organ of rats.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI
NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS
SPRAGUE DAWLEY
YANG DI INDUKSI
STREPTOZOTOSIN
IRMA RAHMAYANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin Nama : Irma Rahmayani
NIM : G851130261
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Laksmi Ambarsari, MS Ketua
Dr Mega Safithri, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biokimia
Prof Dr drh Maria Bintang, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah sistem penghantaran obat, dengan judul Aktivitas Antihiperglikmia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS dan Dr Mega Safithri, MSi selaku pembimbing, serta Waras Nurcholis, SSi, MSi yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Tidak lupa juga terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga dan teman-teman SPs IPB program studi Biokimia 2013 yang selalu mendukung penulis.
Penelitian ini di danai melalui Hibah Penelitian Batch I Program Penelitian Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun anggaran 2015 nomor : 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 yang diketuai oleh ibu Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS.
Penyusunan tesis ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penyusunan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penenlitian 3
Hipotesis Penelitian 3
METODE 4
Bahan 4
Alat 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Prosedur Penelitian 4
HASIL 8 Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak 8 Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak 8
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan 9 Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid
Temulawak 10
Kadar AST dan ALT Darah Tikus 12
PEMBAHASAN 14 Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak 14 Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak 14
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan 16
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid
Temulawak 17
Kadar AST dan ALT Darah Tikus 20
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 28
DAFTAR TABEL
1. Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan 10 2. Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan 12
DAFTAR GAMBAR
1. Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol 8
2. Sediaan emulsi nanokurkuminoid 9
3. Perubahan bobot badan tikus 9
4. Perubahan glukosa darah pada tikus 11
5. Aktivitas enzim AST terhadap kelompok perlakuan 12
6. Aktivitas enzim ALT terhadap kelompok perlakuan 13
7. Struktur (a) glukosa (b) N-asetil glukosamin (c) streptozotosin 17
8. Mekanisme kematian sel oleh induksi STZ 18
DAFTAR LAMPIRAN
1. Desain penelitian 28
2. Prosedur perlakuan pada hewan coba 29
3. Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer 30
4. Efisiensi penjerapan 31
5. Tabel konversi perhitungan dosis (Laurence & Bacharach, 1964) 32
6. Perhitungan dosis 33
7. Data bobot badan tikus selama perlakuan 34
8. Data glukosa darah tikus selama perlakuan 35
9. Analisis statistik bobot badan dan glukosa darah 36
10. Data kadar AST darah tikus 38
11. Data kadar ALT darah tikus 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Diabetes telah menjadi masalah kesehatan global yang mempengaruhi jutaan orang diseluruh dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan (Singh 2011). Data terbaru dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa 8.3% orang dewasa dari 382 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes, dan jumlah ini akan meningkat melampaui 592 juta dalam waktu kurang dari 25 tahun. Indonesia sendiri menempati posisi ke tujuh dengan angka penderita diabetes mencapai 8.5 juta jiwa setelah Cina, India, Amerika, Brazil, Rusia dan Meksiko (IDF 2013). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan pada tahun 2030 penderita diabetes di Indonesia diperkirakan akan mencapai 21.3 juta jiwa (DEPKES 2013).
Diabetes melitus dapat terjadi melalui perusakan DNA sel beta pankreas oleh senyawa kimia seperti streptozotosin (STZ). Di dalam sel beta pankreas, streptozotosin merusak DNA melalui donor oksida nitrat (NO). Perusakan DNA ini menstilmulasi ribosilasi poli ADP yang selanjutnya menyebabkan deplesi NAD+ dan ATP sehingga produksi insulin terganggu dan jumlah yang dihasilkan berkurang atau bahkan dapat menyebabkan apoptosis sel. Selain donor NO, STZ juga diketahui menghasilkan reactive oxygen spesies (ROS) yang juga berkontribusi terhadap kerusakan DNA. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah
penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Szkudelski 2001).
Berbagai upaya untuk mengatasi penyakit ini telah dilakukan, diantaranya dengan pengaturan pola makan, olah raga teratur (Malkawi 2012), penggunaan obat antidiabetes oral, serta suntikan insulin (Levich 2011). Seperti yang telah diketahui bahwa pemberian insulin secara intensif membutuhkan biaya yang relatif mahal. Penggunaan obat sintesis seperti golongan sulfonil dan biguanida juga tidak dapat menurunkan konsentrasi glukosa menjadi normal dan mengembalikan pola normal homeostatis glukosa secara permanen. Selain itu obat-obat tersebut juga memiliki kelemahan yaitu adanya efek samping pada lambung (Hussain 2002), sehingga perlu dicari alternatif lain yang secara alami mampu mengatasi masalah tersebut.
penelitiannya mengungkapkan bahwa senyawa kurkumin dalam kurkuminod dapat menghambat perkembangan penyakit diabetes dengan meningkatkan fungsi sel-β, mencegah kematian sel-β, serta mengurangi resitensi insulin pada hewan uji.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan dan kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun bioavailabilitas kurkuminoid diketahui sangat rendah seperti, metabolisme yang cepat, absorpsi yang rendah dan pengeluaran sistemik yang cepat (Anand et al. 2007). Kurkuminoid memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air yaitu sebesar 11 ng/mL pada pH asam maupun netral tetapi larut pada pH basa (Dutta and Ikiki 2013). Masalah ini dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel tersalut lemak padat (Mujib 2011). Nanopartikel lemak padat (solid lipid nanoparticle) adalah suatu sistem pembawa obat baru yang berbasis teknologi nanopartikel dengan kisaran diameter 50-1000 nm (Shi et al. 2012). Nanopartikel lemak padat diketahui memiliki keuntungan yang tinggi dalam meningkatkan pengisian obat, memungkinkan kontrol yang lebih baik terhadap kinetika pelepasan senyawa yang terenkapsulasi, meningkatkan bioavailabilitas senyawa-senyawa bioaktif yang terjerap, dan stabil digunakan dalam jangka waktu yang lama (Ghalandarlaki et al.
2014). Formulasi kurkumin kedalam nanopartikel lemak padat yang dilakukan Kakkar et al. (2011) menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang signifikan sehingga mampu memberikan efek terapi yang lebih baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Mujib tentang nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat menghasilkan nanopartikel dengan ukuran partikel kecil, seragam, kristalinitasnya baik dan efisiensi penjerapannya tinggi (>70%) dengan ukuran (199.03 ± 67.62) nm. Metode ini dikembangkan dengan metode homogenasi-ultrasonikasi pada amplitudo 20% selama 60 menit (Mujib 2011). Ayuningtyas (2013) dalam penelitiannya melakukan karakterisasi dan toksisitas akut nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat terhadap hewan uji. Pemberian nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat hingga dosis 5000 mg/kg BB pada hewan uji tidak termasuk dalam klasifikasi tosik (Ayuningtyas 2013). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas antihiperglikemia pada variasi dosis sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley.
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Parameter yang digunakan berupa karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat badan, pengukuran kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak yang dapat digunakan sebagai pengganti obat oral sintesis yang sudah ada.
Hipotesis Penelitian
METODE
Bahan
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley
yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) berumur 3 bulan, sehat, memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 200-300 gram. Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain simplisia temulawak yang berasal dari daerah Ciemas - Sukabumi, etanol 96%, n-heksana, asam palmitat (Merck), poloksamer 188 (BASF), air reverse osmosys (RO) dengan pH 7, Streptozotosin, glibenklamid.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain pengaduk magnet, neraca analitik, batch pemanas, hotplate, homogenizer (Ultra Turrax T18),
ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle size analyzer
(Delsa Nano C, Beckman Coulter), HPLC (Hitachi seri L-2000), coolbox,
glukometer, sonde oral, tabung Eppendorf, pipet mikro, syringe, mikrosentrifus (MIKRO 200R, Hettich Zentrifugen).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, Laboratorium Kimia Fisika Departemen Kimia, Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika dan Laboratorium Biokimia FMIPA IPB. Penelitian ini berlangsung dari Desember 2014 sampai Mei 2015.
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Kurkuminoid (Sutrisno et al. 2008)
Serbuk rimpang temulawak kering sebanyak 100 g diekstraksi secara maserasi dengan etanol 96% selama 24 jam. Ekstrak disaring dan filtratnya dikumpulkan. Ekstrak etanol hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n-heksana (1:1). Fraksi etanol kemudian dipekatkan dengan penguap putar (rotary evaporator).
5
Analisis Kurkuminoid Rimpang Temulawak dengan HPLC (Jayaprakasha et al. 2002)
Sebanyak 0.05 g sampel ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 mL metanol. Larutan disaring dengan kertas saring 0.45 µm, kemudian dimasukkan ke dalam vial HPLC. Sebanyak 20 µL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Standar kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase diam yang digunakan adalah senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah metanol. Panjang diameter kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 254 nm, dan menggunakan detektor UV.
Pembuatan Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat (Mujib 2011 dan Ekaputra 2013)
Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g pasta kurkuminoid dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk dengan ultrasonikator di dalam batch pemanas. Fase berair yang terdiri atas 0.5 g poloksamer 188 dan 100 mL air reverse osmosys (RO) dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk menggunakan stirer magnetik. Fase lemak kemudian didispersikan ke dalam fase berair. Campuran fase lemak dan fase berair lalu diaduk di atas hotplate dengan stirer magnetik pada suhu 750 C. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama lima menit. Emulsi nanokurkuminoid yang diperoleh lalu didinginkan pada suhu dingin, dengan cara ditempatkan pada wadah berisi air dan es batu. Sebanyak 20 mL emulsi nanokurkuminoid diambil dari stok awal, diletakkan ke dalam botol kaca kecil untuk diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 1 jam. Hal ini dilakukan hingga semua emulsi nanokurkuminoid tersonikasi. Emulsi yang dihasilkan kemudian diukur ukuran partikelnya menggunakan particle size analyzer (PSA) berdasarkan distribusi jumlah.
Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008)
Larutan standar kurkuminoid dibuat dari ekstrak kurkuminoid yang dilarutkan dalam larutan campuran. Larutan campuran dibuat dari metanol dan air dengan perbandingan 8:1. Deret standar kurkuminoid dibuat menggunakan larutan standar kurkuminoid. Nanokurkuminoid yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm (18.626×g) pada suhu 40C selama 40 menit dan supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan larutan campuran untuk mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan supernatan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 426.58 nm. Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid.
Hewan Percobaan (Rauter et al. 2009)
Tikus putih jantan galur Sprague dawley berusia 12 minggu di dapat dari Pusat Studi Biofarmaka IPB. Sebelum percobaan dilakukan, tikus ditimbang berat badannya dan dilakukan pengambilan darah untuk baseline. Tikus dikandangkan pada jenis kandang biasa dari plastik secara kelompok. Kondisi gelap terang kandang diatur 12 jam gelap dan 12 jam terang, dengan suhu ruangan kandang 230C.
Rancangan Penelitian
Sebanyak 21 ekor tikus dibagi menjadi 7 kelompok secara acak. Kelompok normal (N) merupakan kelompok yang tidak diinduksi streptozotosin (STZ). Kelompok kontrol negatif (KN) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades. Kelompok kontrol positif (KP) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok obat komersil glibenklamid 5 mg/kg bb. Kelompok ekstrak (E) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak kurkuminoid 100 mg/kg bb. Kelompok NE 5, NE 10 dan NE 20 adalah kelompok tikus diabetes diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan berturut-turut dicekok sediaan emulsi nanokurkuminoid 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb dan 20 mg/kg bb. Pencekokan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Induksi streptozotosin dilakukan dengan cara menyuntikkan pada bagian intraperitonial rongga bawah perut tikus. Pencekokan dilakukan setelah 48 jam disuntik streptozotosin dan berakhir pada hari ke-14.
Pengukuran Kadar Glukosa Darah (Soemardji 2004)
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di hari ke-0, 4, 7, 11, dan 15. Tikus dipuasakan selama 16 jam dan dihangatkan dengan sinar matahari selama ±15 menit sebelum diambil darahnya. Pengambilan darah dilakukan melalui ekor. Ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian ujung ekor ditusuk pembuluh darahnya menggunakan jarum. Ekor tikus diurut hingga darah menetes. Tetesan darah yang diperoleh diteteskan di atas strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terukur setelah 10 detik dan dinyatakan dalam satuan mg/dL. Setiap pengambilan darah, tikus sebelumnya diukur berat badannya.
Penurunan glukosa darah
= glukosa darah hiperglikemia − glukosa darah akhirglukosa darah hiperglikemia x %
Analisis AST dan ALT darah tikus (IFCC 1986)
7
Tris (100 mmol/L), L-alanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)
Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada
tingkat kepercayaan λ5% dan taraf α = 0.05. Model rancangan tersebut adalah sebagai berikut.
Keterangan:
Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= Pengaruh rataan umum τ = Pengaruh rataan ke-i
εi = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan pada selang kepercayaan
λ5%, taraf α = 0.05. Semua data dianalisis dengan program SPSS 11.5.
HASIL
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan rimpang temulawak lokal Ciemas 100 gr dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n heksan dan selanjutnya dipekatkan dengan
rotary evaporator sehingga dihasilkan rendemen sebesar 8.32% dalam bentuk pasta.
Hasil analisis kromatogram HPLC menunjukkan terdapat tiga puncak utama dengan waktu retensi masing-masing 7.887 menit, 8.507 menit dan 9.153 menit (Gambar 1b). Hal tersebut sesuai dengan analisis HPLC kurkuminoid standar yang diisolasi dari kunyit (Curcuma longa) yang menunjukkan waktu retensi masing-masing 7.877 menit, 8.500 menit, dan 9.150 menit (Gambar 1a). Ketiga puncak kromatogram tersebut di identifikasi sebagai bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin (Jayaprakasha et al. 2002).
(a)
(b)
Gambar 1 Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
9
nanokurkuminoid diamati dari kestabilan emulsi yang tidak meng-agregat, sehingga dihasilkan emulsi yag homogen dan tidak terpisah (Gambar 2).
Gambar 2 Sediaan emulsi nanokurkuminoid
Analisis ukuran partikel dilakukan menggunakan alat particle size analyzer
(PSA) yang menghasilkan ukuran partikel nanokurkuminoid sebesar 523.5 nm. Hasil ini berada pada rentang ukuran submikron (50-1000 nm) yang dapat menjadi sistem pembawa koloid seperti nanopartikel. Keseragaman ukuran partikel dapat diketahui dengan menentukan nilai indeks polidispersitas (IP). Hasil penentuan IP dari nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah 0.218. Menurut Yadav et al. (2008) nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan ukuran partikel memiliki distribusi yang sempit. Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah sebesar 24.2%.
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan
Pemberian STZ menyebabkan penurunan bobot badan tikus hingga akhir perlakuan kecuali pada kelompok normal (Gambar 3). Penurunan bobot badan pada kelompok normal terjadi sampai hari ke-4 perlakuan. Setelah hari ke-7 sampai ke-15, bobot badan tikus kembali naik meskipun nilainya tidak berbeda nyata (p>0.05).
Persentase penurunan bobot badan tikus dihitung pada hari ke-7 dan ke-15. Tabel 1 menunjukkan, pada hari ke-7 perlakuan bobot badan tikus kelompok normal mengalami penurunan sebesar 3.82%. Kelompok kontrol negatif turun sebesar 9.43%. Penurunan bobot badan terbesar terjadi pada kelompok kontrol positif sebesar 13.61%. Pada kelompok ekstrak bobot badan tikus turun 10.42%. Penurunan bobot badan pada hari ke-7 sebesar 8.84%, 4.70% dan 9.56% terjadi pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan masing-masing dosis 5, 10, dan 20 mg/kg bobot badan.
Tabel 1 Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan Kelompok hari ke-15, namun secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) dari keadaan awal. Berbeda dengan kelompok normal, kelompok tikus yang diinduksi STZ cenderung mengalami penurunan bobot badan yang signifikan dari keadaan awal. Penurunan bobot badan tertinggi terjadi pada kelompok kontrol negatif dan ekstrak masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Kelompok kontrol positif terjadi penurunan bobot badan sebesar 22.68%. Untuk kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid masing-masing dosis 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb, dan 20 mg/kg bb penurunan bobot badan sebesar 24.53%, 15.47%, dan 23.77%. Penurunan bobot badan terendah terjadi pada kelompok nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan yang diberi sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan variasi dosis, memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif meskipun nilainya tidak berbeda nyata (p>0.05).
11
penurunannya tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kelompok yang lain. Pada kelompok perlakuan KN (kontrol negatif), tikus diinduksi STZ dan dicekok akuades yang digunakan sebagai pembanding untuk perlakuan yang tidak memberikan efek antidiabetes. Setelah pemberian STZ terjadi peningkatan glukosa darah sampai hari ke-7 perlakuan kemudian menurun pada hari ke-11 dan 15.
Gambar 4 Perubahan glukosa darah tikus. Normal, Kontrol Negatif, Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi Nanokurkuminoid ( : 5 mg/kg bb, : 10 mg/kg bb, : 20 mg/kg bb)
Tabel 2 Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan
Keterangan: Tanda negatif ( - ) menunjukkan peningkatan glukosa darah tikus
Kadar AST dan ALT Darah Tikus
Analisis fungsi hati dilakukan dengan mengambil darah tikus untuk melihat pengaruh berbagai perlakuan terhadap aktivitas enzim AST (Aspartat Amino Transferase) dan ALT (Alanin Amino Transferase). Selama masa perlakuan masing-masing kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak terdapat satu ekor tikus yang mengalami kematian. Pada masing-masing kelompok tersebut aktivitas AST beragam, bahkan kadarnya ada yang mencapai angka 0. Hal yang sama terjadi terhadap aktivitas ALT pada kelompok ekstrak (lampiran 8 & 9).
Aktivitas AST pada Gambar 5 terhadap seluruh kelompok perlakuan berada pada kisaran 0.44 - 56.75 U/L. Aktivitas AST terendah terdapat pada kelompok ekstrak, sedangkan aktivitas tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb. Pada kelompok normal aktivitas
.
13
AST sebesar 28.52 U/L. Hasil pengukran statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) pada nilai AST kelompok normal terhadap kelompok perlakuan nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb.
Aktivitas enzim ALT ditunjukkan pada Gambar 6. Kelompok kontrol positif memiliki aktivitas ALT tertinggi sebesar 42.35 U/L. Aktivitas ALT terendah terdapat pada kelompok ekstrak kurkuminoid sebesar 3.49 U/L. Kelompok normal aktivitas ALT sebesar 20.95 U/L, dan pada perlakuan nanokurkuminoid dosis 5, 10 dan 20 mg/kg bb masing-masing nilai ALT sebesar 28.52, 25.02 dan 33.46 U/L.
PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak
Metode yang digunakan dalam ekstraksi kurkuminoid temulawak dalam penilitian adalah metode maserasi. Metode maserasi digunakan karena lebih praktis dan efisien serta mampu menghasilkan kadar kurkuminoid yang lebih tinggi (Mujahid et al. 2012). Pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol. Etanol menurut Faraouq (2003) merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi simplisia tumbuhan untuk tujuan herbal dan mudah diuapkan. Hal ini didasarkan pada kemampuan pelarut-pelarut alkohol untuk meningkatkan permeabilitas dinding sel serta efisien dalam mengekstrak sejumlah besar komponen-komponen polar maupun semi polar. Hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n heksan dengan tujuan untuk menghilangkan minyak atsiri (Popuri 2013), selanjutnya dipekatkan dengan rotary ovaporator sehingga dihasilkan rendemen sebesar 8.32% dalam bentuk pasta.
Penetapan kandungan kukuminoid pada rimpang temulawak dilakukan dengan metode HPLC deteksi UV/VIS. Analisis HPLC kurkuminoid standar yang diisolasi dari kunyit (Curcuma longa) menunjukkan waktu retensi masing-masing 7.877 menit, 8.500 menit, dan 9.150 menit (Gambar 1). Ketiga puncak kromatogram HPLC tersebut diidentifikasi sebagai bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin (Jayaprakasha et al. 2002). Kromatogram HPLC (Gambar 1) ekstrak temulawak menunjukkan dua puncak utama dengan waktu retensi 8.507 menit dan 9.153 menit, serta terdapat satu puncak yang lebih rendah dengan waktu retensi 7.887 menit. Hasil tersebut sesuai dengan yang dilakukan oleh Ambarsari et al. (2014) yang menunjukkan bahwa komponen utama ekstrak kurkuminoid rimpang temulawak adalah demetoksikurkumin dan kurkumin serta terdapat sedikit komponen bisdemetoksikurkumin.
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Sediaan emulsi nanokurkuminoid dibuat dengan menggunakan metode homogenisasi-ultrasonikasi karena merupakan metode yang sederhana. Formula yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Mujib (2011) dengan mencampurkan fase lemak yang terdiri dari pasta kurkuminoid 0.1 g ditambah asam palmitat 1 g dan fase air yang terdiri dari 0.5 g poloxamer dan 100 ml air
15
Penggunaan surfaktan dalam pembuatan nanopartikel lemak padat bertujuan untuk mengendalikan proses kristalisasi. Selain itu, pengemulsi atau surfaktan berperan dalam memperbaiki stabilitas kinetik struktur kristal yang dihasilkan (Weiss et al. 2008). Poloksamer 188 yang digunakan pada penilitian ini berfungsi sebagai pengemulsi yang menstabilkan lapisan nanokurkuminoid tersalut asam palmitat. Emulsi nanokurkuminoid hasil homogenisasi selanjutnya diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 60 menit. Kondisi ultrasonikasi ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Mujib (2011), hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi energi ultrasonikasi maka akan menghasilkan rata-rata ukuran partikel yang semakin kecil dengan distribusi yang semakin sempit. Akan tetapi, hal tersebut dapat merusak kestabilan emulsi. Untuk mencapai energi ultrasonikasi yang tinggi dengan tidak merusak kestabilan emulsi dapat dilakukan dengan pengaplikasian intensitas (amplitudo) yang rendah dengan waktu yang relatif lama (Mujib 2011). Ultrasonikasi dilakukan dengan tujuan untuk penyeragaman ukuran partikel yang lebih kecil.
Karakterisasi nonokurkuminoid dapat diamati melalui beberapa parameter diantaranya penampakan fisik, ukuran partikel, indeks polidispersitas (IP) dan efisiensi penjerapan. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki warna kuning cerah yang tidak mengagregat sehingga dihasilkan emulsi yang homogen. Ukuran partikel nanopartikel lipid dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah komposisi formulasi seperti surfaktan, sifat lemak dan obat yang dimasukkan. Berdasarkan penelitian Ambarsari et al. (2014) komposisi surfaktan dapat meningkatkan stabilitas nanopartikel lemak padat. Nanokurkuminoid temulawak yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki ukuran partikel 523.5 nm. Hasil ini berada pada rentang ukuran submikron (50-1000 nm) yang dapat menjadi sistem pembawa koloid seperti nanopartikel. Semakin kecil ukuran partikel penyerapan kurkumin semakin besar melalui pemberian oral (Ravichandran 2013).
Keseragaman ukuran partikel dapat diketahui dengan menentukan nilai indeks polidispersitas (IP). Hasil penentuan IP dari nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah 0.218. Menurut Yadav et al.(2008) nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan ukuran partikel memiliki distribusi yang sempit. Hal ini mengindikasikan bahwa pembuatan nanopartikel kurkuminoid temulawak pada penelitian ini telah cukup baik (Lampiran 3).
lemak cair, maka sebagian zat aktif akan terlepas dari matriks lemak, dan terlarut dalam media pendispersi yang distabilkan oleh pengemulsi. Kelarutan zat aktif pada lemak cair dapat ditingkatkan dengan menambahkan surfaktan untuk zat peningkat kelarutan.
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan
Kondisi bobot badan tikus selama percobaan merupakan salah satu parameter yang diamati pada penilitian secara in vivo. Pengamatan bobot badan dilakukan pada hari ke - 0, 4, 7, 11 dan 15 dengan tujuan untuk mengamati pengaruh pemberian ekstrak kurkuminoid, obat komersil glibenklamid serta sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak pada tikus. Selain itu, induksi STZ dan NaCl juga diamati terhadap bobot badan tikus. Kondisi hiperglikemia pada tikus dilakukan dengan menginduksi STZ dosis 50 mg/kg bb.
Induksi STZ dosis 50 mg/kg bb pada Gambar 3 menunjukkan bahwa, STZ mampu menurunkan bobot badan tikus secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan efek STZ yang merusak sel beta pankreas dan mengarah pada insulinitas, akan berpengaruh buruk pada mobilisasi zat gizi antara lain tidak mampu menghasilkan energi dari glukosa yang berasal dari makanan (Retnaningsih 2013). Menurut Szkudelski (2001), STZ menyebabkan produksi ATP (adenosine triphosphat) mitokondria terbatas dan menimbulkan deplesi pada sel nukleotida.
Pada kelompok normal penurunan bobot badan tikus sebesar 1.39%. Angka ini menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut, bobot badan tikus tidak mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan tikus tidak di induksi STZ. Hal ini berarti pada kelompok normal metabolisme tubuh tikus berfungsi normal dan bekerja dengan baik. Persentase penurunan bobot badan tikus pada kelompok ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Penurunan bobot badan pada tikus kelompok normal disebabkan karena tikus mengalami stres selama masa percobaan karena satu kelompok tikus dikandangkan ke dalam kandang yang sama.
Kelompok tikus yang di induksi STZ cenderung mengalami penurunan bobot badan yang signifikan dari keadaan awal. Penurunan tertinggi terjadi pada kelompok kontrol negatif pada tikus diabetes yang hanya dicekok akuades dan kelompok ekstrak masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Persentase penurunan bobot badan pada dua kelompok perlakuan ini menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi 50 mg/kb bb STZ pada tikus selama 15 hari mampu menghambat peningkatan bobot badan tikus. Pemberian ekstrak kurkuminoid yang dicekok menggunakan akuades pada tikus diabetes tidak mampu menekan penurunan bobot badan disebabkan karena sifat kurkuminoid yang tidak larut dalam air dan bioavailabilitas kurkuminoid yang rendah didalam tubuh. Pada kelompok kontrol positif yang diberi obat komersil glibenklamid penurunan bobot badan tikus sebesar 22.68%. Pada kelompok ini, glibenklamid mampu menekan penurunan bobot badan sebesar 3.75% dari kelompok kontrol negatif.
17
masa perlakuan terlihat bahwa nafsu makan tikus kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok ekstrak. Penurunan bobot badan terendah terjadi pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb. Berdasarkan hal tersebut, perlakuan terhadap seluruh kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu menekan penurunan bobot badan sebesar 2-11% jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Persentase penurunan bobot badan yang semakin rendah menunjukkan pemberian perlakuan yang lebih baik terhadap tubuh tikus yang diiduksi STZ. Penurunan bobot badan terhadap kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ekstrak. Hal ini disebabkan karena kurkuminoid telah diformulasi ke dalam nanopartikel lemak padat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitasnya didalam tubuh tikus.
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak Tingginya kadar glukosa darah atau hiperglikemia dianggap menjadi salah satu penyebab utama terjadinya komplikasi diabetes. Streptozotosin yang diinduksikan pada tikus dengan dosis 50 mg/kg bb mampu meningkatkan kadar glukosa darah secara signifikan. Hal ini terjadi karena pemberian STZ dapat mengganggu respon tikus terhadap glukosa dan sensitivitas sel β pada 8-10 minggu (Szkudelski 2001). Streptozotosin merupakan analog glukosa dan N-asetil glukosamin (Gambar 7) yang bersifat sitotoksik, memiliki rumus molekul C8H15N3O7, berat molekul 265 g/mol dan strukturnya terdiri dari sebagian nitrosourea dengan gugus metil yang melekat pada salah satu ujungnya dan molekul glukosa pada ujung yang lain (Eleazu et al. 2013). Streptozotosin (2-deoksi-2- (3-metil-3-nitrosourea) - 1-D glukopiranosa) merupakan senyawa alami yang diproduksi oleh bakteri tanah Streptomyces achromogenes yang digunakan sebagai bahan induktor hiperglikemia pada hewan coba dengan cara merusak DNA sel-β pankreas sehingga terjadi penghambatan sekresi dan sintesis insulin (Szkudelski 2001). Kondisi tersebut menimbulkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dan bermanifestasi pada peningkatan kadar glukosa darah (Retnaningsih 2013).
Pengamatan terhadap glukosa darah pada tikus hiperglikemia dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak kurkuminoid, obat komersil glibenklamid serta sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan berbagai dosis jika dibandingkan dengan tikus normal dan tikus hiperglikemia tanpa pemberian obat. Glukosa darah pada kelompok tikus normal yang tidak di induksi STZ selama masa perlakuan sebesar 89.67±4.41 - 98.33±3.71 mg/dl. Khon & Clifford (2002) menyebutkan bahwa nilai glukosa darah normal pada tikus adalah 85-135 mg/dl. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut glukosa darah tikus berada pada kondisi normal.
Persentase penurunan glukosa darah tikus pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi kadar glukosa darah setelah induksi STZ sampai pada perlakuan hari ke-15. Pada perlakuan kontrol negatif, tikus hiperglikemia yang hanya dicekok akuades kadar glukosa darahnya hingga akhir perlakuan masih berada di atas normal. Pengaruh STZ terhadap kelompok ini masih menyebabkan tikus berada pada kondisi hiperglikemia hingga akhir perlakuan. Streptozotosin yang memiliki molekul glukosa pada struktur kimianya dapat masuk ke dalam sel beta pankreas melalui glucose 2 transporter dengan afinitas yang rendah di dalam membran plasma. Hal ini terjadi karena sel-sel beta pankreas lebih aktif dalam penyerapan glukosa dan juga lebih sensitif terhadap STZ dibandingkan dengan sel-sel yang lain (Elsner et al. 2007). Sel-sel beta pankreas yang mati melalui fragmentasi DNA menyebabkan tingginya kadar glukosa di dalam darah, yang kemudian mengakibatkan terjadinya kondisi hiperglikemia. Tiga jalur utama yang berkaitan dengan kematian sel yang disebabkan oleh STZ seperti pada Gambar 7 adalah : (i) metilasi DNA melalui pembentukan ion karbonium (CH3+) yang mengakibatkan pengaktifan enzim poli ADP-ribosa sintase sebagai bagian dari mekanisme perbaikan sel yang mengakibatkan terjadinya deplesi NAD+; (ii) produksi Oksida nitrat; (iii) turunan radikal bebas hidrogen peroksida.
Gambar 8 Mekanisme kematian sel oleh induksi STZ (Szkudelski 2001) Alkilasi DNA
19
Perlakuan terhadap kelompok kontrol positif yang diberi glibenklamid menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah pada hari ke-4 dan ke-7, kemudian mengalami penurunan pada hari ke-11 dan ke-15. Penurunan kadar glukosa darah ini terjadi disebabkan pemberian glibenklamid sebagai salah satu agen hipoglikemia golongan sulfonylurea yang bekerja dengan menstimulasi pelepasan insulin dari sel-sel beta pankreas (Bastaki 2005).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Permasku (2014) secara in vitro
menunjukkan bahwa ekstrak kuruminoid temulawak memiliki potensi sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase yang berpotensi sebagai antidiabetes. Namun pada penelitian ini diketahui bahwa ekstrak kurkuminoid temulawak yang diberikan pada tikus hiperglikemia belum mampu menurunkan kadar glukosa darah meskipun dosis yang diberikan jauh lebih besar dibandingkan dengan sediaan emulsi nanokurkuminoid. Kadar glukosa darah pada kelompok ini cenderung mengalami peningkatan setelah induksi STZ hingga akhir perlakuan. Hal ini tidak saja disebabkan oleh pemberian ekstrak kurkuminoid yang tidak berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah, pencekokan pada tikus hiperglikemik juga mampu meningkatkan kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan terganggunya metabolisme pada tubuh tikus.
Pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia hingga hari ke-7 perlakuan, namun pada hari ke-11 dan 15 glukosa darah kembali mengalami peningkatan. Glukosa darah yang meningkat pada kelompok ini jauh lebih rendah dari keadaan awal setelah induksi STZ. Pada dosis 10 mg/kg bb sediaan emulsi nanokurkuminoid berdasarkan Tabel 2 menunjukkan hasil terbaik dengan menurunkan glukosa darah secara bertahap dari keadaan setelah tikus di induksi STZ. Pada hari ke-4 persentase glukosa darah tikus mengalami penurunan sebesar 11.98%, hari ke-7 glukosa darah turun sebesar 18.34%, selanjutnya hari ke-11 penurunan glukosa darah tikus sebesar 19.32% dan penurunan paling besar terjadi pada hari ke-15 yaitu sebesar 30.93%. Kelompok tikus hiperglikemia yang diberi perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 20 mg/kg bb mampu menurunkan glukosa darah hingga hari ke-11, dan kembali mengalami peningkatan pada hari ke-15. Akan tetapi, meningkatnya glukosa darah pada hari ke-15 lebih rendah dibandingkan dengan keadaan awal setelah tikus di induksi STZ. Pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid efektif hingga hari ke-11, dilihat dari kembali meningkatnya glukosa darah pada hari ke-15 meskipun peningkatannya lebih rendah dari keadaan awal setelah tikus di induksi STZ. Berdasarkan hal tersebut, secara keseluruhan pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia selama masa perlakuan.
Faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas antihiperglikemia dari ekstrak kurkuminoid ini salah satunya adalah bioavailabilitas kurkuminoid yang rendah. Rendahnya bioavailabilitas ini mengakibatkan penyerapan kurkuminoid di dalam tubuh kecil sehingga cepat di metabolisme di dalam usus dan hati (Kocher et al. 2015). Penggunaan nanopartikel lemak padat pada penelitian ini memberikan keuntungan yang jauh lebih baik dibandingkan ekstrak kurkuminoid. Ghalandarlaki et al. (2014) menyebutkan bahwa nanopartikel lemak padat diketahui memiliki keuntungan dalam meningkatkan pengisian obat, meningkatkan kontrol pelepasan obat, meningkatkan bioavailabilitas senyawa-senyawa bioaktif yang terjerap, dan stabil digunakan dalam jangka waktu yang lama. Formulasi kurkumin ke dalam nanopartikel lemak padat yang dilakukan Kakkar et al. (2011) menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang signifikan sehingga mampu memberikan efek terapi yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa pemberian sediaan ekstrak kurkuminoid yang di formulasi ke dalam nanopartikel lemak padat memiliki aktivitas antihiperglikemia terbaik dibandingkan dengan perlakuan menggunakan ekstrak dan kontrol positif.
Kadar AST dan ALT Darah Tikus
Hati merupakan organ penting yang berperan dalam regulasi metabolisme karbohidrat. Organ ini memiliki fungsi penting dalam mengatur kadar glukosa darah dan menyediakan sumber energi glukosa secara terus menerus ke organ-organ yang membutuhkan (Levinthal dan Tavill 1999). Kerusakan yang terjadi pada hati dapat mengakibatkan terganggunya proses metabolisme pada tubuh sehingga menimbulkan berbagai macam penyakit. Salah satu faktor yang menyebabkan keruskan hati adalah adanya senyawa kimia seperti STZ didalam tubuh. Streptozotosin tidak hanya merusak sel-sel beta pankreas, sel-sel lain seperti hepatosit dan tubulus ginjal yang mengekspresikan transporter GLUT 2 juga rentan terhadap senyawa ini. Hal ini menjelaskan, mengapa hewan coba yang diinduksi STZ cenderung mengalami kerusakan hati dan ginjal (Eleazu et al. 2013). Streptozotosin juga menyebabkan kerusakan pada jantung dan jaringan adiposa, meningkatkan stres oksidatif, inflamasi, dan disfungsi endotelial dengan konsentrasi obat atau metabolismenya di dalam hati, ginjal, usus dan pankreas secara konsisten lebih tinggi daripada didalam plasma (Eleazu et al. 2013).
Indikator yang umum digunakan melihat adanya kerusakan hati adalah aktivitas enzim AST (Aspartat Amino Transferase) dan ALT (Alanin Amino Transferase). Kedua enzim transaminase ini merupakan enzim intraseluler sehingga apabila terjadi kerusakan sel seperti gangguan permeabilitas dinding sel hati akan mengakibatkan aktivitasnya meningkat. Enzim ALT mengkatalisis reaksi bolak-balik pemindahan gugus amino dari L-alanin kepada asam α -ketoglutarat sehingga menghasilkan piruvat dan glutamat (Qureshi et al. 2010). Enzim ini banyak terdapat didalam sitosol sel-sel parenkim hati. Enzim AST berfungsi mengatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke
21
Pengukuran AST dan ALT yang dilakukan menggunakan metode
International Federation of Clinical Chemistry (IFCC) tahun 1986. Prinsip pengukuran AST dan ALT menggunakan satuan unit yang berdasarkan jumlah enzim yang dapat mengubah 1 mol substrat per menit yang bertujuan untuk melihat aktivitas ALT dan AST berdasarkan jumlah NADH yang digunakan. Reaksi yang terbentuk selama pengukuran aktivitas AST terdiri atas dua reaksi, substrat yang digunakan α-ketoglutarat yang kemudian bereaksi dengan L-aspartat menghasilkan glutamat dan oksaloasetat. Oksaloasetat yang terbentuk kemudian bereaksi dengan NADH serta H+ dikatalisis oleh laktat dehidrogenase membentuk malat dan NAD+. Pada pengukuran aktivitas ALT juga terdapat 2 reaksi, substrat
yang digunakan adalah α-ketoglutarat yang bereaksi dengan L-alanin (enzim) dan dikatalisis oleh ALT pada serum membentuk glutamat dan piruvat. Setelah itu piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH serta H+ dikatalisis oleh laktat dehidrogenase membentuk laktat dan NAD+.
Aktivitas AST pada kelompok perlakuan emulsi nanokurkuminoid dosis 5 dan 20 mg/kg bb masing-masing sebesar 56.75±5.94 U/L dan 31.82±6.5 U/L. Nilai ini masih berada pada rentang nilai kadar AST normal yang disebutkan oleh Girindra (1987). Berbeda dengan perlakuan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb, rata-rata aktivitas kadar AST pada kelompok ini lebih rendah yaitu sebesar 15.13±11.27 U/L. Hal ini disebabkan perbedaan kadar AST pada masing-masing ulangan pada tikus nomor 1 dan tikus nomor 3 yang memiliki kadar AST yang rendah(lampiran 10). Pengukuran aktivitas enzim AST tidak spesifik terhadap kerusakan hati, hal ini disebabkan karena enzim ini tidak hanya terdapat dihati tetapi juga tersebar pada otot rangka, otot jantung, ginjal dan otak (Shyamal
et al. 2006). AST masih digunakan di laboratorium sebagai parameter untuk menilai kerusakan hati karena dianggap sebagai indikator yang sensitif terhadap kerusakan mitokondria khususnya di wilayah centrilobular hati (Devaraj et al.
2010).
Hasil aktivitas AST berbeda dengan ALT, pada kelompok normal kadar ALT sebesar 20.95±2.31 U/L sedangkan pada perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif nilai ALT berada diatas nilai normal yaitu sebesar 42.34±18.77 U/L dan 42.35±3.05 U/L. Kadar ALT yang tinggi pada dua kelompok perlakuan tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada hati tikus. Pada kelompok kontrol negatif yang hanya diberi akuades dan tidak diberi obat, kadar ALT meningkat diakibatkan pengaruh STZ hingga akhir perlakuan. Pada perlakuan kontrol positif, pemberian obat antihiperglikemik berupa glibenklamid belum mampu menurunkan aktivitas ALT menjadi normal pada hati tikus yang di induksi STZ.
Rata-rata kadar ALT pada kelompok ekstrak yaitu sebesar 3.49±3.49 U/L. Sama halnya seperti pada pengukuran AST, kadar ALT pada kelompok ini juga rendah karena pengukuran aktivitas ALT hanya menggunakan dua ekor tikus yang digunakan sebagai ulangan dan masing-masing kadar ALT tikus ulangan 1 dan 2 yaitu 0 dan 6.98 U/L. Perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan dosis 5, 10 dan 20 mg/kg bb memiliki aktivitas ALT masing-masing sebesar 28.52±11.61 U/L, 25.02±8.21 U/L dan 33.46±10.62 U/L. Nilai tersebut berada pada rentang nilai ALT normal seperti yang disebutkan oleh Girindra. Aktivitas ALT pada kelompok perlakuan emulsi nanokurkuminid dengan variasi dosis menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol postif meskipun nilainya tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil ini sesuai dengan penilitian yang dilakukan El Marsy (2012), yang mengungkapkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol kurkumin memiliki aktivitas perlindungan terhadap senyawa toksik pada tikus diabetes yang di induksi STZ.
23
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Rendemen ekstrak kurkuminoid yang dihasilkan sebesar 8.32%, dan hasil karakterisasi nanokurkuminoid dengan ukuran partikel 523.5 nm, nilai indeks polidispersitas 0.218, dan efisien penjerapan sebesar 24.2%. Pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb selama 15 hari memiliki aktivitas antihiperglikemia terbaik yang dapat menurunkan glukosa darah tikus sebesar 31%, serta menekan penurunan bobot badan pada tikus sebesar 15.5%. Nanokurkuminoid juga mampu mempertahankan keadaan normal fungsi hati tikus.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari L, Nurcholis W, Darusman LK, Mujib MA, Heryanto R. 2014. The curcuminoids extract of curcuma xanthorriza roxb loaded solid lipid nanoparticles. IJSR. 3:852-858.
Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability of curcumin: Problems and Promises. Molecular Pharmaceutics. 4:807-818. Anton N, Benoit JP, Saulnier P. 2008. Design and production of nanoparticles
formulated from nano-emulsion templates – A Review. J Control Release.
128:185–199.
Arakawa H, Kodama H, Matsouka N, Yamaguchi I. 1996. Stress increases plasma activity in rats: differential effects of andrenergic and cholinergic blockades. J Pharmacol Experiment Therapeutics. 280:1296-1303.
Ayuningtyas N. 2013. Karakterisasi dan Toksisitas Akut Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat Terhadap Tikus Sprague Dawley Betina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Basnet P, Natasa SB. 2011. Curcumin: An anti-inflammatory molecule from a curry spiceon the path to cancer treatment. Molecules. 16:4567-4598. Bastaki. 2005. Review diabetes mellitus and its treatment. Int J Diabetes &
Metabolism. 13:111-134.
[BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Gerakan nasional minum temulawak. InfoPOM. 6:1-12.
Chuengsamarn S, Rattanamongkolgul S, Luechapudiporn R, Phisalaphong C, Jirawatnotai S. 2012. Curcumin extract for prevention of type 2 diabetes.
Diabetes Care. 35:2121-2127.
[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2013. Diabetes melitus penyebab kematian nomor 6 di dumia: KEMENKES tawarkan solusi cerdik melalui posbind [internet]. [diunduh 2015 jul 28]. Tersedia pada : www.depkes.go.id/article/view/2383.
Devaraj S, Ismail S, Ramanathan S, Marimuthu S, Fei YM. 2010. Evaluation of the hepatoprotective activity of standardized ethanolic extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb. JMPR.. 4(23):2512-2517.
Dutta KA and Ikiki E. 2013. Novel drug delivery systems to improve bioavailability of curcumin. J Bioequiv Availa. 6:1.
Ekaputra, HR. 2013. Optimisasi dan karakterisasi nanokurkuminoid tersalut asam palmitat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Eleazu CO, Eleazu KC, Chukwuma S, Essien UN. 2013. Review of the mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in experimental animals, its practical use and potential risk to humans. J Diabetes Metab Disord. 12:60.
El-Marsy AA. 2012. Potential therapeutic effect of curcuma longa on streptozotocin induced diabetic rats. J Med Med Sci. 1(4):91-98.
25
Faraouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII. Jakarta. Hal: 45-52.
Ghalandarlaki N, Alizadeh AM, Ashkani-Esfahani S. 2014. Nanotechnology-applied curcumin for different diseases therapy. BioMed Research International. 1-23.
Gibson GG, Sket P. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Aisyah BI,penerjemah. Jakarta: UI. Terjemahan dari: Drugs Metabolisme.
Girindra A. 1988. Biokimia Patologi. Bogor : IPB.
Hollands MA, Logan JE. 1966. An examination of commercial kits for the determination of glutamic oxaloacetic transaminase (GOT) and glutamic pyrupic transaminase (GPT) in serum. Canad. J Med. Ass. 95:303-307. Hussain. 2002. Hypoglycemic, hypolipidemic and antioxidant properties of
combination of curcumin from curcuma longa, linn, and partially purified product from abroma augusta, linn. in streptozotocin induced diabetes.
Indian J Clin Biochem. 17(2):33-43.
[IDF] International Diabetes Federation. 2013. Diabetes Atlas Sixth Edition [internet]. [diunduh 2014 Ags 12]. Tersedia pada: www.idf.org/diabetesatlas.
[IFCC] International Federation of Clinical Chemistry. 1986. Methods for the measurement of catalytic concentrations of enzymes. J Clin. Chem Clin Biochem. 24:481.
Jayaprakasha Gk, Rao LJ, Sakariah KK.2002. Improved HPLC method for determination of curcumin, demethoxycurcumin, and bisdemothoxycurcumin. Food Chemistry. 50:3668-3672.
Kakkar V, Singh S, Singla D, Kaur IP. 2011. Exploring solid lipid nanoparticles to enhance the oral bioavailability od curcumin. Mol. Nutr. Food Res.
55:495–503.
Kim M, Kim C, Song Y, Hwang J. 2014. Antihyperglycemic and anti-Inflammatory effects of standardized curcuma xanthorrhiza roxb. Extract and its active compound xanthorrhizol in high-fat diet-induced obese mice.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2014:1-10. Kocher A, Schiborr C, Behnam D, Frank J. 2015. The oral bioavailability of
curcuminoids in healthy humans is markedly enhanced by micellar solubilisation but not further improved by simultaneous ingestion of sesamin, ferulic acid, naringenin and xanthohumol. Journal of Functional Foods. 14:183-191. initiation. J Multidiscip Healthc. 4:15-24.
Malkawi. 2012. Review Article: The effectiveness of physical activity in preventing type 2 diabetes in high risk individuals using well-structured interventions: a systemic review. Journal of Diabetology. 2:1.
Mangunwardoyo W, Deasywaty, Tepy U. 2012. Antimicrobial and identification of active compound curcuma xanthorriza roxb. IJBAS-IJENS. 12:01. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan Jilid 1 Edisi ke-2
dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Pr.
Mujahid R, Awal PKD, Nita S. 2012. Maserasi sebagai alternatif ekstraksi pada penetapan kadar kurkuminoid simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza
Roxb). Tawangmangu (ID): Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu.
Mujib MA. 2011. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Parhi R, Suresh P. 2010. Production of solid lipid nanoparticles-drug loading and release mechanism. J Chem Pharm Res. 2:211–227.
Permasku G. 2014. Aktivitas inhibisi enzim α-Glukosidase dan sitotoksisitas ekstrak kurkuminoid rimpang temulawak dari berbagai aksesi (In Vitro) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pointescientific. 2015. Liquid AST(SGOT/ALT(SGPT) reagen set. Canton MI 48188. USA.
Popuri A.K. 2013. Extraction od curcumin from turmeric roots. IJIRS. 2:290-299. Qureshi MN, Kuchekar BS, Logade NA, Haleem MA. 2010. In – vitro antioxidant and in-vivo hepatoprotective activity of Leucas ciliata leaves. J Record Na Prod. 4: 124-130.
Rauter et al. 2009. Bioactivity studies and chemical profile of the antidiabetic plant Genista tenera. Journal of Ethnopharmacology. 122:384–393.
Ravichandran R. 2013. Pharmacokinetic study of nanopaticulate curcumin: oral formulation for enhanced bioavailibility. JBNB. 4: 291-299.
Retnaningsih C, Darmono, Widianarko B, Muis SF. 2013. Peningkatan aktivitas antioksidan superoksida dismutase pada tikus hiperglikemi dengan asupan tempe koro benguk (Mucuna pruriens L.). Agritech. 33: 154-161.
Shi F, Ji-Hui Z, Ying L, Yong Tai Z, Nian-Ping F. 2012. Preparation and characterization of solid lipid nanoparticles loaded with frankincense and myrrh oil. Int J Nanomedicine. 7:2033-2043.
Shyamal S, Latha PG, Shine VJ, Suja SR, Rajasekharan S, Devi TG (2006). Hepatoprotective effects of Pittosporum neelgherrense Wight & Arn, a popular Indian ethnomedicine. J. Ethnopharmacol. 107:151-155.
Singh S. 2011. The genetics of type 2 diabetes mellitus : A Review. J Sci Res.
55:35-48.
Soemardji, AA. 2004. Penentuan kadar gula darah mencit secara cepat: untuk diterapkan dalam penapisan aktivitas antidiabetes in vivo. Acta Pharmaceutical Indon. 29:115 - 116.
27
Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in β cells
of the rat pancreas. Physiology Research. 50:536- 540.
Tiwari KB, Khosa RL. 2010. Hepatoprotective and antioxidant effect of
Sphaeranthus indicus against acetaminophen-induced hepatotoxicity in rats. J. Tropical Med. 6:1-11.
Weiss J, Decker EA, McClements DJ, Kristbergsson K, Helgason T, Awad T. 2008. Solid lipid nanoparticles as delivery systems for bioactive food components. Food Biophysics. 3:146–154.
Yadav V, Vinay P, Sarasija S, Yadav S. 2008. Curcumin loaded palmitic acid microparticles. InPharm Communique. 1:15-18.
LAMPIRAN
Lampiran 1Desain Penelitian
pok
pok
Ekstraksi dan analisis HPLC kurkuminoid
temulawak
Pembuatan sediaan emulsi nanokurkuminoid
Uji PSA
Uji efisiensi penjerapan Karakterisasi sediaan
emulsi nanokurkuminoid
Pengukuran bobot badan dan glukosa
darah
Kadar AST – ALT darah tikus Uji aktivitas
29
Lampiran 2 Prosedur perlakuan pada hewan coba
Persiapan alat dan bahan
Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa darah normal
Induksi streptozotosin dosis 50 mg/kg bb kecuali kelompok normal (biarkan selama 48 jam)
Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa darah hiperglikemia
Cekok dengan sediaan obat Timbang bobot badan tikus
(250-350gram)
Tikus dipuasakan selama 16 jam (tetap diberi minum)
Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa darah selanjutnya pada hari ke-4, 7,11, 15
Nekropsi hari ke-15 dengan pengambilan serum darah untuk pemeriksaan kadar
Lampiran 3 Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer
Nanokurkuminoid
31
Lampiran 4 Efisiensi penjerapan
Kurva Standar
Tabel 2. Hasil sentrifugasi nanokurkuminoid (10x pengenceran) Pengulangan Absorbansi [Kurkuminoid
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045
33
Sediaan emulsi nanokurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.1 gram dalam 100 ml air RO. Sediaan ini konsentrasinya dianggap sama dengan bobot jenis 1 g/ml atau 1 mg/µ L. sehingga :
Volume nanokurkuminoid yang diberikan (µL) = . g
g x 1µL
= 2.7 µL (dilarutkan dengan
akuabides hingga 0.5 ml)
Karena volume nanokurkuminoid yang diberikan sangat kecil sehingga menyebabkan sulitnya perlakuan cekok pada tikus. maka nanokurkuminoid diencerkan kedalam akuades hingga 0.5 ml.
Konsentrasi pengenceran = � � � � �
�
= . �� �
��
= 5.4 ppm
Dosis ekstrak 100 mg/Kg BB
Berat badan tikus = 274 gram Dosis yang diberikan = g a
g a x mg/Kg
= 27.4 mg
Ekstrak kurkuminoid ditimbang sesuai dengan dosis. kemudian dilarutkan ke dalam 0.5 ml air.
Faktor konversi dosis manusia ke tikus = 0.018 (lihat lampiran 5)
35
Lampiran 8 Glukosa darah tikus selama perlakuan
Lampiran 9 Analisis statistik bobot badan dan glukosa darah
Sesudah Stz Glukosa Antar kelompok 76287.333 6 12714.556 7.569 .002
Dalam kelompok 18477.167 11 1679.742
Total 94764.500 17
Bobot Antar kelompok 2074.944 6 345.824 .918 .518
Dalam kelompok 4145.500 11 376.864
Total 6220.444 17
Hari Ke 4 Glukosa Antar kelompok 132517.778 6 22086.296 9.658 .001
Dalam kelompok 25154.500 11 2286.773
Total 157672.278 17
Bobot Antar kelompok 2392.444 6 398.741 .976 .485
Dalam kelompok 4495.833 11 408.712
Total 6888.278 17
Hari Ke 7 Glukosa Antar kelompok 118164.444 6 19694.074 6.099 .005
Dalam kelompok 35519.833 11 3229.076
Total 153684.278 17
Bobot Antar kelompok 4485.333 6 747.556 1.847 .179
Dalam kelompok 4451.167 11 404.652
Total 8936.500 17
Hari Ke 11 Glukosa Antar kelompok 71522.167 6 11920.361 2.557 .084
Dalam kelompok 51285.833 11 4662.348
Total 122808.000 17
Bobot Antar kelompok 12169.611 6 2028.269 2.778 .068
Dalam kelompok 8030.833 11 730.076
Total 20200.444 17
Hari Ke 15 Glukosa Antar kelompok 134511.444 6 22418.574 3.757 .028
Dalam kelompok 65642.333 11 5967.485
Total 200153.778 17
Bobot Antar kelompok 16281.278 6 2713.546 2.356 .103
Dalam kelompok 12667.667 11 1151.606
37
Lampiran 10 Kadar AST darah tikus
Perlakuan No tikus Kadar AST (U/L)
Nanokurkuminoid 5 mg/kg bb 1 59.36
2 65.48
3 45.4
Standard error 5.94
Rata-rata 56.75
Nanokurkuminoid 10 mg/kg bb 1 6.11
2 37.54
3 1.75
Standard error 11.27
Rata-rata 15.13
Nanokurkuminoid 20 mg/kg bb 1 89.05
Lampiran 11 Kadar ALT darah tikus
Nanokurkuminoid 5 mg/kg bb 1 48.02
2 29.68
3 7.86
Standard error 11.61
Rata-rata 28.52
Nanokurkuminoid 10 mg/kg bb 1 34.9
2 31.43
3 8.73
Standard error 8.21
Rata-rata 25.02
Nanokurkuminoid 20 mg/kg bb 1 38.41
39
Lampiran 12 Analisis statistik kadar AST dan ALT
ANOVA AST
Jumlah kuadrat df Rata2 kuadrat F Sig.
Between Groups 10721.133 6 1786.856 8.961 .001
Within Groups 2193.490 11 199.408
Total 12914.623 17
Dalam kelompok 2668.922 11 242.629
RIWAYAT HIDUP