• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERKEMBANGAN TOKO MODERN TERHADAP

KINERJA PEDAGANG PRODUK PERTANIAN PADA PASAR

TRADISIONAL DI KOTA BEKASI

IIN ZAHRATAIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Iin Zahratain

(4)

ABSTRAK

IIN ZAHRATAIN. Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi. Dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Toko modern telah hadir di kota-kota besar di Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Seiring maraknya pertumbuhan sektor ritel, pada tahun 1998, Indonesia membuat kesepakatan dengan IMF sehingga peritel asing dapat dengan bebas menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini menimbulkan presepsi bahwa pasar tradisional merupakan korban nyata dari persaingan sektor ritel yang menyebabkan berkurangnya konsumen akibat toko modern dapat menyediakan kelebihan yang tidak dapat diberikan oleh pasar tradisional seperti kenyamanan, kualitas produk serta keamanan. Pedagang pasar tradisional yang mayoritas menjual produk distribusi pertanian mulai terancam karena komoditas tersebut juga merupakan sebagian besar dari lini produk supermarket dan hipermarket. Studi ini bertujuan menganalisis perubahan kinerja pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang produk pertanian. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa variabel omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai mengalami perubahan pada masing-masing pasar. Pada variabel omset, faktor yang berpengaruh nyata adalah dummy jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah kios, luas kios, dummy komoditas utama beras serta

dummy komoditas utama buah dan sayur. Pada variabel keuntungan, faktor yang berpengaruh nyata adalah dummy jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman berdagang, jumlah kios, luas kios dan dummy lokasi.

Kata kunci: Pedagang, Pasar Tradisional, Toko Modern, Uji-t Berpasangan, Regresi Berganda

ABSTRACT

IIN ZAHRATAIN. The Development Impact of Modern Stores on The Performance of Trader of Agricultural Products on Traditional Markets in Bekasi. Supervised by LUKYTAWATI ANGGRAENI.

(5)

of revenue and profits traders of agricultural products. Results of paired t-test showed that there are a change in their respective markets of the variables revenue, profit, operating hours, circulation of goods, number of buyers, the number of customers and the number of employees experiencing. At the revenue variable, real influential factors are a gender dummy, education level, number of kiosk, spacious kiosk, main commodity is rice dummy and main commodity is fresh fruits and vegetables dummy. At the profit variable, real influential factors are a gender dummy, level of education, trading experience, number of kiosk, spacious kiosk and location dummy.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DAMPAK PERKEMBANGAN TOKO MODERN TERHADAP

KINERJA PEDAGANG PRODUK PERTANIAN PADA PASAR

TRADISIONAL DI KOTA BEKASI

IIN ZAHRATAIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi

Nama : Iin Zahratain NIM : H14100140

Disetujui oleh

Lukytawati Anggraeni, Ph.D Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kinerja pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang produk pertanian.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah Abdul Salam dan Ibu Rahmah Ramadlanah Fak-Faky, kakak Muhammad Lukman Nur Hakim serta adik dari penulis, Ayu Salsabila atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Tanti Novianti, S.P., M.Si selaku dosen penguji utama dan Deni Lubis, S.Ag, M.A selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Seluruh pedagang pasar, baik Pasar Kranji Baru dan pedagang Pasar Baru Bantar Gebang serta pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.

5. Saudara satu bimbingan, Aldesta Nurika, Muhammad Haris, Nadilla Ambarfauziah R., Dara Ayu Lestari, Angga Febriawan, Astika, dan Ayu yang telah banyak memberikan bantuan, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Para sahabat penulis Luthfi Hibatur Rachman, Wijdanul Latifah, Emma Ulfatul H., Addin Rayinda, Bella Ananda, Ilza Putra T, Candri Yuniar R., Reksa Hartoyo serta segenap sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

7. Seluruh keluarga Ilmu ekonomi, terutama Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan 47 terimakasih atas doa dan dukungannya.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Bisnis Ritel 8

Pasar 10

Penelitian Terdahulu 12

Kerangka Pikir 14

METODE 15

Jenis dan Sumber Data 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Metode Pengumpulan Data 16

Metode Pengolahan dan Analisis Data 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Gambaran Umum 18

Hasil Estimasi 28

SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

(12)

DAFTAR TABEL

1 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000

Menurut Lapangan Usaha 2

2 Jumlah Ritel di Indonesia 3

3 Produk Domestik Regional Bruto Kota Bekasi Atas Dasar Harga

Konstan 2000 4

4 Jumlah Ritel di Kota Bekasi 5

5 Pembagian Ritel Modern dan Tradisional 8

6 Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dan Pasar Modern 11

7 Statistik Deskriptif Karakteristik Responden 19

8 Karakteristik Luas dan Jumlah Kios Responden 22

9 Modal Usaha Dagang Responden 23

10 Omset Dagang Pertahun Responden 24

11 Keuntungan Dagang Responden Pertahun 24

12 Fasilitas yang Dimiliki oleh Pasar Tradisional 26

13 Strategi Responden dalam Menarik Pembeli 27

14 Perubahan Kinerja Pedagang Produk Pertanian pada Pasar Tradisional

setelah Meningkatnya Jumlah Toko Modern 28

15 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omset dan Keuntungan

Pedagang Produk Pertanian 32

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Penelitian 15

2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 19 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Komoditas yang Dijual 21 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Komoditas 21 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Kios Dagang 22

6 Sumber Modal Usaha Dagang Responden 23

7 Inovasi Dagang Responden 25

8 Pesaing Pedagang Produk Pertanian pada Pasar Tradisional 26 9 Persentase Penurunan Omset dan Keuntungan Masing-masing Kategori

Pedagang Pasar Perlakuan 31

10 Persentase Penurunan Omset dan Keuntungan Masing-masing Kategori

Pedagang Pasar Kontrol 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner Penelitian Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Perlakuan 39 2 Kuisioner Penelitian Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Kontrol 43

3 Hasil Olahan Uji-t Berpasangan 47

4 Hasil Olahan Regresi Berganda 51

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai negara dengan populasi terbesar ke-4 dunia, Indonesia telah menjadi pasar yang sangat menarik serta menjanjikan bagi bisnis sektor ritel baik dari pihak tenaga kerjanya maupun sebagai konsumen sektor ritel. Oleh karena itu, peluang ini dimanfaatkan oleh peritel besar baik lokal maupun asing untuk memperoleh keuntungan yang besar sehingga menyebabkan semakin ketatnya persaingan sektor bisnis ritel di Indonesia. Pada awalnya sektor ritel lebih didominasi oleh pasar tradisional yang terdiri atas pedagang bermodal kecil yang melakukan usaha dengan skala kecil dan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar dengan fungsi utamanya adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat baik di desa, kecamatan, dan lainnya (Sinaga 2008). Hingga saat ini, meskipun pasar tradisional menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat dengan harga yang murah, namun pasar tradisional masih identik dengan lingkungan yang tidak memadai serta sistem pengelolaan yang buruk (Malano 2011).

Selama beberapa dekade terakhir, toko modern mulai hadir dengan memanfaatkan kelebihan yang tidak dimiliki oleh pasar tradisional seperti kebersihan, kenyaman, keamanan, kualitas produk serta sarana dan prasarana yang memadai. Hingga awal tahun 1990, pasar modern di Indonesia masih didominasi oleh peritel dalam negeri. Namun, pada tahun 1998, Indonesia membuat kesepakatan dengan IMF mengenai liberalisasi sektor ritel yang dituangkan dalam PERPRES RI Nomor 99 Tahun 1998. Tujuan dari adanya peraturan tersebut adalah untuk meningkatkan investasi asing sehingga peritel asing dapat dengan bebas menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat itu, toko modern hanya melayani masyarakat kelas menengah atas (CPIS 1994). Namun, seiring berkembangnya zaman, toko modern mulai menjamur ke kota-kota kecil di Indonesia dengan menawarkan kenyamanan dalam memenuhi berbagai macam kebutuhan konsumen dengan produk-produk bermutu serta harga yang terjangkau (SMERU 2007). Hal ini memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah dapat mengakses toko modern.

(14)

2

Tabel 1 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun Perkembangan

2009 2010 2011a 2012b (%) Pertanian 295,883.8 304,777.1 315,036.8 327,549.7 10.34

Pertambangan dan

Penggalian 180,200.5 187,152.5 189,761.4 192,585.4 6.74

Industri Pengolahan 570,102.5 597,134.9 633,781.9 670,109.0 16.61

Listrik, Gas dan Air

Bersih 17,136.8 18,050.2 18,921.0 20,131.4 16.55

Konstruksi 140,267.8 150,022.4 159,993.4 171,996.6 21.10

Perdagangan, Hotel

dan Restoran 368,463.0 400,474.9 437,199.7 472,646.2 25.96

Perdagangan

Besar dan Eceran 302,028.4 331,312.9 364,321.8 395,890.0 28.32

Hotel 15,200.8 16,230.9 17,745.7 19,297.1 24.85

Restoran 51,233.8 52,931.1 55,132.2 57,459.1 11.69

Pengangkutan dan

Komunikasi 192,198.8 217,980.4 241,298.0 265,378.4 34.09

Keuangan, Real Estat dan Jasa Bersih

209,163.0 221,024.2 236,146.6 253,022.7 19.66

Jasa-Jasa 205,434.2 217,842.2 232,537.7 244,719.8 18.02

PDB 2,178,850.4 2,314,458.8 2,464,676.5 2,618,139.2 18.94

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 (diolah)

Keterangan: aAngka sementara; bAngka sangat sementara

(15)

3 seimbang dengan perkembangan pasar tradisional yang hanya sebesar 15 persen dan 8.5 persen (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah Ritel di Indonesia

Deskripsi Tahun Perkembangan

2005 2008 2011 (%)

Supermarket 1140 1571

1414

21

Hipermarket 83 127 36

Minimarket 6465 10289 19460 74

Pasar Dengan Bangunan Permanen 10615 12849 13960 15

Pasar Tanpa Bangunan Permanen 7157 9056 8188 8.5

Sumber : Nielsen 2013 dan Statistik Potensi Desa Indonesia (BPS) (diolah)

Seiring meningkatnya pengetahuan, taraf hidup serta kepedulian akan kesehatan telah mengubah preferensi masyarakat dalam memenuhi gizinya. Masyarakat menuntut produk makanan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi serta lebih

hygienis. Produk makanan dengan kandungan gizi yang seimbang hingga saat ini masih didominasi oleh produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur dan buah. Penyediaan kelima produk pertanian tersebut masih diungguli oleh pasar tradisional karena pasar tradisional mampu menyediakan produk yang berkualitas namun dengan harga yang murah sehingga dapat terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Selain itu, mayoritas pedagang yang berada di pasar tradisional menjual kelima produk tersebut.

Namun, saat ini penyediaan produk pertanian tidak hanya disediakan oleh pedagang pasar tradisional. Krisnamurti dan Fauzia (2004) menjelaskan bahwa produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur dan buah juga merupakan sebagian besar dari lini produk supermarket dan hipermarket. Selain itu, supermarket dan hipermarket mampu menyediakan produk dengan tampilan kemasan yang lebih menarik serta lebih hygienis sesuai dengan keinginan masyarakat. Hal ini menjadikan supermarket dan hipermarket sebagai saingan utama pedagang produk pertanian pada pasar tradisional. Berbagai penelitian mengenai dampak pasar modern terhadap pasar tradisional telah dilakukan di berbagai kota di Indonesia, namun belum terdapat penelitian mendalam mengenai dampak toko modern terhadap pasar tradisional di Kota Bekasi khususnya terhadap pedagang produk pertanian.

(16)

4

dan perdagangan sehingga kedua sektor inilah yang akan menjadi tiang penyangga perekonomian Kota Bekasi dalam beberapa tahun kedepan (BPS 2013) (Tabel 3). Tabel 3 Produk Domestik Regional Bruto Kota Bekasi Atas Dasar Harga Konstan

2000 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun

Persentase Distribusi PDRB

2009 2010 2011 2012a (%)

Pertanian 130,853 132,841 135,205 135,523 0.77

Pertambangan dan

Penggalian - - - - -

Industri Pengolahan 6,344,557 6,539,236 6,868,060 7,297,552 41.21

Listrik, Gas dan Air

Bersih 562,665 627,785 696,315 755,785 4.27

Bangunan 542,549 564,793 620,425 695,464 3.93

Perdagangan, Hotel

dan Restoran 4,148,716 4,424,414 4,782,975 5,170,903 29.20

Pengangkutan dan

Komunikasi 1,366,630 1,550,993 1,707,287 1,763,144 9.96

Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

596,093 646,581 704,352 765,229 4.32

Jasa-Jasa 930,532 989,466 1,056,921 1,122,802 6.34

PDRB 14,622,594 15,476,108 16,571,540 17,706,402 100

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (diolah) Keterangan: aAngka sementara

(17)

5 Tabel 4 Jumlah Ritel di Kota Bekasi

Deskripsi Tahun Perkembangan

2009 2010 2011 2012 2013 (%)

Supermarket 10 15 18 20 27 28.75

Hipermarket 1 1 2 3 3 37.50

Minimarket 329 365 405 476 595 16.25

Pasar Tradisional 11 12 12 12 12 2.25

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Koperasi dan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi 2014 (diolah)

Pertumbuhan toko modern di Kota Bekasi selama 5 tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Supermarket, hipermarket dan minimarket di Kota Bekasi mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 28.75 persen, 37.50 persen dan 16.25 persen, sedangkan pasar tradisionalnya hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2.25 persen (Tabel 4). Hal ini menunjukkan terjadinya ketimpangan pertumbuhan yang terjadi antara pasar tradisional dengan toko modern yang ada di Kota Bekasi.

Perumusan Masalah

Beberapa argumen menyatakan bahwa pasar tradisional merupakan korban nyata dari persaingan yang intensif dengan toko modern karena berkurangnya konsumen pasar tradisional. Aryani (2011) menyatakan bahwa keberadaan toko modern memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh pedagang pasar tradisional. Namun, pernyataan bahwa toko modern merupakan penyebab penurunan yang terjadi pada pasar tradisional tidak seluruhnya benar. Permasalahan yang dihadapi oleh pasar tradisional tidak hanya mengenai persaingan dengan toko modern, namun juga mengenai permasalahan internal seperti sarana dan prasarana yang kurang memadai, manajemen pasar yang masih buruk, serta permasalahan pedagang kaki lima (PKL) sehingga menguntungkan posisi toko modern (SMERU 2007). Minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional seperti strategi perencanaan yang kurang baik, terbatasnya akses permodalan serta tidak adanya jalinan kerja sama dengan pemasok besar juga merupakan penyebab dari kurang berkembangnya pasar tradisional (Malano 2011).

(18)

6

perbaikan sistem pengelolaan pasar diperlukan untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional agar dapat bertahan ditengah keberadaan supermarket yang terus menjamur. Hutabarat (2009) menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang serta rata-rata margin laba pedagang buah-buahan dan pedagang sayur-sayuranan. Namun, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih pedagang buah-buahan dan pedagang sayur-sayuranan di Pasar Tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan sesudah berdirinya Pasar Modern Brastagi Supermarket.

Meskipun penelitian yang dilakukan oleh SMERU (2007) dan Hutabarat (2009) tidak menunjukkan adanya dampak signifikan pada pasar tradisional akibat pertumbuhan toko modern, namun pertumbuhan antara pasar tradisional dan toko modern di Kota Bekasi menunjukkan ketimpangan yang cukup signifikan. Pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bekasi sendiri berbanding terbalik dengan pertumbuhan toko modern (Tabel 4). Kota Bekasi sebagai salah satu kota penyangga Jakarta telah tumbuh menjadi salah satu kota yang berkembang di daerah Jawa Barat. Berada dalam lingkungan megapolitan Jabodetabek menyebabkan Kota Bekasi menjadi salah satu kota tempat tinggal kaum urban dan sentra industri. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk yang tinggi serta perubahan preferensi masyarakat dalam berbelanja akibat tuntutan serta konsekuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat (Esther dan Didik 2003). Perubahan preferensi berbelanja masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan makanan pokoknya semakin berkembang akibat meningkatnya taraf hidup, pengetahuan serta kepedulian akan gizinya. Kebutuhan produk makanan dalam rangka memenuhi gizi masyarakat hingga saat ini masih didominasi oleh produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur-sayuran serta buah-buahan.

Penyediaan kelima produk pertanian tersebut masih diungguli oleh pasar tradisional karena kualitas serta harga yang lebih murah sehingga dapat terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Selain itu, mayoritas pedagang yang berada di pasar tradisional menjual kelima produk tersebut. Namun, masih ada kekhawatiran yang dirasakan oleh pedagang pasar tradisional terkait permasalahan toko modern. Krisnamurti dan Fauzia (2004) menjelaskan bahwa saat ini produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur dan buah juga merupakan sebagian besar dari lini produk supermarket dan hipermarket. Hal ini menjadikan supermarket dan hipermarket sebagai saingan utama pedagang produk pertanian pada pasar tradisional.

Menurut Reardon et al. (2003) dan Shepherd (2005), di berbagai negara, supermarket dan sejenisnya dipercaya telah mendominasi 50 persen lebih produk makanan. Traill (2006), menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi bahwa menjelang tahun 2015, pangsa pasar supermarket akan meningkat pesat. Hal tersebut dikhawatirkan akan menurunkan kinerja para pedagang produk pertanian pada pasar tradisional seperti omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang dan jumlah pegawai akibat penurunan jumlah pembeli dan jumlah pelanggan di pasar tradisional.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :

(19)

7 pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah : 1. Memberikan informasi mengenai dampak yang ditimbulkan oleh peningkatan

jumlah toko modern terhadap omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk pertanian pada pasar tradisional di Kota Bekasi

2. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi omset dan keuntungan pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya toko modern di Kota Bekasi

3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan serta acuan dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan pasar tradisional

4. Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi para peminat dan peneliti untuk bahan penelitian lanjutan

Ruang Lingkup Penelitian

(20)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Bisnis Ritel

Pengertian Bisnis Ritel

Bisnis ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan barang atau jasa, atau barang dan jasa, yang dilakukan oleh perusahaan atau institusi bisnis secara langsung kepada konsumen akhir yang digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangganya, dengan volume penjualan terutama atau lebih dari 50 persen dari konsumen akhir ini dan sebagian kecil dari pasar bisnis (Utomo 2009). Bisnis ritel terbagi dalam berbagai jenis yang sangat beragam berdasarkan klasifikasi menurut bentuk, ukuran dan tingkat modernitasnya. Berdasarkan tingkat modernitas, bisnis ritel dapat diklasifikasikan dalam ritel tradisional dan ritel modern. Pembagian kategori ritel modern dan tradisional dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 5 Pembagian Ritel Modern dan Tradisional

Klasifikasi Ritel Modern Ritel Tradisional

Lini Produk - Toko Khusus - Toko Serba Ada - Toko Swalayan - Toko Convenience

- Toko Super, Kombinasi dan Pasar Hiper

Kepemilikan Corporate Chain Store (beberapa toko yang berada di bawah satu organisasi dan dimiliki oleh sekelompok orang)

Independent Store (toko milik pribadi)

Penggunaan Fasilitas - Alat-alat pembayaran modern (komputer, credit card, autodebet)

Keuangan Tercatat dan dapat dipublikasikan Belum tentu tercatat dan tidak dipublikasikan

Tenaga Kerja Banyak Sedikit, biasanya keluarga Fleksibilitas Operasi Tidak fleksibel Fleksibel

Sumber: Tambunan 2004

Persaingan Bisnis Ritel

Para ekonom melihat proses bekerjanya sistem persaingan dengan indikator yang dikenal dengan Structure – Conduct – Performance (SCP). Dari sisi structure, indikator sistem persaingan adalah sebagai berikut Martin dalam Tambunan et al.

(21)

9 1. Number and Size Distribution of Sellers and Buyers

Dalam pasar persaingan, terdapat banyak penjual dan pembeli yang masing-masing tidak dapat mempengaruhi harga.

2. Product Differentiation

Produk yang standar tidak pernah ada di dunia nyata. Semakin berbeda barang tersebut, semakin kecil kemungkinan substitusi dengan barang lain.

3. Entry Conditions

Entry Conditions menentukan potensi persaingan antara perusahaan yang telah ada dan perusahaan yang akan masuk ke dalam industri.

Pada sisi Conduct, indikator yang digunakan adalah ada tidaknya kerja sama (collusion) dan strategi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi, serta adanya advertising

atau Research and Development (R&D). Pada sisi Performance, ekonom melihat berjalannya sistem persaingan dari profitabilitasnya, dan efisiensinya.

Ancaman dalam Bisnis Ritel

Porter dalam Jatmiko (2004) menjelaskan lima kekuatan yang membentuk sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri, yaitu: ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pelanggan, kekuatan tawar pemasok, ancaman produk pengganti dan ancaman dari pesaing sejenis atau rivalry .

1. Ancaman Pendatang Baru. Pendatang baru dalam suatu industri biasanya membawa dan menambah kapasitas baru, keinginan mendapatkan pangsa pasar (market share) dan juga sumberdaya baru. Berat ringannya ancaman pendatang baru tergantung pada hambatan masuk dan reaksi dari para pesaing yang telah ada dimana pendatang baru akan memasuki industri atau pasar tersebut.

2. Kekuatan Pemasok. Pemasok menyediakan dan menawarkan input yang diperlukan untuk memproduksi barang atau menyediakan jasa oleh industri atau perusahaan. Organisasi didalam suatu industri bersaing antara satu dengan lainnya untuk mendapatkan input seperti tenaga kerja, bahan baku dan modal. Apabila pemasok mampu mengendalikan perusahaan dalam hal penyediaan input, sedangkan industri tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pemasok maka posisi tawar industri menjadi lemah dan sebaliknya posisi tawar pemasok menjadi kuat.

3. Kekuatan Pembeli/Pelanggan. Pembeli atau pelanggan terdiri dari pelanggan organisasi. Dalam industri tertentu memungkinkan terdapat beberapa perantara pelanggan antara industri dengan pemakai atau konsumen akhir, namun juga terdapat industri atau perusahaan yang menjual secara langsung kepada konsumen akhir.

4. Ancaman Produk Pengganti. Produk pengganti dapat memberikan pilihan bagi pelanggan/pembeli dan akan mengurangi keuntungan perusahaan.

(22)

10

Pasar

Pengertian Pasar

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/M-DAG/PER/12/2013, pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

Jenis dan Ketentuan Pasar

Jenis pasar dibedakan sebagai berikut :

1. Pasar Tradisional

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/M-DAG/PER/12/2013, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Pasar tradisonal juga merupakan pasar yang dikelola secara sederhana dengan bentuk fisik tradisional yang menerapkan sistem transaksi tawar menawar secara langsung dimana fungsi utamanya adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat baik di desa, kecamatan, dan lainnya (Sinaga 2008).

Dalam pengelolaanya, pasar tradisional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2012, Ketentuan fasilitas bangunan dan tata letak pasar yaitu:

a. Bangunan toko/kios/los dibuat dengan ukuran standar ruang tertentu; b. Petak atau blok dengan akses jalan pengunjung ke segala arah; c. Pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup;

d. Penataan toko/kios/los berdasarkan jenis barang dagangan; dan

e. Bentuk bangunan pasar tradisional selaras dengan karakteristik budaya daerah. Kriteria pasar tradisional yaitu:

a. Dimiliki, dibangun dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah; b. Transaksi dilakukan secara tawar menawar;

c. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama; dan d. Sebagian besar barang dan jasa yang ditawarkan berbahan baku lokal. 2. Toko Modern

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/M-DAG/PER/12/2013, toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,

(23)

11 Dalam pendiriannya, menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/M-DAG/PER/12/2013, ketentuan luas lantai penjualan Toko Modern meliputi:

a. Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi); b. Supermarket, lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi); c. Department Store, lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi); d. Hipermarket, lebih dari 5000 m2 (lima ribu meter persegi); dan e. Perkulakan, lebih dari 5000 m2 (lima ribu meter persegi).

Kriteria sistem penjualan dan jenis barang dagangan yang harus diterapkan dalam toko modern meliputi:

a. Minimarket, supermarket dan hipermarket menjual secara eceran berbagai jenis barang konsumsi terutama produk makanan dan/atau produk rumah tangga lainnya yang dapat berupa bahan bangunan, furniture, dan elektronik;

b. Department Store menjual eceran berbagai jenis barang konsumsi terutama produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen; dan

c. Perkulakan menjual secara grosir berbagai jenis barang konsumsi. Perbedaan Pasar Tradisional dan Toko Modern

Perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dengan toko modern dapat dibedakan dalam beberapa aspek (CESS 1998), yaitu:

Tabel 6 Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dan Toko Modern

Aspek Pasar Tradisional Toko Modern

Sejarah Evolusi panjang Fenomena baru Fisik Kurang baik dan sebagian sudah baik Baik dan mewah Kepemilikan atau

kelembagaan

Milik masyarakat/desa, Pemerintah Daerah, sedikit swasta

Umumnya perorangan atau swasta

Modal Modal lemah, subsidi, swadaya masyarakat, Inpres

Modal kuat dan digerakkan oleh swasta

Konsumen Golongan menengah ke bawah Umumnya golongan menengah ke atas

Metode pembayaran

Ciri dilayani dan tawar menawar Ada ciri swalayan dan pasti/tanpa tawar menawar

Status tanah Tanah negara, sedikit sekali swasta Tanah swasta/perorangan

Pembiayaan Kadang-kadang ada subsidi Tidak ada subsidi

Pembangunan Umumnya pembangunan dilakukan oleh Pemerintah Daerah/desa/masyrakat

Pembangunan fisik umumnya oleh swasta

Pedagang yang masuk

Beragam, massal, dari sektor informal sampai pedagang menengah dan besar

Pemilik modal juga pedagangnya (tunggal) atau beberapa pedagang formal skala menengah dan besar Peluang

masuk/partisipasi

Bersifat massal (pedagang kecil, menengah dan besar)

Terbatas, umumnya pedagang tunggal dan menengah ke atas Jaringan Pasar regional, pasar kota dan pasar

kawasan

(24)

12

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Lembaga Penelitian SMERU (2007) mengenai dampak supermarket terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di daerah perkotaan di Indonesia. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode Difference in Difference

(DiD) dan metode ekonometrik, sedangkan metode kualitatif melalui wawancara mendalam. Penelusuran melalui metode kuantitatif secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada pendapatan dan keuntungan pedagang pasar tradisional akibat dampak dari supermarket, namun terdapat dampak signifikan terhadap jumlah pegawai yang dimiliki oleh pedagang pasar tradisional. Temuan kualitatif menunjukan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang menyebabkan posisi supermarket semakin menguntungkan. Oleh karena itu, SMERU (2007) menyimpulkan bahwa perbaikan sistem pengelolaan pasar tradisional diperlukan untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional sehingga pasar tradisional dapat tetap bertahan ditengah keberadaan supermarketyang terus menjamur.

Amin (2011) menjelaskan dampak pasar modern terhadap pedagang pasar tradisional di Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam sedangkan metode kuantitatif menggunakan metode Difference in Difference (DiD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jarak dan jenis komoditas antara pasar tradisional dan supermarket sangat menentukan, dimana pasar tradisional yang berada dekat dengan supermarket dan pedagang dengan komoditas yang sama dengan supermarket paling banyak terkena dampak.

Penelitian yang dilakukan Hutabarat (2009) membahas tentang dampak kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermarket terhadap Pasar Tradisional Sei Sikambing di Kota Medan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif menggunakan metode analisis uji-t berpasangan (paired t-test), sedangkan metode kualitatif melalui wawancara mendalam kepada responden. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang serta rata-rata margin laba pedagang buah dan pedagang sayur di Pasar Tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan sesudah berdirinya Pasar Modern Brastagi Supermarket. Namun, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih pedagang buah dan pedagang sayur di Pasar Tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan sesudah berdirinya Pasar Modern Brastagi Supermarket.

Penelitian Susilo (2011) yang menganalisis dampak operasi pasar modern terhadap pendapatan pedagang pasar tradisional di Kota Pekalongan. Metode yang digunakan adalah melalui analisis deskriptif, uji normalitas data menggunakan uji

kolmogorov-smirnov, serta uji komparasi dua sample berpasangan menggunakan

(25)

13 pedagang dari 150 pedagang pasar tradisional sebagai sampel atau sekitar 26 persen saja.

Aryani (2011) mengenai efek pendapatan pedagang tradisional dari ramainya kemunculan minimarket di Kota Malang. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan uji beda

(uji t) dengan α=0.05. Hasil kesimpulannya adalah sebanyak 66 persen responden pedagang menyatakan keberadaan minimarket berpengaruh terhadap penurunan pendapatannya, sehingga terdapat pengaruh yang signifikan atas adanya minimarket terhadap jumlah pendapatan pedagang di pasar tradisional di Kota Malang. Selain itu, ditinjau dari Peraturan Presiden RI No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko modern dirasakan kurang berpihak pada pedagang di pasar tradisonal sehingga akan merugikan pedagang kecil di pasar tradisional dan menyebabkan tersingkirnya pasar tradisional.

Wijayanti (2011) menganalisis tentang pengaruh perubahan keuntungan usaha warung tradisional dengan munculnya minimarket di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Metode yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Hasil kesimpulannya adalah perubahan omset penjualan dan jarak berpengaruh signifikan terhadap perubahan keuntungaan usaha, sedangkan diversifikasi produk tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha warung tradisional.

Penelitian Widiandra dan Sasana (2013) mengenai dampak keberadaan pasar modern terhadap keuntungan usaha pedagang di pasar tradisional Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Metode yang digunakan adalah metode regresi linier berganda. Hasil kesimpulannya adalah faktor kenyamanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usaha, sedangkan faktor jarak dan diversifikasi produk berpengaruh signifikan positif terhadap keuntungan usaha. Faktor harga tidak berpengaruh signifikan positif terhadap keuntungan usaha yang mana apabila harga pasar relatif lebih terjangkau maka tidak mempengaruhi keuntungan usaha.

Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitian berlokasi di Kota Bekasi, yang memiliki pertumbuhan toko modern dan pasar tradisional yang tidak seimbang (Tabel 4). Fokus penelitian adalah pedagang yang menjual produk pertanian pada pasar tradisional, seperti beras, daging, ikan, sayur dan buah, yang merupakan sebagian besar produk yang juga dijual oleh toko modern seperti supermarket dan hipermarket. Tujuan dari penelitian adalah menganalisis perubahan kinerja pedagang produk pertanian pada pasar tradisional seperti omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang dan jumlah pegawai karena penurunan jumlah pembeli dan jumlah pelanggan akibat dampak dari berkembangnya toko modern dan pasar tradisional. Tujuan kedua dari penelitian adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang setelah berkembangnya toko modern.

(26)

14

dan sirkulasi barang juga terjadi perubahan yang signifikan akibat dampak dari berkembangnya toko modern. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hutabarat (2009) bahwa tidak ada perubahan pada jam operasional dan sirkulasi barang oleh pedagang pasar tradisional karena pengaruh supermarket. Pada variabel jumlah pegawai, terjadi penurunan yang signifikan namun hanya pada pasar yang jauh dari toko modern. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian SMERU (2007) bahwa penurunan jumlah pegawai signifikan pada pasar yang dekat dengan supermarket. Pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa pedagang yang berada di pasar tradisional yang dekat dengan toko modern akan memperoleh perolehan omset dan keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan pasar yang jauh dari toko modern. Hal ini sejalan dengan penelitian Amin (2011) dan Wijayanti (2011) bahwa faktor jarak toko modern dengan pasar tradisional berpengaruh pada omset dan keuntungan pedagang pasar tradisional yang menjual komoditas yang sama dengan toko modern.

Kerangka Pikir

Pengelolaan serta penataan pasar tradisional dan toko modern seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/M-DAG/PER/12/2013 bertujuan agar terjadi keseimbangan diantara keduanya. Namun, selama bertahun-tahun permasalah yang dihadapi oleh pedagang pasar tradisional selalu berkaitan dengan perubahan kinerja para pedagang sesudah berkembang pesatnya pertumbuhan toko modern. Seiring berkembangnya zaman, semakin tingginya tingkat pengetahuan dan kepedulian masyarakat akan kesehatan menyebabkan perubahan preferensi serta kesadaran akan pemenuhan gizinya. Pemenuhan gizi masyarakat saat ini didominasi oleh produk distribusi pertanian sebagai bahan pokok makanan seperti beras, daging, ikan, sayur-sayuran dan buah-buahan.

Penyediaan produk pertanian sebagai bahan pokok makanan di Indonesia masih diungguli oleh pasar tradisional karena kualitas serta harga yang lebih murah. Namun, kemungkinan bahwa pangsa pasar pedagang produk pertanian pada pasar tradisional akan semakin hilang masih tetap ada. Saat ini pemenuhan kelima produk pertanian tersebut tidak hanya disediakan oleh pasar tradisional, namun juga disediakan oleh toko modern dengan kualitas produk yang lebih hygienis serta penampilan kemasan produk yang lebih menarik. Menurut Reardon et al. (2003) dan Shepherd (2005), di berbagai negara, supermarket dan sejenisnya dipercaya telah mendominasi 50 persen lebih produk makanan. Traill (2006), menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi bahwa menjelang tahun 2015, pangsa pasar supermarket di berbagai negara akan mengalami peningkatan pesat. Hal ini menjadikan toko modern seperti hipermarket dan supermarket sebagai saingan utama dari pedagang produk pertanian pada pasar tradisional (Suryadarma 2011).

(27)

15 pedagang produk pertanian pada pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan menganalisis perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk pertanian pada pasar tradisional akibat pesatnya pertumbuhan toko modern serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Penelitian

METODE

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner dengan para pedagang produk pertanian pada pasar tradisional di Kota Bekasi. Data tersebut digunakan untuk mengetahui perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk pertanian pada pasar tradisional serta faktor-faktor yang mempengaruhi

Perkembangan Toko Modern

Perkembangan Pasar Tradisional

Dampak Pertumbuhan Toko Modern Terhadap Pedagang Produk Pertanian pada Pasar

Tradisional Kota Bekasi

Omset Keuntungan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omset dan Keuntungan Pedagang

Sirkulasi Barang Jam Operasional

Era Globalisasi

(28)

16

perubahan omset dan keuntungan pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkat pesatnya pertumbuhan toko modern. Sedangkan data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer dalam penelitian. Sumber data lain yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan melalui Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Kota Bekasi, Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Koperasi Kota Bekasi, buku, jurnal, skripsi, tesis dan internet.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional yang ada di Kota Bekasi yaitu Pasar Kranji Baru sebagai pasar perlakuan dan Pasar Baru Bantar Gebang sebagai pasar kontrol. Kota Bekasi dipilih karena pertumbuhan toko modern di Kota Bekasi yang sangat pesat sedangkan pertumbuhan pasar tradisionalnya tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Pemilihan Pasar Tradisional Kranji Baru dan Bantar Gebang tersebut dilakukan secara purposive (sengaja) dengan beberapa pertimbangan, yaitu Pasar Tradisional Kranji Baru dan Pasar Baru Bantar Gebang mencakup pedagang yang menjual produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu, terdapat toko modern dalam radius 5 KM dari Pasar Kranji Baru sebagai pasar perlakuan. Pada Pasar Baru Bantar Gebang sebagai pasar kontrol, tidak terdapat toko modern dalam radius 5 KM dan terdapat toko modern yang akan dibangun disekitarnya. Pasar perlakuan dan kontrol berada dalam kota yang sama serta belum mengalami revitalisasi yang signifikan sejak pertama kali dibangun. Dasar pemilihan Pasar Kranji Baru sebagai pasar perlakuan karena berada dekat dengan toko modern, sehingga Pasar Kranji Baru mengalami dampak yang akan dijadikan penelitian. Sedangkan Pasar Baru Bantar Gebang sebagai pasar kontrol karena berada jauh dari toko modern sehingga dijadikan sebagai kontrol penelitian terhadap pasar yang jauh dengan toko modern. Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret 2014.

Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diambil dengan metode studi kasus (case study) melalui wawancara kepada pedagang produk pertanian yang menjadi responden dengan menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel non acak, yaitu prosedur memilih sampel berdasarkan pertimbangan karakteristik tertentu yang cocok dan diperlukan untuk menjawab penelitian (Juanda 2009). Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 62 responden yang terdiri dari 30 pedagang produk pertanian di Pasar Kranji Baru sebagai pasar perlakuan dan 32 pedagang produk pertanian di Pasar Baru Bantar Gebang sebagai pasar kontrol.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

(29)

17 Pendekatan analisis kuantitatif digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk tabel, sedangkan pendekatan analisis kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data-data fakta dari hasil wawancara dan kuesioner yang didapat dari pedagang produk pertanian pada pasar tradisional.

Analisis Perubahan Omset, Keuntungan, Jam Operasional, Sirkulasi Barang, Jumlah Pembeli, Jumlah Pelanggan serta Jumlah Pegawai Pedagang Produk Pertanian Setelah Meningkatnya Jumlah Toko Modern

Metode analisis data yang digunakan adalah uji-t berpasangan (paired t-test). Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dengan menggunakan data tidak bebas (berpasangan). Pada uji-t berpasangan, objek penelitian dikenakan 2 perlakuan yang berbeda sehingga menghasilkan 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Uji-t berpasangan dirumuskan sebagai berikut:

………...………(1) Keterangan:

t = t statistik

D = Perbedaan sebelum dan sesudah berkembangnya toko modern n = Banyaknya sampel penelitian

Hipotesis H0 : µsebelum = µsesudah H1 : µsebelum > µsesudah

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah variable dependent, yaitu perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jam operasional, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang setelah meningkatnya jumlah toko modern. D menunjukkan perbedaan kinerja pedagang produk pertanian masing-masing pasar sebelum dan sesudah meningkatnya jumlah toko modern. Batasan atau frame work pemilihan sebelum dan sesudah berkembangnya toko modern dihitung dari waktu pendirian toko modern (supermarket atau hipermarket) terdekat. Pada kedua pasar ditentukan batasan 5 tahun, sehingga pedagang pasar harus memiliki minimal pengalaman berdagang selama 5 tahun. N menunjukkan jumlah sampel yang akan diteliti yaitu berjumlah 30 responden pada Pasar Kranji Baru (pasar perlakuan) dan 32 responden Pasar Baru Bantar Gebang (pasar kontrol). Uji-t berpasangan digunakan pada masing-masing pasar untuk melihat perubahan dari pasar yang dekat dengan toko modern (pasar perlakuan) dan pasar yang jauh dari toko modern (pasar kontrol).

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omset dan Keuntungan Pedagang Produk Pertanian Setelah Meningkatnya Jumlah Toko Modern

(30)

18

peubah bebas (independent variable) dengan peubah tak bebas (dependent variable) (Walpole 1995). Regresi berganda dirumuskan sebagai berikut:

...(2)

Keterangan:

= Variabel dependent

βi = Parameter penduga

= Dummy Jenis kelamin = Tingkat pendidikan = Pengalaman berdagang = Jumlas kios terpakai

= Luas kios

= Dummy beras

= Dummy sayur buah

= Dummy lokasi

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah variable dependent

yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi. DX1 menunjukkan dummy jenis kelamin dengan laki-laki=1 dan perempuan=0, X2 menunjukkan tingkat pendidikan responden yang memiliki rentan tidak bersekolah (0), SD (6), SMP (9), SMA/STM/SMK (12), Diploma (Diploma) (15) dan S1 (Sarjana) (16). X3 menunjukkan pengalaman responden dalam berdagang dengan waktu minimal 5 tahun pengalaman. X4 adalah jumlah kios yang terpakai oleh pedagang dalam berdagang, sedangkan X5 adalah luas keseluruhan kios yang terpakai. Db adalah dummy beras dengan pedagang yang menjual komoditas beras=1 sedangkan pedagang yang menjual komoditas selain beras=0. Dsb adalah dummy

sayur dan buah dengan pedagang yang menjual komoditas sayur dan buah=1 sedangkan pedagang yang menjual komoditas selain sayur dan buah=0. Ddi adalah

dummy daging ikan sebagai dummy pembanding, dengan pedagang yang menjual komoditas daging dan ikan=1 sedangkan pedagang yang menjual komoditas selain daging ikan=0. Dummy lokasi (Dl) menunjukkan lokasi responden dalam berdagang, 1 menunjukkan responden pasar perlakuan sedangkan 0 adalah responden pasar kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Karakteristik Responden

(31)

19 daging, ikan, sayur dan buah-buahan serta tidak memiliki pengetahuan sebelumnya mengenai tujuan penelitian. Dari sampel tersebut didapatkan cukup banyak data yang beragam mengenai keadaan sosial ekonomi dari pedagang yang dijadikan sebagai responden. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil survey lapang menunjukkan bahwa pedagang yang dijadikan responden lebih banyak berjenis kelamin laki-laki. Pedagang yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 17 orang atau sebesar 56.67 persen dan 13 orang berjenis kelamin perempuan atau sebesar 43.33 persen untuk pasar perlakuan, sedangkan pedagang laki-laki berjumlah 19 orang atau 59.38 persen dan pedagang perempuan berjumlah 13 orang atau 40.63 persen untuk pasar kontol. Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan, pengalaman berdagang dan jumlah pekerja ditampilkan dalam bentuk statistik deskriptif pada Tabel 7. Statistik deskriptif ditampilkan untuk mengetahui karakteristik data berdasarkan pada ukuran pemusatan dan penyebaran data. Ukuran standar deviasi digunakan untuk menggambarkan variasi data.

Tabel 7 Statistik Deskriptif Karakteristik Responden

Variabel Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Standar Deviasi

Responden Pasar Perlakuan

Usia 38.6 56 24 8.53

Tingkat Pendidikan 9.63 16 0 3.94

Pengalaman Berdagang 14.1 32 5 5.54

Jumlah Pekerja 2.17 6 1 1.23

Responden Pasar Kontrol

Usia 38.5 58 24 7.47

Tingkat Pendidikan 9.19 15 0 3.40

Pengalaman Berdagang 16.09 31 6 6.48

Jumlah Pekerja 2.09 4 1 0.59

Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata usia responden pasar perlakuan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan responden pasar kontrol, serta menghasilkan

56.67% 59.38%

43.33% 40.63%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pasar Kranji Baru (Perlakuan) Pasar Baru Bantar Gebang (Kontrol)

Perempuan

(32)

20

nilai standar deviasi yang berbeda pula. Rata-rata usia responden pasar perlakuan adalah 38.6 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 8.53 tahun. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan bahwa usia responden beragam dan tersebar dari rata-rata responden pasar perlakuan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan usia responden dari yang tertinggi 56 tahun dan terendah 24 tahun. Tingkat usia responden pasar perlakuan paling banyak berada pada interval 35-39 tahun yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 26.67 persen.

Rata-rata usia responden pasar kontrol adalah 38.5 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 7.47 tahun. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan bahwa usia responden beragam dan tersebar dari rata-rata responden pasar kontrol. Tingkat usia tertinggi pada responden pasar kontrol adalah 58 tahun dan terendah 24 tahun. Tingkat usia responden pasar kontrol paling banyak berada pada interval 35-39 tahun yaitu sebanyak 10 orang atau sebesar 31.25 persen.

Tingkat pendidikan responden pedagang pasar perlakuan dan kontrol tidak terlalu berbeda jauh. Nilai rata-rata tingkat pendidikan responden pasar perlakuan adalah 10 tahun dengan tingkat pendidikan tertinggi yaitu 16 tahun atau setara dengan lulusan S1 sedangkan tingkat pendidikan terendah yaitu 0 tahun atau tidak bersekolah. Pada pasar kontrol, rata-rata tingkat pendidikan responden pedagang adalah 9 tahun, dengan pendidikan tertinggi adalah 15 tahun atau setara dengan D3 sedangkan tingkat pendidikan terendah yaitu tidak bersekolah.

Pengalaman berdagang responden pada kedua pasar sangat tinggi, rata-rata pengalaman pada responden pasar perlakuan adalah 14 tahun, dengan pengalaman paling banyak adalah 32 tahun dan paling sedikit adalah 5 tahun. Pada pasar kontrol, rata-rata pengalaman lebih tinggi dibandingkan dengan responden pasar perlakuan yaitu sebesar 16 tahun, dengan pengalaman paling lama 31 tahun dan paling sedikit adalah 6 tahun.

Jumlah rata-rata pekerja masing-masing pasar menunjukkan angka yang sama yaitu 2 orang. Pada pasar perlakuan, jumlah pegawai paling banyak adalah 6 orang dan paling sedikit adalah 1 orang. Pada pasar kontrol, jumlah pegawai paling banyak adalah 4 orang dan paling sedikit adalah 1 orang.

Jenis Komoditas Responden

(33)

21

Gambar 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Komoditas yang Dijual Persentase masing-masing jenis komoditas pada responden pedagang Pasar Kranji Baru (perlakuan) dan Pasar Baru Bantar Gebang (kontrol) dapat dilihat pada Gambar 4. Pada responden pasar perlakuan, komoditas yang paling banyak diteliti adalah daging dan ikan yaitu sebesar 23.33 persen, sedangkan komoditas yang paling sedikit adalah buah dan beras sebesar 16.67 persen. Jenis komoditas yang paling banyak diteliti di pasar kontrol adalah sayur-sayuran dengan persentase sebesar 28.13 persen, sedangkan komoditas yang paling sedikit adalah beras, yaitu sebesar 12.5 persen.

Gambar 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Komoditas Luas dan Jumlah Kios Dagang Responden

Hasil penelitian mengenai luas kios dagang dapat dilihat pada Tabel 8. Pada pasar perlakuan, jumlah kios yang paling banyak digunakan oleh pedagang adalah 2 kios, hal ini disebabkan oleh pasar perlakuan yang terletak di lokasi strategis sehingga harga beli atau sewa kios yang harus dibayarkan oleh responden pedagang lebih

Pasar Kranji Baru (perlakuan) Pasar Baru Bantar Gebang

(34)

22

mahal. Luas kios pasar perlakuan yang paling luas yaitu 20 m2 dan paling kecil sebesar 2 m2. Pada pasar kontrol, jumlah kios paling banyak berjumlah 4 kios, hal ini disebabkan oleh harga beli atau sewa pada pasar kontrol tidak semahal harga kios yang ditawarkan oleh pasar perlakuan. Pada luas kios, luas kios paling luas yang dimiliki oleh pedagang yaitu 24 m2 dan paling kecil 1.2 m2.

Tabel 8 Karakteristik Luas dan Jumlah Kios Responden

Variabel Nilai Maksimum Nilai Minimum Standar Deviasi

Pasar Perlakuan

Hasil survey menunjukkan bahwa kepemilikan kios dagang para pedagang produk pertanian pada kedua pasar mayoritas merupakan milik pribadi (Gambar 5). Pada pasar perlakuan, 18 pedagang merupakan pemilik dari kios dagangnya dengan persentase sebesar 60 persen, sedangkan 12 orang menyewa kios tempat dagang yang merek gunakan dengan persentase sebesar 40 persen. Pada pasar kontrol, sebesar 81.25 persen atau 26 pedagang merupakan pemilik dari kios tempat mereka berjualan, sedangkan 4 orang atau sebesar 12.5 persen pedagang menyewa kios dagangnya, 2 orang atau sebesar 6.25 persen menggunakan kios dengan izin hak guna bangunan (HGB).

Gambar 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Kios Dagang Modal Usaha Dagang Responden

(35)

23 rendah Rp 1,500,000. Modal paling tinggi dimiliki oleh pedagang beras dan modal paling rendah dimiliki oleh pedagang ikan dan sayur-sayuran. Pada pasar kontrol, rata-rata modal sebesar Rp 10,950,000 dengan modal paling tinggi oleh pedagang beras sebesar Rp 150,000,000 dan modal paling rendah dimiliki oleh pedagang sayur-sayuran sebesar Rp 950,000.

Tabel 9 Modal Usaha Dagang Responden

Variabel Rata-rata Nilai Maksimum

Nilai

Minimum Standar Deviasi Modal Pasar Perlakuan 15,975,000 100,000,000 1,500,000 25,263,640 Modal Pasar Kontrol 10,950,000 150,000,000 950,000 25,863,148

Sumber Modal Usaha Dagang Responden

Pada hasil penelitian ini, modal yang diperoleh para responden pedagang mayoritas berasal dari modal sendiri. Sumber modal pedagang pada pasar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. Jumlah pedagang yang menggunakan modal sendiri berjumlah 28 orang atau sebesar 93.33 persen sedangkan 1 orang memperoleh modal dagangnya dari sistem konsinyasi pada pedagang besar lainnya dan 1 pedagang lainnya melalui pinjaman koperasi. Pada pasar kontrol, semua pedagang menggunakan modal milik pribadinya, namun terdapat 2 orang yang juga meminjam dari orang lain dan 1 orang lainnya juga menggunakan sistem konsinyasi pada pedagang besar lainnya. Responden pedagang pada kedua pasar mayoritas menggunakan modal pribadi karena mereka menilai bahwa meminjam dari Bank maupun lembaga lainnya tidak efisien dan menimbulkan hutang yang berkepanjangan. Selain itu, belum banyaknya pedagang yang mengerti sistem pinjaman dari bank dan lembaga lainnya sehingga lebih memilih meminjam pada orang lain atau menggunakan sistem konsinyasi pada pedagang besar lain.

Gambar 6 Sumber Modal Usaha Dagang Responden Omset Dagang Responden

Omset dagang pertahun responden pada pasar perlakuan dan pasar kontrol antara sebelum dan sesudah berkembangnya toko modern mengalami penurunan yang drastis (Tabel 10). Pada pasar perlakuan, rata-rata omset pertahun pedagang pasar

93.33% 100%

Pasar Kranji Baru (Perlakuan) Pasar Baru Bantar Gebang

(Kontrol)

Modal Pribadi

Pinjaman

(36)

24

tradisional sebelum berkembangnya toko modern sebesar Rp 2,331,133,333 sedangkan sesudah berkembangnya toko modern sebesar Rp 1,639,458,333. Hal ini juga terjadi pasar kontrol, dimana rata-rata omset pertahun pedagang pasar tradisional sebelum berkembangnya toko modern sebesar Rp 1,903,492,188 sedangkan sesudah berkembangnya toko modern sebesar Rp 1,280,335,938.

Tabel 10 Omset Dagang Pertahun Responden

Variabel Rata-rata Nilai Maksimum

Toko Modern 2,331,133,333 10,950,000,000 127,750,000 2,381,438,410 Sesudah Berkembangnya

Toko Modern 1,639,458,333 8,760,000,000 91,250,000 1,728,100,740

Omset Pasar Kontrol

Sebelum Berkembangnya Toko Modern

1,903,492,188 5,475,000,000 48,000,000 1,592,226,514

Sesudah Berkembangnya Toko Modern

1,280,335,938 5,475,000,000 36,000,000 1,027,525,003

Keuntungan Dagang Responden

Keuntungan dagang pertahun responden pada pasar perlakuan dan pasar kontrol antara sebelum dan sesudah berkembangnya toko modern mengalami penurunan yang drastis (Tabel 11). Pada pasar perlakuan, rata-rata keuntungan pertahun pedagang pasar tradisional sebelum berkembangnya toko modern sebesar Rp 162,120,833 sedangkan sesudah berkembangnya toko modern sebesar Rp 87,235,000. Hal ini juga terjadi pasar kontrol, dimana rata-rata keuntungan pertahun pedagang pasar tradisional sebelum berkembangnya toko modern sebesar Rp 153,062,500 sedangkan sesudah berkembangnya toko modern sebesar Rp 102,835,938.

Tabel 11 Keuntungan Dagang Pertahun Responden

Variabel Rata-rata Nilai Maksimum

Toko Modern 162,120,833 547,500,000 36,500,000 119,160,721 Sesudah Berkembangnya

Toko Modern 87,235,000 237,250,000 18,250,000 60,841,430

Keuntungan Pasar Kontrol

Sebelum Berkembangnya Toko Modern

153,062,500 365,000,000 36,500,000 77,379,902

Sesudah Berkembangnya Toko Modern

102,835,938 273,750,000 9,125,000 55,401,726

Inovasi Dagang Responden

(37)

25 langsung. Tidak ada inovasi maupun perencanaan inovasi untuk jangka waktu mendatang dalam kegiatan berdagang. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk inovasi baru yang lebih menguntungkan. Gambar 7, menunjukkan, pada pasar perlakuan dari 30 responden terdapat 22 responden yang hanya mengandalkan berjualan secara langsung sedangkan 8 responden yang menggunakan inovasi lain dalam meningkatkan kinerja dagang mereka. Pada pasar kontrol, dari 32 responden terdapat 25 responden yang hanya mengandalkan berjualan secara langsung, sedangkan sisanya sebanyak 7 responden menggunakan inovasi lain dalam berdagang.

Gambar 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Inovasi Dagang Pesaing Pedagang Produk Pertanian pada Pasar Tradisional

Pedagang pasar perlakuan dan pasar kontrol yang merupakan responden penelitian ini menyatakan bahwa terdapat beberapa pesaing dalam berdagang produk distribusi pertanian (Gambar 8). Pada pasar perlakuan, pesaing terberat responden pedagang adalah toko modern, yaitu sebesar 40.82 persen. Hal ini disebabkan oleh jarak supermarket dan hipermarket yang berada kurang dari radius 5 KM sehingga menjadikan supermarket dan hipermarket sebagai saingan terberat dari responden. Supermarket dan hipermarket juga menjual jenis komoditas yang mayoritas juga merupakan komoditas yang dijual oleh pedagang produk pertanian pada pasar perlakuan. Selain itu, pedagang kaki lima (PKL) juga merupakan saingan terberat kedua diikuti oleh pedagang lain dalam pasar yang merupakan saingan internal pasar. Sisanya sebesar 10.20 persen responden mengatakan bahwa pedagang keliling juga merupakan saingan, sebesar 14.28 persen responden menganggap bahwa mereka tidak memiliki saingan dalam berdagang.

(38)

26

Gambar 8 Pesaing Pedagang Produk Pertanian pada Pasar Tradisional

Pada pasar kontrol, meskipun jarak dengan toko modern (supermarket dan hipermarket) lebih dari 5 KM, namun toko modern tetap menjadi saingan terberat bagi responden meskipun hanya sebesar 27.27 persen. Hal ini membuktikan bahwa meskipun pasar tradisional berada jauh dari toko modern, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pedagang pasar tetap terkena dampak dari perkembangan toko modern. Pedagang lain dan PKL yang merupakan saingan internal responden memiliki persentase sebesar 22.73 persen, yang artinya juga terdapat persaingan yang ketat dalam internal pasar. Sebanyak 15.91 persen responden menganggap bahwa mereka tidak memiliki saingan dalam berdagang, sedangkan terdapat 6.82 persen responden mengatakan bahwa pasar yang berada dalam perumahan merupakan saingan responden karena pasar segar yang berada dalam masing-masing perumahan menjadi alternatif yang lebih efisien bagi masyarakat dalam berbelanja dibandingkan dengan pasar tradisional.

Kekurangan Pasar Tradisional

Hingga saat ini, pasar tradisional masih identik dengan lingkungan yang tidak memadai serta sistem pengelolaan yang buruk (Malano 2011). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pedagang pada masing-masing pasar didapatkan beberapa hasil mengenai kekurangan yang dimiliki oleh pasar tradisional (Tabel 12).

Tabel 12 Fasilitas yang Dimiliki oleh Pasar Tradisional

Keterangan

Variabel

Toilet Tempat

Parkir Mushola Kenyamanan Keamanan

(39)

27 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengelolaan pasar tradisional semakin baik. Hal ini terbukti dari sarana prasarana masing-masing pasar perlakuan dan pasar kontrol yang telah mengalami peningkatan cukup baik. Keamanan dan kenyaman pada pasar perlakuan sudah cukup baik, namun masih perlu peningkatan pada pasar kontrol. Selain itu, pajak retribusi pasar terorganisir dengan baik sehingga tidak lagi terdapat pungutan liar. Permasalahan yang masih dialami oleh masing-masing pasar yaitu masih kurang tertatanya lahan parkir. Pada pasar perlakuan, sebanyak 40 persen pedagang menyatakan bahwa tempat parkir pasar kurang baik, dan pada pasar kontrol, sebesar 34.37 persen pedagang menyatakan bahwa tempat parkir pasar masih kurang baik. Pada kedua pasar, lahan parkir yang ditujukan sebagai tempat kendaraan konsumen disalahgunakan sebagai lahan berjualan oleh pedagang kaki lima (PKL). Selain itu, kondisi diluar bangunan pasar masih kurang tertata dengan baik.

Strategi Responden dalam Menarik Pembeli

Dalam berdagang, responden yang merupakan pedagang produk pertanian melakukan beberapa strateginya dalam menarik minat pembeli untuk berbelanja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasar perlakuan dan pasar kontrol, terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh pedagang (Tabel 13). Pada pasar perlakuan, strategi yang paling banyak digunakan oleh pedagang adalah menjaga kualitas produk dan meningkatkan pelayanan dengan persentase masing-masing 46.15 persen dan 36.54 persen. Strategi selanjutnya adalah strategi potongan harga pada konsumen sebesar 11.54 persen. Strategi lain yang dilakukan pedagang pada pasar perlakuan adalah memperbanyak varietas produk, menjual komoditas yang lengkap dan memiliki produk andalan dibandingkan dengan pedagang lain dengan persentase masing-masing sebesar 1.9 persen.

Tabel 13 Strategi Responden dalam Menarik Pembeli

Strategi Persentase (%)

Pasar Perlakuan

Menjaga kualitas produk 46.15

Meningkatkan pelayanan 36.54

Potongan harga 11.54

Memperbanyak varietas produk 1.9

Komoditas lengkap 1.9

Memiliki produk andalan 1.9

Pasar Kontrol

Meningkatkan pelayanan 44.78

Menjaga kualitas produk 38.80

Potongan harga 10.44

Memperbanyak varietas produk 1.49

Menjaga kebersihan 1.49

Penataan produk 1.49

Harga bersaing 1.49

(40)

28

dengan persentase masing-masing 44.78 persen dan 38.80 persen. Strategi selanjutnya adalah potongan harga pada konsumen dengan persentase sebesar 10.44 persen, selain itu terdapat strategi memperbanyak varietas produk, menjaga kebersihan tempat dagang, penataan produk serta harga yang bersaing dengan persentase masing-masing 1.49 persen.

Hasil Estimasi

Analisis Perubahan Kinerja Responden

Analisis perubahan kinerja responden yang merupakan pedagang poduk pertanian pada masing-masing pasar perlakuan dan pasar kontrol dengan menggunakan uji-t berpasangan. Hipotesis untuk uji-t berpasangan, yaitu H0 : µsebelum = µsesudah dan H1 : µsebelum > µsesudah. Hasil uji-t berpasangan terhadap perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk pertanian pada pasar perlakuan setelah meningkatnya jumlah toko modern menunjukkan beberapa perubahan (Tabel 14). Tabel 14 Perubahan Kinerja Pedagang Produk Pertanian pada Pasar Tradisional

setelah Meningkatnya Jumlah Toko Modern

Indikator Kinerja

Pasar Perlakuan Pasar Kontrol

N Mean P-Value N Mean P-Value

Omset 30 691,670,000 0.019** 32 634,187,500 0.004*** Keuntungan 30 74,885,833 0.000*** 32 49,226,600 0.000*** Sirkulasi Barang 30 -0.266667 0.074* 32 -0.187500 0.163 Jam Operasional 30 -0.866667 0.006*** 32 -0.59375 0.003*** Jumlah Pembeli 30 21.6000 0.000*** 32 27.4063 0.000*** Jumlah Pelanggan 30 6.60000 0.008*** 32 10.0313 0.000*** Jumlah pegawai 30 0.233333 0.182 32 0.250000 0.036**

Keterangan : *) significant alpha 10% **) significant alpha 5% ***) significant alpha 1%

Mean = Perbedaan rata-rata sebelum - sesudah berkembangya supermarket dan hipermarket

Gambar

Tabel 1  Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut  Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Tabel 2  Jumlah Ritel di Indonesia
Tabel 3  Produk Domestik Regional Bruto Kota Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)
Tabel 6  Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dan Toko Modern
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indikator yang digunakan untuk melihat dampak kehadiran ritel modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta adalah data

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kehadiran toko modern terhadap volume penjualan pedagang tradisional dari segi pendapatan, serta mengetahui tingkat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh revitalisasi pasar tradisional terhadap kinerja pedagang pasar di Kota Denpasar dan untuk

Akan tetapi penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang hendak penulis laksanakan, yaitu Perlindungan Hukum Bagi Para Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Pendirian

Jawaban sementara dari penulis, yaitu Pasar Ritel Modern (Supermarket) memiliki dampak yang cukup besar terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di Wilayah Kota

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan agerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Waralaba Toko Modern terhadap Pasar Tradisional

dan Bahtiar Fitanto (2011) yang berjudul “Strategi Pedagang Pasar Tradisional Menghadapi Persaingan Dengan Retail Modern Dan Preferensi Konsumen (Studi Kasus Pada Pasar Legi

Surat Pemberitahuan Walikota Metro, No.. ke Pasar Tradisional Modern Tejo Agung 24 Metro, dikarenakan kondisi di Pasar Tradisional Modern Tejo Agung 24 sepi pedagang