• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemupukan P dan K terhadap Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemupukan P dan K terhadap Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

NINDYTA AGUSTINA SIAGIAN

A24080051

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

NINDYTA AGUSTINA SIAGIAN. Pengaruh Pemupukan P dan K terhadap Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama (Dibimbing oleh SUDRADJAT).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berkontribusi sebagai penerima devisa negara. Produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh perluasan lahan dan intensifikasi salah satunya adalah pemupukan pada pembibitan utama dan pemeliharaan di lapang. Unsur hara makro seperti N, P, dan K dibutuhkan oleh kelapa sawit dalam jumlah yang besar.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2011 hingga Mei 2012 di Kebun Percobaan Cikatas, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk P dan K terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dan menentukan dosis optimum P dan K di pembibitan utama.

Penelitian menggunakan rancangan faktorial dalam lingkungan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pupuk P dengan empat taraf yaitu: 0, 3.00, 6.00, dan 12.00 g P/tanaman. Faktor kedua adalah perlakuan K yang terdiri dari empat taraf yaitu: 0, 9.00, 18.00, dan 36.00 g K/tanaman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan jumlah klorofil daun. Pemupukan P tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah tanaman. Pemupukan K hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang secara kuadratik pada umur 24 MST. Pemupukan P dan K menunjukkan interaksi terhadap diameter batang pada 16 dan 20 MST.

Persamaan regresi kuadratik Ky = - 0.0054x2 + 0.0557x + 3.9973 yang

diperoleh dapat menentukan dosis optimum K untuk 24 MST sebesar 5.16 g K/tanaman. Persamaan regresi berganda PKy = 2.37 + 0.860 P + 0.138 K –

(3)
(4)

i

TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeisguineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

Skripsisebagaisalahsatusyarat untukmemperolehgelarSarjanaPertanian padaFakultasPertanianInstitutPertanian Bogor

NINDYTA AGUSTINA SIAGIAN

A24080051

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

ii

PERTUMBUHAN TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeisguineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

Nama

: NINDYTA AGUSTINA SIAGIAN

NIM

:

A24080051

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Sudradjat, MS NIP 19541120 198003 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. AgusPurwito, MSc. Agr NIP 19611101 198703 1 003

(6)

iii Penulis bernama Nindyta AgustinaSiagian, dilahirkan di Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 2 Agustus 1990. Penulis merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Alm. Amir Sjarifuddin, SH dan Ratih Kirana Adityawati, SH.

Tahun 1996 penulis lulus dari Taman Kanak- kanak di TK Ir.H. Djuanda TebingTinggi, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di tingkat Sekolah Dasar di SDN Karawang Wetan I Karawang dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya, penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1 Karawang pada tahun 2005. Lalu penulis lulus dari SMAN 5 Karawang pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(7)

iv Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini dilakukan karena penulis mengamati bahan komoditi kelapa sawit saatini berkembang dengan pesat. Salah satu yang menentukan keberhasilan produksi kelapas awit adalah tersedianya bibit kelapasawit yang memenuhi standar.

Penulis mengucapkan terimakasih kepadaDr. Ir. Sudradjat, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Alm. Amir Sjarifuddin dan Ibunda Ratih Kirana Adityawati, Kakanda Debbie Miratinalova dan Denny Mangkubumi serta keluarga besar penulis atas doa, kasih sayang, perhatian, dan dorongan yang tiada henti kepada penulis.

2. Dr. Ir. Nurul Khumaida, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendukung dan mengarahkan selama penulis menjalani studi.

3. Eka Tjipta Foundation atas beasiswa yang diberikan kepada peneliti. 4. Kapal Tujuh (Keluarga Pelajar Alumni Angkatan ’70 SMPN 2 Bandung

atas pemberian beasiswa dan dukungan baik moril maupun materil.

5. Rekan S2 Tim Riset Kelapa Sawit Cikabayan yang telah bekerjasama dan membantu penulis selama pelaksanaan penelitian.

6. Keluarga kecil (Yelli, Cucun, Lisna, Agridan Mas Teguh) yang senantiasa menemani penulis selama studi di Kampus IPB, dan teman-teman seperjuangan Indigenous 45.

Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(8)

v

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Percobaan ... 1

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Morfologi Kelapa Sawit ... 4

PersyaratanTumbuh ... 5

Pembibitan ... 6

Pemupukan ... 6

Peranan Nitrogen (N) bagiTanaman ... 7

Peranan Fosfor (P) bagi Tanaman ... 8

Peranan Kalium (K) bagi Tanaman ... 9

Kriteria Bibit Kelapa Sawit ... 10

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Percobaan ... 11

Pelaksanaan Percobaan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Hasil ... 24

Pembahasan ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(9)

vi Nomor Halaman

1. Standar Pertumbuhan Morfologi Bibit PT Dami Mas ... 10

2. Dosis pupuk Perlakuan P, K, dan Pupuk Rekomendasi N ... 12

3. Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit pada 0 – 24 MST ... 18

4. Jumlah Klorofil Daun Bibit Kelapa Sawit pada 20 MST dan 19

24 MST ... 5. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tinggi Tanaman, Jumlah Daun 20

Diameter Batang, dan Jumlah Klorofil Daun saat Umur 0-24 MST 6. Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, dan Jumlah 21

Klorofil Daun terhadap Pemupukan P pada 0 – 24 MST... 7. Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, dan Jumlah 22

Klorofil Daun terhadap Pemupukan K pada 0 – 24 MST ... 8. Dosis Optimum P dan K berdasarkan Diameter Batang Bibit 24

(10)

vii Nomor Halaman

1. Tinggi Tanaman Kelapa Sawit pada Umur 0 - 24MST ... 18 2. Diameter Batang Tanaman Kelapa Sawit pada Umur 0 – 24 MST 19 3. Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit terhadap Dosis Pupuk K 23

(11)

viii Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Contoh Tanah Campuran Top Soil Latosol dan 34

Kompos Pupuk Kandang Sebelum Penelitian ... 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian 34

Tanah, 1983) ... 3. Data Temperatur Rata-rata, Curah Hujan, Hari Hujan, Lama 35

Penyinaran, dan Intensitas Penyinaran November 2011 – April 2012 ... 4. Hasil Analisis Contoh Pupuk Urea, SP-36, dan KCl ... 35

5. Hasil Analisis Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit ... 36

6. Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit ... 37

7. Hasil Analisis Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit ... 38

8. Hasil Analisis Ragam Jumlah Klorofil Daun Bibit Kelapa Sawit . 39

9. Sidik Ragam Uji Lanjut Kontras Polynomial Ortogonal Peubah 39

Diameter Batang Bibit Umur 24 MST ... 10. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada 0 – 24 MST ... 39

11. Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit pada 0 – 24 MST ... 40

12. Serangan Hama pada Bibit Kelapa Sawit Selama Penelitian ... 40

(12)

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditi perkebunan merupakan salah satu komoditi yang berpotensi dan

memberikan prospek baik ke depan sebagai sumber pendapatan devisa negara.

Pengembangan tanaman perkebunan akan memberikan nilai positif dalam hal

peningkatan perekonomian negara. Hasil penelitian Purwantoro (2008)

menunjukkan bahwa sektor perkebunan merupakan sumber pendapatan

masyarakat yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 17.5 juta orang dion farm.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang

berkontribusisebagai penerima devisa negara yang dapat diandalkan. Bahan baku

yang dihasilkan dari pohon kelapa sawit antara lain minyak sawit, minyak inti

sawit, dan ampas inti sawit. Masing-masing produk memiliki nilai komersial,

tetapi dari ketiga produk tersebut yang saat ini sangat berpotensi adalah minyak

sawit yang lebih dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil).

Masa depan agribisnis kelapa sawit berperan bagi perekonomian

Indonesia. Hasil data menurut Ditjenbun (2010) produksi CPOdi Indonesia pada

tahun 1980 sekitar 721 172 ton, tahun 1990 sebesar 2.4 juta ton, tahun 2000

sebesar 5 juta ton, dan pada tahun 2010 produksi CPO mencapai 14 juta ton.

Berdasarkan data tersebut dapat menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi

minyak sawit di Indonesia terus meningkat selama 40 tahun terakhir. Nilai volume

ekspor minyak sawit dari tahun 2006 hingga 2009 meningkat dengan rata-rata 3.2

juta ton di setiap tahunnya (BPS, 2010).

Palm Oil Green Development Campaign (2010) memperkirakan

peningkatan jumlah ekspor minyak sawit didorong oleh peningkatan jumlah

konsumsi minyak sawit dunia. Konsumsi minyak sawit dunia yang terus

meningkat berkaitan dengan banyaknya bahan olahan yang bermanfaat dari hasil

kelapa sawit. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD

(Refined, Bleached and Deodorized) Palm Oil, CPO, dan beberapa produk

oleokimia.

Peningkatan produksi kelapa sawit di Indonesia dipicu dengan adanya

(13)

 

periode tahun 1980 adalah 294560 ha, tahun 1990 seluas 1.1 juta ha, tahun 2000

seluas 4.1 juta ha, dan tahun 2010 telah mencapai 7.8 juta ha (Ditjenbun, 2010).

Peningkatan produksi kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara perluasan

areal dan intensifikasi. Salah satu tindakan intensifikasi yang penting pada kelapa

sawit adalah pemupukan khususnya di pembibitan. Ketersediaan bibit siap salur

yang baik sangat penting karena kelapa sawitditanam dalam jangka waktu panjang

(umur produksi sampai dengan 30 tahun). Salah satu cara mendapatkan bibit salur

yang baik adalah dengan pemupukan. Pemberian pupuk yang baik akan

memenuhi kecukupan hara makro N, P, dan K pada bibit kelapa sawit.

Pemupukan yang dilakukan di pembibitan utama umumnya menggunakan

pupuk majemuk. Masalah yang dialami oleh kebanyakan para petani adalah

sulitnya dalam memenuhi pupuk majemuk. Masalah ini disebabkan karena harga

pupuk majemuk di pasaran lebih mahal daripada pupuk tunggal. Menurut

Khaswarina (2001) apabila terdapat kendala dari segi ekonomi dalam penyediaan

pupuk majemuk, maka dapat dilakukan kombinasi pupuk tunggal di pembibitan

utama. Hal ini karena pupuk tunggal juga sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan, perkembangan, dan produksi kelapa sawit. Sehingga, penggunaan

pupuk tunggal merupakan alternatif karena mempunyai kandungan unsur hara

yang setara.

Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro utama seperti N, P,

dan K. Ketiga unsur tersebut memiliki peran penting terhadappertumbuhan bibit

kelapa sawit, sehingga untuk menghasilkan tanaman kelapa sawit yang baik di

lapangan perlu mengetahui pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan tanaman

kelapa sawit dan kebutuhan pupuk khususnya di pembibitan utama.

Tujuan Percobaan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk P dan K terhadap pertumbuhan

bibit kelapa sawit.

2. Mengetahui dosis kombinasi optimum pupuk P dan K pada pembibitan

utama.

(14)

 

1. Pemberian pupuk P dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

2. Pemberian pupuk K dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

3. Terdapat dosis kombinasi optimum P dan K terhadap pertumbuhan bibit

(15)

 

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu

komoditi tanaman perkebunanyang penting di Indonesia. Berdasarkan klasifikasi

tumbuhankelapa sawit berasal dari famili Araceae.Tanaman initermasuk ke dalam

tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Fungsi sistem akar yang

paling nyata adalah untuk mendukung tanaman agar dapat berdiri kokoh dalam

tanah. Selain itu, sistem akar membantu tanaman dalam pengambilan zat hara di

tanah. Akar pada tanaman kelapa sawit berupa akar serabut yang tersusun dari

akar primer, akar sekunder, dan akar tertier. Akar yang memiliki kemampuan

paling efektif dalam pengambilan hara dan air dari dalam tanah adalah akar

tersier. Pemeliharaan akar tanaman seperti kecukupan air dan hara dalam tanah

akan meningkatkan kapasitas absorbsi tanaman (Sunarko, 2009).

Batang pada tanaman kelapa sawit tidak bercabang dan dibungkus oleh

pelepah daun. Pertumbuhan awal batang setelah fase muda (seedling) membentuk

batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia(Sunarko,2009).

Batang bagian bawah (bonggol batang atau bowl) kelapa sawit memiliki ukuran

yang lebih besar.Corley dan Gray (1976) mengemukakan bahwa batang kelapa

sawit mengandung banyak serat dengan jaringan pembuluh yang menunjang

dalam pengangkutan hara. Mite et al. (1999) menyatakan bahwa batang

pohonadalahsinkbagihara yangdikumpulkan olehtanamanselamatahapan

vegetatif.Peran karbohidrat yang terkandung dalam batang kelapa sawit adalah

sebagai sumber asimilat. Dengan demikian, batang merupakan organ yang penting

dalam proses fisiologi tanaman.

Kelapa sawit memiliki daun yang memiliki bentuk susunan daun

majemuk. Bagian pangkal pelepah daun terbentuk daridua baris duri yang tajam

dan keras di kedua sisinya. Daun pertama yang keluar pada stadia bibit berbentuk

lanceolate, kemudian muncul bifurcate, dan disusul bentuk pinnate. Bibit yang

berumur mulai dari 5 bulan biasanya dijumpai 5 lanceolate, 4 bifurcate, dan 3

(16)

 

Persyaratan Tumbuh

Pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh

beberapa aspek yaitu aspek lingkungan (iklim dan tanah), aspek genetis (jenisdan

varietas), dan aspek teknis agronomis (eksternal dan internal). Lingkungan

tumbuh sangat mempengaruhi kemampuan tanaman kelapa sawit terhadap

pertumbuhan dan produksi Tandan Buah Segar (TBS). Kelapa sawit termasuk

tanaman famili Araceae yang cocok hidup di daerah tropis basah di sekitar 120

LU – 120 LS dengan ketinggian tempat 0 – 500 m dari atas permukaan laut. Curah

hujan yang ideal bagi kelapa sawit adalahantara 2 000 – 2500 mm per tahun dan

tersebar merata sepanjangtahun. Curah hujan berguna untuk meminimalkan

penguapan dari tanah dan tanaman serta menjamin ketersediaan air bagi tanaman.

Cahaya matahari berperan penting dalam proses fotosintesis tanaman yang

dibutuhkan untuk pembentukan bunga dan buah. Lama penyinaran matahari

minimal 1 600 jam per tahun atau berkisar 5 – 7 jam/hari, sedangkan suhu

optimal berkisar 240 – 280 C. Selain itu, kelembaban dan angin berperan penting

dalam menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Fungsi kelembaban adalah

membantu mengurangi penguapan, sedangkan angin dibutuhkan dalam proses

penyerbukan alami (Lubis, 1992).

Tanah merupakan faktor penting yang sangat menentukan kelangsungan

hidup tanaman selama pertumbuhan dan perkembangannya. Selain tanaman

memperoleh unsur hara dari udara (C, H, O),tanaman juga membutuhkan

unsur-unsur yang berasal dari dalam tanah seperti air dan mineral untuk proses fisiologis

tanaman. Kiswantoet al. (2008) menyebutkan beberapa jenis tanah yang dapat

ditanami kelapa sawit antara lain Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu (HK),

dan Alluvial atau Regosol.Solum tebal tanah yang ideal adalah 80 cm. Derajat

kemasaman (pH) menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam

tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada kondisi pH tanah berkisar 4 – 6.5 dan

(17)

 

Pembibitan

Pembibitan adalah salah satu tahapan penting dalam teknik budidaya

tanaman kelapa sawit. Pahan (2008) menyatakan bahwa pembibitan yang baik

dilakukan setahun sebelum penanaman di lapang.Pembibitan dimulai dari

pengecambahan benih kelapa sawit sampai menjadi bibit tanaman yang siap untuk

dipindahkan ke lapang. Tujuan akhir dari pembibitan ini adalah memperoleh bibit

dengan kondisi pertumbuhan yang baik.

Sunarko (2009) menyatakan terdapat dua teknik dalam pembibitan

tanaman kelapa sawit yaitu cara langsung (double stage) dan cara tidak langsung

(single stage). Teknik pembibitan secara langsung dilakukan dengan menanam

kecambah pada polybag dengan ukuran besar seperti pembibitan pada umumnya,

sedangkan teknik secara tidak langsung terdiri dari dua tahapyaitu

tahappembibitan awal (pre nursery) selama 3 bulan, dan pembibitan utama (main

nursery) selama 9 bulan. Pembibitan dua tahapini meliputi pemindahan

(transplanting) bibit dari pembibitan awal ke pembibitan utama, apabila

pemindahan tidak dilakukan dengan tepatakan menyebabkan shockatau kejut

tanaman pada waktu pemindahan. Pemisahan bibit yang abnormal harus

dilakukan ketika pemindahan bibit.

Menurut Mutertet al. (1999) penggunaan teknik pembibitan tidak

langsunglebih menguntungkan dibandingkan dengan teknik pembibitan langsung,

hal ini karena teknik secara tidak langsung memiliki keunggulan yaitu dapat

menekan biaya pengawasan, pemeliharaan, pemupukan,dan pengendalianterhadap

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) lebih murah. Selain itu, penggunaan

tanah dan polybag dapat dikurangi, serta dapat menekan jumlah kematian bibit.

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu kegiatan dari tahapan teknik budidaya

yang sangat penting dalam pemeliharaan semua jenis tanaman budidaya.

Pengertian pemupukan menurut Hardjowigeno (2007) adalah penambahan zat

hara tanaman ke dalam tanah. Mangoensoekarjo (2007) menambahkan bahwa

aplikasi pupuk adalah salah satu upaya untuk memacu pertumbuhan. Sasaran

(18)

 

Pemupukan yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit harus menjamin agar

pertumbuhan vegetatif dan generatif yang normal sehingga memberikan produksi

dalam jumlah yang tinggi.

Pemupukan memegang peranan penting dalam penyediaan bahan

makanan atau unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan

perkembangannya. Unsur hara tanaman yang dibutuhkan oleh tanaman dibedakan

menjadi dua berdasarkan fungsinya yaitu hara esensial dan non-esensial. Hara

esensial merupakan hara yang terlibat langsung dalam proses metabolisme,

sedangkan hara non-esensial adalah hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam

jumlahtertentu. Suatu unsur dinyatakan esensial apabila tanaman gagal tumbuh

dan tidak dapat melengkapi daur hidupnya karena tidak memenuhi unsur tersebut.

Terdapat 16 unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman(Gardner et al.,

1991).

Hara esensial dibagi menjadi dua tipe yaitu hara makro dan hara mikro,

keduanya dibedakan berdasarkan banyak sedikitnya jumlah yang dibutuhkan oleh

tanaman. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang besar, sedangkan hara mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Hara

makro meliputikarbon (C), hidrogen(H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor(P),

kalium(K), magnesium (Mg), kalsium(Ca),dan sulfur(S). Tiga unsur hara yang

paling utama dari unsur makro tersebut adalah N, P, dan K.

Peran Nitrogen (N) bagi Tanaman

Nitrogen merupakan unsur hara makro yang sangat penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan tanaman khususnya pada fase vegetatif. Salah

satu sumber hara N adalah pupuk Urea. Unsur Nmerupakan hara yang bersifat

higroskopis. Hara N diserap tanaman dalam bentuk NH4+ dan NO3-.Unsur N

bersifat mobil di dalam tanah (Kasno, 2009).

Unsur N memiliki peran penting dalam proses fisiologi tanaman. Unsur ini

merupakan komponen penting dari protein, asam nukleat, berbagai aktivator

enzim, danmembantu tanaman dalam penyusunan klorofil.Corleydan Gray (1976)

mengemukakan bahwa gejala umumdefisiensi N pada tanaman kelapa sawit

(19)

 

sehingga berdampak pada laju pertumbuhan kelapa sawit. Selain itu, gejala lain

yang dapat dilihat adalah daun berwarna hijau pucat kekuningan (Firmansyah,

2006).

Unsur N dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang banyak, namun

demikian N dalam tanah harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Unsur N yang

berlebih akan memberikan dampak yang buruk bagi tanaman kelapa sawit yaitu

menyebabkandaun menjadi lemah, tanaman menjadi rentan terhadap hama dan

penyakit, kekahatan boron, white stripe, dan berkurangnya buah.

Peranan Fosfor(P) bagi Tanaman

Fosfor merupakan salah satu komponen unsur hara makro yang sangat

penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peran utama P adalah

membantu perkembangan tanaman khususnya akar tanaman. Hara P merupakan

penyusun dari senyawa-senyawa tanaman seperti enzim dan protein serta

komponen struktural bahan pembentuk RibonucleicAcid(RNA) dan

Deoxyribonucleic Acid (DNA). Selain itu, P dapatberperan dalam proses

metabolisme tanaman yaitu dalam penyimpanan dan pemindahan energi melalui

transformasi Adenosin Di Phosphate (ADP) ke Adenosin Tri Phosphate (ATP).

Sumber unsur hara P antara lain pupuk SP-18, RP (Rock Phosphat), dan SP-36.

Unsur P diserap oleh tanaman dalam bentuk H2PO4 dan HPO42-(Hardjowigeno,

2007).

Menurut Mangoensoekarjo (2007) jika pada tanaman memiliki P yang

rendah dan menggunakan pupuk yang tidak memenuhi standar, maka akan

memberikan dampak yang buruk bagi efisiensi unsur hara lain dan mengakibatkan

pertumbuhan serta produksi menurun. Kendala umum dari pemupukan P pada

tanaman adalah rendahnya efisiensi P di dalam tanah. Alasan yang terkait

dikemukakan Mangoensoekarjo (2007) bahwa rendahnya tingkat efisiensi

tersebutkarena P tergolong ke dalam unsur hara yang lambat untuk berdifusi ke

arah akar.

Tanaman yang mengalami kekurangan hara P dapat menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan, perakaran yang berkembang tidak baik, serta daun tua

(20)

 

tanaman kelapa sawit tidak mudah terlihat. Tetapi ada beberapa gejala yang dapat

dilihat yaitu batang tanaman yang mengkerucut, kerdil, dan pelepah daun yang

pendek (Rankine dan Fairhurst, 1999).

Kelebihan P mengakibatkan dampak negatif pada kelangsungan hidup

tanaman. Pupuk P yang berlebih akan mengakibatkan level kandungan P pada

akar-akar kelapa sawit menjadi tinggi, sehingga terjadi depresi terhadap

pertumbuhan tanaman dan memperlambat penyerapan dan translokasi hara mikro

seperti tembaga (Cu), seng (Zn), dan besi (Fe) (Goh danHardter, 2003).

Peranan Kalium (K) bagi Tanaman

Kalium merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat penting bagi

tanaman dan banyak dibutuhkan untuk proses fisiologis tanaman. Unsur K dapat

diperoleh oleh tanaman dari dalam tanah maupun pupuk. Tanaman menyerap

kalium dalam bentuk K+. Unsur K dalam tanah berasal dari mineral-mineral

primer tanah (Hardjowigeno, 2007).

Unsur K merupakan komponen utama dari berbagai substansi penting

dalam tanaman. Corley dan Gray (1976) menyebutkan fungsi utama K pada

tanaman adalah sebagai aktivator sejumlah enzim karena kehadiran ion K+

dibutuhkan dalam aktivitasenzim. Selain itu, K berperan juga dalam membantu

transportasi asimilat-asimilat dari fotosintesis, membuka dan menutupnya

stomata, pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat tegakan tanaman

agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur, meningkatkan daya tahan

tanaman terhadap kekeringan, serta ketahanan terhadap penyakit.

Unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit

adalah K, lalu berturut-turut N, Mg, dan P.Kalium diambil secara aktif oleh akar

tanaman kelapa sawit dan pasokan tersebut digunakan dalam aktivitas

metabolisme. Mangoensoekarjo (2007) menyatakan bahwa fungsi K bagi tanaman

kelapa sawit sangat penting dalam sintesis minyak kelapa sawit. Selain itu, K

berperan dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis, aktivasi enzim serta

berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran tandan buah.Unsur K yang berada pada

(21)

 

Lubis (1992) menyebutkan defisiensi K bagi tanaman kelapa sawit

ditunjukkan dengan bercak kuning atau transparan, white stripe, daun tua

mengering, dan mati. Selain itu, defisiensi K berasosiasi dengan munculnya

penyakit seperti Ganoderma. Firmansyah (2006) menjelaskan bahwa kekurangan

unsur K akan terjadi pada daun tua karena K diangkut ke daun muda. Kebutuhan

K bagi tanaman harus cukup dan tidak berlebih. Kelebihan K pada tanaman akan

memberikan dampak yang buruk bagi tanaman. Kelebihan K pada tanaman kelapa

sawit akan merangsang gejala kekurangan boron (B) yang menyebabkan rasio

minyak terhadap tandan menurun.

Kriteria Bibit Kelapa Sawit

Ketersediaan bibit siap salur sangat penting dalam menentukan sukses

tidaknya tanamankelapa sawit dalam berproduksi. Tanaman kelapa sawit ditanam

untuk dalam jangka waktu yang panjang, sehingga sangat penting untuk

memperhatikan bahan tanam yang digunakan. Bibit kelapa sawit yang digunakan

harus memenuhi kriteria tertentu. Secara umum kriteria bibit siap salur dapat

ditentukan berdasarkan tiga parameter penting yaitu tinggi tanaman, jumlah daun,

dan diameter batang. Standar pertumbuhan bibit kelapa sawit disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Standar Pertumbuhan Morfologi Bibit PT Dami Mas

Umur

(22)

 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan diKebun Percobaan Cikatas,Kampus IPB

Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian tempat 250 meter di

atas permukaan laut. Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, mulai bulan

November 2011 hinggabulan Mei 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman

kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) umur 4 bulan. Varietas tanaman kelapa sawit

yang digunakan adalahvarietas Tenera Dami Mas dengan nomor persilangan 64 x

28. Pupuk yang digunakan adalah SP-36 (36% P2O5) sebagai sumber P, KCl(60 %

K2O) sebagai sumber K, dan Urea(46 % N) sebagai sumber N.

Bahan untuk pengendalian hama dan penyakit menggunakan insektisida

deltamethrin, dan fungisidamancozeb 80%. Media tanaman yaitu campuran tanah

top soiljenis Latosol dan kompos pupuk kandang dengan perbandingan 7:1.

Ukuran polybag yang digunakan berukuran 40 cm x 50 cm dengan ketebalan 0.2

mm. Alat-alat yang digunakan untuk menunjang penelitian ini antara lain meteran

kayu, jangka sorong, timbangan analitik, SPAD-502 Plus chlorophyll meter, hand

sprayer, label, dan alat tulis.

MetodePercobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dalam lingkungan

RancanganKelompok Lengkap Teracak(RKLT) yang terdiri dari dua faktor.

Faktor pertama adalah perlakuan P yang terdiri dari empat taraf yaitu: 0,3.00,6.00,

dan 12.00 g P/tanaman. Faktor kedua adalah perlakuan K yang terdiri dari empat

taraf yaitu:0,9.00,18.00, dan 36.00 g K/tanaman. Total kombinasi perlakuan

adalah 4 x 4 = 16 kombinasi perlakuan, tiap perlakuan diulang tigakalisehingga

terdapat 48 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman.

(23)

 

dan K serta pemupukan rekomendasi N dilakukan dengan dosis dan waktu seperti

yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Dosis Pupuk Perlakuan P, K, dan Pupuk Rekomendasi N

Umur

Model rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk (i = 0, 1, 2,3 ; j = 0,1,2,3 ; k = 1,2,3)

dimana :

Yijk =Nilai pengamatan dari ulangan ke-k pada pemupukan P ke-i dan K

ke-j.

µ = Nilai rata-rata.

αi = Pengaruh pupuk P taraf ke-i. βj = Pengaruh pupuk K taraf ke-j. ρk = Pengaruh dari kelompok ke-k.

(αβ)ij =Pengaruh interaksi taraf pemupukan P ke-i dan taraf pemupukan

K ke-j.

εijk =Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh pemupukan P taraf ke-i dan K taraf ke-j.

Untuk mengetahui pengaruh maka digunakan uji F pada taraf kesalahan

1% dan 5%. Bila terdapat pengaruh nyata dari perlakuan terhadap peubah yang

diamati, maka dilakukan uji lanjut Kontras Polynomial Ortogonal untuk

mengetahui pola respon dari suatu faktor yang diteliti, kemudian dilanjutkan

dengan uji regresi untuk menentukan dosis optimum (Mattjik dan Sumertajaya,

(24)

 

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan Lahan dan Media Tanam

Persiapan lahan dimulai dengan membersihkan gulma pada lahan untuk

menempatkan bibit.Media tanam yang digunakan untuk mengisi polybag adalah

campuran tanah lapisan top soiljenis Latosol dan kompos pupuk kandangdengan

perbandingan 7:1. Polybag yang telah disiapkan diisi dengan campuran tanah

sebanyak 20 kg. Sebelum penanaman bibitpolybag yang sudah diisi tanah disiram

agar kelembaban tanah tetap terjaga.

Pemindahan (Transplanting)Bibit

Pemindahan bibit dilakukan dengan hati-hati, hal ini agar akar bibit yang

masih baru tidak rusak atau putus. Selanjutnya,polybag tersebut diletakkan di

lahan dan disusun sesuai dengan pengacakan (Lampiran13). Pengaturan jarak

tanam menggunakan jarak tanam segitiga sama sisi 90 cm x 90 cm x 90 cm,

sehingga luasan lahan yang digunakan untuk 240 tanaman sebesar 168 m2.

Aplikasi Pemupukan

Aplikasi pupuk perlakuan P dan K serta pupuk rekomendasi N dilakukan

satu bulan sekali selama enam bulan.Kombinasi pupuk Sp-36 dan KCl diberikan

sesuai perlakuan, sedangkan pupuk N diberikan satu minggu setelah aplikasi

pupuk perlakuan untuk semua tanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara

dibenamkan di sekitar bibit, dan pemberian pupuk tidak mengenai pokok

tanaman.

Pemeliharaan

Penyiangan. Penyiangan gulma dilakukan di dalam dan di luar polybag secara manual yaitu dengan mencabut gulma dengan tangan.Interval penyiangan

tergantung pada pertumbuhan gulma tersebut. Saat penyiangan sekaligus

dilakukan penggemburan tanahuntuk menghindari pemadatan tanah yang dapat

(25)

 

Penyiraman.Penyiraman dilakukan setiap hari selama kondisi cuaca tidak hujan. Kebutuhan air yang diperlukan sebanyak 2 liter/polybag.

Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida dilakukan secara selektif dan bergantung pada

intensitas serangan. Penyemprotan menggunakan insektisida deltamethrin dan

fungisida mancozeb80 %.

Konsolidasi bibit.Konsolidasi dilakukan pada bibit yang tumbuhnya tidak lurus (miring). Kegiatan meliputi penambahan tanah dan pembumbunan yang

dilakukan pada tanaman yang akarnya muncul di atas permukaan tanah.

Penggantian polybag.Polybag yangsobek atau rusak diganti dengan polybag yang baru agar volume tanah dalam polybag tetap dan perakaran tanaman

tidak rusak.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap 5 tanaman dari setiap satuan percobaan.

Peubah-peubah yang diamati adalah :

1. Tinggi bibit (cm)

Tinggi bibitdiukurmulai dari permukaan tanah sampai bagian tertinggi

dari tanaman dengan menggunakan meteran kayu.

2. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka

sempurna pada semua tanaman.

3. Diameter batang (cm)

Diameter batang diukur dari atas bonggol batang.

Pengukurandilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

4. Tingkat Kehijaun Daun

Tingkat kehijauan daun diukur pada umur 20 MST dan 24 MST

dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Sampel daun

yang diamati adalah daun ke-empat. Tiap perlakuan diamati dua sampel.

Pengukuran dilakukan di tiga titik pada daun yaitu bagian pangkal, tengah,

dan ujung serta tidak mengenai tulang daun. Nilai jumlah klorofil daun

(26)

 

kandungan klorofil dan x = nilai hasilpengukuran SPAD-502Plus chlorophyll

meter(Farhanaet al., 2007).

Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan pada saat sebelum penelitian. Tanah diambil dari

dalam polybag secara komposit dari beberapa polybag untuk mewakili

keseluruhan polybag di lokasi lahan penelitian. Analisis tanah bertujuan untuk

mengetahui sifat kimia dan sifat fisik tanah yang digunakan dalam penelitian.

Analisis Pupuk

Pupuk yang dianalisis adalah pupuk perlakuan yaitu SP-36 dan KCl serta

pupuk rekomendasi Urea. Analisis pupuk ini bertujuan untuk mengukur

kandungan hara N, P dan K pada pupuk yang digunakan. Selain itu, untuk

(27)

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum Penelitian

Tanah yang digunakan sebagai media tanam kelapa sawit tergolong ke

dalam jenis tanah Latosol. Analisis tanah di pembibitan menunjukkan bahwa

tanah yang digunakan sebagai media tanam polybag memiliki kandungan

C-organik, N-total, dan unsur P-tersedia yang tergolong sedang,sedangkan

ketersediaan K dalam kondisi yang sangat tinggi. Derajat kemasaman (pH) pada

tanah penelitian sebesar 5.6 dan tergolong agak masam.Analisis sifat fisik tanah

menunjukkan kandungan pasir 8.16 %, debu 20.6 %, dan liat 71.23 %

(Lampiran1). Lubis (1992) menyebutkan bahwa kisaran pH tanah yang optimum

untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar 5 – 5.5. Dengan demikian, pH

tanahpada penelitian mendekati pH optimum pada pertumbuhan kelapa sawit.

Penilaian status hara tersebut didasarkan pada kriteria penilaian status hara dari

Puslitan tahun 1983. Kriteria penilaian status hara dapat dilihat pada Lampiran2.

Data sekunder yang diperoleh dari BMKG (2012) menunjukkan bahwa

kondisi suhu udara rata-rata selama penelitian antara 25.1 - 26.20C, rentang suhu

tersebut merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit. Curah hujan

pada saat penelitian berkisar 272 – 548 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi

pada bulan Februari, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan

Maret.Hari hujan selama 6 bulan berkisar 21 – 28 hari dengan rata-rata 25

hari/bulan.Lama penyinaran selama penelitian berkisar 28 – 61 % dan intensitas

penyinaran matahari 224 – 457.7 cal/cm2. Data iklim selama penelitian disajikan

pada Lampiran3.

Selama penelitian berlangsung ditemukan beberapa hama yang menyerang

tanaman antara lain belalang (Valanga nigricornisBurm.), ulat api(Setora

nitensWalk.),dan kutu daun Aphids. Serangan V. nigricornisterjadi saattanaman

berumur 8 - 12 MST.Serangan mengakibatkan adanya bekas gigitan yang tidak

merata pada daun (Lampiran12 a). Tingat serangan yang terjadi masih rendah,

(28)

 

menyerang pada tanaman penelitian diduga berasal dari lahan sekitar pembibitan

yang bergulma.

Serangan hama lain yang terjadi pada tanaman saat penelitian adalah

hamaS. nitens. Serangan ini terjadi padasaat tanaman berumur 16 MST, tetapi

S.nitensyang ditemukan masih dalam bentuk kokon atau larva dengan tingkat

serangan yang masih rendah. LarvaS. nitens banyak menempel pada bagian

belakang daun (Lampiran12 b).

Kutu daun Aphids ditemukan saat awal pertumbuhan (0 MST). Kutu daun

Aphidsmenempel pada bagian helaian daun, pucuk, dan leher akar (Lampiran12c).

Selain ditemukan kutudaun Aphids, ditemukan juga semutdalam jumlah yang

cukup banyak. Hal ini dijelaskan oleh Lubis (1992) bahwa akar muda tanaman

yang diserang oleh hama kutu daun Aphids akan bersimbiosis dengan semut.

Tindakan pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan melakukan

penyemprotan pestisida. Bahan aktif yang digunakan pada insektisida adalah

deltamethrin, sedangkan fungisida menggunakan bahan aktif mancozeb80 %.

Setelah aplikasi penyemprotan tingkat serangan hama pada pembibitan

dapatteratasi.

Pertumbuhan Morfologi Tanaman

Tinggi bibit. Pertumbuhan tinggi bibit dari 0 MST hingga 24 MST dapat dilihat pada Gambar 1. Tinggi bibit meningkat dari 30.52 cm menjadi 87.62 cm

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 31 % per bulan. Rata-rata pertumbuhan

tinggi bibit pada awal-awal bulan (0 MST – 8 MST) masih kecil yaitu sebesar

14.3 % per bulan.Tetapi, pada bulan-bulan berikutnya pertumbuhan tinggi

tanaman meningkat pesat saat tanaman berumur 8 MST hingga 24 MST dengan

rata-rata pertumbuhan sebesar 21 % per bulan. Rata-rata pertumbuhan tinggi bibit

(29)

 

Gambar 1. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada Umur 0 – 24MST

Jumlah daun. Pertumbuhan jumlah daun dari 0 – 24 MST disajikan pada Tabel 3. Jumlah daun meningkat dari 4.2 hingga 13.7 dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 37.70 % per bulan. Rata – rata penambahan jumlah daun

per bulan sebanyak dua daun, sehingga peningkatan jumlah daun di setiap

bulannya cenderung stabil.

Tabel3. Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit pada 0 – 24 MST

Umur (MST)

Jumlah Daun Rata – rata Pertumbuhan

(helai) (%)

Diameter batang.Pertumbuhan diameter batang bibit dapat dilihat pada Gambar 2. Diameter batang meningkat dari 1.03 cm menjadi 4.06 cm dengan

rata-rata pertumbuhan 49 % per bulan. Pertumbuhan diameter batangselama 6 bulan

pengamatan tidak stabil. Peningkatan diameter batang lebih cenderung meningkat

(30)

 

% per bulan, lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan dari 0 – 12

MST sebesar 36 % per bulan. Selain itu, pertumbuhan diameter batang cenderung

menurun pada 24 MST dengan rata-rata pertumbuhan 6.30 % (Lampiran 11).

Gambar2. Pertumbuhan Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit pada 0 – 24MST

Perkembangan Fisiologi Tanaman

Pengamatan perkembangan fisiologi tanaman dilakukan pada peubah

tingkat kehijauan daun pada umur tanaman 20 MST dan 24 MST.Tingkat

kehijauan daun diukur berdasarkan jumlah kandungan klorofil pada daun. Hasil

pengamatan menunjukkan peningkatkan jumlah klorofil daundari 0.0357 menjadi

0.0408 dengan rata-rata perkembangan 14.3 % (Tabel 4).

Tabel4. Jumlah Klorofil Daun Bibit Kelapa Sawit pada 20 MST dan 24 MST

Umur Jumlah Klorofil Daun (mg/cm2)

Rata- rata Perkembangan (%)

20 0.0357± 4.1 -

24 0.0408± 3.2 14.3

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

(31)

 

Rekapitulasi hasil sidik ragam pada perlakuan dosis pupuk P dan K

terhadap berbagai peubah tanaman yang diamati dapat dilihat pada Tabel5.Hasil

rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa bibit yang digunakan pada

penelitian ini sudah seragam, terlihat dari nilai koefisien keragaman yang kecil

pada awal bulan sebelum aplikasi pemupukan (0 MST) dan terus seragam pada

bulan – bulan berikutnya. Hasil analisis ragam disajikan pada Lampiran 5, 6, 7,

dan 8.

Tabel5. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, dan Jumlah Klorofil DaunSaat Umur 0 – 24 MST

Umur (MST) Jenis Pupuk P x K Koefisien Keragaman

Keterangan : * =nyata pada taraf 5 %, ** = sangat nyata pada taraf 1%, tn =tidak nyata

(32)

 

Pengaruh P. Hasil uji F menunjukkan pemberian P tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua peubah tanaman yang diamati

hingga akhir pengamatan.Hal ini dapat dilihat berdasarkan peningkatan

masing-masing nilai peubah yang diamati tidak ada perbedaan antar perlakuanseiring

peningkatan dosis pupuk P yang diberikan (Tabel 6.)

Tabel 6. Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, dan Jumlah Klorofil Daun terhadap Pemupukan P pada 0 – 24 MST

Dosis Pupuk 12 30.03 33.62 39.37 50.13 61.50 74.72 88.46

Jumlah Daun (helai)

Jumlah Klorofil Daun (mg/cm2)

0 - - - - - 0.0352 0.0407

3 - - - - - 0.0347 0.0403

6 - - - - - 0.0360 0.0409

12 - - - - - 0.0363 0.0414

Keterangan : (-) tidak diamati

Pengaruh K. Perlakuan dosis pupuk K tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua peubah sampai akhir pengamatan kecuali pada

diameter batang bibit saat berumur 24 MST. Secara keseluruhan pemberian taraf

dosis pupuk K tidak menunjukkan perbedaan dalam peningkatan diameter batang

bibit (Tabel 7).

(33)

 

Jumlah Klorofil Daun (mg/cm2)

0 - - - - 0.0352 0.0407

9 - - - - 0.0347 0.0403

18 - - - - 0.0360 0.0409

36 - - - - 0.0363 0.0414

Keterangan : (-) tidak diamati

Hasil uji lanjut Kontras Polynomial Ortogonal menunjukkan adanya

respon diameter batang secara kuadratik terhadap taraf dosis K yang diberikan

pada 24 MST. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9. Persamaan regresi

yang diperoleh adalah Ky = - 0.0054x2 + 0.0557x + 3.9973 dengan R2= 0.2816.

Pemberian dosis hingga5 g K/tanaman meningkatkan diameter batang tanaman,

sedangkan pemberian dosis K pada peningkatan taraf berikutnya cenderung

(34)

 

Gambar 3. Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit terhadap Dosis Pupuk K pada Umur 24MST

Kombinasi P dan K

Hasil analisis statistik uji F menunjukkan bahwa interaksi P dan K tidak

berbeda nyata pada semua peubah yang diamati kecuali peubah diameter batang

pada umur16 MST dan berbeda sangat nyata pada 20 MST. Hasil uji

regresidiperoleh dua persamaan regresi bergandapada saat tanaman berumur 16

MST yaitu PKy = 2.37 + 0.860 P + 0.138 K – 0.0886 PK – 0.603 P2 – 0.0118 K2,

R2 = 0.22 dan saat umur 20 MST PKy = 3.40 + 0.755 P + 0.108 K – 0.0525 PK –

0.284 P2– 0.00511 K2, R2 = 0.26.

Optimasi Pemupukan

Respon diameter batang tanaman terhadap pemupukan menghasilkan

beberapa persamaan baik respon terhadap pupuk tunggal K maupun terhadap

kombinasi kedua pupuk P dan K. Berdasarkan hasil persamaan-persamaan

tersebut dapat ditentukan dosis optimum bagi masing-masing pupuk.

Saat tanaman memasuki umur 16 MST, terdapat interaksi antara P dan K.

Dosis kombinasi optimum P dan K berdasarkan dari persamaan regresi berganda

yang diperolehadalah 0.64 g P/ tanaman dan 2.09 g K/tanaman. Tanaman pada

umur 20 MST juga diperoleh suatu hubungan interaksi dengandosis kombinasi

optimum 1.24 g P/ tanaman dan 5.43 g K/tanaman.Hasil persaman regresi 3.98

0.00 2.50 5.00 7.50 10.00 12.50

(35)

 

kuadratik yang berasal dari respon diameter batang terhadap K pada umur 24

MST diperoleh dosis optimum K sebesar 5.16 g K/tanaman (Tabel8).

Tabel8.Dosis Optimum P dan K berdasarkan Diameter Batang BibitKelapa Sawit

Umur

Persamaan Dosis Optimum (g)/tanaman

(MST) P K

Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tanaman

selama enam bulan pengamatan menunjukkan pertumbuhan yang normal. Hal ini

dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan di setiap bulannya. Bila diperhatikan

berdasarkan bentuk grafik, masing-masing peubah tersebut mengikuti bentuk pola

pertumbuhan sigmoid.

Menurut Harjadi (1996) pengertian pertumbuhan adalah penambahan

ukuran yang tidak dapat balik dan mencerminkan pertambahan protoplasma di

dalam sel. Pertumbuhan sel tersebut terdiridari 3 fase yaitu lag phase, exponential

phase, dan stationary phase. Leiwakabessy et al. (2003) menyatakan bahwa pada

permulaan pertumbuhan (lag phase) terjadi pertambahan ukuran sel yang kecil,

setelah itu disusul dengan pertambahan pertumbuhan yang cepat sekali selama

waktu tertentu (exponential phase), kemudian kecepatannya berkurang dan

cenderung stabil (stationary phase), lalu pertumbuhan menjadi terhenti.

Pertumbuhan tinggi tanaman dan diameter batang di awal pertumbuhan cenderung

lambat, lalu meningkat tajam pada bulan-bulan berikutnya. Selain itu, terdapat

titik tertentu dimana pertumbuhan menurun dan dapat ditunjukkan pada

(36)

 

Pertumbuhan yang normal untuk masing-masing peubah selama enam

bulan diduga karena adanya pengaruh penambahan pupuk organik (kompos pupuk

kandang) dan kecukupan air. Awal pertumbuhan menunjukkan rata-rata

pertumbuhan yang lambat, hal ini karena pupuk organikmembutuhkan

perombakan di dalam tanah sebelum dapat digunakan langsung oleh tanaman.

Selain itu, bibit merupakan hasil pemindahan dari pembibitan awaldan sekaligus

ditanam pada media tanam yang berbeda, sehingga butuh penyesuaian awal bagi

bibit kelapa sawit terhadap media tumbuhnya.

Curah hujan selama penelitian berkisar 272 – 548 mm/bulan dengan

rata-rata hari hujan sebanyak 25 hari/bulan. Kondisi cuaca tersebut sudah menjamin

kecukupan air bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit selama penelitian

berlangsung.Menurut Lubis (1992) air merupakan kebutuhan utama dalam

pembibitan karena sangat diperlukan dalam proses fisiologis.

Bila dibandingkan dengan standar bibit yang dikeluarkan oleh PT Dami

Mas sebagai produsen benih kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian,

kondisi bibit pada penelitian masih di bawah standar (Tabel 1).Standar tinggi

tanaman PT Dami Mas 19 % lebih besar dibandingkan dengan tinggi tanaman

yang diperoleh pada penelitian, untuk jumlah daun 37.2 % lebih besar

dibandingkan dengan penelitian, sedangkan standar diameter batang tanaman PT

Dami Mas 87 % lebih besar dibandingkan diameter batang tanaman pada

penelitian.Sehingga secara keseluruhan bibit kelapa sawit PT Dami Mas48 %

lebih besar dibandingkan dengan bibit pada penelitian.Hal ini diduga karena

adanya perbedaan dalam aplikasi pemberian baik waktu, jenis maupun jumlah

pupuk yang digunakan.

Tingkat kehijauan daun diukur menggunakan alat SPAD – 502 Plus

Chlorophyllmeter. Prinsip alat ini adalah mencatat tingkat kehijauan daun dan

jumlah relatif molekul klorofil yang ada di daun dalam satu nilai berdasarkan

jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konica Minolta, 1989). Hasil

penelitian menunjukkan adanya peningkatan jumlah klorofil. Peningkatantingkat

kehijauan daun menunjukkan peningkatan jumlah klorofil pada daun. Dengan

(37)

 

semakin meningkat. Fotosintesis yang berjalan semakin baik akan berdampak

pada pertumbuhan tanaman yang akan semakin baik juga.

Perlakuan dosis P terhadap semua peubah tanaman tidak menunjukkan

pengaruh yang nyata. Selain itu secara penampakan di lapang masing-masing

perlakuan cenderung memiliki keragaan yang tidak jauh berbeda. Hal tersebut

diduga karena ketersediaan P dalam tanah tergolong sedang sehingga pemberian

pupuk P tidak begitu berpengaruh. Hal ini sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Soepartini et al. (1994) bahwa makin rendah kandungan P

dalam tanah, maka makin banyak diperlukan pupuk. Sedangkan semakin tinggi P

dalam tanah, maka tanah tersebut semakin tidak memerlukan pupuk SP-36. Di

sini menunjukkan bahwa ketersedian P di dalam tanah sudah mencukupi

kebutuhan tanaman.

Beberapa penelitian mengenai pemupukan P dari penelitian yang sudah

ada kebanyakan tidak berpengaruh nyata. Terdapat dugaan yang dikemukakan

oleh Wachjar et al. (2002) bahwa pupuk P pada berbagai dosis tidak berbeda

nyata karena adanya keterbatasan gerakan ion fosfat dalam tanah dan gerakan P di

titik penempatan pupuk umumya juga terbatas. Selain itu, yang menjadi kendala

dalam pemupukan adalah karakteristik unsur P itu sendiri yaitu kemampuan daya

larut dalam tanah rendah.

Kendala yang dialami saat penelitian adalah tidak adanya pengamatan

terhadap akar, dimana akar merupakan indikasi dari pengaruh pemupukan P. Hal

ini disebabkan bibit kelapa sawit masih digunakan sampai penanaman di lapang.

Fungsi utama P adalah membantu dalam pembentukan akar tanaman. Di sisi lain,

pertumbuhan akar pada bibit kelapa sawit sangat menentukan kelanjutan

pertumbuhan tanaman kelapa sawit ketika sudah ditanam di lapang. Sehingga,

pada penelitian ini belum sepenuhnya dapat dikatakan bahwa pemupukan P tidak

memberikan pengaruh yang nyata. Dengan demikian, masih dibutuhkan penelitian

lanjutan untuk membuktikan pengaruh pemberian pupuk P terhadap pertumbuhan

akar bibit kelapa sawit.

Pemberian pupuk K hanya berpengaruh secara kuadratik terhadap

diameter batang di akhir pengamatan (24 MST) dan selebihnya tidak. Hal tersebut

(38)

 

menyebabkan pemberian pupuk tidak berpengaruh.Pemberian dosis pupuk K

sebesar 5 g K/tanaman meningkatkan diameter batang tanaman, tetapi pada

peningkatan dosis selanjutnya cenderung menurun, yang berarti peningkatan dosis

berikutnya sudah menurunkan pertumbuhan tanaman karena sudah melebihi

kebutuhan optimum K pada tanaman.Pemberian K yang berlebih akan

menurunkan serapan hara Ca dan Mg yang pada akhirnya dapat menurunkan

pertumbuhan dan produksi tanaman (Safuan et al., 2011).

Pengaruh interaksi P dan K terhadap diameter batang pada 16 dan 20 MST

dapat diperoleh perimbangan kombinasi pupuk P dan K yang optimum.

Unsur-unsur hara yang berperan dalam menunjangnya pertumbuhan tanaman tidak dapat

bekerja secara sendiri. Masing-masing unsur memerlukan keterlibatan

unsur-unsur lain dalam membantu peranannya.

Hubungan P dan K saling terkait dalam penyerapan hara. Ispandi dan

Munip (2004) menjelaskan bahwa P berperan dalam membantu penyerapan unsur

hara lain di dalam tanah termasuk hara K. Ketersedian hara P yang cukup akan

membantu dalam penyerapan hara K dalam tanah. Dibb (1998) mengemukakan

salah satu peran K bagi tanaman adalah memproduksi ATP. Hal ini terkait dengan

salah satu peran P yaitu sebagai penyimpan energi. Dengan demikian, semakin

tinggi ATP yang diproduksi oleh K, maka semakin tinggi penyimpanan energi

yang dapat dilakukan oleh P.

Penentuan optimasi pemupukan dapat memberikan gambaran secara kasar

dan cepat terhadap penentuan rekomendasi pupuk (Alviana dan Susila, 2009).

Berdasarkan persamaan regresi kuadratik dapat diperoleh dosis optimum untuk K,

sedangkan dari persamaan regresi berganda dapat diperoleh dosis kombinasi

optimum untuk P dan K. Dengan demikian, untuk mencari dosis optimum dapat

dilakukan dengan cara mengetahui bentuk respon tanaman terhadap kedua

pemupukan tersebut.

Dosis optimum P dan K diharapkan diperoleh pada setiap bulannya.

Tetapi, pada penelitian ini tidak diperoleh dosis optimum yang diinginkan. Hal ini

karena dosis optimum P dan Kdapat ditentukan hanya pada bulan-bulan tertentu

saja. Sehingga, penentuan dosis optimum pada pembibitan utama kelapa sawit

(39)

 

menjadi acuan untuk penentuan dosis optimum selanjutnya. Bila dosis optimum

ditentukan pada kondisi media tanam tanpa penambahan pupuk organik, maka

dosis optimum yang diperoleh akan lebih besar daripada dosis optimum yang

diperoleh pada penelitian ini.

Secara umum penambahan pupuk organik yang diberikan pada penelitian

ini memberikan pengaruh dominan terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit

selama penelitian. Fungsi pupuk organik dijelaskan oleh Sugiyanta et al. (2008)

bahwa fungsi pupuk organik adalah sebagai kunci mekanistik untuk suplai unsur

hara. Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan membantu dalam

menambah ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sepanjang

(40)

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian pupuk P dan K meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman,

jumlah daun, diameter batang, dan jumlah klorofil daun. Pupuk P tidak

menunjukkan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang

dan jumlah klorofil. Pupuk K hanya memberikan pengaruh terhadap diameter

batang tanaman secara kuadratik pada umur 24 MST. Terdapat pengaruh interaksi

P dan K terhadap diameter batang pada umur 16 MST dan 20 MST. Kombinasi

dosis optimum P dan K pada umur 16 MST sebesar 0.64 g P/tanaman dan 2.09 g

K/tanaman. Kombinasi dosis optimum P dan K pada umur 20 MST sebesar 1.24 g

P/tanaman dan 5.43 g K/tanaman. Dosis optimum pupuk tunggal K untuk 24 MST

sebesar 5.16 g K/tanaman.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai pemupukan dengan

melakukan analisis akhir tanah dan analisis jaringan organ-organ tanaman

meliputi daun, batang, dan akar. Sehingga, dapat diketahui perbedaan antara

kandungan unsur hara sebelum dan sesudah aplikasi pemupukan.

2. Perlu dilakukan pengamatan pertumbuhan akar tanpa membongkar tanaman

(41)

 

DAFTAR PUSTAKA

Alviana, V.F. dan A.D. Susila. 2009. Optimasi dosis pemupukan pada budidaya cabai (Capsicum annum L.) menggunakan irigasi tetes dan mulsa

polyethylene. J. Agron Indonesia 37(1):28-33.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Data Iklim Bulanan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Tahun 2011-2012. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman. http://www.bps.go.id. [Diunduh 10 Oktober 2011].

Corley, R.H.V. and B.S. Gray. 1976. Growth and morphology, p.12-14. InR.H.V. Corley, J.J Hardon, and B.J. Wood (Eds.). Development in Crop Science (1) Oil Palm Research. Elfisher Scientific Publishing Company. Amsterdam.

Dibb, D.W. 1998. Functions of Potassium in Plants. Better Crops 82(3):4-5.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2010. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan.http://ditjenbun.deptan.go.id. [Diunduh 6 Januari 2012].

Farhana, M.A, M.R Yusop, M.H. Harun, and A.K. Din. 2007. Performance of TeneraPopulation for The Chlorophyll Contents and Yield Component. Proceedings of The PIPOC 2007International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology & Sustainability). Malaysia Palm Oil Board. Malaysia. Vol.2:701-705.

Firmansyah, M.A. 2006. Rekomendasi Pemupukan Umum Karet, Kelapa Sawit, Kopi dan Kakao. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya. 11 hal.

Gardner, F.P., R. B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta. UI Press. 428 hal.

Goh, K. J. and R. Hardter. 2003.General Nitrition of Oil Palm. http://www.aarsb.com.[Diunduh 10 Oktober 2011].

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hal.

(42)

 

Hartley, C.W.S. 1977. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Longman. London & New York. 806 p.

Ispandi, A., dan A. Munip. 2004. Efektivitas pupuk PK dan frekuensi pemberian pupuk K dalam meningkatkan serapan hara dan produksi kacang tanah di lahan alfisol. Ilmu Pertanian 11(2):11-24.

Kasno, A. 2009. Pupuk Organik dan Pengelolaannya. http:/balittanah.litbang.dep- tan.go.id. [Diunduh 7 Oktober 2011].

Khaswarina, S. 2001. Keragaan bibit kelapa sawit terhadap pemberian berbagai kombinasi pupuk di pembibitan utama. Jurnal Natur Indonesia III(2):138-150.

Kiswanto, J. H.Purwanta., dan B. Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bandar Lampung. 21hal.

Konica Minolta. 1989. Chlorophyll Meter SPAD-502 Manual Book. Japan : Konica Minolta.

Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 252hal.

Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensisJacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Bandar Kuala. 435hal.

Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 407 hal.

Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dn MINITAB. IPB Press. Bogor. 276hal.

Mite, F., M. Carrillo , and J. Espinosa. 1999. Fertilizer use efficiency in oil palm is increased under irrigation in ecuador. Better Crops International 13(1): 31-32.

Mutert, E., A.S. Esquìvez, A.O. Santos, and E.O. Cervantes. 1999. The oil palm nursery: foundation for high production. Better Crops International13(1): 39-44.

Pahan, I .2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.410 hal.

(43)

 

Purwantoro, R.N. 2008. Sekilas pandang industri sawit. Usahawan LMFEUI 04: 1-18.

Rankine, I. and T.H. Fairhurst. 1999. Management of phosphorus,potassium and magnesium inmature oil palm. Better Crops International 13(1):10-15.

Safuan, L.O., R. Poerwanto., A.D. Susila, dan Sobir. 2011. Rekomendasi pemupukan kalium untuk tanaman nenas berdasarkan status hara tanah. J. AgronIndonesia 39(1):56-61.

Soepartini, M. 1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga kebutuhan pupuk padi sawah di pulau lombok. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. Departemen Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 12:23-35.

Sugiyanta, Fred, F.R. Rumawas, M.A. Chozin, W.Q. Mugnisyah, dan M. Ghulamadi. 2008. Studi serapan hara N, P, K dan potensi hasil lima varietas padi sawah (Oryza sativaL.) pada pemupukan anorganik dan organik. Bul. Agron. 36(3):196-203.

Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan. Agro Media. Jakarta. 178hal.

Wachjar, A., Y. Setiadi, dan N. Yunike. 2002. Pengaruh inokulasi dua spesies cendawan mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dans serapan fosfor tajuk bibit kelapa sawit (Elaeis

(44)

 

(45)

 

Lampiran 1. Hasil Analisis Contoh Tanah CampuranTop Soil Latosol dan Kompos Pupuk Kandang Sebelum Penelitian

Sifat Tanah Satuan Nilai Uji Tanah Metode/ Ekstraktan

pH H2O 5.60 Agak Masam pH meter

Keterangan : Contoh tanah dianalisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB

Lampiran 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)

Sifat Sangat

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tanah Rendah Tinggi

C- Organik (%) <1.00 1.00 - 2.00 2.01 - 3.00 3.01 - 5.00 >5.00

(46)

 

Lampiran3. Data Temperatur Rata-rata, Curah Hujan, Hari Hujan, Lama Penyinaran, dan Intensitas Penyinaran November 2011 – April 2012

Bulan

Temperatur Curah

Hari Hujan (hari)

Penyinaran Matahari Rata - rata Hujan Lama Intensitas

(oC) (mm) (%) (Cal/Cm2)

November 26.2 457.7 25.0 56 457.7

Desember 26.1 344.6 26.0 44 344.6

Januari 25.1 272.0 28.0 28 224.0

Februari 25.6 548.9 25.0 57 318.3

Maret 26.2 136.0 21.0 55 310.3

April 26.2 389.5 25.0 61 296.0

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Bogor (2012)

Lampiran 4. Hasil Analisis Contoh Pupuk Urea, SP-36, dan KCl

Jenis

Pupuk Jenis Pengujian

Hasil Pengujian

(No. Contoh) Metode Pengujian A B C

Urea N (%) - - 45.95 Kjeldahl

SP-36 P (%) - 36.00 - Spektrophotometri

KCl K (%) 59.97 - - AAS

(47)

 

Lampiran5. Hasil Analisis Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit

Umur Sumber Keragaman F- Hit Pr>F % KK

(48)

 

Lampiran6. Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit

Umur Sumber Keragaman F- Hit Pr> F % KK

(49)

 

Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit

Umur Sumber Keragaman F-Hit Pr> F % KK

Kelompok 2.43 0.11tn

11.94

Kelompok 0.17 0.85tn

6.02

Pupuk P 1.83 0.16tn

Pupuk K 3.31 0.03 *

PxK 0.73 0.68tn

(50)

 

Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Jumlah Klorofil Daun Bibit Kelapa Sawit

Umur Sumber Keragaman F- Hit Pr> F % KK

Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 9.Sidik RagamUji Lanjut Kontras Polynomial OrtogonalPeubah Diameter Batang Bibit Umur 24 MST

Kontras F- Hit Pr> F % KK

Lampiran10. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada 0 – 24 MST

Umur (MST)

Tinggi Rata-rata Pertumbuhan

(51)

 

Lampiran 11. Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit pada 0– 24 MST

Bulan (MST)

Diameter Batang Rata-rata Pertumbuhan

(cm) (%)

0 1.03 ± 0.08 -

4 1.26 ± 0.10 22.3

8 1.58 ± 0.20 25.4

12 1.77 ± 0.10 12.0

16 2.68 ± 0.20 51.4

20 3.82 ± 0.30 42.5

24 4.06 ± 0.20 6.30

Lampiran 12. Serangan Hama pada Bibit Kelapa SawitSelama Penelitian

(a) (b) (c)

Keterangan : (a) Belalang (Valanga nigricornisBurm.), (b) Larva Hama Ulat Api (Setora nitensWalk.), dan (c) Kutu Daun Aphids

Lampiran13. Lay Out Percobaan

U

Å

Keterangan : : Petak Ulangan 1

: Petak Ulangan 2

: Petak Ulangan 3

P2K0 P2k2 P2K3 P3K0 P3K1 P3K3 P2K1 P1K1

P1K2 P1K0 P0K2 P0K3 P0K0 P3K2 P1K3 P0K1

P0K0 P0K1 P1K0 P2K1 P3K1 P1K0 P2K3 P0K2

P3K2 P2K2 P3K3 P1K3 P2K2 P0K0 P2K1 P3K0

P0K3 P2K0 P3K0 P3K1 P3K3 P0K1 P1K1 P1K3

(52)

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditi perkebunan merupakan salah satu komoditi yang berpotensi dan

memberikan prospek baik ke depan sebagai sumber pendapatan devisa negara.

Pengembangan tanaman perkebunan akan memberikan nilai positif dalam hal

peningkatan perekonomian negara. Hasil penelitian Purwantoro (2008)

menunjukkan bahwa sektor perkebunan merupakan sumber pendapatan

masyarakat yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 17.5 juta orang dion farm.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang

berkontribusisebagai penerima devisa negara yang dapat diandalkan. Bahan baku

yang dihasilkan dari pohon kelapa sawit antara lain minyak sawit, minyak inti

sawit, dan ampas inti sawit. Masing-masing produk memiliki nilai komersial,

tetapi dari ketiga produk tersebut yang saat ini sangat berpotensi adalah minyak

sawit yang lebih dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil).

Masa depan agribisnis kelapa sawit berperan bagi perekonomian

Indonesia. Hasil data menurut Ditjenbun (2010) produksi CPOdi Indonesia pada

tahun 1980 sekitar 721 172 ton, tahun 1990 sebesar 2.4 juta ton, tahun 2000

sebesar 5 juta ton, dan pada tahun 2010 produksi CPO mencapai 14 juta ton.

Berdasarkan data tersebut dapat menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi

minyak sawit di Indonesia terus meningkat selama 40 tahun terakhir. Nilai volume

ekspor minyak sawit dari tahun 2006 hingga 2009 meningkat dengan rata-rata 3.2

juta ton di setiap tahunnya (BPS, 2010).

Palm Oil Green Development Campaign (2010) memperkirakan

peningkatan jumlah ekspor minyak sawit didorong oleh peningkatan jumlah

konsumsi minyak sawit dunia. Konsumsi minyak sawit dunia yang terus

meningkat berkaitan dengan banyaknya bahan olahan yang bermanfaat dari hasil

kelapa sawit. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD

(Refined, Bleached and Deodorized) Palm Oil, CPO, dan beberapa produk

oleokimia.

Peningkatan produksi kelapa sawit di Indonesia dipicu dengan adanya

(53)

 

periode tahun 1980 adalah 294560 ha, tahun 1990 seluas 1.1 juta ha, tahun 2000

seluas 4.1 juta ha, dan tahun 2010 telah mencapai 7.8 juta ha (Ditjenbun, 2010).

Peningkatan produksi kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara perluasan

areal dan intensifikasi. Salah satu tindakan intensifikasi yang penting pada kelapa

sawit adalah pemupukan khususnya di pembibitan. Ketersediaan bibit siap salur

yang baik sangat penting karena kelapa sawitditanam dalam jangka waktu panjang

(umur produksi sampai dengan 30 tahun). Salah satu cara mendapatkan bibit salur

yang baik adalah dengan pemupukan. Pemberian pupuk yang baik akan

memenuhi kecukupan hara makro N, P, dan K pada bibit kelapa sawit.

Pemupukan yang dilakukan di pembibitan utama umumnya menggunakan

pupuk majemuk. Masalah yang dialami oleh kebanyakan para petani adalah

sulitnya dalam memenuhi pupuk majemuk. Masalah ini disebabkan karena harga

pupuk majemuk di pasaran lebih mahal daripada pupuk tunggal. Menurut

Khaswarina (2001) apabila terdapat kendala dari segi ekonomi dalam penyediaan

pupuk majemuk, maka dapat dilakukan kombinasi pupuk tunggal di pembibitan

utama. Hal ini karena pupuk tunggal juga sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan, perkembangan, dan produksi kelapa sawit. Sehingga, penggunaan

pupuk tunggal merupakan alternatif karena mempunyai kandungan unsur hara

yang setara.

Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro utama seperti N, P,

dan K. Ketiga unsur tersebut memiliki peran penting terhadappertumbuhan bibit

kelapa sawit, sehingga untuk menghasilkan tanaman kelapa sawit yang baik di

lapangan perlu mengetahui pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan tanaman

kelapa sawit dan kebutuhan pupuk khususnya di pembibitan utama.

Tujuan Percobaan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk P dan K terhadap pertumbuhan

bibit kelapa sawit.

2. Mengetahui dosis kombinasi optimum pupuk P dan K pada pembibitan

utama.

(54)

 

1. Pemberian pupuk P dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

2. Pemberian pupuk K dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

3. Terdapat dosis kombinasi optimum P dan K terhadap pertumbuhan bibit

(55)

 

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu

komoditi tanaman perkebunanyang penting di Indonesia. Berdasarkan klasifikasi

tumbuhankelapa sawit berasal dari famili Araceae.Tanaman initermasuk ke dalam

tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Fungsi sistem akar yang

paling nyata adalah untuk mendukung tanaman agar dapat berdiri kokoh dalam

tanah. Selain itu, sistem akar membantu tanaman dalam pengambilan zat hara di

tanah. Akar pada tanaman kelapa sawit berupa akar serabut yang tersusun dari

akar primer, akar sekunder, dan akar tertier. Akar yang memiliki kemampuan

paling efektif dalam pengambilan hara dan air dari dalam tanah adalah akar

tersier. Pemeliharaan akar tanaman seperti kecukupan air dan hara dalam tanah

akan meningkatkan kapasitas absorbsi tanaman (Sunarko, 2009).

Batang pada tanaman kelapa sawit tidak bercabang dan dibungkus oleh

pelepah daun. Pertumbuhan awal batang setelah fase muda (seedling) membentuk

batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia(Sunarko,2009).

Batang bagian bawah (bonggol batang atau bowl) kelapa sawit memiliki ukuran

yang lebih besar.Corley dan Gray (1976) mengemukakan bahwa batang kelapa

sawit mengandung banyak serat dengan jaringan pembuluh yang menunjang

dalam pengangkutan hara. Mite et al. (1999) menyatakan bahwa batang

pohonadalahsinkbagihara yangdikumpulkan olehtanamanselamatahapan

vegetatif.Peran karbohidrat yang terkandung dalam batang kelapa sawit adalah

sebagai sumber asimilat. Dengan demikian, batang merupakan organ yang penting

dalam proses fisiologi tanaman.

Kelapa sawit memiliki daun yang memiliki bentuk susunan daun

majemuk. Bagian pangkal pelepah daun terbentuk daridua baris duri yang tajam

dan keras di kedua sisinya. Daun pertama yang keluar pada stadia bibit berbentuk

lanceolate, kemudian muncul bifurcate, dan disusul bentuk pinnate. Bibit yang

berumur mulai dari 5 bulan biasanya dijumpai 5 lanceolate, 4 bifurcate, dan 3

Gambar

Tabel 1. Standar Pertumbuhan Morfologi Bibit PT Dami Mas
Gambar 1. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada Umur 0 – 24MST
Tabel5. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter
Tabel 6. Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, dan Jumlah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara jenis FMA dan dosis pupuk NPK yang digunakan sehingga dapat disimpulkan (1) respon bibit kelapa sawit terhadap

Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Pemberian Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kolam Aerob Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre-Nursery..

Berdasarkan hasil sidik ragam bahwa interaksi pemberian berbagai dosis pupuk urea dengan urin sapi berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit kelapa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah sagu dengan berbagai dosis memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit umur

Tidak ada interaksi antara faktor dosis guano dan dosis pupuk NPK Mutiara terhadap kualitas tanah (kecuali P tersedia) dan pertumbuhan bibit kelapa sawit, tetapi

Pertambahan Tinggi Bibit Kelapa Sawit Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk limbah cair biogas dengan berbagai dosis berbeda tidak nyata

Pemberian pupuk organik hayati Green Botane dan Rock Phosphate pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) varietas Tenera DxP umur 5 - 8 bulan fase pembibitan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah sagu dengan berbagai dosis memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit umur