I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hutan merupakan suatu hamparan lahan yang didalamnya didominasi oleh
pohon-pohon, tumbuh secara bersamaan yang membentuk suatu ekosistem dan
dapat menciptakan iklim mikro di dalam hutan yang berbeda dengan keadaan di
luar hutan. Menurut UU No. 41 Tahun 1999, hutan berfungsi sebagai hutan
lindung, hutan produksi dan hutan konservasi.
Pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia mengacu pada
P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Hutan Alam pada umumnya menggunakan sistem tebang pilih terutama pada
Hutan Produksi Terbatas. Sistem silvikultur yang diterapkan diantaranya Tebang
Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dan Tebang
Habis Permudaan Buatan (THPB) yang diterapkan pada hutan alam dan hutan
bekas tebangan atau
logged over area
. Sistem TPTI yang diterapkan di
IUPHHK-HA berdasarkan P.11/Menhut-II/2009 dengan panjang siklus tebang 30 tahun dan
limit diameter tebang 50 cm ke atas pada hutan produksi terbatas, sedangkan
sistem TPTJ dengan teknik silvikultur intensif panjang siklus tebang selama 25
tahun dan limit diameter diatas 40 cm. Sistem THPB diterapkan pada pengelolaan
tegakan seumur.
2
Pengelolaan hutan alam produksi sekarang ini memasuki rotasi tebang
kedua, yang artinya pengelolaan hutan dilakukan pada areal bekas tebangan
(
logged over area
). Pengelolaan hutan bekas tebangan tentunya berbeda dengan
pengelolaan hutan alam primer, dalam hal rotasi penebangan dan penentuan
pengaturan hasilnya. Pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon merupakan salah
satu metode alternatif dalam menentukan jatah produksi tahunan atau
Annual
Allowable Cut
(AAC).
Pengaturan hasil dalam Rencana Kerja Usaha menggunakan metode
berdasarkan volume kayu dan luas areal. Penentuan jatah produksi tahunan yang
selama ini digunakan dapat memberikan gambaran ketersedian bahan baku kayu
bulat, tetapi tidak dapat dijadikan alat kendali kelestarian hutan alam produksi.
Oleh karena itu, simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dilakukan
untuk memperbaiki metode pengaturan hasil dan melengkapi aspek dalam
pengaturan hasil yang selama ini dipakai di setiap perusahaan kehutanan.
1.2
Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
tentang rotasi tebang dan jatah produksi tahunan yang dinyatakan dalam jumlah
pohon, volume dan luas areal dengan mempertimbangkan dinamika struktur
tegakan setelah penebangan di areal IUPHHK-HA PT. Timberdana, Kalimantan
Timur.
1.3
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai
pengaturan hasil, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam penentuan jatah tebang tahunan atau
Annual Allowable Cut
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Hutan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41
1999).
Hutan alam merupakan hutan yang tumbuh secara alami tanpa adanya
campur tangan manusia yang terdiri dari bermacam komposisi jenis (heterogen),
merupakan tegakan pohon seumur yang tidak memiliki ukuran pohon yang
beragam (Arifin 2001).
Menurut Suhendang (2002), hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang
memiliki ciri-ciri yaitu iklim yang selalu basah, tanah podsolik, latosol, alluvial,
dan regosol, drainase tanah baik, serta terletak jauh dari pantai. Tegakannya
didominir oleh pohon-pohon yang selalu hijau dan tidak menggugurkan daun.
Hutan hujan tropis juga memiliki berbagai jenis kayu penting yang berasal dari
suku dipterocarpaceae seperti Shorea, Dipterocarpus, Vatica, dan Dryobalanops
serta genus-genus lainnya.
2.2
Hutan Bekas Tebangan
Hutan alam bekas tebangan atau
logged over area
(LOA) adalah area hutan
alam (yang sebelumnya)
virgin forest
yang mendapat perlakuan tebang pilih
(TPI/TPTI) sehingga meninggalkan tegakan sisa dengan struktur tegakan yang
secara alamiah masih memungkinkan untuk dapat berkembang atau memulihkan
diri membentuk kembali tegakan layak tebang pada rotasi tebang berikutnya
(Muhdin 2012).
4
Menurut Bruenig (1996)
dalam
Suhendang (2002), hutan sekunder
merupakan hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan
yang telah mengalami gangguan yang berat, seperti lahan bekas perladangan
berpindah atau untuk pertanian menetap, peternakan dan pertambangan.
2.3
Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon
Pengaturan hasil adalah penentuan hasil kayu dan produk lainnya dalam
preskripsi rencana pengelolaan, termasuk dimana, kapan dan bagaimana hasil
seharusnya dapat diekstraksi (FAO 1998).
Pengaturan hasil (
yield regulation
) diartikan sebagai suatu proses atau
strategi untuk mewujudkan kelestarian hasil yang diterjemahkan ke dalam praktek
manajemen dalam bentuk perencanaan, monitoring dan kontrol. Dalam konteks
lebih operasional, pengaturan hasil adalah penentuan porsi hutan (dalam luas areal
ataupun volume kayu) yang dipungut setiap tahun atau periode tertentu yang
menjamin kelestarian produksi/pengusahaan dan kelestarian hutan. AAC atau etat
tidak lain adalah angka yang menyatakan besarnya porsi tersebut. Dalam AAC
juga melekat dimensi spasial dan waktu (bagian mana yang ditebang kapan), dan
bahkan bagaimana penebangan dilakukan (Parthama 2002).
Menurut Davis dan Johnson (1987) hasil tegakan adalah banyaknya dimensi
tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah
kumulatif sampai pada waktu tertentu. Pengelolaan hutan berada pada keadaan
kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan
berlangsung secara terus menerus. Jumlah maksimum hasil yang dapat
dikeluarkan secara terus menerus setiap periode sama dengan pertumbuhan dalam
periode waktu itu.
Secara umum, teknik penghitungan AAC dapat dipilah menjadi dua yaitu
(1) teknik menggunakan rumus, dan (2) teknik berdasarkan simulasi (Parthama
2002). Teknik menggunakan rumus dalam penghitungan AAC berdasarkan
metode etat luas dan metode etat volume yang biasanya diasumsikan berdasarkan
konsep hutan normal.
ketentuan manajemen seperti siklus tebang, limit diameter tebang dan lain-lain.
Simulasi memungkinkan proses
trial and eror
untuk mendapatkan angka AAC
yang paling tepat untuk suatu bagian hutan tertentu (Parthama 2002).
Suhendang
(1995)
dalam
Aswandi
(2005)
mengusulkan
untuk
menggunakan metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon yang
merupakan modifikasi dari Metode Brandis untuk hutan alam di Indonesia. Pada
metode Brandis, perhitungan jumlah pohon yang dapat ditebang diperoleh dari
hutan tidak seumur yang homogen yang belum mengalami penataan hutan.
Selanjutnya, Suhendang memodifikasinya untuk hutan tidak seumur yang
homogen dan telah mengalami penataan hutan terlebih dahulu. Metode
pengaturan hasil ini mensyaratkan penebangan pohon secara proposional untuk
setiap jenis dan setiap kelas diameternya.
Pengaturan hasil dengan dasar perhitungan potensi tegakan berdasarkan
volume kurang mampu menerangkan gambaran keadaan tegakan sisa yang
diperlukan sebagai persediaan dan pembinaan tegakan untuk rotasi tebang
berikutnya. Penentuan etat berdasarkan volume hanya cukup berarti untuk
memberikan gambaran ketersediaan bahan baku kayu bulat, namun kurang tepat
bila dijadikan alat kendali kelestarian hutan alam produksi (Suhendang 2005
dalam
Muhdin 2012).
III.
METODOLOGI
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012. Penyusunan skripsi
dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan Desember 2012.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat computer
dengan
software
Microsoft Excel untuk mengolah data serta ArcView GIS 3.2
untuk pemetaan hasil pengolahan data. Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)
PT. Timberdana.
3.3
Metode Penelitian
Pengelompokan data dan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian
ini meliputi:
1.
Pengelompokan jenis
Pengelompokan jenis dilakukan dengan mengelompokan jenis ke dalam
kelompok Dipterocarpaceae dan kelompok non Dipterocarpaceae
2.
Pengelompokan diameter pohon
Data dikelompokan menjadi delapan kelas diameter, dengan lebar selang
kelas diameter dibuat 5 cm. Kelas diameter terendah mulai dari 15,0-19,9
cm dan kelas tertinggi 50 cm ke atas.
3.
Perhitungan jumlah pohon
Jumlah pohon dihitung untuk setiap kelompok jenis (Dipterocarpaceae dan
non Dipterocarpaceae) dan setiap kelompok kelas diameter pohon.
4.
Simulasi perhitungan tegakan layak tebang
cm ke atas sebanyak 25 pohon. Hasil simulasi berupa lamanya waktu
untuk mencapai kondisi layak tebang (rotasi tebang).
5.
Klasifikasi petak
Klasifikasi dilakukan berdasarkan kondisi layak tebang pada tahun yang
sama.
6.
Pemetaan sebaran plot
Pemetaaan sebaran plot berdasarkan kondisi layak tebang pada tahun yang
sama, sesuai dengan pengelompokannya dipetakan secara spasial,
sehingga dapat menunjukkan keberadaan plot yang diamati. Pemetaan
dilakukan baik dengan atau tanpa mempertimbangkan kemudahan akses.
Pemetaan dengan mempertimbangkan kemudahan akses merupakan
pemetaan yang memperhatikan kemungkinan akses jalan, lokasi dan
potensi, sedangkan tanpa mempertimbangkan akses merupakan pemetaan
yang tidak memperhatikan kemungkinan akses jalan dan lokasi.
3.4
Analisis Data
Perhitungan volume tegakan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan
informasi jumlah pohon per kelas diameter dari struktur tegakan yang diketahui
dengan menggunakan rumus volume hasil penelitian Direktorat Jenderal Bina
Program Kehutanan Edisi Khusus (DJBPKEK) No. 51 A tahun 1983 (Fajarwati
2005), sebagai berikut
Dipterocarpaceae
V= 0,0001234D
2,49130(1)
Non dipterocarpaceae
V=0,0001450D
2,42950(2)
Simulasi proyeksi struktur tegakan dilakukan dengan menggunakan proporsi
tetap dan
up growth
per kelas diameter (Tabel 1) menurut Muhdin (2012).
Tabel 1 Nilai dugaan proporsi
up growth
(a
i) dan tetap (b
i)
Kelas diameter Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae
A B a B
15-19,99 0,69 0,24 0,71 0,22
20-24,99 0,60 0,30 0,67 0,22
25-29,99 0,54 0,34 0,64 0,23
30-34,99 0,52 0,37 0,64 0,25
35-39,99 0,64 0,31 0,70 0,22
40-44,99 0,61 0,34 0,72 0,23
45-49,99 0,63 0,31 0,75 0,19
50-54,99 0,63 0,30 0,71 0,22
55-59,99 0,63 0,31 0,72 0,19
IV.
KONDISI UMUM
Berdasarkan buku Revisi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
IUPHHK-HA PT. Timberdana tahun 2008, keadaan umum di areal IUPHHK-HA
PT. Timberdana adalah sebagai berikut:
4.1 Letak Geografis
Areal IUPHHK-HA PT. Timberdana, terletak pada kelompok hutan Sungai
Lawa, hulu Sungai Mahakam, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur
yang secara geografis terletak diantara 115° 21’
-
115° 59’ Bujur Timur dan 0°
44’
-
1° 45’ Lintang Selatan.
Secara administratif pemerintahan, areal kerja IUPHHK-HA PT.
Timberdana termasuk kedalam wilayah Kecamatan Bentian Besar dan Muara
Lawa, Kabupaten Kutai Barat Propinsi, Kalimantan Timur.
Berdasarkan pembagian administrasi kehutanan, areal IUPHHK-HA PT.
Timberdana termasuk ke dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangku Hutan
(BKPH) Damai, Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat dan Dinas Kehutanan
Propinsi Kalimantan Timur, serta Bagian Kesatuan Pemangku Hutan Murung
Utara, Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah.
Batas areal kerja IUPHHK-HA PT. Timberdana adalah sebagai berikut:
-
Sebelah Utara
: PT. Inhutani I, HTI PT. Hutan Mahligai dan PT.
Romastika
-
Sebelah Timur
: PT. Indowana Arga Timber
-
Sebelah Selatan
: PT. Austral Byna, Kawasan Budidaya Non
Kehutanan (KBNK) dan HL. Gunung Beratus
-
Sebelah Barat
: PT. Barito Pasific Lumber dan PT. Austral Byna
4.2 Luas
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 123/Kpts/Um/2/1981
tanggal 16 Februari 1981 telah ditetapkan bahwa areal UPHHK PT. Timberdana
seluas 175.000 ha dengan lokasi di kelompok hutan S. Nyawatan (Blok A) seluas
43.000 ha dan kelompok hutan S. Lawa (Blok B) seluas 132.000 ha keduanya
terletak di hulu Sungai Mahakam. Berdasarkan
Addendum Forestry Agreement
No. FA/N-AD/010/III/81 tanggal 10 Maret 1981 luas areal UPHHK PT.
Timberdana 161.000 ha.
Berdasarkan SK Tata Batas (Temu Gelang) Menteri Kehutanan No.
240/Kpts-II/1996 tanggal 26 Mei 1996. Luas areal PT. Timberdana di tetapkan
160.054 ha, terdiri dari unit A 48,321 ha dan unit B 111.733 ha dengan panjang
batas 367.513 m. Selanjutnya luasan 160.054 ha dipakai sebagai acuan dalam
penyusunan RK-UPHHK PT. Timberdana tahun 1996/1997-2015/2016
(Pengelolaan tahap I) yang selanjutnya disetujui dan disahkan oleh Departemen
Kehutanan melalui SK No.52/Kpts-IV/1997 tanggal 21 Januari 1997.
10
IUPHHK PT. Timberdana seluas 76.405,80 ha, melalui Keputusan Menteri
Kehutanan No. SK.118/Menhut-II/2006 tanggal 4 Mei 2006.
4.3 Fungsi Hutan dan Penutupan Lahan
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. : 79/KPTS-II/2001 tanggal 15
Agustus 2001 tentang Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi
Kalimantan Timur, seluruh Areal kerja IUPHHK PT. Timberdana berada pada
kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Berdasarkan penafsiran Citra Landsat liputan 1 Desember 2006
stripping
filled
tanggal 19 Mei 2006, yang disahkan oleh Badan Planologi
Kehutanan/Kepala Pusat Perpetaan No. S.239/VII/Pusin-1/2007 tanggal 23 April
2007, kondisi penutupan lahan pada areal kerja didominasi oleh Hutan Bekas
Tebangan seluas 48.713,30 ha (63,76%), sedangkan Hutan Primer masih terdapat
seluas 10.812,55 ha atau 14,15% (Tabel 2).
Tabel 2 Penutupan lahan areal IUPHHK PT. Timberdana
Kondisi Penutupan Lahan Luas (ha) %
Hutan Primer 10.812,55 14,15
Hutan Bekas Tebangan 48.717,30 63,76
Non Hutan 869,35 1,14
Tertutup Awan 13.570,35 17,76
Buffer Zone (HL) 1.189,50 1,56
Kawasan Lindung 1.246,75 1,63
Total 76.405,80 100,00
4.4 Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, areal kerja PT. Timberdana
termasuk tipe iklim A, data tahun 2008 menunjukkan curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan November (331 mm) dengan jumlah hari hujan 12 hari, sedangkan
curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli (104 mm) dengan jumlah hari hujan 6
hari. Adapun curah hujan rata-rata per tahun sebesar 2.581 mm dengan rata-rata
hari hujan 110 hari.
4.5 Geologi dan Tanah
di areal IUPHHK PT. Timberdana seluruhnya adalah jenis tanah asosiasi gleisol
distrik-aluvial gleik.
4.6 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Keberadaan pemukiman komunitas yang berada di sekitar dan pada
kawasan hutan mengindikasikan tingkat ketergantungan komunitas pada
sumberdaya alam sangat tinggi. Keberadaan komunitas asli Kalimantan Timur
(Suku Dayak Tunjung, Suku Dayak Benuaq dan Suku Dayak Bentian) sudah
bermukim di kawasan Sub DAS Mahakam dan Muara Lawa jauh sebelum ada
aktifitas IUPHHK PT. Timberdana. Komunitas pendatang (transmigrasi suku
Jawa dan Nusa Tenggara) baru bermukim pada kawasan tersebut sejak tahun
1960-an.
Komunitas asli Dayak menggunakan pola nafkah ganda yaitu berladang,
berburu dan meramu. Komunitas pendatang juga menerapkan pola nafkah ganda
namun berbeda dengan komunitas asli yaitu bertani, berkebun dan buruh.
Dari jumlah penduduk 3.223 jiwa di Kecamatan Bentian Besar, yang
telah/sedang melaksanakan pendidikan sebanyak 1.559 jiwa yang terdiri dari TK
72 jiwa, SD 1.094 jiwa, SLTP 302 jiwa dan SLTA 91 jiwa, sedangkan lainnya
tidak menjalani pendidikan.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam
produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada
IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009. Berdasarkan SK Dirjen
BPK No. 213/VI-BPHA/2009, PT. Timberdana ditetapkan sebagai pelaksana
teknik Silvikultur Intensif dengan areal kerja seluas 10.000 ha. IUPHHK-HA PT.
Timberdana termasuk dalam Hutan Produksi Terbatas dengan menggunakan dua
sistem silvikultur yaitu sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang
Pilih Tanam Jalur (TPTJ) teknik Silvikultur Intensif. Simulasi pengaturan hasil
berdasarkan jumlah pohon menggunakan sistem TPTI, karena sebagian besar
areal IUPHHK-HA PT. Timberdana dikelola dengan sistem Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI) dan metode ini hanya berlaku dalam penggunaan sistem TPTI.
Sistem ini menggunakan acuan P.11/Menhut-II/2009 dengan panjang siklus
tebang 30 tahun dan limit diameter 50 cm ke atas pada Hutan Produksi Terbatas
tanpa mempertimbangkan karakteristik pertumbuhan pohon dan dinamika tegakan
hutan setempat.
Simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon merupakan salah satu
metode yang digunakan hutan alam tidak seumur di Indonesia dengan intensitas
penebangan berimbang (Suhendang 1993
dalam
Krisnawati 2001). Metode ini
diduga dapat mengatasi masalah pengaturan hasil pada hutan alam bekas
tebangan.
Simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon ini menggunakan data
hasil IHMB di IUPHHK PT. Timberdana Kalimantan Timur, terdapat 724 plot
pengamatan, 49 plot kondisinya berupa semak belukar atau lahan kosong.
Sebanyak 675 plot yang terdapat pohon berdiameter ≥ 10 cm memiliki jumlah dan
Simulasi penebangan dilakukan dengan ketentuan pohon yang berdiameter
50 cm ke atas minimal sebanyak 25 pohon (Lampiran 2), mortalitas akibat
penebangan pohon berdiameter 50 cm ke atas terhadap pohon-pohon pada KD
yang lebih kecil diperhitungkan dengan menggunakan proporsi (terhadap total
jumlah pohon per ha) kerusakan tegakan tinggal, yaitu KD 11-20 cm sebesar
14,61%; KD 21-30 cm sebesar 4,77%; KD 31-40 cm sebesar 1,31%; dan KD
41-50 cm sebesar 0,44% (Elias 1998
dalam
Muhdin 2012). Kegiatan penebangan
membawa dampak terhadap tegakan tinggal berupa kerusakan dan perubahan
kecepatan pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam prosedur simulasi pengaturan
hasil perlu dimasukan faktor kerusakan akibat pemanenan. Tingkat kerusakan
tegakan tinggal sangat berkaitan dengan intensitas penebangan. Intensitas
penebangan pada simulasi ini sebesar 60%, dengan rentang waktu simulasi 360
tahun. Pengaturan hasil yang boleh ditebang dilakukan dengan cara memprediksi
standing stock
yang sama atau mendekati dengan kondisi awal areal tersebut
sebelum penebangan.
Jumlah pohon pada setiap petak bervariasi sesuai dengan potensi yang ada,
sehingga hasil dari setiap petak berbeda begitu juga dengan tahun tebangnya.
Potensi yang ada dimasukan ke dalam template dan banyaknya pohon yang
ditebang pada kelas diameter 50 cm ke atas, serta banyaknya pohon yang
tertebang dari berbagai kelas diameter di bawah 50 cm dapat diketahui dengan
tahun tebang yang telah ditentukan berdasarkan potensi dari petak itu sendiri
(Lampiran 1).
14
Tabel 3 Tahun tebang dan jumlah plot siap tebang pada siklus pertama
Tahun tebang Jumlah plot Tahun tebang Jumlah plot Tahun tebang Jumlah plot Tahun tebang Jumlah plot
2008 335 2038 12 2068 12 2098 7
2011 17 2041 12 2071 13 2101 8
2014 9 2044 15 2074 8 2104 7
2017 5 2047 14 2077 9 2107 4
2020 5 2050 12 2080 4 2110 1
2023 7 2053 6 2083 12
2026 13 2056 5 2086 10
2029 16 2059 9 2089 9
2032 13 2062 11 2092 9
2035 20 2065 11 2095 15
Simulasi pengaturan hasil dilakukan dengan mengelompokan data dasar
yang diperoleh berdasarkan kondisi layak tebang pada tahun yang sama. Lamanya
rotasi dihitung berdasarkan simulasi secara keseluruhan dengan rentang waktu
360 tahun, sehingga didapat dalam satu siklus tebang di IUPHHK-HA PT.
Timberdana selama 70 tahun (simulasi mulai dari tahun 2013 sampai tahun 2082).
Petak efektif yang dapat dimasukan ke dalam simulasi pengaturan hasil sebanyak
559 petak.
Tabel 4 Potensi tegakan di IUPHHK-HA PT. Timberdana
Kelas diameter (cm)
15 – 19,9
20 – 24,9
25 – 29,9
30 – 34,9
35 – 39,9
40 – 44,9
45
-49,9 50 up
Jumlah pohon (phn/ha)
Tertinggi 109 36 36 10 10 26 17 50
Terendah 4 1 1 0 0 0 0 15
Rata-rata 39 13 13 3 3 8 7 20
Volume(m3/ha)
Tertinggi 16,589 9,986 16,277 6,713 9,511 34,606 29,516 130,498
Terendah 0,623 0,375 0,612 0,253 0,258 0,002 0,001 36,773
Rata-rata 5,904 3,565 5,825 2,407 3,417 11,322 12,306 50,172
potensi dasar dalam simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon, begitu
juga dengan besarnya volume yang tertebang dan ditebang pada berbagai kelas
diameter. Volume yang dipanen hanya sebagai pembanding dari jumlah pohon
yang akan dipanen (Lampiran 3).
Simulasi pengaturan hasil di IUPHHK-HA PT. Timberdana dibagi menjadi
dua pendekatan, yaitu dengan dan tanpa memperhatikan akses.
5.1 Pendekatan Dengan Memperhatikan Akses
16
Pendekatan dengan memperhatikan akses hanya dapat mengelola hutan
sebanyak 464 petak selama 70 tahun, sisa petak efektif yang tidak terkelola pada
siklus pertama karena terhambat oleh akses sebanyak 95 petak. Petak sisa yang
tidak dikelola pada rotasi pertama akan masuk dan dapat dikelola pada rotasi
kedua. Hal ini yang akan membuat perusahaan mengalami penurunan hasil dari
jumlah yang seharusnya. Dibandingkan dengan pendekatan tanpa memperhatikan
akses yang dapat mengelola semua petak sebanyak 559 petak selama 70 tahun.
Perusahaan akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan hitungan.
Tabel 5 Potensi tegakan berdasarkan pendekatan dengan memperhatikan akses
Kelas diameter (cm)
15 – 19,9
20 – 24,9
25 – 29,9
30 – 34,9
35 – 39,9
40 – 44,9
45
-49,9 50 up
Jumlah pohon (phn/th)
Tertinggi 44.421 14.503 14.503 3.983 3.983 9.975 8.530 21.968
Terendah 3.273 1.069 1.069 293 293 960 720 4.080
Rata-rata 26.458 8.638 8.638 2.372 2.372 5.727 4.778 13.370
Volume (m3/th)
Tertinggi 7.050 4.261 6.968 2.882 4.092 13.390 14.861 61.768
Terendah 500 302 495 205 291 1.259 1.237 10.430
Rata-rata 4.055 2.449 4.001 1.654 2.347 7.696 8.413 34.163
18
5.2 Pendekatan Tanpa Memperhatikan Akses
Pendekatan tanpa memperhatikan akses merupakan simulasi pengaturan
hasil dengan masa tebang pada tahun yang sama dan tidak memperhatikan
kemungkinan akses jalan dan lokasi petak, yang dilihat hanya berdasarkan potensi
setiap petak. Pendekatan ini memperhitungkan potensi yang ada pada petak itu
sendiri, sehingga semua petak dapat dikelola. Perusahaan dapat mengelola
sebanyak 8 petak setiap tahunnya selama 69 tahun dan sebanyak 7 petak pada
tahun 2070. Hal ini terjadi karena pembulatan keatas dalam perhitungan sebaran
petak tebang (Lampiran 8).
Tabel 6 Potensi tegakan berdasarkan pendekatan tanpa memperhatikan akses
Kelas diameter (cm)
15 – 19,9
20 – 24,9
25 – 29,9
30 – 34,9
35 – 39,9
40 – 44,9
45
-49,9 50 up
Jumlah pohon (phn/th)
Tertinggi 43.791 14.297 14.297 3.927 3.927 10.120 8.658 24.241
Terendah 9.830 3.209 3.209 881 881 3.013 1.680 11.722
Rata-rata 30.951 10.105 10.105 2.775 2.775 6.715 5.592 15.843
Volume (m3/th)
Tertinggi 6.684 4.040 6.607 2.733 3.881 13.531 15.314 62.472
Terendah 1.502 909 1.487 615 875 4.004 2.986 31.340
Rata-rata 4.741 2.862 4.677 1.933 2.744 9.016 9.822 40.467
20
Tabel 7 Perbandingan dua pendekatan dengan dan tanpa akses
Pendekatan
memperhatikan akses
Pendekatan tanpa
memperhatikan akses
Petak efektif (petak) 464 559
Potensi
Jumlah pohon rata-rata (pohon per tahun) 13.370 15.843
Volume rata-rata (m3 per tahun) 34.163 40.467
Perbandingan antara dua pendekatan dengan dan tanpa akses, dapat dilihat
pada Tabel 7, dari banyaknya petak efektif dan potensi yang dapat dikelola
perusahaan. Potensi dan petak efektif dengan pendekatan tanpa memperhatikan
akses lebih besar jumlahnya, karena pada pendekatan ini semua petak dapat
dikelola. Secara ekonomi, pemilihan pendekatan harus memperhitungkan analisis
biaya yang diperlukan dalam mengelola hutan tersebut selama 1 siklus yaitu 70
tahun.
Pengaturan hasil di IUPHHK-HA PT. Timberdana dihitung berdasarkan etat
luas dan etat volume. Etat luas dihitung dari rata-rata etat luas tahuan areal efektif
untuk produksi, yaitu dengan membagi total luas areal efektif untuk produksi
dengan lamanya daur atau rotasi tebangan berdasarkan sistem silvikultur yang
akan diterapkan dalam pengelolaan hutan. Volume
standing stock
pada saat
penebangan merupakan jumlah
standing stock
pada saat ditebang pertama
ditambah dengan riap sampai dengan saat (tahun) tegakan ditebang kembali.
Berdasarkan hasil risalah data rata-rata riap volume sebesar 1,87 m
3/ha/tahun
untuk seluruh kelas diameter, sedangkan rata-rata riap diameter khusus untuk
kelas diameter 50 cm ke atas adalah sebesar 0,52 m
3/ha/tahun (RKUPHHK 2011).
Tabel 8 Perbandingan RKU dengan hasil simulasi
Pengaturan hasil RKU (TPTI) Simulasi
Etat luas (ha/tahun) 1.875 800
Etat volume (m3/tahun) 95.550 40.148
untuk sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), sedangkan pada
simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon rata-rata jatah tebangan
tahunan sebesar 800 ha/tahun dan volume sekitar 40.148 m
3/tahun. Potensi kayu
minimum rata-rata yang dapat ditebang berdasarkan simulasi sebesar 50 m
3/ha.
Intensitas logging minimal yang layak diproduksi secara ekonomis menurut Elias
(2002) adalah 5 batang/ha, sementara volume kayu produksi minimal adalah
25-30 m
3/ha. Apabila nilai Fe dan Fp diperhitungkan sebesar 0,7 dan 0,8 maka
potensi kayu minimum (dari pohon komersil diameter 50 cm ke atas) hutan alam
tropika yang dapat di tebang dengan sistem TPTI adalah sebesar 45-55 m
3/ha atau
rata-rata 50 m
3/ha. Pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon, banyaknya kayu
yang di produksi menurut Elias (2002) terdapat dalam batas layak secara
ekonomis, sehingga metode pengaturan hasil ini dapat dipakai dalam pengelolaan
hutan.
Perbedaan yang signifikan dijelaskan pada Tabel 8, antara perhitungan jatah
tebang tahunan di RKU yang terealisasi dengan perhitungan jatah tebang tahunan
berdasarkan simulasi. Selisih luas rata-rata jatah tebang sebesar 1.075 ha/tahun,
dan selisih volumenya sebesar 55.402 m
3/tahun. Berdasarkan perhitungan
tersebut, pengambilan hasil hutan pada saat ini termasuk
over cutting
, sehingga
akan berpengaruh terhadap kelestarian hutan, karena pengambilan hasil lebih
banyak dari kemampuan hutan dalam menghasilkan kayu.
Penentuan siklus tebang dalam pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon
dihitung dari potensi masing masing plot dengan lamanya rotasi 70 tahun,
sedangkan pengaturan hasil berdasarkan sistem silvikultur TPTI menggunakan
rotasi selama 30 tahun. Pengaturan hasil yang berlaku dengan ketetapan rotasi 30
tahun tanpa mempertimbangkan potensi dan dalam perhitungan dengan
menggunakan jatah tebang tahunan berdasarkan etat luas serta etat volume. Rotasi
tidak bisa ditetapkan begitu saja, akan tetapi harus melihat pola dinamika hutan
yang ada dan harus sesuai dengan potensi hutan pada saat ini, agar memberikan
pengaruh positif terhadap kelestarian hutan.
22
KESIMPULAN
1.
Pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon di IUPHHK-HA PT.
Timberdana Kalimantan Timur dapat diterapkan dengan lamanya rotasi
tebang adalah 70 tahun, dengan
standing stock
minimal pohon yang
berdiameter 50 cm ke atas sebanyak 25 pohon/ha.
2.
Jatah produksi tahunan berdasarkan jumlah pohon yang berdiameter 50 cm
ke atas sebanyak 15.843 pohon/tahun, dengan volume sebesar 40.467
m
3/tahun, dan luas areal 800 ha/tahun.
SARAN
1.
Perlu dilakukan penelitian sejenis untuk mengkaji kemungkinan penerapan
pengaturan hasil dengan metode jumlah pohon ini di lokasi lain dan
dengan beberapa kemungkinan skenario penebangan.
SIMULASI PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU
BERDASARKAN JUMLAH POHON
PADA HUTAN ALAM PRODUKSI DI KALIMANTAN TIMUR
SITI RODIAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
DAFTAR PUSTAKA
Arifin A. 2001.
Hutan dan Kehutanan
. Yogyakarta: Kanisius.
Arif IWP. 2010. Karakteristik Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan: Studi Kasus
di Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Aswandi. 2005. Skenario Pengaturan Hasil pada Unit Manajemen Hutan Skala
Kecil [tesis]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Davis, L.S. and K.N. Johnson. 1987. Forest Management. McGraw-Hill Book Co.
New York.
Departemen Kehutanan RI. 1999. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Tentang
Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan, Jakarta.
Departemen Kehutanan RI. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Departemen
Kehutanan, Jakarta.
Departemen Kehutanan RI. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.33/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh
Berkala (IHMB) pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Produksi. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Elias. 2002. Resionalisasi Kegiatan Logging dan Kondisi Minimum Tegakan
Struktur Tegakan yang Boleh Ditebang dalam Pengelolaan Hutan Alam
Tropika Indonesia. J Tek Has Hut 15 (1):45
Emrich A, Pokorny B, Sepp C. 2000. Relevansi Pengelolaan Hutan Sekunder
dalam Kebijakan Pembangunan. Eschborn: Deutsche Gesellschaft fur
Tecnische Zusammenarbeit (GTZ).
Fajarwati I. 2005. Inventarisasi Hasil Hasil Penelitian tentang Pendugaan Dimensi
Pohon dan Tegakan di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
FAO. 1998. Guidelines for the Management of Tropical Forests, 1. The
production of wood.
FAO Forestry Paper
135, 293 p.
Krisnawati H. 2001. Pengaturan Hasil Tidak Seumur Dengan Pendekatan
Dinamika Struktur Tegakan : Studi Kasus Hutan Alam Bekas Tebangan
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
25
Parthama P. 2002. Pengaturan hasil hutan alam produksi. Makalah disampaikan
dalam Diskusi Penentuan AAC Hutan Alam Produksi Bekas Tebangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan dan
DFID-FRP (The University of Edinburgh). Jakarta, 21 Februari 2002.
PT. Timberdana. 2011. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Berbasis Inventarisasi Hasil
Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) periode tahun 2011 s/d 2020.
Kalimantan Timur : PT. Timberdana.
SIMULASI PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU
BERDASARKAN JUMLAH POHON
PADA HUTAN ALAM PRODUKSI DI KALIMANTAN TIMUR
SITI RODIAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
SIMULASI PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU
BERDASARKAN JUMLAH POHON
PADA HUTAN ALAM PRODUKSI DI KALIMANTAN TIMUR
SITI RODIAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakutas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
SITI RODIAH. Simulasi Pengaturan Hasil Hutan Kayu Berdasarkan
Jumlah Pohon pada Hutan Alam Produksi di Kalimantan Timur. Dibimbing
oleh Dr. Ir. MUHDIN, MSc.F.Trop.
Pengaturan hasil yang digunakan dalam Rencana Kerja Usaha (RKU)
jangka panjang 10 tahun menggunakan metode berdasarkan volume kayu dan luas
areal. Penentuan jatah produksi tahunan berdasarkan volume dan luas dapat
menggambarkan ketersediaan bahan baku kayu bulat, tetapi tidak bisa dijadikan
alat kendali kelestarian hutan alam produksi karena kondisi hutan saat ini
merupakan hutan bekas tebangan. Oleh karena itu, simulasi pengaturan hasil
berdasarkan jumlah pohon dilakukan untuk memperbaiki metode pengaturan hasil
dan melengkapi aspek dalam pengaturan hasil yang selama ini dipakai di setiap
perusahaan kehutanan.
Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut: pengelompokan jenis,
pengelompokan diameter pohon, perhitungan jumlah pohon, simulasi perhitungan
tegakan layak tebang, klasifikasi petak, dan pemetaan sebaran plot. Analisis data
dilakukan pada perhitungan volume tegakan dengan menggunakan rumus
berdasarkan penelitian Direktorat Jenderal Bina Program Kehutanan Edisi Khusus
(DJBPKEK) No. 51 A tahun 1983 dengan rumus V=0,0001234D
2,49130untuk
kelompok Dipterocarpaceae dan V=0,0001450D
2,42950untuk kelompok non
Dipterocarpaceae.
Simulasi dilakukan dengan dua pendekatan yaitu dengan dan tanpa
memperhatikan akses. Pendekatan dengan memperhatikan akses merupakan
pendekatan pengaturan hasil berupa pengelompokan petak tebang yang akan
dikelola dengan mempertimbangkan akses, sedangkan pendekatan tanpa
memperhatikan akses merupakan pendekatan pengaturan hasil berupa
pengelompokan petak tebang yang akan dikelola dengan anggapan bahwa semua
petak tebang bisa diakses, sehingga perusahaan dapat mengelola semua petak
tebang.
Hasil penelitian simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon
menunjukkan bahwa lamanya rotasi tebang adalah 70 tahun, dengan
standing
stock
minimal pohon yang berdiameter 50 cm ke atas sebanyak 25 pohon/ha.
Jatah produksi tahunan berdasarkan jumlah pohon yang berdiameter 50 cm ke atas
sebanyak 15.843 pohon/tahun, dengan volume sebesar 40.467 m
3/tahun, dan luas
areal 800 ha/tahun.
SUMMARY
SITI RODIAH. Simulation of Wood Forest Yield Regulation Based on
Number of Trees in Natural Production Forest in East Kalimantan.
Supervised by Dr. Ir. MUHDIN, MSc.F.Trop.
Yield regulation used in The Bussiness Plan (RKU) long term 10 years
using a method based on the volume of timber and extensive acreage.
Determination of annual allowable production based on volume and wide can
describe the availability of the raw material wood round, but could not become the
tool of control sustainable natural production forest because of the current forest
conditions the high fells of the former forest. Therefore, the simulation of yield
regulation based on the number of trees conducted to improve the methods and
complete the aspects of yield regulation as long as it is used in every company of
forestry.
This research using the methods which is, group of types and trees diameter,
calculation of the number of trees, simulation calculation of the stands are worthy
of slash, classification of plots, and mapping the distribution of plots. Analysis of
data was conducted on the calculation of the
stand’s volume
by using a formula
that based on the research of Direktorat Jenderal Bina Program Kehutanan Edisi
Khusus (DJBPKEK) No. 51 A tahun 1983 with the formula V = 0.0001234
D
2,49130for the Dipterocarpaceae and V = 0.0001450 D
2,42950for the non
Dipterocarpaceae.
Simulations was carried out with two approaches, with and without observe
to access. Approach with regard to access is the yield regulation approach in the
form of a grouping of the plots cutting which will be managed by considering
access, while approach without regard to access is the yield regulation appoarch in
the form of a grouping of the swath slash which will be managed by the
assumption that all of the plots cutting can be accessed, so the company can
manage all plots cutting.
The result of research about yield regulation simulation based on the
number of trees shows that the length of cutting rotation is 70 years, by the
standing stock at least up to 50 cm, 25 tree/ha. Annual quota of production based
on the number of trees in diameter 50 cm up as many as a year 15.843 tree with a
volume of 40.467 m3/years, and the acreage of 800 ha a year.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Simulasi Pengaturan
Hasil Hutan Kayu Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Produksi di
Kalimantan Timur adalah benar benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan
Dr. Ir. Muhdin, MSc. F. Trop. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Judul Skripsi : Simulasi Pengaturan Hasil Hutan Kayu Berdasarkan Jumlah
Pohon pada Hutan Alam Produksi di Kalimantan Timur
Nama
: Siti Rodiah
NIM
: E14080005
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Muhdin, MSc. F. Trop
NIP. 19660610 199103 1 006
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS.
NIP. 19630401 199403 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 19 April 1990 sebagai anak ke
empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ahmad dan Ibu Dasti. Penulis
melaksanakan pendidikan formal dimulai pada tahun 1995 di TK Mawar XII dan
lulus tahun 1996, meneruskan sekolah ke SD pada tahun 1996 di SD Negeri
Ciwaru IV dan lulus tahun 2002, tahun 2002 meneruskan sekolah di SLTP Negeri
1 Ciwaru dan lulus tahun 2005, kemudian pada tahun 2005 melanjutkan sekolah
di SMA Negeri 1 Kuningan dan lulus tahun 2008, pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
yakni sebagai anggota OMDA Himpunan Mahasiswa Arya Kamuning (Himarika)
(2008-2010), staf Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM) Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan (2009-2010), dan staf Sosial
Lingkungan dan Kemasyarakatan (Soslingmas) Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) (2010-2011). Adapun kepanitiaan yang
diikuti penulis yakni panitia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru angkatan
46 (MPKMB 46) (2009), panitia
Green Festival
2011 (2011), panitia
IPB Social
Health Care
(I-SHARE) (2011), dan panitia Rumah Harapan (2011).
Pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
yang dilaksanakan di Pangandaran-Gunung Sawal. Kemudian tahun 2011,
mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Sukabumi. Selain itu penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Sari
Bumi Kusuma, Kalimatan Tengah pada tahun 2012.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah swt. atas segala rahmat dan
karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Simulasi
Pengaturan Hasil Hutan Kayu Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam
Produksi di Kalimantan T
imur”
. Penulis menyadari terlaksananya penelitian
hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril ataupun
materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1.
Orang tua tercinta Ahmad (Bapak), Dasti (Ibu), Dadi Sudianto, S.Si, S.T,
M.M (kakak), Dewi Susilawati, A.md (kakak), Imas Karnilah, S.H (kakak),
Deddy Kusdiawan, S.H (kakak ipar), Oji Fahruroji (kakak ipar), Siti Eti
Herawati, S.Pd (kakak ipar), dan Hasan Djunaedi, S.S, serta seluruh anggota
keluarga lainnya, terimakasih atas segala doa, kasih sayang, bimbingan,
motivasi, nasihat dan dukungan baik lahir ataupun batin.
2.
Dosen pembimbing Dr. Ir. Muhdin, M.Sc.F.Trop atas segala arahan,
bimbingan, nasihat, solusi serta saran dan masukannya selama penelitian
hingga penulisan skripsi.
3.
Ketua sidang Ir. Ahmad Hadjib, MS atas segala arahan dan sarannya.
4.
Dosen penguji Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi atas segala saran dan
masukkannya.
5.
Keluarga besar bagian perencanaan, laboratorium GIS, dan seluruh staf
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
6.
Teman-teman mahasiswa dan sarjana di Institut Pertanian Bogor angkatan 45.
7.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu saya ucapkan
terimakasih.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah swt. atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Simulasi Pengaturan Hasil
Hutan Kayu Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan
Alam Produksi di Kalimantan T
imur”
. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini membahas tentang simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah
pohon. Hasil simulasi ini diharapkan memberikan dapat gambaran mengenai
metode pengaturan hasil yang berkelanjutan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini,
serta semoga dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai Dugaan Proporsi Tambah Tumbuh (a
i) dan Tetap (b
i) ... 7
2 Penutupan Lahan Areal IUPHHK-HA PT. Timberdana ... 10
3 Jumlah Plot Dan Tahun Tebang Pada Siklus Pertama ... 14
4 Potensi Tegakan di IUPHHK-HA PT. Timberdana ... 14
5 Potensi Tegakan Dengan Pendekatan Memperhatikan Akses ... 17
6 Potensi Tegakan Dengan Pendekatan Memperhatikan Akses ... 18
7 Perbandingan Dua Pendekatan Dengan Dan Tanpa Akses ... 20
8 Perbandingan RKU dengan hasil simulasi ... 20
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1 Peta Pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dengan pendekatan
memperhatikan akses ... 16
2 Peta pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dengan pendekatan tanpa
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1 Petak Tebang pada Kondisi Layak Tebang Rotasi Pertama ... 27
2 Penentuan Jumlah Pohon Layak Tebang untuk Simulasi Penebangan ... 30
3 Jumlah Pohon yang Ditebang dan Tertebang pada Rotasi Pertama ... 31
4 Volume Total Pohon yang Ditebang ... 45
5 Simulasi Pengaturan Hasil dengan Memperhatikan Akses ... 70
6 Jumlah Pohon yang Ditebang dan Tertebang pada Rotasi Pertama per Tahun
dengan Memperhatikan Akses ... 72
7
Volume Pohon yang Ditebang dan Tertebang pada Rotasi Pertama per Tahun
dengan Memperhatikan Akses ... 75
8
Simulasi Pengaturan Hasil Tanpa Memperhatikan Akses ... 78
9
Jumlah Pohon yang Ditebang dan Tertebang pada Rotasi Pertama per Tahun
Tanpa Memperhatikan Akses... 80
10 Volume Pohon yang Ditebang dan Tertebang pada Rotasi Pertama per Tahun
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hutan merupakan suatu hamparan lahan yang didalamnya didominasi oleh
pohon-pohon, tumbuh secara bersamaan yang membentuk suatu ekosistem dan
dapat menciptakan iklim mikro di dalam hutan yang berbeda dengan keadaan di
luar hutan. Menurut UU No. 41 Tahun 1999, hutan berfungsi sebagai hutan
lindung, hutan produksi dan hutan konservasi.
Pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia mengacu pada
P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Hutan Alam pada umumnya menggunakan sistem tebang pilih terutama pada
Hutan Produksi Terbatas. Sistem silvikultur yang diterapkan diantaranya Tebang
Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dan Tebang
Habis Permudaan Buatan (THPB) yang diterapkan pada hutan alam dan hutan
bekas tebangan atau
logged over area
. Sistem TPTI yang diterapkan di
IUPHHK-HA berdasarkan P.11/Menhut-II/2009 dengan panjang siklus tebang 30 tahun dan
limit diameter tebang 50 cm ke atas pada hutan produksi terbatas, sedangkan
sistem TPTJ dengan teknik silvikultur intensif panjang siklus tebang selama 25
tahun dan limit diameter diatas 40 cm. Sistem THPB diterapkan pada pengelolaan
tegakan seumur.
2
Pengelolaan hutan alam produksi sekarang ini memasuki rotasi tebang
kedua, yang artinya pengelolaan hutan dilakukan pada areal bekas tebangan
(
logged over area
). Pengelolaan hutan bekas tebangan tentunya berbeda dengan
pengelolaan hutan alam primer, dalam hal rotasi penebangan dan penentuan
pengaturan hasilnya. Pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon merupakan salah
satu metode alternatif dalam menentukan jatah produksi tahunan atau
Annual
Allowable Cut
(AAC).
Pengaturan hasil dalam Rencana Kerja Usaha menggunakan metode
berdasarkan volume kayu dan luas areal. Penentuan jatah produksi tahunan yang
selama ini digunakan dapat memberikan gambaran ketersedian bahan baku kayu
bulat, tetapi tidak dapat dijadikan alat kendali kelestarian hutan alam produksi.
Oleh karena itu, simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dilakukan
untuk memperbaiki metode pengaturan hasil dan melengkapi aspek dalam
pengaturan hasil yang selama ini dipakai di setiap perusahaan kehutanan.
1.2
Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
tentang rotasi tebang dan jatah produksi tahunan yang dinyatakan dalam jumlah
pohon, volume dan luas areal dengan mempertimbangkan dinamika struktur
tegakan setelah penebangan di areal IUPHHK-HA PT. Timberdana, Kalimantan
Timur.
1.3
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai
pengaturan hasil, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam penentuan jatah tebang tahunan atau
Annual Allowable Cut
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Hutan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41
1999).
Hutan alam merupakan hutan yang tumbuh secara alami tanpa adanya
campur tangan manusia yang terdiri dari bermacam komposisi jenis (heterogen),
merupakan tegakan pohon seumur yang tidak memiliki ukuran pohon yang
beragam (Arifin 2001).
Menurut Suhendang (2002), hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang
memiliki ciri-ciri yaitu iklim yang selalu basah, tanah podsolik, latosol, alluvial,
dan regosol, drainase tanah baik, serta terletak jauh dari pantai. Tegakannya
didominir oleh pohon-pohon yang selalu hijau dan tidak menggugurkan daun.
Hutan hujan tropis juga memiliki berbagai jenis kayu penting yang berasal dari
suku dipterocarpaceae seperti Shorea, Dipterocarpus, Vatica, dan Dryobalanops
serta genus-genus lainnya.
2.2
Hutan Bekas Tebangan
Hutan alam bekas tebangan atau
logged over area
(LOA) adalah area hutan
alam (yang sebelumnya)
virgin forest
yang mendapat perlakuan tebang pilih
(TPI/TPTI) sehingga meninggalkan tegakan sisa dengan struktur tegakan yang
secara alamiah masih memungkinkan untuk dapat berkembang atau memulihkan
diri membentuk kembali tegakan layak tebang pada rotasi tebang berikutnya
(Muhdin 2012).
4
Menurut Bruenig (1996)
dalam
Suhendang (2002), hutan sekunder
merupakan hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan
yang telah mengalami gangguan yang berat, seperti lahan bekas perladangan
berpindah atau untuk pertanian menetap, peternakan dan pertambangan.
2.3
Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon
Pengaturan hasil adalah penentuan hasil kayu dan produk lainnya dalam
preskripsi rencana pengelolaan, termasuk dimana, kapan dan bagaimana hasil
seharusnya dapat diekstraksi (FAO 1998).
Pengaturan hasil (
yield regulation
) diartikan sebagai suatu proses atau
strategi untuk mewujudkan kelestarian hasil yang diterjemahkan ke dalam praktek
manajemen dalam bentuk perencanaan, monitoring dan kontrol. Dalam konteks
lebih operasional, pengaturan hasil adalah penentuan porsi hutan (dalam luas areal
ataupun volume kayu) yang dipungut setiap tahun atau periode tertentu yang
menjamin kelestarian produksi/pengusahaan dan kelestarian hutan. AAC atau etat
tidak lain adalah angka yang menyatakan besarnya porsi tersebut. Dalam AAC
juga melekat dimensi spasial dan waktu (bagian mana yang ditebang kapan), dan
bahkan bagaimana penebangan dilakukan (Parthama 2002).
Menurut Davis dan Johnson (1987) hasil tegakan adalah banyaknya dimensi
tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah
kumulatif sampai pada waktu tertentu. Pengelolaan hutan berada pada keadaan
kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan
berlangsung secara terus menerus. Jumlah maksimum hasil yang dapat
dikeluarkan secara terus menerus setiap periode sama dengan pertumbuhan dalam
periode waktu itu.
Secara umum, teknik penghitungan AAC dapat dipilah menjadi dua yaitu
(1) teknik menggunakan rumus, dan (2) teknik berdasarkan simulasi (Parthama
2002). Teknik menggunakan rumus dalam penghitungan AAC berdasarkan
metode etat luas dan metode etat volume yang biasanya diasumsikan berdasarkan
konsep hutan normal.
ketentuan manajemen seperti siklus tebang, limit diameter tebang dan lain-lain.
Simulasi memungkinkan proses
trial and eror
untuk mendapatkan angka AAC
yang paling tepat untuk suatu bagian hutan tertentu (Parthama 2002).
Suhendang
(1995)
dalam
Aswandi
(2005)
mengusulkan
untuk
menggunakan metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon yang
merupakan modifikasi dari Metode Brandis untuk hutan alam di Indonesia. Pada
metode Brandis, perhitungan jumlah pohon yang dapat ditebang diperoleh dari
hutan tidak seumur yang homogen yang belum mengalami penataan hutan.
Selanjutnya, Suhendang memodifikasinya untuk hutan tidak seumur yang
homogen dan telah mengalami penataan hutan terlebih dahulu. Metode
pengaturan hasil ini mensyaratkan penebangan pohon secara proposional untuk
setiap jenis dan setiap kelas diameternya.
Pengaturan hasil dengan dasar perhitungan potensi tegakan berdasarkan
volume kurang mampu menerangkan gambaran keadaan tegakan sisa yang
diperlukan sebagai persediaan dan pembinaan tegakan untuk rotasi tebang
berikutnya. Penentuan etat berdasarkan volume hanya cukup berarti untuk
memberikan gambaran ketersediaan bahan baku kayu bulat, namun kurang tepat
bila dijadikan alat kendali kelestarian hutan alam produksi (Suhendang 2005
dalam
Muhdin 2012).
III.
METODOLOGI
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012. Penyusunan skripsi
dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan Desember 2012.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat computer
dengan
software
Microsoft Excel untuk mengolah data serta ArcView GIS 3.2
untuk pemetaan hasil pengolahan data. Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)
PT. Timberdana.
3.3
Metode Penelitian
Pengelompokan data dan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian
ini meliputi:
1.
Pengelompokan jenis
Pengelompokan jenis dilakukan dengan mengelompokan jenis ke dalam
kelompok Dipterocarpaceae dan kelompok non Dipterocarpaceae
2.
Pengelompokan diameter pohon
Data dikelompokan menjadi delapan kelas diameter, dengan lebar selang
kelas diameter dibuat 5 cm. Kelas diameter terendah mulai dari 15,0-19,9
cm dan kelas tertinggi 50 cm ke atas.
3.
Perhitungan jumlah pohon
Jumlah pohon dihitung untuk setiap kelompok jenis (Dipterocarpaceae dan
non Dipterocarpaceae) dan setiap kelompok kelas diameter pohon.
4.
Simulasi perhitungan tegakan layak tebang
cm ke atas sebanyak 25 pohon. Hasil simulasi berupa lamanya waktu
untuk mencapai kondisi layak tebang (rotasi tebang).
5.
Klasifikasi petak
Klasifikasi dilakukan berdasarkan kondisi layak tebang pada tahun yang
sama.
6.
Pemetaan sebaran plot
Pemetaaan sebaran plot berdasarkan kondisi layak tebang pada tahun yang
sama, sesuai dengan pengelompokannya dipetakan secara spasial,
sehingga dapat menunjukkan keberadaan plot yang diamati. Pemetaan
dilakukan baik dengan atau tanpa mempertimbangkan kemudahan akses.
Pemetaan dengan mempertimbangkan kemudahan akses merupakan
pemetaan yang memperhatikan kemungkinan akses jalan, lokasi dan
potensi, sedangkan tanpa mempertimbangkan akses merupakan pemetaan
yang tidak memperhatikan kemungkinan akses jalan dan lokasi.
3.4
Analisis Data
Perhitungan volume tegakan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan
informasi jumlah pohon per kelas diameter dari struktur tegakan yang diketahui
dengan menggunakan rumus volume hasil penelitian Direktorat Jenderal Bina
Program Kehutanan Edisi Khusus (DJBPKEK) No. 51 A tahun 1983 (Fajarwati
2005), sebagai berikut
Dipterocarpaceae
V= 0,0001234D
2,49130(1)
Non dipterocarpaceae
V=0,0001450D
2,42950(2)
Simulasi proyeksi struktur tegakan dilakukan dengan menggunakan proporsi
tetap dan
up growth
per kelas diameter (Tabel 1) menurut Muhdin (2012).
Tabel 1 Nilai dugaan proporsi
up growth
(a
i) dan tetap (b
i)
Kelas diameter Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae
A B a B
15-19,99 0,69 0,24 0,71 0,22
20-24,99 0,60 0,30 0,67 0,22
25-29,99 0,54 0,34 0,64 0,23
30-34,99 0,52 0,37 0,64 0,25
35-39,99 0,64 0,31 0,70 0,22
40-44,99 0,61 0,34 0,72 0,23
45-49,99 0,63 0,31 0,75 0,19
50-54,99 0,63 0,30 0,71 0,22
55-59,99 0,63 0,31 0,72 0,19
IV.
KONDISI UMUM
Berdasarkan buku Revisi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
IUPHHK-HA PT. Timberdana tahun 2008, keadaan umum di areal IUPHHK-HA
PT. Timberdana adalah sebagai berikut:
4.1 Letak Geografis
Areal IUPHHK-HA PT. Timberdana, terletak pada kelompok hutan Sungai
Lawa, hulu Sungai Mahakam, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur
yang secara geografis terletak diantara 115° 21’
-
115° 59’ Bujur Timur dan 0°
44’
-
1° 45’ Lintang Selatan.
Secara administratif pemerintahan, areal kerja IUPHHK-HA PT.
Timberdana termasuk kedalam wilayah Kecamatan Bentian Besar dan Muara
Lawa, Kabupaten Kutai Barat Propinsi, Kalimantan Timur.
Berdasarkan pembagian administrasi kehutanan, areal IUPHHK-HA PT.
Timberdana termasuk ke dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangku Hutan
(BKPH) Damai, Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat dan Dinas Kehutanan
Propinsi Kalimantan Timur, serta Bagian Kesatuan Pemangku Hutan Murung
Utara, Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah.
Batas areal kerja IUPHHK-HA PT. Timberdana adalah sebagai berikut:
-
Sebelah Utara
: PT. Inhutani I, HTI PT. Hutan Mahligai dan PT.
Romastika
-
Sebelah Timur
: PT. Indowana Arga Timber
-
Sebelah Selatan
: PT. Austral Byna, Kawasan Budidaya Non
Kehutanan (KBNK) dan HL. Gunung Beratus
-
Sebelah Barat
: PT. Barito Pasific Lumber dan PT. Austral Byna
4.2 Luas
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 123/Kpts/Um/2/1981
tanggal 16 Februari 1981 telah ditetapkan bahwa areal UPHHK PT. Timberdana
seluas 175.000 ha dengan lokasi di kelompok hutan S. Nyawatan (Blok A) seluas
43.000 ha dan kelompok hutan S. Lawa (Blok B) seluas 132.000 ha keduanya
terletak di hulu Sungai Mahakam. Berdasarkan
Addendum Forestry Agreement
No. FA/N-AD/010/III/81 tanggal 10 Maret 1981 luas areal UPHHK PT.
Timberdana 161.000 ha.
Berdasarkan SK Tata Batas (Temu Gelang) Menteri Kehutanan No.
240/Kpts-II/1996 tanggal 26 Mei 1996. Luas areal PT. Timberdana di tetapkan
160.054 ha, terdiri dari unit A 48,321 ha dan unit B 111.733 ha dengan panjang
batas 367.513 m. Selanjutnya luasan 160.054 ha dipakai sebagai acuan dalam
penyusunan RK-UPHHK PT. Timberdana tahun 1996/1997-2015/2016
(Pengelolaan tahap I) yang selanjutnya disetujui dan disahkan oleh Departemen
Kehutanan melalui SK No.52/Kpts-IV/1997 tanggal 21 Januari 1997.
10
IUPHHK PT. Timberdana seluas 76.405,80 ha, melalui Keputusan Menteri
Kehutanan No. SK.118/Menhut-II/2006 tanggal 4 Mei 2006.
4.3 Fungsi Hutan dan Penutupan Lahan
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. : 79/KPTS-II/2001 tanggal 15
Agustus 2001 tentang Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi
Kalimantan Timur, seluruh Areal kerja IUPHHK PT. Timberdana berada pada
kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Berdasarkan penafsiran Citra Landsat liputan 1 Desember 2006
stripping
filled
tanggal 19 Mei 2006, yang disahkan oleh Badan Planologi
Kehutanan/Kepala Pusat Perpetaan No. S.239/VII/Pusin-1/2007 tanggal 23 April
2007, kondisi penutupan lahan pada areal kerja didominasi oleh Hutan Bekas
Tebangan seluas 48.713,30 ha (63,76%), sedangkan Hutan Primer masih terdapat
seluas 10.812,55 ha atau 14,15% (Tabel 2).
Tabel 2 Penutupan lahan areal IUPHHK PT. Timberdana
Kondisi Penutupan Lahan Luas (ha) %
Hutan Primer 10.812,55 14,15
Hutan Bekas Tebangan 48.717,30 63,76
Non Hutan 869,35 1,14
Tertutup Awan 13.570,35 17,76
Buffer Zone (HL) 1.189,50 1,56
Kawasan Lindung 1.246,75 1,63
Total 76.405,80 100,00
4.4 Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, areal kerja PT. Timberdana
termasuk tipe iklim A, data tahun 2008 menunjukkan curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan November (331 mm) dengan jumlah hari hujan 12 hari, sedangkan
curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli (104 mm) dengan jumlah hari hujan 6
hari. Adapun curah hujan rata-rata per tahun sebesar 2.581 mm dengan rata-rata
hari hujan 110 hari.
4.5 Geologi dan Tanah
di areal IUPHHK PT. Timberdana seluruhnya adalah jenis tanah asosiasi gleisol
distrik-aluvial gleik.
4.6 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Keberadaan pemukiman komunitas yang berada di sekitar dan pada
kawasan hutan mengindikasikan tingkat ketergantungan komunitas pada
sumberdaya alam sangat tinggi. Keberadaan komunitas asli Kalimantan Timur
(Suku Dayak Tunjung, Suku Dayak Benuaq dan Suku Dayak Bentian) sudah
bermukim di kawasan Sub DAS Mahakam dan Muara Lawa jauh sebelum ada
aktifitas IUPHHK PT. Timberdana. Komunitas pendatang (transmigrasi suku
Jawa dan Nusa Tenggara) baru bermukim pada kawasan tersebut sejak tahun
1960-an.
Komunitas asli Dayak menggunakan pola nafkah ganda yaitu berladang,
berburu dan meramu. Komunitas pendatang juga menerapkan pola nafkah ganda
namun berbeda dengan komunitas asli yaitu bertani, berkebun dan buruh.
Dari jumlah penduduk 3.223 jiwa di Kecamatan Bentian Besar, yang
telah/sedang melaksanakan pendidikan sebanyak 1.559 jiwa yang terdiri dari TK
72 jiwa, SD 1.094 jiwa, SLTP 302 jiwa dan SLTA 91 jiwa, sedangkan lainnya
tidak menjalani pendidikan.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam
produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada
IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009. Berdasarkan SK Dirjen
BPK No. 213/VI-BPHA/2009, PT. Timberdana ditetapkan sebagai pelaksana
teknik Silvikultur Intensif dengan areal kerja seluas 10.000 ha. IUPHHK-HA PT.
Timberdana termasuk dalam Hutan Produksi Terbatas dengan menggunakan dua
sistem silvikultur yaitu sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang
Pilih Tanam Jalur (TPTJ) teknik Silvikultur Intensif. Simulasi pengaturan hasil
berdasarkan jumlah pohon menggunakan sistem TPTI, karena sebagian besar
areal IUPHHK-HA PT. Timberdana dikelola dengan sistem Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI) dan metode ini hanya berlaku dalam penggunaan sistem TPTI.
Sistem ini menggunakan acuan P.11/Menhut-II/2009 dengan panjang siklus
tebang 30 tahun dan limit diameter 50 cm ke atas pada Hutan Produksi Terbatas
tanpa mempertimbangkan karakteristik pertumbuhan pohon dan dinamika tegakan
hutan setempat.
Simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon merupakan salah satu
metode yang digunakan hutan alam tidak seumur di Indonesia dengan intensitas
penebangan berimbang (Suhendang 1993
dalam
Krisnawati 2001). Metode ini
diduga dapat mengatasi masalah pengaturan hasil pada hutan alam bekas
tebangan.
Simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon ini menggunakan data
hasil IHMB di IUPHHK PT. Timberdana Kalimantan Timur, terdapat 724 plot
pengamatan, 49 plot kondisinya berupa semak belukar atau lahan kosong.
Sebanyak 675 plot yang terdapat pohon berdiameter ≥ 10 cm memiliki jumlah dan
Simulasi penebangan dilakukan dengan ketentuan pohon yang berdiameter
50 cm ke atas minimal sebanyak 25 pohon (Lampiran 2), mortalitas akibat
penebangan pohon berdiameter 50 cm ke atas terhadap pohon-pohon pada KD
yang lebih kecil diperhitungkan dengan menggunakan proporsi (terhadap total
jumlah pohon per ha) kerusakan tegakan tinggal, yaitu KD 11-20 cm sebesar
14,61%; KD 21-30 cm sebesar 4,77%; KD 31-40 cm sebesar 1,31%; dan KD
41-50 cm sebesar 0,44% (Elias 1998
dalam
Muhdin 2012). Kegiatan penebangan
membawa dampak terhadap tegakan tinggal berupa kerusakan dan perubahan
kecepatan pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam prosedur simulasi pengaturan
hasil perlu dimasukan faktor kerusakan akibat pemanenan. Tingkat kerusakan
tegakan tinggal sangat berkaitan dengan intensitas penebangan. Intensitas