• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

The Influence of Usage of Sweet Potato, Garut and Onggok Flour on Physical Properties and Long Storage of Broiler Feed in Pellet

Nilasari, Y. Retnani, Sumiati

Pellet was agglomerated feeds formed by mixtures, compacting and forcing through die openings by any mechanical process. The purpose of this research was to study the effect of usage of garut, sweet potato and onggok flour as binder and storage period on physical quality of diet in pellet form. A Factorial Completely Randomize Design two factors and three replications was used in this experiment. Factor A was binder i.e. A1=control, A2= onggok 2%, A3= potato sweet flour 2%, A4= garut flour 2%, and factor B was storage periods i.e. B1=0 week, B2=2 weeks, B3=4 weeks, and B4=6 weeks. Data were analyzed using ANOVA and the significant difference was further analysed using orthogonal contrast test. The results showed that usage binders highly significantly affected (P<0.01) increase on angle of repose, loose bulk density and pellet durability index (PDI). Storage period highly significantly affected (P<0.01) increase on particle size, angle of repose, loose bulk density, compacted density, shatter test pellet and pellet durability index (PDI). Interaction the binders addition and storage period highly significantly effect (P<0.01) decrease on pellet durabilty index (PDI). There was not found insect in the pellet after six weeks storage period. It was concluded that pelleting using onggok as binder yielded the best quality of pellets in term of physical characteristics.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik (Pfost, 1976). Perubahan kualitas fisik biasa terjadi selama proses pembuatan pellet, sehingga diperlukan bahan perekat untuk meningkatkan kualitas fisik pellet. Industri pakan pada umumnya menggunakan bahan perekat sintetis yang cukup mahal, seperti bentonit, CMC (carboxy methyl sellulosa) dan MgSO4, oleh sebab itu diperlukan bahan perekat dengan harga yang lebih murah seperti bahan perekat alami. Penelitian sebelumnya oleh Rahmayeni (2002), digunakan bahan perekat alami yaitu onggok dan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan onggok sebagai perekat ke dalam ransum pada taraf 2% dapat membentuk pellet yang kompak dan tidak mudah hancur berdasarkan sifat fisiknya, sehingga penelitian ini membandingkan kualitas

fisik pellet dengan bahan perekat lain, yaitu tepung ubi jalar dan tepung garut dengan taraf penggunaan sebanyak 2%. Ketiga bahan tersebut digunakan dalam penelitian ini karena memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Pati akan berpengaruh pada proses pencetakan pellet dengan menghasilkan gelatin yang bersifat sebagai perekat.

Onggok merupakan limbah industri pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tepung ubi jalar berasal dari ubi jalar yang telah melalui beberapa proses produksi untuk meningkatkan daya simpannya. Ubi jalar ini mudah didapatkan di berbagai daerah di Indonesia ini, terutama di Pulau Jawa. Tepung garut banyak ditemukan di daerah Yogyakarta. Tepung garut yang digunakan merupakan hasil endapan dari parutan ubi garut yang telah diberi air dan kemudian dikeringkan. oleh karena itu bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan perekat.

Harga sebagai prinsip dasar terpenting dalam produksi pakan dalam memutuskan produksi ransum. Bahan pakan yang memiliki harga ekonomis tentunya dapat lebih membantu dalam produksi pakan. Penambahan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok dalam ransum tidak mengalami perubahan harga yang tinggi, karena ketiga bahan perekat tersebut memiliki harga yang murah. Harga tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok berturut-turut adalah Rp 3.500,00; Rp

(3)

2

Kualitas pellet juga dapat menurun jika dilakukan penyimpanan, kerusakan dapat terjadi secara fisik, biologi, kimia, dan biokimia. Penurunan kualitas fisik pellet dapat diketahui dengan mengukur indikator sebagai berikut, ukuran partikel, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan dan Pellet Durability Index (PDI).

Tujuan

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Pellet

Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Pellet memiliki ukuran partikel yang besar atau kasar, sehingga lebih mudah untuk menanganinya dan pada umumnya termasuk dalam salah satu tipe, yaitu pellet kasar atau pellet halus. Tipe pellet kasar adalah pellet yang diproduksi dengan mengkombinasikan roller dan die dalam proses pencetakannya, sedangkan tipe pellet halus adalah pellet yang mengandung molasses lebih dari 30% dan diproduksi dengan menggunakan auger dan die dalam proses pencetakannya. Proses pembuatan pellet terdiri dari beberapa komponen, sementara ada pilihan spesifikasi berdasarkan jenis komponennya. Jenis komponen tersebut adalah supply bin, pellet mill, cooler, elevating system, sifting device, crumbler, dan steam system (Pfost, 1976)

Bahan Perekat

Bahan perekat diperlukan dalam industri pakan, karena berperan sangat penting dalam menyusun berbagai partikel menjadi suatu ukuran tertentu. Komponen-komponen didalam pakan yang akan dibentuk menjadi pellet diikat oleh bahan perekat agar strukturnya tetap kompak (Raharjo, 1997). Retnani et al. (2011) menyatakan bahwa ransum berperekat tapioka, onggok dan bentonit berpengaruh pada sifat fisik crumble. Bahan perekat dapat meningkatkan kualitas pakan menjadi lebih baik, dan akan mempengaruhi bentuk pellet. Bahan perekat yang digunakan dalam proses pembuatan pellet dapat dicampurkan pada saat proses pemcampuran bahan baku pakan atau dengan membuat adonan terpisah dan pencampurannya dilakukan diakhir sebelum pencetakan (Wibowo, 1986).

Tepung Pati Garut (Maranta arundinacea L)

Tanaman garut (Maranta arundinacea L) dapat tumbuh maksimal di bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum, sehingga tanaman ini potensial diusahakan di hutan rakyat, tanah pekarangan, maupun daerah-daerah penghijauan.

(5)

4

produksi terbaik harus dipupuk. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang

khusus serta hama dan penyakitnya relatif sedikit. Umbinya mulai dapat dimakan saat umur tanaman 3-4 bulan. Tanaman garut banyak dikenal di seluruh Indonesia dengan beberapa nama lokal seperti lerut (Pekalongan), angkrik (Betawi), patat (Sunda), sagu (Ciamis dan Tasikmalaya), tarigu (Banten), sagu Belanda (Padang, Ambon dan Aceh) atau larut, pirut, kirut (Jawa Timur).Tepung pati garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengganti atau substitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie, roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, disamping digunakan di industri kimia, kosmetik, pupuk, gula cair dan obat-obatan. Tetapi pemanfaatan tepung garut masih menghadapi beberapa kendala, terutama pemasaran dan kontinuitas pasokan bahan baku (Sukarsa, 2011).

Ekstraksi pati garut dibuat dengan cara sebagai berikut, umbi garut dikupas dengan tangan untuk membersihkan umbi akar, kotoran dan sisik yang melekat pada umbi tersebut. Proses pengupasan dilakukan bersamaan dengan proses pencucian karena proses pencucian dengan air memudahkan pengupasan. Umbi garut diparut dengan menggunakan mesin parut. Tujuan pemarutan ini adalah untuk merusak jaringan umbi dan sel-sel umbi agar pati dapat keluar. Pada saat pemarutan,

dilakukan penambahan air agar pati terekstrak keluar dari jaringannya. Kemudian dilakukan penambahan air dengan perbandingan bahan dan air adalah 1:3,5 untuk proses ekstraksi lebih lanjut. Hasil endapan yang dihasilkan kemudian dipisahkan dan di jemur hingga kering (Sugiyono et al., 2009).

Umbi garut yang dipanen pada umur 6 bulan, 8 bulan dan 10 bulan memiliki

(6)

5

Gambar 1. Tanaman Umbi Garut

Tepung Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

Ubi jalar adalah salah satu umbi-umbian pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat. Agar dapat disimpan lebih lama, ubi jalar segar sering diolah menjadi sawut dan tepung. Pembuatan sawut dan tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana. Cara ini sekaligus berpeluang untuk pengembangan produk pangan bernilai gizi baik, mampu menunjang terciptanya nilai tambah pendapatan. Tepung ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Rendemen tepung ubi jalar yang berasal dari ubi jalar segar rata-rata mencapai 19,63% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2011).

Menurut Winarto et al. (1994), bahan pangan non beras yang berpotensi untuk dapat dikembangkan adalah ubi jalar, karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, serta kandungan vitamin A dan mineral Ca dan P pada ubi jalar tersebut. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya simpan ubi jalar adalah dengan

mengolahnya menjadi tepung ubi jalar. Pemakaian tepung ubi jalar memiliki keuntungan sebagai berikut, harga yang murah, rasa yang lebih manis, dan nilai kalori yang labih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu.

Onggok

(7)

6

pakan unggas. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya

produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubikayu. Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%) (Tarmudji, 2004).

Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet (% BK)

Komposisi Nutrisi Bahan Perekat

Onggok Tepung Ubi Jalar Tepung Garut

Pati (%) 69 65,06 63,97

Sumber : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2012)

Penyimpanan Pakan

(8)

7

diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada pakan. Penyimpanan ransum atau

bahan yang salah akan menyebabkan penurunan mutu secara drastik, sehingga nilai manfaatnya pun berkurang atau bahkan dapat bersifat racun (Santoso, 1987).

Bahan pengemas yang baik dan sedang dikembangkan dalam penggunaannya adalah plastik. Plastik banyak digunakan sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik dan bersifat termoplastik (Benning, 1983). Berdasarkan penelitian Wigati (2009), jenis kemasan berpengaruh terhadap kadar air, semakin lama bahan disimpan maka akan meningkatkan kadar air bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang disimpan dalam kemasan plastik memiliki kadar air terendah dibandingkan dengan kemasan lain, yaitu kemasan plastik (8,43%-10,89%), karung goni (9,58%-13,64%), karung plastik (9,58%-14%), dan kertas (9,58%-14,11%).

Sifat Fisik Pakan

Sutardi (1997) menyatakan bahwa, sifat fisik pakan sangat berkaitan erat dalam pengembangan teknologi pakan dalam hal proses absorbs, deteksi kandungan nutrient pakan, kecernaan dan pengadukan ransum. Ada enam sifat fisik yang

memegang peranan penting dalam menentukan kualitas pakan, yaitu kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, ukuran partikel, berat jenis, daya ambang dan faktor higrokopis (Suadnyana, 1998)

Berat Jenis

(9)

8

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis. Sifat ini juga memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu seperti misalnya dalam pengisian alat pencampur, elevator, dan juga silo. Pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama, tetapi terdapat perbedaan yang besar dalam kerapatan tumpukan (lebih dari 500 kg/m3), maka bahan sulit dicampur serta mudah terpisah kembali. Selanjutnya, bahan yang mempunyai kerapatan tumpukan rendah (kurang dari 450 kg/m3) membutuhkan waktu untuk mengalir lebih lama serta dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetris maupun gravimetris. Sedangkan, pakan dengan kerapatan tumpukan tinggi (lebih dari 1000 kg/m3) bersifat sebaliknya. Oleh sebab itu, produsen lebih memilih bahan yang memiliki kerapatan tumpukan tinggi apabila melakukan pengiriman jarak jauh, karena biaya pengemasan dan penyimpanan bahan yang dikeluarkan lebih hemat (Suadnyana, 1998).

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan (seperti penggoyangan). Menurut Hoffman (1997), tingkat pemadatan serta densitas bahan sangat menetukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo,

kontainer, dan kemasan. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan sangat berperan atau berpengaruh pada kapasitas silo, penyimpanan, dan pengemasan. Perbedaan cara pemadatan akan mempengaruhi pada nilai kerapatan pemadatan tumpukannya. Semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan maka volume ruang yang ditempatinya menjadi lebih kecil dan sebaliknya.

Sudut Tumpukan

(10)

9

bebas suatu partikel bergerak, maka sudut tumpukan yang terbentuk juga semakin

kecil. Fasina dan Sokhansanj (1993) berpendapat bahwa sudut tumpukan mempengaruhi laju alir bahan terutama saat pengangkutan maupun pembongkaran dengan menggunakan alat mekanik seperti traktor, conveyor, dan sekop. Pengklasifikasian laju alir bahan berdasarkan sudut tumpukan adalah sudut tumpukan 200-300 (sangat mudah mengalir), sudut tumpukan 300-380 (mudah mengalir) dan sudut tumpukan 450-550 (sulit mengalir).

Geldart et al. (1990) menyatakan bahwa pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan. Pada bahan yang alirannya cepat, puncaknya sering datar sedangkan pada bahan yang alirannya lambat cenderung menumpuk di permukaan corong sehingga sering menyumbat saluran corong. Corong yang digunakan harus didesain dengan baik sehingga tidak terjadi penyumbatan pada saat bahan mengalir. Menurut Soesarsono (1998), bentuk corong pengeluaran dapat didesain berdasarkan nilai sudut tumpukan. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan.

Ketahanan Benturan

Menurut Balagopalan et al. (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pellet, antara lain :

1. Komponen alamiah, terdiri dari pati, lemak dan serat. Pati, bila terkena panas dan tersedia cukup air di dalam pakan, maka dapat berfungsi sebagai perekat dan

menghasilkan gelatin. Lemak, dapat berfungsi sebagai pelicin pada saluran pencetakan pellet sehingga proses pencetakan lebih lancar, yang dapat menghemat penggunaan energi. Serat, berfungsi sebagai kerangka pellet, dalam keadaan sedikit serat dalam pakan akan menghasilkan pellet yang kuat, sedangkan apabila seratnya tinggi maka pellet akan mudah rapuh.

2. Kondisi bahan dapat dilihat berdasarkan kandungan air bahan, ukuran partikel

(11)

10

peranan penting dalam proses pembuatan pellet, karena semakin luas permukaan

kontak antara partikel maka semakin kuat ikatan yang terbentuk antara partikel. Temperatur, dapat mempercepat terjadinya proses gelatinisasi.

Hasil penelitian Suryani (2005) menunjukkan bahwa pada penyimpanan satu minggu dan penyemprotan air 6% ketahanan benturan pellet adalah sebesar 88,13%. Besarnya nilai ketahanan benturan tersebut menunjukkan kualitas yang baik pada pellet dalam mempertahankan keutuhan bentuk pellet.

Pellet Durability Index

Pellet yang baik adalah pellet yang memiliki index ketahanan (pellet durability index) yang baik sehingga dalam proses penanganan dan transportasi pellet tidak mengalami kerusakan secara fisik, tetap kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Dozier (2001) menyatakan bahwa standar spesifikasi pellet durability index (PDI) minimum adalah 80%. Daya tahan pellet dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan yaitu lemak, pati, protein, serta serat (Ginting,2009).

Durability pellet juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel pellet. Makin kecil ukuran partikel pellet maka semakin menunjang kekerasan dan ketahanan pellet

yang dihasilkan, karena semakin banyak pati yang diubah oleh uap panas menjadi perekat maka dapat membantu proses perekatan partikel-partikel dalam bahan baku. Ukuran partikel pellet yang semakin besar maka pellet akan semakin mudah pecah dan dapat meningkatkan persentase debu (Rasidi, 1997).

Serangan Serangga

Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang baik di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Serangga gudang umumnya mempunyai tanda-tanda spesifik sebagai berikut :

(12)

11

c. Serangga dewasa mempunyai 3 pasang kaki. Makhluk lain yang hamper sejenis

dan mempunyai kaki lebih dari 3 pasang (laba-laba, kalajengking) tidak termasuk golongan serangga.

d. Selama hidupnya mengalami perubahan bentuk (metamorfosis)

Serangga tertentu seperti kutu buku tidak mengalami proses metamorfosis, dimana telur menetas menjadi serangga kecil yang bentuk tubuhnya sama dengan induknya. Apabila serangga kecil ketika menetas dari telurnya menyerupai bentuk dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa ataupun tahap istirahat, maka serangga ini dikatakan mengalami metamorfosis gradual atau metamorfosis tidak sempurna.

Pada umumnya serangga hama gudang yang penting tergolong kedalam 3 ordo, yaitu:

1. Coleoptera (kumbang) pada Gambar 2 memiliki ciri khas sayap depannya mengalami pengerasan seperti tanduk (disebut elytra). Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna.

2. Lepidoptera (moth = ngengat) mempunyai sayap depan dan belahan yang mempunyai ciri-ciri khas yang biasanya digunakan untuk membedakan spesies yang satu dengan yang lainnya. Serangga ini mengalami metamorfosis

sempurna.

3. Psocoptera (Psocid) dengan ciri khas yang sering tidak bersayap, antenna panjang dengan ruas yang banyak, ukuran badan sangat kecil dan transparan. Sering kali salah diidentifikasikan sebagai tungau (mite), mengalami metamorfosis tidak sempurna. (Syarief dan Halid, 1993).

(13)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai bulan November 2011, bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Bahan

Bahan penelitian yang digunakan dalam pembuatan ransum ayam broiler adalah dedak padi, jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, MBM, CPO, DL-Methionin, CaCO3, L-lysin, tepung garut, tepung ubi jalar, onggok, dan aquades.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk produksi pakan antara lain adalah mesin giling (grinder), mesin pellet jenis farm feed pelleter. Peralatan untuk penyimpanan adalah plastik berkapasitas 1 kg, seal. Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan, gelas ukur 100 ml, pengaduk aquades, tisu, bak plastik, corong, karton manila, mistar, Vibrator Ball Mill, spidol, kertas label, kuas, jangka sorong, gelas ukur 100 ml, timbangan digital, hygrometer dan satu set alat pengukur sudut tumpukan.

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (faktor A dan faktor B) dan 3 ulangan, yang terdiri dari :

Faktor A : A1 = Pellet tanpa perekat (kontrol) A2 = Pellet dengan perekat onggok

(14)

13

Faktor B : 0 = Lama penyimpanan 0 minggu

2 = Lama penyimpanan 2 minggu 4 = Lama penyimpanan 4 minggu 6 = Lama penyimpanan 6 minggu

Dalam metode analisis model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + αi + βj+(αβ)ij + ijk Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k

µ = Nilai rataan umum

αi, = Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A βj = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B (αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A dan faktor B

ijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2).

Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam ANOVA dan jika

berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1991).

Metode Pembuatan Formula Ransum

Ransum ayam broiler starter mengandung protein kasar 22% dan energi

(15)

14

Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Bahan Komposisi (%) Harga (Rp)

Jagung 39,4 3.000

Bungkil Kedelai 27,5 5.400

Dedak Padi 18,5 1.500

Bahan-bahan yang telah disediakan ditimbang sesuai dengan formulasi

ransum, kemudian dilakukan pencampuran terhadap bahan-bahan tersebut. Setelah bahan tercampur, ditambahkan bahan perekat yaitu tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok dengan taraf 2% dari berat ransum. Campuran bahan dengan perekat kemudian dicetak dengan mesin pellet yang memiliki ukuran diameter pellet sebesar

(16)

15

Gambar 3. Skema Pembuatan Pellet

Peubah yang Diamati

Pada penelitian ini, peubah yang diamati adalah ukuran partikel, sudut tumpukan, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan pellet, pellet durability index (PDI), dan serangan serangga. Analisa dilakukan pada minggu ke-0, minggu ke-2, minggu ke-4 dan minggu ke-6.

Kerapatan Tumpukan, dihitung dengan mencurahkan bahan dengan bobot tertentu ke dalam gelas ukur (100 ml). Metode pemasukan bahan ke dalam gelas ukur sama setiap pengamatan, baik cara maupun ketinggian pencurahan. Pencurahan bahan dibantu corong plastik dan sendok teh, guna meminimumkan penyusutan volume curah akibat pengaruh daya berat bahan itu sendiri saat dicurahkan dan terjadinya guncangan pada gelas ukur perlu dihindari (Khalil, 1999a). Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus :

Bahan-bahan baku ditimbang

Penimbangan

Bahan perekat 2% (Tepung ubi jalar, tepung

garut, onggok)

Uji fisik pakan pada minggu ke-0, ke-2, ke-4 dan ke-6

Pengemasan Pengkondisian Pencetakan pellet

(17)

16

Kerapatan Tumpukan =

Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Besarnya nilai kerapatan tumpukan sangat tergantung pada intensitas proses pemadatan penggetaran. Sebaiknya pemadatan dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 10 menit (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus :

KPT =

Berat Jenis, diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades pada gelas ukur (100 ml) setelah memasukkan bahan-bahan yang massanya telah diketahui ke dalam gelas ukur tersebut kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat jalannya udara antar partikel ransum

selama pengukuran. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya (Khalil, 1999a). Berat jenis dihitung dengan rumus :

(18)

17

Gambar 4. Alat Pengukur Sudut Tumpukan

Ukuran Partikel, teknik yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel adalah dengan menggunakan vibrator ball mil nomor mesh 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan 400. Bahan ditimbang sebanyak 500 gram lalu diletakkan pada bagian paling atas ayakan (sieve), lalu dilakukan penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Nomor

(19)

18

Tabel 3. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan

No mesh No.

Besarnya bahan yang tertampung dalam tiap mesh dirumuskan sebagai berikut :

% bahan = berat bahan pada mesh (gram) Total bahan (gram)

Kadar kehalusan dapat diketahui dengan mengalikan persentase bahan pada setiap mesh dengan nomor perjanjian. Perhitungan kadar kehalusan atau derajat kehalusan (Modulus of Finenes/MF) dirumuskan sebagai berikut :

Kadar Kehalusan (KK) = ∑ (% bahan tiap mesh x No. perjanjian) 100

Ukuran partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Ukuran partikel rata-rata (UP) = 0,0041 x 2KK x 2,54 cm x 10 mm

Berdasarkan rumus diatas maka dapat diperoleh nilai ukuran partikel sebagai berikut :

(20)

19

Ketahanan Benturan Pellet, diukur dengan cara menjatuhkan pellet dari ketinggian 1 meter pada lempeng besi setebal 2 mm. Pellet dijatuhkan secara bersamaan dengan berat 500 gram, lalu dilakukan penyaringan dengan vibrator ball mill german the sieve analisis dan dilakukan penimbangan (Balagopalan et al., 1988). Ukuran ketahanan pellet dirumuskan sebagai berikut :

% Ketahanan benturan pellet =

x 100%

Pellet Durability Index (PDI), diukur dengan cara bahan sebanyak 500 gram dimasukkan kedalam sebuah kotak yang dilengkapi dengan alat pemutar (tumbling) yang diputar selama sepuluh menit dengan kecepatan 50rpm, kemudian disaring dengan menggunakan mesh yang berukuran 8 (German sieve number 8). Pellet yang tertinggal ditimbang kemudian dibandingkan dengan berat pellet sebelum diputar (berat pellet awal) (McEllhiney, 1994).

Pemeriksaaan Serangan Serangga

Serangga yang terdapat di dalam pellet dapat dilihat dengan mengayak pellet

sebanyak 1 kg menggunakan saringan Vibrator balmill no.16 yang bertujuan agar serangga dapat lolos tapi pellet tidak, kemudian serangga dan larva yang lolos dihitung jumlahnya. Kemudian bahan yang telah diperiksa diberi kode, berikut kode pemeriksaan yang ada (Roza, 1998) :

C/A = Aman, yaitu tidak terlihat dan tidak ditemukan adanya serangga dari bahan. C/R = Ringan, yaitu terlihat adanya serangga, maksimum 1-2 ekor/kg bahan. C/M = Medium, yaitu serangga terlihat sekitar 3-5 ekor/kg bahan.

C/B = Berat, yaitu serangga jelas banyak ditemukan sekitar 6-10 ekor/kg bahan. C/SB = Sangat berat, yaitu serangga >10 ekor/kg bahan.

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet

Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan yang baik digunakan adalah pada suhu 180-240 C, memiliki ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, terang dan bersih, bebas dari serangan tikus dan serangga, hal tersebut dikemukakan oleh Sofyan dan Abunawan (1974). Suhu ruang yang ideal untuk pertumbuhan serangga adalah berkisar antara 250-300C. Selama penyimpanan enam minggu dilakukan pengukuran terhadap suhu dan kelembaban ruang penyimpanan setiap hari pada waktu pagi (pukul 06.00-07.00), siang hari (pukul 12.00-13.00) dan sore (pukul 18.00-19.00). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan

Waktu Pengukuran

Pengamatan (minggu ke-)

2 4 6

Pagi

Suhu (0) 26,9 27,08 26,04

Rh (%) 69,5 75,5 80,71

Siang

Suhu (0) 27,9 28 28,66

Rh (%) 64,5 72,14 69,29

Sore

Suhu (0) 29,15 28,29 27,8

Rh (%) 61,5 70,79 69,57

(22)

21

Keadaan Umum Pellet

Penyimpanan dilakukan untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal, antara lain serangan hama seperti serangga, tikus, mikroorganisme, dan kerusakan fisiologis (Syarief dan Halid, 1993). Bahan kemasan yang digunakan dalam penyimpanan adalah plastik. Plastik adalah jenis kemasan yang sering digunakan dalam pengemasan bahan pangan. Plastik dapat melindungi bahan dari udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Penggunaan plastik sebagai wadah pellet harus hati-hati pada saat proses pengangkutan atau penumpukan, karena plastik lebih rentan sobek dibandingkan dengan kemasan jenis karung plastik. Wigati (2009), menyatakan bahwa kemasan plastik dapat mempertahankan ransum dari serangan serangga hingga penyimpanan 8 minggu.

Pellet yang telah dicetak sesuai dengan formulasi ransum yang telah ditentukan, kemudian dilakukan analisis proksimat pada minggu ke-0. Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian

(23)

22

Tabel 7. Hasil Analisis Nutrien dan Energi Bruto Tepung Ubi Jalar, Tepung Garut dan Onggok

Jenis Perekat

Komponen Kontrol Onggok Tepung ubi

jalar

Tepung garut

Kadar Air (%) 13,32 12,63 14,4 12,04

Abu (%) 9,81 9,33 9,21 8,74

Protein kasar (%) 22,1 18,42 19,68 20,03

Serat kasar (%) 8,47 9,13 8,55 8,3

Lemak kasar (%) 3,66 4,04 3,83 3,25

Beta-N (%) 42,64 46,45 44,33 47,64

EB (kkal/kg) 3.956 3.893 3.921 3.906

(24)

23

Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ukuran Partikel Ukuran partikel merupakan parameter yang berpengaruh terhadap sifat fisik dan proses produksi pellet. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel pellet., karena ukuran partikel pellet meningkat seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan (Tabel 6).

Rata-rata 5,54±0,22A 6,41±0,37A 6,86±0,20B 7,17±0,11B

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01)

A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4

= Perekat tepung garut 2%

Tabel 6 menunjukkan bahwa ukuran partikel pada minggu ke-0 dan minggu ke-2 tidak berbeda nyata sehingga dapat diketahui bahwa ukuran partikel tidak mengalami peningkatan selama penyimpanan dua minggu. Peningkatan ukuran partikel terjadi pada penyimpanan minggu ke-4 dan minggu ke-6. Secara keseluruhan ukuran partikel pada keempat perlakuan dan penyimpanan selama enam minggu termasuk dalam kategori besar (kasar) karena ukuran partikel berada pada kisaran 1.79 – 13.33 mm.

(25)

24

bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok tidak berbeda nyata

terhadap berat jenis pellet. Lama penyimpanan maupun interaksi antara kedua perlakuan juga tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian Agustina (2005) bahwa berat jenis antar perlakuan baik pada mash maupun pellet menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena ruang antar partikel dalam mash maupun pellet sudah terisi air selama proses pengurangan (pengencilan) ukuran partikel dan selama proses produksi berlangsung. Proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan diperlukan data mengenai berat jenis bahan, sehingga dalam proses pengemasannya tingkat ketelitian lebih tinggi. Berat jenis yang seragam memudahkan dalam proses pengemasan tersebut.

Tabel 7. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Berat Jenis Pellet (gram/ml)

Rata-rata 1,29±0,02 61,27±0,06 1,27±0,03 1,28±0,01

Keterangan : A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4

= Perekat tepung garut 2%

Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Sudut Tumpukan Sudut tumpukan terbentuk jika bahan dicurahkan melalui sebuah corong terhadap suatu bidang datar dan bahan tersebut dapat bergerak bebas. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan perekat pada pellet dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap sudut tumpukan. Pengukuran sudut tumpukan disajikan pada Tabel 8.

(26)

25

dengan perekat tepung ubi jalar dan pellet dengan perekat tepung garut, sudut tumpukan masing-masing bahan secara berurutan adalah 22,51±3,580; 19,8±1,430; 19,64±4,390; dan 18,24±3,240. Hal ini menandakan bahwa dengan penamban bahan perekat onggok, maka sudut tumpukan yang terbentuk dapat lebih besar dibandingkan dengan perekat lain dan kontrol. Ukuran partikel berpengaruh terhadap besarnya sudut tumpukan bahan. Pellet dengan perekat onggok memiliki ukuran partikel tertinggi sehingga dapat menyebabkan bahan tersebut memiliki sudut tumpukan tertinggi pula.

A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4

= Perekat tepung garut 2%

(27)

26

Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Tumpukan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis perekat berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kerapatan tumpukan dengan besar tumpukan terbesar pada perekat onggok. Lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan kerapatan tumpukan (Tabel 9). Nilai kerapatan tumpukan berdasarkan jenis perekat yang digunakan berkisar antara 0,56-0,58 gram/ml, sedangkan berdasarkan lama penyimpanan berkisar antara 0,56-0,57 gram/ml. Bahan yang

memiliki kerapatan tumpukan tinggi membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk jatuh dan mengalir dibandingkan dengan bahan yang memiliki kerapatan tumpukan yang lebih kecil.

Tabel 9. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Kerapatan Tumpukan (gram/ml)

Rata-rata 0,56±0.01A 0,57±0.01B 0,57±0.01B 0,57±0,02B

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01)

A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4

= Perekat tepung garut 2%

(28)

27

menunjukkan bahwa pellet pada minggu ke-0 memiliki berat tiap satuan volume yang lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan minggu berikutnya.

Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kerapatan pemadatan tumpukan bahan (Tabel 10). Kerapatan tumpukan tidak dipengaruhi oleh jenis perekat yang digunakan. Interaksi antara jenis perekat yang digunakan dan lama penyimpanan juga tidak mempengaruhi kerapatan pemadatan tumpukan bahan. Kerapatan pemadatan

tumpukan meningkat seiring dengan bertambahnya lama penyimpan. Hasil pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan bahan berdasarkan lama penyimpanan berkisar antara 0,624-0,652 gram/ml, sedangkan berdasarkan jenis perekat yang digunakan berkisar antara 0,636-0,639 gram/ml. Penentuan nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan haruslah dengan cara pemadatan yang sama, sehingga hasil yang diperoleh akan lebih akurat. Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa bahan yang membutuhkan ruang penyimpanan lebih kecil adalah pada penyimpanan minggu ke-4, karena semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan maka akan semakin kecil ruang penyimpanan yang diperlukan.

Tabel 10. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01)

A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4

(29)

28

Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ketahanan Benturan Pellet

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap ketahanan benturan pellet. Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa semakin lama bahan disimpan maka ketahanan benturan akan semakin menurun. Berdasarkan jenis perekat yang digunakan, pellet dengan penambahan perekat onggok memiliki nilai ketahanan benturan yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan lain. Hal ini disebabkan karena onggok memiliki

kandung pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis perekat lain. Kandungan pati onggok berkisar antara 60%-70%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Zain (2008) yang menyatakan bahwa pati yang tergelatinisasi akan membentuk sturktur gel yang akan merekatkan pakan, sehingga pakan akan tetap kompak dan tidak

A1 95,27±2,04 96,67±4,88 92,40±0,82 89,09±2,79 93,36±3,36 A2 96,81±0,36 97,19±0,21 93,52±1,24 90,41±0,94 94,48±3,18 A3 97,01±0,64 95,02±3,91 90,62±2,45 86,73±4,55 92,35±4,6 A4 96,93±1,08 95,26±2,08 91,12±1 91,43±1,84 93,68±2,87

Rata-rata 96,51±0,83A 96,04±1,06A 91,91±1,31B 89,42±2,03C

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01)

A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4

= Perekat tepung garut 2%

Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap ketahanan benturan pelet (p<0,01). Keadaan bahan mempengaruhi ketahanan terhadap benturan. Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa ketahanan benturan pelet paling tinggi pada minggu ke-0

(30)

29

menunjukkan bahwa semakin lama pelet disimpan maka akan semakin rendah

ketahanan pelet terhadap benturan yang terjadi. Suryani (2005), menyatakan bahwa ketahanan benturan pellet dengan perlakuan penyemprotan 6% air dan lama penyimpanan satu minggu adalah sebesar 88,13%, sehingga hasil penelitian dengan penyimpanan selama enam minggu masih diatas standar tersebut.

Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Pellet Durability Index (PDI)

Nilai pellet durability index (PDI) minimum untuk pellet ayam broiler adalah 80% (Dozier, 2001). Tabel 12 menyajikan besarnya rataan PDI. Interaksi antara jenis perekat dan lama penyimpanan sangat berbeda nyata (p<0,01) terhadap PDI. Jenis perekat dan lama penyimpanan sangat nyata mempengaruhi PDI (p<0,01). Lama penyimpanan menurunkan PDI dan jenis perekat onggok memiliki PDI tertinggi. Pellet dengan penambahan perekat onggok memiliki rataan nilai PDI tertinggi diantara jenis perekat lain yaitu 83,54±12,77%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan perekat onggok dapat meningkatkan keutuhan pellet, kekokohan pellet, dan tidak mudah hancur selama proses pengangkutan (transportasi).

Tabel 12. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Pellet A2 97,53±1,48A 90,67±0,9A 76,132,75B 69,83±4,63B 83,54±12,77B A3 97,65±0,22A 85,13±0,45B 70,50±0,87C 67,77±0,81C 80,26±13,87A A4 97,47±0,03a 87,73±0,4b 70,30±2,42c 66,87±1,36c 80,59±14,49A

Rata-rata 97,25±0,6D 86,53±3,47C 72,20±2,71B 68,26±1,26A

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01)

A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4

(31)

30

Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa semakin lama pellet disimpan, maka

PDI akan semakin menurun. PDI mengalami penurunan yang sangat signifikan sehingga pellet tidak memenuhi standar PDI yang baik yaitu berada dibawah 80%. Pellet yang memiliki PDI tertinggi selama penyimpanan enam minggu adalah pellet dengan perekat onggok. PDI yang memenuhi standar adalah pada minggu ke-0 dan minggu ke-2, penyimpanan pada minggu ke-4 dan minggu ke-6 tidak memenuhi standar yang berlaku karena PDI kurang dari 80%. Pellet mengalami penurunan PDI selama penyimpanan, karena pellet mengalami penggumpalan dan kerapuhan sehingga kekuatan pellet berkurang.

Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga Aspek kehidupan serangga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kadar air dan komoditi yang disimpan). Sistem penyimpanan bahan pakan sangat menguntungkan bagi serangga gudang karena dapat dijadikan sebagai sumber bahan makanan. Pada penelitian ini, penyimpanan dilakukan menggunakan bahan kemasan yang berbahan plastik sehingga tidak ada serangga yang dapat masuk kedalam kemasan tersebut, dan penyimpanan dilakukan diatas pallet sehingga tidak

terjadi kerusakan pada kemasan tersebut. Hasil penyimpanan pakan dengan bahan perekat yang berbeda menunjukkan bahwa tidak ada serangga yang hidup pada pakan tersebut, sehingga termasuk dalam golongan aman dengan kode C/A (Roza, 1998). Perkembangbiakan serangga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan termasuk dalam skala yang

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pellet dengan jenis perekat onggok lebih baik dibandingkan perekat tepung ubi jalar dan tepung garut terhadap nilai sudut tumpukan, kerapatan tumpukan dan Pellet Durability Index (PDI). Penyimpanan selama enam minggu dapat mempertahankan nilai ketahanan benturan sesuai standar dan tidak diserang oleh serangga. Penyimpanan selama dua minggu nilai PDI masih sesuai standar yaitu diatas 80%.

Saran

Pakan yang telah diproduksi dapat dipertahankan dari serangan serangga selama enam minggu, namun hanya dapat mempertahankan PDI dalam waktu dua minggu, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pengukuran kadar air dan

(33)

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT

DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA

PENYIMPANAN AYAM BROILER

BENTUK

PELLET

SKRIPSI NILASARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(34)

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT

DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA

PENYIMPANAN AYAM BROILER

BENTUK

PELLET

SKRIPSI NILASARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(35)

RINGKASAN

NILASARI. D24080178. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr.Ir. Yuli Retnani M.Sc Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Sumiati M.Sc

Pellet merupakan bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Kualitas pellet dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan perekat pada bahan baku pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler dalam bentuk pellet dengan berbagai bahan perekat dan lama penyimpanan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor A adalah jenis perekat yang digunakan yaitu A1=kontrol, A2=onggok 2%, A3=tepung ubi jalar 2%, A4=tepung garut=2% dan faktor B adalah lama penyimpanan yaitu B1=0 minggu, B2=2 minggu, B3=4 minggu dan B4=6 minggu. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis of varian (ANOVA), hasil yang signifikan diuji lanjut dengan menggunakan uji kontras orthogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis perekat yang digunakan sangat nyata (p<0,01) terhadap sudut tumpukan, kerapatan tumpukan dan PDI pada pellet dengan perekat onggok. Lama penyimpanan sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel, sudut tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan ketahanan benturan pellet dan PDI. Interaksi antara jenis perekat yang digunakan dan lama penyimpanan sangat nyata (p<0,01) terhadap PDI. Selama penyimpanan enam minggu tidak ditemukan serangga pada pellet tersebut. Jenis perekat yang paling baik dapat mempertahankan kualitas pellet adalah onggok, karena pellet dengan perekat onggok paling baik dalam mempertahankan kekuatan dan kekokohan fisik pellet setelah penyimpanan selama enam minggu. Pellet dengan perekat onggok memiliki nilai tertinggi pada sifat fisik kerapatan pemadatan tumpukan (0,639±0,01 gram/ml), kerapatan tumpukan (0,57±0.01 gram/ml), ketahanan benturan pellet (94,48±3,18 %) dan PDI (83,54±12,77 %).

(36)

ABSTRACT

The Influence of Usage of Sweet Potato, Garut and Onggok Flour on Physical Properties and Long Storage of Broiler Feed in Pellet

Nilasari, Y. Retnani, Sumiati

Pellet was agglomerated feeds formed by mixtures, compacting and forcing through die openings by any mechanical process. The purpose of this research was to study the effect of usage of garut, sweet potato and onggok flour as binder and storage period on physical quality of diet in pellet form. A Factorial Completely Randomize Design two factors and three replications was used in this experiment. Factor A was binder i.e. A1=control, A2= onggok 2%, A3= potato sweet flour 2%, A4= garut flour 2%, and factor B was storage periods i.e. B1=0 week, B2=2 weeks, B3=4 weeks, and B4=6 weeks. Data were analyzed using ANOVA and the significant difference was further analysed using orthogonal contrast test. The results showed that usage binders highly significantly affected (P<0.01) increase on angle of repose, loose bulk density and pellet durability index (PDI). Storage period highly significantly affected (P<0.01) increase on particle size, angle of repose, loose bulk density, compacted density, shatter test pellet and pellet durability index (PDI). Interaction the binders addition and storage period highly significantly effect (P<0.01) decrease on pellet durabilty index (PDI). There was not found insect in the pellet after six weeks storage period. It was concluded that pelleting using onggok as binder yielded the best quality of pellets in term of physical characteristics.

(37)

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA

PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET

NILASARI D24080178

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(38)

Judul : Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet

Nama : Nilasari NRP : D24080178

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr.Ir Yuli Retnani M.Sc.) (Dr.Ir Sumiati M.Sc.)

NIP. 19640724 19900 2 001 NIP. 19611017 198603 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP: 19670506 199103 1 001

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1990 di Sukoharjo, Pringsewu, Lampung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Y.Triyono dan Ibu Sukamti. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 1, Sukoharjo 1 dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjut tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 di Sekolah Menengah Pertama Xaverius, Pringsewu.

Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah

Atas Negeri 1, Pringsewu pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan mengikuti Program Kegiatan Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2009 yaitu PKM-Penelitian dan pada tahun 2010 yaitu PKM-Kewirausahaan. Penulis juga berkesempatan memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun ajaran 2011/2012 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Industri Pakan pada semester genap.

Bogor, Mei 2012

(40)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet. Penulis melakukan penelitian di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2011 sampai November 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler bentuk pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok serta lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 6 minggu) yang meliputi : ukuran partikel, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan, pellet durability index (PDI) dan serangan serangga. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna untuk kalangan akademis maupun kalangan umum.

Bogor, Mei 2012

(41)
(42)

ix

Ukuran Partikel ... 17 Ketahanan Benturan Pellet ... 19 Pellet Durability Index (PDI) ... 19 Pemeriksaan Serangan Serangga ... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet ... 20 Keadaan Umum Pellet ... 21 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ukuran

Partikel ... 23 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Berat Jenis ... 23 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Sudut

Tumpukan ... 24 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Kerapatan Tumpukan ... 25 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 27 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Katahanan Benturan Pellet ... 28 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

(43)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet ... 6 2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian ... 14 3. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan ... 17 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan ... 20 5. Hasil Analisis Nutrien dan Energi Bruto ... 22 6. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Rataan Ukuran Partikel Pellet ... 23 7. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Rataan Berat Jenis Pellet ... 24 8. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Rataan Sudut Tumpukan ... 25 9. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Rataan Kerapatan Tumpukan ... 26 10. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 27 11. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

Rataan Ketahanan Benturan Pellet ... 28 12. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap

(44)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(45)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Ukuran Partikel ... 33 2. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Berat Jenis ... 33 3. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Sudut Tumpukan ... 33

(46)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik (Pfost, 1976). Perubahan kualitas fisik biasa terjadi selama proses pembuatan pellet, sehingga diperlukan bahan perekat untuk meningkatkan kualitas fisik pellet. Industri pakan pada umumnya menggunakan bahan perekat sintetis yang cukup mahal, seperti bentonit, CMC (carboxy methyl sellulosa) dan MgSO4, oleh sebab itu diperlukan bahan perekat dengan harga yang lebih murah seperti bahan perekat alami. Penelitian sebelumnya oleh Rahmayeni (2002), digunakan bahan perekat alami yaitu onggok dan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan onggok sebagai perekat ke dalam ransum pada taraf 2% dapat membentuk pellet yang kompak dan tidak mudah hancur berdasarkan sifat fisiknya, sehingga penelitian ini membandingkan kualitas

fisik pellet dengan bahan perekat lain, yaitu tepung ubi jalar dan tepung garut dengan taraf penggunaan sebanyak 2%. Ketiga bahan tersebut digunakan dalam penelitian ini karena memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Pati akan berpengaruh pada proses pencetakan pellet dengan menghasilkan gelatin yang bersifat sebagai perekat.

Onggok merupakan limbah industri pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tepung ubi jalar berasal dari ubi jalar yang telah melalui beberapa proses produksi untuk meningkatkan daya simpannya. Ubi jalar ini mudah didapatkan di berbagai daerah di Indonesia ini, terutama di Pulau Jawa. Tepung garut banyak ditemukan di daerah Yogyakarta. Tepung garut yang digunakan merupakan hasil endapan dari parutan ubi garut yang telah diberi air dan kemudian dikeringkan. oleh karena itu bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan perekat.

Harga sebagai prinsip dasar terpenting dalam produksi pakan dalam memutuskan produksi ransum. Bahan pakan yang memiliki harga ekonomis tentunya dapat lebih membantu dalam produksi pakan. Penambahan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok dalam ransum tidak mengalami perubahan harga yang tinggi, karena ketiga bahan perekat tersebut memiliki harga yang murah. Harga tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok berturut-turut adalah Rp 3.500,00; Rp

(47)

2

Kualitas pellet juga dapat menurun jika dilakukan penyimpanan, kerusakan dapat terjadi secara fisik, biologi, kimia, dan biokimia. Penurunan kualitas fisik pellet dapat diketahui dengan mengukur indikator sebagai berikut, ukuran partikel, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan dan Pellet Durability Index (PDI).

Tujuan

(48)

TINJAUAN PUSTAKA

Pellet

Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Pellet memiliki ukuran partikel yang besar atau kasar, sehingga lebih mudah untuk menanganinya dan pada umumnya termasuk dalam salah satu tipe, yaitu pellet kasar atau pellet halus. Tipe pellet kasar adalah pellet yang diproduksi dengan mengkombinasikan roller dan die dalam proses pencetakannya, sedangkan tipe pellet halus adalah pellet yang mengandung molasses lebih dari 30% dan diproduksi dengan menggunakan auger dan die dalam proses pencetakannya. Proses pembuatan pellet terdiri dari beberapa komponen, sementara ada pilihan spesifikasi berdasarkan jenis komponennya. Jenis komponen tersebut adalah supply bin, pellet mill, cooler, elevating system, sifting device, crumbler, dan steam system (Pfost, 1976)

Bahan Perekat

Bahan perekat diperlukan dalam industri pakan, karena berperan sangat penting dalam menyusun berbagai partikel menjadi suatu ukuran tertentu. Komponen-komponen didalam pakan yang akan dibentuk menjadi pellet diikat oleh bahan perekat agar strukturnya tetap kompak (Raharjo, 1997). Retnani et al. (2011) menyatakan bahwa ransum berperekat tapioka, onggok dan bentonit berpengaruh pada sifat fisik crumble. Bahan perekat dapat meningkatkan kualitas pakan menjadi lebih baik, dan akan mempengaruhi bentuk pellet. Bahan perekat yang digunakan dalam proses pembuatan pellet dapat dicampurkan pada saat proses pemcampuran bahan baku pakan atau dengan membuat adonan terpisah dan pencampurannya dilakukan diakhir sebelum pencetakan (Wibowo, 1986).

Tepung Pati Garut (Maranta arundinacea L)

Tanaman garut (Maranta arundinacea L) dapat tumbuh maksimal di bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum, sehingga tanaman ini potensial diusahakan di hutan rakyat, tanah pekarangan, maupun daerah-daerah penghijauan.

(49)

4

produksi terbaik harus dipupuk. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang

khusus serta hama dan penyakitnya relatif sedikit. Umbinya mulai dapat dimakan saat umur tanaman 3-4 bulan. Tanaman garut banyak dikenal di seluruh Indonesia dengan beberapa nama lokal seperti lerut (Pekalongan), angkrik (Betawi), patat (Sunda), sagu (Ciamis dan Tasikmalaya), tarigu (Banten), sagu Belanda (Padang, Ambon dan Aceh) atau larut, pirut, kirut (Jawa Timur).Tepung pati garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengganti atau substitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie, roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, disamping digunakan di industri kimia, kosmetik, pupuk, gula cair dan obat-obatan. Tetapi pemanfaatan tepung garut masih menghadapi beberapa kendala, terutama pemasaran dan kontinuitas pasokan bahan baku (Sukarsa, 2011).

Ekstraksi pati garut dibuat dengan cara sebagai berikut, umbi garut dikupas dengan tangan untuk membersihkan umbi akar, kotoran dan sisik yang melekat pada umbi tersebut. Proses pengupasan dilakukan bersamaan dengan proses pencucian karena proses pencucian dengan air memudahkan pengupasan. Umbi garut diparut dengan menggunakan mesin parut. Tujuan pemarutan ini adalah untuk merusak jaringan umbi dan sel-sel umbi agar pati dapat keluar. Pada saat pemarutan,

dilakukan penambahan air agar pati terekstrak keluar dari jaringannya. Kemudian dilakukan penambahan air dengan perbandingan bahan dan air adalah 1:3,5 untuk proses ekstraksi lebih lanjut. Hasil endapan yang dihasilkan kemudian dipisahkan dan di jemur hingga kering (Sugiyono et al., 2009).

Umbi garut yang dipanen pada umur 6 bulan, 8 bulan dan 10 bulan memiliki

(50)

5

Gambar 1. Tanaman Umbi Garut

Tepung Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

Ubi jalar adalah salah satu umbi-umbian pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat. Agar dapat disimpan lebih lama, ubi jalar segar sering diolah menjadi sawut dan tepung. Pembuatan sawut dan tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana. Cara ini sekaligus berpeluang untuk pengembangan produk pangan bernilai gizi baik, mampu menunjang terciptanya nilai tambah pendapatan. Tepung ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Rendemen tepung ubi jalar yang berasal dari ubi jalar segar rata-rata mencapai 19,63% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2011).

Menurut Winarto et al. (1994), bahan pangan non beras yang berpotensi untuk dapat dikembangkan adalah ubi jalar, karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, serta kandungan vitamin A dan mineral Ca dan P pada ubi jalar tersebut. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya simpan ubi jalar adalah dengan

mengolahnya menjadi tepung ubi jalar. Pemakaian tepung ubi jalar memiliki keuntungan sebagai berikut, harga yang murah, rasa yang lebih manis, dan nilai kalori yang labih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu.

Onggok

(51)

6

pakan unggas. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya

produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubikayu. Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%) (Tarmudji, 2004).

Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet (% BK)

Komposisi Nutrisi Bahan Perekat

Onggok Tepung Ubi Jalar Tepung Garut

Pati (%) 69 65,06 63,97

Sumber : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2012)

Penyimpanan Pakan

(52)

7

diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada pakan. Penyimpanan ransum atau

bahan yang salah akan menyebabkan penurunan mutu secara drastik, sehingga nilai manfaatnya pun berkurang atau bahkan dapat bersifat racun (Santoso, 1987).

Bahan pengemas yang baik dan sedang dikembangkan dalam penggunaannya adalah plastik. Plastik banyak digunakan sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik dan bersifat termoplastik (Benning, 1983). Berdasarkan penelitian Wigati (2009), jenis kemasan berpengaruh terhadap kadar air, semakin lama bahan disimpan maka akan meningkatkan kadar air bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang disimpan dalam kemasan plastik memiliki kadar air terendah dibandingkan dengan kemasan lain, yaitu kemasan plastik (8,43%-10,89%), karung goni (9,58%-13,64%), karung plastik (9,58%-14%), dan kertas (9,58%-14,11%).

Sifat Fisik Pakan

Sutardi (1997) menyatakan bahwa, sifat fisik pakan sangat berkaitan erat dalam pengembangan teknologi pakan dalam hal proses absorbs, deteksi kandungan nutrient pakan, kecernaan dan pengadukan ransum. Ada enam sifat fisik yang

memegang peranan penting dalam menentukan kualitas pakan, yaitu kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, ukuran partikel, berat jenis, daya ambang dan faktor higrokopis (Suadnyana, 1998)

Berat Jenis

(53)

8

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis. Sifat ini juga memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu seperti misalnya dalam pengisian alat pencampur, elevator, dan juga silo. Pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama, tetapi terdapat perbedaan yang besar dalam kerapatan tumpukan (lebih dari 500 kg/m3), maka bahan sulit dicampur serta mudah terpisah kembali. Selanjutnya, bahan yang mempunyai kerapatan tumpukan rendah (kurang dari 450 kg/m3) membutuhkan waktu untuk mengalir lebih lama serta dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetris maupun gravimetris. Sedangkan, pakan dengan kerapatan tumpukan tinggi (lebih dari 1000 kg/m3) bersifat sebaliknya. Oleh sebab itu, produsen lebih memilih bahan yang memiliki kerapatan tumpukan tinggi apabila melakukan pengiriman jarak jauh, karena biaya pengemasan dan penyimpanan bahan yang dikeluarkan lebih hemat (Suadnyana, 1998).

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan (seperti penggoyangan). Menurut Hoffman (1997), tingkat pemadatan serta densitas bahan sangat menetukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo,

kontainer, dan kemasan. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan sangat berperan atau berpengaruh pada kapasitas silo, penyimpanan, dan pengemasan. Perbedaan cara pemadatan akan mempengaruhi pada nilai kerapatan pemadatan tumpukannya. Semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan maka volume ruang yang ditempatinya menjadi lebih kecil dan sebaliknya.

Sudut Tumpukan

(54)

9

bebas suatu partikel bergerak, maka sudut tumpukan yang terbentuk juga semakin

kecil. Fasina dan Sokhansanj (1993) berpendapat bahwa sudut tumpukan mempengaruhi laju alir bahan terutama saat pengangkutan maupun pembongkaran dengan menggunakan alat mekanik seperti traktor, conveyor, dan sekop. Pengklasifikasian laju alir bahan berdasarkan sudut tumpukan adalah sudut tumpukan 200-300 (sangat mudah mengalir), sudut tumpukan 300-380 (mudah mengalir) dan sudut tumpukan 450-550 (sulit mengalir).

Geldart et al. (1990) menyatakan bahwa pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan. Pada bahan yang alirannya cepat, puncaknya sering datar sedangkan pada bahan yang alirannya lambat cenderung menumpuk di permukaan corong sehingga sering menyumbat saluran corong. Corong yang digunakan harus didesain dengan baik sehingga tidak terjadi penyumbatan pada saat bahan mengalir. Menurut Soesarsono (1998), bentuk corong pengeluaran dapat didesain berdasarkan nilai sudut tumpukan. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan.

Ketahanan Benturan

Menurut Balagopalan et al. (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pellet, antara lain :

1. Komponen alamiah, terdiri dari pati, lemak dan serat. Pati, bila terkena panas dan tersedia cukup air di dalam pakan, maka dapat berfungsi sebagai perekat dan

menghasilkan gelatin. Lemak, dapat berfungsi sebagai pelicin pada saluran pencetakan pellet sehingga proses pencetakan lebih lancar, yang dapat menghemat penggunaan energi. Serat, berfungsi sebagai kerangka pellet, dalam keadaan sedikit serat dalam pakan akan menghasilkan pellet yang kuat, sedangkan apabila seratnya tinggi maka pellet akan mudah rapuh.

2. Kondisi bahan dapat dilihat berdasarkan kandungan air bahan, ukuran partikel

(55)

10

peranan penting dalam proses pembuatan pellet, karena semakin luas permukaan

kontak antara partikel maka semakin kuat ikatan yang terbentuk antara partikel. Temperatur, dapat mempercepat terjadinya proses gelatinisasi.

Hasil penelitian Suryani (2005) menunjukkan bahwa pada penyimpanan satu minggu dan penyemprotan air 6% ketahanan benturan pellet adalah sebesar 88,13%. Besarnya nilai ketahanan benturan tersebut menunjukkan kualitas yang baik pada pellet dalam mempertahankan keutuhan bentuk pellet.

Pellet Durability Index

Pellet yang baik adalah pellet yang memiliki index ketahanan (pellet durability index) yang baik sehingga dalam proses penanganan dan transportasi pellet tidak mengalami kerusakan secara fisik, tetap kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Dozier (2001) menyatakan bahwa standar spesifikasi pellet durability index (PDI) minimum adalah 80%. Daya tahan pellet dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan yaitu lemak, pati, protein, serta serat (Ginting,2009).

Durability pellet juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel pellet. Makin kecil ukuran partikel pellet maka semakin menunjang kekerasan dan ketahanan pellet

yang dihasilkan, karena semakin banyak pati yang diubah oleh uap panas menjadi perekat maka dapat membantu proses perekatan partikel-partikel dalam bahan baku. Ukuran partikel pellet yang semakin besar maka pellet akan semakin mudah pecah dan dapat meningkatkan persentase debu (Rasidi, 1997).

Serangan Serangga

Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang baik di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Serangga gudang umumnya mempunyai tanda-tanda spesifik sebagai berikut :

Gambar

Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet (% BK)
Tabel 2.
Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian
Gambar 3. Skema Pembuatan Pellet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan alasan tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan daun ubi jalar dalam ransum ayam broiler untuk mengetahui pengaruhnya terhadap

jumlah mikrobia pada mi basah dari komposit tepung ubi jalar ungu. dan

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape, namun saat periode starter pemberian tepung ubi jalar berpengaruh sangat

Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa penggunaan pakan berbasis ubi kayuterhadap kualitas karkas (bobot akhir, bobot karkas, persentasi karkas, lemakabdominal) ayam

Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea batatas blackie ) dalam Ransum Terhadap Karkas dan Non Karkas Broiler periode Starter dan Finisher.. (Pembimbing : UMIYATI

Tekstur semua biskuit substitusi tepung kedelai, tepung ubi jalar kuning dan pati garut pada penelitian ini dinilai netral oleh panelis tetapi biskuit kontrol

Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil rata-rata tertinggi nilai kesukaan untuk pengujian warna pada organoleptik tepung ubi jalar fermentasi terdapat pada tepung ubi

Pada penelitian ini, biskuit seluruh perlakuan substitusi tepung kedelai, tepung ubi jalar kuning dan pati garut dinilai netral tetapi biskuit kontrol (K) mempunyai