• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN GARUT

Oleh

IRMA OKTAVIA H24070066

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Irma Oktavia. H24070066. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut. Di bawah bimbingan Heti Mulyati dan Alim Setiawan S.

Bisnis minyak akar wangi merupakan salah satu bisnis yang dapat menghasilkan devisa negara. Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen minyak akar wangi terbesar di dunia setelah Haiti dan Bourborn (disperindag.jabarprov.go.id, 2006). Bisnis minyak akar wangi saat ini dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar.

Sentra produksi minyak akar wangi di Indonesia berlokasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis kondisi rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat dan (2) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pengisian kuesioner dan studi literatur. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Analisis kondisi rantai pasokan minyak akar wangi dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Variabel yang diamati untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara lain komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai. Alat pengolah data yang digunakan antara lain Microsoft Excel 2007, Minitab 14 dan SPSS versi 16.0.

(3)

DI KABUPATEN GARUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IRMA OKTAVIA

H24070066

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut

Nama : Irma Oktavia NIM : H24070066

Menyetujui Pembimbing I,

(Heti Mulyati, S.TP., MT) NIP 19770812 200501 2 001

Pembimbing II,

(Alim Setiawan, S.TP., M.Si.) NIP 19820227 200912 1 001

Mengetahui Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus :

(5)

ii 

 

Penulis lahir di Subang pada tanggal 1 Oktober 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suhadi dan Ibu Anis Ratnaningsih. Menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Seroja pada tahun 1994, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Rosela Indah Subang di tahun 1995. Pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Subang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Subang. Pada Tahun 2007 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(6)

iii 

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat serta karunia-Nya akhirnya skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan antara Petani dan Penyuling Akar Wangi di Kabupaten Garut” dapat diselesaikan dengan baik. Skipsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas kondisi rantai pasokan minyak akar wangi dan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling di Kabupaten Garut. Rantai pasokan merupakan salah satu masalah operasional yang sering terjadi dan sangat mempengaruhi kualitas minyak akar wangi. Rantai pasokan yang tidak efektif dan efisien menimbulkan masalah pada pengadaan minyak akar wangi. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau referensi yang berguna bagi pihak yang menjalankan bisnis minyak akar wangi untuk merumuskan kebijakan di masa depan berupa penetapan struktur rantai pasokan yang optimal sesuai dengan karakteristik minyak akar wangi. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kualitas minyak akar wangi.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2011

(7)

iv 

 

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan rasa hormat dan penghargaan setinggi-tingginya dari lubuk hati terdalam serta mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Heti Mulyati, S.TP., MT dan Bapak Alim Setiawan, S.TP., M.Si sebagai dosen pembimbing yang berkenan memberikan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak R. Dikky Indrawan, SP, MM sebagai penguji dalam sidang skripsi yang telah memberikan masukan pada skripsi ini.

3. Kedua orang tua, adik dan keluarga atas doa serta dukungannya kepada penulis.

4. Seluruh dosen, staf Departemen Manajemen yang telah mempermudah dan memperlancar penulisan skripsi ini.

5. Bapak H. Ede Kadarusman serta seluruh petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut atas bantuannya dalam proses pengumpulan data.

6. Teman-teman satu bimbingan: Agung Cahya Nugraha, Intania Sudarwati, Izni Sorfina, Mursaliena Noorlaela dan Reni Mei Farida yang selalu mendorong untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dan tiada henti mengingatkan untuk terus semangat.

7. Kak Roni, Imel, Nene, Iyut, Laras, Miu, Chemi, Una, Dini, Windi dan Ana yang selalu memberi dukungan kepada penulis.

8. Teman-teman Manajemen 44 atas pertemanan selama ini.

9. Irawan Yudha Pamungkas yang selalu memberi dukungan kepada penulis. 10.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI ………. v 2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan ……… 6

2.2. Kemitraan ……… 8

2.3. Pola Kemitraan Agribisnis... 10

2.4. Regresi Linier Berganda ………. 13

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ………. 22

3.5. Variabel dan Rumusan Hipotesis Penelitian ……… 24

3.6. Teknik Penarikan Contoh ……….. 25

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ……… 26

3.7.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ……….. 27

3.7.2 Regresi Linier Berganda ……….. 28

IV. HASIL DAN PEMBASAHAN 4.1. Analisis Rantai Pasok Minyak Akar Wangi ……… 32

4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi ……… 37

4.1.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ……… 40

4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi ………. 41

4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi ……….. 44

(9)

vi 

 

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ……… 52

2. Saran ……….. 53

DAFTAR PUSTAKA ……… 54

(10)

vii 

 

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perkembangan Ekspor dan Impor Minyak Akar Wangi, 2001-2005 …... 1

2. Kebutuhan, Jenis, Metode dan Sumber Data……….. 23

3. Variabel-variabel Penelitian dalam Kuesioner……… 24

4. Jumlah Contoh untuk Kuesioner Rantai Pasokan dalam Penelitian... 26

5. Jumlah Contoh untuk Kuesioner Kemitraan dala Penelitian... 26

6. Uji Kolmogorov Smirnov... 29

7. Uji Multikolinearitas... 29

8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda... 30

9. Sentra Produksi Akar Wangi di Indonesia... 32

10. Luas Areal dan Produksi Akar Wangi di Kabupaten Garut... 33

11. Perbandingan Mutu Minyak Akar Wangi Penyulingan Rakyat dengan Beberapa Standar Nasional dan Internasional... 35

(11)

viii 

 

No. Halaman

1. Rantai Pasokan... 7

2. Pola Kemitraan Inti plasma ………...…... 10

3. Pola Kemitraan Subkontrak ………. 11

4. Pola Kemitraan Dagang umum... 11

5. Pola Kemitraan Keagenan... 12

6. Pola Kemitraan KOA... 12

7. Kerangka Pemikiran Penelitian... 18

8. Tahapan Penelitian... 21

9. Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Indonesia... 34

10. Jumlah Penyuling Menurut Bentuk Usaha... 41

(12)

ix 

 

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil Pengukuran Validitas ……… 57 2. Hasil Regresi Linier Berganda ………. 58

(13)

1.1.Latar Belakang

Bisnis minyak akar wangi merupakan salah satu bisnis yang dapat menghasilkan devisa negara. Hal tersebut dapat dilihat dari data perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi (Tabel 1). Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen minyak akar wangi terbesar di dunia setelah Haiti dan Bourborn (disperindag.jabarprov.go.id, 2006). Pasar minyak akar wangi Indonesia adalah Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong dan India (garutkab.go.id, 2010).

Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Minyak Akar Wangi, 2001-2005

Tahun 2001 1.583.798 1.759.241 2.312 43.728

2002 79.714 1.973.451 2.572 46.312

2003 45.821 1.428.682 2.465 18.680

2004 58.444 2.445.744 2.231 51.305

2005 74.210 1.544.618 532 22.890

Sumber: BPS 2001-2005

(14)

 

Bisnis minyak akar wangi saat ini dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar. Hal tersebut dapat mendorong daya saing minyak akar wangi Indonesia menjadi lebih baik. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan cara mengembangkan keunggulan dalam sistem manajemen rantai pasokan agar dapat lebih efektif dan efisien.

Anggota primer rantai pasokan dalam bisnis minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak akar wangi. Bentuk kemitraan yang sudah ada berupa pembentukan kelompok tani dan koperasi USAR yang sebagian besar anggotanya adalah penyuling minyak akar wangi. Selama ini hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi baru terbatas pada pemberian pinjaman modal untuk budidaya dari penyuling ke petani. Manfaat yang dapat diperoleh petani antara lain memperoleh informasi yang dapat dipercaya mengenai harga akar wangi, mendapat bantuan modal untuk melakukan usaha budidaya, mendapat kepastian pasar dan meningkatkan pendapatan. Sedangkan manfaat yang diperoleh penyuling dari hubungan kemitraan adalah kepastian ketersediaan bahan baku akar wangi.

(15)

wangi, apakah ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor kemitraan dengan hubungan kemitraan terhadap bisnis minyak akar wangi. Dimensi kunci hubungan kemitraan diantaranya adalah komunikasi dan berbagi informasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, hubungan nilai, ketidakseimbangan kekuasaan dan saling ketergantungan, adaptasi dan konflik (Boeck dan Wamba, 2007).

1.2.Perumusan Masalah

Minyak akar wangi Indonesia harus meningkatkan keunggulan bersaing di pasar internasional. Hal yang dapat dilakukan adalah minyak akar wangi harus memenuhi kualitas dan standar produk yang ditetapkan di pasar internasional. Upaya yang dapat dilakukan adalah pembenahan dalam sistem manajemen rantai pasokannya agar dapat lebih efektif dan efisien.

Selain pembenahan dalam sistem manajemen rantai pasokan, hubungan kemitraan rantai pasokan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing bisnis minyak akar wangi. Hubungan kemitraan rantai pasokan dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu memperoleh informasi yang dapat dipercaya, mendapat bantuan modal untuk melakukan usaha budidaya, mendapat kepastian pasar, meningkatkan pendapatan dan mendapat kepastian ketersediaan bahan baku akar wangi. Hubungan kemitraan yang sudah terjalin antara petani dengan penyuling minyak akar wangi selama ini belum dilihat faktor-faktor mana yang berpengaruh. Pentingnya mengetahui faktor-faktor tersebut adalah untuk membuat strategi dalam meningkatkan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Pada penelitian ini akan dilihat faktor-faktor mana yang berpengaruh dalam hubungan kemitraan untuk dapat terus ditingkatkan agar hubungan kemitraan yang sudah terjalin dapat berjalan dengan lebih baik.

Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut?

(16)

 

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut.

2. Menganalisis kemitraan yang terjadi antara petani dan penyuling akar wangi.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

1.4.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada bisnis minyak akar wangi dengan mengkaji tentang sistem manajemen rantai pasokan, anggota rantai pasokan yang terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi serta hubungan kemitraan yang dijalankan antara petani dengan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu mengenai manajemen rantai pasokan dalam bisnis usaha kecil dan menengah serta ilmu yang terkait dengan kemitraan dalam rantai pasokan.

2. Bagi pihak yang berkepentingan

(17)

3. Bagi ilmu pengetahuan

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan

Menurut Heizer dan Render (2010), rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menentukan (1) penyedia transportasi, (2) transfer uang secara kredit dan tunai, (3) para pemasok, (4) distributor, (5) utang dan piutang usaha, (6) pergudangan dan persediaan, (7) pemenuhan pesanan, serta (8) berbagi informasi pelanggan, prediksi, dan produksi. Indrajit dan Pranoto (2002) mendefinisikan rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai pasokan merupakan jaringan yang terdiri dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Model rantai pasokan merupakan suatu gambaran mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat membentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan rantai pasok adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan.

Heizer dan Render (2010) mendefinisikan manajemen rantai pasokan sebagai integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan pengalihdayaan (outsourcing), ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dan distributor.

(19)

Manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Manajemen rantai pasokan menawarkan suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya operasional perusahaan (Annatan dan Ellitan, 2008).

Siagian (2005) menyatakan manajemen rantai pasokan berkaitan langsung dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang dan distribusi kemudian sampai ke pelanggan. Sementara perusahaan meningkatkan kemampuan bersaing mereka melalui penyesuaian produk, kualitas yang tinggi, pengurangan biaya, dan kecepatan mencapai pasar diberikan penekanan tambahan terhadap rantai pasokan. Rantai pasokan dapat dilihat pada Gambar 1.

‐ Informasi penjadwalan ‐ Arus kas ‐ Arus pesanan

Pemasok Persediaan Perusahaan Distribusi Pelanggan

‐ Arus kredit ‐ Arus bahan baku

(20)

8   

2.2. Kemitraan

Kemitraan merupakan mekanisme koordinasi untuk para pemasok dan perusahaan dalam suatu penciptaan nilai jejaring bisnis. Kemitraan merupakan suatu tipe hubungan dimana tanggung jawab dan keuntungan potensial dibedakan dari satu bentuk koordinasi terkait dengan hubungan penjual dan pembeli secara umum dan tingkat investasi spesifik secara khusus (Rudberg dan Olhager dalam Anatan dan Ellitan, 2008).

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), pola kelembagaan kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Dalam kontrak tersebut dibuat kesepakatan-kesepakatan yang akan menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat.

Dimensi kunci kemitraan antara penjual dan pembeli menurut Boeck dan Wamba (2007):

1. Komunikasi dan berbagi informasi: jumlah, frekuensi dan kualitas aliran

informasi antara mitra dagang.

2. Kerjasama: kesediaan untuk melakukan tindakan untuk mencapai tujuan

bersama.

3. Kepercayaan: keyakinan bahwa mitra dagang akan menjalankan kewajiban

dan melakukan yang terbaik demi kepentingan dari mitra.

4. Komitmen: keinginan untuk memastikan bahwa hubungan akan

berkesinambungan.

5. Hubungan nilai: pilihan antara manfaat dan pengorbanan mengenai semua

aspek dari hubungan.

6. Ketidakseimbangan kekuasaan dan saling ketergantungan: kemampuan

mitra dagang untuk mempengaruhi mitra lain untuk melakukan sesuatu yang biasanya tidak akan dilakukan.

7. Adaptasi: pengubahan perilaku dan organisasi yang dilakukan oleh

organisasi untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari yang lain.

(21)

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), keberhasilan kelembagaan rantai pasok komoditas pertanian tergantung pada kunci sukses yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses tersebut adalah:

1. Trust Building

Kepercayaan yang terbangun diantara anggota rantai pasokan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan. Kepercayaan diantara pihak-pihak yang bekerjasama dibangun untuk membuat kesepakatan. Kesepakatan yang dijalankan dengan membangun manajemen yang bersifat transparan terutama menyangkut pembagian hak dan kewajiban, harga dan pembagian keuntungan, serta membangun komitmen yang tinggi antara pihak yang bermitra dapat meningkatkan kepercayaan sehingga pihak-pihak yang bekerjasama dapat fokus menjalankan tanggungjawab masing-masing. Dengan demikian, trust building yang terbangun di dalam rantai pasokan dapat menciptakan rantai pasokan yang kuat.

2. Koordinasi dan Kerjasama

Koordinasi diantara anggota rantai pasokan sangat penting guna mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga ke retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan. Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya transparansi informasi pasar. Koordinasi tersebut guna mengurangi risiko kesalahan pasokan atau risiko lainnya seperti bullwhip effect. Agar koordinasi diantara anggota rantai pasokan berjalan dengan baik dan lancar, maka perlu diwujudkan hubungan kerjasama diantara anggota rantai pasokan tersebut.

3. Kemudahan Akses Pembiayaan

(22)

10   

tersebut mampu mengimbangi permintaan pasar yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

4. Dukungan Pemerintah

Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif dan struktur rantai pasokan yang mapan.

2.3. Pola Kemitraan Agribisnis

Menurut Sumardjo, Sulaksana dan Darmono (2004), terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar dalam sistem agribisnis di Indonesia. Bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Pola kemitraan inti plasma

Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Pola kemitraan inti plasma dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Kemitraan Inti plasma (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

Plasma

2. Pola kemitraan subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak dapat dilihat pada Gambar 3.

Plasma

Plasma

(23)

Kelompok mitra

Pengusaha mitra

Kelompok mitra

Kelompok mitra

Kelompok mitra

Gambar 3. Pola Kemitraan Subkontrak (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

3. Pola kemitraan dagang umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Perusahaan mitra

Perusahaan mitra Kelompok mitra

Memasok

Memasarkan produk kelompok mitra

Gambar 4. Pola Kemitraan Dagang umum (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

4. Pola kemitraan keagenan

(24)

12   

Memasok

Perusahaan mitra Kelompok mitra

Memasarkan produk kelompok mitra

Konsumen/ Masyarakat

Gambar 5. Pola Kemitraan Keagenan (Sumardjo, Sulaksana dan Darmono, 2004)

5. Pola kemitraan Kerja sama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis tersaji pada Gambar 6.

Perusahaan mitra Kelompok mitra

Memasok

‐Lahan

‐Sarana

‐Teknologi

‐Biaya

‐Modal

‐Teknologi

‐Manajemen

(25)

2.4. Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda adalah suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang pengukuran pengaruh antarvariabelnya melibatkan lebih dari satu variabel bebas. (Sunyoto, 2009). Persamaan estimasi regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + ... + b n X n... (1)

Menurut Algifari (2000), persamaan regresi yang diperoleh dari suatu proses penghitungan dapat diketahui apakah persamaan tersebut baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen atau tidak dengan cara:

1. Koefisien regresi (uji parsial) yang bertujuan untuk memastikan apakah

variabel independen yang terdapat dalam persamaan tersebut secara individu berpengaruh;

2. Persentase pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama

(simultan) terhadap nilai variabel dependen;

3. Pengaruh semua variabel independen di dalam model terhadap nilai

variabel dependen (uji simultan).

Persamaan regresi yang dihasilkan dapat diketahui baik atau tidaknya dengan melakukan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Menurut Suliyanto (2005), uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual berdistribusi normal dapat dilihat dari suatu kurva berbentuk lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga. Distibusi data tidak normal disebabkan oleh adanya nilai ekstrem dalam data yang diambil.

Cara mendeteksinya dengan menggunakan histogram regression residual yang sudah distandarkan serta menggunakan analisis kai kuadrat dan kolmogorov-smirnov. Kurva nilai residual terstandarisasi dikatakan

menyebar dengan normal apabila nilai kolmogrov-smirnov Z ≤ Z tabel atau

(26)

14   

2. Uji multikolineritas

Uji multikolineritas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independent yang memiliki korelasi antar variabel independent lain dalam

satu model. Multikolineritas diuji dengan melihat nilai Tolerance dan

Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 dan

nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak lebih dari 10 sehingga

model dapat dikatakan terbebas dari multikolineritas. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance (Nugroho, 2005).

3. Uji Heteroskesdastisitas

Uji heteroskesdastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskesdastisitas. Ada tidaknya heteroskesdastisitas dapat diprediksi dengan melihat pola gambar Scatterplot.

4. Koefisien determinasi (R2) adalah salah satu nilai statistik yang dapat

digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua variabel. Nilai koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang

dihasilkan. Secara matematis persamaan koefisien determinasi (R2) dapat

ditulis sebagai berikut:

  ... (2) 

Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Semakin

mendekati nol besarnya koefisien determinasi (R2) suatu persamaan

regresi, semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen. Sebaliknya, semakin mendekati satu besarnya

koefisien determinasi (R2) suatu persamaan regresi, semakin besar pula

(27)

5. Uji koefisien regresi dilakukan dengan dua macam, yaitu:

i. Uji parsial dilakukan untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan

masing-masing nilai koefisien regresi secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikat (Y).

H0: b1 = 0

Ha: b110

Pengujian parsial menggunakan statistik uji t.

ii. Uji simultan melibatkan semua variabel bebas terhadap variabel terikat

dalam menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara simultan/ bersama-sama.

H0: b1, b2 = 0

Ha: b1 , b210

Pengujian secara simultan menggunakan distribusi F, yaitu membandingkan antara F hitung dan F tabel (Sunyoto, 2009).

2.5. Penelitian Terdahulu

(28)

16   

Aryani (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)”. Tujuan dari

penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT Garudafood dengan petani mitra di Desa Palangan dan menganalisis

pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Palangan. Hasil penelitian ini adalah pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total.

(29)

3.1.Kerangka Pemikiran

Perkembangan dalam bisnis minyak akar wangi menyebabkan terjadinya persaingan antara negara-negara penghasil minyak akar wangi dalam mempertahankan dan memperluas pangsa pasarnya. Setiap negara pengekspor harus dapat mengoptimalkan pengelolaan manajemen secara efektif dan efisien dalam bisnisnya agar dapat mencapai keunggulan bersaing. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memperbaiki dan mengembangkan sistem manajemen rantai pasokan.

(30)

18   

Perkembangan bisnis minyak akar wangi

Muncul persaingan ketat antar negara pengekspor

Menuntut pengoptimalan pengelolaan bisnis secara efektif dan efisien

Gambar 7. Kerangka pemikiran penelitian

3.2.Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian merupakan rincian dari langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan teknik pemodelan. Tahapan penelitian terdiri dari:

1. Penentuan topik dan judul penelitian. Topik yang diteliti pada penelitian

ini terkait dengan masalah manajemen rantai pasokan, khususnya pada hubungan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi.

Hubungan kemitraan rantai pasok antara petani dengan penyuling akar wangi

Peningkatan manfaat bagi petani dan penyuling Manajemen Rantai Pasokan

Analisis hubungan kemitraan berdasarkan faktor-faktor kemitraan

Terjaminnya ketersediaan bahan baku akar wangi

(31)

2. Perumusan masalah. Hal tersebut dilakukan berdasarkan topik yang telah dipilih, dirumuskan permasalahan khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan.

3. Studi pustaka dilakukan untuk memahami sistem yang akan dipelajari.

Pustaka yang menjadi acuan adalah pustaka yang berhubungan dengan manajemen rantai pasokan dan pola kemitraan. Studi pustaka dilakukan selama penelitian ini berlangsung.

4. Penentuan tujuan penelitian ditetapkan berdasarkan perumusan masalah

dan studi pustaka yang telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut serta mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut.

5. Rancangan Pengumpulan Data. Pada tahapan ini dilakukan perancangan

mengenai identifikasi kebutuhan data yang terdiri dari data kondisi rantai pasokan akar wangi dan data kemitraan antara petani dan penyuling, metode pengumpulan data yang akan dilakukan yang terdiri dari wawancara, observasi, pengisian kuesioner dan studi literatur serta pemilihan teknik analisis yang akan digunakan.

6. Pengamatan pendahuluan dilakukan dengan cara mengobservasi langsung

kondisi rantai pasokan akar wangi dan hubungan kemitraan rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut. Selain itu, pengamatan pendahuluan dilakukan dengan cara mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan bisnis akar wangi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai rantai pasokan dan hubungan kemitraan antara petani dengan penyuling akar wangi.

7. Pengumpulan data. Tahapan ini dilakukan dengan cara mewawancarai

(32)

20   

8. Input data dilakukan dengan cara menginput data-data dari hasil

wawancara dan kuesioner ke dalam software Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0.

9. Pengolahan dan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan analisis

deskriptif dan regresi linier berganda yang dilakukan dengan menggunakan bantuan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0, Microsoft Excel 2007 dan Minitab versi 14. Setelah pengolahan dilakukan, dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan rantai pasok antara petani dan penyuling.

10. Hasil dan pembahasan dilakukan setelah pengolahan data berdasarkan

hasil dari penelitian. Pembahasan bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi identifikasi rantai pasok minyak akar wangi di Kabupaten Garut dan mendeskripsikan hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi.

11. Kesimpulan dan saran. Penulis memberikan kesimpulan secara

keseluruhan untuk menjawab permasalahan yang ingin dipecahkan. Penulis juga mengajukan saran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik kemitraan rantai pasokan.

(33)

Penentuan topik dan judul penelitian:

“Hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling”

Perumusan masalah:

1. Bagaimana rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut?

2. Bagaimana kemitraan yang sudah terjadi antara petani dan penyuling selama ini?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara

Gambar 8. Tahapan penelitian

Metode: - observasi langsung - wawancara - studi literatur Pengumpulan data:

1. Struktur rantai pasokan akar wangi, Manajemen rantai pasokan.

2. Faktor-faktor hubungan kemitraan. Variabel dependen yaitu kemitraan sedangkan variabel independen yaitu komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai.

Observasi langsung dan wawancara

Pengamatan pendahuluan: 1. Gambaran umum rantai pasokan.

2. Hubungan kemitraan antara petani dan penyuling. Penentuan tujuan penelitian:

1. Menganalisis rantai pasokan akar wangi di Kabupaten Garut.

2. Menganalisis kemitraan yang terjadi antara petani dan penyuling akar wangi. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara

petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut. petani dengan penyuling akar wangi?

Pengolahan dan analisis data:

- Analisis rantai pasokan minyak akar wangi Æ Analisis deskriptif dengan SPSS versi 16.0.

- Identifikasi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan Æ Analisis regresi linier berganda dengan Minitab14.

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran Input data

Rancangan Pengumpulan Data:

(34)

22   

3.3.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2011. Lokasi penelitian di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya Kecamatan Samarang, Cilawu, Bayongbong dan Leles.

3.4.Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan pihak-pihak terkait dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari internet, jurnal, data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut,

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut dan hasil penelitian

terdahulu pada tahun 2009.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data tentang gambaran umum mengenai bisnis minyak akar wangi, data tentang kondisi rantai pasokan minyak akar wangi yang diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak terkait, serta data yang diperlukan untuk mengkaji hubungan kemitraan rantai pasokan antara petani dengan penyuling.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu : 1. Wawancara

(35)

Bagian ketiga merupakan kuesioner khusus untuk pengumpul bahan baku akar wangi. Kuesioner tersebut berisi tentang identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Bagian keempat adalah kuesioner khusus untuk pengumpul minyak akar wangi. Hal-hal yang terdapat dalam kuesioner tersebut mencakup identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan dan kemitraan. Sedangkan kuesioner kemitraan dikhususkan untuk petani dan penyuling akar wangi yang melakukan hubungan kemitraan. Kuesioner tersebut berisi tentang pernyataan-pernyataan mengenai faktor komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai dalam kemitraan yang telah dijalankan.

2. Observasi

Pada teknik ini dilakukan pengamatan terhadap objek penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung oleh peneliti. Misalnya mengunjungi perkebunan akar wangi untuk melihat proses budi daya yang dilakukan.

3. Studi literatur

Studi literatur dilakukan dengan membaca buku yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti. Peneliti mencari literatur yang sesuai dengan permasalahan topik penelitian, diantaranya literatur yang berjudul manajemen rantai pasokan.

Jenis dan sumber data yang diperlukan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan, Jenis, Metode dan Sumber Data.

No Tujuan Penelitian

Jenis Data Metode Sumber Data Analisis Data

(36)

24   

3.5. Variabel dan Rumusan Hipotesis Penelitian

Variabel yang diamati untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan yang digunakan mengacu pada Boeck dan Wamba (2007).

Tabel 3. Variabel-variabel penelitian dalam kuesioner

Variabel Indikator Keterangan Nomor di kuesioner Komunikasi 1. Komunikasi yang tepat

2. Komunikasi dua arah 3. Frekuensi komunikasi 4. Kualitas komunikasi 5. Komunikasi

sebagai umpan balik 6. Cara komunikasi 7. Aliran informasi,

pertukaran informasi

Kerjasama 1. Kerjasama

untuk mencapai tujuan yang sama

2. Keinginan untuk kerjasama 3. Saling tergantung,

menimbulkan tanggung jawab, menciptakan semangat kerja 4. Simbiosis mutualisme 5. Kerjasama untuk sukses,

memperbaiki kualitas,

Kepercayaan 1. Kepercayaan tinggi, saling percaya

2. Kepercayaan untuk hubungan jangka panjang

3. Pengaruh terhadap komitmen 4. Pengaruh terhadap peningkatan

kualitas

5. Integritas dan kredibilitas, saling terbuka,

Komitmen 1. Komitmen tinggi,

hubungan berkesinambungan 2. Komitmen untuk memasok,

komitmen untuk memajukan industri,

komitmen untuk hubungan baik

(37)

Hubungan nilai

1. Kesamaan budaya, kesamaan prinsip, etika dan hubungan baik

2. Nilai yang disepakati bersama, pengorbanan untuk kepentingan bersama, sistem nilai

X6 1, 2, 3, 6,

7

4, 5, 8, 9

Kemitraan 1. Kemitraan mempengaruhi ketersediaan, pendapatan

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0= Tidak terdapat pengaruh variabel komunikasi, kerjasama,

kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai secara signifikan dan positif terhadap variabel kemitraan (Y).

H1= Terdapat pengaruh variabel komunikasi, kerjasama, kepercayaan,

komitmen, saling ketergantungan dan hubungan nilai secara signifikan dan positif terhadap variabel kemitraan (Y).

3.6. Teknik Penarikan Contoh

Contoh merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi. Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling dilakukan secara stratified random sampling sedangkan non probability sampling dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Stratified random sampling merupakan teknik pengambilan contoh yang menganggap suatu populasi heterogen menurut suatu karakteristik tertentu dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi sehingga tiap kelompok akan memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Subpopulasi ini secara acak diambil anggota sampelnya. Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku industri minyak akar wangi. Populasi tersebut dikelompokkan menjadi petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi.

(38)

26   

penentuan contoh yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian contoh ini diminta memilih responden lain untuk dijadikan contoh lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah contoh menjadi semakin banyak. Jumlah populasi pada penelitian ini tidak teridentifikasi sehingga penentuan jumlah contoh yang digunakan disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan pertimbangan responden yang mudah ditemui. Jumlah contoh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Jumlah contoh untuk kuesioner rantai pasokan dalam penelitian

No Kecamatan Petani Penyuling Pengumpul

Akar Wangi

Tabel 5. Jumlah contoh untuk kuesioner kemitraan dalam penelitian

No Kecamatan Petani Penyuling

1 Samarang 14 5

2 Bayongbong 9 3

3 Cilawu 6 2

4 Leles 1 1

Total 30 11

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif dan metode regresi linier berganda. Metode deskriptif

(39)

3.7.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu alat pengukur mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2003). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas adalah teknik korelasi product moment pearson:

………. (1)

Di mana:

r = Angka korelasi

Xi = Skor masing – masing pernyataan ke-i

Y = Skor total

n = Jumlah responden

Data dikatakan valid apabila nilai korelasi hitung data melebihi

nilai korelasi tabelnya. Jika rhitung positif dan rhitung lebih besar

daripada nilai rtabel, maka variabel tersebut dinyatakan valid. Pada

kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, pengujian validitas dengan 41 orang responden dengan tingkat signifikansi 5 persen

maka diperoleh angka kritik sebesar 0,308. Nilai rhitung positif dan

lebih besar daripada nilai rtabel maka seluruh pertanyaan dalam

kuesioner ini dinyatakan valid. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik alpha cronbach:

(40)

28   

Di mana:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyak butir pernyataan

σt² = Varian total

∑σb² = Jumlah varian pernyataan

Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki

nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,60. Pengujian validitas dan

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007

dan SPSS versi 16.0. Pada kuesioner dalam penelitian ini, nilai Cronbach’s Alpha adalah 0,958 maka konstruk variabelnya dapat dikatakan reliabel.

3.7.2 Regresi Linier Berganda

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi adalah analisis regresi linier berganda. Persamaan analisis regresi linier berganda dapat ditunjukkan sebagai berikut :

... (3) Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N

untuk data populasi atau sampai n untuk data contoh. Xki merupakan

pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk. Koefisien β1 dapat

merupakan intersep model regresi, jika semua pengamatan X1i

bernilai 1 sehingga model (3) menjadi:

 ... (4)  Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi.

(41)

1. Uji normalitas

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk mengetahui normalitas data yaitu metode Kolmogorov Smirnov. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa P-value yaitu Asymp.Sig (2-tailed) bernilai 0,905 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal. Hasil uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar pada P Plot dimana titik-titik residual mengikuti pola garis lurus dan kurva berbentuk lonceng yang kedua sisinya melebar sampai tak terhingga juga dapat dilihat untuk mengetahui kenormalan data (Lampiran 2).

Tabel 6. Uji Kolmogorov smirnov

Model Z Asymp.Sig

2. Uji multikolineritas

Pada penelitian ini menunjukkan tidak adanya gejala multikolinieritas karena nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 dan nilai VIF tidak lebih besar dari 10, seperti yang terlihat pada Tabel 7. Hasil uji multikolinerasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 7. Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Kriteria Kesimpulan Komunikasi 0,228 4,395 Saling ketergantungan 0,333 2,999 Hubungan nilai 0,453 2,205

3. Uji heteroskedastisitas

Hasil pengolahan data pada model regresi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal tersebut terlihat

dari Scatterplot yang menunjukkan terdapat titik-titik data yang tersebar di

atas, di bawah dan sekitar angka nol, dan penyebaran titik data tidak berpola (Lampiran 2).

(42)

30   

hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi. Uji pembuktian dari hipotesis dilakukan dengan perhitungan koefisien korelasi yang menyatakan arah dan besar ataupun kuatnya korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Prediktor Koefisien t P R square F P

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 10, maka dapat dibuat model persamaan regresi linier berganda dari faktor-faktor kemitraan terhadap hubungan kemitraan antara petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut sebagai berikut:

Y = 0,6799+0,1342 X1+0,0199 X2–0,2662 X3+0,2451 X4+0,2350 X5+0,3640 X6 Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan beberapa hal yaitu:

1. Koefisien regresi X4 sebesar 0,2451 menunjukkan bahwa apabila variabel

komitmen meningkat 1 satuan maka hubungan kemitraan akan meningkat sebesar 0,2451 dengan anggapan variabel bebas lainnya tetap.

2. Koefisien regresi X6 sebesar 0,3640 menunjukkan bahwa apabila variabel

hubungan nilai meningkat 1 satuan maka hubungan kemitraan akan meningkat sebesar 0,3640 dengan anggapan variabel bebas lainnya tetap.

3. Nilai Koefisien determinasi (R2) dari model persamaan regresi linier

berganda pada penelitian ini 39,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan regresi dalam penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 39,1 persen.

4. Berdasarkan hasil analisis, nilai Fhitung > Ftabel (Fhitung sebesar 3,64 > Ftabel

sebesar 2,41 (df1=6, df2=34, Q=0.05)), maka dapat disimpulkan bahwa

komunikasi (X1), kerjasama (X2), kepercayaan (X3), komitmen (X4), saling

ketergantungan (X5) dan hubungan nilai (X6) secara bersama-sama

(43)

penyuling akar wangi di Kabupaten Garut pada tingkat kepercayaan 95

persen (menolak H0 dan menerima H1).

Berdasarkan analisis pada tingkat kepercayaan 90 persen dengan ttabel

1,645, variabel yang signifikan adalah hubungan nilai (X6) dengan thitung

1,69. Pada tingkat kepercayaan 80 persen dengan ttabel 1,282, variabel yang

signifikan adalah komitmen (X4) dengan thitung 1,30. Variabel yang tidak

signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen maupun 80 persen adalah

komunikasi (X1), kerjasama (X2), kepercayaan (X3) dan saling

ketergantungan (X5). Pada variabel komitmen dan hubungan nilai tolak H0

dan terima H1 sedangkan pada variabel komunikasi, kerjasama, kepercayaan

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Rantai Pasok Minyak Akar Wangi

Minyak akar wangi merupakan jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman akar wangi. Sentra produksi akar wangi di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat tiga propinsi yang menjadi sentra produksi akar wangi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Sentra akar wangi di Jawa Barat yang terletak di Kabupaten Garut merupakan penghasil akar wangi terbanyak dengan luas lahan terbesar yaitu 2.500 Ha. Sentra akar wangi di Kabupaten Garut mampu menghasilkan 90 persen lebih dari total produksi minyak akar wangi Indonesia, yaitu sekitar 60-75 ton per tahun (Sinar Tani, 2009). Sedangkan sentra produksi yang berada di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tidak mengalami perkembangan. Tabel 9 . Sentra Produksi Akar Wangi di Indonesia

No Propinsi Jumlah

Kabupaten

Luas (Ha)

1 Jawa Barat 1 2.500

2 Jawa Tengah 2 29

3 DI Yogyakarta 3 11

Jumlah 6 2.540

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2007)

(45)

Tabel 10. Luas Areal dan Produksi Akar Wangi di Kabupaten Garut Kecamatan Luas Areal

(Ha)

Hasil Produksi (Ton)

Cilawu 240,00 8,00

Bayongbong 112,00 3,70

Samarang 1.141,00 37,40

Pasirwangi 75,00 2,50

Leles 750,00 23,40

Jumlah 2.318,00 75,00

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2009)

Berdasarkan data Dinas Perkebunan (2010), kegiatan pengembangan budidaya akar wangi melibatkan 1.203 orang sebagai pemilik (Kepala Keluarga) dan 52.717 orang tenaga kerja. Petani akar wangi tergabung dalam 33 Kelompok Tani yang tersebar di Kecamatan Samarang (9 Kelompok Tani), Leles (12 Kelompok Tani), Cilawu (10 Kelompok Tani) dan Bayongbong (2 Kelompok Tani). Jumlah pengolah atau penyuling sebanyak 30 unit usaha yang tersebar di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi (11 unit usaha), Leles (12 unit usaha), Bayongbong (5 unit usaha), dan Cilawu (2 unit usaha).

(46)

34   

Pada Gambar 9 dapat dilihat kegiatan rantai pasokan minyak akar wangi.

Gambar 9. Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Indonesia

Rantai pasokan minyak akar wangi pada umumnya merupakan rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasok minyak akar wangi di Indonesia terputus sebatas eksportir saja, sedangkan konsumen industri merupakan negara tujuan ekspor. Anggota primer rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir minyak akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan mempunyai fungsi dan peranan masing-masing untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas tinggi.

(47)

musim hujan, akar wangi dijual di bawah harga standar yaitu bisa mencapai Rp 1.200 per kg. Hasil panen akar wangi langsung diantarkan oleh petani ke penyuling ke tempat penyulingan dengan menggunakan mobil pick up atau truk. Biaya transportasi ditanggung oleh penyuling atau sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak. Selain pembelian langsung, pembelian akar wangi juga dapat dilakukan dengan cara penyuling membeli akar wangi yang masih ada di lahan dimana belum diketahui secara pasti berapa hasil panen akar wangi tersebut.

Setelah bahan baku berada di tangan penyuling, kemudian dilakukan proses penyulingan untuk menghasilkan minyak akar wangi. Minyak akar wangi yang dihasilkan kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi atau eksportir minyak akar wangi yang berada di luar wilayah Garut. Eksportir paling banyak berada di Bogor dan Jakarta. Eksportir mengekspor minyak akar wangi ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga minyak akar wangi berkisar antara Rp 1.000.000 sampai Rp 1.400.000 per kg tergantung pada kualitas minyak yang dihasilkan. Harga akan semakin mahal jika kualitas minyak semakin baik. Baik atau buruknya kualitas minyak akar wangi dapat diamati dari warna, bobot jenis, indeks bias dan kadar vetiverol. Gambaran mutu hasil penyulingan rakyat dibandingkan dengan beberapa standar mutu nasional dan internasional dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Perbandingan Mutu Minyak Akar Wangi Penyulingan Rakyat dengan Standar Mutu Nasional dan Internasional

Parameter Penyulingan

Rakyat

Standar Mutu

Indonesia Reunion Haiti

Warna Coklat

pada 20°C 1.5178-15221 1.520-1.530

1.5220-1.5300 1.521-1.526

(48)

36 

Aliran keuangan pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari konsumen, eksportir minyak akar wangi, pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling minyak akar wangi, pengumpul akar wangi atau langsung ke petani akar wangi. Pengumpul minyak akar wangi atau penyuling memperoleh uang pembayaran yang ditransfer dari eksportir dalam jangka waktu satu sampai dua hari setelah minyak akar wangi dikirim.

Petani memperoleh uang pembayaran secara tunai dari penyuling saat pengiriman akar wangi. Petani yang mempunyai hubungan kerjasama dengan penyuling sebesar 72 persen. Pada hubungan kerjasama tersebut penyuling memberikan modal kepada petani untuk usaha budidaya akar wangi. Hasil budidaya tersebut harus dijual kepada penyuling yang memberi modal dan dibeli dengan harga yang sedang berlaku yaitu Rp 2.000 sampai Rp 3.000.

(49)

Komunikasi antara petani akar wangi, pengumpul akar wangi dan penyuling minyak akar wangi dilakukan melalui rapat atau musyawarah. Rapat tersebut tidak dilakukan secara rutin. Biasanya rapat tersebut diadakan apabila ada hal yang sangat penting atau saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi USAR. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran anggota terhadap pentingnya rapat atau musyawarah. Masalah yang dibahas pada rapat tersebut berkaitan dengan bantuan modal, perijinan bahan bakar, penggunaan pupuk dan pemilihan bibit.

Aktivitas pada anggota rantai pasokan akar wangi akan dibahas secara rinci pada sub bab berikut:

4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi

Usaha budidaya akar wangi di Kabupaten Garut dimulai pada tahun 1918. Umumnya kegiatan budidaya akar wangi merupakan kegiatan turun temurun. Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Samarang (40 persen), Bayongbong (28 persen), Cilawu (28 persen) dan Leles (4 persen). Karakteristik petani akar wangi dibedakan menjadi tiga yaitu petani individu, petani kelompok dan petani penyuling. Sebesar 72 persen petani tergabung dalam kelompok tani. Kelompok tani diketuai oleh seorang penyuling yang berperan sebagai pemberi modal dan pembina teknik budidaya bagi anggotanya. Kesepakatan umum antara petani dan penyuling adalah petani harus menjual hasil panennya kepada ketua kelompok tani (penyuling pemberi modal). Namun, beberapa penyuling membebaskan anggota kelompok taninya menjual hasil panen kepada pengumpul atau penyuling lain dengan ketentuan petani dapat membayar modal pinjamannya. Kelompok tani akar wangi terdiri dari kelompok tani tidak berbadan hukum (40 persen) dan 32 persen lainnya berbentuk CV. Kelompok tani terbesar adalah Kelompok Tani Sinar Wangi jumlah anggota tani sebanyak 200 anggota.

(50)

38   

10-21 ton per hektar. Usaha budidaya akar wangi umumnya merupakan usaha turun temurun. Lama usaha budidaya yang telah dijalankan oleh petani antara lain kurang dari 10 tahun (12 persen), 10-20 tahun (40 persen), 20-30 tahun (32 persen), 30-40 tahun (12 persen) dan lebih dari 40 tahun (4 persen).

Budidaya akar wangi dapat dilakukan dengan sistem monokultur dan tumpang sari. Petani yang melakukan budidaya akar wangi dengan sistem tumpang sari sebanyak 84 persen. Tahapan budidaya akar wangi yaitu pembibitan, pencangkulan, penanaman, pemangkasan daun, penyiangan, pemupukan dan pemanenan. Pembibitan akar wangi dilakukan dengan cara memisahkan daun dan akar kemudian diambil bonggol akarnya untuk ditanam. Bibit yang diperlukan untuk satu hektar lahan ± 10.000 rumpun. Setelah penyiapan bibit, proses budidaya dilanjutkan dengan pencangkulan secara manual kemudian dilakukan proses penanaman.

Saat akar wangi berusia lima bulan sebaiknya dilakukan pemangkasan daun agar meningkatkan pertumbuhan akar. Proses penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali selama musim tanam. Masa penyiangan pertama dilakukan pada saat akar berusia antara satu sampai dua bulan. Masa penyiangan kedua dilakukan antara usia tiga sampai empat bulan dan masa penyiangan ketiga dilakukan antara usia empat sampai enam bulan. Proses penyiangan dimaksudkan untuk menghilangkan tanaman-tanaman penganggu yang dapat mengurangi nutrisi bagi akar. Selain itu penyiangan juga berpengaruh pada jumlah rendemen minyak akar wangi.

Pemupukan dilakukan saat akar berusia dua sampai empat bulan. Tidak semua petani melakukan proses pemupukan karena tidak sesuainya harga beli pupuk yang dikeluarkan dengan harga jual akar wangi yang dihasilkan. Selain alasan tersebut, sebagian petani menyatakan bahwa tanaman akar wangi dapat tetap tumbuh dengan baik walaupun tidak diberi pupuk. Pemberian pupuk biasanya dilakukan oleh petani akar wangi yang menerapkan sistem tumpang sari. Jenis pupuk anorganik yang digunakan antara lain ZA, TSP, NPK dan KCL sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.

(51)

pemupukan, penyiangan dan pemanenan. Upah tenaga kerja borongan sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari untuk wanita dan Rp 25.000 – Rp 35.000 per hari untuk laki-laki. Permasalahan yang ditemui dalam budidaya akar wangi antara lain ketersediaan bibit yang tidak konsisten, mutu bibit tidak sesuai dengan yang diharapkan dan cuaca yang tidak menentu.

Petani menjual hasil panen akar wangi kepada pengumpul atau penyuling. Petani individu menjual hasil panennya kepada pengumpul atau penyuling yang membeli dengan harga paling tinggi. Petani kelompok menjual hasil panennya kepada penyuling yang memberi pinjaman modal sedangkan petani penyuling langsung menyuling hasil panen tersebut sendiri. Harga jual akar wangi berkisar antara Rp 1.200-Rp 3.000 per kg berat basah. Harga jual akar wangi cenderung turun pada harga Rp 1.200 saat musim hujan. Namun kebanyakan petani menjual pada harga Rp 2.000 per kg. Tidak ada kendala yang signifikan dalam penjualan akar wangi karena seluruh hasil panen pasti dibeli oleh pengumpul akar wangi atau penyuling akar wangi.

Modal petani umumnya adalah modal sendiri atau modal pinjaman dari saudara. Modal yang dibutuhkan petani dalam satu masa tanam kurang dari Rp 25.000.000. Kendala modal sering dihadapi oleh petani karena lamanya masa tanam. Hal tersebut menyebabkan petani menjual akar wangi dengan sistem ijon saat tanaman berumur delapan bulan dan siap dipanen setelah berumur 12 bulan. Sebagian besar petani tidak memanfaatkan fasilitas kredit dari lembaga keuangan karena persyaratan yang terlalu memberatkan dan berbelit-belit. Petani sangat mengharapkan peran pemerintah dalam memberi bantuan permodalan atau meringankan persyaratan pinjaman di lembaga keuangan.

(52)

40   

pendapatan dan meningkatkan hasil budidaya karena adanya pembinaan budidaya.

Harapan petani untuk bisnis akar wangi antara lain meluasnya pangsa pasar akar wangi Indonesia di dunia dengan peningkatan kualitas dan kuantitas akar wangi, tingginya harga akar wangi sehingga dapat berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani akar wangi. Selain itu bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan bisnis akar wangi juga sangat diharapkan.

4.1.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi

Pengumpul akar wangi mengumpulkan hasil panen akar wangi dari beberapa petani yang kemudian dijual kepada penyuling akar wangi. Pengumpul individu bekerja sendiri karena tidak ada kelompok pengumpul akar wangi secara khusus. Pengumpul yang juga berperan sebagai petani atau penyuling bergabung dalam suatu kelompok tani. Jumlah pengumpul akar wangi tidak banyak, hanya terdapat satu atau dua orang pengumpul dalam satu wilayah kecamatan. Lama usaha yang telah dijalankan oleh pengumpul rata-rata lebih dari lima tahun. Usaha lain yang dijalankan oleh pengumpul akar wangi adalah sebagai petani sayuran atau pedagang kelontongan.

Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari petani setelah panen. Pengumpul biasanya mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi. Apabila terjadi kekurangan pasokan, maka pengumpul mencari akar wangi ke luar wilayah. Sebagian pengumpul akar wangi melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat suling kepada penyuling.

(53)

ada pengumpul akar wangi yang memanfaatkan pinjaman kredit dari bank karena persyaratan yang rumit. Solusi dalam masalah permodalan yaitu dengan melakukan kerjasama dengan penyuling. Kerjasama tersebut dilakukan dengan cara pengumpul mencari bahan baku akar wangi dari petani untuk penyuling dengan menggunakan modal pinjaman dari penyuling.

Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang tidak konsisten serta mutu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mutu yang tidak sesuai menyebabkan rendahnya harga akar wangi. Harapan pengumpul akar wangi untuk keberlanjutan bisnis akar wangi di masa depan adalah bisnis akar wangi akan semakin baik.

4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi

Penyuling akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles dan Pasirwangi. Penyuling individu di Kabupaten Garut sebesar 25 persen sedangkan penyuling yang bergabung dalam kelompok penyuling USAR sebesar 75 persen. Bentuk usaha penyuling akar wangi adalah tidak berbadan hukum (66,7 persen), persekutuan komanditer (8,3 persen) dan koperasi (25 persen). Persentase jumlah penyuling menurut bentuk usaha dapat dilihat pada Gambar 10. Lama penyuling menjalankan usaha antara lain lebih 20 tahun sebesar 75 persen, 10 – 20 tahun sebesar 16,67 persen dan kurang dari 10 tahun sebesar 8,3 persen.

Gambar 10. Jumlah Penyuling Menurut Bentuk Usaha

(54)

42   

persen. Pengiriman minyak dilakukan apabila minyak sudah terkumpul rata-rata 40 kg. Saat musim kemarau yaitu pada bulan Juli – September, produksi minyak akar wangi lebih banyak. Penyuling dapat mengumpulkan 50 kg minyak akar wangi selama seminggu.

Modal awal yang dibutuhkan oleh penyuling akar wangi adalah sebesar Rp 100.000.000. Penyuling memenuhi kebutuhan modal tersebut dari modal sendiri (50 persen) dan 50 persen lainnya dari pinjaman eksportir. Penyuling yang memanfaatkan jasa kredit dari Bank Umum sebesar 8,33 persen dan jasa kredit dari Kementrian UKM sebesar 16,67 persen, sedangkan 75 persen penyuling tidak memanfaatkan jasa kredit karena rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi. Hal tersebut menyatakan bahwa umumnya penyuling akar wangi di Kabupaten Garut tidak memanfaatkan jasa kredit untuk permodalan dari perbankan.

Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan cara dikukus menggunakan ketel stainless steel (50 persen), menggunakan boiler atau sistem uap terpisah (33 persen) dan menggunakan sistem rebus (17 persen). Bahan bakar yang digunakan dalam proses produksi adalah solar dan oli bekas. Harga solar Rp 4.500 per liter sedangkan harga oli antara Rp 2.200 sampai Rp 2.500 per liter. Namun di daerah Leles masih menggunakan kayu bakar. Kenaikan harga bahan bakar minyak membuat biaya operasional semakin meningkat. Selain itu kelangkaan bahan bakar memperburuk kondisi penyulingan. Akibatnya banyak usaha penyulingan yang tidak beroperasi karena tidak bisa menutupi biaya operasional dari harga jual minyak.

(55)

Penyuling membutuhkan waktu 12 jam untuk satu kali proses penyulingan. Waktu yang digunakan untuk memasukkan dan membongkar akar wangi ke dalam tungku adalah dua jam dan sepuluh jam digunakan untuk proses pengukusan. Satu hari satu alat suling dapat digunakan untuk dua kali proses penyulingan. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2-2 ton akar wangi. Minyak akar wangi yang dihasilkan dalam satu kali suling sebesar 4-8 kg dalam kondisi akar wangi yang bagus. Rendemen rata-rata yang dihasilkan adalah 0,4-0,5 persen. Hasil minyak akar wangi kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi atau ke eksportir.

Permasalahan yang dihadapi oleh penyuling adalah ketersediaan bahan baku yang tidak konsisten, kualitas bahan baku yang tidak sesuai standar, modal dan alat suling yang tidak sesuai standar. Alat pemisah air dan minyak yang masih sederhana menyebabkan kualitas minyak kurang bagus dan rendahnya rendemen akibat tingginya penyusutan. Selain itu, mutu oli bekas yang rendah membuat pembakaran tidak optimal karena terlalu banyak dicampur dengan cairan lain.

Tidak ada kesulitan yang dialami oleh penyuling akar wangi dalam memasarkan minyak akar wangi. Wilayah pemasaran minyak akar wangi yaitu 75 persen di Kabupaten Garut dan 25 persen di Jakarta dan Bogor. Penyuling melakukan penjualan minyak secara individu ke pengumpul atau eksportir. Pengumpul biasanya mendatangi tempat penyulingan atau penyuling mengirim langsung minyak ke pengumpul atau eksportir tersebut.

(56)

44   

4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi

Berdasarkan suvey, jumlah pengumpul minyak akar wangi berskala besar di Kabupaten Garut ada dua. Kedua pengumpul minyak akar wangi tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Salah satu pengumpul minyak akar wangi di Kabupaten Garut merupakan perwakilan eksportir dari PT. Djasula Wangi Jakarta. PT Djasula Wangi merupakan perusahaan ekspor impor minyak atsiri yang didirikan sejak 1962. Pengumpul yang merupakan perwakilan PT Djasula Wangi ini sangat memperhatikan kualitas minyak akar wangi sedangkan pengumpul yang lain tidak memperhatikan kualitas minyak akar wangi. Adanya pengumpul yang tidak memperhatikan kualitas minyak akar wangi menyebabkan penyuling tidak memperhatikan kualitas pada proses penyulingannya karena menganggap minyak akar wangi akan tetap terjual walaupun dengan kualitas yang rendah. Hal tersebut juga menyebabkan daya saing minyak akar wangi Indonesia di dunia menurun. Harga minyak akar wangi Indonesia tidak dapat bersaing dengan harga minyak akar wangi dari negara pesaing.

Lama usaha yang telah dijalankan oleh pengumpul minyak akar wangi yaitu lebih dari sepuluh tahun. Modal awal yang dibutuhkan oleh pengumpul minyak akar wangi lebih dari Rp 100.000.000. Pada umumnya pengumpul minyak akar wangi mendapatkan bantuan modal dari eksportir.

(57)

wangi membutuhkan pengalaman untuk menguji standar mutu sebelum diuji oleh laboratorium eksportir.

4.1.5 Sumber Daya Rantai Pasokan

1. Sumber Daya Fisik

Sumber daya fisik rantai pasokan minyak akar wangi meliputi lahan pertanian dan sarana prasarana penyulingan. Sarana dan prasarana penyulingan seperti ketel dan pipa harus mendapat perhatian khusus. Umur ekonomis dari alat suling (ketel) adalah sekitar 10 – 15 tahun.

2. Sumber Daya Teknologi

Penyulingan akar wangi di Kabupaten Garut masih dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan sistem kukus. Penyulingan dengan menggunakan sistem uap terpisah (boiler) masih sangat sedikit. Bantuan peralatan yang didapat masih ada kendala operasional yaitu kapasitas mesin yang masih kurang. Kendala lain adalah belum adanya operator yang ahli tentang mesin tersebut dan mesin masih banyak kendala teknis. Perbedaan tipis keuntungan antara proses penyulingan uap terpisah dengan proses kukus membuat penyuling masih menggunakan sistem kukus. 3. Sumber Daya Manusia

Proses penyulingan melibatkan dua orang tenaga kerja dalam satu kali penyulingan yang bertindak sebagai operator. Proses pencucian melibatkan pekerja borongan yang biasanya dilakukan oleh suami dan istri.

4. Sumber Daya Permodalan

(58)

46   

rendemen tidak dapat ditentukan secara pasti membuat penyuling tidak menggunakan jasa kredit dari perbankan.

Anggota rantai pasokan minyak akar wangi sangat memerlukan bantuan modal dari pemerintah dan perbankan. Sistem bagi hasil perlu diterapkan untuk memberikan bantuan modal kepada penyuling atau petani sehingga tidak memberatkan bagi peminjam.

4.2. Gambaran Umum Kemitraan

Kemitraan antara petani dan penyuling pada bisnis akar wangi terjadi dalam suatu kelompok tani. Kemitraan yang terjadi ada yang termasuk pada pola kemitraan inti plasma dimana penyuling sebagai perusahaan inti menyediakan lahan, modal serta memasarkan hasil produksi dan para petani sebagai plasma yang bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari sistem inti plasma diantaranya adalah terciptanya saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan serta terciptanya peningkatan usaha karena adanya pembinaan dari perusahaan inti. Kelemahan dari sistem inti plasma antara lain pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga kesepakatan yang telah ditetapkan berjalan kurang lancar serta belum adanya kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang pengusaha inti mempermainkan harga komoditas plasma.

(59)

memasok hasil panen akar wangi kepada penyuling dan mengembalikan pinjaman modal.

Jumlah petani yang mendapatkan bantuan sarana produksi dalam kemitraan sebesar 6,7 persen. Jarangnya bantuan sarana produksi dalam suatu kelompok tani dikarenakan biasanya petani sudah mempunyai sendiri peralatan untuk bertani. Petani yang mendapat bantuan modal sebesar 53,3 persen sedangkan 46,7 persen tidak mendapat bantuan modal. Secara keseluruhan petani menganggap tidak merasakan ada masalah selama mengikuti kemitraan.

Petani mengganggap peranan kemitraan terhadap keberlangsungan usaha sangat penting (30 persen), 56,7 persen menjawab penting dan 13,3 persen menjawab cukup penting. Secara keseluruhan petani menganggap peranan kemitraan terhadapkeberlangsungan usaha penting karena dapat menghasilkan manfaat timbal balik baik bagi petani maupun penyuling. Persentase persepsi petani terhadap hubungan kemitraan dapat dilihat pada Gambar 11. Peran pemerintah dalam kemitraan kelompok tani akar wangi di Kabupaten Garut masih jarang, hanya 13,3 persen petani yang menjawab adanya peran pemerintah dalam kemitraan yang dijalankan.

13,3% 

30% 

56,7% 

Gambar 11. Persepsi Petani terhadap Kemitraan

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Minyak Akar Wangi, 2001-2005
Gambar 1. Rantai Pasokan (Siagian, 2005)
Gambar 3. Pola Kemitraan Subkontrak (Sumardjo, Sulaksana dan
Gambar 5. Pola Kemitraan Keagenan (Sumardjo, Sulaksana dan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa (1) faktor penentu anak untuk bekerja dan bersekolah adalah jenis kelamin anak, usia anak, lokasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi, faktor risiko dan tingkat parasitemia parasit darah berdasarkan kategori umur dan jenis kelamin pada sapi

Apakah bapak kepala sekolah sebelum pelaksanaan supervisi akademik melaksanakan pertemuan awal dengan dewan guru atau guru yang mau disuvervisi?. Apa saja yang

Tata Cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak mineral bukan logam merupakan prosedur yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk memperoleh pengembalian kembali

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan..

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin,

 1: Ada kelainan pada mata akibat kusta tetapi tidak kelihatan dan visus sedikit berkurang Ada anesthesia tetapi tidak ada cacat atau kerusakan yang kelihatan  2: Ada

Kerangka teori pengaruh ekstrak etanol kulit manggis terhadap kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diberi paparan