SKRIPSI
PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL, BUDAYA ORGANISASI, DAN KOMPENSASI TERHADAP PERILAKU ETIS
PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BAGIAN KEPEGAWAIAN DAERAH
KABUPATEN KARO
OLEH
CLARA CECILIA S 110502238
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lembar Pernyataan
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten. Karo” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dann Bisnis Uniiversitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah endapatkan izin, dan/atau ditulskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Agustus 2015
ABSTRAK
Pengaruh Pengendalian Internal, Budaya Organiasai, Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten Karo.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: pengaruh penendalian internal, budaya organisasi dan kompensasi terhadap perilaku etis pegawai negeri sipil pada badan kepegawaian daerah Kab. Karo. Populasi pada penelitian ini adalah 119 pegawai yang ada pada BKD Kab. Karo yang masih aktif bekerja. Kuesioner diuji validitas dan reliabilitas sebelum dilakukan pengumpulan data penelitian dengan menyebar 30 kuesioner diluar sampel . Uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Pengendalian Internal terhadap erilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 1,751 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,027 (di bawah 0,05). (2) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya oraganisasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung variabel sebesar 12,708 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,000 (di bawah 0,05). (3) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kompensasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 2,180 > nilai t-tabel sebesar 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,032 (di bawah 0,05).
ABSTRACT
Effect of Internal Control, Cultural Organiasai, And Compensation Of Ethical Conduct for Civil Servants On Regional Employment Agency Karo.
This study was conducted to determine: the effect of internal control, organizational culture and compensation for ethical behavior of civil servants at local staffing agency Kab. Karo. The population in this study is that there are 119 employees at BKD District. Karo is still actively working. The questionnaire tested the validity and reliability before data collection questionnaire study with 30 spread out the sample.
Classic assumption test including normality test, test multicoloniarity and heteroscedasticity test. Data analysis method used is multiple regression analysis. Results from this study are: (1) There is a positive and significant impact on the Internal Control Behaviors among ethical civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 1,751 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.027 (under 0.05). (2) There is a positive and significant influence between organization of culture to ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by the value of the variable t-test for 12.708> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.000 (under 0.05). (3) There is a positive and significant influence between compensation for ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 2,180 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.032 (under 0.05).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh Penendalian Internal, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten. Karo.”
Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbigan, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ak. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia SE., ME., selaku Ketua Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Dra. Marhayanie Msi., selaku Sekertaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., Msi., selaku ketua Progran Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara 5. Ibu Dr. Elisabeh Siahaan, SE., MSc., selaku Dosen Pembimbing atas
ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan penulis.
6. Ibu. Dra. Yulinda, Msi., selaku Dosen Pembaca Penilai atas diskusi-diskusinya dan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang masih kabur dalam penulisan skripsi ini.
7. Dra. Friska Sipayung, Msi., selaku Dosen Penguji yang sudah memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini dan menunjukkan berbagai kesalahan didalamnya.
8. Bapak dan Ibu Staf Pengajar yang banyak memberikan ilmu pengetahuannya selama penulis kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara serta seluruh pegawai administrasi Fakultas Ekonomi.
9. Teristimewa untuk keluarga saya, khususnya ayah dan ibu saya yang sangat saya cintai yang selalu memberikan doa dan dukungann moril dan materil yang tanpa henti kepda penulis sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini.
10.Kakak saya yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis kak yeyen berserta keluarga, kak dedek, dan kak ninta berserta keluarga.
mengerjakan skripsi ini : sasa, kak dida, mami hesti, naomi, cila, amel, aida, vera, noris, bella, maikel, kak eci dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu
12.Kepada sepupu penulis yang sudah sangat membantu dan mendukung penulis dalam menegrjakan skripsi ini Jesika rasia dan tidak pernah bosa memberikan masukan kepada penulis
13.Tema-teman seperjuangan penulis roy, alda, dan nita yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi dan memberikan banyak canda tawa, masukan, dan motivasi sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini dengan senang hati.
14.Semua orang yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu saya dalam doa sampai pada terselesainya skripsi ini.
Medan, Agustus 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 12
1.3 Tujuan Penelitian... 12
1.4 Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Internal ... 14
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal ... 14
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal ... 17
2.1.3 Dimensi-dimensi Pengendalian Internal... 17
2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal ... 23
2.2.1 Pengertian Budaya Organsasi ... 25
2.2.2 Dimensi Budaya Organisasi ... 27
2.2.3 Fungsi Budaya Organisasi ... 29
2.2.4 Pembentukan Budaya Organisasi ... 31
2.2.5 Kekuatan Budaya Organisasi ... 32
2.3 Kompensasi... 33
2.3.1 Pengertian Kompensasi ... 33
2.3.2 Jenis-jenis Kompensasi ... 34
2.3.3 Sistem Pemberian Kompensasi ... 38
2.3.4 Tujuan Pemberia kompensasi ... 39
2.3.5 Prinsip-prinsip Kompensasi ... 41
2.4 Perilaku Etis ... 42
2.4.1 Pengertian Perilaku Etis ... 42
2.4.2 Dimensi Perilaku Etis ... 43
2.4.3 Prinsip Etis ... 44
2.5 Penelitian Terdahulu ... 45
2.6 Kerangka Konseptual ... 46
2.7 Hipotesis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 50
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
3.3 Batasan Operasional ... 51
3.6 Populasi dan Sampel ... 54
3.6.1 Populasi ... 54
3.6.2 Sampel ... 54
3.7 Jenis Data ... 57
3.7.1 Data Primer ... 57
3.7.2 Data Sekunder ... 57
3.8 Metode Pengumpulan data ... 57
3.9 Uji Validitas dan Reabilias ... 58
3.9.1 Uji Validitas ... 58
3.9.2 Uji Reabilitas... 60
3.10 Teknik Analisis... 61
3.10.1 Analisis Deskriptif ... 61
3.10.2 Uji Asumsi Klasik... 61
3.10.2.1 Uji Normalitas ... 61
3.10.2.2 Uji Heteroskedastisitas ... 61
3.10.2.3 Ujii Multikolinearitas ... 62
3.10.3 Analisis Linier Berganda ... 62
3.10.3.1 Koefisien Determinan (R2) ... 63
3.10.3.2 Uji F (Uji Serempak/Simultan) ... 63
3.10.3.3 Uji T (Uji Parsial) ... 64
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Instansi ... 65
4.4 Analisis Statistik Deskriptif ... 67
4.2.1 Deskriptif Responden ... 68
4.4.4 Deskriptif Variabel Penelitian ... 70
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 89
4.3.1 Uji Normalitas ... 89
4.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 92
4.3.3 Uji Multikolinearitas ... 94
4.4 Pengujian Hipotesis... 95
4.4.1 Analisis Linier Berganda ... 95
4.4.2 Uji Signifikan (Uji -F) ... 97
4.5 Identifikasi Determinan ... 98
4.6 Pembahasan ... 99
4.6.1 Pengaruh Pengendalian internal (X1) terhadap Perilaku Etis pegawai (Y)... 100
4.6.2 Pengaruh Budaya Organisasi (X2) terhadap Perilaku Etis Pegawai (Y) ... 102
4.6.3 Pengaruh Kompensasi (X3) terhadap Perilaku Etis Pegawai (Y) ... 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 108
5.2 Saran ... 108
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 45
3.1 Definisi Operasional Variabel... 51
3.2 Instrumet Skala Semantic Deferential... 54
3.3 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Kab. Karo ... 54
3.4 Penarikan Sampel Propotionate Random Sampling... 56
3.5 Uji Validitas... 59
3.6 Uji Reabilitas... 60
4.1 Identitas Responden... 68
4.2 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Pengendalian Internal... 70
4.3 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Pengendalian Internal (X1)... 74
4.4 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Budaya Organisasi... 75
4.5 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Budaya Organisasi (X2)... 79
4.6 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Kompensasi... 80
4.7 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Kompensasi (X3)... 84
4.8 Distribusi Tanggapan Responden terhadap Perilaku Etis... 85
4.9 Interprestasi nilai rata-rata jawaban responden terhadap Perilaku Etis (Y)... 89
4.10 One-Sample Kolmogrof-Smirnov Test... 92
4.11 Uji Glejser... 94
4.12 Multikolinearitas... 95
4.13 Hasil Regresi Linier Berganda... 96
4.14 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji-F)... 98
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Pembentukan Budaya Organisasi... 31
2.2 Kerangka Konseptual... 48
4.1 Grafik Histogram Uji Normalitas... 90
4.2 Grafik Normal atau P-Plot... 91
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian... 115
2 Distribusi Jawaban validitas dan reabilitas... 119
3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas... 122
4 Distribusi Jawaban Responden... 123
5 Uji Asumsi Klasik... 125
ABSTRAK
Pengaruh Pengendalian Internal, Budaya Organiasai, Dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten Karo.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: pengaruh penendalian internal, budaya organisasi dan kompensasi terhadap perilaku etis pegawai negeri sipil pada badan kepegawaian daerah Kab. Karo. Populasi pada penelitian ini adalah 119 pegawai yang ada pada BKD Kab. Karo yang masih aktif bekerja. Kuesioner diuji validitas dan reliabilitas sebelum dilakukan pengumpulan data penelitian dengan menyebar 30 kuesioner diluar sampel . Uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Pengendalian Internal terhadap erilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 1,751 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,027 (di bawah 0,05). (2) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya oraganisasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung variabel sebesar 12,708 > dari nilai t-tabel 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,000 (di bawah 0,05). (3) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kompensasi terhadap perilaku etis PNS pada BKD Kab. Karo, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung sebesar 2,180 > nilai t-tabel sebesar 1,658 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,032 (di bawah 0,05).
ABSTRACT
Effect of Internal Control, Cultural Organiasai, And Compensation Of Ethical Conduct for Civil Servants On Regional Employment Agency Karo.
This study was conducted to determine: the effect of internal control, organizational culture and compensation for ethical behavior of civil servants at local staffing agency Kab. Karo. The population in this study is that there are 119 employees at BKD District. Karo is still actively working. The questionnaire tested the validity and reliability before data collection questionnaire study with 30 spread out the sample.
Classic assumption test including normality test, test multicoloniarity and heteroscedasticity test. Data analysis method used is multiple regression analysis. Results from this study are: (1) There is a positive and significant impact on the Internal Control Behaviors among ethical civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 1,751 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.027 (under 0.05). (2) There is a positive and significant influence between organization of culture to ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by the value of the variable t-test for 12.708> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.000 (under 0.05). (3) There is a positive and significant influence between compensation for ethical behavior of civil servants at BKD District. Karo, this is indicated by a value of 2,180 t count> t-table value of 1.658 and the significant value on the table by 0.032 (under 0.05).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi
perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia
merupakan faktor penentu keberhasilan pelaksanaan organisasi yang efektif.
Menurut Griffin (2003:414) semakin pentingnya sumber daya manusia berakar
dari meningkatnya kerumitan hukum, kesadaran bahwa sumber daya manusia
merupakan alat berharga bagi peningkatan produktivitas dan kesadaran mengenai
biaya yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia yang lemah.
Melihat pentingnya sumber daya manusia, ada banyak karyawan yang
bekerja dengan sungguh-sungguh atau berperilaku baik (etis) dalam suatu
perusahaan, tetapi ada juga yang bekerja di luar kontrol sehingga dapat membawa
karyawan kearah perilaku yang tidak baik atau perilaku tidak etis.
Setiap perusahaan baik swasta maupun instansi pemeritahan umumnya
menerapkan etika yang harus dipatuhi oleh para karyawannya. Etika itu sendiri
adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua
anggota perusahaan/organisasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam
pelaksanaan dan pelayanan profesi. Profesi yang dimaksud dalam penelitian ini
mencakup karyawan, manajer, maupun pimpinan perusahaan. Namun, tidak
jarang dalam suatu perusahaan ada oknum yang tidak melaksanakan etika yang
perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis adalah gejala-gejala dari timbulnya
kecurangan (fraud) dalam perusahaan.
Perilaku tidak etis saat ini telah menjadi banyak perhatian media dan salah
satu isu yang menonjol baik pada perusahaan swasta maupun instansi
pemerintahan. Disamping itu, menurut Griffin (2006:58) perilaku tidak etis
merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang diterima secara
umum. Perilaku tidak etis muncul karena karyawan merasa tidak puas dan kecewa
dengan hasil yang di dapat dari perusahaan.
Perilaku tidak etis telah berkembang dengan pesat di berbagai negara
termasuk di Indonesia. Tidak hanya sektor swasta, perilaku tidak etis saat ini juga
telah berkembang di berbagai organisasi publik dan lembaga-lembaga
pemerintahan di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya
kasus-kasus korupsi yang terjadi belakang ini.
Berbicara tentang kondisi pegawai negeri sipil di daerah, akan berhadapan
dengan kondisi yang berkisar pada diskursus rendahnya tingkat profesionalisme,
tingkat kesejahteraan yang belum memadai, merebaknya praktek-praktek spoil
system dalam penempatan pegawai. Semua itu akan bermuara pada rendahnya
etos kerja pegawai. Menguatkan sinyalemen tersebut, dikatakan oleh Widhyharto
(2004:113) bahwa ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi di
Indonesia berkenaan dengan sumberdaya manusia pegawai negeri sipil.
Permasalahan tersebut antara lain, besarnya jumlah pegawai negeri sipil,
rendahnya kualitas dan ketidak sesuaian kompetensi yang dimiliki, kesalahan
Mengingat posisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu
tulang punggung penyelenggara Negara yang sering mendapat sorotan negatif
akibat kemerosostan mental dan moral yang ditunjukkan dalam melaksanakan
tugas pelayanan kepada masyarakat sehinggga kinerja birokrasi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) mendapatkan beberapa warning yang di antaranya adalah birokrasi
yang tidak bertanggung jawab, birokrasi yang cacat dan lemah, birokrasi
disfungsional yang berada di bawah standar, birokrasi yang kinerja tidak efektif,
birokrasi yang terbelakang dan ketinggalan, birokrasi arogan dan salah urus,
birokrasi yang tidak etis;
Tindak perlakuan tidak etis pada Pegawai Negri Sipil (PNS) dapat dilihat
juga dari banyaknya terungkap praktek Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN) di
Pegawai Negeri Sipi (PNS), ini adalah bagian fakta yang tidak dapat dipungkiri,
yang pada akhirnya berdampak semakin menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap PNS. Dapat dilihat juga dari sistem perekrutan Calon Pegawai Negri
Sipil (CPNS). Seperti yang diketahui semenjak tahun 2014 pemerintah pusat
berwenang penuh terhadap penerimaan pegawai negeri. Tidak seperti tahun
sebelumnya, pemerintah daerah menjadi penyelenggara ujian masuk penerimaan
pegawai negri.
Perubahan penyelenggaraan ujian ini dilakukan untuk mengurangi tindak
manipulasi ataupun kecurangan yang dilakukan pemerintah daerah dalam
penerimaan CPNS. Pasalnya, di daerah sering ditemukan penyimpangan dalam
Entah itu kecurangan saat tes CPNS berlangsung maupun saat pengumuman.
Tujuannya satu, memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Selain melakukan perlakuan tidak etis dalam perekrutan PNS pemerintah
daerah juga sering melakukan kecurangan dalam hal promosi atau peningkatan
jabatan. Kebanyakan promosi yang dilakukan pada PNS Kab. Karo jarang sekali
dilihat berdasarkan kompetensi seseorang. Dimana dalam promosi dilakukan
berdasarkan seberapa dekat hubungan atasan dan bawahan tanpa didasari oleh
kompetensi atau sering disebut dengan nepotisme.
Perilaku tidak etis timbul dalam suatu instansi pemerintah disebabkan oleh
lemahnya pengendalian internal yang dapat membuka keleluasaan Pegawai
Negeri Sipil untuk melakukan tindakaan yang dapat merugikan pemerintah
ataupun masarakat. Kecurangan merupakan sebagai suatu fenomena pengendalian
internal yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Fauwzi (2011)
tindakan kecurangan dapat dipengaruhi oleh tidak adanya sistem pengendalian
internal dan monitoring oleh atasan.
Untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik, diperlukan pengendalian
internal perusahaan yang efektif (Wilopo, 2006). Ketidakefektifan pengendalian
internal juga merupakan faktor yang memengaruhi adanya perlakuan tidak etis
dan kecurangan. Pengendalian internal memegang peranan penting dalam
organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan (Fauwzi, 2011).
Pengendalian internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya perilaku yang
Pengendalian internal adalah proses yang dirancang untuk memberikan
kepastian yang layak mengenai pencapaian tujuan manajemen tentang reliabilitas
pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku (Arens, 2006:412). Selain pengendalian
internal faktor yang dapat mempengaruhi perilaku tidak etis adalah budaya
organisasi.
Terdapat beberapa fenomena keterbatasan pimpinan organisasi melalui
manajemen dalam mengawasi dan mengendalikan menjadi salah satu penyebab
terjadinya penyelewengan dan kecurangan pegawai, seperti pada kasus PNS di
Indonesia (http: //medialacak.blogspot.com, 29 Juli 2014 – Upah Lembur fiktif
PNS rugikan negara), dimana kebijakan pimpinan pada akhirnya mendorong
terjadinya kecurangan yang menyuburkan praktik lembur fiktif yang dilakukan
oleh para pegawai negeri sipil melalui permainan absensi kehadiran. Pegawai
sebetulnya tidak lembur, namun di absensi selalu dibuat ada kelebihan jam kerja
(overtime), sehingga pegawai atau pejabat mendapatkan gaji dan upah yang tidak
sesuai dengan semestinya.
Selain pengendalian internal perilaku etis Pegwai Negeri Sipil juga
diengaruhi oleh budaya organisasi. Budaya organisasi adalah suatu persepsi
bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi menunjuk pada nilai-nilai,
kepercayaan dan prinsip-prinsip mendasar suatu sistem manajemen organisasi,
yang berupa praktek-praktek manajemen dan perilaku organisasi. Pada dasarnya
faktor dimana faktor tersebut dapat mempengaruhi budaya organisasi terhadap
perilaku etis seseorang.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi.
Faktor pertama yang mempengaruhi budaya organisasi terhadap perilaku etis
seseorang adalah faktor individu sedangkan faktor kedua adalah faktor sosial.
Faktor individu ini sangat mempengaruhi pada dasar pembentukan
perilaku etis seseorang dimana tingkat pengetahuan, nilai-nilai moral yang
tertanam pada diri, sikap dan perilaku dari pribadi seseorang yang akan
membentuk suatu cara hidup yang berkembang dalam kegiatan berkelompok yang
akan terbentuk nantinya dalam suatu organisasi. Jadi faktor individu adalah
bagian dasar yang sangat berpengaruh dalam pembentukkan perilaku etis
seseorang.
Faktor sosial ini juga membuat pembentukan pada perilaku etis seseorang
dimana budaya organisasi muncul dari adanya perkumpulan sosial yang
membentuk norma budaya, keputusan, tindakan dan perilaku rekan kerja, serta
nilai moral dan sikap kelompok yang saling berinteraksi. Jadi faktor sosial
merupakan juga bagian dasar setelah faktor individu yang berpengaruh dalam
pembentukan perilaku etis seseorang dari budaya organisasi yang sudah ada sejak
dahulu.
Berbagai masalah Budaya Organisasi Pemerintah sebagaimana dijelaskan
dalam Pedoman Pengembangan Aparatur Negara yang diterbitkan oleh
Kementerian PAN-RI (2002), dapat diidentifikasikan, antara lain sebagai berikut
Pelaksanaan kebijakan jauh berbeda dari yang diharapkan; Terjadi arogansi
pejabat dan penyalahgunaan kekuasaan; Pelaksanaan wewenang dan
tanggungjawab aparatur saat ini belum belum seimbang; Banyak aparatur yang
integritas, loyalitas dan profesionalnya rendah; Tidak ada sanksi yang jelas dan
tegas jika pegawai melanggar aturan; Sistem seleksi (rekruitmen) yang masih
kurang transparan.
Maka bisa diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi bisa
mempengaruhi perilaku etis itu melalui faktor individu dan faktor sosial dimana
dari kedua faktor tersebut sangat berperan penting dalam pembentukan sikap
perilaku seseorang dalam berorganisasi sehingga dapat dijadikan budaya
organisasi.
Selain pengendalian internal dan budaya organisasi yang dapat
mempengaruhi perilaku etis karyawan dalam sebuah perusahaan swasta maupun
instansi pemerintahan adalah pemberian kompensasi yang sesuai berdasarkan
kinerja.
Kompensasi adalah berbagai bentuk imbalan yang diberikan organisasi
kepada karyawan atas waktu, pikiran dan tenaga yang telah dikontribusikannya
kepada organisasi. Program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk
kepentingan perusahaan, karyawan, dan pemerintah/masyarakat. Supaya tujuan
tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program
kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan wajar, undang-undang
Subtansi kompensasi PNS yang adil dan layak ditujukan agar melalui gaji
yang diterimanya PNS mampu memenuhi kebutuhan hidup kelurganya sehingga
PNS yang besangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran dan tenaganya hanya
untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pengaturan kompensasi
PNS yang adil dimaksudkan untuk menegah kesenjangan kesejahteraan baik antar
PNS maupun antara PNS dengan pegawai perusahaan swasta. Selanjutnya
kompensasi PNS yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas serta kreativitas PNS.
Mencermati sistem kompensasi PNS sebagaimana yang diamanatkan oleh
UU No 43 Tahun 2005, pada dasarnya prinsip yang dianut berdasarkan
undang-undang tersebut sebagai berikut :
1. Kompenasasi yang diterima oleh PNS dapat memenuhi kebutuhan
hidup PNS dan keluarganya secara layak
2. Penggajian PNS yang adil, baik secara internal maupun eksternal
sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya
3. Penggajian PNS yang dapat memacu produktivitas dan kreativitas
kerja PNS.
Ketiga prinsip tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi faktual
dilapangan hingga saat ini belum sepenuhnya dilaksanakan atau dipenuhi.
Mengacu pada prinsip yang pertama, yakni gaji PNS memenuhi kebutuhan hidup
dan keluarganya. Pemenuhan kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan
hidup PNS dan keluarganya secara layak yang memenuhi standar kebutuhan
belum dapat dijalankan, dimana dari berbagai hasil studi dan penelitan yang
dilakukan terkait dengan hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah gaji yang
diterima oleh PNS masih belum memenuhi kebutuhan hidu layak PNS dan
keluarganya. Kondisi tersebut oleh berbagai pihak dinyatakan sebagai salah satu
pemicu PNS melakukan hal yang tidak etis yaitu korupsi.
Selanjutnya, dari sisi keadilan, desain struktur kompensasi PNS belum
memenuhi prinsip-prinsip keadilan baik internal (bersifat horizontal dan vertikal)
maupun eksternal. Faktanya memperlihatkan bahwa gaji yang diterima oleh PNS
tidak dkaitkan dengan kinerja atau prestasi kerja PNS. Ketidakadilan internal
dalam pemberian kompensasi bersifat horizontal masih saja terjadi, sebab hingga
kini pemberian kompensasi PNS masih saja didasarkan pada pangkat bukan
berdasarkan jabatan atau pekerjaan.
Ketidakadilan internal kompensasi PNS yang bersifa vertikal dapat dilihat
dari rasio antara gaji pokok terendah atau tertinggi yang sangat kecil yakni 1
berbanding 3,37. Sehingga kurangnya motivasi PNS untuk bekerja dan
berprestasi. Sebab perbedaan antara gaji untuk PNS gologan I, II, III, dan IV
relatif sedikit dimana kenaikan pangkat satu tingkat ketingkat berikutnya tidak
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan gaji pokok PNS. demikian juga dengan
kenaikan gaji berkala yang juga tidak menggunakan suatu formulas yang jelas,
dimana kenaikan gaji berkala setiap 2 tahun sebesar 2,25% dan kenaikan gaji
akibat kenaikan pangkat sebesar 4,23% belum dapat memacu tingkat
PNS yang berperilaku etis adalah PNS yang sejalan dengan tuntutan tugas
pokok seorang PNS sebagaimana tercantum dalam UU No 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas UU No 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian,
khususnya pasal 3 bahwa tugas pokok seorang PNS: " Memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata, menyelenggarakan
tugas Negara, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan menyelenggarakan
tugas pembangunan".
Beberapa indikator yang mempengaruhi perilaku etis PNS adalah
kesetiaan terhadap organisasi, menghargai hubungan, kehadiran, kedisplinan
(Robbins dan Judge 2008:152). Fenomena yang peneliti temukan pada pra survey
yang dapat menyebabkan PNS melalukan perilaku yang tidak etis adalah masih
banyaknya PNS yang tidak mengutamakan kepentingan instansi dalam bekerja.
Selain itu adanya PNS yang menyalahgunakan wewenangnya dalam instansi,
kurang taatnya PNS terhadap peraturan yang berlaku dalam instansi karena tidak
adanya sanksi yang tegas.
Selain itu, peneliti menemukan fenomena lain yang dapat mepengaruhi
perilaku etis PNS yaitu berdasarkan pegendalian internal yang terdapat dalam
instansi. Dalam pengendalian internal terdapat juga beberapa indikator yang
mempengaruhi perilaku etis karyawan diantaranya adalah penegakan integrittas
dan nilai etika dalam instansi dimana dalam penerapannya belum berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Indikator lainnya yaitu pemisahan funngsi dalam
instansi belum dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan dan tidak
terdapatnya pemantauan secara kontiniu oleh pihak instansi sehingga sering
terjadinya kecurangan-kecurangan dalam nstansi (PP No. 60 Tahun 2008).
Fenomena lainnya yang dapat peneliti temukan dalam budaya organisasi
adalah kurang pahamnya PNS terhadap visi dan misi dari instansi, adanya batasan
hubungan iteraksi sosial antara pimpinan dengan bawahan dimana pimpinan
kurang mempedulikan PNS yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan
tugas dan tanggungjawabnya, ketika bekerja sebagian besar PNS sering sekali
menggunakan bahasa daerah sehingga ada beberapa PNS yang tidak mengerti dan
merasa tersinggung sehingga kurangnya terjalin kerjasama kelompok dalam
instansi.
Dalam kompensasi fenomena yang peneliti temukan adalah mengenai gaji
pokok dimana PNS merasa kurang puas atas gaji yang diterimanya karena
menurut PNS gaji pokok yang mereka terima belum adil dan layak karena belum
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, tunjangan-tunjangan yang
diterima oleh PNS pun belum cukup puas karena tunjangan yang mereka terima
hanya beberapa persen dari jumlah gaji pokok yang diterima oleh PNS. selain itu,
fasilitas dalam instansi juga belum memadai sehingga PNS dalam instansi ini
sering merasa kurang nyaman dalam menyelesaikan tugas dan
tanggungjawwabnya, dan pimpinan yang jarang memberikan pujian ataupun
pengakuan terhadap kinerja PNS yangcukup meuaskan
Adanya fenomena yang telah dipaparkan diatas maka peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang pentingnya Pengendalian Internal, budaya
perusahaan, maka mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan
mengambil judul “Pengaruh Pengendalian Internal, Budaya Organisasi dan Kompensasi Terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah Kab.Karo”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu, “Apakah pengendalian Internal, Budaya Organisasi dan
Kompensasi berpengaruh terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan
kepegawaian Daerah Kab.Karo”.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitan ini bertujuan untuk menemukan
bukti empiris (nyata) tentang :
1. Untuk mengetahui dan mengalisis pengaruh pengendalian internal
terhadap Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian
Daerah Kab.Karo.
2. Untuk mengetahui dan mengalisis pengaruh budaya organisasi terhadap
Perilaku Etis Pegawai Negeri Sipil pada Badan kepegawaian Daerah
Kab.Karo.
3. Untuk mengetahui dan mengalisis pengaruh kompensasi terhadap Perilaku
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi semua pihak,
diantaranya :
1. Bagi Pegawai Negeri Sipil Badan Kepegawaian Daerah Kab. Karo.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah khususnya pada Badan
Kepegawaian Daerah (BKD) Kab. Karo terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi adanya perlaku etis berdasarkan persepsi dari aparatur
pemerintahan sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat
dalam rangka pencegahan maupun penanggulangan masalah perlakuan
tidak etis dan kecurangan di pemerintahan.
2. Bagi peneliti lainnya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
maupun bahan kajian dalam penelitian sejenis, tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku etis dan dalam perusahaan swasta maupun instansi
pemeritahaan.
3. Bagi penulis.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan sebagai acuan untuk
dapat mengetahui pengaruh pengendalian internal, budaya organisasi,
kompensasi terhadap perilaku etis Pegawai Negeri Sipipl (PNS) pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Internal
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal
Secara umum, pengendalian internal merupakan bagian dari
masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional
perusahaan atau organisasi tertentu. Perusahaan pada umumnya menggunakan
Sistem Pengendalian Internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan
mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Pengendalian Internal, antara
lain:
1. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Pengendalian
Internal Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan evaluasi, pemantauan,
dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Dalam pengembangan dan
penerapannya perlu dilakukan secara komprehensif dan harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas,
dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Badan Pengawasan
aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden.
2. Menurut Mulyadi (2002:181), menyatakan bahwa, “Sistem Pengendalian
Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk memberikan
keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni
kendala pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi”
3. Menurut Fees (2000:183), “Pengendalian Internal (internal control)
merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari
penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi usaha akurat, dan
memastikan bahwa perundang-undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya.”
4. Dalam arti sempit yang di kemukakan oleh Zaki Baridwan (2004:97), ”Pengendalian Internal merupakan pengecekan penjumlahan, baik
penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun
(footing). Dalam arti yang luas, pengendalian internal tidak hanya meliputi
pekerjaan pengecekan tetapi juga meliputi semua alat-alat yang
dipergunakan manajemen untuk mengadakan pengawasan.
5. Menurut AICPA (Baidaie, 2005:44), ”Pengendalian Internal adalah suatu
proses yang dipengaruhi (affected by) board of directors, manajemen dan
(reasonable insurance) dapat dicapainya tujuan-tujuan yang berkaitan
dengan :
1) dapat dipercayainya laporan keuangan,
2) efektivitas san efisiensi operasi,
3) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Menurut Nugroho (2001:168), Pengendalian internal adalah pengendalian
yang mempunyai dua fungsi utama yaitu:
1) Mengamankan sumber daya organisasi dari penyalahgunaan
2) Mendorong efisiensi operasi organisasi.
7. Menurut Winters (2002:132), Pengendalian Internal adalah alat untuk
mengendalikan aktivitas entitas guna membantu menjamin bahwa
aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada akhirnya dapat mencapai tujuan
yang diharapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal diatas, kita dapat
memahami bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri dari
kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang untuk
memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu
yang saling berkaitan. Dengan adanya penerapan pengendalian intern dalam setiap
kegiatan operasi perusahaan, maka diharapkan tidak akan terjadi
tindakan-tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalnya
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal
Tujuan Pengendalian Internal menurut Mulyadi (2002:180) adalah sebagai
berikut:
1. informasi keuangan
Pengendalian internal ini membuat manajemen bertanggung jawab
menyiapkan laporan keuangan untuk kepentingan pihak intern dan ekstern
perusahaan. Laporan yang disajikan harus dapat diandalkan.
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian internal ini dimaksudkan agar organisasi melakukan
kegiatannya sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
3. Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengendalian internal dalam perusahaan merupakan alat untuk
mengurangi kegiatan pemborosan dan mengurangi penggunaan sumber
daya yang tidak efektif dan efisien dalam operasi perusahaan.
2.1.3 Dimensi-dimensi Pengendalian Internal
Indonesia Mengacu pada pada berbagai dimensi Pengendalian Internal
yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara (PP No.60
Tahun 2008), yaitu meliputi :
1. Lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian adalah kondisi
dalam Instansi Pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian
intern. Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah
dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara keseluruhan
dan mendukung pengendalian intern dan manajemen yang sehat.
Lingkungan pengendalian dapat diwujudkan melalui:
1) Penegakan integritas dan nilai etika;
2) Komitmen terhadap kompetensi;
3) Kepemimpinan yang kondusif;
4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan;
5) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
6) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan sumber daya manusia;
7) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang
efektif;
8) Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
2. Penilaian risiko. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas
kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan
sasaran Instansi Pemerintah. Unsur ini memberikan penekanan bahwa
pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang
dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko
dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis resiko. Identifikasi
risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan menggunakan
metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan
mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal
dan faktor internal serta menilai faktor lain yang dapat meningkatkan
risiko. Sedangkan analisis resiko dilaksanakan untuk menentukan
dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian
tujuan Instansi Pemerintah dengan tetap menerapkan prinsip
kehati-hatian.
Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah perlu
menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan
kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Tujuan Instansi Pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang
spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu. Tujuan
Instansi Pemerintah tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh
pegawai, sehingga untuk mencapainya pimpinan Instansi Pemerintah
perlu menetapkan strategi operasional yang konsisten dan strategi
manajemen yang terintegrasi dengan rencana penilaian risiko.
Begitupula dengan tujuan pada tingkatan kegiatan,
sekurangkurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut:
1) Berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi
Pemerintah;
2) Saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan
satu dengan lainnya;
4) Mengandung unsur kriteria pengukuran;
5) Didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan
6) Melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.
3. Kegiatan pengendalian. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang
diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan
kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi
risiko telah dilaksanakan secara efektif. Unsur ini menekankan bahwa
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
Penyelenggaraan kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan
pokok Instansi Pemerintah, seperti:
1) Review atas kinerja Instansi Pemerintah yang
bersangkutan;
2) Pembinaan sumber daya manusia/Pegawai Pemerintahan;
3) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4) Pengendalian fisik atas aset;
5) Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
6) Pemisahan fungsi;
7) Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8) Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan
kejadian;
10)Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern
serta transaksi dan kejadian penting.
Selain itu, kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses
penilaian risiko dan disesuaikan dengan sifat khusus Instansi
Pemerintah. Kebijakan dan prosedur dalam kegiatan pengendalian
harus ditetapkan secara tertulis dan dilaksanakan sesuai dengan yang
ditetapkan tersebut, sehingga untuk menjamin kegiatan pengendalian
masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan maka harus
dievaluasi secara teratur.
4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah
yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Sedangkan
komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan
menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
Dalam hal ini pimpinan Instansi Pemerintah wajib
mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam
bentuk dan waktu yang tepat. Berkaitan dengan pengkomunikasian
informasi, wajib diselenggarakan secara efektif, dengan cara sebagai
berikut:
1) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan
2) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem
informasi secara terus menerus.
5. Pemantauan. Pemantauan pengendalian intern pada dasarnya adalah
untuk memastikan apakah sistem pengendalian intern pada suatu
instansi pemerintah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan
apakah perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan telah dilaksanakan
sesuai dengan perkembangan. Unsur ini mencakup penilaian desain
dan operasi pengendalian serta pelaksanaan tindakan perbaikan yang
diperlukan.
Pimpinan instansi harus menaruh perhatian serius terhadap
kegiatan pemantauan atas pengendalian intern dan perkembangan misi
organisasi. Pengendalian yang tidak dipantau dengan baik cenderung
memberikan pengaruh yang buruk dalam jangka waktu tertentu. Oleh
karena itu, agar kegiatan pemantauan menjadi lebih efektif, seluruh
pegawai perlu mengerti misi organisasi, tujuan, tingkat toleransi risiko
dan tanggung jawab rnasing-masing.
Dalam menerapkan unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
(SPIP), setiap pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab untuk
mengembangkan kebijakan, prosedur dan praktik detail untuk
menyesuaikan dengan kegiatan Instansi Pemerintah dan untuk
memastikan bahwa unsur tersebut telah menyatu dan menjadi bagian
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan
SPIP dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan
SPIP. Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan
pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen
atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup
pengaturan pengawasan intern ini mencakup kelembagaan, lingkup
tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode etik, standar audit,
pelaporan, dan telaahan sejawat. Sedangkan Pembinaan
penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis
penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan
dan konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat
pengawasan intern pemerintah (APIP) pada setiap instansi
Pemerintahan.
2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal
Keterbatasan yang terdapat dalam pengendalian internal dapat
mengakibatkan tujuan dari pengendalian internal tidak akan tercapai.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut menurut Mulyadi (2002:181) adalah:
1. Kesalahan dalam pertimbangan
Kesalahan dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau
dalam melaksanakan tugas rutin yang biasanya dilakukan oleh manajemen
atau personel lain. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh tidak memadainya
2. Gangguan
Adanya kekeliruan dalam memahami perintah, terjadinya kesalahan
karena kelalaian dan perubahan yang bersifat sementara atau permanent
dalam personil atau dalam sistem dan prosedur yang diterapkan.
3. Kolusi
Kerja sama antara pihak-pihak yang terkait, yang mana seharusnya antara
pihak-pihak tersebut saling mengawasi, tetapi malah saling bekerja sama
untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang dibuat baik secara sengaja
maupun tidak sengaja.
4. Pengabaian oleh manajemen
Manajemen mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah diterapkan
semata-mata untuk kepentingan pribadinya sehingga pengendalian internal
tidak berfungsi secara baik.
5. Biaya lawan manfaat
Biaya yang telah dikeluarkan untuk penerapan pengendalian internal tidak
boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari adanya penerapan
pengendalian internal tersebut.
2.1.5 Efektivitas Pengendalian Internal
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang
dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan
efektif apabila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai,
laporan keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum dan
2.2 Budaya Organisasi
2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi
Robbin (2007:165) mendefenisikan bahwa budaya organisasi adalah
sebagai suatu sistem makna yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lain. Robbin mendefenisikan budaya
organisasi sebagai sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh
anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Riani (2011)
menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dari shared value,
keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling
berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku.
Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang
mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara
keseluruhan.
Budaya organisasi adalah simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi.
Hal ini meliputi cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki
oleh anggota unit (Marquis, 2010:135). Budaya organisasi tampak dalam dimensi
aktivitas tugas dan aktivitas pemeliharaan (dinamika) kelompok/organisasi yang
berupa penggunaan bahasa, pengambilan keputusan, teknologi yang digunakan,
dan praktik kerja sehari-hari.
Druicker (dalam Tika, 2006:58) menyebutkan bahwa budaya organisasi
adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang
mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk
memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka budaya organisasi adalah
aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya
manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam
organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka
sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili
organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata budaya organisasi adalah
aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya
manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam
organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka
sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili
organisasi berhadapan dengan pihak luar.
Dengan kata budaya organisasi mencerminkan cara staf melakukan
sesuatu (membuat keputusan, melayani masyarakat, dll) yang dapat dilihat kasat
mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar organisasi tersebut. Dapat juga
dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam
organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan,
pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya (Muluk,
2.2.2 Dimensi Budaya Organisasi
1. Dimensi budaya organisasi yang berwujud ( tangible )
Budaya perusahaan yang berwujud terdiri atas cara-cara berperilaku,
berbicara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang
merek, ritual, pahlawan, kegiatan seremonial, bahasa serta cerita-cerita
perkembangan organisasi
Artefak adalah dimensi isi budaya organisasi yang dapat ditangkap
pancaindra. Ketika masuk ke dalam suatu organisasi, orang dapat melihat dan
merasakan dengan jelas artefak budaya organisasi. Termasuk dalam artefak
budaya suatu organisasi adalah :
1) Objek material : logo, produk, brosur, laporan tahunan dan benda seni
dari organisasi.
2) Rancangan fisik : arsitektur gedung, tata ruang kantor, dan tempat
parkir
3) Bahasa : kata-kata, kalimat, jenis bahasa ( bahasa halus atau bahasa
pasar dan bahasa gerak tubuh.
4) Simbol-simbol : kata-kata, objek dan kondisi yang mempunyai arti
bagi organisasi. Misalnya logo, lambang dan bendera organisasi, tanda
pangkat, pakaian kebesaran, seragam dan sebagainya.
5) Peraturan, sistem-sistem, prosedur dan program-program, misalnya
faktor sumber daya manusia berhubungan dengan kompetensi, evaluasi
kinerja dan promosi, peraturan yang mengukur struktur, program
Seremoni merupakan budaya organisasi atau tindakan kolektif pemujaan
budaya yang mengingatkan dan memperkuat nilai-nilai budaya. Sedangkan ritual
adalah aktivitas yang direncanakan, terperinci, yang mengonsolidasi berbagai
bentuk ekspresi budaya ke dalam peristiwa terorganisasi yang dilaksaanakan
melalui interaksi sosial, umumnya untuk keuntungan audiens, peserta ritual atau
upacara.
Setiap organisasi yang sudah mapan pasti memiliki sejumlah pahlawan
atau hero. Pahlawan organisasi adalah pendiri, pemimpin dan mereka yang berjasa
terhadap organisasi. Pendiri organisasi adalah orang atau kelompok yang
memikirkan visi, misi, tujuan dan perlunya didirikan organisasi.
2. Budaya perusahaan Tidak Berwujud ( Intangible )
Merupakan elemen budaya yang terdiri dari nilai-nilai dasar, norma,
asumsi, dan filsafat organisasi.
Menurut Wirawan (2007:45) Nilai-nilai adalah merupakan pedoman atau
kepercayaan yang dipergunakan oleh orang atau organisasi untuk bersikap jika
berhadapan dengan situasi yang harus membuat pilihan. Nilai-nilai berhubungan
erat dengan moral dan kode etik yang menentukan apa yang harus dilakukan.
Individu dan organisasi yang mempunyai nilai kejujuran, integritas, dan
keterbukaan menganggap mereka harus bertindak jujur dan berintegritas tinggi.
Norma adalah peraturan, tatanan, ketentuan, standar, gaya, dan pola
perilaku yang menentukan perilaku yang dianggap pantas dan dianggap tidak
diterima sebagai dasar berpikir dan bertindak. Asumsi mempengaruhi persepsi,
perasaan, dan emosi anggota organisasi mengenai sesuatu.
Filsafat organisasi adalah pendapat organisasi mengenai hakikat atau
esensi sesuatu. Perusahaan mempunyai filsafat yang berbeda. Ada perusahaan
yang berpendapat bahwa keuntungan merupakan tujuan perusahaan, sedangkan
perusahaan lain berpendapat bahwa tujuan perusahaan adalah memuaskan
pelanggan, sedangkan keuntungan hanya merupakan ukuran berhasil atau
tidaknya perusahaan dalam melayani konsumen.
2.2.3 Fungsi Budaya Organisasi
Tika (2006:14) dalam bukunya yang berjudul “Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan”, menyatakan bahwa terdapat 10 fungsi utama
budaya organisasi, diantaranya :
1. sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok
lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh
suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau
kelompok lain.
2. sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini
merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Mereka
bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi atau perusahaan. Para
pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan memiliki rasa
3. mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana
lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta
perubahan diatur secara efektif.
4. sebagai mekanisme dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku
anggota-anggota organisasi. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol,
didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya
anggota organisasi oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh
suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah
yang sama.
5. sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan integrator karena
adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh
adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub
6. membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi. Fungsi ini
dimaksudkan agar anggota-anggota organisasi dapat memahami
bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi.
7. sebagai saran untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi.
Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap
lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal.
8. sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar,
penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.
9. sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat
komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antaranggota
komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat
material dan perilaku.
Oleh karena itu, fungsi budaya organisasi sebagai pedoman kontrol dalam
membentuk sikap dan perilaku karyawan dalam menyelesaikan masalah-masalah
organisasi melalui nilai-nilai dan norma yang dianut untul lebih berinovasi.
Budaya organisasi dapat pula berfungsi sebagai kontrol atas sikap dan perilaku
anggota-anggota organisasi dalam mencapai tujuan.
2.2.4 Pembentukan Budaya Organisasi
Robbins (2001:154) berpendapat bahwa dibutuhkan waktu yang lama
untuk pembentukan budaya organisasi. Sekali terbentuk, budaya itu cenderung
berakar, sehingga sukar bagi para manager untuk mengubahnya.
[image:46.595.119.544.417.560.2]Sumber : Robbins (2001)
Gambar 2.1
Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari
filsafat pendiri, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang
digunakan dalam merekrut/memperkerjakan anggota organisasi. Tindakan dari
manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima Filosofi
Pendiri
Kriteria Seleksi
Manajemen Puncak
Sosialisasi
baik dan tidak. Tingkat kesuksesan dalam mensosialisasikan budaya organisasi
tergantung pada kecocokan nilai-nilai staf baru dengan nilai-nilai organisasi
dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan
metode-metode sosialisasi.
2.2.5 Kekuatan Budaya Organisasi
Menurut Robbins (dalam Tika, 2006:108) mendefinisikan budaya
organisasi kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara
intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi. Sedangkan
menurut Vijay Sathe, budaya organisasi kuat adalah budaya organisasi yang ideal
di mana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas perilaku.
Dalam menentukan kekuatan budaya organisasi, terdapat dua faktor di
dalamnya yaitu, kebersamaan dan identitas. Kebersamaan dapat ditunjukan
dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para anggota organisasi
tentang nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Sedangkan intensitas adalah
derajat komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti budaya
organisasi.
Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat memiliki
ciriciri seperti, anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas
apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak
baik. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan digariskan
dengan jelas, dimengerti dan dipatuhi. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak
hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku
Dari penjelasan tersebut maka budaya organisasi akan membantu
mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi, nilai dan tujuan
organisasi. Budaya organisasi juga akan meningkatkan solidaritas dan keakraban
tim antar departemen, divisi atau unit dalam organisasi sehingga mampu
menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam suatu organisasi.
2.3 Kompensasi
2.3.1 Pengertian Kompensasi
Hasibuan (2007:118) mengatakan bahwa kompensasi adalah semua bentuk
pendapatan baik berupa uang maupun non uang yang diterima langsung atau tidak
langsung oleh karyawan sebagai imbalan atas balas jasa atas apa yang telah
diberikan karyawan kepada perusahaan tempatnya bekerja.
A compensation is anything that constitutes or is regarded as an
equivalent orrecompense yang artinya kompensasi adalah segala sesuatu yang
merupakan/dianggap mampu sebagai suatu balas jasa atau setara imbalan
(Hasibuan, 2007:118).
Pemberian kompensasi menurut Odunlade (2012) yaitu mengacu kembali
pada semua bentuk imbalan dan manfaat nyata lainnya yang diterima karyawan
sebagai imbalan dari hubungan kerja/kinerja yang telah diberikan oleh karyawan
untuk perusahaan.
Pendapat tersebut juga didukung oleh Dessler (2006:85) yang mengartikan
kompensasi sebagai segala hal yang merujuk pada semua bentuk upah atau
imbalan yang diterima karyawan yang muncul dari pekerjaan yang telah mampu
langsung dan tidak langsung. Pembayaran langsung biasanya dalam bentuk upah
lembur, gaji pokok, premi, insentif, komisi, bonus, tunjangan. Pembayaran tidak
langsung biasanya dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang
liburan yang dibayar oleh peruasahaan, pujian, penghargaan secara lisan, dan rasa
aman.
Menurut McNamara (2006:116) menganggap kompensasi lebih terperinci
lagi yaitu termasuk isu-isu terkait upah atau program gaji dan struktur yang
diperoleh dari deskripsi pekerjaan, program berbasis jasa, program berbasis
bonus, program berbasis komisi dan sebagainya.
Dari pengertian kompensasi yang dinyatakan oleh para ahli dan peneliti
terdahulu tersebut sebenarnya hampirlah sama sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa kesesuaian kompensasi adalah tingkat kesesuaian dari segala macam
bentuk balas jasa yang diterima dari perusahaan/organisasi baik berupa materiil
maupun nonmateriil atas pengorbanan dan kontrubusi yang telah diberikan
karyawan untuk perusahaan/organisasi tempatnya bekerja.
2.3.2 Jenis Kompensasi
Terdapat beberapa jenis kompensasi yang umumnya digunakan dalam
suatu perusahaan. Kompensasi menurut hasibuan (2007:118) dibedakan menjadi
dua yaitu:
1. Kompensasi langsung
Kompensasi langsung terdiri dari:
1) Gaji: balas jasa yang dibayar secara periodik karyawan tetap serta
2) Upah: balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan
berpedoman atas perjanjian yang disepakati.
3) Upah insentif: tambahan atas jasa yang diberikan kepada karyawan
tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar.
4) Tunjangan adalah unsur-unsur balas jasa yang diberikan dalam nilai
rupiah secara langsung kepada karyawan individual dan dapat
diketahui secara pasti. Tunjangan diberikan kepada karyawan
dimaksud agar dapat menimbulkan/meningkatkan semangat kerja dan
kegairahan bagi para karyawan. Adapun pelbagai macam tunjangan
yang terdapat di-Lembaga Pendidikan Komputer IMKA dan dibagi
bersama gaji terdiri atas :
a) Tunjangan Jabatan Tunjangan ini hanya diberikan kepada
mereka-mereka yang mempunyai jabatan tertentu, seerpti
misalnya: Pengawas, Kepala Bagian, Manajer, ataupun
Direktur. Besarnya tunjangan jabatan untuk masing-masing
personil tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung dengan
beban pekerjaan, prestasi yang dihasilkan serta beratnya
tangggung jawab pekerjaan yang dipikul. Tunjangan
jabatan biasanya diberikan bersama-sama dengan gaji
pokok.
b) Tunjangan lembur Setiap karyawan yang bekerja diluar jam
kerja ataupun karyawan yang bekerja pada hari-hari libur,
8 jam dalam sehari, maka sesuai dengan peraturan
pemerintah, karyawan yang bersangkutan berhak untuk
menerima tunjangan lembur. Besarnya tunjangan lembur
ini sangatlah bervariasi, tetapi biasanya setiap perusahaa