Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam
(S.Sos.I)
Oleh:
AZHAR FIRDAUS
NIM. 107054002177
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 Mei 2011
i
Azhar Firdaus
Dampak Sosial Ekonomi terhadap Masyarakat Sekitar Situ Akibat Musibah Situ Gintung
Situ Gintung dulunya adalah sebuah danau alami berupa rawa-rawa. Setelah itu, danau itu diperluas dengan tambahan fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Pada tahun 2009, danau ini ambrol karena tidak kuat lagi menahan limpahan air di dalamnya. Ketika tragedi Situ Gintung terjadi, banyak aspek sosiologis dan ekonomi masyarakat yang berubah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak bagi masyarakat sekitar Situ Gintung akibat dari tragedi ini. Dampak ini menghasilkan perubahan-perubahan sosial ekonomi bagi masyarakat. Melalui proses wawancara dan observasi, dapat diketahui bahwa terdapat berbagai dampak yang terjadi di masyarakat, yaitu dampak pada pekerjaan, kelembagaan sosial, dan sistem nilai.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke
Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Pelaksanaan skripsi ini yang berlangsung
selama kurang lebih 3 bulan tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak sebagai berikut:
1. Orang tua, Muhammad Puteh dan Mariani ZA, dan kakak, Amalia
Zahra, atas segala perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi,
dukungan, dan do’a yang peneliti dapatkan selama pelaksanaan skripsi.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komuniasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA. Selaku Pembantu
Dekan 1, dan Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA. Selaku Pembantu
Dekan II yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.
3. Bapak Tantan Hermansah, M. Si, selaku pembimbing skripsi, atas segala
bimbingan, nasihat, kritik, dan motivasi yang diberikan selama
melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
4. Ibu Wati Nilamsari, M.Si selaku Ketua Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam dan Bapak Drs. M. Hudri, M. Ag. selaku Wakil Ketua
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam atas segala ilmu yang
diberikan selama masa studi peneliti di Jurusan Pengembangan
iii
membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Tommy, selaku informan dan warga RT 001/08 Kp. Gintung Cirendeu,
yang membantu peneliti untuk mendapatkan data mengenai Situ
Gintung dan memperlancar skripsi ini.
7. Seluruh informan yang bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai
demi mendukung kelancaran penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang sudah
peneliti anggap sebagai keluarga kedua, Imron, Yovi, Rijal, Pita, Usni,
Tika, Deden, Febiansyah (Tata), Ega, Nawi, Bayu, Anton (Kolay), dan
yang lainnya, yang maaf tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Peneliti
menyadari masih ada kekurangan dalam pelaksanaan skripsi ini. Untuk itu,
peneliti menerima segala saran dan kritikan demi perbaikan dan kemajuan
penelitian di masa mendatang. Terima kasih.
Ciputat, 25 Mei 2011
Azhar Firdaus
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 7
F. Metodologi Penelitian ... 9
1. Pendekatan Penelitian ... 9
2. Jenis dan Sumber Data ... 10
3. Teknik Pengumpulan Data ... 10
4. Analisa Data ... 12
5. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14
6. Penetapan Obyek Penelitian ... 14
7. Teknik Penulisan ... 15
8. Sistematika Penulisan ... 15
v
3. Teori Solidaritas ... 27
B. Sosial Ekonomi ... 28
BAB III GAMBARAN UMUM SITU GINTUNG A.Data Topografi Situ Gintung ... 30
B. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Sebelum Tragedi Situ Gintung ... 35
1. RT 001/08 ... 35
2. RT 002/08 ... 36
3. RT 003/08 ... 36
4. RT 004/08 ... 37
C. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Setelah Tragedi Situ Gintung ... 38
1. RT 001/08 ... 38
2. RT 002/08 ... 41
3. RT 003/08 ... 42
4. RT 004/08 ... 42
D. Gambaran Kelembagaan Sosial ... 44
E. Gambaran dan Peran Pemerintah Tangerang Selatan ... 44
vi
1. Dampak kepada Pola Pencarian Nafkah ... 47
2. Keadaan Ekonomi ... 49
3. Kehilangan Pekerjaan Lama dan berganti dengan Pekerjaan Baru ... 51
4. Jaringan Sosial Pekerjaan ... 51
5. Warga yang mempunyai Pekerjaan Baru dan Tidak Bekerja ... 54
B. Dampak kepada Kelembagaan Sosial ... 54
1. Tumbuh Organisasi Baru ... 54
2. Perubahan Struktur ... 55
C. Dampak kepada Sistem Nilai ... 56
1. Memaknai Masyarakat ... 56
2. Pendidikan ... 57
3. Memaknai Alam (Situ Gintung) ... 58
4. Memaknai Agama ... 59
5. Rasa Solidartitas ... 60
6. Perubahan Hubungan Antarwarga ... 62
7. Nilai-nilai Kepedulian dan Kebersamaan ... 63
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 67
vii
Gambar 3.1 ... 31
Gambar 3.2 ... 31
Gambar 3.3 ... 31
Gambar 3.4 ... 31
Gambar 3.5 ... 32
Gambar 3.6 ... 33
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 ... 2
Tabel 1.2 ... 3
Tabel 1.3 ... 3
Tabel 1.4 ... 4
Tabel 1.5 ... 4
Tabel 3.1 ... 35
Tabel 3.2 ... 36
1
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Buku Pemerintahan Kota Tangerang Selatan yang berjudul Data
Korban Bencana Situ Gintung Buku 1, (Waduk) Situ Gintung terletak di
Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Kotamadya Tangerang Selatan, Propinsi
Banten. Menurut catatan, Situ Gintung dibangun oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1933 dengan fungsi utama sebagai penampung air untuk mengairi
persawahan yang terletak di bagian hilir (Timur Laut) di bawah tanggul
bendungan. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh pakar BPPT, luas daerah
tangkapan air (catchment) Situ Gintung diperkirakan sekitar 112,5 hektar.
Luas tubuh air Situ Gintung pada saat dibangun tahun 1933 diperkirakan
sekitar 31 hektar, sedangkan perkiraan luas hasil pengukuran oada citra Google
Earth oleh Tim BNPB menunjukkan angka luasan sekitar 24 hektar. Daerah hilir
yang dahulunya merupakan persawahan terletak di sepanjang bantaran (flood
plain) saluran air Situ Gintung yang terletak di cekungan sebelah Timur Laut
tanggul dan dibatasi oleh tebing di sebelah Timur dan Baratnya, dan membentang
hingga Kali Pesanggrahan. Luas wilayah yang dahulunya persawahan ini menurut
pengukuran perkiraan dari citra Google Earth diperkirakan sekirar 18 hektar.
Bencana banjir bandang Situ Gintung terjadi akibat tanggul utama
pembendung air di sekitar bangunan gelontor (spillway) tidak kuat menahan
jumlah air yang meluap. Penyebab jebolnya tanggul masih terus dalam
2
yang diperkirakan memiliki volume 2 juta m3 segera setelah pecahnya tanggul
menimbulkan banjir bandang yang menghanyutkan tanah dari tanggul dan lumpur
dari Situ, serta beberapa bangunan yang terletak tepat di bawah tanggul.
Turbulensi aliran ke arah hilir diduga makin membesar volume maupun berat
jenisnya akibat makin banyaknya material dari bangunan dan benda-benda lain
yang tersapu banjir. Dampak terbesar dari aliran air dan lumpur ini diduga
mencapai puncaknya pada kawasan pemukiman dan bangunan di sekitar gedung
perpustakaan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang terletak sekitar 650 meter
dari titik pecahnya tanggul.
Menurut buku yang dterbitkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan
mengenai Data Korban Bencana Situ Gintung, terdapat rekapitulasi data akhir
korban Bencana Situ Gintung.1
Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2
Dapat dilihat dari tabel di atas, bahwa jumlah jiwa yang paling banyak
mendapat korban adai RT 04 RW 08 yang berjumlah 135 KK (Kartu Keluarga)
1
atau berjumlah 381 jiwa. Serta yang paling sedikit adalah di RT 05 RW 02 yang
berjumlah 1 KK (Kartu Keluarga) atau berjumlah 6 jiwa.
Terdapat 87 jiwa yang teridentifikasi dari tragedi Situ Gintung ini, 3 jiwa
tidak teridentifikasi, 8 jiwa memiliki identitas sama, dan 1 orang selamat.
Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1
Jumlah korban meninggal berdasarkan jenis kelamin adalah 28 jiwa
laki-laki, 52 jiwa perempuan, 1 jiwa belum diketahui jenis kelamin. Jumlah korban
meninggal berdasarkan RT/RW adalah 3 jiwa di RT 04/02, 1 jiwa di RT 03/08, 59
Jiwa di RT 04/08, 1 Jiwa di Pratama Hill, 17 Jiwa tidak diketahui RT/RW.3
Tabel 1.3
Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1
Data pekerjaan korban bencana Situ Gintung di RW 02, RW 08, dan RW
11 adalah 90 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Wiraswasta, 55 KK (Kartu
Keluarga) bekerja sebagai Swasta, 148 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai
2
Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 1(Media Center, 2009)
4
Karyawan, 8 KK (Kartu Keluarga) sebagai mahasiswa, dan 15 KK (Kartu
Keluarga) adalah lain-lain.4 Berikut tabelnya.
Tabel 1.4
Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2
Data pemilik bangunan rumah dan kontrakan yang terkena akibat tragedi
Situ Gintung yaitu Kp. Gunung, Gintung dan Poncol; Charitas; Pratama Hills;
Cirendeu Permai adalah 83 pemilik mengalami rusak berat, 61 pemilik mengalami
rusak sedang, 117 pemilik mengalami rusak ringan, 6 pemilik tidak mengalami
kerusakan, 24 pemilik tidak ada keterangan.5 Berikut tabelnya.
Tabel 1.5
Kp. Gunung, Gintung dan Poncol 157
1 02 03 15 1 5 11 17 Gintung Buku 2(Media Center, 2009)
6 08 04 63 49 12 14 75
Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2
Dari hasil pengamatan untuk kegiatan penelitian ini, diketahui bahwa
tanggul Situ Gintung sudah selesai dibangun kembali. Dari dua responden yang
diwawancarai, diketahui bahwa tanggul Situ Gintung telah selesai pada bulan
Februari 2011. Perbaikan yang sangat signifikan dari tanggul Situ Gintung, adalah
adanya saluran air untuk mengalirkan air apabila volume air tidak dapat
ditampung. Saluran air ini mengalir sampai ke petukangan. 6
Kita juga bisa melihat bahwa pada sisi kiri saluran air telah dibangun
monumen untuk mengenang korban tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung pada
tahun 2009. Ini menjadi tanda, bahwa kita harus lebih waspada untuk menghadapi
musibah, dan berharap kejadian yang lalu tidak akan terulang kembali.
Ada beberapa warga yang berjalan-jalan di sekitar tanggul Situ Gintung.
Karena sekarang di sekitar Situ Gintung, terdapat jalan untuk pejalan kaki bagi
yang ingin berolahraga atau sekedar melihat tanggul Situ Gintung yang sudah
dibangun kembali. Ada beberapa warung yang menjual makanan bagi para warga
6
6
sekitar, tetapi memang relatif sepi. Kemudian jika malam tiba, ada berbagai
macam dagangan untuk dijual sehingga di sekitar tanggul Situ Gintung terlihat
ramai oleh pelanggan.7
Kejadian tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung menarik untuk diteliti
karena banyak warga yang menjadi korban dan melahirkan trauma. Banyak warga
kehilangan anggota keluarga, aset, termasuk yang kehilangan pekerjaan.
Akibatnya terjadi perubahan sosial di warga pasca tragedi ini.
Dengan melihat konteks perubahan yang terjadi pada warga sebelum dan
sesudah tragedi, maka penelitian ini dilakukan, dan kemudian peneliti
menuangkannya dalam hasil laporan penelitian yang berjudul “Dampak Sosial Ekonomi terhadap Masyarakat Sekitar Situ Akibat Musibah Situ Gintung”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar penulisan tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah hanya
pada dampak sosial ekonomi akibat jebolnya tanggul Situ Gintung terhadap warga
sekitar situ dalam kurun waktu pasca jebolnya tanggul Situ Gintung dari tahun
2009 sampai dengan tahun 2010. Rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat Situ
Gintung dan sekitarnya setelah musibah Situ Gintung?
2. Perubahan sosial ekonomi seperti apa yang terjadi pada masyarakat Situ
setelah musibah Situ Gintung?
7
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dampak sosial ekonomi yang terjadi pada
masyarakat Situ Gintung dan sekitarnya setelah musibah Situ Gintung.
2. Untuk mengetahui perubahan sosial ekonomi seperti apa yang terjadi
pada masyarakat Situ setelah musibah Situ Gintung.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai ekologi manusia, dan
diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dan peningkatan akademis
dalam bidang pengembangan masyarakat yang terkait dengan
keseimbangan antara alam dan manusia. 2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi
masyarakat, agar senantiasa menjaga keseimbangan alam namun juga
memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya.
E. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan perbandingan dan bahan kajian dalam penulisan skripsi ini,
maka peneliti membahas beberapa skripsi sebagai berikut:
1. Skripsi yang berjudul: Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung
oleh PKPU.
8
Prog. Studi : Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
Konsentrasi Kesejahteraan Sosial
Lulus : 1431 H/2010 M
Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah, Pertama: apa saja tahapan
penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ Gintung?
Kedua: apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan
penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU?
2. Skripsi yang berjudul: Resiliensi Korban Bencana Situ Gintung dan
Hubungannya dengan Kecenderungan PTSD (Post Traumatic Stress
Disorder)
Penulis : Dewi Anisa Nasrah
Prog. Studi : Fakultas Psikologi
Lulus : 1430 H/2009 M
Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah: apakah ada hubungan
antara resiliensi korban Situ Gintung dengan kecenderungan PTSD? PTSD
atau Gangguan Stres Pascatrauma merupakan suatu kejadian atau beberapa
kejadian yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang
berupa kematian atau ancaman kematian, atau cedera serius, atau ancaman
terhadap integritas fisik atau diri seseorang. Kejadian tersebut harus
F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh masyarakat misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.8
Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif sebagai
prosedur yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.9
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh)
dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara
lain dari kuantifikasi (pengukuhan).10
Penelitian kualitatif dapat menunjukkan pada penelitian tentang
kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, atau hubungan kekerabatan.11
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 30
11
10
2. Jenis dan Sumber Data
Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan narasumber
sebanyak 14 narasumber dengan frekwensi kunjungan sekitar 1 sampai 5
kali kunjungan per narasumber.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan informasi dilakukan dengan wawancara dan
observasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.12
Ada salah satu metode ketika melakukan wawancara. Yaitu metode
wawancara mendalam. Metode wawancara mendalam secara umum adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan
wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan
informan.13
Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara
sekaligus dia bertindak sebagai “pemimpin” dalam proses wawancara
tersebut. Dia pula berhak menentukan materi yang akan diwawancarai
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, Januari 2007), h. 186
13
serta kapan dimulai dan diakhiri. Namun, kadang kala informan pun dapat
menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu
wawancara mulai dilaksanakan dan diakhir.14
Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh
pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan
memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian.15
Sedangkan obeservasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu
utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan
kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pacaindra mata serta
dibantnu dengan pancaindra lainnya. Di dalam pembahasan ini, kata
observasi dan pengamatan digunakan secara bergantian. Seseorang yang
sedang melakukan pengamatan tidak selamanya menggunakan pancaindra
mata saja, tetapi selalu mengaitkan apa yang dilihatnya dengan apa yang
dihasilkan oleh pancaindra lainnya; seperti apa yang ia dengar, apa yang ia
cicipi, apa yang ia cium dari penciumannya, bahkan dari apa yang ia
rasakan dari sentuhan-sentuhan kulitnya.16
Dari pemahaman observasi atau pengamatan di atas, sesungguhnya
yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data
14
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Maret 2009), h. 108
15
Ibid, h. 108 16
12
yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan
dan pengindraan.17
Peneliti mewawancarai warga yang menjadi korban Situ Gintung,
beberapa warga yang mengetahui Situ Gintung baik sebelum dan setelah
tragedi Situ Gintung, Pemerintah Daerah Tangerang Selatan, dan warga
yang tidak mengalami dampak dari tragedi Situ Gintung dan tinggal di
sekitar Situ Gintung. Wawancara ini dilakukan tiga sampai lima kali
wawancara.
Peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap Situ Gintung dan
sekitar Situ Gintung baik itu dari kegiatan sosial warganya, maupun dari
kegiatan usaha yang dilakukan warga sekitar Situ Gintung.
4. Analisa Data
Dalam melakukan proses analisis data, ada beberapa
langkah-langkah analisis sebagai berikut18:
a. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Peneliti
menyiapkan transkripsi wawancara dari warga sekitar Situ Gintung,
men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah
dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang tergantun pada
sumber informasi yang peneliti dapatkan pada warga sekitar Situ
Gintung.
17
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Maret 2009), h. 115
18
b. Membaca keseluruhan data. Membangun general sense atas informasi
yang diperoleh dari warga sekitar Situ Gintung dan merefleksikan
maknanya secara keseluruhan.
c. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding dat. Coding merupakan
proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-segmen tulisan
sebelum memaknainya (Rossman & Rallis, 1998: 171). Langkah ini
melibatkan beberapa tahap: mengambil data tulisan atau gambar yang
telah dikumpulkan selama proses pengumpulan di sekitar Situ
Gintung, mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf) atau
gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian
melabeli kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus, yang
seringkali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal
dari partisipan.
d. Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,
kategori-kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi ini
melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai
orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa di sekitar Situ
Gintung.
e. Tunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan
kembali dalam narasi/laporan kualitatif.
f. Langkah terakhir dalam analisis data adalah menginterpretasi atau
14
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan di sekitar Situ Gintung, karena tempat
relatif terjangkau dan hemat biaya. Penelitian dilakukan selama 4 bulan,
yaitu dari bulan Maret sampai bulan Juni 2011 dengan perincian sebagai
berikut:
a. Mematangkan proposal penelitian, membuat desain riset dan
menentukan informan,
b. Melakukan diskusi dengan informan yang telah tercatat, untuk
menetapkan calon narasumber antara lain,
i. Korban tragedi Situ Gintung.
ii. Aparat Pemerintah (Ketua RT 001/08 sampai RT 004/08 dan
Pemerintah Daerah Tangerang Selatan)
iii. Aktivis (Penasehat Ketua RT 001/08)
iv. Warga di sekitar Situ Gintung yang tidak kena bencana.
c. Merapikan hasil wawancara, melakukan analisis dan penyusunan
hasil penelitian.
6. Penetapan Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah aparat, korban tragedi Situ Gintung, dan
warga sekitar Situ Gintung. Penetapan obyek penelitian ini didasarkan dari
berbagai informasi yang didapat dari warga sekitar Situ Gintung, yang
menurut mereka mengetahui mengenai Situ Gintung baik sebelum dan
7. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan berpedoman pada
buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang
disusun oleh TIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh UIN Jakarta
2007, cet. Ke.1.
8. Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,
teknik penulisan, dan sistem penulisan.
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
Bab ini akan memabahas mengenai teori-teori yang terkait dengan penelitian ini,
yang terdiri dari teori mengenai dampak, sosial ekonomi, perubahan sosial,
struktural fungsional, dan solidaritas.
BAB 3 GAMBARAN UMUM SITU GINTUNG
Bab ini membahas mengenai gambaran umum Situ Gintung dari segi Topografi,
Gambaran Umum Masyarakat Sekitar Situ Gintung Sebelum dan Sesudah Tragedi
Situ Gintung, Gambaran Kelembagaan Sosial, dan Gambaran dan Peran
Pemerintah Daerah Tangerang Selatan.
BAB 4 ANALISIS DARI PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI
16
Bab ini membahas mengenai hasil dan temuan data yang telah ditemukan, yaitu
Dampak kepada Pekerjaan, Dampak kepada Kelembagaan Sosial, dan Dampak
kepada Sistem Nilai. Kemudian peneliti akan menganalisisnya.
BAB 5 PENUTUP
Bab ini membahas mengenai kesimpulan dan saran yang didapatkan hasil dan
17
A. Dampak
Dampak dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti benturan,
pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif), benturan
yang cukup hebat antara dua benda sehingga menyebabkan perubahan yang
berarti dalam momentum (pusa) sistem yang mengalami benturan itu. Dampak
ekonomis juga berarti pengaruh suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap
perekonomian.1
Dari definisi dampak tersebut, terdapat akibat yang terjadi dari suatu
dampak. Akibat sendiri dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
sesuatu yang merupakan akhir atau hasil suatu peristiwa (perbuatan, keputusan);
persyaratan atau keadaan yang mendahuluinya.2 Sedangkan perubahan sendiri
berasal dari kata ubah, yang berarti menjadi lain (berbeda) dari semula. Jadi,
perubahan adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran.3
Jadi, dari definisi di atas mengenai dampak sosial ekonomi akibat tragedi
Situ Gintung terhadap masyarakat sekitar situ, terdapat dampak akibat tragedi Situ
Gintung. Dampak di sini yaitu sosial ekonomi yang mengalami perubahan. Sosial
yaitu adanya perubahan rasa solidaritas di masyarakat, kebersamaan di
masyarakat, tingkat agama dan lingkungannya, dan lain sebagainya. Sedangkan
untuk yang ekonomi, terdapat perubahan di masyarakat dari segi hilangnya
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 234
2
Ibid, h. 20 3
18
pekerjaan, warga yang mendapatkan pekerjaan baru, keadaan ekonomi
masyarakat, dan lain sebagainya.
Untuk memperjelas, penulis menggunakan teori perubahan sosial, teori
struktural fungsional Talcott Parsons dan teori solidaritas Emile Durkheim.
1. Perubahan Sosial
Ada yang memandang masyarakat merupakan sesuatu yang life
dan karena itu pastilah berkembang dan kemudian berubah. Karena itu,
kajian utama perubahan sosial mestinya juga menyangkut keseluruhan
aspek kehidupan masyarakat atau harus meliputi semua fenomena sosial
yang menjadi kajian sosiologi. Cara pandang demikian mengindikasikan
bahwa perubahan sosial mengandung perubahan dalam tiga dimensi:
struktural, kultural, dan interaksional. Jadi, orang baru bisa menyebut telah
terjadi perubahan sosial manakala telah dan sedang terjadi perubahan pada
ketiga dimensi dimaksud. Atau singkatnya, perubahan sosial tak lain
merupakan perubahan yang terjadi dalam organisasi sosial.4
Herbert Blumer melihat perubahan sosial sebagai usaha kolektif
untuk menegakkan terciptanya tata kehidupan baru. Ralp Tunner dan
Lewis M. Killin (1962), perubahan sosial sebagai kolektivitas yang
bertindak terus menerus, guna meningkatkan perubahan dalam masyarakat
atau kelompok.5
4
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Kedua(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, September 2007), h. 362
5
Jadi dapat disimpulkan, bahwa perubahan sosial itu merujuk
kepada perubahan suatu fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan
manusia mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia.6
Ahli lain berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan
keseimbangan masyarakat, seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur
geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian, ada pula yang
berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial bersifat periodik dan non
periodik. Pendapat-pendapat tersebut pada umumnya menyatakan bahwa
perubahan merupakan lingkaran kejadian-kejadian.7
Beberapa sosiolog berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosial
primer yang menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya kondisi-kondisi
ekonomis, teknologis, geografis, atau biologis menyebabkan terjaidnya
perubahan-perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya (William
F. Ogburn menekankan pada kondisi teknologis). Sebaliknya ada pula
yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu
atau semua akan menelorkan perubahan-perubahan sosial.8
Dalam teori evolusioner mengungkapkan, bahwa semua teori
evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang
dilalui oleh semua masyarakat. Semua masyarakat itu melalui urutan
pentahapan yang sama dan bermula dari tahao perkembangan awal menuju
ke tahap perkembangan terakhir. Di samping, itu, teori-teori evolusioner
6
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Kedua(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, September 2007), h. 363
7
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006), h. 263
8
20
menyatakan bahwa manaka tahap terakhir telah tercapai, maka pada saat
itu perubahan evolusioner pun berakhir.9
Para penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahap
yang harus dilalui oleh masyarakat, tetapi mereka berpandangan bahwa
proses peralihan masyarakat bukannya berakhir pada tahap ‘terakhir’ yang
sempurna, melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan
selanjutnya.10
Proses perubahan terdiri dari tiga macam, yaitu penemuan, invensi,
dan difusi.
Penemuan merupakan persepsi manusia, yang dianut secara
bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada.
Penemuan merupakan tambahan pengetahuan terhadap perbendaharaan
pengetahuan dunia yang telah diverifikasi. Penemuan menambahkan
sesuatu yang baru pada kebudayaan karena meskipun kenyataan tersebut
sudah lama ada, namun kenyataan itu baru menjadi bagian dari
kebudayaan pada saat kenyataan tersebut ditemukan.11
Invensi seringkali disebut sebagai suatu kombinasi baru atau cara
penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada. Serta proses difusi
adalah perubahan sosial masyarakat yang dikenal, yakni penyebaran
unsur-unsur budaya daru suatu kelompok ke kelompok lainnya. Difusi
berlangsung baik di dalam masyarakat maupun antarmasyarakat.12
9
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1984), h. 208-209
Difusi terjadi manakala beberapa masyarakat saling berhubungan.
Masyarakat juga dapat mengelakkan diri dari difusi dengan dengan cara
mengeluarkan larangan dilakukannya dengan kontak masyarakat lain.13
2. Teori Struktural Fungsional
Teori Struktural Fungsional yang dipakai adalah teori struktural
fungsional Talcott Parsons. Bahasan tentang fungsionalisme struktural
Parsons ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem
“tindakan”, terkenal dengan skema AGIL.14
A G I L. Suatu fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem”
(Rocher, 1975:40). Dengan menggunakan definisi ini, Parsons yakin
bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem, yaitu sebagai
berikut15:
a. Adaptation (Adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
b. Goal attainment (Pencapaian tujuan): sebuah sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
c. Integration (Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antarhubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus
mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L).
13
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi Jilid 2 Edisi Keenam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1984), h. 213
14
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 121
15
22
d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus
memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi
individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan
menopang motivasi.
Parsons mendesain skema AGIL ini untuk digunakan di semua
tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem
tindakan di bawah, akan dicontohkan bagaimana cara Parsons
menggunakan skema AGIL.16
Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan
fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah
lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian
tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya
yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi
integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi
komponennya. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi
pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai
yang memotivasi mereka untuk bertindak.17
Karya Parsons dengan peralatan konseptual seperti empat sistem
tindakan dan fungsi imperatif menimbulkan tuduhan bahwa ia
mengetengahkan teori struktural yang tak mampu menjelaskan perubahan
sosial. Parsons yang telah lama merasakan tuduhan ini menyatakan bahwa
meski studi tentang perubahan itu perlu, namun harus didahului oleh studi
tentang struktur. Tetapi, sekitar tahun 1960-an ia tak lagi mampu melawan
16
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 121
17
serangan dan mengalihkan perhatiannya ke arah tentang perubahan sosial,
terutama studi evolusi sosial.18
Teori Evolusi. Orientasi umum Parsons untuk studi tentang
perubahan sosial dibentuk oleh biologi. Untuk menerangkan proses ini
Parsons mengembangkan apa yang disebutnya “Paradigma Perubahan
Evolusioner”.19
Komponen pertama paradigma itu adalah proses diferensiasi.
Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan
subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan
makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat
berubah, subsistem baru terdiferensiasi. Tetapi ini belum cukup, subsistem
baru ini juga harus lebih berkemampuan menyesuaikan diri ketimbang
subsistem terdahulu. Jadi, aspek esensial paradigma evolusioner Parsons
adalah kemampuan menyesuaikan diri yang meningkat. Proses ini
dilukiskan Parsons seperti berikut ini20:
Karena proses diferensiasi menghasilkan sistem yang makin
berkembang dan seimbang, setiap instruktur yang baru saja
terdiferensiasi...tentu mempunyai kapasitas menyesuaikan diri yang
meningkat untuk melaksanakan fungsi utamanya jika dibandingkan
dengan pelaksanaan fungsi oleh struktur yang lebih menyebar
18
Ibid, h. 133 19
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 133
20
24
sebelumnya... Proses ini dapat kita sebut sebagai aspek peningkatan
kemampuan menyesuaikan diri dari lingkungan evolusioner.
Selanjutnya Parsons menyatakan bahwa proses diferensiasi
menimbulkan sekumpulan masalah integrasi baru bagi masyarakat. Ketika
subsistem-subsistem berkembang biak, masyarakat berhadapan dengan
masalah baru dalam mengoordinasi operasi unit-unit yang baru muncul
itu.21
Masyarakat yang mengalami evolusi, tentu akan berubah dari
sistem yang berdasarkan kriteria askripsi (ascription) ke sistem yang
berdasarkan kriteria prestasi. Keterampilan dan kemampuan yang lebih
besar diperlukan untuk menangani masalah subsistem yang makin
menyebar. Kemampuan umum para aktor harus dibebaskan dari
ikatan-ikatan askriptifnya sehingga dengan demikian kemampuan aktor itu dapat
dimanfaatkan oleh masyrakat. Ini berarti bahwa kelompok-kelompok yang
semula tidak mendapat peluang untuk memberikan kontribusi kepada
masyarakat, harus mendapat kebebasan sebagai anggota penuh dari
masyarakat.22
Terakhir, sistem nilai dari masyarakat sebagai satu kesatuan pasti
mengalami perubahan serentak dengan perubahan struktur dan fungsi
sosial yang tumbuh semakin terdiferensiasi. Tetapi karena sistem baru itu
semakin bervariasi, maka semakin sulit pula bagi sistem nilai untuk
mencakupnya. Karena itu, masyarakat yang semakin terdiferensiasi
21
Ibid, h. 134 22
memerlukan sistem nilai yang “menggariskan ketentuan-ketentuan umum
pada tingkat yang lebih tinggi untuk melegitimasi keanekaragaman tujuan
dan fungsi yang semakin meluas dari subunit masyarakat”. Tetapi, proses
generalisasi nilai ini sering tak dapat berjalan mulus karena berhadapan
dengan perlawanan dari kelompok-kelompok yang melaksanakan sistem
nilai sempit mereka sendiri.23
Selanjutnya Parsons menganalisis sederetan masyarakat khusus
yang berada dalam evolusi dari tahap primitif menuju masyarakat modern.
Ada satu hal penting yang ditekankan di sini: Parsons beralih ke teori
evolusi, setidaknya sebagian, karena ia dituduh tak mampu menjelaskan
perubahan sosial. Tetapi analisisnya tentang evolusi bukan dilihat dari
sudut proses; analisisnya itu lebih merupakan upaya untuk menyusun
tipe-tipe struktural dan menghubungkannya secara berurutan. Ini adalah sebuah
analisis perbandingan struktural, bukan studi tentang proses perubahan
sosial. Jadi, ketika ia seharusnya mengamati perubahan pun, ia tetap
melakukan studi tentang struktur dan fungsi.24
Media Pertukaran Umum. Salah satu cara Parsons memasukkan
aspek dinamis, yang berubah-ubah, ke dalam sistem teorinya adalah
melalui gagasannya tentang media pertukaran umum di dalam dan di
antara empat sistem tindakan (terutama dalam sistem sosial) yang dibahas
di atas. Model untuk media pertukaran umum ini adalah uang, yang
berperan sebagai medium di dalam perekonomian. Tetapi, selain
memusatkan perhatian pada fenomena material seperti uang, Parsons juga
23
Ibid, h. 134 24
26
memusatkan perhatian pada media simbolik dari pertukaran. Bahkan
ketika Parsons membicarakan uang sebagai medium pertukaran di dalam
sistem sosial, ia lebih memusatkan perhatian pada kualitas simboliknya
ketimbang kepada kualitas materialnya. Di samping uang dan
simbol-simbol yang lebih jelas lainnya, terdapat media pertukaran umum
lainnya—seperti kekuasaan politik, pengaruh, dan komitmen terhadap
nilai. Parsons menjelaskan mengapa ia memusatkan perhatian pada media
simbolik pertukaran: “Pengenalan suatu teori media ke dalam perspektif
struktural bagi saya adalah untuk menolak tuduhan bahwa tipe analisis
struktural ini secara inheren ternoda oleh bias statis, yang membuatnya
mustahil untuk diterapkan pada problem-problem yang dinamis”.25
Media simbolik pertukaran, seperti uang, mempunyai kapasitas
dapat diciptakan dan beredar dalam masyarakat yang lebih luas. Jadi, di
dalam sistem sosial, orang yang berada dalam sistem politik mampu
menciptakan kekuasaan politik. Lebih penting lagi, mereka dapat
mengeluarkan kekuasaan politik itu, dengan demikian memungkinkannya
beredar secara bebas di dalam dan berpengaruh terhadap sistem sosial.
Melalui pengeluaran kekuasaan seperti itu, para pemimpin memperkuat
sistem politik maupun masyarakat secara keseluruhan. Lebih umum lagi,
inilah media umum yang beredar antara empat sistem tindakan dan di
dalam struktur masing-masing sistem itu. Keberadaan dan gerakan media
25
umum pertukaran inilah yang memberikan dinamisme terhadap sebagian
besar analisis struktural Parsons.26
3. Teori Solidaritas
Menurut Durkheim, masyarakat kuno ditandai dengan adanya
solidaritas mekanis: bahwa individu bisa dipertukarkan secara internal
(interchangeable), sedangkan kesadaran sepenuhnya berupa moral dan
kepercayaan kolektif. Masyarakat baru juga memiliki ciri berupa
solidaritas organik: yang terdiri dari individu-individu yang jelas-jelas
dibedakan karena pembagian kerja, sehingga kesadaran individual
beremansipasi (bebas) secara luas dalam hal moral dan nilai-nilai
kelompok.27
Sekalipun begitu ada satu risiko utama: bahwa
“Perubahan-perubahan mendalam terjadi pada struktur masyarakat kita, dan dalam
waktu yang agak sedikit singkat. Selanjutnya moral yang terkait dengan
tipe sosial lama mengalami kemunduran, sedangkan moral lain tidak
cukup cepat berkembang dalam kesadaran kita. Keyakinan kita semakin
kabur, tradisi sudah kehilangan kekuasaannya dan penilaian individual
terbebas dari penilaian kolektif. Namun kehidupan yang baru muncul ini
tidak terorganisasi sedemikian rupa sehingga bisa memenuuhi kebutuhan
akan keadilan yang bangkit dari hati kita.” Masyarakat baru yang selalu
mendorong lebih jauh pembagian kerja ini tampaknya mereduksi individu
dari pekerjaan yang dilakukannya: karena “Perintah yang menjadi
26
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam(Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Februari 2010), h. 136
27
28
kategori kesadaran moral tengah mengambil bentuk berikut: mulailah
dengan situasi yang bisa mengisi fungsi yang telah ditentukan.” Oleh
karena itu tidak ada satu masyarakat pun yang bisa bertahan hidup tanpa
moral, tanpa keyakinan bersama dan tanpa jiwa.28
B. Sosial Ekonomi
Sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berkenaan
dengan masyarakat dan perlu adanya komunikasi dalam usaha menunjang
pembangunan ini; suka memperhatikan kepentingan umum (suka
menolong, menderma, dsb).29
Istilah ekonomi lahir di Yunani (Greek), dan dengan sendirinya
istilah ekonomi itu pun berasal dan kata-kata bahasa Yunani pula. Asal
katanya adalah Oikos Nomos. Orang-orang Barat menerjemahkannya
dengan management of household or estate (tata laksana rumah tangga
atau pemilikan)
Ekonomi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian
barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan
perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang
berharga; tata cara kehidupan perekonomian (suatu negara); urusan
keuangan rumah tangga (organisasi negara).30
28
Anthony Giddens, Daniel Bell, Michael Forse, etc, Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya(Yogyakarta :KREASI WACANA, Mei 2008), h. 49
29
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1085
30
Dari definisi di atas mengenai sosial dan ekonomi, dapat
disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah suatu interaksi masyarakat yang
terjadi, dan di dalamnya ada proses kegiatan ekonomi yaitu perindustrian,
perdagangan, dan lain sebagainya, serta selalu memperhatikan kepentingan
30
BAB III
GAMBARAN UMUM SITU GINTUNG
A. Data Topografi Situ Gintung
Menurut Buku Pemerintahan Kota Tangerang Selatan yang berjudul Data
Korban Bencana Situ Gintung Buku 1, (Waduk) Situ Gintung terletak di
Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Kotamadya Tangerang Selatan, Propinsi
Banten. Menurut catatan, Situ Gintung dibangun oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1933 dengan fungsi utama sebagai penampung air untuk mengairi
persawahan yang terletak di bagian hilir (Timur Laut) di bawah tanggul
bendungan. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh pakar BPPT, luas daerah
tangkapan air (catchment) Situ Gintung diperkirakan sekitar 112,5 hektar.
Luas tubuh air Situ Gintung sendiri pada saat dibangun tahun 1933
diperkirakan sekitar 31 hektar, sedangkan perkiraan luas hasil pengukuran oada
citra Google Earth oleh Tim BNPB menunjukkan angka luasan sekitar 24 hektar.
Daerah hilir yang dahulunya merupakan persawahan terletak di sepanjang
bantaran (flood plain) saluran air Situ Gintung yang terletak di cekungan sebelah
Timur Laut tanggul dan dibatasi oleh tebing di sebelah Timur dan Baratnya, dan
membentang hingga Kali Pesanggrahan. Luas wilayah yang dahulunya
persawahan ini menurut pengukuran perkiraan dari citra Google Earth
diperkirakan sekirar 18 hektar.
Berikut ini beberapa foto yang saya ambil dari aplikasi Google Earth, foto
berikut ini adalah sebelum terjadinya tragedi Situ Gintung, tepatnya di bagian
belakang Kampus 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Gambar 3.1 Gambar 3.2
Gambar berikut ini, adalah gambar setelah terjadinya tragedi Situ Gintung.
Tepatnya berada di dekat TK Tunas Mentari yang menjadi sumber jebolnya
tanggul situ gintung.
32
Gambar di bawah ini, adalah gambar dari lokasi tragedi situ gintung secara
keseluruhan.
Peneliti mengambil gambar yang diambil dari Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) menggunakan Citra Satelit. Berikut gambar
sebelum terjadinya tragedi Situ Gintung.1
Gambar 3.6
1
Geospasial, artikel diakses pada 22 Mei 2011 dari
34
Gambar di bawah ini, adalah gambar yang diambil setelah terjadinya
tragedi Situ Gintung.2
Gambar 3.7
2
Geospasial, artikel ini diakses pada 22 Mei 2011
B. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Sebelum Tragedi Situ Gintung
1. RT 001/08
Peneliti mendapatkan data warga RT 001/08 hanya sebatas korban
dari tragedi Situ Gintung. Jumlah warga tetap korban Situ Gintung
berjumlah 27 KK (Kartu Keluarga) dan untuk warga musiman berjumlah
14 KK (Kartu Keluarga).
Untuk pekerjaan di RT 001/08, 16 KK (Kartu Keluarga) bekerja
sebagai Wiraswasta, 10 KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Swasta, 13
KK (Kartu Keluarga) bekerja sebagai Karyawan, tidak ada mahasiswa, dan
2 KK (Kartu Keluarga) bekerja selain dari berbagai pekerjaan tersebut.3
Berikut tabel data pekerjaan korban bencana Situ Gintung.
Tabel 3.1
Jenis Pekerjaan
RT 001/08 (Berdasarkan
KK)
Wiraswasta 16
Swasta 10
Karyawan 13
Mahasiswa -
Lain-lain 2
Jumlah 41
Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2
3
36
2. RT 002/08
Tidak ada data yang peneliti dapat dari buku data korban bencana
Situ Gintung Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
3. RT 003/08
Peneliti mendapatkan data korban warga RT 003/08 dari tragedi Situ
Gintung. Jumlah warga tetap adalah 20 KK (Kartu Keluarga) dan untuk
warga musiman berjumlah 42 KK (Kartu Keluarga).4
Pekerjaan yang ada di warga korban RT 003/08 adalah 31 KK (Kartu
Keluarga) sebagai Wiraswasta, 22 KK (Kartu Keluarga) sebagai Swasta, 9
KK (Kartu Keluarga) sebagai Karyawan, dan tidak ada mahasiswa.5
Tabel 3.2
Sumber: Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2
4
Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)
4. RT 004/08
Peneliti mendapatkan data korban warga RT 004/08 dari tragedi Situ
Gintung. Jumlah warga tetap adalah 78 KK (Kartu Keluarga) dan untuk
warga musiman berjumlah 57 KK (Kartu Keluarga).6
Pekerjaan yang dilakukan bagi warga korban Situ Gintung RT
004/08 adalah 27 KK (Kartu Keluarga) sebagai Wiraswasta, 9 KK (Kartu
Keluarga) sebagai Swasta, 87 KK (Kartu Keluarga) sebagai Karyawan, 5
KK (Kartu Keluarga) sebagai Mahasiswa, dan 7 KK (Kartu Keluarga)
memiliki pekerjaan selain dari berbagai pekerjaan tersebut.7
Tabel 3.3
Jenis Pekerjaan
RT 003/08 (Berdasarkan
KK)
Wiraswasta 31
Swasta 22
Karyawan 9
Mahasiswa -
Lain-lain -
Jumlah 62
Sumber: Buku Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2
6
Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Situ Gintung, Data Korban Bencana Situ Gintung Buku 2(Media Center, 2009)
7
38
C. Gambaran Umum Warga Sekitar Situ Gintung Setelah Tragedi Situ Gintung
1. RT 001/08
Suku warga di sekitar Situ Gintung campuran. Ada yang dari
suku Jawa, Sunda, Betawi dan Aceh. Narasumber sendiri berasal dari
Garut, dan istrinya berasal dari Bogor. Lebih banyak warga sebagai
perantau daripada penduduk asli.8
Peneliti mendapatkan data penduduk ini dari Wakil Ketua RT
001/08, bernama Bapak Bongas. Setelah peneliti mengunjungi Bapak
Bongas, peneliti menanyakan kepada Bapak Yudi, selaku Ketua RT
001/08, yang mengatakan bahwa data penduduk sebelum tahun 2009
belum ada, dan baru dilakukan pendataan penduduk setelah tahun
2009.9
Jumlah penduduk yang peneliti dapatkan dari Bapak Bongas
dari tahun 2010 sampai sekarang, adalah 98 penduduk laki-laki dan
102 penduduk perempuan. Serta data penduduk baru yang berjumlah 5
penduduk laki-laki dan 4 penduduk perempuan.
Menurut penuturan dari Bapak Iqin, selaku keamanan di RT ini.
Ia bertemu tetangga sekitar setiap hari, yaitu bertemu dengan Pak
Ujang, Pak Hamid, Egi, dan Pak Joko. Menurutnya, ia sebagai
keamanan harus menyatu dengan warga. Bapak iqin biasanya
membicarakan dengan warga sekitar mengenai keluhan-keluhan akibat
8
Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 26 April 2011 Malam Hari
9
tragedi Situ Gintung tahun 2009. Menurutnya ketika seseorang
seringkali merenung, akan berakibat penyakit TBC, karena penyakit
TBC berasal dari pikiran kita yang selalu memikirkan mengenai
musibah-musibah yang dialaminya.10
Kebersamaan menurut Bapak Iqin tetap terus dilakukan baik itu
sebelum dan sesudah tragedi Situ Gintung. Kegiatan gotong royong
masih tetap dilakukan dan tidak ada perubahan. Mas Tommy selaku
penasehat Ketua RT 001/08 sering melakukan pendekatan ke
anak-anak remaja, dan mereka dekat dan patuh dengan Mas Tommy.11
Manfaatnya sendiri bagi Bapak Shodiqin ketika sering bertemu
warga sekitar adalah dapat meningkatkan silaturahmi. Karena dalam
agama Islam, diharuskan untuk silaturahmi. Silaturahmi menurutnya
dapat membuat kita awet muda.12
Perasaan trauma yang dialami oleh Bapak Shodiqin masih
tersisa. Tetapi, ia mencoba untuk tidak terlalu menghayati apa yang
sudah terjadi. Ketika Bapak Shodiqin selalu menghayati apa yang
terjadi, ia bisa menjadi gila. Bapak Shodiqin tidak ada keinginan untuk
pindah rumah dari lingkungan sekitar situ, karena menurutnya situ
10
Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 14 April 2011 Malam Hari
11
Wawancara Pribadi dengan Shodiqin (Keamanan RT 001/08), Gintung, 26 April 2011 Malam Hari
12
40
dengan kehidupannya sudah menyatu, sudah menjadi sejarah
baginya.13
Untuk suasana tempat tinggal sendiri, baik sebelum dan sesudah
tragedi Situ Gintung, Bapak Shodiqin merasa nyaman, karena warga
sudah kenal dengannya. Menurutnya, sikap warga di sini, lebih banyak
mengeluarkan keluhan-keluhan yang mereka miliki. Untuk kegiatan
sosial seperti kerja bakti, warga sudah pasti ikut serta, ia yang
mengarahkan warganya.14
Menurut Bapak Bongas, ketika ia bertemu dengan tetangga,
justru tetangga yang mampir ke rumahnya yang sekaligus menjadi
tempat usahanya, ia tidak mengunjungi tetangga sekitar rumah. Yang
dibicarakan biasanya hanya mengenai pendapatan dagang, jika bukan
pendapatan dagang, membicarakan masalah-masalah lain.
Menurutnya, warga berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti. Tetapi
jarang melakukan kegiatan gotong royong.15
Pencarian nafkah di warga RT 001/08 sebelum tragedi Situ
Gintung sebagian besar anak-anak masih bersekolah. Ada yang
menjadi tukang parkir. Ketika sudah lulus sekolah, ada yang bekerja,
ada yang melanjutkan kuliah. Setelah tragedi Situ Gintung, ada yang
kembali melanjutkan untuk berdagang. Tetapi, dulu dengan sekarang
berbeda. Dulu ketika berdagang, ketika ada keuntungan yang didapat,
bisa ditabung. Tetapi sekarang ketika berdagang, keuntungan yang
didapat tidak bisa untuk ditabung, melainkan digunakan untuk
membayar kontrakan atau tempat sewa berdagang.16
2. RT 002/08
Dari data yang peneliti dapat, Ibu Iyok ternyata baru menjabat
sebagai ketua RT 002/08. Ibu Iyok belum mendata kembali penduduk,
yang ada hanya data dari KK (Kartu Keluarga). KK (Kartu Keluarga)
di RT 002/08 kira-kira 67 KK (Kartu Keluarga).17
Memang di RT 002/08 tidak ada akibat dari tragedi Situ
Gintung. Yang kena hanya warga RT 001/08, 003/08, dan 004/08.
Lokasi yang paling parah terkena akibat tragedi Situ Gintung adalah
warga RT 004/08.18
Warga kompak untuk warga yang lagi dirawat di rumah sakit.
Besuk bersama. Kalau ada orang lahiran, dikasih uang tambahan dari
uang kas yang dikumpulkan. Kebersamaan sesama RT kompak, ada
pengajian, kondangan. Selalu bareng. Sedangkan untuk RT 001/08
tidak aktif. Arisan RW tidak pernah ikut, sekalipun undangan sudah
Wawancara Pribadi dengan Iyok (Ketua RT 002/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari
18 Ibid
19
42
sekitar lebih banyak di pengajian, yang dibicarakan biasanya masalah
keluarga. Dan Ibu Iyok lebih banyak melakukan kegiatan di pengajian
sekalipun Ibu Iyok juga bekerja di POSYANDU.20
Pola-pola pencarian nafkah di RT 002/08 sebagian besar
berdagang. Sebagian ada yang bekerja dan menganggur juga. Ada
yang bekerja sebagai guru.21
3. RT 003/08
Warga di RT 003/08 menurut Bapak Sumarno termasuk aktif
dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti pengajian, kerja bakti, dan lain
sebagainya.22
Serta peneliti mendapatkan data dari KK (Kartu Keluarga). Pada
KK (Kartu Keluarga) terdapat perbedaan, yaitu dari segi tahun
dikeluarkan KK (Kartu Keluarga) tersebut.
Untuk di RT 003/08, mayoritas pekerjaan yang dilakukan oleh
warga adalah wiraswasta, guru, dan pegawai. Tidak ada perubahan
dari pekerjaan yang dilakukan oleh warga baik itu sebelum dan setelah
jebol. Karena rumah warga di RT 003/08 tidak ada yang hanyut.23
4. RT 004/08
Untuk RT 004/08, sebelum terjadinya tragedi situ gintung,
terdapat 97 KK (Kartu Keluarga). Bapak Nana selaku Ketua RT
20
Wawancara Pribadi dengan Iyok (Ketua RT 002/08), Gintung, 2 Mei 2011 Siang Hari
21
Wawancara Pribadi dengan Iyok (Ketua RT 002/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari
22
Wawancara Pribadi dengan Sumarno (Ketua RT 003/08), Gintung, 2 Mei 2011 Siang Hari
004/08, tidak pernah mendata setiap orang penduduk di RT 004/08, ia
hanya menyalin dari KK (Kartu Keluarga) yang dibentuk menjadi
arsip. Setelah terjadinya tragedi Situ Gintung, ada penambahan
menjadi 119 KK (Kartu Keluarga). Di RT 004/08 lebih banyak
pendatang daripada penduduk asli. Kontrakan di RT 004/08 sangat
banyak. Lebih banyak anak mahasiswa dari UMJ (Universitas
Muhammadiyah Jakarta) dan UIN (Universitas Islam Negeri).24
Yang menjadi korban waktu tragedi Situ Gintung ada 57 pintu
kontrakan. Belum terhitung yang menjadi korban dari warga tetap.25
Kegiatan sosial di warga ini sebelum jebol agak lumayan, tetapi
setelah jebol memang warga sudah pindah dan meninggal, jadi warga
yang mengikuti kegiatan sosial menjadi sedikit. Kegiatan kerja bakti
masih dilakukan di warga RT 004/08.26
Pencarian nafkah di warga RT 004/08 bekerja sebagai kuli
bangunan. Ada juga beberapa yang menjadi karyawan. Sebelum kena
musibah, sebagian ada yang kerja harian lepas, seperti kuli bangunan.
Pegawai hanya beberapa orang, serta Pegawai Negeri Sipil hanya ada
satu. Ada yang bekerja sebagai Guru SD dan sampai sekarang masih
mengajar sebagai Guru SD, sebagian besar bekerja di swalayan.
Untuk yang mengontrak tidak hanya mahasiswa di RT 004/08.27
24
Wawancara Pribadi dengan Nana (Ketua RT 004/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari
44
Bapak Nana selaku Ketua RT 004/08, baru tinggal di rumah
yang baru ini selama 1,5 tahun. Sebelumnya Bapak Nana sekeluarga
tinggal di bawah.28
D. Gambaran Kelembagaan Sosial
Ketika peneliti menanyakan mengenai suatu organisasi di sekitar situ
gintung dari Bapak Shodiqin, terdapat organisasi yang bernama Ikatan Pemuda
Situ Gintung. Tetapi ketika peneliti menanyakan mengenai seberapa besar
pengaruh organisasi tersebut dengan warga sekitar dari Mas Tommy, selaku orang
yang mengetahui seluk-beluk Situ Gintung. Menurutnya, organisasi tersebut tidak
berjalan dengan lancar. Maka dari itu, Mas Tommy mendirikan Forum Situ
Gintung.29
E. Gambaran dan Peran Pemerintah Daerah Tangerang Selatan
Pemerintah Daerah Tangerang Selatan menurut Bapak Lamro dari bagian
Kessos Pemerintah Daerah Tangerang Selatan dibentuk pada bulan Januari 2008
berdasarkan UU Nomor 51 Tahun 2008.30 Setelah peneliti menelusuri situs
28
Wawancara Pribadi dengan Nana (Ketua RT 004/08), Gintung, 28 April 2011 Siang Hari
29
Wawancara Pribadi dengan Tommy (Penasehat RT 001/08), Gintung, 30 April 2011 Malam Hari
30
Tangerang Selatan ternyata persetujuan dari terbentuknya Pemerintah Daerah
Tangerang Selatan pada tanggal 27 Desember 2006.31
Pada bulan Maret 2009 terjadilah tragedi Situ Gintung. Jadi, perbaikan
tanggul dilakukan oleh Pemerintah Tangerang, Pemerintah Daerah Tangerang
Selatan hanya melanjutkan apa yang telah dilakukan.32
Menurutnya, sebelum tragedi Situ Gintung, tidak diperbolehkan warga
untuk membangun rumah di bagian bawah tanggul Situ Gintung. Karena itu
bahaya bagi warga sekitar, baik bertempat tinggal ataupun sekedar bermain di
sekitar tanggul Situ Gintung. Tetapi itu kembali dari kesadaran warga sendiri
untuk mentaatinya.33
Bantuan bencana sendiri sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Tangerang Selatan baik yang terkena korban bencana maupun yang tidak terkena
korban bencana.34
31
Sejarah Kota Tangerang Selatan, artikel diakses pada 28 Juni 2011 dari http://www.tangerangselatankota.go.id/
32
Wawancara Pribadi dengan Lamro S. (Bagian Kessos Pemerintah Daerah Tangerang Selatan), Pamulang, 28 Juni 2011 Siang Hari
33 Ibid
46
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
Terdapat dampak yang terjadi dari jebolnya tanggul Situ Gintung. Bagi
warga, dampak dari tragedi ini, membuat sertifikat tanah rumahnya hilang. Untuk
mendapatkan kembali sertifikat tanah yang sudah hilang warga harus membayar
seharga 1 juta rupiah, yang menurut mereka sangat berat.1
Ketika tragedi Situ Gintung pada tahun 2009, akibatnya tidak lain karena
ulah manusia sendiri. Sekarang bendungan Sintung tidak curam seperti dahulu.
Dan sekarang bendungan Gintung telah dibangun dengan benar-benar aman, agar
kejadian yang dahulu tidak terulang kembali.
Dampak bagi sosial ekonomi warga korban tragedi Situ Gintung, yaitu
kehilangan pekerjaan, kehilangan tempat tinggal, dan lain sebagainya. Mereka,
sebelum tragedi Situ Gintung, dapat membuka usaha di rumahnya dan bisa
menabung, tetapi sekarang mereka hanya bisa menyewa tempat usaha dari orang
lain, yang diharuskan untuk membayarkan sewa tiap bulannya. Salah satu
informan yang dahulu mempunyai rumah sendiri sekalipun ukuran rumahnya
kecil, sekarang menyewa kontrakan, yang sudah dua bulan belum dibayar.2
Berikut peneliti akan menjelaskan lebih lanjut berbagai dampak sosial
ekonomi yang terjadi setelah tragedi Situ Gintung yang mengakibatkan perubahan
1
Wawancara Pribadi dengan Tommy (Penasehat RT 001/08), Gintung, Maret 2011 Siang Hari
2
sosial ekonomi di warga sekitar Situ Gintung, yaitu Dampak pada Pekerjaan,
Dampak pada Kelembagaan Sosial, dan Dampak pada Sistem Nilai.
A. Dampak kepada Pekerjaan
Peneliti akan membahas mengenai dampak kepada pekerjaan. Dampak
kepada pekerjaan terbagi menjadi dampak kepada pola pencarian nafkah,
keadaan ekonomi, kehilangan pekerjaan lama dan berganti kepada pekerjaan
baru, jaringan sosial pekerjaan, dan warga yang mempunyai pekerjaan baru dan
tidak bekerja.
1. Dampak kepada Pola Pencarian Nafkah
Warga RT 001/08 sebelum tragedi Situ Gintung sebagian besar
bekerja sebagai wiraswasta, swasta, dan karyawan.3
Di RT ini memang tidak ada korban, tetapi rumah warga hanyut
dari tragedi ini. Dari segi perubahan ekonomi, ada beberapa perubahan
yang dialami warga. Ketika mereka sebelum tragedi Situ Gintung bisa
berdagang di rumahnya sendiri, dan ketika keuntungan yang didapat dapat
ditabung untuk keperluan keluarganya. Tetapi sekarang, mereka
mengontrak dan menyewa tempat untuk berdagang. Ketika mendapatkan
3