AYAT 60-82
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjan Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh:
Rifqoh Zakiyah NIM: 109011000267
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
Rifqoh Zakiyah (109011000267). Pengembangan Integritas Kepribadian Anak Berdasarkan Kajian Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82.
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, di dalamnya menjelaskan berbagai aspek-aspek kehidupan termasuk mengenai pendidikan. setiap ayat yang disebutkan di dalam Al-Qur’an mempunyai makna dan nilai-nilai yang berarti, dan nilai-nilai yang terkandung adalah sebagai pembelajaran dan pendidikan bagi kehidupan umat manusia. Al-Qur’an surat Kahfi ayat 60-82 merupakan ayat Al-Qur’an yang di dalamnya menjelaskan hal-hal mengenai metode pendidikan.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui metode pendidikan yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak, sehingga dapat diimplementasikan dalam proses pendidikan.
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu menganalisis masalah yang akan dibahas dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan, pendapat para mufassir. Kemudian mendeskripsikan pendapat para mufassir, selanjutnya membuat kesimpulan.
ii
Rifqoh Zakiyah (109011000267). Integrity Development of the Child Based Personality Assessment Qur'an Surat Al-Kahf Verses 60-82.
The Qur'an is the source of knowledge, in which explain various aspects of life including education about. any clause mentioned in the Qur'an have the meanings and values are means, and the values that are contained as learning and education for human life. Al Quran surah Al-Kahf verses 60-82 is a Qur'anic verse in which to explain things about the methods of education.
The purpose of this study was intended to determine the educational methods contained in surah Al-Kahf verses 60-82 to develop the integrity of the child's personality, so it can be implemented in the educational process.
The method used in this paper is a descriptive method of analysis, which analyzes the issues to be addressed by collecting data literature, opinions of the commentators. Then describe the views of commentators, then make a conclusion.
iii
Puji syukur Alhamdulillah dengan tulus penulis persembahkan kehadirat Allah
SWT, karena atas segala limpahan nikmat yang tak terhitung jumlahnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. sebagai suri tauladan yang sempurna bagi
seluruh ummat manusia.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak dapat menyelesaikan tanpa bantuan
dan partisipasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Dr. Anshori, LAL, MA., dosen pembimbing penulis, yang telah
mencurahkan waktu dan tenaganya dalam membimbing penulis dengan
penuh kesabaran dan keihklasan, sampai penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
4. Kedua orang tuaku tercinta dan tersayang, Ayahanda H. Jaya Saputra dan
Ummi Hj. Marfu’ah, yang selalu mendo’akan, mendukung, menasihati, mengarahkan, mengorbankan waktu, tenaga dan biaya, sehingga penulis dapat
melaksanakan semua kegiatan mulai dari awal hingga akhir, mulai dari
iv
Mawaddah, senantiasa memberi semangat dan masukan kepada penulis.
6. Dosen-dosen penuh inspiratif dan pemberi motivasi.
7. Sahabat-sahabat the G PAI yang penuh kisah, suka duka, canda tawa, dan
senantiasa menyemangati dan memberi masukan untuk skripsi ini.
8. Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
dalam goresan ucapan terima kasih ini. Penulis ucapkan terima kasih, semoga
semangat keilmuan dan persahabatan kita senantiasa berjalan terus. Aamiin ya
robbal ‘aalamiin.
Penulis sadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
selanjutnya. Dan penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk
menambah khazanah ilmu pengetahuan. Aamiin ya robbal ‘aalamiin.
Ciputat, 30 Januari 2014
Penulis
v
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
ABSTRAC ... ii
KATA PENGANTAR ...
iiiDAFTAR ISI ...
vBAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Acuan Teori 1. Metode Pendidikan ... 10a. Pengertian Metode ... 10
b. Pengertian Pendidikan ... 10
vi
b. Isi Kandungan Al-Qur’an ... 17
c. Fungsi Al-Qur’an ... 18
3. Mengembangkan Integritas Kepribadian Anak a. Pengertian Mengembangkan ... 19
b. Pengertian Integritas... 19
c. Kepribadian Anak ... 20
1) Pengertian Kepribadian Anak ... 20
2) Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian ... 21
3) Tipe Kepribadian ... 21
4) Aspek-aspek Kepribadian ... 24
5) Pengertian Anak ... 25
d. Pengertian Pengembangan Kepribadian Islam……… 25
e. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Pendekatan Konten 26 f. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Rentang Kehidupan 27 B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ... 33B. Metode Penulisan ... 33
C. Fokus Penelitian ... 34
vii
KEPRIBADIAN ANAK
A. Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82
1. Teks Ayat dan Terjemahannya... 36
2. Pengertian Secara Umum ... 39
3. Tafsir Ayat ... 41
B. Metode Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Al-Kahfi Ayat 60-82 1. Metode Inquiry Learning ... 55
2. Metode Uswah Hasanah ... 61
3. Metode Nasihat ... 64
4. Metode Hukuman ... 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 70B. Saran ... 72
1
A.
Latar Belakang Masalah
Di antara kemurahan Allah terhadap manusia, adalah bahwa Allah tidak
saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbing manusia
kepada kebaikan. Allah juga mengutus seorang Rasul dari masa ke masa yang
membawa kitab sebagai pedoman hidup, mengajak manusia agar beribadah
hanya kepada Allah semata.
Dikutip Abuddin Nata, Abd. Al-Wahhab Al-Khallaf mengemukakan
bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah SWT. yang diturunkan melalui malaikat Jibril (Ruh al-Amin) kepada hati Rasulullah SAW., Muhammad bin
Abdullah senang mempergunakan bahasa Arab dan maknanya yang benar,
agar menjadi hujjah (dalil) bagi Muhammad SAW. sebagai Rasul,
undang-undang bagi kehidupan manusia, serta hidayah bagi orang yang berpedoman
kepadanya, menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah dengan cara
membacanya. Ia tersusun di antara dua mushaf yang dimulai dengan surat
al-Fatihah dan diakhiri surat al-Nas, yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir baik dari segi tulisan maupun ucapannya, dari satu generasi ke
generasi lain, terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian.1
Said Agil Husain mengatakan, “Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), maka langkah pertama dilakukan adalah memahami
kandungan isi Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten”.2
Kehadiran Al-Qur’an yang demikian itu telah memberi pengaruh yang luar biasa bagi lahirnya berbagai konsep yang diperlukan manusia dalam
berbagai bidang kehidupan. Kaum muslimin sendiri, dalam rangka
1 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 1.
memahaminya, telah menghasilkan berton-ton kitab tafsir yang berupaya
menjelaskan makna pesannya. Dari sekian masalah yang menjadi fokus kajian
Al-Qur’an adalah pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Abuddin Nata.3
Menurut Shalah al-Khalidy, kisah-kisah dalam Al-Qur’an membuktikan kepada manusia bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. adalah
benar merupakan wahyu dari Allah bukan berdasarkan hawa nafsunya. Selain
itu juga memberikan pelajaran kepada manusia untuk mengikuti segala
kebaikan dan menjauhi segala keburukan yang terdapat dalam kisah-kisah itu.4 Dan salah satu manfaat kisah-kisah dalam Al-Qur’an menurut Abdul Jalal adalah menanamkan nilai pendidikan, seperti pendidikan akhlak karimah dan
mengaplikasikannya. Kata keterangan kisah-kisah yang baik itu dapat meresap
dalam hati nurani dengan mudah dan baik, serta mendidik untuk meneladani
yang baik dan menghindari yang jelek.5
Dari berbagai macam kisah al-Qur’an, penulis tertarik pada kisah Nabi Musa dan Khidir yang terdapat dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82. Penulis
melihat bahwa kisah ini memiliki beberapa kandungan mengenai pendidikan,
di antaranya nilai pendidikan, tujuan dan metode pendidikan.
Pendidikan secara umum menurut Armai Arif adalah:
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam mempengaruhi orang lain yang bertujuan untuk mendewasakan manusia seutuhnya, baik lahir maupun batin. Artinya dengan pendidikan manusia bisa memiliki kesetabilan dalam tingkah laku atau tindakan, kesetabilan dalam pandangan hidup dan kesetabilan dalam nilai-nilai kehidupan dengan penuh rasa tanggung jawab.6
Pendidikan dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian. Pendidikan
tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas.
Selain itu, pendidikan bukan hanya bersifat formal, tetapi mencakup pula yang
3Nata. loc. cit
4 Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah al-Qur’an Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu, (Jakarta: Gema InsaniPress, 2000), Cet. I, h. 5.
5
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), Cet. II, h. 303.
non formal. Maka metode yang diterapkan tidak hanya yang berkaitan dengan
kelas, namun dapat menerapkan metode-metode yang lebih mudah diterima
oleh murid.
Ada tiga term yang digunakan para ahli untuk menunjuk istilah
pendidikan Islam, yaitu Ta’lim, tarbiyah, danTa’dib. Namun, menurut Hamka hanya ada dua istilah dari tiga istilah tersebut yaitu ta’lim (proses pentransferan seperangkat pengetahuan) dan tarbiyah (mengasuh, bertanggung
jawab, memberi makanan, mengembangkan, memelihara, membesarkan,
menumbuhkan, memproduksi, dan menjinakannya).7
Di dalam Undang-undang nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 1, dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/ atau
pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.8
Istilah pendidikan biasanya lebih diarahkan pada pembinaan watak,
moral, sikap atau kepribadian, atau lebih mengarah pada afektif. Selain itu
pendidikan juga diperluas cakupanya sebagai aktifitas dan fenomena
sebagaimana dikatakan oleh Muhaimin. Menurutnya, pendidikan sebagai
aktifitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang
atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana
orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap
hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bertifat manual (petunjuk praktis)
maupun mental dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah
peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah
berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup
pada salah satu atau beberapa pihak.9
Melihat pengertian pendidikan tersebut di atas, maka dapat dipahami
bahwa pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran, dan objek.
7 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. I, h. 105.
8Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV. Eko Jaya, 1989), Cet. I. h. 3.
Pendidikan juga menuntut adanya langkah-langkah yang secara bertahap harus
dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan, dan kerja pendidik harus mengikuti
aturan penciptaan dan pengadaan yang dilakukan Allah SWT., sebagaimana
harus mengikuti Syara’ dan Din Allah SWT. dengan tujuan pembentukan kepribadian yang utama.
Mendidik tidak hanya dari segi kognitif, tetapi harus pula dari segi afektif
dan psikomotorik. Terlebih untuk afektif sangat di perlukan seperti integritas
pada kepribadian murid. Seorang murid haruslah memiliki integritas sejak
dini. Supaya seorang murid tidak hanya cerdas secara kognitif, namun
memiliki integritas pada kepribadiannya.
Saat ini integritas kepribadian pada diri anak (murid) sudah sangat rendah.
Mereka sudah kurang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Contoh kecilnya
adalah mencontek. Hal mencontek saat ini sudah mengakar pada seorang anak
(murid). Ketika merasa tak mampu untuk mengerjakan tugas dari guru,
mereka dengan mudahnya mencontek hasil kerja teman sekelasnya. Hal ini
tentu sangat memprihatinkan.
Setiap kegiatan yang dilakukan tentu ada tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai atau kegiatan dapat selesai
sesuai yang diinginkan. Sebagaimana dikutip Abuddin Nata, bahwa sebagian
para ahli mengatakan bahwa “Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing
umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah yakni
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh
kesadaran dan ketulusan ini”.10
Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 ditegaskan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.11
10Nata, op. cit., h. 166.
Dapat dismpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah sasaran yang akan
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan
pendidikan.
Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peran pendidik sangat penting,
karena ia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut.
Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang
berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai
tugas yang mulia, sehingga Islam memandang pendidik mempunyai derajat
yang lebih tinggi dari pada orang-orang yang tidak mempunyai ilmu dan
orang-orang yang bukan sebagai pendidik. Penghormatan dan penghargaan
Islam terhadap orang-orang yang berilmu itu terbukti di dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Mujaadilah ayat 11.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al-Mujadilah:11)
Berdasarkan firman Allah SWT., para ulama dan ahli pendidikan Islam
sejak dahulu sampai sekarang secara serius melaksanakan proses pendidikan
dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan. Kesungguhan mereka itu
terbukti dengan banyak lahirnya kalangan intelektual yang menguasai
diakui oleh kalangan muslim saja, tetapi diakui dan dijadikan landasan oleh
kalangan non muslim serta masyarakat luas.
Di samping itu dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan di
tengah-tengah masyarakat telah banyak berdiri lembaga-lembaga Islam yang
bergerak dalam dunia pendidikan. Hal ini terlihat dengan banyak berdirinya
sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Islam
menginginkan manusia secara individu dan masyarakat untuk menjadi
orang-orang yang berpendidikan. Individu yang berpendidikan merupakan individu
yang berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur,
berintegrasi, berinteraksi dan bekerjasama untuk memanfaatkan alam semesta
dan isinya untuk kesejahteraan umat manusia di bumi.
Melihat fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas, maka tenaga
pendidik (guru) mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membina
manusia-manusia yang berkualitas, cerdas dan bertanggung jawab atas bangsa
dan agama, terutama tanggung jawab terhadap moral dan tingkah laku anak
didik. Dalam pendidikan Islam guru merupakan komponen yang sangat
penting karena guru merupakan subjek dalam proses pendidikan. Tanpa
adanya guru berarti tidak akan ada proses pendidikan.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
Bab V pasal 12 ditegaskan: “Peserta didik berhak mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
sama. Dan Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat
dan kemampuannya, menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan”.12
Untuk mencapai tujuan yang di inginkan, dalam mendidik dan
menyampaikan materi seorang guru tentu memerlukan metode yang baik dan
tepat sehingga akan terlaksana secara optimal. Namun, para guru umumnya
menggunakan metode ceramah. Yang mana para murid merasa bosan dan
tidak tertarik terhadap pelajaran yang sedang dibahas. Oleh sebab itu saat ini
banyak sekali jenis-jenis metode yang mulai inovatif dan kreatif. Hal itu demi
tersampaikannya pelajaran dan pendidikan kepada para murid dengan efektif
dan menyenangkan.
Dari pemaparan di atas terlihat bahwa salah satu permasalahan penting
dalam dunia pendidikan adalah metode pendidikan. Di mana metode
pendidikan ini sangat berpengaruh sekali dalam membentuk pribadi murid,
hendaknya seorang guru memberikan metode pendidikan yang dapat
mengarahkan murid untuk mengetahui pelajaran dari hasil istinbat agar murid
mempelajari ilmu secara runtut setahap demi setahap.
Metode pendidikan sangat penting untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang diinginkan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai metode pendidikan yang dapat mengembangkan integritas pada
pribadi anak (murid).
Menurut Armai Arief:
Beberapa manfaat dari pemakaian metodologi pendidikan Islam yaitu:
1. Sebagai alat yang diperlukan dengan cara yang sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang sebaik-baiknya pula.
2. Untuk mengetahui sifat dan ciri khusus dari macam-macam mata pelajaran, hakikat anak didik dan lain-lain. Dengan demikian akan diketahui metode dengan sifat khusus dari suatu mata pelajaran sekaligus perkembangan dan kemampuan anak didik.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan metode mengajar: a). latar belakang sosial siswa dan lingkungan keluarga, b). penggunaan waktu seefektif mungkin dengan materi yang ada sehingga dapat disesuaikan dan memadai, c). sebagai strategi persiapan guru dalam mengajar di tingkat pendidikan yang berbeda-beda.
4. Mempermudah pengajaran dalam menanamkan ideologi yang mantap hingga tidak hilang kepercayaan murid terhadap nila-nilai yang tersimpan dalam Al-Qur’an.
5. Memperjelas materi keagamaan bagi murid, baik yang bersifat logika, maupun yang estetika sehingga pengetahuan murid dapat terbentuk dalam satu pemahaman yang sama dan tidak menyimpang dari pokok dasarnya (Al-Qu’ran dan Sunnah).13
Begitu pentingnya metode pendidikan dalam proses pembelajaran, Allah
SWT memberikan gambaran dalam bentuk kisah yang hidup. Salah satu kisah
yang menggambarkan akan hal tersebut adalah surat Al-Kahfi ayat 60–82. Atas dasar permasalahan tersebut, maka surat Al-Kahfi ayat 60–82 tersebut perlu digali dan diteliti lebih dalam dengan mengutip beberapa penafsiran
untuk dapat pemahaman tentang peranan pendidik dalam membimbing anak
didiknya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
Sebelumnya penulis menemukan judul skripsi yang sama dengan penulis
lain yaitu mengkaji Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82. Namun, penulis memiliki perbedaan dari kajian surat tersebut. Penulis lebih mendalami dan
mengkaji mengenai metode pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak.
Dengan demikian penulis akan mengkaji dan meneliti lebih dalam mengenai
skripsi ini dengan memberi judul:
“Pengembangan Integritas Kepribadian Anak Berdasarkan Kajian
Al-Qur’an Surat AL-Kahfi Ayat 60-82”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan judul skripsi di atas dapat ditarik identifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Pengembangan integritas kepribadian PAI belum sepenuhnya didasarkan
pada kajian ayat Al-Qur’an.
2. Pendidikan masih mengutamakan ranah kognitif.
3. Metode pendidikan yang belum tepat dalam proses belajar mengajar.
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut sekaligus guna lebih
memfokuskan kajian ini, maka penulis membatasi masalah pada:
Pengembangan integritas kepribadian PAI belum sepenuhnya didasarkan pada
kajian ayat Al-Qur’an.
D.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan integritas kepribadian anak dalam surat
Al-Kahfi ayat 60-82?
2. Apa saja metode pendidikan yang dapat mengembangkan integritas
kepribadian anak dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82?
3.
Hikmah apa saja yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82?E.
Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui cara untuk mengembangkan integritas kepribadian anak dalam
surat Al-Kahfi ayat 60-82.
2. Mengetahui metode pendidikan yang terkandung di dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82.
3. Mengetahui hikmah yang terkandung dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82.
F.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis.
2. Dapat memberikan kontribusi dalam penulisan karya ilmiah, khususnya
bidang pendidikan.
3. Penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh
10
A.
Acuan Teori
1. Metode Pendidikan
a. Pengertian Metode
Al-Rasydin mengatakan, “Secara iteral metode berasal dari bahasa Greek
yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang dilalui”.1
Dikutip
Al-Rasydin, Mohammad Noor mengatakan bahwa secara teknis metode
memiliki tiga pengertian yaitu:
1) Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.
2) Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu
pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3) Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.2 b. Pengertian Pendidikan
Menurut Al-Rasydin, “Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam praktek pendidikan
Islam ialah term al-tarbiyah”.3
Berikut ini beberapa pendapat yang penulis kutip dari berbagai sumber,
yang menjelaskan arti ketiga term tersebut.
1) Al-Tarbiyah
Kata al-tarbiyah yang berasal dari kata rabb ini menurut Al-Raghib
al-Asfahany dalam bukunya Abuddin Nata, adalah “Menumbuhkan atau
1 Al-Rasydin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), cet. II, h. 65-66. 2 Ibid., h. 66.
membina sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas yang
sempurna”.4
2) Ta’dib
Menurut Al-Rasydin al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik)
tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan.5
3) Al-Ta’lim
Menurut Syamsul Nizar, al-ta’lim hanya sebatas proses pentransferan seperangkat nilai yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi
tidak dituntut pada domain afektif.6
Para ahli memiliki pendapat yang berbeda dalam mengartikan
pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a) Menurut Muhaimin, pengertian pendidikan memiliki arti yang luas
cakupannya. Yaitu sebagai aktifitas dan fenomena. Pendidikan sebagai
aktifitas artinya upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu
seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan
hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan
kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang
bertifat manual (petunjk praktis) maupun mental dan sosial.
Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan
antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya
suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada
salah satu atau beberapa pihak.7
4 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 90.
5 Al-Rasydin dan Syamsul Nizar, op. cit., h. 30.
b) Hasbullah mengartikan pendidikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya istilah
pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.8 c) Ahmad Tafsir mengatakan definisi pendidikan yang mungkin
dirumuskan dalam arti sempit menurut lodge adalah pendidikan
sekolah, yaitu pendidikan formal.9
d) Dikutip Abuddin Nata, bahwa Ki Hajar Dewantara mengartikan
pendidikan sebagai usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan
yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia.10
c. Macam-Macam Metode Pendidikan
Metode pendidikan tentunya sangat penting dalam proses pencapaian
tujuan pendidikan. Sehingga saat ini banyak sekali metode yang dapat
digunakan dan membatu dalam proses pendidikan. Menurut Hafni Ladjid
metode pendidikan memilki beberapa macam, yaitu:
1) Metode Ceramah
2) Metode Tanya Jawab
3) Metode Diskusi
4) Metode Pemberian Tugas
5) Percobaan/Eksperimen
6) Metode Karyawisata
7) Bermain Peran dan Sosiodrama
8) Metode Demonstrasi/Peragaan.11
8 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 1.
9 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. XI, h. 6.
Berikut penjelasan dari para ahli mengenai metode pendidikan yaitu:
a) Metode Ceramah
Menurut Zakiah Daradjat, metode ceramah yaitu guru memberikan uraian
atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya terba)
dan waktu tertentu. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan
pengertian terhadap sesuatu masalah. Metode tersebut disebut juga dengan
metode kuliah, sebab ada persamaan guru mengajar dengan seorang
dosen/mahaguru memeberikan kuliah kepada mahasiswanya.12 b) Metode Tanya Jawab
Menurut Hafni Ladjid, “Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk
memahami materi tersebut”.13 c) Metode Diskusi
Dikutip dari Suwito, Ibnu Sina mengatakan, murid dihadapkan kepada
suatu masalah berupa pertanyaan untuk dibahas dan dipecahkan bersama
melalui diskusi, diharapkan murid bersikap rasional dan teoritis.
d) Metode Pemberian Tugas
Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan metode ini adalah suatu cara dalam proses belajar-mengajar bilamana guru memberi
tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut
dipertanggung jawabkan kepada guru”.14 Sedangkan menurut Hafni Ladjid,
“Metode pemberian tugas adalah cara mengajar melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan”.15
12 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. IV, h. 289.
e) Percobaan/Eksperimen
Menurut sagala, eksperimen yaitu cara penyajian bahan pelajaran di mana
peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan
sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.16 f) Metode Karya Wisata
Pelaksanaan metode ini menurut Hafni Ladjid membutuhkan waktu
cukup lama, sehingga biasanya dilakukan pada waktu khusus, misalnya saat
liburan. Prinsip-prinsip Hafni metode karya wisata adalah sebagai berikut:
1) Siswa dibawa langsung ke objek untuk dapat mengamati secara
langsung.
2) Ruang lingkup sebaiknya sudah ditentukan dan dapat diperluas
sehingga efektif dan efisien.
3) Mengembangkan berbagai macam keterampilan dan penerapan
pengetahuan yang diperoleh (mengamati, menghitung, mengukur,
mengklasifikasi, mencari hubungan satu dengan yang lain).
4) Terencana dan berorientasi pada tujuan.17 g) Metode Peran atau Sosiodrama
Menurut Hafni Ladjid, “Peran dilakukan oleh siswa dalam rangka menghayati materi yang sedang dipelajari. Dengan bermain peran siswa dapat
mengembangkan imajinasi dan penghayatan atas peran tokoh yang
dilakukannya”.18 Untuk metode sosiodrama, menurut Hafni sebenarnya mirip dengan metode bermain peran. Perbedaannya adalah:
1) Tema lebih luas dan perlu lakon/skenario secara garis besar.
2) Pameran dipersiapkan lebih matang (latihan) dan seiring dengan
peralatan khusus.
16 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: CV Alfabeta, 2006), Cet. IV, h. 201.
3) Waktu yang diperlukan relatif lebih panjang.19 h) Metode Demonstrasi/Peragaan
Metode ini digunakan dalam cara mengajar menulis. Guru mencontohkan
di papan tulis dengan mengucapkan huruf yang ditulisnya dan murid
mengikutinya.
Sedangkan menurut Abuddin Nata, dalam penyampaian materi
pendidikan, Al-Qur’an menawarkan beberapa pendekatan dan metode, antara lain:
1) Metode Teladan
Dalam Al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti hasanah yang berarti baik.
Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik.
Kata-kata uswah ini di dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil sampel pada diri Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW., Nabi
Ibrahim, dan kaum yang beriman teguh kepada Allah SWT.
2) Metode Kisah-kisah
Dikutip Abuddin Nata, Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam
mengemukakan kisah-kisah Al-Qur’an tidak segan-segan untuk menceritakan
“kelemahan manusian”. Namun, hal tersebut menurutnya digambarkannya
sebagaimana adanya, tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat mengandung
tepuk tangan atau rangsangan. Kisah tersebut biasanya diakhiri dengan
menggaris bawahi akibat kelemahan itu, atau dengan melukiskan saat
kesadaran manusia dan kemenangannya mengalahkan kelemahan tadi.
3) Metode Nasihat
Al-Qur’an al-Karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah
yang dikenal dengan nasihat.
4) Metode Pembiasaan
Cara lain yang digunakan oleh Al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam
hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan yang
ditempatkan oleh manusia sebagai suatu yang istimewa.
5) Metode Hukuman dan Ganjaran
Dikutip Abuddin Nata, Muhammad Quthb mengatakan, bila teladan dan
nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas
yang dapat meletakkan persoalan ditempat yang benar. Tindakan tegas itu
adalah hukuman.
6) Metode ceramah (Khutbah)
Ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan
dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah
ditentukan. Metode ceeramah ini dekat dengan kata tabligh yaitu
menyampaikan suatu ajaran.
7) Metode Diskusi
Metode diskusi juga diperhatikan oleh Al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap
pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.20 2. Al-Qur’an
a. Pengertian Al-Qur’an
Menurut Quraish Shihab, “Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “Bacaan
sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena
tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang
lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia
itu”.21
20 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2005), Cet. I, h. 147-159.
Menurut Ali Ash-Shabuni “Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang bernilai
mukjizat, yang diturunkan kepada “pungkasan” para nabi dan Rasul, dengan
perantaraan malaikat Jibril a.s. yang tertulis pada mashahif.22
Menurut Kahar Masyhur, qoro’a-yaqro’u-qur’anan yang artinya membaca. Sedangkan dalam ilmu Ushul Fikih adalah Kalam Allah yang
diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW., dibaca dan dikenal orang
banyak.23
Umar Shihab mengatakan maf’ul bahwa, “Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui Nabi
Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup”.24 b. Isi Kandungan Al-Qur’an
Menurut Muhammad Chirzin secara umum kandungan Al-Qur’an yaitu menyangkut jalan hidup yang harus ditempuh manusia. Pertama, dalam hidup
manusia berusaha meraih kebahagiaan, ketenangan dan cita-citanya. Kedua,
perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu
kerangka peraturan dan hukum tertentu. Ketiga, jalan hidup terbaik dan
terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan
emosi-emosi dan dorongan-dorongan individual maupun sosial semua
mengikuti sunnah dan kaidah yang ditentukan Allah SWT.25
Mohammad Daud Ali mengatakan “Al-Qur’an mengandung ajaran tentang kehidupan manusia, sejarah dan eksistensinya serta arti dari keduanya.
Al-Qur’an mengandung segala pelajaran yang diperlukan manusia untuk
22 Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni,Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, terjemahan At-Tibyan fi
Ulumil Qur’an, penerjemah: Muhammad Qodirun Nur, (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), Cet. I. h. 3. 23 Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), Cet.I, h 1-2. 24 Umar Shihab, Kontekstual Al-Qur’an; Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penamadani, 2005), Cet. III, h. xix.
mengetahui siapa dirinya, dari mana ia berasal, di mana ia berada sekarang, ke
mana ia akan pergi dan kepada siapa ia akan kembali”.26
Pendapat lain dari Sayyed Husain Nasr:
Bahwa al-Qur’an mengandung tiga jenis petunjuk bagi manusia. Pertama, doktrin yang memberi pengetahuan tentang struktur kenyatan dan posisi manusia di dalamnya. Doktrin itu berisi petunjuk moral dan
hukum yang menjadi dasar syari’at yang mengatur kehidupan manusia
sehari-hari. Kedua, petunjuk yang menyerupai ringkasan sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci dan para Nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka. Ketiga, al-Qur’an berisi sesuatu yang sulit dijelaskan dalam bahasa modern. Sesuatu itu didapat disebut
“magi” yang agung, bukan dalam arti harfiah, melainkan dalam arti
metafisis.27
c. Fungsi Al-Qur’an
Menurut Abuddin Nata, “Al-Qur’an berfungsi sebagai dalil atau petunjuk atas kerasulan Muhammad SAW., pedoman hidup bagi umat manusia,
menjadi ibadah bagi yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk
dalam kehidupan”.28
Quraish Shihab mengatakan bahwa “Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai hu-danli al-nas (petunjuk untuk seluruh manusia). Inilah fungsi utama
kehadira Al-Qur’an. Dalam rangka penjelasan tentang fungsi Al-Qur’an ini, Allah menegaskan bahwa kitab suci diturunkan untuk memberi putusan (jalan
keluar) terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia”.29
26 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 103-104.
27 Sayyed Husain Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta, terjemah Abdurrahman Walid dan Hasyim Wahid, (Jakarta: Leppenas, 1983), h. 27.
28Abuddin Nata, dkk., Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), Cet. VII. h 57.
1.
PengembanganIntegritas Kepribadian Anak a. Pengertian PengembanganPerkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak
bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada
segi materil, melainkan pada fungsi fungsional. Dari uraian ini,
perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada
fungsi-fungsi.30
Perubahan sesuatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya proses pertumbuhan materil yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan di samping
itu, disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil belajar.31
Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil dari belajar. Dengan belajar, orang memperoleh pengalaman. Pengalaman belajar meliputi
aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan
kegiatan yang dinamis, karena itu, wajarlah bahwa pengetahuan,
keterampilan, dan sikap seseorang menjadi berkembang. Perkembangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang ini akan menentukan tingkat
kedewasaan seseorang. Tingkat-tingkat kedewasaan seseorang merupakan
indikator penting bagi perkembangan orang itu, baik secara jasmaniah
maupun rohaniah/kejiwaan.32 b. Pengertian Integritas
Secara etimologi, integritas berasal dari bahasa Latin, integer, yang
artinya keseluruhan.integritas dapat diartikan dengan ukuran cinta dan rasa
kasih sayang seorang individu terhadap cita-cita, gagasan, dan keinginan.
30 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), Cet. V, h. 57.
Integritas juga didefinisikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan
kepercayaan dan kejujuran seseorang.33
Integritas merupakan bagian dari kepribadian integritas adalah kesetiaan
pada prinsip yang dianut. Integritas adalah bersikap jujur, konsisten,
komitmen, berani, dan dapat dipercaya. Sikap ini muncul dari kesadaran
terdalam pada diri seseorangyang bersumber dari suara hati. Integritas tidak
menipu dan tidak berbohong integritas tidak memerlukan publikasi dan
popularitas.34
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, integritas didefinisikan sebagai
kebulatan atau keutuhan.35 c. Kepribadian Anak
1) Pengertian Kepribadian
Menurut Sjarkawi, “Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa
kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir”.36
Rafi Sapuri mendefinisikan kepribadian, “Secara etimologi kepribadian berasal dari bahasa Latin, yaitu kata persona yang berarti
topeng. Pada awalnya kata topeng ini digunakan oleh para pemain
sandiwara. Kemudian lambat laun kata ini menjadi suatu istilah yang
mengacu pada gambaran sosial yang dimiliki seseorang”.37
33Eko B Supriyanto, Budaya Kerja Perbankan Jalan Lurus Menuju Integritas, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), cet. I, h 36.
34Ibid., h. 32.
35 J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), Cet. II, h. 535.
2) Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Menurut Sjarkawi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepribadian seseorang dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu:
a) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang
itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis
atau bawaan faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa
bawaan sejak lahir dan merupakan keturunan dari salah satu sifat
yang dimiliki satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi
gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang
tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang
berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan
terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan
pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan VCD,
atau media cetak seperti Koran, majalah, dan lain sebagainya.38 3) Tipe Gaya Kepribadian
Dikutip Sjarkawi, Gregory membagi tipe gaya kepribadian menjadi
12 tipe, di antaranya:
a) Kepribadian yang mudah menyesuaikan diri
Seorang dengan gaya kepribadian yang mudah menyesuaikan diri
adalah orang yang memandang hidup ini sebagai perayaan dan setiap
harinya sebagai pesta yang berpindah-pindah. Orang tersebut sadar
tentang penyesuaian diri dengan orang lain, komunikatif dan
bertanggung jawab, ramah, santun, dan memerhatikan perasaan orang
lain, jarang sangat agresif dan juga jarang kompetitif secara
destruktif.39
b) Kepribadian yang berambisi
Seseorang dengan gaya kepribadian yang berambisi adalah orang
yang memang benar-benar penuh ambisi terhadap semua hal. Dia
menyambut baik tantangan dan berkompetisi dengan senang hati dan
sengaja.40
c) Kepribadian yang mempengaruhi
Seseorang dengan gaya kepribadian yang mempengaruhi adalah
orang yang terorganisasi dan berpengatuhan cukup yang memancarkan
kepercayaan, dedikasi dan berdikari.41 d) Kepribadian yang berprestasi
Seseorang dengan gaya kepribadian berprestasi adalah orang yang
menghendaki kesempatan untuk bermain dengan baik dan cemerlang,
jika mungkin untuk mempesonakan yang lain agar mendapatkan
sambutan baik, kasih saying, dan tepuk tangan orang lain, dalam hal
ini berarti menerima kehormatan.42 e) Kepribadian yang Idealistis
Seseorang dengan gaya kepribadian yang idealistis adalah orang
yang melihat hidup ini dengan dua cara, yakni hidup sebagaimana
nyata adanya dan hidup sebagaimana seharusnya menurut
kepercayaan.43
39Ibid., h. 13.
40Ibid., h. 14. 41Ibid.
f) Kepribadian yang Sabar
Seseorang dengan gaya kepribadian yang sabar adalah orang yang
hampir tak pernah berputus asa, ramah tamah, dan rendah hati. Dia
jarang tinggi hati dan kasar.44 g) Kepribadian yang Mendahului
Seseorang dengan gaya kepribadian yang mendahului adalah
orang yang menjunjung tinggi kualitas.45 h) Kepribadian Perseptif
Seseorang dengan gaya kepribadian perseptif adalah orang yang
cepat tanggap terhadap rasa sakit dan kekurangan, bukan hanya yang
di dalamnya sendiri, tetapi juga yang dialami orang lain, meskipun
orang itu asing baginya. Kepribadian ini biasanya adalah orang yang
bersahaja, jujur dan menyenangkan, ramah tamah dan tanggap, setia
dan adil, seorang teman sejati dan persahabatannya tahan lama.46 i) Kepribadian yang Peka
Seseorang dengan gaya kepribadian yang peka adalah orang yang
suka termenung, berintrospeksi, dan sangat peka terhadap suasana jiwa
dan sifat-sifatnya sendiri, perasaan, dan pikirannya.47 j) Kepribadian yang Berketetapan
Seseorang dengan gaya kepribadian yang berketetapan adalah
orang yang menekankan pada tiga hal sebagai landasan dari gaya
kepribadiannya, yaitu kebenaran, tanggung jawab, dan kehormatan.48 k) Kepribadian yang Ulet
Seseorang dengan gaya kepribadian yang ulet adalah orang yang
memandang hidup sebagai perjalanan, atau suatu ziarah.49
44Ibid.
l) Kepribadian yang Berhati-hati
Seseorang dengan gaya kepribadian yang berhati-hati adalah
orang yang terorganisasi, teliti, berhati-hati, tuntas, dan senantiasa
mencoba menunaikan kewajibannya secara sosial dalam pekerjaan
sebagai warga negara atau yang ada hubungannya dengan
masalah-masalah keuangan.50 4) Aspek-aspek Kepribadian
Menurut Ahmad marimba, dalam buku pengantar filsafat pendidikan
agama Islam, aspek-aspek kepribadian yaitu sebagai berikut:
a) Aspek kejasmanian, yang meliputi tingkah laku luar yang mudah
Nampak dan kelihatan dari luar, misalnya: cara-cara berbuat dan
cara-cara berbicara.
b) Aspek kejiwaan, yang meliputi aspek hyang tidak segera dapat
dilihat dan diketahui dari luar, misalnya: cara berpikir, sikap dan
minat.
c) Aspek kerohanian yang luhur meliputi aspek kejiwaan yang lebih
abstrak, yaitu filsafat hidup dan kepercayaan, ini meipti system
nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadian itu, yang telah
menjadi bagian dan mendarah daging dalam kepribadian itu yang
mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu. Bagi
orang-orang yang beragama aspek-aspek yang menuntutnya ke
arah kebahagiaan bukan saja di dunia tetapi juga akhirat. Ini
memungkinkan seseorang berhubungan dengan hal-hal ghaib,
aspek-aspek inilah memberi kualitas kepribadian seuruhnya.51
49Ibid.
50Ibid., h. 16-17.
5) Pengertian Anak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia anak di artikan sebagai
keturunan pertama (sesudah ibu bapak).52 Zakiah Deradjat mengatakan
“Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu
membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia
akan mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan
latihan itulah yang membuat dia cenderung kepada melakukan yang baik
dan meninggalkan yang kurang baik”.53 d. Pengertian pengembangan Kepribadian Islam
Abdul Mujib mendefinisikan pengembangan Kepribadian Islam
adalah:
Usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaniya, agar ia mampu realisasi dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup di dunia maupun di akhirat. Definisi tersebut mengandung arti bahwa dengan metode pengembangan kepribadian Islam ini diharapkan dapat menjadi terapi bagi mereka yang sakit dan menjadi daya pendorong bagi mereka yang sehat. Bagi mereka yang memiliki tipologi kepribadian amarah dapat beranjak menuju ke kepribadian lawwamah; dari kepribadian lawwamah dapat menuju muthmainnah; dan dari kepribadian muthmainnah taraf minimal dapat menuju pada taraf maksimal atau dari pendekatan kuantitas menuju pada pendekatan kualitas.54
Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua
pendekatan. Yang pertama, pendekatan konten, yaitu serangkaian metode
dan materi dalam pengembangan kepribadian yang secara hierarkis
dilakukan oleh individu, dari jenjang yang rendah menuju yang paling
tinggi, untuk penyembuhan atau peningkatan kepribadiannya. Pola ini
sifatnya umum, tanpa mengenal rentang usia. Kedua, pendekatan rentang
52 Badudu, op. cit., h. 44.
53 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), Cet. XVII, h. 73.
kehidupan, yaitu serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas
perkembangan menurut rentang usia. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa
dalam kehidupan, manusia memiliki tugas-tugas perkembangan yang
harus diperankan menurut jenjang usia.55
e. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Pendekatan Konten
Cara pengembangan kepribadian Islam menurut pendekatan konten
ada tiga tahap. Pertama, tahapan permulaan (al-bidayah). Pada tahapan ini
fitrah manusia merasa rindu kepada Khaliknya. Ia menyadari bahwa
keinginan untuk berjumpa dengan Khaliknya itu terdapat tabir ( al-hijab)
yang menghalangi interaksi dan komunikasinya, sehingga berusaha
menghilangkan tabir tersebut. Segala gangguan pada kepribadian, seperti
perilaku maksiat dan dosa merupakan tabir yang harus disingkap dengan
cara menutup, menghapus dan menghilangkannya. Oleh karena itu,
tahapan ini disebut juga tahapan takhalli, yang berarti mengosongkan diri
dari segala sifat-sifat yang kotor, maksiat, dan tercela.56
Kedua, tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (
al-mujahadah). Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari
sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian berusaha dengan
sungguh-sungguh mengisi diri dengan perilaku yang mulia, baik yang dimunculkan
dari kepribadian Mukmin, Muslim maupun Muhsin. Tahapan ini disebut
juga dengan tahapan tahalli, yaitu upaya mengisi dan menghiasi diri
dengan sifat-sifat terpuji.57
Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan olah
batin, sebagai berikut:
1) Musyarathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa
agar ia dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi larangan.
55
Ibid.
2) Muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan segenap
kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, supasa selalu dekat
kepada Allah.
3) Muhasabah, yaitu introspeksi diri dengan membuat perhitungan atau
melihat kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan
yang disyaratkan sebelumnya atau tidak.
4) Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan rabbani selalu mengalami kerugian. Dalam beraktivitas, perilaku buruk
individu lebih dominan daripada yang baik.
5) Mujahadah, yaitu berusaha secara sungguh-sungguh menjadi individu
yang baik, sehingga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk
main-main, apalagi melakukan perilaku yang buruk.
6) Mu’atabah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosa dengan cara berjanji tidak mengulangi perbuatan, dan melakukan
perbuatan positif.
7) Mukasyafah, yaitu membuka penghalang atau tabir agar tersingkap
ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah.58
f. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Rentang Kehidupan
Fase perkembangan manusia dalam Al-Qur’an terdapat tiga fase besar, yaitu sebelum kehidupan dunia, kehidupan dunia, dan kehidupan
setelah mati. Upaya pengembangan kepribadian ini, hanya dipilih fase
kehidupan dunia saja. Karena pada fase ini ini ikhtiyar dan usaha manusia
dapat dilakukan.59
Pertama, pra-konsepsi, yaitu fase perkembangan manusia sebelum
masa pembuahan sperma dan ovum. Asumsi adanya fase ini adalah:
58Ibid., h. 390-393.
1) Dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, seseorang diwajibkan menikah untuk kelestarian keturunan. Kelestarian keturunan ini adalah badian
dari pertumbuhan dan perkembangan manusia.
2) Ruh manusia telah diciptakan sebelum jasad tercipta. Ruh yang suci
menghendaki tempat yang suci pula. Dalam konteks ini, maka
kesucian jasad diperoleh melalui lembaga pernikahan.60
Kedua, fase pra-natal, yaitu fase perkembangan manusia yang dimulai
dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Upaya-upaya
pengembangan kepribadian ini diperankan oleh orang tua yaitu dengan:
1) Memelihara lingkungan psikologis yang amanah, rahmah dan
mawaddah, agar secara psikologis janin dapat berkembang secara
normal.
2) Meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat, agar janin mendapat
nur hidayah dari Allah.61
Ketiga, fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kurang lebih minggu
keempat. Upaya-upaya pengembangan kepribadian ini adalah:
1) Membacakan azan dan iqomah di telinga kiri ketika anak baru
dilahirkan.
2) Memotong akikah.
3) Member nama yang baik.
4) Membiasakan hidup yang bersih, suci dan sehat.
5) Member ASI sampai usia dua tahun.62
Keempat, fase kanak-kanak, yaitu fase yang dimulai usia sebulan
sampai usia sekitar tujuh tahun. Upaya-upaya pengembangan kepribadian
inia adalah:
60Ibid., h. 396-397.
1) Menumbuhkan potensi-potensi indera dan psikologis. Yaitu
merangsang pertumbuhan berbagai potensi agar anak mampu
berkembang secara maksimal.
2) Mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatih hidup
yang baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul, penyesuaian diri
dengan lingkungan dan berperilaku.
3) Pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang berkaitan
dengan keimanan, yaitu melalui metode cerita dan uswah hasanah.63 Kelima, fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu
membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
Upaya-upaya pengembangan kepribadian adalah:
1) Mengubah persepsi konkret mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat
dan sebagainya.
2) Pengajaran ajaran-ajaran normative agama melauli institusi sekolah,
baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik.64
Keenam, fase baligh, yaitu fase di mana usia anak telah sampai
dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya,
sehingga ia diberi beban tanggung jawab, terutama tanggung jawab agama
dan sosial.65 Upaya-upaya pengembangan kepribadian ini adalah: 1) Memahami perintah Allah dengan memperdalam ilmu pengetahuan.
2) Menyatukan keimanan dan pengetahuannya dalam tingkah laku nyata.
3) Memiliki kesediaan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diperbuat.
4) Menjaga diri dari segala maksiat dan mengisi dengan perbuatan baik.
5) Menikan jika telah mampu, baik kemampuan fisik maupun psikis.
63Ibid., h. 401
6) Membina keluarga yang sakinah.
7) Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat.66
Ketujuh, fase syuyukh, yaitu kearifan dan kebijakan di mana
seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional,
moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Upaya-upaya
perkembangan kepribadia di fase ini adalah:
1) Penyatuan sifat-sifat rasul yang agung.
2) Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal saleh.
3) Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah.
4) Mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menjelang kematian.67 Kedelapan, fase menjelang kematian. Yaitu di mana nyawa akan
hilang dari jasad manusia. Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada
fase ini adalah:
1) Berwasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang harus
diselesaikan.
2) Tidak mengingat apapun, selain berzikir kepada Allah.
3) Mendengarkan secara seksama talqin yang dibacakan oleh
keluarganya kemudian menirukannya.68
B.
Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah menemukan beberapa kajian
yang relevan yaitu hasil penulis sebelumnya. Kajian yang relevan tersebut
diantaranya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Yasir yang berjudul “Nilai-nilai Motivasi Belajar yang Terkandung dalam Kisah Nabi Musa dan Khidir
(Kajian Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82). Metode yang
66Ibid., h. 405.
digunakan adalah tahlili dan hasil penelitian nilai-nilai motivasi belajar yang
terkandung dalam kisah Nabi Musa dan Khidir surat al-Kahfi ayat 60-82
meliputi: pertama, adanya motivasi belajar Nabi Musa kepada Khidir. Kedua,
terdapat peran kompetensi profesional guru terhadap motivasi belajar siswa.
Ketiga, metode pemberian hukuman sebagai alat meningkatkan motivasi
belajar. Keempat, adanya fungsi evaluasi belajar terhadap peningkatan
motivasi belajar siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Syaikhu (2010) yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam Al-Qur’an (Telaah Kisah Musa dan Khidir dalam QS. Al-Kahfi ayat 60-82)” menunjukkan bahwa dalam kisah Musa dan Khidir terkandung proses pembelajaran yaitu sumber ilmu dan motivasi mencari
ilmu, mencari guru yang berkualitas, strategi pembelajaran Musa dan Khidir,
proses pembelajaran Musa dan Khidir, serta evaluasi pembelajaran Khidir
kepada Musa.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim (2013) yang berjudul
“Metode Pendidikan Keimanan, Al-Qur’an Surah Al-Waqi’ah ayat 57-74” menunjukan bahwa surah Al-Waqi’ah ayat 57-74 terkandung metode pendidikan keimanan yaitu metode Amtsal.
Dari beberapa kajian yang relevan di atas, penulis memiliki perbedaan dalam
penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Yasir yang berjudul “Nilai-nilai Motivasi Belajar yang Terkandung dalam Kisah Nabi Musa dan Khidir
(Kajian Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82). Perbedaan penulis dengan pnelitian yang dilakukan oleh Abdul Yasir adalah penulis lebih
mengkaji mengenai pengembangan integritas kepribadian pada anak. Selain
itu metode yang digunakan penulis adalah metode tafsir maudhui, sedangkan
penelitiansebelumnya menggunakan metode tafsir talhili.
Al-Kahfi ayat 60-82)”. Perbedaan penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Syaikhu adalah penulis mengkaji mengenai metode yang
diterapkan dalam proses pembelajarannya tersebut, sehingga dapat
mengembangkan integritas kepribadian anak.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim yang berjudul “Metode Pendidikan Keimanan, Al-Qur’an Surah Al-Waqi’ah ayat 57-74”. Perbedaan penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim adalah
mengenai kajian Al-Qur’an tersebut. Penulis mendalami kajian tafsir surat Al-Kahfi ayat 60-82, sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji tafsir surat
33
A.
Objek dan Waktu Penelitian
Objek yang dibahas dalam penelitian ini adalah metode pendidikan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak. Sedangkan waktu penelitian dilakukan semester IX
(Sembilan) tahun 2013 selama 5 bulan. Terhitung dari bulan Agustus sampai
dengan bulan Desember 2013.
B.
Metode Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian tersebut bertujuan untuk memahami fenomena sosial dari
sudut atau perspektif partisipan. Dalam bukunya Nana Syaodih dijelaskan
bahwa metode penelitian kualitatif adalah “Suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas,
sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual
maupun kelompok”.1 Menurut Sugiyono
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.2
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. VIII, h. 60.
C.
Fokus Penelitian
Berdasarkan judul, maka penulis memfokuskan kajian pada metode pendidikan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 60-82 untuk mengembangkan integritas kepribadian anak. Dalam pembahasan ini penulis
lebih fokus meneliti terhadap empat macam metode yaitu metode inquiry
learning, metode uswah hasanah, metode nasihat dan metode hukuman.
D.
Prosedur Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah library research atau penulisan berdasarkan literatur (studi kepustakaan). Menurut Mestika Zed, library
research atau sering disebut studi pustaka adalah “Serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian”.3
Dengan demikian penelitian dilakukan melalui hasil studi terhadap
beberapa bahan pustaka yang relevan mengenai pembahasan, baik itu
bersumber dari kitab-kitab klasik berupa kitab-kitab tafsir Mu’tabar didukung oleh buku-buku pendidikannya.
Sedangkan mengenai metode pembahasannya penulis menggunakan
metode deskriptif analisis, yaitu:
1. Pengumpulan Data
Dikarenakan jenis penelitian yang dilakukan adalah library research,
maka penulis mengumpulkan data dari buku-buku yang berkaitan dengan
judul. Di antara buku-buku yang menjadi rujukan utama dalam penelitian
ini adalah:
a. Terjemah Tafsir al-Maraghi.
b. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. c. Terjemah Tafsir Al-Kahfi.
d. Terjemahan Tafsir Ath-Thabari.
e. Terjemahan Tafsir Adhwa’ul Bayan.
f. Kisah-kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu. g. Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral, Intelektual,
Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Interitas Membangun Jati
Diri.
h. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-resep
Sederhana dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati.
2. Analisis Data
Dalam proses analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan. Adapun metode tafsir yang digunakan adalah
metode tafsir maudhu’i. M. Alfatih Suryadilaga mengatakan bahwa
“Metode tafsir maudhu’i disebut dengan metode tematik, karena pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam
Al-Qur’an”.4
Hal pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan tafsiran
surat Al-Kahfi ayat 60-82. Kemudian mengutip tafsiran para mufassir.
Setelah selesai, penulis menganalisis materi yang akan dibahas.
Selanjutnya penulis memberi tanggapan terhadap hasil penelitian.
3. Penarikan kesimpulan
Setelah dilakukan reduksi data, langkah selanjutnya adalah menarik
kesimpulan dari data yang telah diperoleh dan diorganisir yang selan