• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS

TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM

KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH

Hasil Penelitian

Oleh: Inge Oktrafina

051201008 / Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

INGE OKTRAFINA. Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI

Perubahan lahan di DAS Tamiang mengakibatkan terjadinya banjir bandang dan tanah longsor akhir Desember 2006 lalu. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006, menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan Analisis Hirarki Proses (AHP). Total luas DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.Total seluruh lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar 286.102,32 Ha. Berdasarkan hal tersebut dilakukan GERHAN untuk menkonservasikan DAS Tamiang, perlu adanya pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi agar partisipasi masyarakat sangat berperan. Jenis tanaman yang diprioritaskan setiap zona menurut para ahli yang terdiri dari zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl, 0-15 % yaitu rambutan sebesar 0,149. Zona II dengan ketinggian dan kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 % adalah Alpukat sebesar 0,202 dan zona III, ketinggian dan kelerengan

2400-3000 mdpl, ≥40 % adalah Meranti sebesar 0,383.

(3)

ABSTRACT

Inge OKTRAFINA. Identification and Determination of Land Cover Types of Plants Suitable for Watershed Conservation (DAS) Tamiang, Aceh Province. Supervised by Nurdin and ODING AFFANDI SULISTIYONO

Changes in watershed land Tamiang cause flash floods and landslides of December 2006. This study aims to identify land cover and areas that need to be rehabilitated based on Landsat TM 5 satellite image of year 2006, determining the type of plants that are prioritized using Geographic Information System (GIS) and Analysis Hierarchy Process (AHP). The total watershed area is 492,647.50 Ha.Total Tamiang all locations Gerhan in protected areas amounted to 286,102.32 hectares of watershed Tamiang. Based on that done for menkonservasikan Gerhan Tamiang watershed, the need for selection of plant species which are prioritized in terms of economic, social, cultural and ecological order of community participation is very important. The species of each zone which are prioritized according to experts consisting of zone I with altitude and slope 1200 masl, 0-15%, ie 0.149 rambutan. Zone II, with an altitude of 1200-2400 masl and slopes,

15-40% is the Avocado of .202 and zone III, 2400-3000 masl altitude and slope, ≥

40% is Meranti amounted to 0.383.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa pada tanggal 25 Oktober 1987, dari ayah

Mainur Raflin, SE dan ibu Hindun Nur. Penulis merupakan putrid ke dua dari

empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negri 7 Langsa, pada tahun 2002 lulus

dari Sekolah Menengah pertama (SMP) Negri 3 Langsa.

Tahun 2005 lulus dari dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Negri 2

Langsa, dan pada tahun 2005 lulus seleksi USU melalui jalur PMDK. Penulis

memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas

pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi

Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS)-USU sebagai anggota.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Malang

Unit II Jawa Timur selama 2 (dua) bulan yaitu sejak 08 Juni sampai dengan 08

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada ALLAH SWT, atas segala rahmat dan

karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk

Program Konservasi DAS Tamiang, Provinsi ACEH”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini, penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Bapak Nurdin Sulistiyono, S.hut, M.Si dan Bapak Oding

Affandi, S.Hut, M.P selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan,

arahan kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa

yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis

(6)

DAFTAR ISI

Partisipasi Masyarakat terhadap GERHAN... 12

Pengelolaan Hutan Rakyat... 13

Pemilihan Jenis Tanaman untuk Rehabilitasi... 14

Pengertian GIS... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Citra Satelit... 37

Tutupan Lahan... 37

(7)

Pembobotan Prioritas untuk Alternatif Jenis Tanaman... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 55

Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56

(8)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Skala pembandingan berpasangan ... 32

2 Nilai random consistency index (RI) untuk penentuan consistency ratio………. 34 3 Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian... 36

4 Tipe Penutupan Lahan Hasil Olahan Citra di Daerah Aliran Sungai……… 37

5 Kelas Ketinggian di DAS Tamiang... 40

6 Kelas Kelerengan DAS Tamiang... 42

7 Sebaran Zona I (GERHAN)... 45

8 Sebaran Zona II (GERHAN)………. 47

9 Sebaran Zona III (GERHAN)………... 48

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Tahapan Analisis Citra... 26

2 Penyusunan Hierarki Permasalahan Pada Zona I... 29

3 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II... 30

4 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II... 31

5 Luas Tutupan Lahan... 38

6 Peta Penutupan Lahan... 39

7 Peta Sebaran Ketinggian DAS Tamiang... 41

8 Peta Sebaran Kelerengan DAS Tamiang……… 43

9 Jenis Tanaman yang terdapat di zona I... 45

10 Jenis Tanaman Pada Zona II... 48

11 Jenis Tanaman Pada Zona III... 50

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1 Contoh Hasil Analisis Scoring Dengan Software Expert Choice.... 58

2 Hasil Analisis Akurasi Klasifikasi Citra Landsat TM 5 Tahun

2006... 60

3 Titik Pengamatan Dilapangan………... 61

4 Citra Landsat TM 5 Tahun 2006 Path/Row 129/57-130/57………. 71

5 Hasil ERROR MATRIX………... 72

(11)

ABSTRAK

INGE OKTRAFINA. Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI

Perubahan lahan di DAS Tamiang mengakibatkan terjadinya banjir bandang dan tanah longsor akhir Desember 2006 lalu. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006, menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan Analisis Hirarki Proses (AHP). Total luas DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.Total seluruh lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar 286.102,32 Ha. Berdasarkan hal tersebut dilakukan GERHAN untuk menkonservasikan DAS Tamiang, perlu adanya pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi agar partisipasi masyarakat sangat berperan. Jenis tanaman yang diprioritaskan setiap zona menurut para ahli yang terdiri dari zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl, 0-15 % yaitu rambutan sebesar 0,149. Zona II dengan ketinggian dan kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 % adalah Alpukat sebesar 0,202 dan zona III, ketinggian dan kelerengan

2400-3000 mdpl, ≥40 % adalah Meranti sebesar 0,383.

(12)

ABSTRACT

Inge OKTRAFINA. Identification and Determination of Land Cover Types of Plants Suitable for Watershed Conservation (DAS) Tamiang, Aceh Province. Supervised by Nurdin and ODING AFFANDI SULISTIYONO

Changes in watershed land Tamiang cause flash floods and landslides of December 2006. This study aims to identify land cover and areas that need to be rehabilitated based on Landsat TM 5 satellite image of year 2006, determining the type of plants that are prioritized using Geographic Information System (GIS) and Analysis Hierarchy Process (AHP). The total watershed area is 492,647.50 Ha.Total Tamiang all locations Gerhan in protected areas amounted to 286,102.32 hectares of watershed Tamiang. Based on that done for menkonservasikan Gerhan Tamiang watershed, the need for selection of plant species which are prioritized in terms of economic, social, cultural and ecological order of community participation is very important. The species of each zone which are prioritized according to experts consisting of zone I with altitude and slope 1200 masl, 0-15%, ie 0.149 rambutan. Zone II, with an altitude of 1200-2400 masl and slopes,

15-40% is the Avocado of .202 and zone III, 2400-3000 masl altitude and slope, ≥

40% is Meranti amounted to 0.383.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Aceh terdiri dari dataran rendah, perbukitan pegunungan sampai

dataran tinggi. Sehingga membuat Provinsi ini merupakan daerah rawan banjir

dan longsor. Kerusakan vegetasi didaerah hulu dapat memperburuk keadaan

sehingga dapat memicu/mempercepat terjadinya banjir dan longsor. Bencana

banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang hampir setiap tahun terjadi di

Aceh. Intensitas kejadian banjir dan tanah longsor semakin meningkat memasuki

musim penghujan. Selain disebabkan musim penghujan, perubahan fungsi dan

tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa pengaruh yang besar sebagai

penyebab banjir dan tanah longsor. Perubahan fungsi lahan tersebut menimbulkan

kerusakan lahan, hutan dan air, baik langsung maupun tidak langsung yang

mempengaruhi ketidakmampuan lahan mendukung kehidupan.

Kerusakan vegetasi ini terdapat juga di daerah aliran sungai (DAS)

Tamiang yang terletak di Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang,

Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, dan Kabupaten Gayo Lues.

Banjir bandang yang melanda wilayah Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh

Tenggara, dan Aceh Tengah, serta tanah longsor yang mendera Kabupaten Gayo

Lues merupakan bukti telah gundulnya kawasan hutan di hulu sungai.

Pertambahan penduduk dan perkembangan Kabupaten dapat

mengakibatkan perubahan tataguna lahan yang akan mengakibatkan perubahan

karakteristik aliran seperti terjadinya banjir dan longsor, maka perlu dilakukan

(14)

tanah longsor akhir Desember 2006 lalu, perlu dilakukan rehabilitasi hutan dan

lahan di daerah aliran sungai (DAS) Tamiang.

Pemerintah kehutanan akan menjalankan program GERHAN yang akan

dilaksanakan di kawasan lindung untuk memperbaiki daerah aliran sungai (DAS).

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan teknologi spasial yang sedang

berkembang. Melalui sistem ini dapat mengetahui daerah-daerah yang perlu

direhabilitasi sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan. Pemilihan jenis

tanaman dapat ditentukan pada setiap daerah-daerah yang perlu direhabilitasi.

Pemerintah hanya memberikan jenis tanaman kehutanan yaitu Sentang, Mahoni,

Pinus, Suren dan Meranti sedangkan untuk jenis tanaman lain masyarakat sekitar

yang memilih jenis tanaman yang tidak hanya dimanfaatkan kayu nya saja

melainkan buah dan lainnya.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi

berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006 di DAS Tamiang.

2. Menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan dalam GERHAN di DAS

(15)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi daerah yang

perlu direhabilitasi dan mengetahui jenis tanaman yang diprioritaskan dalam

program GERHAN untuk upaya konservasi DAS dilihat dari segi ekonomi, sosial

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi DAS (Daerah Alairan Sungai)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu

hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung

bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta

mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet).

Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan

wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada

dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS

secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam

waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan

kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang

tahun (Marwah, S. 2008).

Ekosistem Derah Aliran Sungai

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas

komponen-komponen yang saling berintegrasi membenntuk satu kesatuan. Sistem tersebut

mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang

menyusunnya. Besar kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan

batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai dapat

dianggap suatu ekosistem (Asdak, 1995).

Ekosistem DAS merupakan bagian terpenting karena mempunyai fungsi

perlindungan terhadap DAS. Aktivitas DAS yang menyebabkan perubahan

(17)

memberikan dampak pada daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan

kandungan sediment serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan antara

masukan dan keluaran pada suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk

menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas pembangunan di dalam DAS

terhadap lingkungaanya (Suripin, 2002).

Daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah hilir dan

hilir berdasarkan ekosistemnya. Daerah hulu merupakan daerah konservasi yang

mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi dan memiliki kemiringanlahan yang

besar. Derah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua

bagian DAS yang berbeda tersebut. Sementara daerah hilir merupakan daerah

pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil dan memiliki kemiringan lahan yang

kecil sampai dengan sangat kecil. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian

penting, karena mempunyai perlindungan yang penting terhadap seluruh bagian

DAS. Pelindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Perencanaan DAS,

daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi

(Asdak, 1995).

Komponen-Komponen DAS

Komponen ekosistem DAS bagian hulu pada umumnya dapat dipandang

sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem ini terdiri atas empat komponen

utama yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Komponen yang menyusun

DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya adanya

komponen lain seperti perkebunan, sementara di daerah pantai dijumpai adanya

(18)

Konsep Pengelolaan DAS

Menyadari keterkaitan antara daerah hulu, tengah dan hilir, maka konsep

perencaan dan pengelolaan daerah aliran sungai hendaklah berpedoman pada satu

sungai satu perencanaan dan satu pengelolaan. Hendaknya masing masing daerah

dalam satu kawasan DAS tidaklah mementingkan kepentingan sendiri sesaat

(untuk mengejar PAD semata di era OTDA), namun harus memikirkan

kepentingan bersama agar kelangsungan fungsi DAS secara optimal dan lestari.

Oleh karena itu, perencaan dan pengelolaan suatu kawasan hendaknya berbasis

pada DAS. Permasalahan yang timbul adalah batas adminitrasi daerah sangat

berbeda dengan batas DAS , mengingat DAS adalah bingkai wilayah alami dari

lahan. Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu hamparan wilayah/kawasan

yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung / igir bukit) yang berfungsi

sebagai satuan tangkapan air hujan yang berakhir pada satu muara sungai.

Mungkin dalam satu kawasan DAS melintas beberapa daerah kabupaten atau

propinsi atau sebaliknya, dalam satu propinsi/kabupaten dilintasi beberapa DAS,

sehingga cukup sulit dalam praktek pengelolaanya (misalnya penganggaran).

Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi antar daerah dalam satu kawasan DAS.

Pengelolaan daerah hulu misalnya, apakah merupakan tanggung jawab

pemerintah daerah yang mewilayahinya saja, tentunya tidak, ini merupakan

tanggung jawab semua wilayah yang ada dalam kawasan DAS seluruhnya.

Mengingat baik dan buruknya pengelolaan daerah hulu, dampaknya akan

dirasakan semua yang ada di dalam kawasan DAS tersebut, maka timbul

pemikiran perlunya kompensasi daerah hilir dan tengah untuk daerah hulu,

(19)

dan duduk bersama dalam perencanaan pengelolaan, yang diikuti oleh semua

daerah dalam kawasan DAS, dan BPDAS tentunya sangatlah berkepentingan.

Setiap daerah (baik di hulu, tengah dan hilir) mempunyai kewajiban

masing-masing untuk mengelola wilayahnya, agar DAS dapat berfungsi secara optimal.

Ringkasnya baik dan tidaknya DAS sangat tergantung dari perencanaan dan

pengelolaannya, yang merupakan tanggung jawab bagi semua daerah di kawasan

DAS tersebut. Hendaknya semangat satu sungai, satu perencanaan dan

pengelolaan tidak lekang karena pelaksanaan OTDA (otonomi daerah), dan tidak

rapuh karena target PAD (Suntoro, 2009).

Karakteristik DAS

Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan

meliputi:

1. Luas dan bentuk DAS

Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukkan dengan

memperhatikan hidrograf-hidrograf yang terjadi pada dua buah DAS yang

bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang sama yang menerima hujan

dengan intensitas yang sama. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit

cendrung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan

dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar.

2. Topografi

DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan

menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi

(20)

cekungan-cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang parit per satuan

luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi

sehingga memperbesar laju aliran permukaan.

3. Tata guna lahan

Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien

aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara

besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran

permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi

fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan

bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi kedalam tanah,

sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir

sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang masih baik harga C mendekati

nol, semakin rusak DAS, harga C makin mendekati satu (M, Suripin. 2001)

Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus

ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan untuk

memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Tanaman penutupan tanah berperan :

1. Menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan

aliran air diatas pemukaan tanah.

2. Menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting, dan daun mati yang

jatuh.

(21)

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebgai penutup tanah dan

digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

1. Mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji.

2. Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbuklah kompetisi berat bagi

tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak

mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi.

3. Tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun.

4. Toleransi terhadap pemangkasan.

5. Resisten terhadap hama, penyakit, dan kekeringan.

6. Mampu menekan pertumbuhan gulma.

7. Mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman

semusim atau tanaman pokok lainnya.

8. Sesuai dengan kegunaan atau reklamasi tanah.

9. Tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan

sulur-sulur yang membelit (Arsyad, 2010).

Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara

penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan

memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak

terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air adalah penggunaan air hujan

yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu

(22)

musim kemarau. Konservsi tanah sangat erat dengan konservasi air. Setiap

perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada

tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu, konsrvasi tanah dan

konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali. Berbagai

tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air (Arsyad,

2010).

Definisi Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN)

GERHAN merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang

penyelenggaraannya dilaksanakan secara sinergi, terkoordinasi dan terintegrasi,

merupakan upaya yang sangat strategis bagi kepentingan nasional yang terencana

dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan

masyarakat luas melalui suatu perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan

evaluasi yang efektif dan efisien. Disamping itu GN-RHL/GERHAN dalam

pelaksanaannya diharapkan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat dan

mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara nyata (Kartiman, 2005).

Penghutana Kembali (Reboisasi) atau Penanaman Hutan

Penghutanan kembali (reboisasi) biasanya di definisikan sebagai

pengisian kembalisuatu daerah secara alami atau senganja (buatan) dengan

pohon-pohon hutan, termasuk langkah-langkah untuk peremajaan secara alami,

(23)

Sejarah GN-RHL / GERHAN

Sejak tahun 1999, program rehabilitasi yang dilaksanakan di bawah

kebijakan otonomi daerah dihadapkan pada teknologi yang lebih berat terhadap

areal dan hutan yang telah direhab, misalnya perambahan hutan Master Plan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (MP RHL) dikembangkan pada tahun 2000 dan

digunakan sebagai dasar perencanaan pada tahun 2003. Departemen Kehutanan

mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan

(GN-RHL/GERHAN) untuk menggapai perlunya rehabilitasi atas wilayah terdegradasi

yang bertambah luas. Selama tiga dasawarsa terakhir, tampaknya pemerintah

Indonesia telah berusaha untuk mengatasi degradasi hutan yang semakin

meningkat dan berbagai akibat yang ditimbulkan dari degradasi tersebut. Namun,

target pemerintah untuk merehabilitasi 18,7 juta ha dari tahun 1970-an hingga

tahun 2004 tidak tercapai, sehingga sisa hutan terdegradasi yang seharusnya 24,9

juta ha, sekarang justru menjadi dua kali lipat yaitu 43,6 juta ha. Hal ini

menunjukkan bahwa selama ini kegiatan dan proyek rehabilitasi belum berhasil,

demikian pula kebijakan serta program yang ada belum bisa mengatasi masalah

penyebab degradasi hutan yang sesungguhnya (Nawir dkk, 2008).

Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Kegiatan RHL menjadi sangat penting artinya dalam menanggulangi

permasalahan kerusakan lingkungan. Agar kegiatan hutan dan lahan tepat pada

sasarannya, satuan unit pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan harus

dibuat dalam satu satuan DAS secara utuh yang merupakan satu kesatuan

(24)

merupakan kegiatan parsial tapi merupakan kegiatan terpadu baik dalam cakupan

wilayah maupun dalam cakupan inter-sektoral. Dalam hal pelestarian sumber daya

hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, peran masyarakat merupakan

faktor dominan dimana kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan berjalan secara

berkelanjutan (Wibowo, 2006).

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) pada dasarnya membangun

perwilayahan yang akan terkait dengan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS),

Provinsi, Kabupaten / Kota dan wilayah kerjanya. Pada wilayah-wilayah tersebut

terkait erat dengan aspek sosial, ekonomi, lingkungan yang harus didukung oleh

investasi, kelembagaan, dan pelaksanaanya harus dilakukan secara terpadu.

Pengambilan investasi pembangunan RHL ini sangat ditentukan oleh nilai

manfaat yang dirasakan oleh semua pihak secara berkelanjutan (Setiawan, 1995).

Kegiatan rehabilitasi dapat dilaksanakan melalui kegiatan reboisasi,

penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan penerapan teknik konservasi

tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif.

Kegiatan penghijauan yang dilakukan meliputi pembangunan hutan hak dan hutan

milik, pembangun usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan, dan

pembangunan usaha tani konservasi Daerah Aliran Sungai (MacKinnon, et. Al.,

1993).

Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Partisipasi adalah hal turut berperan serta disuatu kegiatan, keikutsertaan,

peran serta. Dengan demikian, maka dapatlah dikatakan bahwa partisipasi

(25)

sebagai suatu proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk

meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah

dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang bertanggung jawab.

Dan tujuannya adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna

bagi warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan.

Partisipasi (telah) menjadi salah satu ikon wajib dalam strategi

pembangunn di negara berkembang (sekurang-kurangnya) satu dasawarsa terakhir

ini. Dibidang kehutanan dilaksanakan berbagai program yang melibatkan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan sekaligus dalam upaya

peningkatan kesejahteraan. Salah satu program pengelolaan hutan partisipasi yang

diukenal luas dan telah lama dipraktikkan di Indonesia (Khususnya di wilayah

kerja Perum Perhutani) adalah perhutanan sosial (Nurrochmat, 2005).

Pengelolaan Hutan Rakyat

Hutan Rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal

0,25 Ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman

lainnya lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman

sebanyak minimal 500 tanaman per hektar (Keputusan Menteri Kehutanan No.

49/Kpts-II/1997 tanggal 20 Januari 1997). Kegiatan pengembangan pengelolaan

hutan rakyat ini, merupakan usaha untuk mengelola hutan rakyat berdasarkan azas

kelestarian lingkungan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, penyediaan bahan baku industri, dan peningkatan mutu lingkungan.

(26)

unit pengelolaan usaha hutan rakyat yang terdiri dari beberapa kelompok tani

dengan luas lahan minimal 900 Ha. Usaha hutan rakyat dapat dikembangkan pada

lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya di luar kawasan hutan yang

memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat yang bertujuan disamping

untuk rehabilitasi lahan juga menghasilkan kayu rakyat. Kegiatan pengelolaan

hutan rakyat berupa Pembuatan Hutan Rakyat / Kebun Rakyat, yaitu penanaman

lahan kosong dan pekarangan di luar kawasan hutan oleh masyarakat dengan jenis

tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Spesies), dan buah-buahan. Kegiatan

ini bertujuan untuk memperoleh penutupan lahan yang optimal untuk

mengendalikan lahan kritis, menghasilkan kayu bakar, kayu bangunan, untuk

keperluan masyarakat lokal, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata

air serta lingkungan. Pengkayaan Tanaman Hutan Rakyat adalah penambahan

anakan pohon pada tegakan hutan rakyat berupa anakan, pancang, tiang dan

pohon sejumlah 500 – 700 batang / ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai

tegakan hutan rakyat baik kualitas maupun kuantitasnya sesuai dengan fungsinya

(DEPHUT, 2006).

Pemilihan jenis tanaman untuk rehabilitasi lahan rawan banjir dan longsor

Pada prinsipnya, pemilihan jenis tanaman untuk pencegahan banjir dan

longsor menjadi kunci penting dalam keberhasilan pencegahan banjir dan longsor

menggunakan teknik vegetatif. Longsor lahan yang salah satu unsur utamanya

disebabkan oleh labilnya lapisan tanah harus dapat diantisipasi dengan pemilihan

jenis tanaman yang memiliki peran dalam menahan lapisan tanah, oleh karena itu

(27)

(mencengkram) tanah sehingga kestabilan tanah akan meningkat. Jenis tanaman

produktif yang memiliki akar tunggang dalam dan dapat dipergunakan untuk

kegiatan rehabilitasi lahan rawan longsor diantaranya adalah :

1. Alpukat (Persea americana)

2. Aren (Arenga pinata)

3. Bambu (Bambusa spp)

4. Cempedak (Artocarpus champeden)

5. Cengkeh (Syzygium aromaticum )

6. Jambu Mete (Anacardium occidentale)

7. Jengkol (Pithecollobium jiringa)

8. Kenanga (Cananga odorata)

9. Kayu Manis (Cinnamomum burmani)

10.Lengkeng (Euphoria longana)

11.Mangga (Mangifera indica)

12.Nangka (Artocarpus heterophylla)

13.Petai (Parkia speciosa)

14.Rambutan (Nephelium lappaceum)

15.Sukun (Artocarpus communis)

16.Mimba (Azadirachta indica)

17.Asam (Tamarindis indica)

(28)

Pengertian GIS

GIS (Geographic Information System) merupakan seperangkat sistem/alat

untuk membuat, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menvisualisasikan,

menquery, mentransformasi, memanggil kembali, menampilkan dan menganalisis

informasi dikaitkan dengan posisi pada permukaan bumi (georeferensi). GIS juga

dapat dikatakan sebagai sistem pendukung keputusan (decision support system)

yang computerized, yang melibatkan integrasi data spasial dalam memecahkan

masalah lingkungan (Cowen, 1988). GIS juga mempunyai kemampuan untuk

melakukan teknik analisis spasial misalnya buffering, overlaying, dan lain-lain.

(Subaryono, 2005).

Definisi AHP (Analytical Hierarchy Proses)

Metode AHP pertama kali dikembangkan oleh Prof. Thomas L. saaty dari

Wharton School of Business, University of Pennsylvania pada tahun 1970an.

AHP (Analytical Hierarchy Proses), disebut pula Proses Hirarki Analitik (PHA),

merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel

yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode

ini dapat menjelaskan suatu keadaan yang kompleks dan tidak terrstruktur dengan

cara:

1. Membagi-bagi kedalam bagian-bagiannya

2. Mengatur kembali bagian-bagian (Peubah) tersebut kedalam bentuk hirarki

3. menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap peubah tersebut melalui

(29)

4. Melakukan sintesa untuk menentukan peubah mana yang menpunyai prioritas

paling tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran

(outcome)yang diharapkan.

Keuntungan metode AHP sebagai alat bantu pengambilan keputusan adalah

sebagai berikut:

1. kesatuan : AHP memadukan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan

luwes untuk persoalan-persoalan yang tidak terstruktur.

2. Kompleksitas : AHP memadukan pendekatan deduktif dan induktif dalam

pemecahan persoalan yang kompleks.

3. Saling ketergantungan : AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran

manusia untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat

berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

4. Pengukuran : AHP memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal yang

kuantitatif dan kualitatif untuk menetapkan suatu prioritas.

5. Konsistensi : AHP mampu melacak konsistensi logis dari

pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan berbagai prioritas.

6. Sistensi : AHP menentukan kepada suatu taksiran menyeluruh tentang

kebaikan suatu alternatif

7. Tawar menawar : AHP dapat mempertimbangkan priorotas-prioritas relatif

dari berbagai faktor yang memungkinkan terpilihnya alternatif terbaik.

8. Penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan konsesus melainkan

mensistesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang

(30)

9. Pengulangan proses :AHP memungkinkan pengambil keputusan memperbaiki definisi dan pertimbangan suatu persoalan melalui pengulangan.

Namun demikian, beberapa kelebihan dari metode AHP tersebut tidaklah

menunjukkan bahwa AHP merupakan suatu ”magic formula” atau model yang

dapat memberikan jawaban ”paling benar (the right answer)”, melainkan

merupakan suatu proses yang dapat membantu pengambilan keputusan untuk

menemukan jawaban ”terbaik (the best answer)”, yakni jawaban (pilihan) yang

paling memenuhi tujuan/ sasaran (ojective) dari permasalahan yang dihadapi

(Tiryana, T dan Saleh. 2003).

Dalam (Tiryana, T dan Saleh. 2003), prinsip dasar dalam menggunakan

metode AHP antara lain :

1. Prinsip penyusun hieraki (decomposition)

Untuk menerapkan metode AHP, pengambilan keputusan harus dapat

mendefinisikan permasalahan secara jelas dan rinci. Selanjutnya, dilakukan

decomposition yaitu membagi-bagi permasalahan yang utuh dan kompleks

tersebut menjadi elemen-elemen lainnya secara hierarki. Dalam AHP, hierarki

permasalahn yang disusun harus mencerminkan hubungan antara tujuan

(goal), kriteria, sub-kriteria dan alternatif.

2. Prinsip penetaan prioritas (comparative judgement)

Setelah hierarki permasalahn terbentuk, selanjutnya pengambilan

keputusan harus menetapkan prioritas antar elemen. Dalam hal ini, harus

dilakukan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat

(31)

inti dari AHP, karena ini akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen

tersebut.

Untuk itu, pengambilan keputusan harus membuat pembanding

berpasangan antar elemen dalam suatu level tertentu dalam kaitannya dengan

pencapaian elemen ditingkat atasnya. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan

denganmenyajikan dalam bentuk matriks pembanding berpasangan (pairwise

comprison). Proses pembandingan berpasangan antar elemen dapat dilakukan

mulai dari puncak (tingkat pertama) hierarki untuk pembandingan antar

kriteria. Kemudian, pada tingkat tepat di bawahnya (tingkat kedua) dilakukan

pembandingan antar elemen.

3. Prinsip Konsistensi logika (logical consistency)

Dalam prinsip kontingensi logika, AHP melibatkan aspek kuantitatif dan

kualitatif dari pikiran manusia. Aspek kualitatif digunakan untuk

mendefinisikan masalah dan struktur hierarkinya. Sedangkan aspek kuantitatif

digunakan untuk mengekspresikan justifikasi dan preferensi secara ringkas

(concisely). Proses AHP dirancang untuk menggabungkan kedua aspek

tersebut. Dengan demikian aaspek kuantitatif merupakan sebuah hal yang

mendasar untuk melakukan pengambilan keputusan dalam situasi yang

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 di Kabupaten Aceh

Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues di Provinsi NAD. Analisis data dilakukan

di Laboraturium Manajemen Hutan Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Citra satelit (Landsat TM 5) DAS Tamiang (Path/row 129/57 dan 130/57)

tahun 2006.

2. Citra SRTM (Radar Topography Mission)

3. Peta administrasi DAS Tamiang.

4. Peta Landsystem DAS Tamiang.

5. Peta RTRWP DAS Tamiang.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Personal computer (PC) dengan perangkat lunaknya.

2. Perangkat SIG (Sofware Arc View 3,3 dan Erdas Image 8,5)

3. Global Positioning System (GPS)

4. Penyimpanan data berupa Flasdisc/CD

5. Camera Digital

(33)

Metode Penelitian 1. Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data primer diperoleh dari pengambilan titik koordinat bumi

di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues Provinsi NAD

untuk klasifikasi daerah vegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis

penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan

studi literatur, terdiri dari:

1. Citra satelit (Landsat TM) DAS Tamiang (Path/row 129/57 dan

130/57) tahun 2006.

2. Peta administrasi DAS Tamiang.

3. Peta Landsystem DAS Tamiang.

4. Peta RTRWP DAS Tamiang.

b. Citra SRTM. Citra ini diperlukan dalam pembuatan Peta Kontur dan Peta

Slope

2. Analisis Data

a. Pembuatan Data Spasial

Pembuatan data spasial merupakan hal yang yang paling penting dalam

analisa data. Data spasial didigitasi dengan menggunakan alat digitizer atau

menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Peta kawasan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang didigitasi sesuai luas kawasan yang di

teliti. Peta hasil digitasi dipakai sebagai batasan kawasan yang diteliti. Adapun

(34)

1. Pembuatan Peta Ketinggian

Data citra dari SRTM harus diubah dalam bentuk format grid/DEM supaya

dapat diproses dalam Model Builder. Proses pengubahan ini dilakukan

dengan menggunakan perangkat lunak Global Mapper.

2. Pembuatan Peta Kelerengan

Prosedur pembuatan peta kelerengan sama dengan pembuatan peta

ketinggian. Peta kelerengan diperoleh dari DEM ketinggian melalui proses

Derive Slope.

3. Analisi Citra Untuk Pembuatan Peta Penutupan Lahan

Citra Landsat dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta tutupan

lahan dari kawasan yang diteliti. Analisis citra yang dilakukan dalam enam

tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti gambar 1, yang

mencakup :

a. Subset Image

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan

daerah kawasan yang diteliti dari kedua citra tersebut.

b. Koreksi Citra

Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang

sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor

penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan

oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya

sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali.

(35)

1. Koreksi Geometris

Koreksi geometris dilakukan sesuai dengan atau penyebab

kesalahannya, yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan

random dengan sifat distorsi geometrik pada citra. Tujuan

koreksi geometrik antara lain :

- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat

citra sesuai dengan koordinat geografi

- Mencocokkan (registrasi) posisis citra dengan citra lainnya

ataua mentransformasikan sistem koordinat citra

multispektral atau mulittemporal

- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat

citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem

proyeksi tertentu.

2. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau

kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik,

kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik

pada atmosfer dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi

matahari.

c. Perbaikan Citra (Image Enhancement)

Image Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra,

baik untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk

(36)

d. Perbaikan Spasial (Spatial enhancement)

Spatial Enhancement bertujuan memperbaiki citra (memberikan efek kontras, penajaman tepi dan atau

penghalisan citra) menggunakan nilai-nilai pixel yang

bersangkutan dan yang ada disekitarnya.

2. Perbaikan Radiometrik (Radiometrik enhancement)

Radiometrik Enhancement adalah teknik memperbaiki citra

menggunakan nilai individu pixel yang bersangkutan saja.

Teknik manipulasi citra dilakukan dengan menggunakan

modifikasi histogram.

3. Perbaikan Spektral (Spectral enhancement)

Spectral Enhancement adalah teknik perbaikan citra

menggunakan masing-masing pixel sejumlah band (basis

multi-band), meliputi analisis komponen utama (principal

componen), komponen baku, komponen vegetasi,

transformasi warna berdasarkan kontras intensitas siturasi,

dan perentangan dekorelasi.

c. Klasifikasi Citra (Image classification)

Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi

terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan

menggunakan teknik kuantitaif. Klasifikasi citra yang digunakan

yakni klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi

(37)

informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap

kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.

d. Uji Ketelitian

Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil

interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan

serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari

setiap bentuk penutup/penggunaan lahan yang homogen.

Dimana untuk menghitung akurasi dipergunakan

persamaan-persamaan seperti berikut :

Overall Accuracy = 100%

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan

r = Jumlah baris/lajur pada matrik kesalahan (jumlah klas)

Xkk = Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (Diagonal matriks)

Xkt =

X

ij (Jumlah semua kolom pada baris ke-i)

(38)
(39)

3. Analisis GIS

Untuk memperoleh peta daerah yang perlu direhabilitasi, maka langkah

yang dilakukan selanjutnya adalah analisis GIS melalui beberapa tahapan yakni :

• Pembuatan data spasial

Data spasial didigitasi dengan menggunakan alai digitizer atau menggunakan

perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen.

• Konversi spasial vector ke format grid

Data spasial dikonversi dari bentuk vektor ke format grid dengan tujuan

memudahkan untuk memudahkan pengolahan dengan perangkat lunak GIS

Weighted Overlay

Untuk memperoleh peta daerah berpotensi kritis, maka tahapan selanjutnya

adalah mengoverlay-kan peta tutupan lahan dengan peta ketinggian kemudian

dioverlay-kan lagi dengan peta kelerengan lalu dioverlay-kan dengan peta

RTRWP, setelah itu dioverlay-kan lagi dengan peta tanah. Tahapan ini

dilakukan secara bertahap.

• Pengklassifikasian kelas-kelas daerah berpotensi kritis

Dari hasil Weighted Overlay kelas-kelas berpotensi kritis diklassifikasikan

berdasarkan kelas ketinggian, kelerengan, RTRWP , tanah dan kelas tutupan

(40)

b. Skoring Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Dalam menentukan skor untuk pemilihan jenis pohon dilakukan dengan

menggunakan metode AHP ( Analitycal Hierarchy Process ). Metode ini dapat

menjelaskan suatu keadaan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan cara :

1. Membagi-bagi ke dalam bagian-bagiannya

2. Mengatur kembali bagian-bagian (atau peubah) tersebut ke dalam bentuk

hierarki

3. Menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap peubah tersebut melalui

justifikasi penentuan tingkat kepentingannya

4. Melakukan sintesa untuk menentukan peubah yang mana mempunyai

prioritas paling tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran

(outcome) yang diharapkan

(Triyana dan Saleh, 2003).

Dalam metode ini responden yang diambil sebanyak 5 (lima) orang ahli,

yakni individu yang dinilai termasuk dalam kategori tenaga ahli, baik karena

kedudukannya, jabatannya, keilmuannya maupun pengalamannya. Hasil scoring

dari masing-masing ahli dianalisis dengan menggunakan Software Expert Choice

baik berdasarka criteria maupun sub criteria. Hasil skoring dari masing-masing

ahli tersebut dibuat menjadi suatu matriks gabungan agar diperoleh rataan

geometris dari setiap variable. Dengan demikian, akan diperoleh vector proritas

atau nilai bobot dari masing-masing variable yang sesungguhnya. Tenaga ahli

dalam penelitian ini adalah

1. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc.Ph.D, asal instansi Fakultas Pertanian

(41)

2. Prof. Ir. Abdul Rauf, S.P, M.S., asal instansi Fakultas Pertanian Sumatera

Utara.

3. Surya Adita, S.Hut, M.Si., asal instansi Dinas kehutanan Aceh Tamiang.

4. M Sulaiman Zakaria, asal instansi ketua kelompok tani hutan.

5. Ismail Marzuki, asal instansi ketua kelompok tani hutan

Adapun tahapan-tahapan dalam menggunakan AHP antara lain :

1. Penyusunan hierarki permasalahan

Hierarki permasalahan yang disusun harus mencerminkan hubungan

antara tujuan (goal), kriteria, sub-kriteria dan alternatif. Dalam

penelitian ini terdapat tiga kelas, sehingga terdapat tiga penyusunan

hierarki permasalah. Penyusunan hierarki permasalahan dapat dilihat

seperti gambar dibawah ini :

(42)
(43)
(44)

2. Menentukan kriteria mana yang lebih penting dan seberapa kali lebih

penting dibanding kriteria lainnya. Intensitas pembandingan ditunjukkan

oleh skala nilai dari 1 sampai 9 atau kebalikan seperti pada tabel berikut :

Tabel 1 Skala pembandingan berpasangan dalam penilaian elemen- elemen suatu hierarki

Intensitas

Pentingnya Defenisi

1 Kedua elemen yang dibandingkan sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen

yang lain

5 Elemen yang satu sangat penting dibandingkan elemen

lainnya

7 Satu elemen lebih jelas lebih penting daripada elemen

lainnya

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang beredekatan

Kebalikan

Juka untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

a. Menyusunnya dalam bentuk matriks pembandingan berpasangan

(45)

3. Penentuan vektor prioritas

Penentuan vektor prioritas dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Membagi setiap elemen pada masing-masing kolom dengan jumlah

nilai dari kolom tersebut untuk menormalisasikannya

b. Menjumlahkan hasilnya pada masing-masing baris dan dibagi

masing-masing jumlah tersebut dengan banyaknya elemen pada

setiap baris

4. Penentuan tingkat konsistensi

Untuk mengetahui konsisten atau tidaknya pembandingan antar

kriteria, perlu dilakukan perhitungan tingkat konsistensi. Adapaun

tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

a. Melihat kembali matriks pembandingan berpasangan antar kriteria

(A) dan vektor prioritasnya.

b. Mengalikan vektor prioritas tersebut dengan masing kolom dalam

matriks A.

c. Mengambil kolom jumlah baris dari hasil diatas dan dibagi dengan

nilai yang sesuai dengan vektor prioritasnya.

d. Menghitung nilai rata-rata dari vektor untuk menentukan akar ciri

terbesar (λmaks).

e. Menentukan indeks konsistensi ( CI = Consistency Indeks ) dengan

rumusan sebagai berikut :

(46)

f. Menentukan nilai rasio konsistensi (CR= Consistency Ratio) dengan

rumusan sebagai berikut :

CR =

dimana, nilai Random Consistency Index (RI) untuk penentuan

consistency ratio tersebut adalah seperti pada tabel berikut :

Tabel 2 Nilai random consistency index (RI) untuk penentuan consistency

Keterangan : n = banyaknya elemen yang diperbandingkan

RI = random consistency index

(47)

5. Penentuan prioritas pada tingkat sub kriteria

Pembandingan berpasangan untuk penentuan vektor prioritas sama seperti

pada tingkat kriteria

6. Penentuan tingkat konsistensi pada tingkat alternatif

Penentuan tingkat konsistensi pada tingkat alternatif sama seperti pada

tingkat kriteria

7. Sintesis

Proses sintesis permasalahan dalam AHP didasarkan atas penyatuan

vektor-vektor prioritas kriteria (dan jika ada vektor sub-kriteria) dan

matriks prioritas alternatif untuk suatu kriteria atau subkriteria tertentu.

Adapun tahapan sintesis ini adalah sebagai berikut :

a. Menentukan matriks prioritas alternarif dari masing-masing kriteria.

b. Melihat kembali vektor prioritas kriteria yang telah diperoleh (V)

c. Mengalikan matriks prioritas altrernatif (M) dan vektor prioritas

criteria (V) tersebut untuk memperoleh vektor prioritas alternatif

(48)

Untuk jelasnya tentang tujuan studi, pokok bahasan, sumber dan metode,

data kunci, serta hasil yang diharapkan dalam penelitian disajikan secara matrik

pada Tabel 3.

Tabel 3 Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian

Tujuan Studi Pokok

Bahasan Data Kunci

Sumber koordinat bumi di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues di Provinsi

NAD untuk

klasifikasi daerah vegetasi.

•Data sekunder

diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur

Instansi

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Citra Satelit Penutpan lahan

Data penutupan lahan di Daerah Aliran Sungai Tamiang diperoleh dari

hasil interpretasi citra Lansad TM 5 dengan menggunakan klasifikasi terbimbing

(supervised classification). Citra yang terklasifikasi secara supervised kemudian

diuji lagi ketelitiannya dengan menggunakan metode maximum likelihood. Uji

ketelitian dilakukan setiap kelas tutupan lahan yang diinterpretasikan secara

visual. Dari hasil interpretasi tersebut, diperoleh 12 kelas tutupan lahan yang

terdapat di Daerah Aliran Sungai Tamiang. Penutupan lahan di kawasan Daerah

Aliran Sungai Tamiang disajikan dalam tabel 4

Tabel 4 Tipe Penutupan Lahan Hasil Olahan Citra di Daerah Aliran Sungai

Kelas Vegetasi Luas (Ha) Persentase (%)

Kebun Sawit 25.417,01 5,16

Kebun Karet 37.790,83 7,67

Badan Air 37.42,08 0,76

Pemukiman 48.61,89 0,99

Tambak 13.99,06 0,28

Mangrove 28.08,63 0,57

Lahan Kosong 11.515,67 2,34

Awan 22.274,48 4,52

Semak Belukar 44.489,11 9,03

Kebun Campuran 29.30,60 0,59

Hutan Primer 193.627,53 39,30

Hutan Sekunder 141.790,63 28,78

Total 492.647,50 100,00

(50)

Dari tabel 4 diketehui bahwa hutan primer mempunyai luas paling besar

yaitu sebesar 39,30 % kemudian disusul hutan sekunder sebesar 28,78 %. Luas

paling terkecil adalah tambak senilai 0,28 %. Untuk perkebunana mempunyai luas

dari masing-masing kelas yaitu kebun sawit 5,16 % dan kebun karet sebesar 7,67

%. Dan luas total keseluruhan DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.

Gamba 5 Luas Tutupan Lahan

5,16 7,67

(51)
(52)

Ketinggian Tempat

Berdasarkan tempat topografinya, ketinggian tempat di wilayah Daerah

Aliran Sungai Tamiang bervariasi mulai dari 0-600 sampai dengan 2400-3000

mdpl. kelas ketinggian di Daerah Aliran Sungai Tamiang disajikan pada table 5.

Tabel 5 Kelas Ketinggian di DAS Tamiang

Kelas Ketinggian Luas (Ha) Persentase (%)

0-600 23.7400,59 48,20

600-1200 12.2285,80 24,83

1200-1800 10.0794,24 20,46

1800-2400 2.6253,41 5,33

2400-3000 5.790,74 1,18

Total 492.524,78 100,00

Sumber : Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)(2008)

Sebagian besar topografi di Daerah Aliran Sungai Tamiang adalah daerah

yang dengan kelas ketinggian 0-600 dengan luas sebesar 23.7400,59 Ha atau 48,2

% Ha, dikuti daerah ketinggian 600-1200 seluas 12.2285,80 Ha atau 24,83 % Ha.

sedangkan daerah yang terkecil daerah yang ketinggiannya mencapai 2400-3000

dengan luas 5.790,74 Ha atau 1,18 Ha.

(53)

(54)

Kelerengan

Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat yang utama

dari topogrfi yang mepengaruhi erosi. Dengan makin curam dan makinpanjangnya

lereng maka makin besar pula kecepatan aliran air permukaan dan bahaya erosi.

Bila dihubungkan kenyataan ini dengan lereng yang gundul, maka inilah yang

termudah untuk terjadinya erosi ditinjau dari sudut topografinya, karena kecepatan

dari pada aliran air permukaan dapat dengan mudah mengikis lapisan tanah.

Tabel 6. Kelas Kelerengan DAS Tamiang

Kelas Kelerengan Luas (Ha) Persentase (%)

0-8 15.6318,46 31,73

8-15 76.528,35 15,53

15-25 70.663,98 14,34

25-40 61.075,42 12,40

>40 12.8061,29 25,99

Total 492.647,50 100,00

Sumber : Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)(2008)

Luas terbesar dan mendominasi di DAS Tamiang adalah kelas lereng datar

(0-8), yaitu seluas 15.6318,46 Ha atau sebesar 31,73 %. Dan luas terkecil adalah

(55)
(56)

Pembobotan Prioritas untuk Alternatif Jenis Tanaman

Pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan ini bertujuan untuk

mengetahui skor dari masing-masing jenis tanaman. Jenis tanaman yang

mempunyai skor tertinggi adalah jenis tanaman yang bernilai ekonomi, sosial

budaya dan ekologi yang tinggi menurut kelima para ahli.

Pembobotan alternatif dibuat sesuai dengan kelas ketinggian, kelerengan,

RTRWP dan jenis tanah yang terdapat di Daerah Aliran Sungai Tamiang. Untuk

lokasi GERHAN dilakukan di kawasan lindung yang terdapat di DAS Tamiang.

Dari penggabungan setiap masing-masing kelas diperoleh tiga zona untuk

menentukan tanaman yang diprioritaskan dari setiap zona di Daerah Aliran Sungai

Tamiang.

Hasil pembobotan vektor prioritas untuk alternatif penentuan jenis

tanaman dari masing-masing ahli yang di analisis dengan Software Expert Choice,

digabungkan menjadi matrik gabungan untuk memperoleh vektor prioritas.

Daerah yang akan direhabilitasi terbagi atas tiga zona yaitu zona satu

dengan parameter ketinggian 0-1200 mdpl, ketinggian 0-15 %. Zona dua pada

parameter 1200-2400 mdpl, kelerengan 12-40 %, dan zona tiga pada parameter

ketinggian 2400-3000 mdpl, ketinggian ≥ 40 %. Zona satu dapat disajikan pada

(57)

0,093

Jenis tanaman yang dirioritaskan

sentang

Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase

(%)

Ketinggian 0-1200 mdpl Mangrove 596,75 0,71

Kelerengan 0-15 % Lahan Kosong 815,74 0,98

Awan 2.240,24 2,68

Semak Belukar 3.694,82 4,42

Kebun Campuran 331,34 0,40

Hutan Primer 52.351,47 62,59

Hutan Sekunder 20.518,07 24,53

Total 83.637,83 100,00

Kelas prioritas I diperoleh dari kelas ketinggian 0-1200 m dpl, kelerengan

0-15 % dengan jenis tanah haplorthox, humitropeps, eutropeps, tropuduls,

dystrandepts, tropohumuls, dystropepst dan troporthent.

Hasil matriks gabungan berdasarkan tingkat sub kriteria jenis tanaman

yang diprioritaskan untuk GERHAN dalam upaya konservasi DAS menunjukkan

bahwa, nilai prioritas masing-masing berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada

gambar 7 di zona I.

(58)

Pada zona I, jenis tanaman yang ditanam pada lokasi GERHAN di

kawasan lindung Daerah Aliran Sungai Tamiang adalah Sentang, Sukun, Durian,

Mahoni, Petai, Jengkol, Mangga, dan Rambutan. Dari ke delapan jenis tanaman

yang berada di zona I para ahli memilih jenis tanaman yang diprioritaskan dari

kedelapan tanaman tersebut yang dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan

ekologi adalah Rambutan dengan nilai 0,149, kemudian disusul dengan Jengkol

0,145, dan Durian 0,133.

Menurut salah satu para ahli Bapak M. Sulaiman Zakaria mengatakan

bahwa Rambutan memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rambutan memiliki

banyak jenis dan relatif lebih bisa dijangkau setiap kalangan. Jadi dari segi

pemasarannya lebih mudah. Dari segi ekologi rambutan mempunyai sifat

mengikat tanah dengan baik karena mempunyai akar tunggang, dan ini terdapat

kesemua jenis tanaman di zona I.

Tanaman yang ditanam pada zona I merupakan jenis tanaman yang cepat

pertumbuhannya. Sehingga tanaman-tanaman tersebut sering dijadikan tanaman

untuk merehabilitasi kawasan. Dari partisipasi masyarakat sendiri di kawasan

sekitar tersebut tidak merasa keberatan ikut memelihara tanaman-tanaman

tersebut.

Dari tabel 7 dapat dilihat untuk kelas tutupan lahan mangrove dan tambak

termasuk skor tanaman prioritas yaitu rambutan, dalam hal sebenarnya kelas

tutupan lahan mangrove dan tambak tidak termasuk dalam prioritas karena khusus

kelas tutupan lahan ini pemerintah kehutanan memilih tanaman sendiri dan sudah

dominan yaitu Aviceanea (api-api), Rhizophora Apiculata, Rhizophora

(59)

energi dalam pembuatan kayu bakar. Pemerintah juga bekerjasama dengan

masyarakat, pemerintah membiarkan tambak-tambak masyarakat sekitar kawasan

lindung pada hutan mangrove seluar 75,23 Ha dengan alasan masyarakat merawat

pelestarian mangrove diareal tambak tersebut. Hal ini pemerintah mendapatkan

pemeliharaan gratis oleh masyarakat dan bertambahnya ekonomi masyarakat

sekitar

Untuk zona II, sebaran zona II dapat disajikan pada table 10 dan hasil

matriks gabungan berdasarkan tingkat alternatif penentuan jenis tanaman yang

diprioritaskan disajikan pada gambar 8.

Tabel 8 Sebaran Zona II (GERHAN)

Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase %

Kebun Sawit 287,79 0,21

Semak Belukar 5.627,86 4,20

Kebun Campuran 155,14 0,12

Hutan Primer 74.993,20 55,90

Hutan Sekunder 45.097,64 33,62

Total 134.155,19 100,00

Dari table 8 diketahui kebun sawit terdapat pada zona II, ini bukti telah

terjadinya perubahan lahan pada kawasan lindung yang terdapat di DAS Tamiang.

Banjir bandang dan tanah longsor adalah akibat dari keegoisan manusia yang

mementingkan kebutuhan sendiri tanpa melihat dampak disekitarnya. Pernyataan

ini sesuai dengan (Mahdi, S. 2010) Seluas 7.000 hektare hutan di Kawasan

Ekosistem Leuser (KEL) di Kabupaten Aceh Tamiang dirambah dan dijadikan

(60)

0,1560,1480,156

Jenis Tanaman yang diprioritaskan

Kayu Manis

belum diserahkan kepada Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL)

walaupun BPKEL telah melakukan pengukuran ulang beberapa lahan perkebunan.

Staf Bidang Konservasi Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL),

Rudi H Putra, kepada Serambi, Rabu (7/4) mengatakan, kawasan KEL yang

dijadikan kebun kelapa sawit seluas 15.000 hektare. Dari luas tersebut 5.000

hektare di antaranya telah di serahkan ke BPKEL. Dan sekitar 7.000 hektare yang

belum diukur kembali sesuai HGU yang dimiliki perusahaan serta sisanya dalam

tahap pengukuran.

Gambar 10 Jenis Tanaman Pada Zona II

Zona II terdapat pada ketinggian 1200-2400 m dpl, kelerengan 15-40 %

dengan jenis tanah sulfaquents, tropoquents, haplorthox, tropuduls, humitropepts,

tropohumulst, eutropepst, troporthents, dystrandepts, dystropepst. Jenis tanaman

yang dipilih untuk rehabilitasi lahan adalah Kayu Manis, Kemiri, Asam Jawa,

(61)

Dari hasil gabungan dari pendapat para ahli Alpukat mempunyai nilai

ekonomis, sosial budaya dan ekologi yang tinggi dari ke enam jenis tanaman

tersebut dengan nilai 0,202. pinus merupakan nilai kedua yang tertinggi yaitu

0,176.

Zona III diperoleh dari ketinggian 2400-3000 m dpl, kelerengan > 40

dengan jenis tanah haplorthox, humitropepts, eutropepts, tropudulst, troporthents,

dystrandepts, tropohumulst, dystropepts.

Tabel 9 Sebaran Zona III (GERHAN)

Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase %

Kebun Sawit - -

Semak Belukar 2.604,39 3,81

Kebun Campuran 43,16 0,06

Hutan Primer 49.112,90 71,90

Hutan Sekunder 13.061,83 19,12

(62)

0,326

Jenis Tanaman yang diprioritaskan

Suren

Sampinur Bunga

Meranti

Gamabar 11 Jenis Tanaman Pada Zona III

Jenis tanaman yang terdapat di zona III adalah Suren, Sampinur Bunga,

dan Meranti. Untuk zona III tidak dipilih tanaman produktif karena dilihat dari

ketinggian temapatnya. Menurut salah satu ahli yaitu Bapak Surya Adita, jenis

tanaman yang dipilih pada ketinggian 2400-3000 dipilih jenis tanaman yang

bersifat mengikat tanah lebih kuat tetapi bisa juga dimanfaatkan oleh masyarkat

misalnya pada tanaman Meranti, biji tengkawang yang dihasilkan dari pohon

meranti merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang bisa dimanfaatkan

langsung oleh masyarakat. Nilai yang paling tinggi menurut dari keliama para ahli

adalah Meranti 0.383.

Menurut salah satu responden Bapak Abdul Rauf, pada pinggiran sungai

sebaikknya ditanam pada jenis tanaman Bambu dan Aren karena kedua jenis ini

mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai perakaran yang dalam sehingga

jenis tanaman ini sangat cocok untuk dijadikan tanaman pencegah erosi, longsor

(63)

merupakan salah satu sumberdaya alam dan sebagai salah satu plasma nutfah

penyusun keanekaragaman hayati Dengan demikian apabila ditinjau dari segi

ekonomi, ekologi maupun segi sosial budaya, maka bambu menpunyai banyak

(64)

Tabel 10 Sebaran Kelas Tutupan Lahan disetiap Zona GERHAN

Air Permukiman Tambak Mangrove

Lahan

Total 1173,30 2405,14 569,43 251,69 75,23 596,75 2.109,20 11.329,75 11.927,08 529,64 17.6457,57 78.677,54 286.102,32

(65)

Lokasi GERHAN di Daerah Aliran Sungai Tamiang berada pada kawasan lindung

yang berada di DAS Tamiang, total keseluruhan DAS Tamiang adalah 4.926.47,50 Ha.

Sedangkan untuk kawasan lindung sebagai lokasi GERHAN yang berpotensi krisis

adalah 286.102,32 Ha.

Adanya perubahan lahan yang sangat luas membuat Daerah Aliran Sungai

Tamiang terjadi banjir bandang diikuti tanah longsor yang terjadi akhir Desember 2006

lalu. Ini bukkti telah berubahnya kawasan hutan menjadi areal perkebunan ataupun

(66)

Gambar 10. Kelas Prioritas di Lokasi GERHAN

(67)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit landsat TM (path/row 129/57 dan

130/57) Tahun 2006 luas total DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha. Tutupan

lahan terluas didominasi oleh hutan primer dengan luas 193.627,53 Ha atau

39,30 %.

2. Total luas lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar

286.102,32 Ha, terdiri zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl,

0-15 % seluas 83.637,84 Ha atau 29,23%, zona II dengan ketinggian dan

kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 seluas 134.155,18Ha atau 46,89% dan

zona III dengan ketinggian dan kelerengan 2400-3000, ≥ 40 % seluas

68.309,30Ha atau 23,88%.

3. Hasil skoring para ahli dengan menggunakan Analitycal Hierachy Process

(AHP) menunjukkan bahwa faktor yang paling diprioritaskan untuk

pembangunan GERHAN dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi

pada kelas zona I adalah Rambutan 0,149, zona II adalah Alpukat 0,202, dan

zona III adalah Meranti 0,383.

Saran

Diharapkan kepada peneliti lanjutan sebaiknya meneliti kelas bahaya erosi,

kelas kekritisan lahan dan mengetahui daerah rawan banjir mengingat Aceh

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Arimbi, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kansius. Yogyakarta.

Arsyad, Sitanala. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Budiyanto, E. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARCVIEW GIS. Andi: Yogyakarta.

Fathoni, T. 2003. Tiga Menko Bentuk Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi. Siaran Pers Kepala Pusat Informasi KehutananNo.561/II/PIK-1/2003.

[12Nov 2008].

Hamilton, Peter N. King. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Gadjah mada university press. Yogyakarta.

Kartimin, T. 2005. Program Pelaksanaan GERHAN Dalam Prosiding Ekspose hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Sumatra.

Mackinnon, D., John Mackinnon, G., Child dan J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan Yang Di Lindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Marwah, S., 2008. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Satuan Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan, Bogor.

Nawir, A. A., Muniarti dan L. Rumboso. 2008. Rehabilitasi Hutan Di Indonesia:Akan kemanakah arañilla estela lebih dari tiga dasawarsa?. Bogor. Indonesia: Center For Internacional Forestry research (CIFOR).

Nurrochmat, D.R.,2005. Strategi Pengelolaan Hutan dalam Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Setiawan, A.I. 1995. Penghijauan Lahan Kritis . Penebar Swadaya. Jakarta.

Subaryono, 2005, “Pengantar Sistem Informasi Geografis”. Jurusan Teknik Geodesi, FT UGM: Yogyakarta.

(69)
(70)

Model Name: PRIORITAS 1

Priorities w ith respect to: Zulkifli NST

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA

Model Name: PRIORITAS 1

Priorities w ith respect to: Abdul Rauf

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA

Model Name: PRIORITAS 2

Priorities w ith respect to: Surya Adit a

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA

(71)

Model Name: PRIORITAS 3

Priorities w ith respect to: I sm ail Marzuki

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > SOSI AL BUDAYA

> KESESUAI AN ADAT

SUREN ,24 3

SAMPI NUR BUNGA ,08 8

MERAN TI ,66 9

I nconsist ency = 0,0 1 w ith 0 missing judgment s.

Model Name: PRIORITAS 3

Priorities w ith respect to: M.Sula im an Zakaria

Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > SOSI AL BUDAYA

> KESESUAI AN ADAT

SUREN ,17 4

SAMPI NUR BUNGA ,19 2

MERAN TI ,63 4

(72)
(73)

Lampiran 3 Tabel Hasil Kappa Accuracy

Data Kebun

Karet

Badan

Air Permukiman Sawah

Lahan

Accuracy 96,66

Kappa

(74)

Gambar

Gambar 2  Penyusunan Hierarki Permasalahan Pada Zona I
Gambar 2 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II
Gambar 2 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II
Tabel 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konservasi Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai Sawahan Harmonisnya sektor sosial ekonomi masyarakat Tingginya pemahaman masyarakat tentang konservasi lingkungan Ada pendidikan

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Strategi Konservasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Variabilitas Iklim di DAS Cisangkuy Citarum Hulu adalah

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air,

Hutan memilki peranan penting dalam konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS). Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran potensi hutan dan merumuskan strategi

Dari keseluruhan kajian pustakaan yang telah penulis telusuri belum menemukan sebuah karya yang membahas tentang Pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh

Gambar 8 menunjukkan laju infiltrasi rata-rata 4 tutupan lahan di DAS Siak Provinsi Riau, infiltrasi pada interval 15 menit pertama menunjukkan nilai yang

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU HULU KABUPATEN

Gambar 8 menunjukkan laju infiltrasi rata-rata 4 tutupan lahan di DAS Siak Provinsi Riau, infiltrasi pada interval 15 menit pertama menunjukkan nilai yang