IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS
TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM
KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH
Hasil Penelitian
Oleh: Inge Oktrafina
051201008 / Manajemen Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
INGE OKTRAFINA. Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI
Perubahan lahan di DAS Tamiang mengakibatkan terjadinya banjir bandang dan tanah longsor akhir Desember 2006 lalu. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006, menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan Analisis Hirarki Proses (AHP). Total luas DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.Total seluruh lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar 286.102,32 Ha. Berdasarkan hal tersebut dilakukan GERHAN untuk menkonservasikan DAS Tamiang, perlu adanya pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi agar partisipasi masyarakat sangat berperan. Jenis tanaman yang diprioritaskan setiap zona menurut para ahli yang terdiri dari zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl, 0-15 % yaitu rambutan sebesar 0,149. Zona II dengan ketinggian dan kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 % adalah Alpukat sebesar 0,202 dan zona III, ketinggian dan kelerengan
2400-3000 mdpl, ≥40 % adalah Meranti sebesar 0,383.
ABSTRACT
Inge OKTRAFINA. Identification and Determination of Land Cover Types of Plants Suitable for Watershed Conservation (DAS) Tamiang, Aceh Province. Supervised by Nurdin and ODING AFFANDI SULISTIYONO
Changes in watershed land Tamiang cause flash floods and landslides of December 2006. This study aims to identify land cover and areas that need to be rehabilitated based on Landsat TM 5 satellite image of year 2006, determining the type of plants that are prioritized using Geographic Information System (GIS) and Analysis Hierarchy Process (AHP). The total watershed area is 492,647.50 Ha.Total Tamiang all locations Gerhan in protected areas amounted to 286,102.32 hectares of watershed Tamiang. Based on that done for menkonservasikan Gerhan Tamiang watershed, the need for selection of plant species which are prioritized in terms of economic, social, cultural and ecological order of community participation is very important. The species of each zone which are prioritized according to experts consisting of zone I with altitude and slope 1200 masl, 0-15%, ie 0.149 rambutan. Zone II, with an altitude of 1200-2400 masl and slopes,
15-40% is the Avocado of .202 and zone III, 2400-3000 masl altitude and slope, ≥
40% is Meranti amounted to 0.383.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa pada tanggal 25 Oktober 1987, dari ayah
Mainur Raflin, SE dan ibu Hindun Nur. Penulis merupakan putrid ke dua dari
empat bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negri 7 Langsa, pada tahun 2002 lulus
dari Sekolah Menengah pertama (SMP) Negri 3 Langsa.
Tahun 2005 lulus dari dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Negri 2
Langsa, dan pada tahun 2005 lulus seleksi USU melalui jalur PMDK. Penulis
memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas
pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi
Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS)-USU sebagai anggota.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Malang
Unit II Jawa Timur selama 2 (dua) bulan yaitu sejak 08 Juni sampai dengan 08
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kepada ALLAH SWT, atas segala rahmat dan
karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk
Program Konservasi DAS Tamiang, Provinsi ACEH”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Bapak Nurdin Sulistiyono, S.hut, M.Si dan Bapak Oding
Affandi, S.Hut, M.P selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan,
arahan kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa
yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis
DAFTAR ISI
Partisipasi Masyarakat terhadap GERHAN... 12
Pengelolaan Hutan Rakyat... 13
Pemilihan Jenis Tanaman untuk Rehabilitasi... 14
Pengertian GIS... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Citra Satelit... 37
Tutupan Lahan... 37
Pembobotan Prioritas untuk Alternatif Jenis Tanaman... 44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 55
Saran... 55
DAFTAR PUSTAKA... 56
DAFTAR TABEL
No Hal
1 Skala pembandingan berpasangan ... 32
2 Nilai random consistency index (RI) untuk penentuan consistency ratio………. 34 3 Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian... 36
4 Tipe Penutupan Lahan Hasil Olahan Citra di Daerah Aliran Sungai……… 37
5 Kelas Ketinggian di DAS Tamiang... 40
6 Kelas Kelerengan DAS Tamiang... 42
7 Sebaran Zona I (GERHAN)... 45
8 Sebaran Zona II (GERHAN)………. 47
9 Sebaran Zona III (GERHAN)………... 48
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1 Tahapan Analisis Citra... 26
2 Penyusunan Hierarki Permasalahan Pada Zona I... 29
3 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II... 30
4 Penyusunan Permasalahan Pada Zona II... 31
5 Luas Tutupan Lahan... 38
6 Peta Penutupan Lahan... 39
7 Peta Sebaran Ketinggian DAS Tamiang... 41
8 Peta Sebaran Kelerengan DAS Tamiang……… 43
9 Jenis Tanaman yang terdapat di zona I... 45
10 Jenis Tanaman Pada Zona II... 48
11 Jenis Tanaman Pada Zona III... 50
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1 Contoh Hasil Analisis Scoring Dengan Software Expert Choice.... 58
2 Hasil Analisis Akurasi Klasifikasi Citra Landsat TM 5 Tahun
2006... 60
3 Titik Pengamatan Dilapangan………... 61
4 Citra Landsat TM 5 Tahun 2006 Path/Row 129/57-130/57………. 71
5 Hasil ERROR MATRIX………... 72
ABSTRAK
INGE OKTRAFINA. Identifikasi Tutupan Lahan dan Penentuan Jenis Tanaman yang Sesuai untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI
Perubahan lahan di DAS Tamiang mengakibatkan terjadinya banjir bandang dan tanah longsor akhir Desember 2006 lalu. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006, menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan Analisis Hirarki Proses (AHP). Total luas DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.Total seluruh lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar 286.102,32 Ha. Berdasarkan hal tersebut dilakukan GERHAN untuk menkonservasikan DAS Tamiang, perlu adanya pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi agar partisipasi masyarakat sangat berperan. Jenis tanaman yang diprioritaskan setiap zona menurut para ahli yang terdiri dari zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl, 0-15 % yaitu rambutan sebesar 0,149. Zona II dengan ketinggian dan kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 % adalah Alpukat sebesar 0,202 dan zona III, ketinggian dan kelerengan
2400-3000 mdpl, ≥40 % adalah Meranti sebesar 0,383.
ABSTRACT
Inge OKTRAFINA. Identification and Determination of Land Cover Types of Plants Suitable for Watershed Conservation (DAS) Tamiang, Aceh Province. Supervised by Nurdin and ODING AFFANDI SULISTIYONO
Changes in watershed land Tamiang cause flash floods and landslides of December 2006. This study aims to identify land cover and areas that need to be rehabilitated based on Landsat TM 5 satellite image of year 2006, determining the type of plants that are prioritized using Geographic Information System (GIS) and Analysis Hierarchy Process (AHP). The total watershed area is 492,647.50 Ha.Total Tamiang all locations Gerhan in protected areas amounted to 286,102.32 hectares of watershed Tamiang. Based on that done for menkonservasikan Gerhan Tamiang watershed, the need for selection of plant species which are prioritized in terms of economic, social, cultural and ecological order of community participation is very important. The species of each zone which are prioritized according to experts consisting of zone I with altitude and slope 1200 masl, 0-15%, ie 0.149 rambutan. Zone II, with an altitude of 1200-2400 masl and slopes,
15-40% is the Avocado of .202 and zone III, 2400-3000 masl altitude and slope, ≥
40% is Meranti amounted to 0.383.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Aceh terdiri dari dataran rendah, perbukitan pegunungan sampai
dataran tinggi. Sehingga membuat Provinsi ini merupakan daerah rawan banjir
dan longsor. Kerusakan vegetasi didaerah hulu dapat memperburuk keadaan
sehingga dapat memicu/mempercepat terjadinya banjir dan longsor. Bencana
banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang hampir setiap tahun terjadi di
Aceh. Intensitas kejadian banjir dan tanah longsor semakin meningkat memasuki
musim penghujan. Selain disebabkan musim penghujan, perubahan fungsi dan
tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa pengaruh yang besar sebagai
penyebab banjir dan tanah longsor. Perubahan fungsi lahan tersebut menimbulkan
kerusakan lahan, hutan dan air, baik langsung maupun tidak langsung yang
mempengaruhi ketidakmampuan lahan mendukung kehidupan.
Kerusakan vegetasi ini terdapat juga di daerah aliran sungai (DAS)
Tamiang yang terletak di Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang,
Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, dan Kabupaten Gayo Lues.
Banjir bandang yang melanda wilayah Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh
Tenggara, dan Aceh Tengah, serta tanah longsor yang mendera Kabupaten Gayo
Lues merupakan bukti telah gundulnya kawasan hutan di hulu sungai.
Pertambahan penduduk dan perkembangan Kabupaten dapat
mengakibatkan perubahan tataguna lahan yang akan mengakibatkan perubahan
karakteristik aliran seperti terjadinya banjir dan longsor, maka perlu dilakukan
tanah longsor akhir Desember 2006 lalu, perlu dilakukan rehabilitasi hutan dan
lahan di daerah aliran sungai (DAS) Tamiang.
Pemerintah kehutanan akan menjalankan program GERHAN yang akan
dilaksanakan di kawasan lindung untuk memperbaiki daerah aliran sungai (DAS).
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan teknologi spasial yang sedang
berkembang. Melalui sistem ini dapat mengetahui daerah-daerah yang perlu
direhabilitasi sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan. Pemilihan jenis
tanaman dapat ditentukan pada setiap daerah-daerah yang perlu direhabilitasi.
Pemerintah hanya memberikan jenis tanaman kehutanan yaitu Sentang, Mahoni,
Pinus, Suren dan Meranti sedangkan untuk jenis tanaman lain masyarakat sekitar
yang memilih jenis tanaman yang tidak hanya dimanfaatkan kayu nya saja
melainkan buah dan lainnya.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi tutupan lahan serta daerah-daerah yang perlu direhabilitasi
berdasarkan citra satelit Landsat TM 5 Tahun 2006 di DAS Tamiang.
2. Menentukan jenis tanaman yang diprioritaskan dalam GERHAN di DAS
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi daerah yang
perlu direhabilitasi dan mengetahui jenis tanaman yang diprioritaskan dalam
program GERHAN untuk upaya konservasi DAS dilihat dari segi ekonomi, sosial
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi DAS (Daerah Alairan Sungai)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung
bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet).
Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan
wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada
dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS
secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam
waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan
kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang
tahun (Marwah, S. 2008).
Ekosistem Derah Aliran Sungai
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas
komponen-komponen yang saling berintegrasi membenntuk satu kesatuan. Sistem tersebut
mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang
menyusunnya. Besar kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan
batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai dapat
dianggap suatu ekosistem (Asdak, 1995).
Ekosistem DAS merupakan bagian terpenting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap DAS. Aktivitas DAS yang menyebabkan perubahan
memberikan dampak pada daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan
kandungan sediment serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan antara
masukan dan keluaran pada suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk
menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas pembangunan di dalam DAS
terhadap lingkungaanya (Suripin, 2002).
Daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah hilir dan
hilir berdasarkan ekosistemnya. Daerah hulu merupakan daerah konservasi yang
mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi dan memiliki kemiringanlahan yang
besar. Derah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua
bagian DAS yang berbeda tersebut. Sementara daerah hilir merupakan daerah
pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil dan memiliki kemiringan lahan yang
kecil sampai dengan sangat kecil. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian
penting, karena mempunyai perlindungan yang penting terhadap seluruh bagian
DAS. Pelindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Perencanaan DAS,
daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi
(Asdak, 1995).
Komponen-Komponen DAS
Komponen ekosistem DAS bagian hulu pada umumnya dapat dipandang
sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem ini terdiri atas empat komponen
utama yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Komponen yang menyusun
DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya adanya
komponen lain seperti perkebunan, sementara di daerah pantai dijumpai adanya
Konsep Pengelolaan DAS
Menyadari keterkaitan antara daerah hulu, tengah dan hilir, maka konsep
perencaan dan pengelolaan daerah aliran sungai hendaklah berpedoman pada satu
sungai satu perencanaan dan satu pengelolaan. Hendaknya masing masing daerah
dalam satu kawasan DAS tidaklah mementingkan kepentingan sendiri sesaat
(untuk mengejar PAD semata di era OTDA), namun harus memikirkan
kepentingan bersama agar kelangsungan fungsi DAS secara optimal dan lestari.
Oleh karena itu, perencaan dan pengelolaan suatu kawasan hendaknya berbasis
pada DAS. Permasalahan yang timbul adalah batas adminitrasi daerah sangat
berbeda dengan batas DAS , mengingat DAS adalah bingkai wilayah alami dari
lahan. Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu hamparan wilayah/kawasan
yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung / igir bukit) yang berfungsi
sebagai satuan tangkapan air hujan yang berakhir pada satu muara sungai.
Mungkin dalam satu kawasan DAS melintas beberapa daerah kabupaten atau
propinsi atau sebaliknya, dalam satu propinsi/kabupaten dilintasi beberapa DAS,
sehingga cukup sulit dalam praktek pengelolaanya (misalnya penganggaran).
Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi antar daerah dalam satu kawasan DAS.
Pengelolaan daerah hulu misalnya, apakah merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah yang mewilayahinya saja, tentunya tidak, ini merupakan
tanggung jawab semua wilayah yang ada dalam kawasan DAS seluruhnya.
Mengingat baik dan buruknya pengelolaan daerah hulu, dampaknya akan
dirasakan semua yang ada di dalam kawasan DAS tersebut, maka timbul
pemikiran perlunya kompensasi daerah hilir dan tengah untuk daerah hulu,
dan duduk bersama dalam perencanaan pengelolaan, yang diikuti oleh semua
daerah dalam kawasan DAS, dan BPDAS tentunya sangatlah berkepentingan.
Setiap daerah (baik di hulu, tengah dan hilir) mempunyai kewajiban
masing-masing untuk mengelola wilayahnya, agar DAS dapat berfungsi secara optimal.
Ringkasnya baik dan tidaknya DAS sangat tergantung dari perencanaan dan
pengelolaannya, yang merupakan tanggung jawab bagi semua daerah di kawasan
DAS tersebut. Hendaknya semangat satu sungai, satu perencanaan dan
pengelolaan tidak lekang karena pelaksanaan OTDA (otonomi daerah), dan tidak
rapuh karena target PAD (Suntoro, 2009).
Karakteristik DAS
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan
meliputi:
1. Luas dan bentuk DAS
Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukkan dengan
memperhatikan hidrograf-hidrograf yang terjadi pada dua buah DAS yang
bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang sama yang menerima hujan
dengan intensitas yang sama. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit
cendrung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan
dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar.
2. Topografi
DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan
menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi
cekungan-cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang parit per satuan
luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi
sehingga memperbesar laju aliran permukaan.
3. Tata guna lahan
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien
aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara
besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran
permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi
fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan
bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi kedalam tanah,
sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir
sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang masih baik harga C mendekati
nol, semakin rusak DAS, harga C makin mendekati satu (M, Suripin. 2001)
Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus
ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan untuk
memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Tanaman penutupan tanah berperan :
1. Menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan
aliran air diatas pemukaan tanah.
2. Menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting, dan daun mati yang
jatuh.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebgai penutup tanah dan
digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji.
2. Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbuklah kompetisi berat bagi
tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak
mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi.
3. Tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun.
4. Toleransi terhadap pemangkasan.
5. Resisten terhadap hama, penyakit, dan kekeringan.
6. Mampu menekan pertumbuhan gulma.
7. Mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman
semusim atau tanaman pokok lainnya.
8. Sesuai dengan kegunaan atau reklamasi tanah.
9. Tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan
sulur-sulur yang membelit (Arsyad, 2010).
Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air adalah penggunaan air hujan
yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu
musim kemarau. Konservsi tanah sangat erat dengan konservasi air. Setiap
perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada
tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu, konsrvasi tanah dan
konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali. Berbagai
tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air (Arsyad,
2010).
Definisi Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN)
GERHAN merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang
penyelenggaraannya dilaksanakan secara sinergi, terkoordinasi dan terintegrasi,
merupakan upaya yang sangat strategis bagi kepentingan nasional yang terencana
dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan
masyarakat luas melalui suatu perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan
evaluasi yang efektif dan efisien. Disamping itu GN-RHL/GERHAN dalam
pelaksanaannya diharapkan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat dan
mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara nyata (Kartiman, 2005).
Penghutana Kembali (Reboisasi) atau Penanaman Hutan
Penghutanan kembali (reboisasi) biasanya di definisikan sebagai
pengisian kembalisuatu daerah secara alami atau senganja (buatan) dengan
pohon-pohon hutan, termasuk langkah-langkah untuk peremajaan secara alami,
Sejarah GN-RHL / GERHAN
Sejak tahun 1999, program rehabilitasi yang dilaksanakan di bawah
kebijakan otonomi daerah dihadapkan pada teknologi yang lebih berat terhadap
areal dan hutan yang telah direhab, misalnya perambahan hutan Master Plan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (MP RHL) dikembangkan pada tahun 2000 dan
digunakan sebagai dasar perencanaan pada tahun 2003. Departemen Kehutanan
mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan
(GN-RHL/GERHAN) untuk menggapai perlunya rehabilitasi atas wilayah terdegradasi
yang bertambah luas. Selama tiga dasawarsa terakhir, tampaknya pemerintah
Indonesia telah berusaha untuk mengatasi degradasi hutan yang semakin
meningkat dan berbagai akibat yang ditimbulkan dari degradasi tersebut. Namun,
target pemerintah untuk merehabilitasi 18,7 juta ha dari tahun 1970-an hingga
tahun 2004 tidak tercapai, sehingga sisa hutan terdegradasi yang seharusnya 24,9
juta ha, sekarang justru menjadi dua kali lipat yaitu 43,6 juta ha. Hal ini
menunjukkan bahwa selama ini kegiatan dan proyek rehabilitasi belum berhasil,
demikian pula kebijakan serta program yang ada belum bisa mengatasi masalah
penyebab degradasi hutan yang sesungguhnya (Nawir dkk, 2008).
Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Kegiatan RHL menjadi sangat penting artinya dalam menanggulangi
permasalahan kerusakan lingkungan. Agar kegiatan hutan dan lahan tepat pada
sasarannya, satuan unit pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan harus
dibuat dalam satu satuan DAS secara utuh yang merupakan satu kesatuan
merupakan kegiatan parsial tapi merupakan kegiatan terpadu baik dalam cakupan
wilayah maupun dalam cakupan inter-sektoral. Dalam hal pelestarian sumber daya
hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, peran masyarakat merupakan
faktor dominan dimana kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan berjalan secara
berkelanjutan (Wibowo, 2006).
Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) pada dasarnya membangun
perwilayahan yang akan terkait dengan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS),
Provinsi, Kabupaten / Kota dan wilayah kerjanya. Pada wilayah-wilayah tersebut
terkait erat dengan aspek sosial, ekonomi, lingkungan yang harus didukung oleh
investasi, kelembagaan, dan pelaksanaanya harus dilakukan secara terpadu.
Pengambilan investasi pembangunan RHL ini sangat ditentukan oleh nilai
manfaat yang dirasakan oleh semua pihak secara berkelanjutan (Setiawan, 1995).
Kegiatan rehabilitasi dapat dilaksanakan melalui kegiatan reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan penerapan teknik konservasi
tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif.
Kegiatan penghijauan yang dilakukan meliputi pembangunan hutan hak dan hutan
milik, pembangun usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan, dan
pembangunan usaha tani konservasi Daerah Aliran Sungai (MacKinnon, et. Al.,
1993).
Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Partisipasi adalah hal turut berperan serta disuatu kegiatan, keikutsertaan,
peran serta. Dengan demikian, maka dapatlah dikatakan bahwa partisipasi
sebagai suatu proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk
meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah
dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang bertanggung jawab.
Dan tujuannya adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna
bagi warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan.
Partisipasi (telah) menjadi salah satu ikon wajib dalam strategi
pembangunn di negara berkembang (sekurang-kurangnya) satu dasawarsa terakhir
ini. Dibidang kehutanan dilaksanakan berbagai program yang melibatkan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan sekaligus dalam upaya
peningkatan kesejahteraan. Salah satu program pengelolaan hutan partisipasi yang
diukenal luas dan telah lama dipraktikkan di Indonesia (Khususnya di wilayah
kerja Perum Perhutani) adalah perhutanan sosial (Nurrochmat, 2005).
Pengelolaan Hutan Rakyat
Hutan Rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal
0,25 Ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman
lainnya lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman
sebanyak minimal 500 tanaman per hektar (Keputusan Menteri Kehutanan No.
49/Kpts-II/1997 tanggal 20 Januari 1997). Kegiatan pengembangan pengelolaan
hutan rakyat ini, merupakan usaha untuk mengelola hutan rakyat berdasarkan azas
kelestarian lingkungan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, penyediaan bahan baku industri, dan peningkatan mutu lingkungan.
unit pengelolaan usaha hutan rakyat yang terdiri dari beberapa kelompok tani
dengan luas lahan minimal 900 Ha. Usaha hutan rakyat dapat dikembangkan pada
lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya di luar kawasan hutan yang
memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat yang bertujuan disamping
untuk rehabilitasi lahan juga menghasilkan kayu rakyat. Kegiatan pengelolaan
hutan rakyat berupa Pembuatan Hutan Rakyat / Kebun Rakyat, yaitu penanaman
lahan kosong dan pekarangan di luar kawasan hutan oleh masyarakat dengan jenis
tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Spesies), dan buah-buahan. Kegiatan
ini bertujuan untuk memperoleh penutupan lahan yang optimal untuk
mengendalikan lahan kritis, menghasilkan kayu bakar, kayu bangunan, untuk
keperluan masyarakat lokal, konservasi tanah, memperbaiki iklim mikro dan tata
air serta lingkungan. Pengkayaan Tanaman Hutan Rakyat adalah penambahan
anakan pohon pada tegakan hutan rakyat berupa anakan, pancang, tiang dan
pohon sejumlah 500 – 700 batang / ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai
tegakan hutan rakyat baik kualitas maupun kuantitasnya sesuai dengan fungsinya
(DEPHUT, 2006).
Pemilihan jenis tanaman untuk rehabilitasi lahan rawan banjir dan longsor
Pada prinsipnya, pemilihan jenis tanaman untuk pencegahan banjir dan
longsor menjadi kunci penting dalam keberhasilan pencegahan banjir dan longsor
menggunakan teknik vegetatif. Longsor lahan yang salah satu unsur utamanya
disebabkan oleh labilnya lapisan tanah harus dapat diantisipasi dengan pemilihan
jenis tanaman yang memiliki peran dalam menahan lapisan tanah, oleh karena itu
(mencengkram) tanah sehingga kestabilan tanah akan meningkat. Jenis tanaman
produktif yang memiliki akar tunggang dalam dan dapat dipergunakan untuk
kegiatan rehabilitasi lahan rawan longsor diantaranya adalah :
1. Alpukat (Persea americana)
2. Aren (Arenga pinata)
3. Bambu (Bambusa spp)
4. Cempedak (Artocarpus champeden)
5. Cengkeh (Syzygium aromaticum )
6. Jambu Mete (Anacardium occidentale)
7. Jengkol (Pithecollobium jiringa)
8. Kenanga (Cananga odorata)
9. Kayu Manis (Cinnamomum burmani)
10.Lengkeng (Euphoria longana)
11.Mangga (Mangifera indica)
12.Nangka (Artocarpus heterophylla)
13.Petai (Parkia speciosa)
14.Rambutan (Nephelium lappaceum)
15.Sukun (Artocarpus communis)
16.Mimba (Azadirachta indica)
17.Asam (Tamarindis indica)
Pengertian GIS
GIS (Geographic Information System) merupakan seperangkat sistem/alat
untuk membuat, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menvisualisasikan,
menquery, mentransformasi, memanggil kembali, menampilkan dan menganalisis
informasi dikaitkan dengan posisi pada permukaan bumi (georeferensi). GIS juga
dapat dikatakan sebagai sistem pendukung keputusan (decision support system)
yang computerized, yang melibatkan integrasi data spasial dalam memecahkan
masalah lingkungan (Cowen, 1988). GIS juga mempunyai kemampuan untuk
melakukan teknik analisis spasial misalnya buffering, overlaying, dan lain-lain.
(Subaryono, 2005).
Definisi AHP (Analytical Hierarchy Proses)
Metode AHP pertama kali dikembangkan oleh Prof. Thomas L. saaty dari
Wharton School of Business, University of Pennsylvania pada tahun 1970an.
AHP (Analytical Hierarchy Proses), disebut pula Proses Hirarki Analitik (PHA),
merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel
yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode
ini dapat menjelaskan suatu keadaan yang kompleks dan tidak terrstruktur dengan
cara:
1. Membagi-bagi kedalam bagian-bagiannya
2. Mengatur kembali bagian-bagian (Peubah) tersebut kedalam bentuk hirarki
3. menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap peubah tersebut melalui
4. Melakukan sintesa untuk menentukan peubah mana yang menpunyai prioritas
paling tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran
(outcome)yang diharapkan.
Keuntungan metode AHP sebagai alat bantu pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1. kesatuan : AHP memadukan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan
luwes untuk persoalan-persoalan yang tidak terstruktur.
2. Kompleksitas : AHP memadukan pendekatan deduktif dan induktif dalam
pemecahan persoalan yang kompleks.
3. Saling ketergantungan : AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran
manusia untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat
berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
4. Pengukuran : AHP memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal yang
kuantitatif dan kualitatif untuk menetapkan suatu prioritas.
5. Konsistensi : AHP mampu melacak konsistensi logis dari
pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan berbagai prioritas.
6. Sistensi : AHP menentukan kepada suatu taksiran menyeluruh tentang
kebaikan suatu alternatif
7. Tawar menawar : AHP dapat mempertimbangkan priorotas-prioritas relatif
dari berbagai faktor yang memungkinkan terpilihnya alternatif terbaik.
8. Penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan konsesus melainkan
mensistesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang
9. Pengulangan proses :AHP memungkinkan pengambil keputusan memperbaiki definisi dan pertimbangan suatu persoalan melalui pengulangan.
Namun demikian, beberapa kelebihan dari metode AHP tersebut tidaklah
menunjukkan bahwa AHP merupakan suatu ”magic formula” atau model yang
dapat memberikan jawaban ”paling benar (the right answer)”, melainkan
merupakan suatu proses yang dapat membantu pengambilan keputusan untuk
menemukan jawaban ”terbaik (the best answer)”, yakni jawaban (pilihan) yang
paling memenuhi tujuan/ sasaran (ojective) dari permasalahan yang dihadapi
(Tiryana, T dan Saleh. 2003).
Dalam (Tiryana, T dan Saleh. 2003), prinsip dasar dalam menggunakan
metode AHP antara lain :
1. Prinsip penyusun hieraki (decomposition)
Untuk menerapkan metode AHP, pengambilan keputusan harus dapat
mendefinisikan permasalahan secara jelas dan rinci. Selanjutnya, dilakukan
decomposition yaitu membagi-bagi permasalahan yang utuh dan kompleks
tersebut menjadi elemen-elemen lainnya secara hierarki. Dalam AHP, hierarki
permasalahn yang disusun harus mencerminkan hubungan antara tujuan
(goal), kriteria, sub-kriteria dan alternatif.
2. Prinsip penetaan prioritas (comparative judgement)
Setelah hierarki permasalahn terbentuk, selanjutnya pengambilan
keputusan harus menetapkan prioritas antar elemen. Dalam hal ini, harus
dilakukan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat
inti dari AHP, karena ini akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen
tersebut.
Untuk itu, pengambilan keputusan harus membuat pembanding
berpasangan antar elemen dalam suatu level tertentu dalam kaitannya dengan
pencapaian elemen ditingkat atasnya. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan
denganmenyajikan dalam bentuk matriks pembanding berpasangan (pairwise
comprison). Proses pembandingan berpasangan antar elemen dapat dilakukan
mulai dari puncak (tingkat pertama) hierarki untuk pembandingan antar
kriteria. Kemudian, pada tingkat tepat di bawahnya (tingkat kedua) dilakukan
pembandingan antar elemen.
3. Prinsip Konsistensi logika (logical consistency)
Dalam prinsip kontingensi logika, AHP melibatkan aspek kuantitatif dan
kualitatif dari pikiran manusia. Aspek kualitatif digunakan untuk
mendefinisikan masalah dan struktur hierarkinya. Sedangkan aspek kuantitatif
digunakan untuk mengekspresikan justifikasi dan preferensi secara ringkas
(concisely). Proses AHP dirancang untuk menggabungkan kedua aspek
tersebut. Dengan demikian aaspek kuantitatif merupakan sebuah hal yang
mendasar untuk melakukan pengambilan keputusan dalam situasi yang
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 di Kabupaten Aceh
Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues di Provinsi NAD. Analisis data dilakukan
di Laboraturium Manajemen Hutan Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Citra satelit (Landsat TM 5) DAS Tamiang (Path/row 129/57 dan 130/57)
tahun 2006.
2. Citra SRTM (Radar Topography Mission)
3. Peta administrasi DAS Tamiang.
4. Peta Landsystem DAS Tamiang.
5. Peta RTRWP DAS Tamiang.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Personal computer (PC) dengan perangkat lunaknya.
2. Perangkat SIG (Sofware Arc View 3,3 dan Erdas Image 8,5)
3. Global Positioning System (GPS)
4. Penyimpanan data berupa Flasdisc/CD
5. Camera Digital
Metode Penelitian 1. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data primer diperoleh dari pengambilan titik koordinat bumi
di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues Provinsi NAD
untuk klasifikasi daerah vegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis
penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan
studi literatur, terdiri dari:
1. Citra satelit (Landsat TM) DAS Tamiang (Path/row 129/57 dan
130/57) tahun 2006.
2. Peta administrasi DAS Tamiang.
3. Peta Landsystem DAS Tamiang.
4. Peta RTRWP DAS Tamiang.
b. Citra SRTM. Citra ini diperlukan dalam pembuatan Peta Kontur dan Peta
Slope
2. Analisis Data
a. Pembuatan Data Spasial
Pembuatan data spasial merupakan hal yang yang paling penting dalam
analisa data. Data spasial didigitasi dengan menggunakan alat digitizer atau
menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Peta kawasan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang didigitasi sesuai luas kawasan yang di
teliti. Peta hasil digitasi dipakai sebagai batasan kawasan yang diteliti. Adapun
1. Pembuatan Peta Ketinggian
Data citra dari SRTM harus diubah dalam bentuk format grid/DEM supaya
dapat diproses dalam Model Builder. Proses pengubahan ini dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak Global Mapper.
2. Pembuatan Peta Kelerengan
Prosedur pembuatan peta kelerengan sama dengan pembuatan peta
ketinggian. Peta kelerengan diperoleh dari DEM ketinggian melalui proses
Derive Slope.
3. Analisi Citra Untuk Pembuatan Peta Penutupan Lahan
Citra Landsat dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta tutupan
lahan dari kawasan yang diteliti. Analisis citra yang dilakukan dalam enam
tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti gambar 1, yang
mencakup :
a. Subset Image
Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan
daerah kawasan yang diteliti dari kedua citra tersebut.
b. Koreksi Citra
Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang
sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor
penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan
oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya
sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali.
1. Koreksi Geometris
Koreksi geometris dilakukan sesuai dengan atau penyebab
kesalahannya, yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan
random dengan sifat distorsi geometrik pada citra. Tujuan
koreksi geometrik antara lain :
- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat
citra sesuai dengan koordinat geografi
- Mencocokkan (registrasi) posisis citra dengan citra lainnya
ataua mentransformasikan sistem koordinat citra
multispektral atau mulittemporal
- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat
citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem
proyeksi tertentu.
2. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau
kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik,
kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik
pada atmosfer dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi
matahari.
c. Perbaikan Citra (Image Enhancement)
Image Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra,
baik untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk
d. Perbaikan Spasial (Spatial enhancement)
Spatial Enhancement bertujuan memperbaiki citra (memberikan efek kontras, penajaman tepi dan atau
penghalisan citra) menggunakan nilai-nilai pixel yang
bersangkutan dan yang ada disekitarnya.
2. Perbaikan Radiometrik (Radiometrik enhancement)
Radiometrik Enhancement adalah teknik memperbaiki citra
menggunakan nilai individu pixel yang bersangkutan saja.
Teknik manipulasi citra dilakukan dengan menggunakan
modifikasi histogram.
3. Perbaikan Spektral (Spectral enhancement)
Spectral Enhancement adalah teknik perbaikan citra
menggunakan masing-masing pixel sejumlah band (basis
multi-band), meliputi analisis komponen utama (principal
componen), komponen baku, komponen vegetasi,
transformasi warna berdasarkan kontras intensitas siturasi,
dan perentangan dekorelasi.
c. Klasifikasi Citra (Image classification)
Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi
terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan
menggunakan teknik kuantitaif. Klasifikasi citra yang digunakan
yakni klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi
informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap
kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.
d. Uji Ketelitian
Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil
interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan
serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari
setiap bentuk penutup/penggunaan lahan yang homogen.
Dimana untuk menghitung akurasi dipergunakan
persamaan-persamaan seperti berikut :
Overall Accuracy = 100%
N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan
r = Jumlah baris/lajur pada matrik kesalahan (jumlah klas)
Xkk = Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (Diagonal matriks)
Xkt =
∑
X
ij (Jumlah semua kolom pada baris ke-i)3. Analisis GIS
Untuk memperoleh peta daerah yang perlu direhabilitasi, maka langkah
yang dilakukan selanjutnya adalah analisis GIS melalui beberapa tahapan yakni :
• Pembuatan data spasial
Data spasial didigitasi dengan menggunakan alai digitizer atau menggunakan
perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen.
• Konversi spasial vector ke format grid
Data spasial dikonversi dari bentuk vektor ke format grid dengan tujuan
memudahkan untuk memudahkan pengolahan dengan perangkat lunak GIS
• Weighted Overlay
Untuk memperoleh peta daerah berpotensi kritis, maka tahapan selanjutnya
adalah mengoverlay-kan peta tutupan lahan dengan peta ketinggian kemudian
dioverlay-kan lagi dengan peta kelerengan lalu dioverlay-kan dengan peta
RTRWP, setelah itu dioverlay-kan lagi dengan peta tanah. Tahapan ini
dilakukan secara bertahap.
• Pengklassifikasian kelas-kelas daerah berpotensi kritis
Dari hasil Weighted Overlay kelas-kelas berpotensi kritis diklassifikasikan
berdasarkan kelas ketinggian, kelerengan, RTRWP , tanah dan kelas tutupan
b. Skoring Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Dalam menentukan skor untuk pemilihan jenis pohon dilakukan dengan
menggunakan metode AHP ( Analitycal Hierarchy Process ). Metode ini dapat
menjelaskan suatu keadaan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan cara :
1. Membagi-bagi ke dalam bagian-bagiannya
2. Mengatur kembali bagian-bagian (atau peubah) tersebut ke dalam bentuk
hierarki
3. Menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap peubah tersebut melalui
justifikasi penentuan tingkat kepentingannya
4. Melakukan sintesa untuk menentukan peubah yang mana mempunyai
prioritas paling tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran
(outcome) yang diharapkan
(Triyana dan Saleh, 2003).
Dalam metode ini responden yang diambil sebanyak 5 (lima) orang ahli,
yakni individu yang dinilai termasuk dalam kategori tenaga ahli, baik karena
kedudukannya, jabatannya, keilmuannya maupun pengalamannya. Hasil scoring
dari masing-masing ahli dianalisis dengan menggunakan Software Expert Choice
baik berdasarka criteria maupun sub criteria. Hasil skoring dari masing-masing
ahli tersebut dibuat menjadi suatu matriks gabungan agar diperoleh rataan
geometris dari setiap variable. Dengan demikian, akan diperoleh vector proritas
atau nilai bobot dari masing-masing variable yang sesungguhnya. Tenaga ahli
dalam penelitian ini adalah
1. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc.Ph.D, asal instansi Fakultas Pertanian
2. Prof. Ir. Abdul Rauf, S.P, M.S., asal instansi Fakultas Pertanian Sumatera
Utara.
3. Surya Adita, S.Hut, M.Si., asal instansi Dinas kehutanan Aceh Tamiang.
4. M Sulaiman Zakaria, asal instansi ketua kelompok tani hutan.
5. Ismail Marzuki, asal instansi ketua kelompok tani hutan
Adapun tahapan-tahapan dalam menggunakan AHP antara lain :
1. Penyusunan hierarki permasalahan
Hierarki permasalahan yang disusun harus mencerminkan hubungan
antara tujuan (goal), kriteria, sub-kriteria dan alternatif. Dalam
penelitian ini terdapat tiga kelas, sehingga terdapat tiga penyusunan
hierarki permasalah. Penyusunan hierarki permasalahan dapat dilihat
seperti gambar dibawah ini :
2. Menentukan kriteria mana yang lebih penting dan seberapa kali lebih
penting dibanding kriteria lainnya. Intensitas pembandingan ditunjukkan
oleh skala nilai dari 1 sampai 9 atau kebalikan seperti pada tabel berikut :
Tabel 1 Skala pembandingan berpasangan dalam penilaian elemen- elemen suatu hierarki
Intensitas
Pentingnya Defenisi
1 Kedua elemen yang dibandingkan sama penting
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen
yang lain
5 Elemen yang satu sangat penting dibandingkan elemen
lainnya
7 Satu elemen lebih jelas lebih penting daripada elemen
lainnya
9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang beredekatan
Kebalikan
Juka untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
a. Menyusunnya dalam bentuk matriks pembandingan berpasangan
3. Penentuan vektor prioritas
Penentuan vektor prioritas dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Membagi setiap elemen pada masing-masing kolom dengan jumlah
nilai dari kolom tersebut untuk menormalisasikannya
b. Menjumlahkan hasilnya pada masing-masing baris dan dibagi
masing-masing jumlah tersebut dengan banyaknya elemen pada
setiap baris
4. Penentuan tingkat konsistensi
Untuk mengetahui konsisten atau tidaknya pembandingan antar
kriteria, perlu dilakukan perhitungan tingkat konsistensi. Adapaun
tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :
a. Melihat kembali matriks pembandingan berpasangan antar kriteria
(A) dan vektor prioritasnya.
b. Mengalikan vektor prioritas tersebut dengan masing kolom dalam
matriks A.
c. Mengambil kolom jumlah baris dari hasil diatas dan dibagi dengan
nilai yang sesuai dengan vektor prioritasnya.
d. Menghitung nilai rata-rata dari vektor untuk menentukan akar ciri
terbesar (λmaks).
e. Menentukan indeks konsistensi ( CI = Consistency Indeks ) dengan
rumusan sebagai berikut :
f. Menentukan nilai rasio konsistensi (CR= Consistency Ratio) dengan
rumusan sebagai berikut :
CR =
dimana, nilai Random Consistency Index (RI) untuk penentuan
consistency ratio tersebut adalah seperti pada tabel berikut :
Tabel 2 Nilai random consistency index (RI) untuk penentuan consistency
Keterangan : n = banyaknya elemen yang diperbandingkan
RI = random consistency index
5. Penentuan prioritas pada tingkat sub kriteria
Pembandingan berpasangan untuk penentuan vektor prioritas sama seperti
pada tingkat kriteria
6. Penentuan tingkat konsistensi pada tingkat alternatif
Penentuan tingkat konsistensi pada tingkat alternatif sama seperti pada
tingkat kriteria
7. Sintesis
Proses sintesis permasalahan dalam AHP didasarkan atas penyatuan
vektor-vektor prioritas kriteria (dan jika ada vektor sub-kriteria) dan
matriks prioritas alternatif untuk suatu kriteria atau subkriteria tertentu.
Adapun tahapan sintesis ini adalah sebagai berikut :
a. Menentukan matriks prioritas alternarif dari masing-masing kriteria.
b. Melihat kembali vektor prioritas kriteria yang telah diperoleh (V)
c. Mengalikan matriks prioritas altrernatif (M) dan vektor prioritas
criteria (V) tersebut untuk memperoleh vektor prioritas alternatif
Untuk jelasnya tentang tujuan studi, pokok bahasan, sumber dan metode,
data kunci, serta hasil yang diharapkan dalam penelitian disajikan secara matrik
pada Tabel 3.
Tabel 3 Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian
Tujuan Studi Pokok
Bahasan Data Kunci
Sumber koordinat bumi di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Gayo Lues di Provinsi
NAD untuk
klasifikasi daerah vegetasi.
•Data sekunder
diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur
Instansi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Citra Satelit Penutpan lahan
Data penutupan lahan di Daerah Aliran Sungai Tamiang diperoleh dari
hasil interpretasi citra Lansad TM 5 dengan menggunakan klasifikasi terbimbing
(supervised classification). Citra yang terklasifikasi secara supervised kemudian
diuji lagi ketelitiannya dengan menggunakan metode maximum likelihood. Uji
ketelitian dilakukan setiap kelas tutupan lahan yang diinterpretasikan secara
visual. Dari hasil interpretasi tersebut, diperoleh 12 kelas tutupan lahan yang
terdapat di Daerah Aliran Sungai Tamiang. Penutupan lahan di kawasan Daerah
Aliran Sungai Tamiang disajikan dalam tabel 4
Tabel 4 Tipe Penutupan Lahan Hasil Olahan Citra di Daerah Aliran Sungai
Kelas Vegetasi Luas (Ha) Persentase (%)
Kebun Sawit 25.417,01 5,16
Kebun Karet 37.790,83 7,67
Badan Air 37.42,08 0,76
Pemukiman 48.61,89 0,99
Tambak 13.99,06 0,28
Mangrove 28.08,63 0,57
Lahan Kosong 11.515,67 2,34
Awan 22.274,48 4,52
Semak Belukar 44.489,11 9,03
Kebun Campuran 29.30,60 0,59
Hutan Primer 193.627,53 39,30
Hutan Sekunder 141.790,63 28,78
Total 492.647,50 100,00
Dari tabel 4 diketehui bahwa hutan primer mempunyai luas paling besar
yaitu sebesar 39,30 % kemudian disusul hutan sekunder sebesar 28,78 %. Luas
paling terkecil adalah tambak senilai 0,28 %. Untuk perkebunana mempunyai luas
dari masing-masing kelas yaitu kebun sawit 5,16 % dan kebun karet sebesar 7,67
%. Dan luas total keseluruhan DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha.
Gamba 5 Luas Tutupan Lahan
5,16 7,67
Ketinggian Tempat
Berdasarkan tempat topografinya, ketinggian tempat di wilayah Daerah
Aliran Sungai Tamiang bervariasi mulai dari 0-600 sampai dengan 2400-3000
mdpl. kelas ketinggian di Daerah Aliran Sungai Tamiang disajikan pada table 5.
Tabel 5 Kelas Ketinggian di DAS Tamiang
Kelas Ketinggian Luas (Ha) Persentase (%)
0-600 23.7400,59 48,20
600-1200 12.2285,80 24,83
1200-1800 10.0794,24 20,46
1800-2400 2.6253,41 5,33
2400-3000 5.790,74 1,18
Total 492.524,78 100,00
Sumber : Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)(2008)
Sebagian besar topografi di Daerah Aliran Sungai Tamiang adalah daerah
yang dengan kelas ketinggian 0-600 dengan luas sebesar 23.7400,59 Ha atau 48,2
% Ha, dikuti daerah ketinggian 600-1200 seluas 12.2285,80 Ha atau 24,83 % Ha.
sedangkan daerah yang terkecil daerah yang ketinggiannya mencapai 2400-3000
dengan luas 5.790,74 Ha atau 1,18 Ha.
Kelerengan
Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat yang utama
dari topogrfi yang mepengaruhi erosi. Dengan makin curam dan makinpanjangnya
lereng maka makin besar pula kecepatan aliran air permukaan dan bahaya erosi.
Bila dihubungkan kenyataan ini dengan lereng yang gundul, maka inilah yang
termudah untuk terjadinya erosi ditinjau dari sudut topografinya, karena kecepatan
dari pada aliran air permukaan dapat dengan mudah mengikis lapisan tanah.
Tabel 6. Kelas Kelerengan DAS Tamiang
Kelas Kelerengan Luas (Ha) Persentase (%)
0-8 15.6318,46 31,73
8-15 76.528,35 15,53
15-25 70.663,98 14,34
25-40 61.075,42 12,40
>40 12.8061,29 25,99
Total 492.647,50 100,00
Sumber : Shuttle Radar Topography Mission (SRTM)(2008)
Luas terbesar dan mendominasi di DAS Tamiang adalah kelas lereng datar
(0-8), yaitu seluas 15.6318,46 Ha atau sebesar 31,73 %. Dan luas terkecil adalah
Pembobotan Prioritas untuk Alternatif Jenis Tanaman
Pemilihan jenis tanaman yang diprioritaskan ini bertujuan untuk
mengetahui skor dari masing-masing jenis tanaman. Jenis tanaman yang
mempunyai skor tertinggi adalah jenis tanaman yang bernilai ekonomi, sosial
budaya dan ekologi yang tinggi menurut kelima para ahli.
Pembobotan alternatif dibuat sesuai dengan kelas ketinggian, kelerengan,
RTRWP dan jenis tanah yang terdapat di Daerah Aliran Sungai Tamiang. Untuk
lokasi GERHAN dilakukan di kawasan lindung yang terdapat di DAS Tamiang.
Dari penggabungan setiap masing-masing kelas diperoleh tiga zona untuk
menentukan tanaman yang diprioritaskan dari setiap zona di Daerah Aliran Sungai
Tamiang.
Hasil pembobotan vektor prioritas untuk alternatif penentuan jenis
tanaman dari masing-masing ahli yang di analisis dengan Software Expert Choice,
digabungkan menjadi matrik gabungan untuk memperoleh vektor prioritas.
Daerah yang akan direhabilitasi terbagi atas tiga zona yaitu zona satu
dengan parameter ketinggian 0-1200 mdpl, ketinggian 0-15 %. Zona dua pada
parameter 1200-2400 mdpl, kelerengan 12-40 %, dan zona tiga pada parameter
ketinggian 2400-3000 mdpl, ketinggian ≥ 40 %. Zona satu dapat disajikan pada
0,093
Jenis tanaman yang dirioritaskan
sentang
Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase
(%)
Ketinggian 0-1200 mdpl Mangrove 596,75 0,71
Kelerengan 0-15 % Lahan Kosong 815,74 0,98
Awan 2.240,24 2,68
Semak Belukar 3.694,82 4,42
Kebun Campuran 331,34 0,40
Hutan Primer 52.351,47 62,59
Hutan Sekunder 20.518,07 24,53
Total 83.637,83 100,00
Kelas prioritas I diperoleh dari kelas ketinggian 0-1200 m dpl, kelerengan
0-15 % dengan jenis tanah haplorthox, humitropeps, eutropeps, tropuduls,
dystrandepts, tropohumuls, dystropepst dan troporthent.
Hasil matriks gabungan berdasarkan tingkat sub kriteria jenis tanaman
yang diprioritaskan untuk GERHAN dalam upaya konservasi DAS menunjukkan
bahwa, nilai prioritas masing-masing berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada
gambar 7 di zona I.
Pada zona I, jenis tanaman yang ditanam pada lokasi GERHAN di
kawasan lindung Daerah Aliran Sungai Tamiang adalah Sentang, Sukun, Durian,
Mahoni, Petai, Jengkol, Mangga, dan Rambutan. Dari ke delapan jenis tanaman
yang berada di zona I para ahli memilih jenis tanaman yang diprioritaskan dari
kedelapan tanaman tersebut yang dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan
ekologi adalah Rambutan dengan nilai 0,149, kemudian disusul dengan Jengkol
0,145, dan Durian 0,133.
Menurut salah satu para ahli Bapak M. Sulaiman Zakaria mengatakan
bahwa Rambutan memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena rambutan memiliki
banyak jenis dan relatif lebih bisa dijangkau setiap kalangan. Jadi dari segi
pemasarannya lebih mudah. Dari segi ekologi rambutan mempunyai sifat
mengikat tanah dengan baik karena mempunyai akar tunggang, dan ini terdapat
kesemua jenis tanaman di zona I.
Tanaman yang ditanam pada zona I merupakan jenis tanaman yang cepat
pertumbuhannya. Sehingga tanaman-tanaman tersebut sering dijadikan tanaman
untuk merehabilitasi kawasan. Dari partisipasi masyarakat sendiri di kawasan
sekitar tersebut tidak merasa keberatan ikut memelihara tanaman-tanaman
tersebut.
Dari tabel 7 dapat dilihat untuk kelas tutupan lahan mangrove dan tambak
termasuk skor tanaman prioritas yaitu rambutan, dalam hal sebenarnya kelas
tutupan lahan mangrove dan tambak tidak termasuk dalam prioritas karena khusus
kelas tutupan lahan ini pemerintah kehutanan memilih tanaman sendiri dan sudah
dominan yaitu Aviceanea (api-api), Rhizophora Apiculata, Rhizophora
energi dalam pembuatan kayu bakar. Pemerintah juga bekerjasama dengan
masyarakat, pemerintah membiarkan tambak-tambak masyarakat sekitar kawasan
lindung pada hutan mangrove seluar 75,23 Ha dengan alasan masyarakat merawat
pelestarian mangrove diareal tambak tersebut. Hal ini pemerintah mendapatkan
pemeliharaan gratis oleh masyarakat dan bertambahnya ekonomi masyarakat
sekitar
Untuk zona II, sebaran zona II dapat disajikan pada table 10 dan hasil
matriks gabungan berdasarkan tingkat alternatif penentuan jenis tanaman yang
diprioritaskan disajikan pada gambar 8.
Tabel 8 Sebaran Zona II (GERHAN)
Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase %
Kebun Sawit 287,79 0,21
Semak Belukar 5.627,86 4,20
Kebun Campuran 155,14 0,12
Hutan Primer 74.993,20 55,90
Hutan Sekunder 45.097,64 33,62
Total 134.155,19 100,00
Dari table 8 diketahui kebun sawit terdapat pada zona II, ini bukti telah
terjadinya perubahan lahan pada kawasan lindung yang terdapat di DAS Tamiang.
Banjir bandang dan tanah longsor adalah akibat dari keegoisan manusia yang
mementingkan kebutuhan sendiri tanpa melihat dampak disekitarnya. Pernyataan
ini sesuai dengan (Mahdi, S. 2010) Seluas 7.000 hektare hutan di Kawasan
Ekosistem Leuser (KEL) di Kabupaten Aceh Tamiang dirambah dan dijadikan
0,1560,1480,156
Jenis Tanaman yang diprioritaskan
Kayu Manis
belum diserahkan kepada Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL)
walaupun BPKEL telah melakukan pengukuran ulang beberapa lahan perkebunan.
Staf Bidang Konservasi Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL),
Rudi H Putra, kepada Serambi, Rabu (7/4) mengatakan, kawasan KEL yang
dijadikan kebun kelapa sawit seluas 15.000 hektare. Dari luas tersebut 5.000
hektare di antaranya telah di serahkan ke BPKEL. Dan sekitar 7.000 hektare yang
belum diukur kembali sesuai HGU yang dimiliki perusahaan serta sisanya dalam
tahap pengukuran.
Gambar 10 Jenis Tanaman Pada Zona II
Zona II terdapat pada ketinggian 1200-2400 m dpl, kelerengan 15-40 %
dengan jenis tanah sulfaquents, tropoquents, haplorthox, tropuduls, humitropepts,
tropohumulst, eutropepst, troporthents, dystrandepts, dystropepst. Jenis tanaman
yang dipilih untuk rehabilitasi lahan adalah Kayu Manis, Kemiri, Asam Jawa,
Dari hasil gabungan dari pendapat para ahli Alpukat mempunyai nilai
ekonomis, sosial budaya dan ekologi yang tinggi dari ke enam jenis tanaman
tersebut dengan nilai 0,202. pinus merupakan nilai kedua yang tertinggi yaitu
0,176.
Zona III diperoleh dari ketinggian 2400-3000 m dpl, kelerengan > 40
dengan jenis tanah haplorthox, humitropepts, eutropepts, tropudulst, troporthents,
dystrandepts, tropohumulst, dystropepts.
Tabel 9 Sebaran Zona III (GERHAN)
Parimeter Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase %
Kebun Sawit - -
Semak Belukar 2.604,39 3,81
Kebun Campuran 43,16 0,06
Hutan Primer 49.112,90 71,90
Hutan Sekunder 13.061,83 19,12
0,326
Jenis Tanaman yang diprioritaskan
Suren
Sampinur Bunga
Meranti
Gamabar 11 Jenis Tanaman Pada Zona III
Jenis tanaman yang terdapat di zona III adalah Suren, Sampinur Bunga,
dan Meranti. Untuk zona III tidak dipilih tanaman produktif karena dilihat dari
ketinggian temapatnya. Menurut salah satu ahli yaitu Bapak Surya Adita, jenis
tanaman yang dipilih pada ketinggian 2400-3000 dipilih jenis tanaman yang
bersifat mengikat tanah lebih kuat tetapi bisa juga dimanfaatkan oleh masyarkat
misalnya pada tanaman Meranti, biji tengkawang yang dihasilkan dari pohon
meranti merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang bisa dimanfaatkan
langsung oleh masyarakat. Nilai yang paling tinggi menurut dari keliama para ahli
adalah Meranti 0.383.
Menurut salah satu responden Bapak Abdul Rauf, pada pinggiran sungai
sebaikknya ditanam pada jenis tanaman Bambu dan Aren karena kedua jenis ini
mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai perakaran yang dalam sehingga
jenis tanaman ini sangat cocok untuk dijadikan tanaman pencegah erosi, longsor
merupakan salah satu sumberdaya alam dan sebagai salah satu plasma nutfah
penyusun keanekaragaman hayati Dengan demikian apabila ditinjau dari segi
ekonomi, ekologi maupun segi sosial budaya, maka bambu menpunyai banyak
Tabel 10 Sebaran Kelas Tutupan Lahan disetiap Zona GERHAN
Air Permukiman Tambak Mangrove
Lahan
Total 1173,30 2405,14 569,43 251,69 75,23 596,75 2.109,20 11.329,75 11.927,08 529,64 17.6457,57 78.677,54 286.102,32
Lokasi GERHAN di Daerah Aliran Sungai Tamiang berada pada kawasan lindung
yang berada di DAS Tamiang, total keseluruhan DAS Tamiang adalah 4.926.47,50 Ha.
Sedangkan untuk kawasan lindung sebagai lokasi GERHAN yang berpotensi krisis
adalah 286.102,32 Ha.
Adanya perubahan lahan yang sangat luas membuat Daerah Aliran Sungai
Tamiang terjadi banjir bandang diikuti tanah longsor yang terjadi akhir Desember 2006
lalu. Ini bukkti telah berubahnya kawasan hutan menjadi areal perkebunan ataupun
Gambar 10. Kelas Prioritas di Lokasi GERHAN
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit landsat TM (path/row 129/57 dan
130/57) Tahun 2006 luas total DAS Tamiang adalah 492.647,50 Ha. Tutupan
lahan terluas didominasi oleh hutan primer dengan luas 193.627,53 Ha atau
39,30 %.
2. Total luas lokasi GERHAN di kawasan lindung DAS Tamiang sebesar
286.102,32 Ha, terdiri zona I dengan ketinggian dan kelerengan 0-1200 mdpl,
0-15 % seluas 83.637,84 Ha atau 29,23%, zona II dengan ketinggian dan
kelerengan 1200-2400 mdpl, 15-40 seluas 134.155,18Ha atau 46,89% dan
zona III dengan ketinggian dan kelerengan 2400-3000, ≥ 40 % seluas
68.309,30Ha atau 23,88%.
3. Hasil skoring para ahli dengan menggunakan Analitycal Hierachy Process
(AHP) menunjukkan bahwa faktor yang paling diprioritaskan untuk
pembangunan GERHAN dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya dan ekologi
pada kelas zona I adalah Rambutan 0,149, zona II adalah Alpukat 0,202, dan
zona III adalah Meranti 0,383.
Saran
Diharapkan kepada peneliti lanjutan sebaiknya meneliti kelas bahaya erosi,
kelas kekritisan lahan dan mengetahui daerah rawan banjir mengingat Aceh
DAFTAR PUSTAKA
Arimbi, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kansius. Yogyakarta.
Arsyad, Sitanala. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Budiyanto, E. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARCVIEW GIS. Andi: Yogyakarta.
Fathoni, T. 2003. Tiga Menko Bentuk Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi. Siaran Pers Kepala Pusat Informasi KehutananNo.561/II/PIK-1/2003.
[12Nov 2008].
Hamilton, Peter N. King. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Gadjah mada university press. Yogyakarta.
Kartimin, T. 2005. Program Pelaksanaan GERHAN Dalam Prosiding Ekspose hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Sumatra.
Mackinnon, D., John Mackinnon, G., Child dan J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan Yang Di Lindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Marwah, S., 2008. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Satuan Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan, Bogor.
Nawir, A. A., Muniarti dan L. Rumboso. 2008. Rehabilitasi Hutan Di Indonesia:Akan kemanakah arañilla estela lebih dari tiga dasawarsa?. Bogor. Indonesia: Center For Internacional Forestry research (CIFOR).
Nurrochmat, D.R.,2005. Strategi Pengelolaan Hutan dalam Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Belajar. Yogyakarta.
Setiawan, A.I. 1995. Penghijauan Lahan Kritis . Penebar Swadaya. Jakarta.
Subaryono, 2005, “Pengantar Sistem Informasi Geografis”. Jurusan Teknik Geodesi, FT UGM: Yogyakarta.
Model Name: PRIORITAS 1
Priorities w ith respect to: Zulkifli NST
Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA
Model Name: PRIORITAS 1
Priorities w ith respect to: Abdul Rauf
Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA
Model Name: PRIORITAS 2
Priorities w ith respect to: Surya Adit a
Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA
Model Name: PRIORITAS 3
Priorities w ith respect to: I sm ail Marzuki
Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > SOSI AL BUDAYA
> KESESUAI AN ADAT
SUREN ,24 3
SAMPI NUR BUNGA ,08 8
MERAN TI ,66 9
I nconsist ency = 0,0 1 w ith 0 missing judgment s.
Model Name: PRIORITAS 3
Priorities w ith respect to: M.Sula im an Zakaria
Goal: PEMI LI HAN JEN I S TAN AMAN YA > SOSI AL BUDAYA
> KESESUAI AN ADAT
SUREN ,17 4
SAMPI NUR BUNGA ,19 2
MERAN TI ,63 4
Lampiran 3 Tabel Hasil Kappa Accuracy
Data Kebun
Karet
Badan
Air Permukiman Sawah
Lahan
Accuracy 96,66
Kappa