PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR PUBLIK DALAM
PENGHAPUSAN PENCATATAN (DELISTING) SAHAM PADA
KEGIATAN PASAR MODAL INDONESIA
Tesis Oleh :
MUKHTI
067005075/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
(SEMINAR HASIL)
N a m a : MUKHTI
N I M : 067005075
Program Studi : Magister Ilmu Hukum
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR PUBLIK
DALAM PENGHAPUSAN PENCATATAN (DELISTING) SAHAM PADA KEGIATAN PASAR MODAL INDONESIA
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H,M.H. K e t u a
Prof.Dr.Ningrum Natasya Sirait,S.H,L.L.M. Dr.Sunarmi,S.H,M.Hum.
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Direktur
Prof.Dr.Bismar Nasution, S.H.M.H. Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,M.Sc.
ABSTRAK
Delisting dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan otoritas bursa sehingga efek emiten yang bersangkutan tidak lagi diperdagangkan di lantai bursa. Ada dua bentuk delisting. Pertama, delisting yang dilakukan secara paksa (forced delisting). Bentuk delisting ini terjadi ketika perusahaan tersebut tidak lagi dapat memenuhi kriteria dan syarat pencatatan yang telah ditetapkan oleh bursa efek. Kedua, mekanisme delisting yang dilakukan secara sukarela (voluntary delisting), dimana emiten mengajukan permohonan untuk keluar dari bursa menurut alasan-alasan internal. Akhir-akhir ini, pasar modal Indonesia kembali dihadapkan oleh permasalahan maraknya aksi delisting secara sukarela. Berangkat dari permasalahan di atas, tulisan ini berusaha menelaah beberapa pertanyaan fundamental seperti: apa latar belakang terjadinya delisting di bursa efek selama ini. Bagaimana aspek hukum dalam pelaksanaan delisting saham, Bagaimana mekanisme perlindungan hukum yang dilakukan oleh Bapepam bagi investor publik dalam proses delisting saham dan apakah ketentuan dibidang pasar modal yang ada telah memberikan perlindungan hukum bagi investor publik manakala terjadi penghapusan delisting saham.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.
Bapepam menetapkan kriteria penentuan harga saham untuk memberikan perlindungan mengenai kewajaran harga saham Bagi Bapepam, hal utama yang diperhatikan dalam melakukan voluntary delisting atau go private serta dalam melakukan forced delisting saham adalah perlindungan terhadap pemegang saham publik, dimana pemegang saham publik dianggap sebagai Pemegang Saham Independen kecuali yang bersangkutan mengatakan lain. Sehingga diwajibkan untuk memperoleh persetujuan Pemegang Saham Independen terlebih dahulu dan melakukan pembelian saham melalui penawaran tender. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Bapepam selaku regulator sudah mencukupi dalam hal perusahaan akan melakukan go private, tetapi masih belum cukup memadai ketika perusahaan selesai melakukan go provate, meskipun belum sepenuhnya menyentuh kepada pemegang saham publik yang tidak mau menjual sahamnya atau tidak menyetujui voluntary delisting atau go private setelah perusahaan berubah menjadi tertutup
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Investor Publik, Penghapusan Pencatatan
ABSTRACT
Delisting can be interpreted as an action conducted by stock authority, so that the share of emiten pertinent will no longger being commercialized at stock exchange floor. There is two form of delisting. First, delisting conducted forcibly (forced delisting). Form of this delisting happened when the company will no longger earn to fulfill record-keeping condition and criterion which have been specified by stock exchange. Second, the mechanism of delisting conducted voluntaryly (voluntary delisting), where emiten apply to go out from stock exchage, according to internal reasons. Recently, Indonesia capital market is confronted again by problems the hoisterous the action of voluntary delisting. Leave from problems above, this article tries to analyze some fundamental question like: what is the background the happening of delisting at stock exchange during the time. How's the legal aspect in share delisting, How's the mechanism of the protection of law conducted by Bapepam to public investor in share delisting process and have the rule of existing capital market area given protection of law to public investor when share delisting happened.
The method which used in this research is normative juridist. Research Method of normative referred as research of doctrinal (doctrinal research) that is a research which analysing law both for written in book, (law as it is written in the book), and also law decided by judge through litigation (law it is decided by the judge through judicial process). Law research of normative is based on secunder notes and emphasize on the steps of speculative-teoretic analysis and normative-qualitative analysis.
For Bapepam, especial matter which paid attention in conducting voluntary delisting or go private and forced delisting is the protection to public stockholder, where considered the public stockholder pretended as Independent Stockholder except pertinent tell otherly. so that, obliged to get permission of Independent Stockholder beforehand and conduct purchasing of share through tender offer. Got protection through rule of the tender offer is in the case of share price, and existence of the same opportunity for all public stockholder to sell they owned share. Rule of voluntary delisting or go private at capital market has not yet been arranged clearly, however Bapepam have specified rule fringes related to execution of go private, some taken away by rules which it is true there previously and added with changes to accomodate legal protection aspect to public investor.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada ALLAH SWT atas
segala karunia-Nya, rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister
Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera
Utara, Medan. Adapun judul tesis ini adalah: “Perlidungan Hukum Bagi Investor
Publik Dalam Penghapusan Pencatatan (Delisting) Saham Pada Kegiatan Pasar Modal Indonesia”
Di dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik
berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Perkenankanlah
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyelesaian studi ini, kepada :
1. Prof. Chairuddin P. Lubis DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan sehingga saya dapat
menyelesaikan tesis ini.
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B, M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister
Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, sebagai Ketua Program studi Magister
meluangkan waktunya untuk membimbing penulisan dalam penulisan tesis ini,
serta dorongan dan masukan yang penulis pikir merupakan hal yang sangat
substansi sehingga tesis ini selesai di tulis.
4. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI, sebagai Komisi Pembimbing
dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan dan saran kepada
penulis.
5. Dr. Sunarmi, M.Hum, sebagai Komisi Pembimbing, dengan penuh perhatian
memberikan arahan serta dorongan dalam penulisan tesis ini.
6. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH dan Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku
penguji penulis, terima kasih atas segala masukan dan nasehat selama ini.
7. Seluruh Guru Besar dan Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan nasehat
selama ini.
8. Kedua Orang Tua Tercinta yang mendidik dengan penuh rasa kasih sayang,
menanamkan budi pekerti yang luhur serta iman dan taqwa kepada Allah SWT.
9. Istri dan Anak-anak tercinta atas pengorbanan waktu dan kesabarannya selama
ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu.
10. Kepada Saudara-saudara ku, Kakak dan Adik Penulis sayangi, atas kesabaran
dan pengertiannya serta memberikan do’a dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini.
11. Kepada Rekan-rekan di Sekolah pascasarjana., dan rekan-rekan yang tidak
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat dan jika
tesis ini terdapat kekurangan dan kekeliruan disana-sini, penulis juga menerima kritik
dan saran yang bertujuan serta bersifat membangun untuk menyempurnakan
penulisan tesis ini.
Medan, Agustus 2008
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Mukhti
Tempat/Tgl. Lahir : Kijang (Kepri)/ 11 April 19 Desember 1974 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Instansi : Induk Koperasi TNI AU Perwakilan Batam
Pendidikan : - Sekolah Dasar Negeri 029, Tg. Pinang (Lulus Tahun 1986)
- Sekolah Menengah Pertama Negeri 04, Tg. Pinang
(Lulus Tahun 1989)
- Sekolah Menengah Atas Negeri 08 Medan (Lulus
Tahun 1992)
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Swadaya (Lulus Tahun
1997)
- Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Lulus
DAFTAR ISI KEGIATAN PASAR MODAL INDONESIA ... 31
A. Konsep dan Pengertian Delisting dan Go Private... 31
BAB III : MEKANISME PERLINDUNGAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH BAPEPAM BAGI INVESTOR PUBLIK DALAM PROSES PENGHAPUSAN PENCATATAN (DELISTING) SAHAM PADA KEGIATAN PASAR MODAL INDONESIA ... 65
A. Ketentuan Umum Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali Saham (Relisting)... 65
1. Penghapusan Pencatatan (Delisting) Saham ... 66
2. Voluntary Delisting dan Forced Delisting ... 71
B. Pencatatan Kembali dan Biaya Pencatatan Saham ... 83
C. Peranan Bapepam dalam Menegakkan Hukum Pasar Modal ... 87
1. Rincian Tugas Bapepam Versi Undang-Undang Pasar Modal . 88 2. Kewenangan Bapepam Sebagai Lembaga Pemeriksa ... 93
BAB IV : ANALISIS KETENTUAN DI BIDANG PASAR MODAL DIKAITKAN DENGAN PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR PUBLIK DALAM PENGHAPUSAN PENCATATAN (DELISTING) SAHAM
PADA KEGIATAN PASAR MODAL INDONESIA... 102
A. Delisting dan Hakikat Bursa Efek ... 102
B. Peluang dan Risiko Investasi Saham... 110
C. Kendala-Kendala Bapepam dalam Perlindungan Hukum bagi Investor Publik ... 113
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 121
B. Saran... 123
DAFTAR PUSTAKA ... 125
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi Indonesia yang termasuk sebagai negara berkembang, untuk bisa
mendatangkan investor setidak-tidaknya dibutuhkan tiga syarat yaitu: pertama harus
ada economic opportunity (investasi mampu memberikan keuntungan secara
ekonomis bagi investor), kedua, ada political stability (investasi akan sangat
dipengaruhi stabilitas politik), dan ketiga, ada legal certainty atau kepentingan
hukum.1
Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan
ekonomi adalah ketentuan di bidang pasar modal yang pada saat ini masih didasarkan
pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara
Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608. Dengan adanya
Undang-undang Pasar Modal diharapkan pasar modal dapat memberikan kontribusi
yang lebih besar dalam pembangunan sehingga sasaran pembangunan di bidang
ekonomi dapat tercapai. 2
Pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke
arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pasar
modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia
1
Erman Radjagukguk, ”Hukum Investasi di Indonesia”, makalah disampaikan pada Seminar Pasar Modal yang diselenggarakan FH UI Jakarta, tanggal 23 Juni 2005, hal.40.
2
usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan
di sisi lain pasar modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk
pemodal kecil dan menengah.
Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal
menyediakan berbagai alternatif investasi lainnya seperti menabung di bank, membeli
emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.3
Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan
jangka panjang seperti : obligasi, saham dan lainnya.
Sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi, maka pasar modal memiliki
peran dan manfaat sebagai berikut :4
a. Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien. Investor dapat
melakukan investasi pada beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek yang
baru ditawarkan ataupun yang diperdagangkan di pasar modal. Sebaliknya,
perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan
instrumen keuangan jangka panjang melalui pasar modal tersebut.
b. Pasar modal sebagai alternatif investasi. Pasar modal memudahkan alternatif
berinvestasi dengan memberikan keuntungan dengan sejumlah risiko tertentu.
3
Republik Indonesia, Bapepam, Buku Panduan, Investasi di Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Bapepam Press, 2006), hal.1.
4
c. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan
berprospek baik. Perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek yang baik,
sebaiknya tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang-orang tertentu saja, karena
penyebaran kepemilikan secara luas akan mendorong perkembangan perusahaan
menjadi lebih transparan.
d. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan.
Keikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan perusahaan mendorong perusahaan
untuk menerapkan manajemen secara lebih profesional, efisien dan berorientasi
pada keuntungan, sehingga tercipta suatu kondisi GCG (good corporate
governance) serta keuntungan yang lebih baik bagi para investor. Sehubungan
dengan pelaksanaan good corporate governance, Bapepam (Badan Pengawas
Pasar Modal) menganjurkan setiap perusahaan publik untuk memiliki suatu
komite audit.
e. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional. Dengan keberadaan pasar modal,
perusahaan-perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana, sehingga akan
mendorong perekonomian nasional menjadi lebih maju, yang selanjutnya akan
menciptakan kesempatan kerja yang luas, serta meningkatkan pendapatan pajak
Perusahaan memperoleh dana di pasar modal dengan melaksanakan
penawaran umum (public offering) dan penempatan investasi penawaran terbatas
(private placement). Perusahaan ini dikenal sebagai emiten.5
Mengingat pasar modal memiliki peranan yang strategis untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapatkan
pengawasan agar dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. Untuk itu
secara operasional Bapepam diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina,
mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal.
Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik yang
bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, pembimbingan dan pengarahan
maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan
sanksi.
Selanjutnya, agar kegiatan di pasar modal dapat berjalan dan dilaksanakan
secara teratur dan wajar, serta agar masyarakat pemodal dapat terlindungi dari
praktek yang merugikan dan tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam
undang-undang ini, maka Bapepam diberi kewenangan untuk melaksanakan dan menegakkan
ketentuan yang ada dalam undang-undang tersebut. Kewenangan tersebut antara lain
kewenangan untuk melakukan penyidikan, yang pelaksanaannya didasarkan pada
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.6
5
Ibid., hal. 6
6
Perkembangan pasar modal global yang dinamis dan cepat, menuntut para
regulator untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Sehingga
mampu untuk bersaing di tingkat internasional. Mengamati fenomena-fenomena yang
terjadi pada pasar modal global beberapa tahun ke belakang, regulator pasar modal
Indonesia berupaya untuk mengantisipasi perkembangan tersebut yang terjadi di masa
kini dan masa depan nantinya dengan membuat suatu koridor yang jelas yang
kemudian diimplementasikan dalam bentuk peraturan.
Gagalnya regulator untuk mengamati perkembangan yang terjadi atau kurang
cepatnya beradaptasi dengan perkembangan tersebut, dapat mengakibatkan,
ditinggalkannya pasar modal Indonesia oleh para investor.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, Undang-undang Pasar Modal
mengatur secara jelas aturan-aturan main sebelum dan sesudah Perusahaan
melakukan penawaran umum. Akan tetapi dalam Undang-undang Pasar Modal tidak
diatur lebih lanjut apabila suatu perusahaan yang sudah melakukan penawaran umum
itu, ingin keluar dari industri pasar modal atau disebut juga dengan istilah “go
private”. Acuan yang dipakai sekarang berupa kebijakan Ketua Bapepam kepada
perusahaan yang akan melakukan proses go private.
Prosedur yang biasa dilakukan oleh emiten atau Perusahaan Publik dalam
rangka go private adalah dengan melakukan tender offer atas kepemilikan saham
publik dengan harga di atas harga pasar tetapi masih di antara harga wajar saham
Sebelum melakukan penawaran tender, didahului dengan penyampaian
informasi yang tertuang dalam surat edaran kepada pemegang saham, dimana
Bapepam melakukan penelaahan atas kecukupan keterbukaan informasi surat edaran
ditinjau dari aspek keterbukaan, aspek akuntansi dan aspek hukum.
Keterbukaan merupakan suatu kewajiban bagi setiap perusahaan yang telah
menjual sahamnya melalui lantai bursa. Prinsip keterbukaan (disclosure principles)
merupakan suatu yang harus ada baik untuk kepentingan pengelola bursa, Bapepam
dan pemodal atau investor. Informasi yang harus di-disclose adalah seluruh informasi
mengenai keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum manajemen, dan
harta kekayaan perusahaan kepada masyarakat. Keterbukaan terhadap kondisi
perusahaan yang melakukan emisi saham menyebabkan calon investor dapat
memahami dan memutuskan kebijakan investasinya.7
Menurut Bismar Nasution, setidaknya ada tiga fungsi prinsip keterbukaan
dalam pasar modal. Pertama, prinsip keterbukaan berfungsi untuk memelihara
kepercayaan publik terhadap pasar. Tidak adanya keterbukaan terhadap pasar
membuat investor tidak percaya terhadap mekanisme pasar. Sebab prinsip
keterbukaan mempunyai peranan penting bagi investor sebelum mengambil
keputusan untuk melakukan investasi karena melalui keterbukaan bisa membentuk
7
suatu penilaian (judgement) terhadap investasi, sehingga investor dapat secara
optimal menentukan pilihan terhadap portfolio mereka.8
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa saham Indonesia pada tahun
2005 sampai dengan 2007 ini, menunjukkan kenaikan yang amat signifikan.
Kenaikan ini terjadi karena didasari oleh perbaikan keadaan fundamental
perekonomian Indonesia, dan ekspektasi investor asing maupun domestik bahwa
perekonomian Indonesia akan terus membaik di masa yang akan datang. Namun,
fenomena penghapusan pencatatan saham (delisting) yang masih terjadi di bursa
saham Indonesia telah menimbulkan sedikit kecemasan tentang prospek pasar saham
di masa yang akan datang.9
Kinerja pasar modal Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2007 ini,
cukup luar biasa. IHSG mengalami kenaikan yang signifikan dan berkelanjutan
(sustainable) sejak akhir tahun 2005. Dan pada bulan Januari 2006 IHSG mencapai
1232,3, naik sebesar 17,9 persen dibandingkan dengan level pada bulan Januari tahun
2005 yang berada pada 1045,4. Seiring dengan berkembangnya sentimen positif
terhadap prospek perekonomian Indonesia, IHSG terus mengalami kenaikan
sepanjang tahun 2005. IHSG mencapai level sekitar 1757,3 pada bulan Januari tahun
2007, atau mengalami kenaikan sebesar sekitar 68 persen dibandingkan dengan level
pada bulan Januari 2006. Dengan kinerja yang demikian, pasar modal Indonesia
merupakan salah satu pasar modal yang menunjukkan kinerja tertinggi (dilihat dari
8
Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Press, 2001), hal. 9
9
kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan) di dunia pada tahun 2006.10
Walaupun demikian, bukan berarti tidak ada masalah atau potensi masalah di
bursa saham Indonesia. Isu delisting merupakan salah satu masalah yang sedang
dihadapi pasar modal Indonesia sekarang. Akhir-akhir ini persoalan delisting
(penghapusan pencatatan efek perusahaan di bursa efek). Untuk selanjutnya penulisan
penghapusan pencatatan efek perusahaan di bursa efek dalam tesis ini akan
menggunakan istilah kata delisting. Beberapa perusahaan potensial yang sudah lama
mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak tanggal 1 Desember 2007 BEJ
dan BES dijadikan satu yaitu BEI (Bursa Efek Indonesia) tiba-tiba mengumumkan
rencananya kepada pihak otoritas bursa untuk melakukan go private secara sukarela.
Bursa Efek Indonesia akan melakukan evaluasi terhadap saham-saham
kategori kecil dari Bursa Efek Surabaya (BES). Bursa Efek Indonesia mendapatkan
saham limpahan BES 14 saham status perdagangan aktif, sementara sisanya sekitar
12 saham dan statusnya dihentikan sementara atau disebut dengan suspensi.11
Beberapa di antaranya bahkan pernah dihilangkan (delisting) dari Bursa Efek
Indonesia (BEI), karena tidak memenuhi ketentuan seperti PT. Toba Pulp Lestari
Tbk. dan PT. Bukaka Teknik Utama Tbk.
10
Medan Bisnis, Rubrik Ekonomi, 12 Januari 2007, hal. 7
11
Direktur pencatatan BEI, Eddy Sugito menjelaskan bahwa masuknya kembali
saham-saham yang pernah di-delisting oleh BEI papan pengembangan BEI,
dikarenakan adanya komitmen antara BEJ dan BES sebelumnya.12
Berbagai alasan dikemukakan oleh perusahaan-perusahaan yang memutuskan
untuk keluar dari bursa saham. Salah satu alasan yang sering disebut oleh perusahaan
multinasional adalah adanya program konsolidasi regional dan konsolidasi finansial
yang dilakukan oleh perusahaan induk.
Selain itu, ada beberapa alasan lain yang masih perlu dikaji kebenarannya
lebih lanjut melalui suatu analisa dan survei yang lebih mendalam, misalnya
kurangnya insentif-insentif khusus yang diberikan pemerintah, seperti perpajakan
atau kemudahan perijinan bagi perusahaan-perusahaan yang tercatat di bursa.
Sementara itu otoritas pasar modal juga dipandang melakukan pengawasan yang
terlalu kaku sehingga mempersulit perusahaan terbuka dalam proses pengambilan
kebijakan.
Tentu saja alasan-alasan yang disebutkan oleh perusahan-perusahaan di atas
belum sepenuhnya benar. Walaupun demikian, satu hal yang perlu disadari adalah
fenomena delisting saat ini masih terjadi di bursa saham Indonesia. Hal ini, apabila
berlanjut terus, tentunya akan berdampak tidak terlalu baik bagi bursa saham
Indonesia. Untuk mencegah terjadinya delisting secara berkelanjutan diperlukan
pemahaman yang mendasar tentang faktor-faktor penyebab utama terjadinya delisting
di bursa saham Indonesia secara komprehensif.
12
Sebagai contoh, beberapa pendapat hukum telah membicarakan motivasi
kerjasama seperti membentuk hal yang baik di hari ulang tahun yang ke lima belas,
yang dimulai dengan sebuah kampanye untuk menarik investor, menghindari
delisting di bursa saham dan memelihara hubungan harmonis dengan kreditor. 13
Studi ini dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor pemicu utama terjadinya
delisting secara lebih komprehensif. Dalam studi ini, faktor-faktor mikro pemicu
tersebut akan juga dikaitkan dengan kondisi makro dan iklim usaha Indonesia secara
keseluruhan. Hal ini dilakukan karena adanya dugaan bahwa maraknya delisting yang
dilakukan terutama oleh perusahaan-perusahaan multinasional juga terkait dengan
tidak kondusifnya iklim usaha secara makro di Indonesia. Aspek lingkungan bisnis
ini diduga turut pula mempengaruhi keputusan perusahaan-perusahaan terutama
perusahaan-perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing), untuk melakukan
voluntarily delisting. Studi ini diharapkan dapat memberikan jawaban yang lebih jelas
tentang penyebab delisting, sekaligus langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk
mencegah trend delisting yang berkelanjutan di pasar modal.
13
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana aspek hukum dalam pelaksanaan penghapusan pencatatan
(delisting) pada kegiatan pasar modal Indonesia?
2. Bagaimana mekanisme perlindungan hukum yang dilakukan oleh Bapepam
bagi investor publik dalam proses penghapusan pencatatan (delisting) saham
pada kegiatan pasar modal Indonesia?
3. Apakah ketentuan di bidang pasar modal yang ada telah memberikan
perlindungan hukum bagi investor publik manakala terjadi penghapusan
pencatatan (delisting) saham pada kegiatan pasar modal Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui aspek hukum dalam pelaksanaan penghapusan pencatatan
(delisting) pada kegiatan pasar modal Indonesia.
2. Untuk mengetahui mekanisme perlindungan hukum yang dilakukan oleh
Bapepam bagi investor publik dalam proses penghapusan pencatatan (delisting)
3. Menganalisa ketentuan di bidang pasar modal yang ada apakah telah memberikan
perlindungan hukum bagi investor publik manakala terjadi penghapusan
pencatatan (delisting) saham pada kegiatan pasar modal Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua kegunaan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi di bidang
ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui dinamika masyarakat dan
perkembangan hukum pasar modal serta seluruh proses mekanismenya, khususnya
masalah perlindungan hukum bagi investor publik dalam penghapusan pencatatan
(delisting) saham pada kegiatan pasar modal Indonesia. Selain itu penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata peraturan
hukum dalam pasar modal Indonesia.
2. Secara Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan bagi aparat
penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan, dan advokat) serta
konsultan hukum pasar modal serta badan pengawas pasar modal, sehingga aparat
penegak hukum dan para pihak yang terlibat dalam pasar modal mempunyai persepsi
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan
Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang perlindungan hukum
bagi investor publik dalam penghapusan pencatatan (delisting) saham pada kegiatan
pasar modal Indonesia belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan
masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang pasar modal.
Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur,
rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang
membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Penghapusan pencatatan (delisting) adalah penghapusan efek dari daftar efek
yang tercatat di bursa sehingga efek tersebut tidak dapat diperdagangkan di bursa.
Pengertian dari konsep “korporasi” ada berbagai macam, salah satunya
menurut terminologi hukum “korporasi” (corporation) adalah sekelompok orang
yang secara bersama-sama melaksanakan urusan finansial, keuangan, ideologi atau
urusan pemerintahan.14 Di lain pihak pengertian korporasi termasuk di dalamnya
pengertian dari badan usaha, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan,
perserikatan dan organisasi.
14
Untuk mendukung pemahaman dalam penulisan tesis ini dapat disampaikan
beberapa kerangka teori tentang apa yang disebut sebagai pemegang saham
independen atau pemegang saham minoritas dan teori suatu keputusan penting yang
menyangkut kepentingan pemegang saham minoritas turut diputuskan oleh pemegang
saham minoritas tersebut sebab bila diserahkan kepada RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) biasa, pemegang saham minoritas pasti kalah.15
Aktualitas pemegang saham minoritas dalam Perseroan Terbatas atau di
singkat dengan PT perlu di kaji lebih mendalam, karena pemegang saham minoritas
dalam PT harus memiliki bargaining position (posisi tawar) yang baik, untuk
mengantisipasi jika terjadi benturan kepentingan dengan pemegang saham mayoritas.
Oleh karena itu, pemegang saham minoritas perlu diberi kewenangan tertentu, antara
lain berupa hak untuk meminta diadakan RUPS dan meminta diadakan pemeriksaan
terhadap PT berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri, serta meminta kepada
Pemegang Saham Mayoritas atau PT agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dalam konsep GCG (Good
Corporate Governance) cukup penting, karena prinsip fairness memberlakukan
pemegang saham dalam perusahaan secara adil.
Pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas dalam GCG
mendapat tempat dan posisi yang proporsional. Diberikan hak untuk memperoleh
informasi perusahaan dengan benar dan akurat sesuai pengungkapan kepada
perseroan secara transparan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh pengurus
15
perseroan. Dalam penerapan prinsip-prinsip GCG secara internasional, maka prinsip
fairness memberlakukan secara adil kepada seluruh pemegang saham dan
memberikan hak yang sesuai menurut klasifikasi saham, terutama perlakuan yang
sama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing.
Direksi dan komisaris dalam Perseroan Terbatas berkewajiban menciptakan
GCG yang berprinsip melindungi pemegang saham minoritas, sehingga tirani yang
mungkin akan dilakukan oleh pemegang saham mayoritas maupun minoritas dapat
dicegah secara dini.16
Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas yang selama ini
dilaksanakan, umumnya memberikan sejumlah hak yang dijamin oleh
undang-undang. Namun demikian, ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1
Tahun 1995 sekarang diganti dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) belum cukup melindungi kepentingan pemegang saham
minoritas. Di samping itu, keadaan pemegang saham minoritas yang umumnya lemah
dan sikap pemegang saham mayoritas. Direksi dan komisaris yang kurang bermoral
dalam mengurus PT dan tidak beritikad baik dalam membuat perjanjian-perjanjian.
Adanya prinsip one share, one vote yang berlaku pada Perseroan Terbatas
telah menciptakan hubungan asimetris antar pemegang saham. Persoalan yang timbul
adalah bagaimanakah menempatkan kepentingan-kepentingan masing-masing
16
pemegang saham pada porsinya, agar tidak terjadi tirani pemegang saham mayoritas
maupun tirani pemegang saham minoritas.
Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas penting, karena
kenyataannya dalam suatu Perseroan Terbatas dapat terjadi pertentangan kepentingan
antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Pada saat
RUPS perseroan dilaksanakan, sering terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan
yang berkepanjangan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme yang melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas yang tertindas, dirasakan perlu sekali
adanya perlindungan terhadap pemegang saham minoritas.
Perlindungan hukum bagi pemegang saham termasuk minoritas menjadi lebih
penting dalam era baru yang bersifat ekonomi global. Dalam sistem penentuan
pengambilan keputusan dalam RUPS dilakukan pemungutan suara (voting). Maka
demikian perlu diberikan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas.17
Dalam pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham
minoritas dalam Perseroan Terbatas, teori utama yang digunakan adalah teori
kedaulatan negara (staats-souvereiniteit) yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan
George Jellinek18. Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada
negara dan negara mengatur kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang
berdaulat melindungi anggota masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang
lemah. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang
17
Ibid., hal.4.
18
mengatur tentang susunan perekonomian Indonesia. Dalam penjelasan pasal tersebut
diuraikan ketentuan dasar mengenai demokrasi ekonomi Indonesia. Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan yang bercorak
kolektivistis dengan tidak mengabaikan prinsip hak individu.
Menurut W. Friedman, maka corak tersebut merupakan penggabungan kedua
tuntutan antara kolektivitasme dengan individualisme.19 Teori-teori pendukung untuk
meneliti perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dalam Perseroan
Terbatas, terutama dalam rangka implementasi GCG adalah sebagai berikut:20
Teori Pengayoman dari Soedirman Kartohadiprodjo, yang menyatakan
bahwa fungsi hukum adalah pengayoman. Hukum itu mengayomi anggota
masyarakat. Hukum itu melindungi manusia secara aktif dan pasif.
Teori Perlindungan yang dikemukakan oleh Telders, Vander Grinten dan
Molengraaf, suatu norma baru dapat dianggap dilanggar, apabila suatu kepentingan
yang dimaksudkan untuk dilindungi oleh norma itu dilanggar. Teori ini menjadi
pegangan yang kuat untuk menolak suatu tuntutan dari seseorang yang merasa
dirugikan kepentingannya oleh suatu perbuatan melanggar hukum.
Alasan adanya keharusan bagi direksi dan komisaris untuk melindungi
pemegang saham minoritas, dikarenakan didalam praktik sering didapat adanya
perlakuan yang kurang adil oleh pemegang saham mayoritas dan pengurus perseroan
19
Ibid., hal. 14.
20
terhadap pemegang saham minoritas. Ada tiga faktor yang menyebabkan perlakuan
tidak adil tersebut, yaitu:21
Pertama, kurangnya ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang melindungi hak-hak pemegang saham minoritas. Pada kenyataannya
sekalipun ketentuan-ketentuan tersebut ada, dirasakan masih belum cukup. Hal itu
terbukti dari seringnya pemegang saham minoritas yang dirugikan kepentingannya
oleh pemegang saham mayoritas yang beritikad buruk dalam melaksanakan UUPT.
Selain itu, adanya kewenangan yang diberikan oleh UUPT kepada organ Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mentapkan kebijakan perseroan, secara tegas
tidak mengatur adanya kewajiban partisipasi aktif bagi pemegang saham minoritas
untuk mengajukan pendapatnya, akibatnya pemegang saham mayoritas begitu
dominan dan dapat dengan mudah mengabaikan hak-hak pemegang saham minoritas
tersebut.
Kedua, sikap dan perilaku pemegang saham mayoritas, Direksi atau
Komisaris yang memiliki karakter moral hazard. Faktor sikap tersebut, pada akhirnya
dapat mengakibatkan kerugian pada Perseroan Terbatas.
Ketiga, posisi lemah dari pemegang saham minoritas karena kurang modal,
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk mengelola Perseroan Terbatas,
sehingga pemegang saham minoritas tersebut tidak berdaya dalam menghadapi sikap
dan perilaku dari pemegang saham mayoritas yang memiliki itikad tidak baik.22
21
Ibid., hal. 88-89.
22
Ketiga faktor tersebut menyebabkan pemegang saham minoritas mengalami
ketidakberdayaan. Padahal adanya perselisihan antara pemegang saham mayoritas
dengan pemegang saham minoritas atau pertentangan antara pemegang saham
minoritas dengan pengurus perseroan, dapat mengakibatkan kerugian pada perseroan.
Berikut beberapa definisi yang dikutip dari buku Misahardi Wilamarta, yaitu
mengenai definisi mengenai pemegang saham mayoritas menurut sistem hukum
common law adalah sebagai berikut :23
”Majority stockholder: One who owns or controls more than 50% of the stock of a corporation, through effective control may be maintaned with far less than 50% if most of the stock is widely held. In close corporation, majority shareholders may owe fiduciary, partners-like duties to minority shareholders. Majority shareholder : A shareholder who owns or controls more than half the corporation’s stock.”
Di samping itu, definisi pemegang saham minoritas menurut sistem hukum
common law adalah sebagai berikut :
“Minority stockholder: those stockholders of a corporation who hold so few shares in relation to the total outstanding that they are unable to control the management of the corporations or to elect directors. Minority shareholder: A shareholder who owns less than half the corporation’s management or singlehandedly elect directors”.
Pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah pemegang saham yang
relatif hanya menguasai sejumlah saham, yang kalah banyaknya terhadap satu atau
sekelompok pemegang saham lainnya.
Sementara itu, di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, definisi tentang pemegang saham minoritas tidak diatur secara
23
eksplisit. Meskipun demikian, secara implisit dapat dipahami melalui beberapa
ketentuan, bahwa pemegang saham minoritas adalah satu pemegang saham atau
lebih, yang masing-masing atau bersama-sama mewakili paling sedikit 1/10 bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dalam perseroan.
Jadi, pemegang saham minoritas adalah satu atau beberapa pemegang saham
yang relatif memiliki lebih sedikit sahamnya daripada pemegang saham lainnya dan
yang masing-masing atau sendiri-sendiri memiliki tidak lebih dari 1/10 bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dalam perseroan, yang tidak
mampu melawan putusan yang dibuat oleh RUPS.
Kedudukan pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas
menjadi tidak seimbang karena adanya majority rule. Majority rule memberi
kekuasaan yang dominan bagi pemegang saham mayoritas, sehingga pemegang
saham mayoritas dapat dengan mudah menyisihkan pemegang saham minoritas.
Dominasi pemegang saham mayoritas melalui majority rule.
Majority rule menurut sistem hukum common law adalah: 24
“Rule by the choice of the majority of those entitled participate of whether a
majority of those entitled participate”.
Majority rule erat hubungannya dengan majority vote dalam pemungutan
suara (voting) pada saat RUPS mengambil keputusan. Voting yang erat kaitannya
dengan korum diatur dalam UUPT. Korum adalah jumlah suara yang sah. Dalam
UUPT dikenal 2 (dua) macam kuorum, yaitu kuorum kehadiran dan korum
24
keputusan. Korum-korum tersebut mempunyai perhitungan matematika, yaitu suara
terbanyak biasa (simple majority), suara terbanyak mutlak (absolute majority) dan
suara terbanyak khusus (qualified/special majority).25
Prinsip pemungutan suara berdasarkan majority rule yang berlaku untuk
segala macam keputusan RUPS mengakibatkan pemegang saham mayoritas menjadi
arogan dan berkuasa. Sebaliknya, pemegang saham minoritas menjadi lemah tak
berdaya dan mudah disisihkan serta dirugikan kepentingannya oleh pemegang saham
mayoritas. Hal tersebut terjadi karena UUPT menentukan setiap saham yang
dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas mempunyai satu hak suara (one share, one vote).
Konsekuensi dari pemberlakuan prinsip tersebut adalah dengan hanya
terkumpulnya pemegang saham mayoritas saja, maka korum telah terpenuhi. Jadi
RUPS sudah dapat diselenggarakan dan dapat mengambil keputusan tanpa
melibatkan pemegang saham minoritas
Prinsip majority rule sebagai salah satu cara pengambilan keputusan dalam
RUPS, sekalipun dianggap cukup demokratis, namun jika dihubungkan dengan asas
kekeluargaan dan asas keseimbangan yang dikaitkan dengan pengambilan keputusan
RUPS secara musyawarah untuk mufakat, maka jelas prinsip tersebut dapat
menimbulkan permasalahan bagi pemegang saham minoritas. Sehubungan dengan
kekuasaan yang dimiliki pemegang saham mayoritas yang mempunyai kemampuan
mengendalikan RUPS, maka pemegang saham mayoritas dapat dengan mudah
25
melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan pemegang saham
minoritas.26
Hubungan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas
dalam Perseroan Terbatas, sudah seharusnya seimbang dan harmonis berdasarkan
asas yang universal (Pacta sunt servanda). Oleh karena itu, pemegang saham
minoritas dan mayoritas sudah wajar mengemban tugas atau kewajiban kepercayaan
(fiduciary duties), menjalin hubungan yang kokoh dan kompak.27
Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas di Amerika Serikat
untuk persyaratan mayoritas dalam pengambilan keputusan RUPS antara lain
pengambilan keputusan berdasarkan ketentuan mayoritas biasa dapat dipengaruhi
oleh pembatasan hak untuk mengeluarkan suara berdasarkan persyaratan hak untuk
mengeluarkan suara berdasarkan persyaratan kuorum dalam RUPS.
Contoh, persyaratan korum berdasarkan undang-undang dapat mengakibatkan
diterimanya suatu keputusan yang disetujui oleh korum yang lebih sedikit
dibandingkan dengan suara mayoritas dari seluruh saham perseroan yang
ditempatkan. Mayoritas yang lebih besar biasanya dibutuhkan untuk
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan substansial, seperti
merger atau penjualan aset perseroan.
Modifikasi suara mayoritas dalam RUPS biasanya dibicarakan antara para
pemegang saham, direksi dan para karyawan perseroan. Anggaran Dasar Perseroan
26
Ibid., hal. 98
27
Terbatas (ADPT) dapat mengatur besar kecilnya korum RUPS, namun
undang-undang negara bagian dapat menetapkan batas-batas hak mengeluarkan suara
minimal (minimum voting right).
Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas terdiri dari hak-hak
yang diatur dalam UUPT, baik yang berasal dari negeri Belanda (civil law), maupun
dari negara Amerika Serikat (common law).
Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas sudah diatur
hak-haknya dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Namun hak-hak demikian pengaturannya
terlalu umum, tidak seperti hak-hak pemegang saham dalam Perseroan Terbatas yang
diatur dalam hukum perseroan dan dijelmakan dalam UUPT, sehingga mudah
penerapannya. Bentuk-bentuk hak pemegang saham minoritas tersebut adalah
personal right (hak perseorangan), dan appraisal right, pre emptive right, derivative
right, dan enquete rightt.28 Berkaitan dengan permasalahan pelaksanaan go private
maka akan diuraikan dua hak pemegang saham minoritas, yaitu : personal right dan
appraisal right.
Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan
dilindungi oleh hukum. Hak perseorangan adalah relatif, sifat perseorangan dalam
hukum perjanjian menimbulkan gejala-gejala hukum sebagai akibat hubungan hukum
28
antara persoon dengan persoon lainnya. Appraisal right adalah hak pemegang saham
minoritas untuk membela kepantingannya dalam rangka menilai harga saham.29
2. Kerangka konsepsi
Perseroan Terbatas (PT), yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.30
Perseroan Terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan
penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.31 Perseroan publik adalah perseroan yang memenuhi kriteria
jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.32
Investor publik adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai saham dan atau menanamkan modalnya pada perusahaan yang go publik
di pasar modal Indonesia. Delisting ialah penghapusan pencatatan efek perusahaan di
bursa efek
29
Ibid.
30
Republik Indonesia, Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 1
31
Ibid., Pasal 1 angka 7
32
Sedangkan pengertian perusahaan yang dipandang dari sudut pandang
ekonomi, menurut Molangraaft diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan secara
terus menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan
memperniagakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan
perjanjian-perjanjian perniagaan. Seperti yang telah disebutkan bahwa suatu korporasi adalah
suatu legal person (rechts-persoon) menurut hukum perdata, yang juga merupakan
suatu badan hukum. Pengertian badan hukum itu sendiri menurut Wiryono
Prodjodikoro adalah suatu badan yang disamping manusia perseorangan, juga
dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak,
kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.33
G. Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah
ialah penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir atau logika yang tertentu dan yang
menggabungkan metode induksi (empiris), karena penelitian ilmiah selalu menuntut
pengujian dan pembuktian empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun
secara deduktif.34 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal
(doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang
tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang
33
Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : Alumni, 1998), hal. 20.
34
diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge
through judicial process).35 Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder
dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis
normatif-kualitatif.36
Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari
penelitian kepustakaan (library research), sebagai suatu teknik pengumpulan data
dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan,
buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan pengadilan, wawancara, serta
sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan pendekatan yuridis
normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang
satu dengan yang lainnya.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan
hukum dari sisi normatifnya.37 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum
normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum
normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Penelitian hukum ini
dikatakan juga penelitian yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan
perundang-undangan, yang dilakukan secara vertikal dan horizontal. Ditelaah secara
vertikal berarti akan dilihat bagaimana hirarkisnya, sedangkan secara horizontal
35
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Grafitti Press, 2006), hal.118
36
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2003), hal. 3.
37
adalah sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengatur pelbagai bidang
itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten.
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Tujuan penelitian deskriptif adalah
menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok
tertentu.38 Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu
peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaanya, serta
menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan
dalam kasus perlindungan hukum bagi investor publik dalam penghapusan pencatatan
(delisting) saham pada kegiatan pasar modal indonesia.
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach). Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena yang akan diteliti
adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu
penelitian.39 Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif
yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, akan menghasilkan suatu
penelitian yang akurat. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan hukum investor publik
dalam penghapusan pencatatan (delisting) saham pada kegiatan pasar modal
Indonesia.
38
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : Prenada Media, 1997), hal. 42.
39
3. Sumber Data Penelitian
Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber
penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum
sekunder, yang digunakan dalam penelitian ini.
a. Bahan Hukum Primer terdiri dari :
Bahan hukum primer merupakan badan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas. Terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim. Bahan hukum primer yang otoritasnya di bawah undang-undang adalah
peraturan pemerintah, peraturan presiden atau peraturan suatu badan hukum atau
lembaga negara. Putusan pengadilan merupakan konkretitasi dari
perundang-undangan.
b. Bahan Hukum Sekunder:
Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.
mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik
para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.40
c. Bahan hukum tersier :
Berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, kamus
kesehatan, majalah dan jurnal ilmiah.41
Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier
sebagai sumber penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara : 42
Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur,
tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, dan putusan-putusan pengadilan yang
berkaitan dengan penelitian ini.
5. Metode Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
40
Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2005), hal 141.
41
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Grafitti Press, 1990), hal. 14.
42
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal kedalam kategori-kategori
atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.43 Data yang
diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan
pengadilan dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan :
a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum
(konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi
terhadap bahan hukum tersebut ;
b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis atau
berkaitan. Kategori-kategori dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum
investor publik dalam penghapusan pencatatan (delisting) saham pada
kegiatan pasar modal di Indonesia;
c. Menemukan hubungan di antara pelbagai kategori atau peraturan kemudian
diolah ;
d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan di antara pelbagai kategori atau
peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan
atas permasalahan.
43
BAB II
ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN PENGHAPUSAN PENCATATAN (DELISTING) PADA KEGIATAN PASAR MODAL
INDONESIA A. Konsep dan Pengertian Delisting dan Go Private 1. Delisting
Perusahaan yang beroperasi sebagai perusahaan publik, pada dasarnya harus
siap dengan berbagai konsekuensi dan permasalahannya, yaitu memenuhi ketentuan
yang berlaku dalam perundang-undangan beserta aturan pelaksanaan yang
mengikutinya.
Kecilnya angka perusahaan yang mencatatkan dirinya di BEI sebagian juga
disebabkan oleh tingginya angka perusahaan yang mengalami delisting. Sejak tahun
2002, terdapat 63 perusahaan yang mengalami delisting, dimana 17 perusahaan di
antaranya melakukan go private secara sukarela. Namun, dapat disimpulkan bahwa
dalam periode tahun 2002-2006, perusahaan-perusahaan yang mengalami delisting
secara paksa (forced delisting) oleh BEI masih lebih dominan dibandingkan
perusahaan yang delisting secara sukarela (voluntarily delisting).44
Banyak faktor mengapa saham kurang diminati oleh pemodal, antara lain
buruknya kinerja fundamental emiten sehingga secara signifikan mempengaruhi
kelangsungan usaha. Misalnya emiten mengalami kerugian beberapa tahun secara
berturut-turut. Hal tersebut tentu akan berdampak pada return yang akan diterima
oleh pemodal, dalam hal ini adalah dividen yang diterima oleh pemodal akan turun
44
atau bahkan nol. Pada gilirannya daya tarik emiten tersebut tidak ada, sehingga para
pemodal enggan meng-investasi-kan dana mereka pada saham tersebut, atau faktor
keterbukaan informasi (information disclosure). Faktor keterbukaan ini penting,
sebab meskipun fundamental perusahaan baik, tetapi emiten kurang terbuka, sehingga
peminatnya tidak ada. Faktor lainnya yaitu apabila emiten melanggar
peraturan-peraturan di bidang pasar modal. Apabila hal tersebut terjadi pada perusahaan go
public (emiten) tersebut bisa dihapus dari pencatatan bursa, atau disebut dengan
delisting.45
Delisting adalah tindakan mengeluarkan suatu saham yang tercatat di bursa
efek karena memenuhi kriteria yang ditentukan oleh manajemen bursa efek (force
delisting), sehingga saham tersebut tidak dapat diperdagangkan lagi di bursa efek
tersebut.
2. Go Private
Go private merupakan kebalikan dari go public. Go public merupakan suatu
proses perusahaan tertutup berubah menjadi perusahaan terbuka (public). Go private
merupakan, sebaliknya, yaitu proses suatu perusahaan terbuka (public) berubah
menjadi perusahaan tertutup. Kasus go private PT. Praxair Indonesia merupakan
pengalaman pertama di pasar modal Indonesia. PT. Praxair Indonesia yang pada
tahun 1989 go public dengan harga perdana sebesar Rp. 8.800,- per saham dengan
45
nama PT. Sepanjang Surya Gas. Saham yang dimiliki oleh publik ada sebanyak satu
juta lembar.46
Karena kondisi keuangan serta kinerja perusahaan yang semakin memburuk,
sampai tahun 1995 harga sahamnya di BEI mencapai Rp.525,- per saham, yang
berarti tinggal 5,96% dari harga perdananya. Kesulitan keuangan yang semakin
memburuk hingga pada awal tahun 1997, maka memaksa direksi untuk memberikan
usulan go private sebagai jalan penyelamatan PT. Praxair Indonesia dari
kebangkrutan.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan proses go private suatu
perusahaan publik adalah :
a. Delisting
b. Persetujuan Bapepam untuk go private.
Kedua tahapan tersebut tentunya harus disetujui oleh pemegang saham
independen di dalam RUPS. Langkah pertama adalah delisting saham dan bursa efek
dimana perusahaan publik tersebut tercatat. Dengan dilakukannya delisting, maka
saham-saham perseroan tersebut sudah tidak dapat diperdagangkan lagi di bursa efek.
Selanjutnya melalui persetujuan Bapepam, pemegang saham mayoritas harus
membeli kembali saham-saham yang dimiliki oleh publik dengan harga yang wajar.
Dengan dibelinya kembali semua saham yang dimiliki oleh publik, maka
jumlah pemegang saham menjadi berkurang dan 100 pemegang saham, yang berarti
46
tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan publik. Selanjutnya setelah melalui
persetujuan Bapepam dan Menteri Kehakiman, maka perseroan tersebut berubah
statusnya menjadi perusahaan tertutup.47
Istilah go private merupakan hal yang lazim di pasar modal Indonesia, sering
diartikan sebagai lawan kata istilah go public. Sehingga go private dikatakan sebagai
keluarnya emiten48 atau perusahaan publik dari industri pasar modal, biasanya dengan
melakukan pembelian atas saham perusahaan yang dimiliki oleh investor publik atau
dengan penghapusan pencatatan (delisting).
Sebagai hasilnya saham perusahaan berhenti diperdagangkan atau dengan kata
lain tidak dapat lagi diperjualbelikan melalui bursa efek dimana saham tersebut
dicatatkan, tetapi saham yang dimiliki oleh pemegang saham masih dapat
diperjualbelikan di antara para pihak sebagaimana diatur dalam anggaran dasar
perseroan.
Definisi dari go private, antara lain :
1. Henry Campbell Black mengartikan going private yaitu :
“The process of changing a public corporation intoa close corporation by terminating the corporation’s status with the secure as a publicly held corporatin and by having its outstanding publicly held shares acquired by a single shareholder or a small group”.49
2. “Going private : The repurchasing of all of a company’s outstanding stock by employees or a private investor. As a result of such an initiative, the company stops being publicly traded. Sometimes, the company might have to take on significant debt to finance the change in ownership structure. Companies
47
Dikutip dari www.indoexhange.com, Ibid., hal.2
48
Ibid.
49
might want to go private in order to restructure their bussiness (when they feel that the process might affect their stock prices poorly in the short run). They might also want to go private to avoid the expenseand regulations associated with remaining listed on a stock exchange”.50
Kecenderungan untuk melakukan go private tidak diimbangi dengan
pengaturan yang jelas oleh Bapepam sebagai regulator, sehingga menimbulkan
persepsi bahwa regulator enggan untuk memuluskan jalan bagi emiten atau
perusahaan publik keluar dari industri pasar modal. Hal ini didukung dengan adanya
ketentuan khusus yang mengatur go private meskipun telah beberapa kali perusahaan
melakukan go private. Go private untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1996 oleh
PT.Praxair Indonesia Tbk. Dan sampai dengan bulan September 2005 tercatat ada 11
(sebelas) perusahaan yang telah melakukan go private di antaranya PT. Komatsu
Indonesia Tbk, PT Multi Agro Persada Tbk, PT. Indosiar Visual Mandiri Tbk, PT.
Central Proteinaprima Tbk, PT. Surya Hidup Satwa Tbk, PT. Bayer Indonesia Tbk,
PT. Singer Industries Indonesia Tbk, PT. Indocopper Investama Corp Tbk, PT.
Miwon Indonesia Tbk, PT. Pfizer Indonesia Tbk, dan PT. Praxair Indonesia Tbk.
Berbagai kemungkinan alasan perusahaan melakukan go private, baik secara
sukarela maupun secara paksa (delisting) contohnya adalah Komatsu Ltd
memutuskan untuk menarik sejumlah anak perusahaannya, termasuk Komatsu
Indonesia, dari pencatatan di berbagai bursa saham dunia. Sedangkan rencana
50
keluarnya Aqua dari BEI sejalan dengan kebijakan Danone Asia meneruskan
konsolidasi anak-anak perusahaannya.51
Perubahan kondisi ekonomi, bisa memicu peningkatan jumlah perusahaan
yang merasa bahwa mereka lebih baik menjadi perusahaan tertutup dibandingkan
menjadi perusahaan publik.
Prosedur yang digunakan sebagai acuan oleh Bapepam mengarah kepada
kebijakan yang pernah diambil sebelumnya dan dilakukan
pengembangan-pengembangan sesuai dengan karakteristik perubahan waktu, tanpa mau menganalisa
dan melakukan penelitian terhadap masalah go private. Go private itu sendiri
merupakan hal yang pasti tidak akan terpisahkan bagi sebuah pasar modal yang juga
memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk go public.
Bagi perusahaan yang akan melakukan go private diwajibkan oleh Bapepam
untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen dalam Rapat Umum
Pemegang Saham Independen, dimana hal tersebut dilakukan guna melindungi
kepentingan pemegang saham publik atau minoritas.
Proses perubahan perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka bukan
hanya sekedar untuk memperoleh dana dari masyarakat, akan tetapi juga meliputi
segala aspek baik internal maupun eksternal. Aspek internal meliputi perubahan
dalam pengelolaan perusahaan dimana perusahaan menjadi terbuka misalnya dengan
penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) sesuai dengan Kepututsan
51
Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002, dibentuknya komite audit, adanya komisaris
independen dan lain sebagainya. Sedangkan aspek eksternal meliputi hubungan
dengan investor, pengungkapan informasi material, penyampaian laporan secara
berkala maupun insidentil dan lain sebagainya.
Bagi Bapepam, hal utama yang diperhatikan dalam go private adalah
perlindungan terhadap pemegang saham publik. Karena itu, untuk melakukan go
private ini pihak yang melakukan pembelian saham wajib melakukan penawaran
tender. Perlindungan yang didapat melalui ketentuan penawaran tender tersebut
adalah dalam hal harga saham, dan adanya kesempatan yang sama bagi semua
pemegang saham publik untuk menjual saham yang dimilikinya.
Memang ketentuan go private di pasar modal belum diatur secara jelas, akan
tetapi Bapepam telah menetapkan rambu-rambu ketentuan yang terkait dengan
pelaksanaan go private, beberapa memang diambil dari ketentuan-ketentuan yang
memang sudah ada sebelumnya ditambah dengan perubahan-perubahan untuk
menampung aspek perlindungan hukum bagi investor publik.
Apabila suatu Perusahaan Terbuka atau emiten akan melakukan perubahan
menjadi perusahaan tertutup, maka hal-hal yang wajib diperhatikan dengan
rambu-rambu ketentuan yang ada, akan dituangkan dalam surat Ketua Bapepam kepada
calon emiten yang go private.52
52
B. Alasan Delisting
Perusahaan publik yang kemudian memilih untuk melakukan penghapusan
pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting menjadi perusahaan private (go
private) bukanlah hal yang baru. Go private merupakan masalah yang sering terjadi
di pasar modal di seluruh dunia. Perdebatan tentang go public dan go private menjadi
topik yang cukup hangat diperbincangkan di kalangan ekonomi maupun ahli finansial
dunia. Sebagian berpendapat go private adalah suatu langkah yang baik, namun ada
juga yang berpendapat go publik adalah langkah yang lebih baik bagi suatu
perusahaan. Bab ini membahas pandangan sebagian kalangan tentang alasan
perusahan-perusahaan mengambil pilihan menjadi tidak publik lagi.
1. Alasan go private.53
Di dunia finansial sering disebutkan bahwa perusahaan yang berstatus publik
memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan perusahaan yang berstatus
private. Sering disebutkan bahwa suatu perusahaan yang berstatus publik, digabung
dengan pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan, akan
memberikan keuntungan ke perusahaan tersebut dalam bentuk : kemudahan akses ke
pasar modal; spesialisasi dalam kemampuan manajemen; diversifikasi kekayaan
investor dengan port folio yang likuid; peliputan intensif dari media; diversifikasi
risiko dari pendiri perusahaan dan entrepreneur; penggunaan sistem remunerasi
berdasarkan kinerja saham perusahaan di pasar modal, dan lain-lain.
Namun, ada juga risiko yang cukup besar bagi suatu perusahaan yang
53
berstatus publik yaitu tata kelola perusahaan yang tidak akuntabel dan tidak
transparan dapat meningkatkan biaya pengelolaan perusahaan yang akhirnya akan
menghacurkan nilai perusahaan tersebut di pasar. Ineffisiensi yang timbul ini
disinyalir akan mengakhiri era perusahaan publik. Pernyataan ini memang tampaknya
terlalu berlebihan, karena sampai saat ini perusahaan yang berstatus publik masih
marak di dunia.
Akan tetapi, pandangan tersebut di atas tidak salah sepenuhnya. Hal ini
terlihat dari banyaknya perusahaan publik yang berubah status menjadi perusahaan
private. Di tahun 1980-an misalnya, transaksi perubahan status dari publik ke private
di Amerika Serikat mencapai USD 250 milyar. Kecenderungan melakukan voluntary
delisting atau go private ini tidak hanya berlangsung di Amerika Serikat saja,
perusahaan-perusahaan di Inggris pun banyak yang memilih untuk go private.
Namun, gelombang go private di Inggris tidak setinggi di Amerika Serikat. Dari
tahun 1997 sampai dengan tahun 2003 tercatat sebanyak 177 perusahaan berubah
status dari publik ke private.
Ada bermacam-macam hipotesa yang digunakan untuk menjelaskan fenomena
dalam proses melakukan voluntary delisting atau go private. Namun pada dasarnya
hipotesa-hipotesa tersebut dapat dikelompokkan ke dalam: penghematan pajak;
pengurangan biaya agency (karena penyesuaian insentif, konsentrasi kendali
perusahaan, atau pengurangan dari cash flow); transfer kemakmuran dari stakeholder
ke shareholder; pengurangan biaya transaksi; perlindungan terhadap usaha