Above Ground Biomass (AGB) PADA TEGAKAN
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI Oleh :
Kepler Dopler Purba 081201020/Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
Above Ground Biomass (AGB) PADA TEGAKAN
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI Oleh :
Kepler Dopler Purba 081201020/Manajemen Hutan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
Judul Skripsi : Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (AGB) Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Nama : Kepler Dopler Purba
di Kabupaten Langkat
Nim : 081201020 Program Studi : Kehutanan
Disetujui Oleh
Komisis Pembimbing:
Rahmawaty, S.Hut.,M.Si., Ph.D Riswan S. Hut
Ketua Anggota
Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D
Ketua Departemen Kehutanan
Lulus Tanggal : 15 Januari 2013
ABSTRAK
KEPLER DOPLER PURBA : Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (AGB) Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN
Pemanasan global disebabkan meningkatnya konsentrasi karbon di atmosfir bumi yang melampau konsentrasi alamiahnya. Salah satu upaya pengurangan gas rumah kaca adalah adanya pohon atau tanaman penyerap karbon. Informasi tentang kandungan karbon suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan menduga biomasa vegetasi tersebut. Teknologi penginderaan jauh serta Sistem Informasi Geografis dirasa cukup memadai dalam memberikan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan lengkap dengan tingkat ketelitian yang memadai dan biaya yang relatif murah.
Kabupaten Langkat memiliki luas areal kebun sebesar 113725.241 ha. Cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tegakan Elaeis guineensis Jacq. di areal Kebun Kelapa Sawit Kabupaten Langkat memiliki nilai karbon tertinggi 68.84 ton/ha tergolong cukup baik. Model yang dikembangkan menggunakan pendekatan statistik berdasarkan hubungan antara digital number dan indek vegetasi diperoleh dari penginderaan jauh, dan kandungan karbon diukur dari plot contoh. Hasil penelitian menunjukkan model yang terbaik diperoleh dari Landsat ETM5 yaitu Y = 38.39 + 26.24*NDVI dengan koefisien determinasi 49.14%.. Dengan demikian indeks vegetasi NDVI merupakan indeks yang paling baik digunakan untuk mengestimasi karbon di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
Kata kunci : Elaeis guineensis Jacq, Karbon, Model, NDVI
ABSTRACT
KEPLER DOPLER PURBA : The Estimate Carbon Stocks Above Ground Biomass (AGB) on Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Stands in Langkat District. Guided by RAHMAWATY and RISWAN.
Global warming is caused by the increasing of carbon consentration in the atmosphere beyond its natural consentration. One of the efforts to reduce greenhouse gases is by presenting plants or plants which absorb carbon. The information about the carbon content of the vegetation or forest stands can be obtained by guessing vegetation biomass. The technology of remote sensing and Geographic Information Systems are considered adequate to give the required information quickly and completely with an adequate level of accuracy and relatively low cost.
Langkat District has 113725.241 ha wide of a total area of graden area. Carbon stocks in above-ground on Elaeis guineensis Jacq stand. In area of palm plantation of Langkat District has 68.84t/ha of the highest carbon value which is quite good. The model was developed using statistical approach based on the relation of between digital numbers and vegetation index derived from remot sensing and carbon content which is measured of plot sample. The result of the research showed the best model which was obtained from Landsat ETM 5 is Y = 38.39 + 26.24 * NDVI with determination coefficient 49.14% . Thus the index of vegetation NDVI is the best index used to estimate carbon in Langkat, North Sumatra.
Key Word : Carbon,Elaeis guineensis Jacq, Model, NDVI
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Balige, 14 Februari 1989 sebagai anak ketujuh dari
tujuht bersaudara, dari pasangan Bapak M.Purba dan Ibu A.Sinambela. Penulis
memulai pendidikan formal di SDN 101866 Batang Kuis Deli Serdang dan lulus
Tahun 2001, kemudian melanjutkan SMP Swasta Tunas Karya Tanjung Sari Deli
Serdang lulus tahun 2004, pendidikan menengah di SMAN Swasta Katolik Santa
Lusia Sei Rotan Deli Serdang lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis
masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Universitas Sumatera Utara
melalui jalur UMB di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian yang
selanjutnya memilih bidang minat manajemen hutan.
Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara
lain: Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan dataran rendah di
Sinabung Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara dan Praktek
Kerja Lapang di Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan pada Tahun 2011.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Silva
(HIMAS).
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis
menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul “Pendugaan Cadangan Karbon
Above Ground Biomass (AGB) Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kabupaten Langkat”, di bawah bimbingan Rahmawaty, S.Hut.,M.Si.,Ph.D dan
Riswan S.Hut.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
tepat pada waktunya.
Adapun judul dari penelitian ini adalah “Pendugaan Cadangan Karbon
Above Ground Biomass (AGB) Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Akhir kata, penulis menyampaikan terimakasih dan semoga penelitian ini
bermanfaat bagi pembaca.
di
Kabupaten Langkat”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik serta mendukung
penulis dalam doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
ketua komisi pembimbing Rahmawaty, S.Hut.,M.Si.,Ph.D. dan anggota komisi
pembimbing Riswan S.Hut yang terus membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyelesaian penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
teman-teman penulis yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penelitian
ini.
Medan, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Pendugaan Cadangan Karbon pada Tegakan Sawit Berdasarkan Allometrik ... 33
Analisis Indeks Vegetasi Pada Berbagai Penutupan Lahan
di Lokasi sampel ... 37
Hubungan Regresi Karbon dengan Indeks Vegetasi Perkebunan ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN ... 48
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Rata-rata Cadangan Karbon Di atas Permukaan Tanah
Pada Berbagai Penggunaan Lahan ... 12 2. Data Primer dan Sekunder yang Diguanakan Dalam Penelitian ... 23 3. Kelas Umur Pada Tegakan Sawit Di Kabupaten Langkat ... 27 4. Hasil Dugaaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan
Di Kabupaten Langkat dengan Menggunakan Metode Allometrik .... 33 5. Nilai Indeks Vegetasi Pada Lokasi Sampel Di Setiap Kelas
Umur Tegakan Kelapa Sawit ... 38 6. Nilai NDVI dan Data Lapangan ... 40 7. Hubungan Regresi NDVI dan Data Lapangan ... 40
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Hubungan Tinggi dengan Biomassa ... 11
2. Sketsa Pembuatan Plot Permanen untuk Pengukuran Seluruh Komponen Cadangan Karbon Pada Lahan ... 13
3. Lokasi Penelitian ... 20
4. Peta Areal Pengambilan Plot Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Di Kabupaten Langkat ... 21
5. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon Tingkat Kabupaten ... 24
6. Pembuatan Plot TBM dan TM ... 26
7. Peta Sebaran Kebun Sawit di Kabupaten Langkat ... 32
8. Pendugaan cadangan carbon dengan menggunakan metode allometrik ... 35
9. Grafik nilai indeks vegetasi pada masing-masing kelas umur ... 38
10. Kenampakan Citra Indeks Vegetasi Kebun Kelapa Sawit Dan Penyebaran Titik Sampel Lapang Di Kabupaten Langkat ... 39
11. Hubungan Karbon dan Nilai Indeks Vegetasi Pada Tegakan Sawit Kabupaten Langkat ... 42
12 Peta Sebaran NDVI Kebun Kelapa Sawit di Kabupaten Langkat ... 43
13. Peta Sebaran Karbon Kebun Kelapa Sawit di Kabupaten Langkat ... 44
Lulus Tanggal : 15 Januari 2013
ABSTRAK
KEPLER DOPLER PURBA : Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (AGB) Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan RISWAN
Pemanasan global disebabkan meningkatnya konsentrasi karbon di atmosfir bumi yang melampau konsentrasi alamiahnya. Salah satu upaya pengurangan gas rumah kaca adalah adanya pohon atau tanaman penyerap karbon. Informasi tentang kandungan karbon suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan menduga biomasa vegetasi tersebut. Teknologi penginderaan jauh serta Sistem Informasi Geografis dirasa cukup memadai dalam memberikan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan lengkap dengan tingkat ketelitian yang memadai dan biaya yang relatif murah.
Kabupaten Langkat memiliki luas areal kebun sebesar 113725.241 ha. Cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tegakan Elaeis guineensis Jacq. di areal Kebun Kelapa Sawit Kabupaten Langkat memiliki nilai karbon tertinggi 68.84 ton/ha tergolong cukup baik. Model yang dikembangkan menggunakan pendekatan statistik berdasarkan hubungan antara digital number dan indek vegetasi diperoleh dari penginderaan jauh, dan kandungan karbon diukur dari plot contoh. Hasil penelitian menunjukkan model yang terbaik diperoleh dari Landsat ETM5 yaitu Y = 38.39 + 26.24*NDVI dengan koefisien determinasi 49.14%.. Dengan demikian indeks vegetasi NDVI merupakan indeks yang paling baik digunakan untuk mengestimasi karbon di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
Kata kunci : Elaeis guineensis Jacq, Karbon, Model, NDVI
ABSTRACT
KEPLER DOPLER PURBA : The Estimate Carbon Stocks Above Ground Biomass (AGB) on Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Stands in Langkat District. Guided by RAHMAWATY and RISWAN.
Global warming is caused by the increasing of carbon consentration in the atmosphere beyond its natural consentration. One of the efforts to reduce greenhouse gases is by presenting plants or plants which absorb carbon. The information about the carbon content of the vegetation or forest stands can be obtained by guessing vegetation biomass. The technology of remote sensing and Geographic Information Systems are considered adequate to give the required information quickly and completely with an adequate level of accuracy and relatively low cost.
Langkat District has 113725.241 ha wide of a total area of graden area. Carbon stocks in above-ground on Elaeis guineensis Jacq stand. In area of palm plantation of Langkat District has 68.84t/ha of the highest carbon value which is quite good. The model was developed using statistical approach based on the relation of between digital numbers and vegetation index derived from remot sensing and carbon content which is measured of plot sample. The result of the research showed the best model which was obtained from Landsat ETM 5 is Y = 38.39 + 26.24 * NDVI with determination coefficient 49.14% . Thus the index of vegetation NDVI is the best index used to estimate carbon in Langkat, North Sumatra.
Key Word : Carbon,Elaeis guineensis Jacq, Model, NDVI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah kenaikan temperatur atmosfir bumi yang lebih dikenal sebagai
pemanasan global (global warming) menjadi perhatian dan keprihatinan masyarakat dunia. Pemanasan global menyebabkan iklim global (global climated)
seperti anomaly iklim, banjir, dan kekeringan. Pemanasan global disebabkan
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (green house glass) di atmosfir bumi yang melampau konsentrasi alamiahnya.
Gas CO2 sebagai salah satu penyusun GRK terbesar di udara mampu
diserap oleh pohon melalui proses fotosintesis dan diubah menjadi C-organi
dalam bentuk biomasa (Hairiah dan Widianto 2007). Informasi tentang kandungan
karbon suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan menduga
biomasa vegetasi tersebut. Menurut Brown (1997), hampir 50% dari biomasa
suatu vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon. Oleh karena itu, perlu diketahui
teknik pendugaan biomasa.
Salah satu upaya pengurangan gas rumah kaca adalah adanya pohon atau
tanaman penyerap karbon. Di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat
memiliki potensi yang sangat besar terutama perkebunan kelapa sawit. Kabupaten Langkat merupakan salah satu wilayah yang memiliki komoditi sawit yang cukup tinggi. Seiring dengan berkembangnya dan makin luasnya perkebunan di Kabupaten ini maka diperlukan suatu informasi teknis tentang cadangan karbon pada perkebunan di kelapa sawit, dimana diketahui bahwa Tanaman Kelapa Sawit merupakan penyerap CO2 sama dengan tumbuhan lain seperti tanaman kayu
fotosintesis (assimilasi) kelapa sawit menyerap sekitar 161 ton CO2 per hektar per
tahun. Bila dikurangi CO2 yang diserap dalam proses respirasi, maka secara netto
kebun kelapa sawit menyerap CO2 sebesar 64,5 ton CO2 per hektar per tahun. Hal
yang menarik adalah penyerapan netto CO2 dari kelapa sawit tersebut yang telah
melampaui kemampuan hutan hujan tropis yang secara netto menyerap CO2
sebesar 42,4 ton CO2
Pendugaan cadangan carbon dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu metode allometrik dan metode destructive. Pada penelitian ini, penggunaan metode destructive menjadi kurang efisien karena membutuhkan
waktu yang lama, biaya yang besar dan sulit dilakukan pada lokasi yang tidak
mudah terjangkau. Teknologi penginderaan jauh telah mengalami perkembangan
dalam dunia kehutanan, dengan penggunaan satelit sebagai wahana dalam
pengambilan data. Penginderaan jauh dirasa cukup memadai dalam memberikan
informasi yang dibutuhkan secara cepat dan lengkap dengan tingkat ketelitian
yang memadai dan biaya yang relatif murah. ha per tahun.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui sebaran perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Langkat
2. Untuk menghitung C-stock pada permukaan tegakan kelapa sawit di
wilayah Kabupaten Langkat.
3. Untuk memetakan sebaran karbon kelapa sawit di Kabupaten Langkat
dengan menggunakan metode NDVI
Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi
peneliti yang terkait dengan biomassa karbon tersimpan pada tegakan
kelapa sawit.
2. Sebagai informasi bagi dunia pendidikan, penelitian, masyarakat umum,
TINJAUAN PUSTAKA
Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan
Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu:
1. Bagian hidup (biomasa): masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.
2. Bagian mati (nekromasa): masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk.
3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm. Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:
• Biomasa pohon Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada).
gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).
• Nekromasa Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat.
• Seresah. Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
b. Karbon di dalam tanah, meliputi:
• Biomasa akar. Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang.
• Bahan organik tanah.Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah ( Hairiah, 2011).
Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan
fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam
biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa
yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau
serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan
konversi hutan telah mnyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat
karbon yang tersimpan dalam biomassa huatan terlepas ke atmosfer dan
kemampuan bumi untuk menyerap CO2
Pemanasan global terjadi karena lonjakan tajam dalam peningkatan gas-rumah-kaca, terutama yang bersumber dari emisi karbondiokasida akibat pembakaran bahan bakar fosil serta konversi hutan dan lahan gambut. Emisi neto karbondioksida ke atmosfer dapat dikurangi dengan mempertahankan sisa cadangan karbon terestrial secara efektif, atau melalui pengikatan karbon oleh pertumbuhan vegetasi baru, dimana karbon disimpan sebagai biomasa. Sistem sirkulasi atmosfer global adalah 'tanggung jawab bersama', sehingga dampak global dari emisi karbon lokal maupun cadangan karbon netonya mendasari diskusi-diskusi yang dilakukan saat ini mengenai pengendalian emisi dan Mekanisme Pembangunan Bersih. Hutan tropis merupakan gudang utama karbon yang nasibnya berada di ujung tanduk, karena konversi kapital sumberdaya alam menjadi kapital finansial (baik dalam bentuk pembalakan maupun bentuk-bentuk degradasi lanjutannya) masih merupakan pilihan sumber penghidupan yang paling setimpal, bila ditinjau dari pengorbanannya. Sementara itu, proses-proses 'pendulangan' sumberdaya local yang digerakkan secara eksternal oleh "aktorjarak
dari udara melalui fotosintesis hutan
berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika
jauh" ditambah dengan nihilnya pengakuan atas hak masyarakat lokal dalam pengelolaan lahan dianggap sebagai faktor utama penyebab penipisan hutan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pembalakan, baik liar maupun sah, ternyata mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal yang tentu saja menjadi riskan ketika diberlakukan larangan kegiatan tersebut (temuan riset mengenai hal ini bisa dibaca dari makalah (Waterloo, 1995).
Faktanya budidaya kelapa sawit di Indonesia telah
mengimplementasikankaidah lingkungan, karena tegakan pohon kelapa sawit
dapat menjadi penghasil karbon baru yang secara simultan terus meningkat
dengan penambahan umurnya ditengah krisis karbon yang terjadi terutama pada
lahan-lahan terbuka. Sayangnya kesan cemburu terhadap komoditas ini terus
terlihat dengan maraknya isu lingkungan yang kerap memojokan disaat
negara-negara berkembang sedang berjuang untuk perekonomian dan perbaikan taraf
hidup masyarakatnya. Lebih ironis lagi jika isu yang dikembangkan adalah demi
kelestarian “orang utan” (Ghani, 2011).
Dalam dua dekade terakhir ini perubahan iklim global akibat meningkatnya suhu bumi menjadi isu yang ramai dibicarakan di kalangan masyarakat dunia. Selama akhir abad ini suhu bumi meningkat 0.6 ºC. Faktor utama yang dianggap sebagai penyebab pemanasan global adalah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir, yaitu karbon dioksida (CO2),
metan (CH4) and N2O. Selama dekade terakhir ini emisi CO2
Tingginya peningkatan konsentrasi CO
meningkat dua kali lipat dari 1400 juta ton/tahun menjadi 2900 ton/tahun (Weyerhaeuser et al., 2000).
2 disebabkan oleh aktivitas manusia
pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Secara akumulatif, penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan dari hutan ke sistem lainnya memberikan sumbangan sekitar setengah dari emisi CO2 ke atmosfir yang
disebabkan oleh manusia, tetapi dampak yang terjadi saat ini mempunyai rasio 3:1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Dalam kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan berarti karbon yang telah disimpan dalam bentuk biomasa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke atmosfir melalui pembakaran ('tebas dan bakar') atau dekomposisi bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut. Diperkirakan bahwa antara tahun 1990 - 1999, perubahan penggunaan lahan memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisis CO2
perkebunan skala kecil dan hutan sekunder yang diberakan berpotensi tinggi dalam memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup masyarakat lokal dan memberikan resiko paling sedikit (Noordwijk et.al., 2002).
Pemetaan Kerapatan Vegetasi
Respon spektral citra satelit umumnya memiliki sensitivitas terhadap kerapatan vegetasi (indeks luas daun/Leaf Area Index/LAI), tajuk pohon dan kandungan air di daun tumbuhan. Kerapatan vegetasi akan bertambah dari lahan terbuka hingga beberapa tahap suksesi, namun pantulan dalam spektrum sinar tampak berkurang karena adanya penambahan luasan daun dan penyerapan, begitu juga pada bayangan yang diakibatkan oleh tajuk pohon. Indeks luas daun maksimal lebih cepat tercapai pada saat awal suksesi, berbeda dengan basal area maksimum pohon dan biomas pohon. Pada saat yang sama terjadi peningkatan pantulan spektrum infra merah yang diakibatkan adanya pantulan dari tajuk, transmisi gelombang yang melewati tajuk dan pantulan tanah (Coops etal., 1997).
Metode Pendugaan Cadangan Karbon
Cadangan karbon pada ekosistem teresterial (daratan) terbagi menjadi
karbon diatas permukaan dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah.
Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan
bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma),
nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian
tanaman yang gugur berupa daun dan ranting) (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas
permukaan. Teknik untuk mengukur biomassa bisa dilakukan dengan metode
destruktif dan menggunakan persamaan alometrik. Penggunaan metode destruktif
sangat memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang terutama jika
dilakukan terhadap vegetasi hutan. Oleh karena itu salah satu metode
pemecahannya dapat digunakan persamaan alometrik yang telah disusun dari
tanaman yang sejenis. Persamaan ini menghubungkan biomassa tanaman dengan
diameter dan tinggi tanaman (Pearson, Brown, Birdsey, 2007).
Metode pendugaan cadangan karbon atas permukaan dengan pendekatan
biomassa merupakan salah satu metode yang bisa diterapkan (Gibbs et al., 2007).
Biomassa dapat diduga melalui pengukuran lapangan yang intensif atau
dikembangkan dengan persamaan alometrik yang telah disusun sebelumnya
(Brown, 1997). Model pendugaan biomassa dapat disusun berdasarkan parameter
tinggi dan diameter pohon (Johnsen et al., 2001).
Hubungan antara tinggi dengan biomassa pada tegakan sawit sangat tinggi.
Gambar 1. Grafik Hubungan Tinggi dengan Biomasa
Dari data tersebut timbul rumus allometrik untuk biomassa kelapa sawit
dari nilai tinggi suatu tegakan sawit dengan rumus allometrik y=0.0976x + 0.0706
(Icraf, 2009).
Keberadaan karbon penting bagi keseimbangan alam sehingga perlu untuk
diperhatikan. Pada lahan-lahan yang sudah terdegradasi berpotensi untuk
meningkatkan daerah penyerapan CO2 apabila dilakukan rehabilitasi melalui
aforestasi (konversi lahan menjadi hutan pada lahan yang bukan hutan
sebelumnya) dan reforestasi (penghijauan kembali pada hutan yang telah rusak).
Namun dalam rangka pemanfaatan lahan secara lebih maksimal maka dilakukan
pembukaan perkebunan kelapa sawit yang sekarang ini banyak dilakukan pada
lahan-lahan gambut. Saat ini kelapa sawit merupakan komoditi unggulan
perkebunan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kelapa sawit merupakan tanaman
yang paling produktif dengan produksi 6.000 l/ha biodiesel mentah sehingga
sangat menguntungkan. Indonesia merupakan negara pengekspor minyak kelapa
ini dapat memenuhi sekitar 80% kebutuhan minyak sawit dunia. Pertumbuhan
amat pesat akan konsumsi minyak sawit sebesar 13.259.000 ton pada tahun 1993
dan meningkat menjadi 33.108.000 ton pada tahun 2005. Permintaan yang
semakin tinggi ini telah membuat pemerintah semakin yakin untuk
mengembangankan areal baru perkebunan kelapa sawit (Ditjenbun, 2006).
Nilai Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan
Tabel 1. Rata-rata cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai penggunaan lahan
Jenis penggunaan lahan Cadangan karbon (Mg/Ha) Persentase(%)
Hutan primer 230.1 100
Hutan bekas tebangan 0-10 tahun
Agroforestri 0-10 tahun 37.7 16
Agroforestri 11-30 72.6 31
Padi 4.8 2
Pada agroforestri, biomasa pohon mengalami peningkatan seiring dengan waktu (tabel 1). Plot jakaw mempunyai nekromasa yang lebih tinggi (secara relatif maupun secara mutlak). Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan teknik pembukaan lahan yang dilakukan oleh petani. Sistem tebang-bakar yang dilakukan petani menyisakan nekromasa dan seresah relatif banyak. Seiring pertambahan waktu, dekomposisi nekromas dan seresah terjadi, sehingga komposisi nekromas mengalami penurunan. Demikian juga terjadi pada tumbuhan bawah, semakin rapat kanopi pohon, biomasa tumbuhan bawah semakin
Pembuatan Plot
Petak contoh (sub plot utama) ukuran 40 mx 5m: untuk pengukuran cadangan karbon di hutan alami, semak belukar, dan agroforestri dengan tingkat kerapatan pohon tinggi. Pohon yang diukur adalah pohon dengan diameter 5 cm hingga 30 cm (atau lingkar/lilit pohon 15 cm – 95 cm). Petak contoh (plot) ukuran 100 m x 20 m, plot ini dibuat jika dalam plot tersebut terdapat pohon dengan diameter lebih besar dari 30 cm (lingkar/lilit 95 cm), maka buatlah plot kedua yang lebih besar 100 m x 20 m. Lakukan pengukuran hanya pada pohon besar saja dengan diameter lebih dari 30 cm (Gambar 2).
Menurut Hairiah dan Rahayu (2011) menyatakan khusus untuk sistem agroforestri atau perkebunan dengan jarak tanam yang jarang, (misalnya perkebunan kelapa sawit) maka buatlah plot ukuran 20 m x 100 m = 2000 m . Tentukan minimal 6 sub plot pada setiap sub plot utama untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah; setiap titik berukuran 0.5 m x 0.5 m = 0.25 m .
Tingkat Korelasi NDVI dengan Data Lapangan
Di Indonesia, pelaksanaan kegiatan kehutanan mulai dari perencanaan
hutan sampai dengan pengawasan sumberdaya hutan telah menggunakan
teknologi penginderaan jauh. Pada umumnya, citra satelit yang sering digunakan
oleh para pengambil kebijakan kehutanan di Indonesia adalah citra Landsat. Hal
ini dikarenakan citra Landsat merupakan citra optik sistem pasif dengan resolusi
spektral yang tinggi, sehingga dirasa memungkinkan untuk dilakukan estimasi
biomasa menggunakan citra Landsat. Pernyataan ini diperkuat juga oleh
penelitian-penelitian sebelumnya, seperti pengembangan model pendugaan
kandungan karbon dari biomasa pohon cemara di Alaska oleh Michalek et al.
(2000), pendugaan biomasa pada hutan tropis di Brazil, Malaysia, dan Thailand
oleh Foody et al. (2003), dan pendugaan biomasa permukaan tanah di Hutan
Amazon, Brazil oleh Lu (2005). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
adanya hubungan antara nilai Digital Number (DN) citra Landsat dan biomasa yang cukup baik dengan nilai koefisien korelasi (r) yang lebih dari 0.7. Di
Indonesia telah dilakukan penelitian tentang pendugaan biomasa menggunakan
citra Landsat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Yaya et al. (2005), yang
mengkaji hubungan antara biomasa dengan kanal tunggal dan indeks vegetasi
pada citra Landsat. Nilai korelasi yang dihasilkan relatif lemah (r < 0.70).
Hubungan dengan korelasi yang lebih baik (r > 0.70) ditunjukkan oleh hubungan
Pendugaan Biomassa
Menurut Murdiyarso dkk (2004) mengatakan bahwa kelas-kelas vegetasi
yang telah ditentukan kemudian dirubah menjadi informasi distribusi biomassa
dengan mengkonversi nilai spektralnya menjadi biomassa berdasarkan
pengukuran contoh/sampel plot di lapangan untuk tipe vegetasi tertentu serta
menghubungkannya dengan nilai NDVI yang diperoleh dengan rumus NDVI
menurut Lillesand dan Kiefer (1994) sebagai berikut : NDVI =
Band NIR + Band R Band NIR - Band R
Keterangan:
• NDVI = Normalized Difference Vegetation Index (NDVI):
• NIR = infra-merah dekat
• R = merah
NDVI berkisar antara -1 sampai 1, di mana nilai -1 berarti air (makin
negatif makin dalam dan nilai 0 berarti tanah gundul sedangkan 1 berarti hijau
(lebat)
Tahap berikutnya adalah membuat peta distribusi/penyebaran biomassa
berdasarkan peta penyebaran tipe vegetasi hasil interpretasi citra satelit dan cek
lapangan, kemudian mengkonversi peta biomassa menjadi peta sebaran cadangan
carbon dengan mengalikan nilai biomassa dengan faktor 0,5 (Murdiyarso, 2002).
Estimasi Stok Karbon Data Penginderaan Jarak Jauh
Melalui proses fotosintesis CO2 diserap dari atmosfer dan diubah oleh
Simpanan karbon inilah yang dikenal dengan istilah stok karbon
(Apps et al., 2003).
Fungsi hutan sebagai penyerap karbon membuat informasi mengenai
jumlah karbon yang tertahan pada suatu kawasan hutan (stok karbon) menjadi
penting. Salah satu cara menghitung kuantitas kandungan karbon tersimpan
dalam biomassa hutan diatas permukaan tanah didasarkan pada pengukuran
lapangan di tingkat plot. Kemudian nilai biomassa ini dikonversi menjadi
kandungan karbon.
Metode di atas memberikan nilai yang cukup akurat. Namun jika
diterapkan pada wilayah yang cukup luas menjadi kurang efisien karena
membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang besar. Karenanya perlu
dikembangkan metoda estimasi dan monitoring perubahan stok karbon yang lebih
efisien. Salah satunya dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh, misalnya citra Landsat, SPOT
maupun Aster, bersama dengan data lapangan, memiliki potensi yang baik dalam
pengembangan model estimasi cadangan karbon hutan.
Secara garis besar, tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan awal data satelit; mencakup koreksi atmosfer, koreksi
radiometri, dan koreksi geometri.
2. Klasifikasi data satelit berdasarkan tutupan lahannya; memilih sistem
klasifikasi tutupan lahan yang sesuai dengan kondisi studi area. Kelas
tutupan lahan yang umum digunakan adalah hutan primer, hutan sekunder,
3. Perhitungan indeks vegetasi dari citra untuk menganalisa kondisi vegetasi,
misalnya NDVI.
4. Survei vegetasi untuk mengetahui jumlah biomasa di lapangan
berdasarkan kelas hasil klasifikasi tutupan lahan. Inventarisasi biasanya
dilakukan pada plot-plot pengukuran lapangan untuk mendapatkan jumlah
biomassa diatas dan dibawah permukaan tanah.
Umumnya pendugaan biomassa di lapangan dilakukan dengan
menggunakan persamaan alometrik. Biomassa yang diukur umumnya berupa
biomassa pohon tegakan (diatas permukaan tanah) yang dihitung berdasarkan
penjumlahan biomassa batang, cabang dan daun.
Menurut Brown dan Gaston (1996) biomassa per hektar dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Analisa data survei vegetasi untuk mendapatkan rata-rata biomasa
berbagai jenis tutupan lahan. Penghitungan karbon untuk seluruh jenis tutupan
lahan (berdasarkan hasil klasifikasi data satelit) dan analisa potensi biomasa.
Kandungan karbon dalam vegetasi hutan dapat diduga dari biomassa
hutan menurut Brown and Gaston (1996) dengan persamaan sebagai berikut:
Y = W * 0.5
Keterangan :
Y : Kandungan karbon diatas permukaan tanah (ton/ha)
W : Total biomassa per hektar (ton/ha)
Korelasi antara NDVI dan data survei vegetasi (Hairiah, 2007).
Untuk penyusunan pengelolaan informasi tata guna lahan maka diperlukan
penyusunan peta lahan kritis yang didasarkan atas perubahan pola daerah liputan
vegetasi dari citra LANDSAT 5 1998 dan citra LANDSAT 7 2002 menggunakan
konsep algoritma NDVI TM. Penentuan daerah lahan vegetasi alam meliputi
hutan, rerumputan/tegalan dan persawahan. Dalam penyusunan algoritma untuk
menetapkan indeks vegetasi digunakan algoritma NDVI TM.
kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum). Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah dekat atau NIR/RED, adalah nilai suatu indeks vegetasi (yang sering disebut ”simple ratio”) yang sudah tidak dipakai lagi. Hal ini disebabkan karena nilai dari rasio NIR/RED akan memberikan nilai yang sangat besar untuk tumbuhan yang sehat . Oleh karena itu, dikembangkanlah suatu algoritma indeks vegetasi yang baru dengan normalisasi, yaitu NDVI.
NDVI = [(NIR/RED)-1] [(NIR/RED)+1]
Indeks vegetasi berbasis NDVI yang ditunjukkan pada persamaan (3), mempunyai nilai yang hanya berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga 1 (vegetasi) (Sudian dan Diasmara, 2008).
Pembukaan lahan untuk pertanian kebanyakan dilakukan dengan cara
menebang dan membakar pepohonan atau alang-alang (sistem tebang-bakar).
Pembakaran vegetasi mengakibatkan hampir semua cadangan C dan N hilang,
tetapi para pelaku seperti pengusaha masih tetap memilih cara ini karena mudah
dan murah. Cara ini dapat menambah pupuk secara cuma-cuma dari hasil
pembakaran biomasa, dapat meningkatkan pH, P-tersedia dan kation basa dalam
jumlah besar. Selain itu, penambahan bahan organik secara terus menerus dapat
mempertahankan kandungan bahan organik dalam tanah, lebih banyak bahan
organik yang ditambahkan maka lebih ‘dingin’ tanah tersebut
METODE PELAKSANAAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai bulan September 2012, dengan perincian bulan Juli 2012 sampai Agustus 2012 kegiatan pengumpulan data, pada bulan Agustus 2012 sampai September 2012 kegiatan kegiatan menganalisis data. Penelitian dilaksanakan di Lahan Sebaran Kebun Kelapa Sawit Kabupaten Langkat (Gambar 3). Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai September 2012.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Global Position System (GPS), pita ukur, tali rafia, penggaris, kompas, parang, kamera digital, alat tulis, software Arcview 3.3, ERDAS image 8.5 , dan citra Landsat.
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tegakan kelapa sawit pada empat kecamatan antara lain kecamatan tanjung pura, kecamatan besitang, kecamatan sawit sebrang, dan kecamatan selesai, citra satelit.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan 2 metode yaitu metode non destructive adalah tanpa melakukan pengerusakan pada tegakan sawit dan metode skala lanskap (NDVI) adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta menganalisis sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah:
1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian berupa data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan pengecekan
langsung di lokasi penelitiaan. Data ini diperoleh dengan mengambil koordinat
Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang
dikeluarkan oleh instansi terkait, penelitian sebelumnya maupun literatur
pendukung lainnya. Data-data yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian
No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun Ket
1. Titik sampel (training area) Primer GPS 2012 - 2. Titik sampel uji lapangan Primer GPS 2012 - 3. Tinggi Kelapa Sawit Primer Clinometer 2012 -
4. Citra Landsat 7 ETM+ Sekunder 2011 -
5. Peta Administrasi Kabupaten
Langkat Sekunder
Dishut Sumatera
Utara 2011 -
6. Peta Kawasan Perkebunan
Kabupaten Sekunder
Dishut Sumatera
Utara 2011 -
Gambar 5. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon Tingkat Kabupaten Dari Hasil Interpretasi
citra satelit Interpretasi Kelas
Lahan
Pengambilan Sample Skala Plot Di lapangan dengan ukuran 20 x 100 m
Tanaman
Analisis Hubungan Regresi Data Lapangan dengan NDVI
2. Analisis Data
Koreksi Citra dan Klasifikasi Citra
Koreksi citra merupakan kegiatan untuk memperbaiki citra satelit agar diperoleh sesuai dengan aslinya. Pada penelitian ini tidak dilakukan koreksi citra, karena citra dalam penelitian ini dikatergorikan baik. Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan kenampakan-kenampakan yang homogeny pada citra. Dalam penelitian tidak dilakukan klasifikasi, karena citra sudah terkoreksi sebelumnya
Analisis NDVI
Analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dilakukan
terhadap band-band pada citra Landsat ETM 7. Rumus umum, transformasi NDVI
adalah sebagai berikut :
NDVI = (NIR - R) / (NIR + R)
Keterangan :
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NIR = Nilai digital pada band Inframerah dekat (Near Infrared)
R = Nilai digital pada band Merah (Red)
Dalam hubungannya dengan vegetasi, analisis spektral pada citra Landsat
dapat memanfaatkan beberapa band, seperti band 3 (Red/Merah) dan band 4 (Near Infrared/Inframerah Dekat). Kelebihan kedua band ini untuk identifikasi vegetasi
adalah objek akan memberikan tanggapan spektral yang tinggi. Hubungan kedua
band tersebut dapat dilihat dalam nilai index vegetasi. Nilai NDVI berkisar antara
-1 sampai 1, dimana nilai NDVI yang rendah (negatif) mengidentifikasikan daerah
wilayah vegetasi baik berupa padang rumput, semak belukar maupun hutan. Nilai
index vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan
vegetasi, index tanaman hidup (Leaf Area Index), biomasa tanaman, kapasitas fotosintesis, dan estimasi penyerapan karbon dioksida (CO2).
Pembuatan Plot Pada Areal Sebaran
Tahapan pengerjaan pembuatan plot di lapangan sebagai berikut:
a. Plot dibuat dengan ukuran yang lebih besar (20 m x 100 m) bila dalam lahan yang diamati terdapat pohon besar (diameter batang lebih dari 30 cm atau lingkar batang lebih dari 95 cm) (Hairiah, 2001).
b. Khusus untuk sistem agroforestri atau perkebunan dengan jarak tanam yang jarang, (misalnya perkebunan kelapa sawit) maka buatlah plot ukuran 20 m x 100 m = 2000 (Gambar 6)
Utara `
Timur
Gambar 6. Pembuatan Plot TBM dan TM 100 m
20 m
Keterangan:
c. Dibuat plot dengan ukuran 20 m x 100 m yang dibedakan berdasarkan tegakan, dapat di lihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kelas Umur Pada Tegakan Sawit Di Kabupaten Langkat
Kelas Umur Keterangan
I 1-3 TBM
II 4-8 TM
III 9-13 TM
IV 14-20 TM
d. Dicatat nama lokal dan/atau nama latin (jika dapat diketahui) dari tanaman yang akan diukur.
e. Diukur tinggi tegakan sawit dengan menggunakan alat ukur tinggi pohon yaitu clino meter.
f. Masukkan data tinggi pohon (bila ada) sesuai dengan rumus-rumus yang sesuai, sehingga diperoleh biomasa per tanaman (kg/tanaman).
g. Jumlahkan data biomasa semua tanaman yang diperoleh pada satu lahan, baik yang ukuran besar maupun yang kecil, sehingga diperoleh total biomasa tanaman per lahan (kg/luasan lahan).
h. Dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut:
Rumus-rumus allometrik untuk menduga biomasa beberapa jenis tanaman
yang umum ditanam pada lahan agroforestri menurut ICRAF (2009) yaitu:
Kelapa Sawit (AGB)est = 0.0976 H + 0.0706 Keterangan:
• (AGB)est = biomasa pohon bagian atas tanah, kg/tanaman;
• H = tinggi pohon, m
Pendugaan C-Stock Dalam Tingkat Landskap
i. Hubungan antara NDVI dan data hasil pengukuran lapangan mampu memberikan informasi tentang biomasa vegetasi dan merupakan salah satu metode pendekatan untuk menduga kandungan karbon yaitu Ekstraksi nilai NDVI pada tiap lokasi plot pengukuran cadangan karbon (Brown (1996) dalam Hairiah (2011).
Metode Skala Lanskap (NDVI) yaitu besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit. Dan dapat diketahui melalui rumus menurut Sudian dan Diasmara (2008) sebagai berikut:
NDVI = [(NIR/RED)-1]
[(NIR/RED)+1]
Indeks vegetasi berbasis NDVI yang ditunjukkan pada persamaan mempunyai nilai yang hanya berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga 1 (vegetasi). j. Analisa regresi hubungan antara cadangan karbon skala plot dengan nilai
NDVI.
k. Pendugaan cadangan karbon menggunakan persamaan regresi terpilih pada piksel citra yang bebas awan.
l. Diambil beberapa titik dengan menggunakan GPS pada lahan kelapa sawit untuk pengambilan sample
m. Data dari GPS tersebut diolah ke dalam software Arcview 3.3 untuk diketahui penyebarannya dan didukung dengan citra landsat yang bertujuan untuk melihat perubahan tutupan lahan pada lahan kelapa sawit
o. Dimasukkan nilai NDVI melalui hasil persamaan regresi yang ada dengan menggunakan map calculator pada arc view.
p. Diperoleh peta penyebaran c-stoke pada lahan kelapa sawit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemetaan Sebaran Sawit Di Kabupaten Langkat
Kabupaten Langkat memiliki cakupan wilayah administrasi seluas
6.263,29 Km2
1. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
(626,329 Ha) yang terdiri dari 23 Kecamatan dan 240 Desa serta 37
Kelurahan Definitif. Batas-batas geografis Kabupaten Langkat antara lain:
2. Bagian barat berbatasan dengan Propinsi Aceh
3. Bagian utara berbatasan dengan Propinsi Aceh dan Selat Malaka
4. Bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
Kabupaten Langkat termasuk kedalam daerah yang beriklim tropis,
sehingga daerah ini memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Musim kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya
hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim dan kabupaten
Langkat didominasi oleh perkebunan sawit.
Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk
Kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
1,14 persen pada periode 1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa
per km2. Sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen. Untuk tahun 2008,
Berdasarkan data statistik di tingkat kabupaten diketahui bahwa pertumbuhan
penduduk rata-rata Kabupaten Langkat dari tahun 2000-2008 adalah sebesar
2,19% jiwa/tahun, sedangkan proyeksi penduduk Kabupaten Langkat bertambah menjadi 1.042.523 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,80 untuk periode
Kabupaten Langkat sangat potensial bagi pengembangan sektor pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, pariwisata dan pertambangan. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Langkat dapat diketahui bahwa jenis
komoditi unggulan bidang pertanian di kabupaten Langkat adalah padi sawah,
dimana pada tahun 2008 jenis komoditi ini menyumbangkan 74,69% terhadap
jumlah produksi keseluruhan di bidang pertanian di Kabupaten Langkat disusul
dengan komoditi jagung sebesar 19,45%. Sedangkan untuk dibidang Perkebunan
komoditi terbesar adalahkelapa sawit yang menyumbangkan sebesar 92,75%,
disusul dengan komoditi karet sebesar 5,10%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa pola sebaran kebun
kelapa sawit di Kabupaten Langkat dibatasi beberapa kecamatan yaitu Pangkalan
Susu, Besitang, Babalan, Gebang, Tanjung Pura, Secanggang, Hinai, Padang
Tualang, Sei Lepan, Sawit Seberang, Batang Serangan, Wampu, Binjai, Selesai,
Stabat, Salapian, Sei Bingai, Kuala, dan Bahorok.
Pada penelitian ini pengambilan plot dilakukan dibeberapa lokasi yaitu
Langkat Hulu, Langkat Hilir, dan Langkat Tengah, hal ini dikarenakan untuk
melihat perbedaan antara beberapa kecamatan tersebut. Plot tersebut berada pada
Kecamatan Pangakalan Susu, Kecamatan Salapian, dan Kecamatan Sawit
Seberang. Pada Kecamatan Pangkalan jumlah 2 plot yaitu tegakan umur 3 dan 4
tahun denga nilai karbon 25.18 ton/ha dan 35.06 ton/ha. Sedangkan pada
Kecamatan Salapian jumlah 2 plot yaitu tegakan umur 3 dan 4 tahun dengan niali
karbon 19.20 ton/ha dan 21.88 ton/ha. Pada Kecamatan Sawit Seberang jumlah 5
plot yaitu pada tegakan 3, 4, 5, 12, dan 14 tahun yaitu 19.93 to/ha, 21.49 to/ha,
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa areal kebun sawit yang terluas berada
di Kecamatan Sawit Seberang yaitu PTPTN. Berdasarkan hasil perhitungan dalam
penelitian ini bahwa Kabupaten Langkat memiliki luas areal kebun sebesar
113725.241 ha.
Pendugaan Cadangan Karbon pada Tegakan Sawit Berdasarkan Allometrik Biomassa kelapa sawit diukur dengan menggunakan metode allometrik.
Perhitungan cadangan carbon dapat di lihat pada Tabel 4 yaitu pengukuran secara
allometrik dengan pengambilan sample plot di lapangan.
Tabel 4. Hasil dugaan cadangan karbon pada berbagai perkebunan di Kabupaten Langkat dengan menggunakan metode allometrik tahun 2012
No. Perusahaan Tahun Tanam Umur
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur tanam
kelapa sawit biomassanya akan semakin meningkat. Pada umur sama dan tempat
berbeda terjadi peningkatan biomassa yang berbeda. Pada Tabel 4 disajikan
bahwa pada umur yang sama terjadi perbedaan jumlah biomassa pada tegakan
25.18 ton/ha, PT. PTPNII nilai karbonnya 19.93, dan PT. Mopoly Raya niali
karbonya 19.20 ton/ha . Perbedaan nilai carbon pada umur yang sama disebabkan
oleh total kandungan karbon di atas permukaan tanah dipengaruhi oleh jenis
vegetasi, kesuburan tanah dan gangguan (termasuk pencurian dan hama
penyakit).Bahwa semakin tinggi kesuburan tanahnya maka semakin tinggi
biomassa yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan De Wait dan Chave
(2004).
Jarak tanam kelapa sawit kebun adalah 8 x 9 m dan/atau 9 x 9 m
tergantung pada kondisi lahannya. Kerapatan kelapa sawit maksimal setiap
hektarnya adalah 130 pohon. Penetapan jarak tanam disesuaikan dengan tingkat
kesuburan lahan yang berkaitan dengan ketebalan dan tingkat kematangan
gambut, tata air dan teknik pengelolaannya. Apabila ada tanaman yang mati atau
mengalami gangguan hama dan penyakit maka dilakukan penyisipan dengan
tanaman baru.
Pendugaan karbon biomassa kelapa sawit dengan persamaan alometrik
dilakukan tanpa perusakan tanaman (destruktif), akan tetapi menggunakan
peubah-peubah bebas dari persamaan alometrik, yang di ukur di lapangan yaitu,
tinggi (H) dari tanaman kelapa sawit. Hasil perhitungan karbon biomassa kelapa
sawit berdasarkan persamaan alometrik secara terperinci terdapat pada Tabel 4.
Pengukuran peubah bebas dilakukan pada tahun 1998, 2000, 2007,2008, 2009
Gambar 8. Pendugaan cadangan carbon dengan menggunakan metode allometrik
Hasil pendugaan karbon biomassa memiliki nilai yang bervariasi karena
sangat ditentukan oleh umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan
pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis
lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan (Hartley, 1967)
Total biomassa karbon
Stok/cadangan karbon sering disebut dengan karbon biomassa
(C/biomassa), dimana tahun tanam sangat berpengaruh terhadap biomassa dari
tanaman kelapa sawit. Biomassa merupakan bahan organik hasil dari proses
fotosintesis, dimana biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari
udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dan dinyatakan dalam satuan
bobot kering. Hasil fotosintesis tersebut digunakan oleh tumbuhan untuk
melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal.
Keberadaan tegakan sawit yang umur TM pada suatu sistem penggunaan
karbon. Pada sawit 70% dari total carbon berasal dari sawit TM sedangkan pada
sawit uamur TBM hanya 30%.
Jika dikaitkan dengan peran perkebunan kelapa sawit sebagai penyerap
CO2
Estimasi cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai
penggunaan lahan di Kabupaten Langkat yaitu 68.84 ton/ha (14 tahun) pada PT.
PTPN II memiliki cadangan karbon yang lebih tinggi seperti yang tercantum pada
table 4. Cadangan karbon di atas permukaaan tanah pada tegakan sawit 3 tahun pada PT. Mopoli Raya adalah sebesar 19.20 ton/ha merupakan cadangan karbon yang terendah dibandingkan dengan yang lainnya seperti tercantum pada table 4.
Cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tegakan sawit di areal Kebun
Kelapa Sawit Kabupaten Langkat masih tergolong cukup baik. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Henson (1999) mengungkapkan bahwa dalam proses
fotosintesis (assimilasi) kelapa sawit menyerap sekitar 161 ton CO
, Tanaman kelapa sawit yang bertumbuh dan berproduksi berarti juga hasil
proses fotosintesis jauh lebih besar daripada respirasi. Akibatnya oksigen yang
dihasilkan secara netto besar. Semakin cepat tanaman kelapa sawit bertumbuh
semakin besar pula oksigen yang dihasilkan persatuan waktu. Demikian juga,
semakin tinggi TBS semakin besar pula oksigen yang dihasilkan. Semakin luas
perkebunan kelapa sawit yang bertumbuh dan berproduksi semakin besar pula
oksigen yang dihasikan persatuan waktu dan ruang
2 per hektar per
tahun. Bila dikurangi CO2 yang diserap dalam proses respirasi, maka secara netto
kebun kelapa sawit menyerap CO2 sebesar 64,5 ton CO2
Menurut Hairiah dan Murdiyarso, inprress bahwa sistem jakaw umur 0-10 tahun mempunyai cadangan karbon di atas permukaan tanah 19 ton/ha dan pada
umur 15 tahun 58 ton/ha. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pada tegakan sawit cadangan karbonnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem jakaw, karena pada tegakan sawit terdapat kerapatan tajuk yang tinggi dan tegakan sawit yang tinggi, di mana semakin tinggi tegakan sawit maka semakin tinggi nilai biomassa dan cadangan karbonnya.
Pada lahan alang-alang dan padi, cadangan karbon permukaan tanah hanya 4 ton/ha dan 4,8 ton/ha.Cadangan karbon yang berupa biomasa pada tanaman padi, akan dilepaskan kembali ketika panen melalui hasil panen berupa padi maupun pembakaran jerami atau dekomposisi jerami. Selain itu, penurunan cadangan karbon juga terjadi akibat penyiangan gulma, pengolahan tanah dan pengairan (Hairiah dan Murdiyarso, inpress). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa cadangan carbon pada tegakan sawit lebih tinggi dibandingkan dengan lahan alang-alang dan padi, hal ini menunjukkan bahwa semakin tua suatu tanaman kelapa sawit maka semakin besar pula pelepah prunning dan tandan kosong (tankos) yang dihasilkan. Selain itu Hutan Alam yaitu pohon merupakan komponen terbesar dari biomasa di atas permukaan tanah. Berdasarkan data pada tabel 2 menunjukkan bahwa cadangan carbon dari hutan primer, hutan bekas tebangan, agroforestri 11-30 mimiliki cadangan karbon yang lebih tinggi dibandingkan kelapa sawit, hal ini dikarenakan bahwa keragaman jenis di hutan alam lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan kelapa sawit, sedangkan di tegakan sawit hanya memiliki satu keragaman jenis saja (homogeny)
vegetasi pada lokasi sampel di setiap kelas umur pada tegakan kelapa sawit yang
dapat dilihat pada Tabel 5 , dan Grafik kisaran nilai indeks vegetasi pada
masing-kelas umur dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik nilai indeks vegetasi pada masing-masing kelas umur
Tabel 5. Nilai indeks vegetasi pada lokasi sampel di setiap kelas umur pada tegakan kelapa sawit
Nama Kebun NDVI Keterangan
PT.Kinar Lapiga -0.06 3 tahun
Pada masing-masing indeks vegetasi perolehan nilai terbesar ditempati
oleh tanaman sawit umur 12-14 tahun, sedangkan perolehan nilai terendah
terdapat pada tanaman sawit berumur 3-4 tahun , yang artinya semakin besar nilai
tua dengan vegetasi yang lebat dan kondisi tanaman yang sehat, sehingga
perolehan nilai reflektannya besar karena tingginya kandungan klorofil pada
tanaman tersebut. Sedangkan perolehan nilai yang relatif kecil mengindikasikan
bahwa vegetasi tersebut berumur relatif muda dengan vegetasi yang jarang serta
kenampakan objek tersebut didominasi adanya genangan air dengan kerapatan
tanaman yang relatif jarang, sehingga nilai reflektan yang dihasilkan rendah
karena kandungan klorofil yang sedikit. Menurut (Howard dan Lillesand & Kiefer
dalam Sobirin dkk, 2007) perbedaan nilai reflektan yang bervariasi selain
dipengaruhi karakteristik vegetasi, seperti umur dan jenis pohon, struktur daun
dan tutupan kanopi, juga dipengaruhi oleh karakter tanah dan kondisi atmosfer.
Hubungan Regresi Karbon dengan Indeks Vegetasi Perkebunan
Berdasarkan pengukuran biomassa lapang dan nilai spektral dari indeks
vegetasi (Tabel 5), diturunkan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan
antara parameter-parameter tersebut. Hasil penelitian menunjukan korelasi positif
antara indeks vegetasi dengan pengukuran karbon dilapangan. Pada
masing-masing Gambar menunjukan peningkatan karbon tanaman yang di gambarkan
dalam persamaan linear. Hubungan karbon atas permukaan hasil pengukuran
lapang dengan indeks vegetasi pada vegetasi alami disajikan pada Tabel 7.
Tabel 6. Nilai NDVI dan Data Lapangan
Nama Kebun Karbon (ton/ha) NDVI Keterangan
PT.Kinar Lapiga 25.18 -0.06 3 tahun
Tabel 7. Hubungan Regresi NDVI dan Data Lapangan
Menyusun Persamaan Regresi
38.39
26.24
Maka untuk menyusun persamaan regresinya sebagai berikut:
Y = 38.39 + 26.54 X atau Y = 38.39 + 26.24 (NDVI)
Keterangan
X = NDVI
Y = Karbon
Antara nilai lapangan dan nilai NDVI dapat dihitung korelasinya. Korelasi
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
0.701
Harga r tabel untuk kesalahan 5% dengan n=9 diperoleh 0.666. Karena
harga r hitung lebih besar dari r tabel baik untuk kesalahan 5% (0.701 > 0.666
maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang positif antara nilai lapangan
dengan nilai NDVI.
Koefisien determinasinya r2= 0.7012 = 0.4914. Hal ini berarti nilai lapangan 49.14% ditentukan oleh nilai NDVI, melalui persamaan regresi
Y = 38.39 + 26.54 X atau Y = 38.39 + 26.24 (NDVI). Sisanya 50.86% ditentukan
oleh faktor lain. Jika dilihat dari nilai r maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
yang lebih baik (r > 0.70) ditunjukkan oleh hubungan antara biomasa dengan dua
karakteristik spektral atau lebih (Gambar 11).
,
Gambar 11.Hubungan karbon dengan Nilai Indeks Vegetasi Pada Tegakan Kelapa Sawit, Kabupaten langkat
Hasil estimasi biomassa dengan persamaan empirik yang dihasilkan cukup
menunjukan keadaan sesungguhnya di lapang. Hal ini dibuktikan dengan nilai
korelasi pada masing-masing persamaan yang terbentuk. Hubungan antara indeks
vegetasi dengan karbon umumnya linear, dengan nilai R²=0,49 Nilai R²
merupakan nilai yang menunjukan tingkat korelasi antara variabel yang
dihubungkan, dalam hal ini indeks vegetasi dan karbon. Dengan demikian,
semakin besar nilai R² menunjukan bahwa korelasi antara indeks veggetasi
dengan biomassa semakin baik. (Young, 1982 dalam Sulaiman, 2002)
menyatakan bahwa jika nilai koefisien R² ≥ 0,4 menunjukkan hubungan yang
kuat.
.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sebaran kebun kelapa sawit di Kabupaten Langkat dibatasi beberapa
kecamatan yaitu Pangkalan Susu, Besitang, Babalan, Gebang, Tanjung
Pura, Secanggang, Hinai, Padang Tualang, Sei Lepan, Sawit Seberang,
Batang Serangan, Wampu, Binjai, Selesai, Stabat, Salapian, Sei Bingai,
Kuala, dan Bahorok denga luas total 113725.241 ha.
2. Cadangan karbon terbesar terdapat pada umur tegakan sawit 14 tahun, hal
ini dapat dilihat dari jumlah cadangan carbonnya yaitu 68.84 ton/ha dan
cadangan karbon terkecil terdapat pada umur tegakan sawit 3 tahun, hal ini
dapat dilihat dari jumlah cadangan carbonnya yaitu 19.20 ton/ha
3. Indeks vegetasi NDVI memiliki korelasi yang paling tinggi dengan
biomassa dinilai dari besarnya R² dari persamaan yang dihasilkan yaitu
sebesar 49% pada tegakan kelapa sawit. Dengan demikian indeks vegetasi
NDVI merupakan indeks yang paling baik digunakan untuk mengestimasi
karbon di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
Saran
Perlu dilakukan uji coba pada tegakan lain yang mempunyai perlakukan
dan kelompok umur tertentu agar lebih dapat membandingkannya dengan tegakan
DAFTAR PUSTAKA
Coops N. 1996. Estimating eucalypt forest volume and density using textural, spectral and environmental variables. Proceeedings 8th Australasian Remote Srnsing Conference. Canberra, Australia.
Ghani, M. A. 2011. Disparitas Fakta dan Prasangka. Indonesia Industrial Crops. Jakarta.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor, 2007.
Hairiah, K. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Dari Tingkat Lahan Ke Bentang Lahan. Word Agroforestry Centre ICRAF SEA Regional Office; Malang
Houghton JT, Ding Y, Griggs DJ, Nouger M, et al. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Cambridge University Press. 83 pp. http://www.ipcc.ch/ Accessed: 28 Januari 2012
Huete AR. 1998. Introduction to Vegetation Indices. Department of Soil Water and Environmental Science. University of Arizona.
cessed: 23 March 2012
Lasco RD. 2004. Forest carbon budgets in Southeast Asia following harvesting and land cover change. In: Impacts of land use Change on the Terrestrial Carbon Cycle in the Asian Pacific Region'. Sciencein China Vol. 45, 76-86.
Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Lillesand TM and Kiefer RW. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley and Sons.Inc, New York. 750pp.
Moediarta R,.Dan P. Stalker, 2007. Sisi lain perubahan iklim: Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinya. UNDP Indonesia.20p.
Soemarwoto, O. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta ; Djambatan
Van Noordwijk M, Lawson G, Soumare A and Groot JJR and Hairiah K. 1996. Root distribution of trees and crops: Competition and/or complementary. In: Chin Ong and Peter Huxley (eds.) Tree-Crop interactions - a physiological approach. CABI - ICRAF. p 319-364.
Van Noordwijk M, Rahayu S, Hairiah K, Wulan YC, Farida A and Verbist B. 2002. Carbon stock assessment for a forest-to-coffee conversion landscape in Sumberjaya (Lampung, Indonesia): from allometric equation to land use change analysis, Science in China, 45: 75-86.
Watson RT, Noble IR, Bolin B, Ravindranath NH, Verado DJ and Dokken DJ (eds.). 2000. Land Use and Land-Use Change and Forestry: A special report of the IPCC. Cambridge, UK. Cambridge University Press. 377 pp. Waterloo MJ. 1995. Water and nutrient dynamics of pinus caribea plantation
forests on former grassland soils in Southwest Viti Levu, Fiji, PhD thesis, Vrije Universiteit, Amsterdam, the Netherlands, 478 pp.
Weyerhaeuser H and Tennigkeit T. 2000. Forest inventory and monitoring manual. HBSICRAF- CMU, Chiang Mai, 30p.
Word Bank, DFID and Peace. 2007. Executive Summary, Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies.
Lampiran 1
Pengambilan Sample Plot di PT. Kebun Mopoly Raya Nama Lokasi PT.Mopoli Raya (PT. Parapen I) Umur Kebun 3 tahun
Tabel Plot Pengukuran Cadangan Carbon TBM (3 tahun) Kelapa Sawit No. Tanaman Tinggi (H) meter Biomassa
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
W : Total biomassa (ton/ha)
Wpi : Biomassa pohon (ton)
A : Luas plot (m2 n : Jumlah pohon
)
maka,
W = 38.40
Y (Carbon/Ha) = 19.20 ton/ha
000 . 10
1 x
A Wpi W
n
i
∑
Lampiran 2
Nama Lokasi PT.Mopoli Raya (PT. Parapen I) Umur Kebun 4 tahun
Tabel Plot Pengukuran Cadangan Carbon TM (4 tahun) Pada Tegakan Sawit No. Tanaman Tinggi (H) meter Biomassa
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
W : Total biomassa (ton/ha)
Wpi : Biomassa pohon (ton)
A : Luas plot (m2 n : Jumlah pohon
)
maka,
W = 43.77
Y (Carbon/Ha) = 21.88 ton/ha
000 . 10
1 x
A Wpi W
n
i
∑
Lampiran 3
Pengambilan Plot Sample di Kebun PTN II Sawit Seberang Nama Lokasi PTPN2 (Sawit Seberang)
Umur Kebun 3 tahun Tahun Tanam 2001 Tanggal 24/7/2012
GPS 284
Ukuran Plot 20m x 100m
Tabel 9. Plot Pengukuran Cadangan Carbon TM (3 tahun) Pada Tegakan Sawit No. Tanaman Tinggi (H) meter Biomassa
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
W : Total biomassa (ton/ha)
Wpi : Biomassa pohon (ton)
A : Luas plot (m2 n : Jumlah pohon
)
maka,
W = 39.87
Y (Carbon/Ha) = 19.93 ton/ha
000 . 10
1 x
A Wpi W
n
i
∑
Lampiran 4
Lampiran 4 Tabel Plot Pengukuran Cadangan Carbon TM (4 tahun) Pada Tegakan Sawit No. Tanaman Tinggi (H) meter Biomassa
Total Biomassa 8.59864
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Nama Lokasi PTPN2 (Sawit Seberang)
Umur Kebun 3 tahun Tahun Tanam 2009 Tanggal 24/7/2012
GPS 285
Keterangan :
W : Total biomassa (ton/ha)
Wpi : Biomassa pohon (ton)
A : Luas plot (m2 n : Jumlah pohon
)
maka,
W = 42.99
Lampiran 5
Tabel Plot Pengukuran Cadangan Carbon TM (5 tahun) Pada Tegakan Sawit No. Tanaman Tinggi (H) meter Biomassa
Total Biomassa 14.1716
Nama Lokasi PTPN2 (Sawit Seberang) Umur Kebun 5 tahun
Tahun Tanam 2002 Tanggal 24/7/2012
GPS 279
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
W : Total biomassa (ton/ha)
Wpi : Biomassa pohon (ton)
A : Luas plot (m2 n : Jumlah pohon
)
maka,
W = 70.85
Y (Carbon/Ha) = 32.42 ton/ha
000 . 10
1 x
A Wpi W
n
i
∑
Lampiran 6
Nama Lokasi PTPN2 (Sawit Seberang) Umur Kebun 12 tahun
Tahun Tanam 2008 Tanggal 24/7/2012
GPS 281
Ukuran Plot 20m x 100m
Tabel Plot Pengukuran Cadangan Carbon TM (12 tahun) Pada Tegakan Sawit No. Tanaman Tinggi (H) meter Biomassa
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
W : Total biomassa (ton/ha)
Wpi : Biomassa pohon (ton)
A : Luas plot (m2 n : Jumlah pohon
)
maka,
W = 110.53
Y (Carbon/Ha) = 55.26 ton/ha
000 . 10
1 x
A Wpi W
n
i
∑
Lampiran 7
Tabel Plot Pengukuran Cadangan Carbon TM (14 tahun) Pada Tegakan Sawit No. Tanaman Tinggi (H) meter Biomassa
Total Biomassa 27.5428
Nama Lokasi PTPN2 (Sawit Seberang) Umur Kebun 14 tahun
Tahun Tanam 1998 Tanggal 24/7/2012
GPS 280
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
W : Total biomassa (ton/ha)
Wpi : Biomassa pohon (ton)
A : Luas plot (m2 n : Jumlah pohon
)
maka,
W = 137.71
Y (Carbon/Ha) = 68.85 ton/ha
000 . 10
1 x
A Wpi W
n
i