• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development of coastal tourism area based on the local community. Case study of group organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” in Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupatern Karawang, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development of coastal tourism area based on the local community. Case study of group organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” in Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupatern Karawang, West Java"

Copied!
442
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR

BERBASIS KOMUNITAS LOKAL

(STUDI KASUS KELOMPOK PENGELOLA KAWASAN WISATA “SAMUDERA BARU” DI DESA SUNGAIBUNTU, KECAMATAN PEDES,

KABUPATEN KARAWANG, PROPINSI JAWA BARAT)

ENI SUPRIYATIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ENI SUPRIYATIN, Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal. Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” Di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, CAROLINA NITIMIHARDJO sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal melalui penguatan kelembagaan merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan keberlanjutan kawasan wisata yang didukung oleh semua pihak dengan memadukan harapan-harapan antara Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan stakeholders, dalam hal ini yaitu kelembagaan komunitas lokal, meliputi kelembagaan BPD, LPM, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda serta kelembagaan pemerintah, meliputi Sie. PMD, UPTD PKP Kecamatan Pedes dan Dinas Penerangan, Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang.

Kajian ini bertujuan untuk memahami profil kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” yang dapat menopang keberlanjutan kawasan wisata, mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelembagaan tersebut serta menyusun alternatif solusi terhadap permasalahan tersebut serta menyusun strategi pengembangan masyarakat secara partisipatif melalui penguatan kelembagaan bagi pelestarian lingkungan atau kawasan wisata. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi, (2) Wawancara mendalam, (3) Studi dokumentasi dan (4) Diskusi kelompok.

Hasil kajian terhadap profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” ditinjau dari aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi, kerjasama dan pengetahuan telah menimbulkan isu kritis terkait dengan munculnya fenomena prostitusi, kerusakan keindahan dan kelestarian lingkungan, intransparancy manajemen, non responsiveness kelompok pengelola terhadap harapan dan aspirasi komunitas serta adanya potential conflict keagrariaan

Keberlanjutan kawasan wisata dapat terwujud apabila terdapat keseimbangan antara aspek-aspek ekonomi, sosial, ekologis dan keagrariaan. Berdasarkan analisis profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan isu-isu kritis yang terjadi menunjukkan bahwa kelompok telah mampu menunjukkan keberfungsiaan secara ekonomi. Telah tumbuh inisiatif, gagasan dan pemikiran terkait dengan aspek-aspek sosial, ekologis dan keagraiaan meskipun belum didukung oleh upaya-upaya yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan program penguatan bagi individu yang terikat dalam wadah Kelompok Pengelola Wisata Samudera Baru, program penguatan kelompok dan program penguatan jejaring dengan komunitas dan stakeholders melalui suatu “co-management”.

(3)

ABSTRACT

ENI SUPRIYATIN. Development of coastal tourism area based on the local community. Case study of group organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” in Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupatern Karawang, West Java. Guided by : ARYA HADI DHARMAWAN as chief, CAROLINA NITIMIHARDJO as member counsellor commission.

Development of coastal tourism area based on the local community through reinforcement institutionalism approach is one alternative to realize the sustainable of tourism activity has been supported by all party in community, with combine the expectation of between group of organizer of coastal tourism area and stakeholders; in this case that local community institutions, covering institute are BPD, LPM, religion figure, ellite figure and figure of young fellow and also govermental institute, covering are sie. PMD. UPTD PKP of Kecamatan Pedes and on Departemen Penerangan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karwang.

This study aim to comprehend the profile institue of organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” which can sustained the continueing of tourism area, identifying problem faced by the institutions and also compile the solution altenative to the problems and the strategy of community development partisipatively through institutions reinforcement for continuation of environment or tourism area. Research methode used in this community development study is qualitative approach. Technique fo data collecting used by 1) observation, (2) circumstantial interview (3) documentation study, and (4) group discussion.

Result of study to profile of group of organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” evaluated from target aspect are leadership, division duty and role, pattern of relation and communication, cooperation and knowledge have generated the relevant critical issue with the appearance of prostitution phenomenon, damage of beauty of environmental continuity, intranparancy management and non responsiveness of organizer group to expectation and community aspiration and also the existence of potential agrariant conflict.

Continueing of tourism area can be existed by if there are balance among of aspect are economic, social, ecological and agrariant. Pursuant to analysis of group of organizer of tourism are “Samudera Baru” and critical issue that happened indicate that the group have been able to show the economical function, have growed the initiative, relevant opinion and idea with the aspect are social, ecological and agrariant through not yet been supported by optimal effort.

Pursuant to mentioned is hence formulated by a reinforcement program for individual trussed in basin of organizer of coastal tourism area “Samudera Baru”, a reinforcement program for the group and networking between the community and stakeholders through “co- management”.

(4)

Goals of a study to understanding profile the “Samudera Baru’s” a group of managerial the beach tourism can of...problem identification and to design an alterntive solution and to design a community development strategy to reach a sustainable the beach tourism development. Reseach methode has used qualitative approach. Data collecting technich has used (1) observation, (2) deep interview (3) documentation study, (4) group discussion

Kajian ini bertujuan untuk memahami profil kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” yang dapat menopang keberlanjutan kawasan wisata, mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelembagaan tersebut serta menyusun alternatif solusi terhadap permasalahan tersebut serta menyusun strategi pengembangan masyarakat secara partisipatif melalui penguatan kelembagaan bagi pelestarian lingkungan atau kawasan wisata. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi, (2) Wawancara mendalam, (3) Studi dokumentasi dan (4) Diskusi kelompok.

A sustainable of the beach tourism development can be reached if ...equlibrium by...economic, social, ecology and...aspect.

Keberlanjutan kawasan wisata dapat terwujud apabila terdapat keseimbangan antara aspek-aspek ekonomi, sosial, ekologis dan keagrariaan. Berdasarkan analisis profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan isu-isu kritis yang terjadi menunjukkan bahwa kelompok telah mampu menunjukkan keberfungsiaan secara ekonomi. Telah tumbuh inisiatif, gagasan dan pemikiran terkait dengan aspek-aspek sosial, ekologis dan keagraiaan meskipun belum didukung oleh upaya-upaya yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan program penguatan bagi individu yang terikat dalam wadah Kelompok Pengelola Wisata Samudera Baru, program penguatan kelompok dan program penguatan jejaring

(5)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal (Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” Di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, Oktober 2006

(6)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(7)

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR

BERBASIS KOMUNITAS LOKAL

(STUDI KASUS KELOMPOK PENGELOLA KAWASAN WISATA “SAMUDERA BARU” DI DESA SUNGAIBUNTU, KECAMATAN PEDES,

KABUPATEN KARAWANG, PROPINSI JAWA BARAT)

ENI SUPRIYATIN

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul : PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR BERBASIS KOMUNITAS LOKAL

(Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata

“Samudera Baru” Di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat)

Nama Nrp.

: :

Eni Supriyatin A154050065

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr. Ketua

Dr. Carolina Nitimihardjo, MS. Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi

Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Juara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Alloh SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor hingga dapat menyelesaikan penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat.

Penulisan Kajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. Judul laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini, yaitu Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal. Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat.

Penulisan Kajian ini dapat diselesaikan tidak luput dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material bagi penyelesaian Kajian Pengembangan Masyarakat ini, diantaranya kepada : 1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan. MSc.Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing

dan Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat.

2. Dr. Ir. Juara P. Lubis, MS selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

4. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku Dosen Penguji di Luar Komisi yang telah memberikan masukan yang berarti bagi kelengkapan Kajian ini.

5. Drs. Ade Sudiana selaku Camat Kecamatan Pedes dan Bapak Sukarta selaku Kasie. PMD Kecamatan Pedes.

6. Suharyadi, SH selaku Kabid. Pariwisata pada Dinas Penerangan, Budaya dan Pariwisata Kabupaten Karawang.

(10)

Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” beserta anggota kelompok.

9. Bapak Sukandi selaku Ketua BPD dan Bapak Nian Abdullah selaku Ketua LPM, tokoh agama, tokoh masyarakat serta tokoh pemuda Desa Sungaibuntu.

10. Ibunda Astuti dan Ayahanda Ma’en Ahmad Yusuf (alm.) serta adik-adikku tercinta : Evi Indriati, Edy Suyitno dan Eli Gusmayadi yang senantiasa memberikan suluh semangat dalam menjalani kehidupan ini.

11. Ibunda Mertua Hjh. Imas Kartini, Ma ‘Enan, Ayah Ucu, kakak-kakak dan adik-adik yang senantiasa memberikan waktu dan perhatian bagi penulis dan keluarga.

12. Suami terkasih, Ir. Ichwan Fadjaruddin serta anak-anakku tersayang Adityaji Fachry Izharuddin (Adit) dan Adyatna Asykur Ramadyana (Adya) yang senantiasa memberikan dukungan dan menghidupkan suasana dari keletihan.

13. Sahabat-sahabat dan rekan-rekan kerja di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Lembang, Bandung yang senantiasa memberikan perhatian serta dukungan.

14. Sahabat-sahabat dan rekan-rekan MPM Angkatan III-2005 yang telah bersama-sama mengisi waktu menjalani studi dengan keceriaan, perjuangan dan kerja keras.

15. Pihak-pihak lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Kajian ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga Kajian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dan semoga dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan terkait dengan permasalahan pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal melalui penguatan kelembagaan.

Bogor, November 2006

(11)

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR

BERBASIS KOMUNITAS LOKAL

(STUDI KASUS KELOMPOK PENGELOLA KAWASAN WISATA “SAMUDERA BARU” DI DESA SUNGAIBUNTU, KECAMATAN PEDES,

KABUPATEN KARAWANG, PROPINSI JAWA BARAT)

ENI SUPRIYATIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ENI SUPRIYATIN, Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal. Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” Di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, CAROLINA NITIMIHARDJO sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal melalui penguatan kelembagaan merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan keberlanjutan kawasan wisata yang didukung oleh semua pihak dengan memadukan harapan-harapan antara Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan stakeholders, dalam hal ini yaitu kelembagaan komunitas lokal, meliputi kelembagaan BPD, LPM, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda serta kelembagaan pemerintah, meliputi Sie. PMD, UPTD PKP Kecamatan Pedes dan Dinas Penerangan, Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang.

Kajian ini bertujuan untuk memahami profil kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” yang dapat menopang keberlanjutan kawasan wisata, mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelembagaan tersebut serta menyusun alternatif solusi terhadap permasalahan tersebut serta menyusun strategi pengembangan masyarakat secara partisipatif melalui penguatan kelembagaan bagi pelestarian lingkungan atau kawasan wisata. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi, (2) Wawancara mendalam, (3) Studi dokumentasi dan (4) Diskusi kelompok.

Hasil kajian terhadap profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” ditinjau dari aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi, kerjasama dan pengetahuan telah menimbulkan isu kritis terkait dengan munculnya fenomena prostitusi, kerusakan keindahan dan kelestarian lingkungan, intransparancy manajemen, non responsiveness kelompok pengelola terhadap harapan dan aspirasi komunitas serta adanya potential conflict keagrariaan

Keberlanjutan kawasan wisata dapat terwujud apabila terdapat keseimbangan antara aspek-aspek ekonomi, sosial, ekologis dan keagrariaan. Berdasarkan analisis profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan isu-isu kritis yang terjadi menunjukkan bahwa kelompok telah mampu menunjukkan keberfungsiaan secara ekonomi. Telah tumbuh inisiatif, gagasan dan pemikiran terkait dengan aspek-aspek sosial, ekologis dan keagraiaan meskipun belum didukung oleh upaya-upaya yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan program penguatan bagi individu yang terikat dalam wadah Kelompok Pengelola Wisata Samudera Baru, program penguatan kelompok dan program penguatan jejaring dengan komunitas dan stakeholders melalui suatu “co-management”.

(13)

ABSTRACT

ENI SUPRIYATIN. Development of coastal tourism area based on the local community. Case study of group organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” in Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupatern Karawang, West Java. Guided by : ARYA HADI DHARMAWAN as chief, CAROLINA NITIMIHARDJO as member counsellor commission.

Development of coastal tourism area based on the local community through reinforcement institutionalism approach is one alternative to realize the sustainable of tourism activity has been supported by all party in community, with combine the expectation of between group of organizer of coastal tourism area and stakeholders; in this case that local community institutions, covering institute are BPD, LPM, religion figure, ellite figure and figure of young fellow and also govermental institute, covering are sie. PMD. UPTD PKP of Kecamatan Pedes and on Departemen Penerangan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karwang.

This study aim to comprehend the profile institue of organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” which can sustained the continueing of tourism area, identifying problem faced by the institutions and also compile the solution altenative to the problems and the strategy of community development partisipatively through institutions reinforcement for continuation of environment or tourism area. Research methode used in this community development study is qualitative approach. Technique fo data collecting used by 1) observation, (2) circumstantial interview (3) documentation study, and (4) group discussion.

Result of study to profile of group of organizer of coastal tourism area “Samudera Baru” evaluated from target aspect are leadership, division duty and role, pattern of relation and communication, cooperation and knowledge have generated the relevant critical issue with the appearance of prostitution phenomenon, damage of beauty of environmental continuity, intranparancy management and non responsiveness of organizer group to expectation and community aspiration and also the existence of potential agrariant conflict.

Continueing of tourism area can be existed by if there are balance among of aspect are economic, social, ecological and agrariant. Pursuant to analysis of group of organizer of tourism are “Samudera Baru” and critical issue that happened indicate that the group have been able to show the economical function, have growed the initiative, relevant opinion and idea with the aspect are social, ecological and agrariant through not yet been supported by optimal effort.

Pursuant to mentioned is hence formulated by a reinforcement program for individual trussed in basin of organizer of coastal tourism area “Samudera Baru”, a reinforcement program for the group and networking between the community and stakeholders through “co- management”.

(14)

Goals of a study to understanding profile the “Samudera Baru’s” a group of managerial the beach tourism can of...problem identification and to design an alterntive solution and to design a community development strategy to reach a sustainable the beach tourism development. Reseach methode has used qualitative approach. Data collecting technich has used (1) observation, (2) deep interview (3) documentation study, (4) group discussion

Kajian ini bertujuan untuk memahami profil kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” yang dapat menopang keberlanjutan kawasan wisata, mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelembagaan tersebut serta menyusun alternatif solusi terhadap permasalahan tersebut serta menyusun strategi pengembangan masyarakat secara partisipatif melalui penguatan kelembagaan bagi pelestarian lingkungan atau kawasan wisata. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi, (2) Wawancara mendalam, (3) Studi dokumentasi dan (4) Diskusi kelompok.

A sustainable of the beach tourism development can be reached if ...equlibrium by...economic, social, ecology and...aspect.

Keberlanjutan kawasan wisata dapat terwujud apabila terdapat keseimbangan antara aspek-aspek ekonomi, sosial, ekologis dan keagrariaan. Berdasarkan analisis profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan isu-isu kritis yang terjadi menunjukkan bahwa kelompok telah mampu menunjukkan keberfungsiaan secara ekonomi. Telah tumbuh inisiatif, gagasan dan pemikiran terkait dengan aspek-aspek sosial, ekologis dan keagraiaan meskipun belum didukung oleh upaya-upaya yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan program penguatan bagi individu yang terikat dalam wadah Kelompok Pengelola Wisata Samudera Baru, program penguatan kelompok dan program penguatan jejaring

(15)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal (Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” Di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, Oktober 2006

(16)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(17)

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR

BERBASIS KOMUNITAS LOKAL

(STUDI KASUS KELOMPOK PENGELOLA KAWASAN WISATA “SAMUDERA BARU” DI DESA SUNGAIBUNTU, KECAMATAN PEDES,

KABUPATEN KARAWANG, PROPINSI JAWA BARAT)

ENI SUPRIYATIN

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Judul : PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR BERBASIS KOMUNITAS LOKAL

(Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata

“Samudera Baru” Di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat)

Nama Nrp.

: :

Eni Supriyatin A154050065

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr. Ketua

Dr. Carolina Nitimihardjo, MS. Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi

Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Juara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(19)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Alloh SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor hingga dapat menyelesaikan penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat.

Penulisan Kajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. Judul laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini, yaitu Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal. Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat.

Penulisan Kajian ini dapat diselesaikan tidak luput dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material bagi penyelesaian Kajian Pengembangan Masyarakat ini, diantaranya kepada : 1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan. MSc.Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing

dan Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat.

2. Dr. Ir. Juara P. Lubis, MS selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

4. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku Dosen Penguji di Luar Komisi yang telah memberikan masukan yang berarti bagi kelengkapan Kajian ini.

5. Drs. Ade Sudiana selaku Camat Kecamatan Pedes dan Bapak Sukarta selaku Kasie. PMD Kecamatan Pedes.

6. Suharyadi, SH selaku Kabid. Pariwisata pada Dinas Penerangan, Budaya dan Pariwisata Kabupaten Karawang.

(20)

Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” beserta anggota kelompok.

9. Bapak Sukandi selaku Ketua BPD dan Bapak Nian Abdullah selaku Ketua LPM, tokoh agama, tokoh masyarakat serta tokoh pemuda Desa Sungaibuntu.

10. Ibunda Astuti dan Ayahanda Ma’en Ahmad Yusuf (alm.) serta adik-adikku tercinta : Evi Indriati, Edy Suyitno dan Eli Gusmayadi yang senantiasa memberikan suluh semangat dalam menjalani kehidupan ini.

11. Ibunda Mertua Hjh. Imas Kartini, Ma ‘Enan, Ayah Ucu, kakak-kakak dan adik-adik yang senantiasa memberikan waktu dan perhatian bagi penulis dan keluarga.

12. Suami terkasih, Ir. Ichwan Fadjaruddin serta anak-anakku tersayang Adityaji Fachry Izharuddin (Adit) dan Adyatna Asykur Ramadyana (Adya) yang senantiasa memberikan dukungan dan menghidupkan suasana dari keletihan.

13. Sahabat-sahabat dan rekan-rekan kerja di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Lembang, Bandung yang senantiasa memberikan perhatian serta dukungan.

14. Sahabat-sahabat dan rekan-rekan MPM Angkatan III-2005 yang telah bersama-sama mengisi waktu menjalani studi dengan keceriaan, perjuangan dan kerja keras.

15. Pihak-pihak lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Kajian ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga Kajian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dan semoga dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan terkait dengan permasalahan pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal melalui penguatan kelembagaan.

Bogor, November 2006

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1968 dari pasangan Ibu Astuti dan Bapak Ma’en Ahmad Yusuf. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Negeri Karang Mulya di Desa Karangjaya, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang pada tahun 1981; Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Rengasdengklok di Kabupaten Karawang pada tahun 1984; Sekolah Menengah Atas Negeri 1 di Kabupaten Purwakarta pada tahun 1987 dan STKS Bandung Program S1 pada tahun 1992.

Pada akhir tahun 1992 penulis menikah dengan Ir. Ichwan Fadjaruddin dan dikaruniai dua orang putera, yaitu Adityaji Fachry Izharuddin (Adit) lahir pada 23 Juni 1995 dan Adyatna Asykur Ramadyana (Adya) lahir pada 1 Desember 2000.

Sejak tahun 1996 sampai dengan saat ini, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Lembang, Bandung.

(22)

viii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL...xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv

I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 2 1.2. Ruang Lingkup... 6 1.3. Masalah Kajian... 7 1.4. Tujuan Kajian... 9 1.5. Kegunaan Kajian... 9 II. KERANGKA KAJIAN...11 2.1. Komunitas Pesisir...11 2.2. Pariwisata... 13

2.2.1. Pengertian...13 2.2.2. Dampak...16 2.2.3. Pariwisata secara Tepat...17 2.2.4. Perkembangan...18 2.3. Kelembagaan, Modal Sosial dan Gerakan Sosial ... 20 2.3.1. Kelembagaan... 20 2.3.1.1. Pengertian... 20 2.3.1.2. Norma-norma Masyarakat...23 2.3.1.3. Kontrol atau Pegendalian Sosial…... 25 2.3.2. Modal Sosial... 26 2.3.3. Gerakan Sosial……….28 2.4. Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi... 30 2.5. Pembangunan Berkelanjutan... 31 2.6. Analisis Relevansi Pekerjaan Sosial, Kelembagaan

(23)

ix

4.3. Sistem Sosial Budaya... 63 4.3.1. Sistem Kekerabatan... 63 4.3.2. Pendidikan... 64 4.3.3. Kesehatan... 65 4.4.4. Agama dan Suku Bangsa... 65 4.4.5. Kesejahteraan Sosial... 66 4.4. Sistem Ekonomi... 67 4.5. Struktur Komunitas... 68 4.5.1. Pelapisan Sosial... 69 4.5.2. Kepemimpinan... 69 4.5.3. Tanggapan Masyarakat terhadap Kepemimpinan... 70 4.5.4. Jejaring Sosial dalam Komunitas... 70 4.6. Organisasi dan Kelembagaan... 72

4.6.1. Lembaga Kemasyarakatan... 72 4.6.2. Fungsi Kontrol Sosial Lembaga... 74 4.6.3. Proses Sosialisasi dalam Komunitas... 74 4.7. Sumberdaya Lokal... 74 4.7.1. Potensi Lahan... 74 4.7.2. Pola Hubungan Kerjasama... 76 V. EVALUASI KEGIATAN PENGEMBANGAN KAWASAN

WISATA PESISIR... 77 5.1. Dekripsi Kegiatan... 78 5.2. Pelaksanaan dan Perkembangan Kegiatan ... 79 5.3. Pengembangan Ekonomi Lokal dan Permasalahan... 81 5.4. Pengembangan Modal Sosial, Gerakan Sosial

dan Permasalahan... 83 5.4.1. Ditinjau dari Perspektif Modal Sosial... 83 5.4.2. Ditinjau dari Perspektif Gerakan Sosial... 88 5.5. Aspek Psikologi Sosial dan Permasalahan... 90 5.6. Kebijakan dan Perencanaan Sosial serta Permasalahan... 92 5.7. Evaluasi Umum... 94 VI. ANALISIS TINJAUAN KEGIATAN PENGEMBANGAN

KAWASAN WISATA PESISIR ... 97 6.1. Profil Kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata

”Samudera Baru”... 97 6.1.1.Tujuan... 99 6.1.2. Kepemimpinan... 100 6.1.3. Pembagian Tugas dan Peranan... 101 6.1.4. Pola Hubungan dan Komunikasi……….. 101 6.1.5. Kerjasama……… 102 6.1.6. Pengetahuan... 103 6.2. Analisis Situasi terhadap Kelompok Pengelola Kawasan

Wisata ”Samudera Baru”...104 6.3. Analisis Potensi Kelompok Pengelola Kawasan Wisata

”Samudera Baru”...106 6.4. Analisis Permasalahan Kelompok Pengelola Kawasan

(24)

x

Halaman 6.5. Analisis Keberfungsian Kelompok Pengelola Kawasan

Wisata ”Samudera Baru”...108 6.6. Analisis Potensi para Pedagang di Kawasan Wisata

”Samudera Baru” dan Efektivitasnya...112 6.7. Analisis Potensi dan Efektivitas di Tingkat

Kelembagaan...113 6.7.1. Kelembagaan BPD... 113 6.7.2. Kelembagaan LPM...114 6.7.3. Kelembagaan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat,

Tokoh Pemuda dan Pengusaha... 115 6.7.4 Kelembagaan Pemerintah... 117 6.8. Strategi Pengembangan Masyarakat... 118 6.8.1. Strategi Penguatan Kelompok...119 6.8.2. Strategi Penguatan Individu...119 6.8.3. Strategi Penguatan Jejaring... 120 6.9. Ikhtisar... 120 VII. PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLA

KAWASAN WISATA PESISIR BERBASIS KOMUNITAS LOKAL...124 7.1. Identifikasi Potensi Penguatan Kelembagaan Pengelola

Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal... 124 7.2. Identifikasi Permasalahan Penguatan Kelembagaan

Pengelola Wisata Pesisir...127 7.3. Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Penguatan

Kelembagaan Pengelola Wisata Pesisir...134 7.4.Asumsi-asumsi yang Mendasari Pelaksanaan Program Kerja

pada Aras Anggota, Aras Kelompok Pengelola Kawasan

Wisata Pesisir dan Srategi Penguatan Jejaring...155 7.5. Penyusunan Program Kerja pada Aras Anggota,

Kelompok Pengelola Kawasan Wisata Pesisir dan

(25)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jumlah Wisatawan Mancanegara ke Indonesia... ... 19 2. Jumlah Penerimaan Devisa dari Wisatawan Mancanegara ... 19 3. Karakteristik Kelembagaan ditinjau dari Perspektif

Kelembagaan dan Keorganisaian ... 21 4. Jadual Pelaksanaan Kajian ... 50 5. Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 52 6. Topik Utama dan Sub Topik Kajian ... 54 7. Orbitasi, Jarak dan Waktu Tempuh ... 58 8. Komposisi Penduduk Desa Sungaibuntu Berdasarkan

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 ... 60 9. Komposisi Penduduk Desa Sungaibuntu Berdasarkan

Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ... 64 10. Data Masalah Sosial Desa Sungaibuntu Tahun 2005 ... 66 11. Komposisi Penduduk Desa Sungaibuntu Berdasarkan

Mata Pencaharian Tahun 2005 ... 68 12. Keadaan Penggunaan Lahan Desa Sungaibuntu Tahun 2005 ... 75 13. Susunan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”

Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang ... 98 14. Profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” ... 104 15. Profil dan Potensi Kelompok Pengelola Kawasan

Wisata “Samudera Baru” ... 106 16. Profil, Potensi dan Permasalahan Kelompok Pengelola Kawasan

Wisata “Samudera Baru” ... 107 17. Analisis Potensi para Pedagang di Kawasan Wisata

“Samudera Baru” ... 113 18. Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan BPD ... 114 19. Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan LPM ... 115 20. Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan Tokoh Agama,

(26)

xii

Halaman 22. Identifikasi Potensi Kelembagaan Pengelola Kawasan

Wisata “Samudera Baru” ... 125 23. Identifikasi Permasalahan Kelembagaan Pengelola Kawasan

Wisata “Samudera Baru” ... 130 24. Data tentang Proses Perencanaan Perencanaan Program secara

Partisipatif (FGD) ... 145 25. Identifikasi Permasalahan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata

“Samudera Baru” dan Alternatif Solusi/Permasalahan ... 151 26. Rencana Penguatan Kelembagaan Pengelola

(27)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tipologi Modal Sosial ... 28 2. Relevansi Pekerjaan Sosial, Kelembagaan dan

Pembangunan Berkelanjutan ... 37 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan Kawasan Wisata

(28)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Lokasi ... 175 2. Susunan Nama Pedagang di Lokasi Wisata ... 176 3. Susunan Pengurus Kelembagaan BPD ... 177 4. Susunan Pengurus Kelembagaan BPD ... 177 5. Susunan Nama Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda

(29)

xvi

DAFTAR TABEL

Hal 1. Jumlah Wisman ke Indonesia Tahun 2005 ... 19 2. Jumlah Penerimaan Devisa dari Wisman ... 19 3. Karakteristik Kelembagaan ditinjau dari

Perspektif Kelembagaan dan Keorganisaian ... 23 4. Jadual Pelaksanaan Kajian ... 44 5. Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 47 6. Topik Utama dan Sub Topik Kajian ... 48 7. Orbitasi, Jarak dan Waktu Tempuh ... 52 8. Komposisi Penduduk Desa Sungaibuntu Berdasarkan

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 ... 54 9. Komposisi Penduduk Desa Sungaibuntu Berdasarkan

Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ... 58 10. Data Masalah Sosial Desa Sungaibuntu Tahun 2005 ... 60 11. Komposisi Penduduk Desa Sungaibuntu Berdasarkan

Mata Pencaharian Tahun 2005 ... 62 12. Keadaan Penggunaan Lahan Desa Sungaibuntu Tahun 2005 ... 69 13. Susunan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”

Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang ... 98 14. Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan Pengelola

Kawasan Wisata “Samudera Baru” ... 104 15. Analisis Potensi para Pedagang di

Kawasan Wisata “Samudera Baru” dan Efektivitasnya ... 105 16. Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan BPD ... 106 17. Analisis Profil, Potensi dan Efektivitas Kelembagaan LPM ... 108 18. Analisis Potensi dan Efektivitas Kelembagaan Tokoh Agama,

Tokoh Pemuda, Tokoh Masyarakat dan Pengusaha ... 109 19. Susunan Kelembagaan Pemerintah terkait ... 110 20. Identifikasi Potensi dan Efektivitas Kelembagaan

Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru ... 118 21. Identifikasi Permasalahan Kelembagaan Pengelola

(30)

xvii

Hal 22 Proses Perencanaan Program secara Partisipatif pada

Penguatan Kelembagaan Pengelola Kawasan

Wisata “Samudera Baru” ... 134 23. Identifikasi Permasalahan Kelembagaan Pengelola

Kawasan Wisata “Samudera Baru” serta

Alternatif Solusi ... 140 24. Rencana Penguatan Kelembagaan Pengelola

(31)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Ilustrasi Kajian ... 10 2. Relevansi Kelembagaan, Pekerjaan Sosial dan

Pembangunan Berkelanjutan ... 39 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan Kawasan Wisata

(32)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Hal 1. Peta Lokasi ... 28 2. Susunan Nama Pedagang di Lokasi Wisata ... 32 3. Susunan Pengurus Kelembagaan BPD ... 32 4. Susunan Pengurus Kelembagaan BPD ... 32 5. Susunan Nama Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda

(33)

Charles Zastrow (1982) mengungkapkan bahwa Pekerjaan Sosial merupakan aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok maupun masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka serta menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif bagi keberfungsian sosial mereka. Pernyataan ini sebagaimana kutipan berikut : “Social work is the professional activity of helping individuals, groups or communities to enhance or

restore their capacity for social functioning and to create societal conditions

favorable to their goals”. Dengan demikian, fokus utama dari Pekerjaan Sosial

adalah keberfungsian sosial di dalam situasi sosial mereka.

Guzman (1983) mengungkapkan bahwa keberfungsian sosial merupakan ungkapan dari interaksi antara orang dengan lingkungannya; keberfungsian sosial merupakan hasil dari aktivitas orang dengan sekelilingnya. Pernyataan tersebut sebagaimana kutipan berikut ini, yaitu “The expression of the interaction between man and his social environment : it is the product of his activity as he

related to his surrounding”.

Pengertian keberfungsian sosial mengarah pada cara yang dipergunakan orang dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, memecahkan permasalahan maupun memenuhi kebutuhannya. Terdapat berbagai kendala, seperti keterbatasan sumberdaya alam, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan, keterbatasan memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia sehingga menyebabkan individu, kelompok atau masyarakat mengalami ketidakmampuan melaksanakan keberfungsian sosial secara memadai atau mengalami disfungsi sosial. Salah satu akibat dari adanya ketidakmampuan dalam melaksanakan

keberfungsian sosial ini adalah masih ditemukannya kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang tidak layak. Kondisi kehidupan dan penghidupan yang tidak layak dapat diartikan sebagai suatu ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan dan pendidikan yang layak bagi kemanusiaan (Depsos, 2002 dikutip Suharto, 2005).

(34)

diperlukannya upaya-upaya pengembangan kemampuan secara kolektif melalui strategi pengembangan masyarakat ini juga didasarkan pada adanya pergeseran paradigma dalam Pekerjaan Sosial sebagaimana diungkapkan oleh Muhidin dalam Huraerah (2003), yang menyatakan bahwa pendekatan-pendekatan klinis yang sifatnya berskala kecil dipandang tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial yang sifatnya luas, oleh karena itu kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan hendaknya lebih menekankan pada peningkatan potensi-potensi dan partisipasi masyarakat secara luas.

1.1. Latar Belakang

Desa Sungaibuntu merupakan desa yang terletak di ujung Utara Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki tipologi sebagai desa pesisir dengan ketinggian 2 meter di atas permukaan air laut, memiliki luas wilayah 1.000 hektar dengan batas wilayah desa sebelah Utara yaitu Laut Jawa.

Desa Sungaibuntu memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.607 jiwa dengan 2.167 kepala keluarga, yang mana 55,75 persen atau 1.208 kepala keluarga berada dalam kondisi kehidupan dan penghidupan yang tidak layak. Jumlah angkatan kerja (15-64 tahun), yaitu sebanyak 91,14 persen atau 7.845 jiwa yang menyebar pada 6 dusun, yaitu Dusun Sungaibuntu, Sungaibambu, Sungaitegal, Sungaisari, Sungaimanuk dan Dusun Karajan. Dusun yang memiliki lokasi terdekat ke pantai adalah Dusun Sungaibuntu dengan sebaran penduduk tertinggi, yaitu sebanyak 1.891 jiwa.

Ditinjau dari penggunaan lahan, desa ini memiliki area lahan terluas yang dimanfaatkan bagi pertanian tambak, yaitu sebanyak 50 persen atau seluas 500 hektar, pertanian sawah sebanyak 40 persen atau seluas 400 hektar dan tanah darat termasuk area pemukiman seluas 83,5 hektar .

(35)

Ditinjau dari aspek pendidikan, pendidikan masyarakat Desa Sungaibuntu tergolong masih rendah, yaitu 46,18 persen atau sebanyak 3.975 orang adalah tidak tamat SD dan sebanyak 25,42 persen atau 2.188 orang adalah tamat SD.

Kondisi kehidupan masyarakat seperti ini mendorong prakarsa dan inisiatif lokal yang dipelopori oleh kepala desa untuk menjalin kerjasama dengan warga desa guna memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang tersedia, dalam hal ini memanfaatkan keindahan alam pesisir sebagai kawasan wisata. Pariwisata dapat diartikan sebagai aktivitas waktu luang untuk berlibur pada suatu tempat. Secara sosiologis pariwisata merupakan proses komersialisasi dari hubungan antara tamu dangan tuan rumah (Urry, 1990 dalam Pitana et al., 2005).

Kegiatan pengembangan kawasan wisata dimulai tahun 2002, berlokasi di Dusun Sungaibuntu (peta sebagaimana terlampir), dikembangkan di atas tanah timbul sepanjang garis pantai 2,5 kilometer. Pemanfaatan tanah didasarkan atas izin lisan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan (UPTD PKP) Kecamatan Pedes. Pengembangan kawasan wisata dilaksanakan oleh Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”, beranggotakan sepuluh orang dan diketuai oleh kepala desa. Pengembangan kawasan wista ditujukan untuk membuka alternatif lahan pekerjaan tambahan guna menambah pendapatan dan sebagai sarana rekreasi yang dapat terjangkau oleh semua kalangan. Pada area wisata dibangun sebanyak 30 unit rumah panggung sebagai tempat berjualan makanan. Bagi para pengunjung wisata dikenakan retribusi atau biaya masuk sebesar Rp 2.500,00 per orang. Berdasarkan pengamatan dan informasi dari Ketua Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”, jumlah pengunjung pada umumnya mengalami ledakan selama satu minggu pada lima hari pascalebaran (pada tanggal empat sampai dengan sepuluh November 2005 jumlah pengunjung mencapai sekitar 1.000 orang setiap hari).

(36)

transportasi dan kawasan tersebut mulai digenangi air akibat abrasi air laut yang cukup tinggi. Berakhirnya aktivitas pada kawasan tersebut memberikan masukan atau gambaran bagi pengembangan kawasan di “Samudera Baru” mengenai faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menopang keberlanjutan suatu kawasan wisata.

Pengembangan kawasan wisata disamping memiliki dampak positif, yaitu mempengaruhi pendapatan atau penghasilan penduduk, membuka lahan pekerjaan dan memacu bisnis kecil-kecilan, juga memiliki dampak negatif, diantaranya yaitu terjadinya perusakan terhadap lingkungan dan konservasi, penurunan moral, sikap dan nilai-nilai dalam masyarakat, seperti munculnya warung remang-remang dan fenomena prostitusi. Prostitusi diartikan sebagai peristiwa penjualan diri dengan cara memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran (Kartono, 1981). Fenomena prostitusi ini muncul tersamarkan dalam wujud pertunjukan kesenian jaipongan atau dangdutan dan atas kesepakatan tokoh pemuda pertunjukan digelar mulai dari jam 21.00 sampai dengan 01.00 WIB. Untuk itu, agar pengembangan kawasan wisata dapat berkelanjutan sehingga mendukung upaya menciptakan kondisi kehidupan dan penghidupan yang layak bagi komunitas, maka kegiatan tersebut harus didasarkan pada prinsip-prinsip “pariwisata secara tepat” yaitu bahwa pelaksanaan aktivitas wisata secara aktif mendorong kelangsungan objek atau atraksi wisata yg ditawarkan, memberdayakan masyarakat lokal, membangun rasa bangga masyarakat lokal, membantu memelihara pola-pola atau gaya hidup dan nilai-nilai setempat atau sesuai konteks lokal (Marpaung dan Bahar, 2002).

Upaya-upaya kegiatan pengembangan masyarakat bagi pengembangan kawasan wisata secara tepat guna mewujudkan kawasan wisata berkelanjutan dilaksanakan melalui suatu pendekatan strategis, yaitu penguatan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dengan meningkatkan keterlibatan dan peran serta stakeholders atau pihak-pihak penanggung kepentingan. Stakeholders dalam hal ini yaitu kelembagaan komunitas lokal, meliputi kelembagaan BPD, LPM, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda serta kelembagaan pemerintah, meliputi Sie. PMD, UPTD PKP Kecamatan Pedes dan Dinas Penerangan, Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang.

(37)

dari sistem norma, tata kelakuan, sebagai wujud ideal kebudayaan dan peralatan sebagai wujud fisik kebudayaan, ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan berpola tersebut. Kelembagaan juga sering diartikan sebagai pranata sosial, yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas manusia untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1997). Lembaga merujuk pada sesuatu bentuk, sekaligus mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu (Soekanto, 2002).

Batasan kelembagaan dalam kajian ini adalah adanya sejumlah peranan sosial dan sistem nilai serta peraturan-peraturan dalam Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” yang diasumsikan mempengaruhi permasalahan-permasalahan terkait dengan pengembangan kawasan wisata.

Penguatan kelembagaan dipandang sebagai suatu pendekatan strategis dalam pengembangan masyarakat karena sebagaimana diungkapkan oleh Syahyuti (2003) bahwa :

1. Kelembagaan merupakan wadah beraktivitas setiap manusia dan tidak ada seorang manusiapun yang tidak mengikatkan diri didalamnya.

2. Berbicara kelembagaan bukan membahas individu, tetapi individu-individu yang terikat dalam wadah aktivitasnya. Kelembagaan secara fungsional menghidupkan sistem sosial. Oleh karena itu, membahas kelembagaan adalah lebih rasional, efisien dan ekonomis dibandingkan dengan membahas individu satu persatu.

3. Perubahan kelembagaan bersifat lebih permanen, karena eksistensinya tidak tergantung pada satu individu melainkan pada sejumlah orang.

Kelompok Pengelola Kawasan Wisata merupakan salah satu bentuk kelembagaan yang berfungsi memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat. Melalui penguatan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata Pesisir “Samudera Baru” dengan meningkatkan keterlibatan dan peran serta stakeholders ini diharapkan :

(38)

2. Keindahan alam dan lingkungan pesisir sebagai atraksi atau objek wisata yang ditawarkan dapat tetap terjaga dan terpelihara sehingga kawasan wisata akan tetap berkelanjutan.

3. Pengembangan kawasan wisata pesisir merupakan wahana bagi pengembangan masyarakat, melalui aktivitas ini diupayakan mampu menumbuhkan pola hubungan dan gerakan koperatif dari Kelompok Pengelola Kawasan Wisata dengan stakeholders atau pihak-pihak penanggung kepentingan, seperti kelembagaan komunitas lokal, kelembagaan swasta dan kelembagaan pemerintah.

4. Peningkatan pola hubungan dan gerakan koperatif dengan stakeholders diharapkan dapat mewujudkan suatu kontrol atau pengendalian sosial dalam upaya meminimalisir dampak-dampak negatif yang ditimbulkan, seperti adanya fenomena prostitusi terselubung, munculnya potensi konflik keagrariaan, ketidaktransparanan dan kekurangtanggapan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata terhadap aspirasi dan harapan komunitas.

Dengan demikian, fokus telaahan dalam kajian ini adalah masalah “Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal (Studi Kasus Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” di Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat). Topik dari kajian ini adalah bagaimana peranan-peranan sosial dan tata peraturan serta tata nilai yang dilaksanakan oleh Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dalam upaya mengembangkan kawasan wisata pesisir secara berkelanjutan sehingga mendorong terwujudnya kondisi kehidupan dan penghidupan yang layak bagi komunitas tersebut dengan meminimalisir dampak-dampak negatif yang ditimbulkan.

.

1.2. Ruang Lingkup Kajian

Kelembagaan sering diartikan sebagai pranata sosial, yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas manusia untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1997).

(39)

peraturan-peraturan serta sistem nilai yang mengatur hubungan antar manusia yang terikat dalam wadah Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”.

Persoalan utama dalam upaya penguatan kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” bagi upaya pengembangan kawasan wisata secara berkelanjutan ini adalah adanya sejumlah peranan sosial dan sistem nilai serta tata aturan dalam Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” terkait dengan profil kelompok, meliputi aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi, kerja sama serta pengetahuan.

Profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” ini diasumsikan mempengaruhi terjadinya permasalahan-permasalahan dalam pengembangan kawasan wisata. Permasalahan-permasalahan tersebut dikategorisasikan meliputi permasalahan terkait dengan aspek ekonomi, sosial, ekologi dan keagrariaan.

1.3. Masalah Kajian

Aktivitas pengembangan kawasan wisata disamping memiliki dampak positif, yaitu mempengaruhi pendapatan atau penghasilan penduduk, membuka lahan pekerjaan dan memacu bisnis kecil-kecilan, juga memiliki dampak negatif, diantaranya yaitu terjadinya kerusakan lingkungan dan konservasi, penurunan moral, sikap dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Diasumsikan bahwa masalah-masalah tersebut bisa didekati melalui perspektif kelembagaan. Masyarakat lokal telah berinisiatif menumbuhkan suatu kelembagaan yang bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan sarana rekreasi, mereka tergabung dalam Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”. Selama ini kelompok tersebut telah menunjukkan keberfungsian secara ekonomi, tetapi belum menunjukkan keberfungsian secara sosial, ekologis maupun keagrariaan. Pada saat ini, kelompok tersebut mengalami kondisi sebagai berikut :

(40)

mengabaikan faktor-faktor sosial ekologis sebagai penopang keberlanjutan kawasan tersebut.

2. Pemimpin atau ketua kelompok tidak dipilih melalui suatu proses tertentu. Dasar pertimbangan pemilihan lebih didasarkan pada : ketua kelompok adalah pemilik ide utama, sebagai penyandang dana sekaligus menjabat sebagai kepala desa yang masih aktif. Hal ini telah menumbuhkan adanya sense selaku pelopor dalam pengembangan kawasan wisata sehingga kelompok dipandang sebagai milik pribadi, manfaat atau keuntungan ekonomi semata-mata dinikmati secara pribadi atau kelompok.

3. Pembagian tugas dan peranan dalam kelompok masih bersifat implisit, sederhana dan belum berfungsi sebagaimana mestinya serta tidak dilaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan. Hal ini telah menimbulkan ketidaktransparanan (intransparency) manajemen kelompok.

4. Pola hubungan dan komunilkasi yang terjadi dalam kelompok lebih didasarkan pada pola hubungan kekerabatan dan pertemanan sehingga sulit menerapkan sistem sanksi secara tegas serta mengabaikan hal-hal yang sifatnya formal, sehingga pemanfaatan tanah timbul sebagai kawasan wisata hanya didasarkan pada izin lisan dari Kepala UPTD Perikanan Kelautan dan Peternakan. Situasi ini menumbuhkan terjadinya potensi konflik keagrariaan (potential conflict atau latent conflict).

5. Dasar pertimbangan hubungan kerjasama, baik dalam bentuk diskusi maupun konsultasi cenderung dilakukan dengan pihak-pihak yang sekiranya membawa manfaat ekonomi atau disebabkan oleh hal-hal yang sifatnya mendesak. Kondisi ini telah mengabaikan kerjasama dengan kelembagaan lokal yang ada.

6. Lemahnya pengetahuan dalam tata cara menjaga dan memelihara keindahan serta kelestarian lingkungan di kawasan wisata sebagai penopang keberlanjutan kawasan.

(41)

melakukan upaya-upaya penguatan kelembagaan secara konstruktif, maka beberapa hal berikut ini harus dilakukan atau dijawab :

1. Bagaimanakah profil kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dalam mendukung keberlanjutan kawasan wisata pesisir?

2. Apa sajakah masalah-masalah yang dihadapi oleh kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dalam mengelola atau melestarikan kawasan wisata?

3. Bagaimanakah alternatif strategi pengembangan masyarakat secara partisipatif melalui penguatan kelembagaan harus disusun bagi pelestarian kawasan wisata?

1.4. Tujuan Kajian

Sesuai dengan rincian masalah tersebut di atas, maka tujuan yang diharapkan dari kajian ini adalah untuk :

1. Memahami profil kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” yang dapat mendukung keberlanjutan kawasan wisata pesisir.

2. Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” dalam mengelola atau melestarikan kawasan wisata.

3. Menyusun alternatif strategi pengembangan masyarakat secara partisipatif melalui penguatan kelembagaan bagi pelestarian kawasan wisata.

1.5. Kegunaan Kajian

1. Bagi masyarakat akademik dapat dijadikan bahan dan konsep dalam pengembangan masyarakat atau kajian lebih lanjut mengenai penguatan kelembagaan.

(42)
(43)

2.1. Komunitas Pesisir

Community yang diterjemahkan menjadi komunitas oleh Koentjaraningrat

(1990) memiliki pengertian sebagai “suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta oleh suatu rasa identitas komunitas yang memiliki ciri-ciri, yaitu adanya kesatuan wilayah, kesatuan adat-istiadat, rasa identitas sebagai suatu komunitas dan rasa loyalitas terhadap komunitas itu sendiri”.

Soekanto (2002) mengartikan community sebagai masyarakat setempat. Masyarakat setempat menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa yang mana para anggotanya hidup bersama sehingga merasakan bahwa kelompok dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Keterikatan secara geografis merupakan suatu ciri dasar yang sifatnya pokok sebagai suatu komunitas, tetapi hal ini tidaklah cukup, karena suatu community harus memiliki apa yang dinamakan dengan community sentiment atau perasaan komunitas. Perasaan sebagai suatu komunitas memiliki beberapa unsur, yaitu seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan.

Komunitas pesisir merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati wilayah pesisir Desa Sungaibuntu. Dahuri dan Nugroho (2005) mengungkapkan bahwa batas wilayah pesisir tidak luput dari tujuan penggunaan dan pengelolaannya. Penetapan batas wilayah pesisir pada umumnya didasarkan pada tiga kriteria, yaitu :

1. Garis linier secara arbitrer tegak lurus terhadap garis pantai. 2. Berdasarkan pada batas-batas administrasi dan hukum.

(44)

dengan skala 1 : 50.000 yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), yakni sejauh 12 mil, sedangkan batas ke arah darat wilayah pesisir mencakup batas administrasi seluruh desa pantai.

Dahuri dan Nugroho (2005) mengungkapkan sifat dan karakteristik komunitas pesisir, khususnya komunitas nelayan. Sifat dan karakteristik komunitas nelayan ditentukan oleh interaksi antara faktor-faktor sosial, ekonomi, lingkungan serta faktor ketidakpastian memperoleh penghasilan karena ketergantungan pada musim atau terjadinya kerusakan ekosistem laut yang disebabkan oleh polusi atau penangkapan ikan secara berelebihan, yang pada akhirnya semakin memperburuk hasil tangkapan ikan mereka. Kondisi kehidupan sosial ekonomi para nelayan semakin sulit dengan terjadinya krisis ekonomi dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Biaya operasional untuk melaut meningkat menjadi tiga sampai dengan empat kali lipat dari biasanya.

Nelayan akan melaut pada saat laut mengalami ombak kecil, yaitu pada bulan November sampai dengan Mei. Para nelayan akan menganggur serta tinggal di rumah pada saat laut mengalami ombak besar, yaitu pada bulan Juni sampai dengan Oktober. Pada musim ini, penghasilan nelayan menurun drastis, nelayan hanya mencuri waktu disela-sela perubahan angin yang relatif singkat untuk menangkap ikan.

Ketergantungan pada musim ini semakin tinggi bagi para nelayan kecil dan pandhiega yang tidak mampu mengakses teknologi penangkapan (90 persen

nelayan di Indonesia menguasai teknologi penangkapan tradisional). Kondisi ini memiliki implikasi terhadap perilaku konsumsi. Pada musim penangkapan, nelayan cenderung konsumtif dan relatif kekurangan pada musim paceklik. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup pada musim paceklik, mereka mengembangkan strategi adaptasi tertentu. Strategi adaptasi menurut Bartlett dalam Kusnadi (2000) merupakan pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi dimana penduduk tersebut hidup atau bertempat tinggal. Pemilihan tindakan ini dimaksudkan untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia di lingkungan guna mengatasi tekanan-tekanan sosial ekonomi.

(45)

meminjam uang atau barang dengan memanfaatkan hubungan keluarga dan ikatan kekerabatan, tetangga serta teman atau kepada juragan nelayan atau kepada para tengkulak. Konsekuensinya harus ditebus oleh nelayan dengan keharusan menjual ikan tangkapannya kepada juragan nelayan atau kepada para tengkulak. Pola hubungan yang tidak simetris atau tidak seimbang ini sangat mudah berubah menjadi alat dominasi dan eksploitasi.

Aspek penting lain pada komunitas pesisir adalah aktivitas wanita dan anak-anak. Pada umumnya wanita dan anak-anak ikut bekerja mencari nafkah sebagai pedagang ikan segar maupun ikan olahan, melakukan pengolahan ikan dalam skala kecil di rumah untuk dijual sendiri maupun sebagai buruh pada pengolahan ikan. Sementara anak laki-laki seringkali sudah dilibatkan dalam kegiatan melaut sehingga banyak diantara mereka memiliki pendidikan rendah atau bahkan tidak bersekolah.

Aktivitas lain yang dilakukan sebagai suatu upaya bertahan hidup yaitu dengan mencari peluang usaha pada sektor-sektor lain. Salah satu diantaranya yaitu dengan memanfaatkan keindahan alam pesisir bagi kegiatan pariwisata seperti halnya yang terjadi pada unit analisis kajian penulis, yaitu Kelompok Pengelola Kawasan Wisata yang ada pada komunitas pesisir Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang.

Dengan demikian, komunitas pesisir sesuai dengan batasan kajian ini adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah pesisir. Batas wilayah pesisir ke arah darat mencakup batas administrasi seluruh desa pantai, dalam hal ini yaitu batas administrasi Desa Sungaibuntu.

2.2. Pariwisata

2.2.1. Pengertian

(46)

Robinson (1976) dan Murphy (1985) dalam Pitana dan Gayatri (2005) mengungkapkan bahwa pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia didalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana atau untuk memperoleh perjalanan baru. Pemahaman dan pengertian terkait dengan pariwisata yaitu :

1. Urry (1990) mengungkapkan bahwa pariwisata dapat diartikan sebagai aktivitas bersantai atau aktivitas waktu luang untuk berlibur pada suatu tempat, dilakukan pada saat seseorang bebas dari pekerjaan yang wajib dilakukan, seperti pada saat cuti atau libur. Dalam perkembangan selanjutnya, berwisata dapat diidentikan dengan “berlibur ke daerah lain” untuk melakukan perjalanan wisata. Secara sosiologis pariwisata merupakan proses komersialisasi dari hubungan antara tamu dengan tuan rumah.

2. Perjalanan wisata merupakan sesuatu yang sifatnya “tidak biasa” dan pengalaman yang diharapkan adalah pengalaman yang “lain dari biasanya” atau sesuatu yang baru. Kualitas perjalanan wisata diantaranya ditentukan oleh kuantitas dan kualitas dari pengalaman itu sendiri.

3. Kegiatan pariwisata tidak akan luput dari apa yang dinamakan pengunjung atau visitor. United Nation Conference on Travel and Tourism di Roma memberikan batasan pengunjung atau visitor yaitu setiap orang yang mengunjungi suatu wilayah yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari wilayah yang dikunjungi.

Pemahaman lain tentang pariwisata diungkapkan oleh The World Tourism Organization (WTO) dalam Mak (2004), yaitu aktivitas perjalanan orang untuk tinggal sementara pada suatu tempat di luar lingkungan kebiasaannya tidak lebih dari satu tahun untuk bersantai, urusan pekerjaan dan tujuan lainnya, sebagaimana kutipan berikut ini :”the activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environtment for not more than one consecutive year

for leisure, business and other purpose”.

(47)

lokasi tidak jauh dari tempat tinggal. Rekreasi dapat dilaksanakan di luar rumah maupun di dalam rumah; di luar rumah misalnya berbagai kegiatan olahraga, di dalam rumah misalnya mengunjungi teater, bioskop atau klub-klub yang ada di lingkungan tempat tinggal. Rekreasi tidak membutuhkan adanya aktivitas perjalanan yang jauh dan tidak perlu meninggalkan rumah untuk beberapa lama. Sedangkan aktivitas wisata membutuhkan adanya pergerakan orang untuk pergi dari lingkungan tempat tinggal atau rumah dan tinggal sementara pada lokasi yang berbeda untuk bersantai, beristirahat dan penyembuhan diri. Sebagaimana diungkapkan Matley dalam Mak (2004) :

“Recreation does not necessarily imply travel. A game of tennis or a stroll in a neighborhood park constitute recreation, but the distance traveled to the location where these acts take place may be minimal. Much outdoor recreation, such as sports of various types; or indoor recreation, such as visits to theaters, cinemas and clubs may be local in nature. The participant does not travel far and does not leave his home for any lenghty period. Tourism...implies the removal of a person away from his habitual place of residence and his stay in another location. This stay or removal is temporary and is motivated by a search for personal pleasure in the shape of rest, relaxation and self improvement”.

Marioti dalam Yoeti (1996a) menyebutkan bahwa objek atau atraksi wisata merupakan “product” yang ingin dikonsumsi, disebut dengan “attractive spontanee” yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke satu tempat daerah tujuan wisata. Objek atau atraksi wisata antara lain terdiri dari :

1. Kenyamanan alami (natural amenites), termasuk didalamnya adalah iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna serta pusat-pusat kesehatan (air mineral, sumber air panas dan lain sebaginya)

2. Hasil ciptaan manusia, dapat dikelompokkan menjadi benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan.

3. Tata cara hidup masyarakat.

Dengan demikian, pariwisata memiliki beberapa komponen atau ciri-ciri pokok : 1. Adanya unsur perjalanan yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke

tempat lain.

2. Adanya unsur “tinggal sementara” di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal biasanya.

(48)

Pariwisata memiliki ciri-ciri khas ekonomis sebagaimana diungkapkan oleh Spillane (1994), yaitu :

1. Permintaan produk pariwisata sangat tergantung pada musim.

2. Permintaan dipengaruhi oleh faktor luar dan pengaruh yang tidak dapat atau sulit diramalkan, misalnya perubahan cuaca, iklim politik.

3. Permintaan tergantung pada banyaknya motivasi yang rumit; terdapat lebih dari satu alasan mengapa seorang wisatawan melakukan perjalanan, jarang ada unsur loyalitas, mereka lebih cenderung mengunjungi tempat yang berbeda daripada kembali ke tempat yang sama.

4. Pariwisata sangat elastis terhadap harga dan pendapatan, permintaan sangat dipengaruhi oleh perubahan yang relatif kecil dalam harga dan pendapatan; apabila harga atau pendapatan naik atau turun, perubahan tersebut sangat mempengaruhi konsumsi jasa-jasa pariwisata.

Berdasarkan uraian di atas, meskipun pengertian dan pemahaman tentang wisata berbeda-beda, tetapi konsep wisata yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah aktivitas bersantai atau aktivitas waktu luang untuk berlibur pada suatu tempat, guna menikmati objek atau atraksi wisata, dalam hal ini adalah keindahan alam pesisir yang terdapat di Desa Sungaibuntu.

2.2.2. Dampak

Aktivitas wisata disamping memiliki dampak positif juga memiliki dampak negatif. Dampak yang bersifat positif (khususnya pariwisata internasional) menurut Inpres Nomor 9 Tahun 1969 dalam Yoeti (1996a) yaitu :

1. Meningkatkan pendapatan devisa dan pedapatan negara

2. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan budaya bangsa. 3. Meningkatkan persaudaraan serta persahabatan nasional dan internasional.

Marpaung dan Bahar (2002) mengungkapkan bahwa pariwisata memiliki dampak positif, yaitu mempengaruhi pendapatan atau penghasilan penduduk, membuka lahan pekerjaan dan memacu bisnis kecil-kecilan. Namun, disamping memiliki dampak positif, pariwisata juga memiliki dampak negatif, diantaranya yaitu :

(49)

2. Terjadinya perusakan terhadap lingkungan dan konservasi, seperti menurunnya nilai hutan lindung, nilai sejarah dan kebudayaan serta menurunnya nilai daerah wisata.

Pengembangan kawasan wisata terjadi karena adanya daya tarik wisata yang ditawarkan, dalam hal ini yaitu keindahan alam pesisir. Untuk mengembangkan kawasan wisata secara berkelanjutan agar mampu membuka alternatif lahan pekerjaan tambahan bagi komunitas, maka pengembangan kawasan wisata sesuai dengan konteks lokal melalui strategi atau pendekatan kelembagaan, baik kelembagaan lokal maupun pemerintah menjadi alternatif solusi.

2.2.3. Pariwisata secara Tepat

Pengembangan pariwisata memiliki dampak positif dan dampak negatif. Untuk itu, kepariwisataan harus dikembangkan berdasarkan pada konsep-konsep pariwisata secara tepat. Marpaung dan Bahar (2002) mengemukakan prinsip-prinsip kepariwisataan yang tepat, diantaranya yaitu:

1. Secara aktif mendorong kelangsungan peninggalan di suatu daerah kebudayaan, sejarah dan alam sehingga menjadi aktivitas pariwisata yang berkelanjutan.

2. Memberdayakan masyarakat lokal, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan bagi pengunjung.

3. Membangun rasa bangga masyarakat lokal.

4. Membantu memelihara pola-pola atau gaya hidup dan nilai-nilai setempat.

(50)

2.2.4. Perkembangan

Crick (1989), Graburn et al., (1991) dalam Pitana dan Gayatri (2005) mengungkapkan bahwa aktivitas pariwisata telah ada sejak dimulainya peradaban manusia, ditandai oleh adanya pergerakan manusia melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya.

Di Indonesia, kegiatan pariwisata dapat ditelusuri dari awal abad 20, tepatnya tahun 1910, yang ditandai dengan dibentuknya VTV (Vereeneging Toeristen Verkeer), sebuah badan pariwisata Belanda, berkedudukan di Batavia.

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1946 pemerintah membentuk Honet (Hotel national and Tourism), badan yang bertugas untuk menghidupkan kembali

pariwisata, khususnya menangani perusahaan-perusahaan Belanda. Pada tahun 1955 berdiri Natour dan YTI (Yayasan Turisme Indonesia). Dengan usaha keras badan-badan ini berhasil mengangkat pariwisata Indonesia. Kongres I YTI pada 12 sampai dengan 14 Januari 1957 (Munas Tourisme I) melahirkan Dewan Tourisme Indonesia (DTI). Isitilah Pariwisata muncul pada saat Munas Tourisme Indonesia II pada 12 sampai dengan 14 Juni 1958.

Sejak Pelita I pariwisata Indonesia melaju dengan tingkat pertumbuhan yang melebihi negara-negara Asia Pasifik lainnya, yaitu 7 persen berbanding 4,4 persen. Loncatan pariwisata Indonesia terjadi cukup drastis (sebagaimana Tabel 1). Selama Pelita I pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ini mencapai 39,6 persen pertahun, meskipun pemerintah baru memusatkan perhatian pada daerah-daerah wisata yang memang accessible, seperti Jawa, Bali dan Sumatera.

Pada Pelita II daerah tujuan wisata diperluas ke pulau-pulau lain, pertumbuhannya mencapai 11,7 persen. Selanjutnya, pengembangan pariwisata tercantum dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS). Program pengembangan pariwisata yang tercantum dalam PROPENAS diisyaratkan untuk dilaksanakan dengan berbasis potensi sumberdaya keragaman budaya, seni dan alam serta pendekatan peningkatan nilai tambah sumberdaya secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata dan pengembangan pemasaran pariwisata melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal.

(51)

Tabel 1 Jumlah Wisatawan Mancanegara ke Indonesia

NO TAHUN JUMLAH (Orang)

1. 1966 20.000

2. 1968 86.000

3. 1970 129.000

4. 1974 313.452

5. 1978 486.674

6. 1997 5.180.000

7. 2001 5.150.000

Sumber : Gayatri dan Pitana, Tahun 2005

Jumlah penerimaan devisa dari kunjungan wisman dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2 Jumlah Penerimaan Devisa dari Wisatawan Mancanegara

NO TAHUN JUMLAH (Juta US$)

1. 1984 519,7

2. 1988 1.194,1

3. 1990 1.890

4. 2002 5.741

7. 2003 4.037

Sumber : Gayatri dan Pitana, Tahun 2005

PROPENAS dalam bidang kepariwisataan kemudian diuraikan dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Propinsi Jawa Barat dan Program Pembangunan di daerah-daerah (PROPEDA), termasuk Kabupaten Karawang.

Gambar

Tabel 1  Jumlah Wisatawan Mancanegara ke Indonesia
Tabel  3  Karakteristik Kelembagaan ditinjau dari Perspektif Kelembagaan dan Keorganisasian
Gambar 1  Tipologi Modal Sosial
Gambar 2 Relevansi Pekerjaan Sosial, Kelembagaan dan Pembangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simulakra dalam Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2013, tentu tidak terlepas dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan.. Adapun persoalan yang dibahas

• Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. • Badan Amil

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif yaitu perbandingan kriteria minat

Dalam penelitian ini menggunakan mikrokontroler Arduino Uno sebagai control sistem yang akan di rancang, penulis menambahkan sensor suhu DHT11 di beberapa titik pada

Terkait  hasil  penelitian  selanjutnya  dilakukan  analisis  terhadap  hasil  perhitungan  autokorelasi   spasial  (Global  Moran’s  I)  dan  perhitungan

Dengan adanya perlindungan hukum ini, maka pesaing bisnis tidak berhak memakai merek, huruf- huruf, kemasan, citra produk dari poduk barang dan jasa tersebut mempunyai

Data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu Pedoman Acuan Patokan (PAP) Skala 5, dan kualifikasi yang

 Lock in syndrome adalah kondisi di mana pasien sadar dan terjaga tetapi tidak dapat bergerak atau berkomunikasi secara lisan karena terjadi kelumpuhan otot hampir