PENCEGAH MALARIA PADA BALITA
DI KABUPATEN BANGKA
ETIH SUDARNIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
for Protecting Malaria in Children Under Five Years Old in Bangka District. Under Direction of MIRNAWATI SUDARWANTO, ASEP SAEFUDDIN, UMI CAHYANINGSIH, and UPIK KESUMAWATI HADI.
Malaria is one of the priorities in public health problems in Indonesia since it was having high mortality in pregnant women and children under five years old. Permethrin treated long lasting insecticidal net (LLIN) is one of LLINs approved by WHO Pesticide Evaluation Scheme for the prevention of malaria and other vector-borne diseases. However several investigations showed that most permethrin in the LLIN remained within the net fibers where it was unavailable to contact and kill mosquitoes without heat-assisted regeneration as originally recommended by the manufacturer. The objective of this study was to determine the association between heat assisted regeneration treatment in permethrin treated LLINs and malaria risk for children under five years old in the field condition. The research is conducted in one year, duration from September 2007 to August 2008 in Bangka District, Bangka Belitung Province. Research activity was consist of three parts which were, 1) bed nets utilization surveys every three months; 2) malaria incidence measurement and 3) matched case control study 2:1 to determine the association between heat assisted regeneration of LLINs and malaria case of children under five years old. Intervention was heating of LLINs after washing and control was not heating the LLINs. Bed nets washing were done in every three months. Data was analyzed using generalized estimating equations and conditional logistic regression models. Results showed that no significant difference in LLINs utilization and washing between intervention and control area. Annual parasite insidence (API) in Bangka District was 1.28%, namely 1.23% for people more than 5 years old and 1,62% for children under five years old. Malaria incidence rate was not significant different between intervention and control area. Odds for malaria in group which are not used, not washed, not heated, and not routinely heated the LLINs is two time higher (OR = 1.97; CI 95%: 1.13-3.45) compared with group which routinely heated their LLINs. Covariate which were associated with risk of malaria in children under five years old was the wall material. Concrete was better than woodboard with OR = 1.77 (CI 95%; 1.02 – 3.08).
RINGKASAN
ETIH SUDARNIKA. Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka. Dibimbing oleh MIRNAWATI SUDARWANTO, ASEP SAEFUDDIN, UMI CAHYANINGSIH, dan UPIK KESUMAWATI HADI.
Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat yang penanganannya di Indonesia masih menjadi prioritas karena angka kematian yang relatif tinggi pada bayi, balita, ibu hamil dan orang dewasa. Diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria. Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu di antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria.
Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit malaria. Malaria pada anak-anak berakibat lebih fatal dibandingkan dengan orang dewasa. Akibat malaria pada anak-anak yang berusia lebih tua hampir sama dengan pada orang dewasa, tetapi untuk bayi dan balita akibatnya lebih fatal. Balita yang terserang malaria dapat menderita anemia yang berakibat terlambatnya perkembangan psikomotor dan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya. Balita juga mudah terkena cerebral malaria dan berakibat kematian. Satu di antara upaya pencegahan malaria adalah dengan meminimalkan kontak antara manusia dengan vektornya yaitu nyamuk melalui pemakaian kelambu. Kelambu berinsektisida tahan lama atau dikenal dengan Long Lasting Insecticidal Nets (LLIN) merupakan cara yang efektif untuk pencegahan malaria, karena selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktifitas insektisida yang terkandung di dalamnya dapat membunuh nyamuk, dan efek repellent dari insektisida yang dapat mengusir nyamuk.
Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticide treated nets /LLIN) yang mengandung insektisida permetrin adalah satu di antara jenis LLIN yang disetujui oleh WHO Pesticide Evaluation Scheme untuk pencegahan malaria dan penyakit lainnya yang ditularkan oleh vektor. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan insektisida yang terdapat di benang kelambu tidak mampu membunuh nyamuk tanpa dilakukan perlakuan pemanasan (heat assisted regeneration) terhadap LLIN tersebut sebagaimana telah direkomendasikan sebelumnya oleh perusahaan yang memproduksinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perlakuan pemanasan pada LLIN terhadap kasus malaria pada balita pada kondisi lapangan.
Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun, yaitu dari September 2007 sampai Agustus 2008 di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu 1) survei pemakaian kelambu yang dilakukan setiap tiga bulan sekali, 2) pengukuran insidensi malaria (annual parasite incidence/API) dan 3) studi kasus kontrol berpadanan untuk mengetahui hubungan antara perlakuan pemanasan pada LLIN terhadap kasus malaria pada balita.
puskesmas. Terdapat 11 puskesmas di Kabupaten Bangka, masing-masing puskesmas dikelompokan ke dalam 3 strata berdasarkan tingkat insidensi malaria di masing-masing wilayah pada awal penelitian. Ketiga strata serta puskesmas pada masing-masing strata tersebut adalah: 1) rendah: Puskesmas Petaling dan Batu Rusa, 2) sedang: Puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3) tinggi: Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian pada masing-masing strata dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah perlakuan terdiri dari 6 puskesmas, yaitu Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Petaling, Puding Besar dan Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Pemali, Belinyu, Riau Silip, Batu Rusa dan Kenanga. Sebelum dilakukan intervensi perlakuan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yaitu Pelatihan pemeriksaan Plasmodium dengan menggunakan mikroskop untuk petugas laboratorium serta edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Survei penggunaan kelambu dilakukan untuk mengetahui tingkat penggunaan kelambu, serta pencucian dan pemanasannya pada setiap rumah tangga di wilayah perlakuan maupun wilayah kontrol. Survei dilakukan pada awal penelitian dan selanjutnya dilakukan setiap tiga bulan sekali selama setahun, sehingga secara total dilakukan empat kali survei. Pemilihan sampel pada kegiatan survei dilakukan dengan penarikan contoh acak bertingkat, yaitu dengan metode probability proporsional to size (PPS). Unit penarikan contoh pada survei dasar adalah rumah tangga yang memiliki LLIN, sedangkan pada tiga survei berikutnya adalah rumah tangga yang memiliki balita atau ibu hamil. Wawancara dilakukan dengan menggunakan lembaran kuesioner pada survei dasar dan menggunakan Personal Digital Assistant (PDA) pada 3 survei berikutnya. Data dianalisis dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) untuk sebaran binomial.
Pengumpulan data kasus malaria dilakukan secara berkala setiap bulan dengan mengambil data dari catatan pemeriksaan laboratorium (log book) di setiap puskesmas di Kabupaten Bangka. Definisi kasus malaria adalah orang yang dinyatakan positif setelah melalui pemeriksaan parasit Plasmodium di laboratorium. Data dianalisis dengan menggunakan GEE untuk sebaran Poisson.
Studi kasus kontrol berpadanan 2:1 dilakukan untuk mengkaji asosiasi antara perlakuan pemanasan dan kasus malaria pada balita. Pemadanan dilakukan berdasarkan wilayah tempat tinggal dan umur. Definisi kasus adalah balita yang menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung, adapun kontrol adalah balita yang tidak menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung. Besaran contoh yang diteliti adalah 138 kasus dan 276 kontrol. Data dianalisis dengan Model Regresi Logistik Bersyarat (Conditional Logistic Regression Model).
Jumlah keluarga yang mencuci LLIN menunjukkan nilai yang semakin meningkat dari survei I sampai survei IV. Di wilayah perlakuan persentase keluarga yang mencuci LLIN pada survei I adalah sebesar 37,6 %, dan terus meningkat sampai 86,1% pada survei IV. Di daerah kontrol, persentase keluarga yang mencuci LLIN adalah 35,1% pada survei I, dan 84,5% pada survei IV. Adapun untuk pencucian LLIN secara teratur, pada survei I terdapat 10,3% keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan 12,5% keluarga di derah kontrol. Pada akhir penelitian persentase tersebut menunjukkan peningkatan yang berarti yaitu menjadi 59,8% di daerah perlakuan dan 55,5% di daerah kontrol.
Partisipasi masyarakat di daerah perlakuan dalam pemanasan LLIN setelah pencucian juga menunjukkan peningkatan, yaitu partisipasinya mencapai 75,2% pada akhir penelitian.
Analisis GEE menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat pemakaian LLIN, pencucian dan pencucian secara teratur di antara wilayah perlakuan dan kontrol.
Selama kurun waktu penelitian, angka annual parasite incidence (API) di Kabupaten adalah 1,28%, yaitu 1,62% untuk balita dan 1,23% untuk penduduk yang berusia di atas lima tahun. Tingkat insidensi malaria di wilayah perlakuan pemanasan terhadap LLIN dan wilayah kontrol tidak berbeda nyata.
Odds kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan LLIN, tidak mencuci, tidak memanaskan dan tidak memanaskan LLIN secara teratur adalah dua kali lebih besar (OR=1.97; SK 95%: 1,13 - 3,45) dibandingkan dengan kelompok yang memanaskan LLIN secara teratur. Kovariat yang berasosiasi dengan kasus malaria pada balita adalah bahan dinding rumah, yaitu rumah yang berdinding tembok lebih baik dalam mencegah malaria dibandingkan dengan berdinding kayu dengan OR = 1,77 (SK 95%; 1,02 – 3,08).
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB yang wajar.
ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP
KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT
PENCEGAH MALARIA PADA BALITA
DI KABUPATEN BANGKA
ETIH SUDARNIKA
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Sains Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. drh. Rr. Sri Utami Handayani, MS Dr. Anang Kurnia, SSi, MSi
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Lukman Hakim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada September 2007 sampai Agustus 2008 ini adalah mengenai kemampuan kelambu berinsektisida tahan lama dalam pencegahan malaria, dengan judul Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka. Disertasi ini memuat tiga bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang telah dan akan diajukan ke jurnal ilmiah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto, Bapak Dr. Ir. H. Asep Saefuddin, MSc., Ibu Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS., dan Ibu Dr. drh. Hj. Upik Kesumawati Hadi, MS. yang telah memberikan bimbingan dan banyak memberikan saran. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ditjen DIKTI, KEMENDIKNAS yang telah memberikan beasiswa pendidikan S3 di IPB. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada UNICEF yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan disampaikan juga kepada Centers for Diseases Control and Prevention, Atlanta, USA; sub direktorat malaria, direktorat P2B2, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI; Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka atas kerjasamanya dalam penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada William A. Hawley Ph. D, Thomas Burkot, Ph. D dan Jodi Vanden Eng, M.Sc. dr. Endang Sumiwi dan dr. Eka Jusuf Singka yang telah banyak membantu dari mulai pembuatan proposal, perancangan, pelaksanaan, pendanaan, sampai analisis data penelitian. Terima kasih diucapkan pula kepada Prof. Sastry G. Pantula dan Dr. Daowen Zhang dari North Carolina State University yang telah membantu dalam analisis data penelitian. Terima kasih disampaikan juga kepada Dr. drh. Rr. Sri Utami Handayani, MS, Dr. Anang Kurnia, SSi, MSi, Dr. Lukman Hakim dan Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi yang telah memberikan masukan dan saran pada ujian tertutup dan terbuka. Terima kasih dan penghargaan kepada seluruh tim penelitian: Bapak Dr. FX. Koesharto, Ibu Dr. drh. Dwijayanti Gunandini, MS, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, MS, drh. Sugiarto, Bapak drg. Mulyono Susanto,MHSM (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka), dr. Rosila, Bapak Bahuri Zainudin, SKM, dan Ibu Farida Bey, MSc, para Kepala puskesmas, petugas laboratorium di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Bangka, penanggung jawab program malaria di puskesmas, petugas surveilans puskesmas, petugas puskesmas pembantu, para bidan desa, kepala dusun dan seluruh kader posyandu di Kabupaten Bangka. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, alm. Mama, suami dan anak-anak, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 21 Agustus 1968 sebagai anak sulung dari pasangan Entang Muchtar dan Latifah. Program sarjana ditempuh di Jurusan Statistika, FMIPA IPB, lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1995 penulis diterima di Program Studi Statistika pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2005. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari DITJEN DIKTI Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada mata kuliah Statistika dan Epidemiologi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………... xiii
DAFTAR GAMBAR ………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………. xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 1
Tujuan ………. 3
TINJAUAN PUSTAKA Malaria ……… 5
Vektor Penyakit Malaria ……….. 8
Malaria pada Golongan Rentan ……… 10
Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Long-Lasting Insecticidal Nets/LLINs) ………. 11 Perlakuan Pemanasan pada LLIN ………. 12
PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN LAMA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA DI KABUPATEN BANGKA, INDONESIA Abstrak ……… 15
Abstract ……… 16
Pendahuluan ……… 16
Metode ……… 18
Hasil ……… 21
Pembahasan ……… 35
Kesimpulan ………. 38
Daftar Pustaka ………. 39
TINGKAT INSIDENSI MALARIA PADA BALITA DI WILAYAH PERLAKUAN PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA DAN WILAYAH KONTROL DI KABUPATEN BANGKA Abstrak ……… 43
Abstract ……… 44
Pendahuluan ……… 44
Metode ……… 46
Hasil ……… 49
Pembahasan ……… 52
Kesimpulan ………. 57
Daftar Pustaka ………. 57
PENGARUH PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN LAMA TERHADAP RISIKO MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA: KAJIAN KASUS KONTROL Abstrak ……… 61
Abstract ……… 62
Pendahuluan ……… 62
Metode ……… 63
Pembahasan ……… 71
Kesimpulan ………. 74
Daftar Pustaka ………. 74
PEMBAHASAN UMUM ………... 77
KESIMPULAN DAN SARAN ………. 83
DAFTAR PUSTAKA ……… 85
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007 ... 9 2 Jumlah responden pada setiap survei ... 20 3 Distribusi jumlah LLIN yang dimiliki keluarga ... 22 4 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pemakaian LLIN di
daerah perlakuan dan kontrol ...
28
5 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN di daerah perlakuan dan kontrol 30 6 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah
perlakuan dan kontrol ...
31
7 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN di daerah perlakuan dan kontrol ...
32
8 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol ...
33
9 Jumlah keluarga yang melakukan pemanasan LLIN ... 34 10 Jumlah keluarga yang melakukan pemanasan LLIN secara teratur 35 11 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat insidensi malaria pada
balita di daerah perlakuan dan kontrol ...
55
12 Penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN ... 66 13 Informasi keadaan rumah, lingkungan, dan alat proteksi nyamuk
responden ...
67
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta penyebaran malaria di dunia ………... 5
2 Peta endemisitas malaria di Indonesia tahun 2008 ... 7
3 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007 ... 9
4 Tingkat pemakaian LLIN oleh keluarga ... 22
5 Jumlah anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN ... 24
6 Distribusi balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN ... 25
7 Distribusi anggota keluarga yang menggunakan LLINdi daerah perlakuan dan kontrol ... 26 8 Persentase balita yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol ... 27 9 Persentase ibu hamil yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol 27 10 Tingkat insidensi malaria di puskesmas Kabupaten Bangka pada Juni 2007 sampai dengan Juli 2008 ... 50 11 Tingkat insidensi malaria pada balita di setiap puskesmas ……. 51
12 Tingkat insidensi malaria pada balita per bulan di setiap puskesmas 51
13 Tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah perlakuan dan kontrol ………. 54 14 Struktur pertanyaan berhirarki pada kuesioner penggunaan kelambu 65 15 Diagram pohon alur pertanyaan dan hipotesis ……….. 66 16 Diagram Venn frekuensi prilaku penggunaan kelambu responden (a)
kelompok kasus, (b) kelompok kontrol ………..
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Kuesioner survey penggunaan kelambu ... 93
2 Kuesioner kajian kasus kontrol berpadanan ……… 103
3 Program SAS untuk analisis data survey penggunaan kelambu …. 109 4 Program SAS untuk analisis data tingkat insidensi malaria ……… 111 5 Program SAS untuk analisis data kajian kasus kontrol berpadanan 117 6 Paper publikasi I: Acceptability and Utilization of Long Lasting
Insecticidal Nets to Protect Malaria in Bangka District, Indonesia …..
123
7 Paper publikasi II: Malaria Incidence Rate of Children Under five Years Old in Intervention Area of Heat Assisted Regeneration for Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets and Control Area in Bangka District ………
137
8 Paper publikasi III: Effect of Heat Assisted Regeneration on
Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets to Risk of Malaria in Children Under Five Years Old in Bangka District: A Case Control Study ...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi prioritas program kesehatan di Indonesia, karena penyakit ini memiliki angka kesakitan yang cukup tinggi pada bayi, balita, ibu hamil dan orang dewasa.
Menurut Peta Endemisitas Malaria di Indonesia tahun 2008 hampir separuh populasi Indonesia atau diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria (Depkes RI 2009). Angka annual malaria incidence (AMI) di Indonesia pada tahun 2007 adalah 19,67 per 1000 penduduk dengan case fatality rate (CFR) sebesar 0,57% (Depkes RI 2008). Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu di antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria. Angka AMI pada tahun 2007 adalah 29,3 per 1000 penduduk (Depkes RI 2008).
Ibu hamil dan balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit malaria. Dampak infeksi malaria pada wanita hamil lebih berat dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Dampak malaria pada wanita hamil bervariasi tergantung kepada tingkat epidemisitas malaria di daerah tersebut. Perempuan dewasa yang tinggal di daerah yang memiliki penularan malaria yang stabil memiliki imunitas alami yang cukup terhadap malaria meskipun pada saat hamil. Dampak utama malaria pada wanita hamil adalah terjadi anemia (kekurangan hemoglobin), adanya parasit pada plasenta, berat badan lahir rendah (BBLR), keguguran (abortus), persalinan prematur (37 minggu), gangguan perkembangan dan kematian janin. Wanita dewasa yang tinggal di daerah-daerah yang memiliki penularan malaria yang tidak stabil tidak memiliki imunitas alami yang cukup terhadap malaria, sehingga malaria yang diderita akan parah dan dapat mengakibatkan kematian. Janin yang dikandung dapat tertular/terkena infeksi malaria, tetapi angka kejadiannya sangat jarang, diperkirakan kurang dari 7% (UNICEF dan RBM 2007).
balita dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Menurut UNICEF dan RBM 2007, malaria merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita. Malaria meruapakan penyebab kematian 1 dari 10 kematian balita di dunia, dan 1 dari 5 kematian balita di Afrika.
Satu di antara upaya pencegahan malaria adalah dengan meminimalkan kontak antara manusia dengan vektornya malaria yaitu nyamuk melalui pemakaian kelambu. Pemakaian kelambu yang berinsektisida merupakan cara yang efektif yaitu selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktivitas insektisida yang terkandung di dalamnya juga dapat membunuh nyamuk.
Jenis kelambu berinsektisida tahan lama atau dikenal dengan istilah long-lasting insecticidal nets (LLIN) adalah kelambu yang mengandung insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan terhadap berkali-kali pencucian. Kelambu tersebut harus tetap memiliki aktivitas biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Ada dua jenis LLIN yang disetujui oleh WHO, yaitu Olyset yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin, dan PermaNet yang berbahan poliester dan mengandung insektisida deltametrin (Guillet 2004, Kulkarni 2006, Shaw 2006, Coticelli 2007). LLIN telah disebarkan di Indonesia oleh Departemen Kesehatan dan UNICEF sejak bulan September 2006.
kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan mengalami pemanasan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001).
Proses pemanasan untuk meningkatkan kembali aktivitas insektisida dalam kelambu tersebut disebut ’heat-assisted regeneration’, yang pada studi ini diberi istilah ”pemanasan” kelambu. Studi epidemiologik mengenai pembandingan antara penggunaan LLIN berinsektisida permetrin yang dipanaskan secara rutin dengan yang dicuci biasa (tanpa pemanasan) belum dilakukan, sehingga seberapa besar efektivitas kedua jenis perlakuan tersebut pada kondisi lapangan belum diketahui.
Tujuan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan proteksi terhadap vektor malaria antara LLIN berinsektisida permetrin yang diberi perlakuan pemanasan (heat-assisted regeneration) dan yang dijemur biasa (diangin-angin) terhadap kasus malaria pada balita. Adapun tujuan lain yang ingin diperoleh adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kasus malaria pada balita.
2. Membandingkan insidensi malaria pada balita di antara daerah perlakuan (melakukan pemanasan) dan kontrol (tidak melakukan pemanasan).
3. Memperoleh nilai Annual Parasite Incidence (API) pada balita di Kabupaten Bangka yang akurat melalui sistem pemantauan berkala.
4. Mengukur besarnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap penggunaan kelambu berinsektisida, pencucian dan pemanasannya di daerah perlakuan maupun kontrol.
TINJAUAN PUSTAKA
Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebarkan melalui vektor ( vector-borne infectious disease) yang menyebar di daerah tropis dan subtropis seperti di beberapa bagian wilayah di Amerika, Asia dan Afrika. Diduga sekitar 3 milyar orang, atau hampir setengan dari populasi dunia tinggal di daerah yang berisiko untuk tertular malaria. Malaria adalah penyakit endemik di 107 negara tropis dan subtropis, dengan sub-Saharan Afrika merupakan wilayah dengan kasus tertinggi. Diperkirakan sekitar 350 juta sampai 500 juta penderita malaria setiap tahunnya, dan menyebabkan kematian hampir 1 juta jiwa. Lebih dari 80% dari yang mati tersebut, yaitu sekitar 800.000 jiwa per tahun adalah anak balita di Afrika (UNICEF 2007). Peta penyebaran malaria di dunia disajikan pada Gambar 1.
antibodi malaria tinggi. Frekuensi infeksi transplasental pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang non-imun lebih tinggi dibandingkan dengan yang imun, sehingga meskipun sering terjadi infeksi secara besar-besaran pada plasenta pada wanita yang tinggal di daerah tertular malaria, namun insidensi kongenital malaria adalah rendah. Selama beberapa bulan pertama setelah kelahiran, inokulasi malaria pada bayi jarang terjadi karena transfer anti bodi melalui susu ibu dan plasenta. Namun kemudian malaria dapat menyerang secara hebat dan berakibat fatal (Hall 1980).
Species plasmodia yang menginfeksi manusia adalah Plasmodium falciparum (malignant tertian), P. vivax (benign tertian), P. malariae (quartan malaria) dan P. ovale. P. falciparum meruapkan penyebab mayoritas malaria di Afrika dan merupakan penyebab utama malaria yang berat serta mengakibatkan kematian. Bentuk resting P. vivax dan P. ovale berdiam di hati (hypnozoites) dan dapat kambuh kembali beberapa bulan setelah serangan pertama. Malaria ditularkan oleh beberapa species nyamuk Anopheles betina yang berbeda-beda prilakunya (Greenwood 2005).
Di Indonesia daerah endemis malaria dibagi menjadi : 1) endemis tinggi adalah Annual Parasite Incidence (API) di atas 5 per 1.000 penduduk yaitu di Propinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara (Kabupaten Nias dan Nias Selatan), dan Nusa Tenggara Timur, 2) endemis sedang adalah API berkisar antara di atas 1 – 5 per 1.000 penduduk yaitu di Propinsi Aceh (Kabupaten Siemeuleu), Bangka Belitung, Kepulauan Riau (Kabupaten Lingga), Jambi (Kabupaten Batang Hari, Merangin, dan Sorolangun), Kalimantan Tengah (Kabupaten Sukamara, Kota Waringin Barat, Mura), Sulawesi Tengah (Kabupaten Toli-toli, Banggai, Banggai Kepulauan, Poso), Sulawesi Tenggara (Kabupaten Muna), Nusa Tenggara Barat (Sumbawa Barat, Dompu, Kabupaten Bima, dan Sumbawa), Jawa Tengah (Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, Pekalongan dan Sragen), Jawa Barat (Sukabumi, Garut, dan Ciamis), 3) endemis rendah adalah API 0 - 1 per 1.000 penduduk, diantaranya sebagian Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. 4) non endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (daerah pembebasan malaria) atau API = 0, yaitu provinsi DKI Jakarta, Bali, Kepulauan Riau (Barelang Binkar). Peta endemisitas malaria di Indonesia disajikan pada Gambar 1 (DEPKES RI 2009).
Gejala yang ditimbulkan pada penderita malaria ringan adalah penderita pucat karena kurang darah, pada anak-anak terjadi diare, badan terasa lemah, mual/muntah, tidak ada nafsu makan, demam menggigil berkala dan sakit kepala. Adapun pada penderita malaria berat adalah hilangnya kesadaran, panas tinggi, muntah, urine berwarna teh pekat, tidur terus, diam saja, kejang-kejang, kuning pada mata, nafas cepat, pingsan dan pada kasus yang parah dapat mengakibatkan koma. Penularan malaria dapat dikurangi dengan cara mencegah gigitan nyamuk, yaitu dengan tidur menggunakan kelambu dan menggunakan repelen serangga. Cara lain untuk mengurangi penularannya adalah dengan penyemprotan insektisida di dalam rumah dan mengalirkan air yang tergenang yang merupakan tempat perindukan nyamuk (Kakkilaya 2006).
Vektor Penyakit Malaria
Pembedahan kelenjar ludah (konfirmasi saliva) dan uji elisa adalah dua cara yang dipakai untuk memastikan nyamuk yang menjadi vektor penyakit malaria. Sampai dengan tahun 2007 jumlah vektor penyakit malaria yang tercatat di Subdit Pengendalian Vektor, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Depkes RI, dan diambil dari berbagai sumber adalah sebanyak 25 spesies (Ditjen PP&PL 2009). Penyebaran vektor malaria di Indonesia disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 1 (Ditjen PP&PL 2007; Ditjen PP&PL 2008).
Gambar 3 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007.
Tabel 1 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007
No. Spesies Wilayah
1 An. aconitus Jawa
2 An. balabacensis Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Tengah 3 An. bancrofti Jawa Tengah, Jawa Timur
4 An. barbirostris Nusa Tenggara Timur 5 An. farauti Papua
6 An. flavisrostris Sulawesi 7 An. koliensis Papua
8 An. letifer Kalimantan Tengah, Bangka 9 An. leucosphyrus Papua
10 An. karwari Papua
11 An. ludlowi Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur 12 An. maculatus Jawa
13 An. minimus Sulawesi 14 An. nigerrimus Kalimantan 15 An. punctulatus Papua 16 An. sinensis Nias 17 An. subpictus Jawa 18 An. sundaicus Jawa
19 An. vagus Nusa Tenggara Timur 20 An. umbrosus Nusa Tenggara Timur 21 An. tesselatus Nias
Malaria pada Golongan Rentan
Ibu hamil dan balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit malaria. Dampak infeksi malaria pada wanita hamil lebih berat dibanding wanita tidak hamil. Malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia, bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi lahir prematur, kematian ibu, keguguran dan kematian pada saat lahir (Brabin 1983; Luxemburger et al. 2001; Guyatt et al. 2004; Wort et al. 2006; Gamble et al. 2009).
McGregor (1987) mengatakan bahwa ketahanan ibu hamil terhadap malaria tergantung kepada jumlah kelahiran dan pengalaman keterpaparannya terhadap malaria yang membentuk imunitas di tubuhnya. Pada ibu hamil yang belum pernah atau sedikit sekali terpapar malaria akan menderita malaria yang cukup parah dan berakibat fatal seperti kematian, keguguran, kematian janin dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Tingkat keparahan seperti ini hampir sama kejadiannya pada setiap ibu hamil. Adapun pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria, tingkat keparahannya tergantung kepada jumlah kelahiran. Ibu hamil yang mengandung pertama kali menunjukkan tingkat parasitemia yang tinggi, tingkat morbiditas tinggi (tetapi tidak ada kematian) dan melahirkan bayi dengan BBLR. Sedangkan pada ibu hamil yang sebelumnya pernah melahirkan anak tingkat keparahannya lebih rendah dan memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap malaria.
Hasil penelitian Nosten et al. (1999) pada malaria P. vivax di daerah perbatasan Thailand bagian barat juga menunjukkan bahwa penderita pada umumnya adalah pada ibu hamil dengan kehamilan pertama. Akibat yang ditimbulkan adalah anemia dan BBLR dan tidak berasosiasi terhadap kelahiran prematur serta kematian janin.
anemia, cerebral malaria dan menyebabkan kematian (Newton 1996; Lines 1997; Fischer 2002).
Idro et al. (2006) menunjukkan hasil penelitian di Uganda bahwa semakin tinggi intensitas penularan malaria di suatu wilayah maka semakin banyak persentase anak yang menderita anemia dan berkurangnya kesadaran akibat malaria, tetapi malaria tidak menyebabkan kesulitan pernafasan. Penelitian lain yang juga dilakukan Idro et al. (2005) di Wilayah Barat Daya Uganda menunjukkan bahwa gejala malaria yang umum balita adalah demam, muntah dan batuk. Gejala lainnya adalah lemah (45.1%), kesulitan bernafas (29.4%) dan anemia (19.6%). Adapun hepatomegaly dan splenomegaly jarang ditemukan. Malaria lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada balita dan manifestasinya bervariasi tergantung kepada usia.
Dari hasil penelitian malaria pada 290 orang anak di Ghana, Frank et al. (2004) melaporkan bahwa gejala malaria yang umum pada anak-anak adalah anemia (55%), lemah (33%), sulit bernafas (23%) dan lemahnya kesadaran (19%). Umur berpengaruh terhadap tingkat keparahannya. Case fatality rate (CFR) pada anak-anak adalah 11,2%.
Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Long-Lasting Insecticidal Nets/LLINs)
Long-lasting insecticidal nets (LLINs) adalah kelambu yang mengandung insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan terhadap berkali-kali pencucian serta tetap memiliki aktivitas biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Masa pemakaian LLIN adalah sekitar tiga tahun untuk kelambu poliester dan 5 tahun untuk polietilen. LLIN yang direkomendasikan oleh World Health Organization Pesticide Evaluation Scheme (WHOPES) saat ini memiliki aktivitas biologik sekurang-kurangnya sampai 20 kali pencucian pada kondisi laboratorium dan tiga tahun pemakaian pada kondisi lapangan (Guillet 2004, Kulkarni 2006).
pada tahun 2001. Olyset® berbahan polietilen dan mengandung permetrin yang dicampurkan ke dalam benangnya yang setiap saat dapat bermigrasi ke permukaan benang untuk mengganti residu yang hilang akibat pencucian.
LLINs lain yang direkomendasikan WHO adalah PermaNet, yang diproduksi oleh Vestergaard Frandsen di Thailand dan Vietnam. PermaNet berbahan poliester dan mengandung deltametrin yang dibalutkan ke benangnya. Deltamethrin yang terkandung di benang tahan terhadap pencucian. PermaNet disetujui oleh WHO pada tahun 2003 (Guillet 2004, Kulkarni 2006, Shaw 2006, Coticelli 2007).
Perlakuan Pemanasan pada LLIN
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi Kelambu Olyset®, sebagai satu di antara kelambu yang direkomendasikan oleh WHO sebagai alat untuk memproteksi dari vektor malaria. Sreehari et al. (2007) telah melakukan studi di India, dan memperoleh hasil bahwa penggunaan kelambu Olyset® nets dapat mereduksi indoor resting density nyamuk An. culicifacies dan juga mereduksi masuknya nyamuk ke rumah dimana Olyset® digunakan.
Dari penelitian Sharma et al. (2009) di 22 desa di Orissa India, diperoleh hasil bahwa penggunaan Olyset® dapat mereduksi 65% - 70% insidensi malaria dibandingkan dengan daerah kontrol. Dari hasil survey lintas seksional diperoleh nilai prevalensi malaria turun 45,7% pada kelompok yang menggunakan kelambu Olyset®, sementara terjadi kenaikan 33,3% sampai 51% di daerah kontrol.
Dari hasil uji yang dilakukan oleh N’Guessan et al. (2001) di Côte d’Ivoire, di suatu kawasan yang vektornya memiliki resistensi yang tinggi terhadap permethrin, diperoleh bahwa efikasi kelambu Olyset® tidak berubah setelah dipakai selama tiga tahun terus menerus.
Bahkan 51% mengatakan mereka akan membeli kelambu Olyset® baru karena yang ada sudah terlalu tua.
Malima et al. (2008) juga melakukan penelitian mengenai kelambu Olyset® di Tanzania. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelambu Olyset® yang baru memiliki tingkat mortalitas yang tinggi yaitu 73,9% terhadap An. funestus dan 62,7% terhadap An. gambiae. Kelambu Olyset® yang telah berusia 7 tahun mengakibatkan 58,9% mortalitas terhadap An. funestus dan 40,0% terhadap An. gambiae. Selama 7 tahun pemakaian tingkat mortalitas nyamuk akibat kelambu Olyset® hanya turun 20–35%.
Pada awalnya perusahan yang memproduksi Olyset® (LLIN yang digunakan pada penelitian ini) merekomendasikan untuk memanaskan LLIN ini setiap setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke dalam kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan dipanaskan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001).
Lindblade et al. (2005) memperoleh hasil bahwa Olyset kehilangan aktivitas biologiknya dengan cepat meskipun konsentrasi insektisida dalam benang kelambunya cukup tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa pencucian tidak menyebabkan berkurangnya konsentrasi insektisida tetapi masalahnya adalah pada bio-availablity dari insektisida yang terdapat pada permukaan benang.
90% setelah enam kali pencucian. Setelah 20 kali pencucian, semua jenis kelambu kehilangan lebih dari 50% dari konsentrasi kandungan insektisida pertamanya kecuali Olyset. Setelah 20 kali pencucian kemudian semua kelambu diberi perlakuan pemanasan (heat-assisted regeneration) selama 4 jam pada suhu 60 0C untuk mengetahui apakah aktivitas biologik masih dapat dibangkitkan melalui perlakuan pemanasan. Hasilnya menunjukkan hanya Olyset yang efektif kembali setelah dilakukan pemanasan dengan peningkatan tingkat mortalitas dan knock down menjadi lebih dari 90%. Tetapi jika dipanaskan pada suhu 30 0C atau 35 0C, kelambu Olyset yang sudah dicuci tiga kali tidak menunjukkan aktivitas biologiknya setelah 12 minggu pemakaian.
Namun demikian dari hasil penelitian Jeyalakshmi et al. (2006) menyatakan bahwa kelambu Olyset memberikan hasil yang lebih baik dari pada kelambu berinsektisida konvensional sampai 5 kali pencucian (batas maksimum pemakaian untuk kelambu berinsektisida konvensional) meskipun tanpa perlakuan pemanasan.
PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN
LAMA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA DI
KABUPATEN BANGKA, INDONESIA
ACCEPTABILITY AND USE OF LONG LASTING
INSECTICIDAL NETS TO PROTECT MALARIA IN BANGKA
DISTRICT, INDONESIA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan, pencucian dan pemanasan kelambu berinsektisida tahan lama (long Lasting Insecticidal Nets/LLIN) di masyarakat di Kabupaten Bangka, Indonesia. Penelitian dilaksanakan selama satu tahun, yaitu dari September 2007 sampai Agustus 2008. Sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya pemakaian LLIN untuk pencegahan malaria dilakukan terus menerus selama periode penelitian. Survei penggunaan LLIN dilakukan secara berkala setiap 3 bulan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa jumlah LLIN yang dimiliki masyarakat selama periode penelitian menunjukkan peningkatan, demikian juga dengan tingkat pemakaian, pencucian serta pemanasannya. Tingkat pemakaiannya pada golongan rentan masih terlihat rendah. Secara umum tingkat pemakaiannya pada balita adalah sekitar 63,1% sampai 75,8%, sedangkan pada ibu hamil sekitar 36,0% sampai 53,6%. Penelitian ini merupakan bagian data pendukung dari penelitian utama yang berjudul the Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District. Pada penelitian ini wilayah penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu wilayah perlakuan pemanasan (heat assisted regeneration) terhadap LLINs dan wilayah kontrol, yang tidak melakukan pemanasan terhadap LLINs. Analisis generalized estimating equations (GEE) untuk sebaran binomial menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat pemakaian LLINs serta pencuciannya di antara wilayah perlakuan dan kontrol.
ABSTRACT
This research was done to determine the utilization, washing and heat assisted regeneration treatment of long lasting insecticidal nets (LLINs) in Bangka District – Indonesia. Research was conducted in one year period from September 2007 to August 2008. Socialization and education of importance of LLINs utilization was maintained during the research period. LLINs utilization was periodically surveyed every 3 months. The result showed that amount of LLINs owned by people during the research period was increase, as well as the utilization, washing and heat assisted regeneration treatment. However the utilization rate in vulnerable group were still low. In general, utilization rate for children under five years old was ranging from 63.1% to 75.8%; for pregnant women were ranging from 36.0% to 53.6%. This research was part of supporting data for the main research entitled the Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District. This research divided study area into two areas, namely treatment area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was applied) and control area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was not applied). General Estimating Equations (GEE) for binomial distribution showed no difference in utilization and washing rate for LLINs between treatment and control area.
Keywords: generalized estimating equations, heat assisted regeneration, Olyset, permethrin treated LLINs.
PENDAHULUAN
Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang upaya penurunan kasusnya terkait dengan komitmen internasional dalam Millenium Development Goals (MDGs)(Hunt 2007). Sebagai satu di antara negara yang turut meratifikasi MDGs maka Indonesia melakukan upaya-upaya yang disepakati bersama dalam komitmen tersebut, termasuk berupaya keras menurunkan angka kasus malaria (Stalker 2007).
Diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria. Angka Annual Malaria Incidence (AMI) di Indonesia pada tahun 2007 adalah 19,67 per 1000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,57% (DEPKES RI 2008). Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu di antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria. Angka AMI di provinsi tersebut pada tahun 2007 adalah 29,3 per 1000 penduduk (DEPKES RI 2008).
yaitu nyamuk melalui pemakaian kelambu. Kelambu yang digunakan adalah kelambu yang berinsektisida tahan lama, atau dikenal dengan istilah long-lasting insecticidal nets (LLIN). LLIN merupakan cara yang efektif untuk pencegahan malaria, karena selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktivitas insektisida yang terkandung di dalamnya juga dapat membunuh nyamuk. LLIN adalah kelambu yang mengandung insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan terhadap berkali-kali pencucian. Kelambu tersebut harus tetap memiliki aktivitas biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Ada dua jenis LLIN yang disetujui oleh WHO, yaitu Olyset yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin, dan PermaNet yang berbahan poliester dan mengandung insektisida deltametrin (Guillet et al. 2001, Kulkarni 2006, Shaw 2006, Coticelli 2007). Pemakaian LLIN secara konsisten dapat mereduksi transmisi malaria sampai 90% (Gimnig et al. 2003).
Pada tahun 2006, UNICEF bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI memperkenalkan LLIN ini di Indonesia. Di Kabupaten Bangka tercatat sejumlah 60.000 LLIN telah didistribusikan ke masyarakat. Jenis LLIN yang diberikan adalah jenis yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin. Prioritas penerimanya adalah ibu hamil dan balita, kecuali di daerah-daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi maka seluruh keluarga menerima kelambu tersebut. Distribusi LLIN pertama di Kabupaten Bangka adalah bersamaan dengan program vaksinasi campak masal. Distribusi selanjutnya adalah pada saat ibu hamil atau balita memeriksakan diri ke Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas), puskesmas pembantu (pustu) atau Poliklinik Bersalin Desa (polindes).
METODE
Kabupaten Bangka memiliki sebelas wilayah kerja puskesmas, kelompok perlakuan dan kontrol dibagi berdasarkan wilayah kerja puskesmas. Wilayah perlakuan adalah yang melakukan pemanasan terhadap LLIN setelah pencucian, dan wilayah kontrol adalah yang tidak melakukan pemanasan terhadap LLIN setelah pencucian.
Sebelum dikelompokan ke dalam wilayah perlakuan dan kontrol, masing-masing puskesmas dikelompokan ke dalam tiga strata berdasarkan tingkat insidensi malaria di masing-masing wilayah pada awal penelitian. Maksud dilakukannya stratifikasi berdasarkan insidensi malaria adalah agar tingkat insidensi malaria pada awal penelitian adalah sama, baik di wilayah perlakuan maupun kontrol. Ketiga strata tersebut adalah: 1) rendah: meliputi Puskesmas Petaling dan Batu Rusa, 2) sedang: meliputi Puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3) tinggi: meliputi Puskesmas Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian pada masing-masing stratifikasi dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah perlakuan terdiri dari 6 puskesmas, yaitu Petaling, Bakam, Puding Besar, Sungai Liat, Sinar Baru, dan Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Batu Rusa, Pemali, Riau Silip, Belinyu, dan Kenanga.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan LLIN untuk memproteksi gigitan nyamuk penyebab malaria.
Wilayah Penelitian
Kabupaten Bangka beriklim tropis dengan variasi curah hujan pada tahun 2007 antara 18,5 hingga 394,7 mm setiap bulan dengan curah hujan terendah pada Bulan Agustus. Suhu udara bervariasi antara 26,2 0C hingga 28,3 0C. Adapun kelembaban bervariasi antara 71 hingga 88%, rata-rata intensitas penyinaran matahari adalah antara 18,0 sampai 66,1%, dan tekanan udara antara 1009,1 hingga 1011,1 mb.
Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah, sekitar 25% merupakan daerah rawa, dan 4% merupakan daerah pegunungan. (BPS dan BAPEDA Kab. Bangka 2007).
Rancangan Penelitian
Survei dilakukan pada awal penelitian dan selanjutnya dilakukan setiap tiga bulan sekali selama setahun, sehingga secara total dilakukan empat kali survei. Sampel yang telah terpilih tidak dipilih lagi pada survei berikutnya. Untuk menandainya maka setelah selesai wawancara enumerator menempelkan stiker di pintu atau kaca jendela rumah responden sehingga tampak jelas.
Pemilihan contoh pada kegiatan survei dilakukan dengan penarikan contoh bertingkat (multistage sampling), dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pada setiap puskesmas dipilih 3 sampai 4 desa/kelurahan dengan metode probability proporsional to size (PPS) jika di wilayah kerja puskesmas tersebut terdapat lebih dari 3 desa/kelurahan, dan dilakukan survei di semua desa/kelurahan jika terdapat kurang dari atau sama dengan 3 desa/kelurahan. Kemudian dari masing-masing desa/kelurahan terpilih dipilih 3 dusun/lingkungan secara acak jika terdapat lebih dari 3 dusun/lingkungan, dan dilakukan survei di semua dusun/lingkungan jika terdapat kurang dari atau sama dengan 3 dusun/lingkungan. Dari masing-masing dusun/lingkungan dipilih 5 sampai 6 rumah tangga secara acak sehingga dari setiap puskesmas diperoleh 50 responden dan ditargetkan total 550 responden dari keseluruhan puskesmas untuk setiap survei. Jumlah responden pada setiap survei disajikan pada Tabel 2.
memiliki balita atau ibu hamil. Wawancara dilakukan dengan menggunakan lembaran lembaran kuesioner pada survei dasar dan menggunakan personal digital assistant (PDA) pada 3 survei berikutnya.
Tabel 2 Jumlah responden pada setiap survei
Survei Satuan Penarikan Contoh Alat #KK # orang # LLIN # Bumil # Balita I KK yang memiliki LLIN lembar
kuesioner
530 2401 708 28 524
II KK yang memiliki bumil atau balita
PDA 565 2322 660 50 551
III KK yang memiliki bumil atau balita
PDA 549 2221 652 30 517
IV KK yang memiliki bumil atau balita
PDA 559 2343 605 41 580
Keterangan:
KK = Kepala keluarga Bumil = Ibu hamil
Sosialisasi dan Penyuluhan
Selama periode penelitian dilakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui cara pemakaian LLIN yang benar dan menyadari manfaatnya, serta prioritas penggunaannya bagi balita dan ibu hamil. Bagi masyarakat di wilayah perlakuan diberikan informasi tambahan mengenai pemanasan LLIN, agar masyarakat di wilayah tersebut mengerti aplikasi dan manfaat perlakuan pemanasan pada LLIN setelah dicuci. Informasi lain yang diberikan pada penyuluhan adalah mengenai cara penularan malaria, tanda-tanda malaria dan cara pencegahannya.
Kegiatan edukasi pada tahap pertama dilakukan melalui pelatihan kepada kader posyandu yang dilakukan oleh instruktur dari Institut Pertanian Bogor, Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Selanjutnya para kader diminta untuk menyosialisasikannya kepada seluruh masyarakat pada saat kegiatan bulanan di posyandu, kegiatan-kegiatan pengajian atau pertemuan warga lainnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Sosialisasi tersebut terus menerus dilakukan selama penelitian berlangsung (1 tahun).
Analisis Statistika
Banyak di antara responden yang memiliki lebih dari satu LLIN, sehingga di antara satu LLIN dengan lainnya di dalam satu rumah tangga tidak saling bebas. Dengan demikian, untuk membandingkan tingkat penggunaan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol maka data dianalisis dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) (Hardin et al. 2003) yang dikoreksi oleh peubah tingkat prevalensi dan periode survei. Pengolahan data menggunakan Statistical Analysis Software (SAS v9.2, SAS Institute, Inc., Cary, NC, USA).
HASIL
Kepemilikan LLIN
Keluarga yang berhak menerima LLIN adalah yang memiliki balita atau ibu hamil, kecuali di wilayah dengan tingkat endemisitas malaria yang tinggi maka seluruh keluarga menerima LLIN. Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria yang tinggi, jumlah LLIN yang dimiliki setiap keluarga bervariasi tergantung jumlah anggota keluarganya. Jumlah LLIN yang dimiliki setiap keluarga di Kabupaten Bangka dapat dilihat pada Tabel 3.
Unit penarikan contoh pada survei dasar adalah rumah tangga yang memiliki LLIN, sedangkan pada tiga survei berikutnya adalah rumah tangga yang memiliki balita atau ibu hamil. Karena perbedaan unit penarikan contoh tersebut maka pada survei I tampak semua keluarga memiliki LLIN, padahal sebenarnya tidak demikian.
Tabel 3 Distribusi jumlah LLINyang dimiliki keluarga Jumlah
LLIN
Survei I Survei II Survei III Survei IV
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
0 0 0,0 65 11,5 40 7,3 61 10,9
1 388 73,2 356 63,0 379 69,0 400 71,6
2 114 21,5 130 23,0 118 21,5 92 16,5
3 23 4,3 12 2,1 11 2,0 3 0,5
4 3 0,6 2 0,4 1 0,2 3 0,5
5 1 0,2
6 1 0,2
Total keluarga
yang memiliki
LLIN
530 100 500 88,5 509 92,7 498 89,1
Total
responden 530 100 565 100 549 100 559 100
Pemakaian LLIN
Meskipun memiliki beberapa LLIN, tetapi tidak semua keluarga memakai LLIN atau seluruh LLIN yang dimilikinya. Gambar 7 menyajikan tingkat penggunaan LLIN oleh keluarga responden di Kabupaten Bangka.
Gambar 4 Tingkat pemakaian LLIN oleh keluarga. 4.5
19.8
10.2 14.1
77.7
68.2 75.2 74.3
15.7
11 13.9 10.4
2.10 1 0 0.6 0.8
0 0.4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Survei I Survei II Survei III Survei IV
P
er
sen
ta
se (
%
)
Survei
Tidak memakai LLIN Memakai 1 LLIN Memakai 2 LLIN
Pada Gambar 4 terlihat bahwa terdapat lebih dari 10% keluarga yang tidak memakai LLIN yang mereka miliki. Sekitar 75% keluarga memakai sebuah LLIN di rumahnya, dan sekitar 15% keluarga yang menggunakan lebih dari 1 LLIN.
Berbagai macam alasan yang dikemukakan responden mengenai tidak digunakannya LLIN. Alasan yang paling umum adalah mereka takut terhadap insektisida yang terkandung di dalam LLIN. Alasan lainnya adalah merasa panas dan tidak nyaman, kesulitan memasang dan sebagai cadangan bagi yang memiliki lebih dari 1 LLIN.
Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan pada umumnya lebih enggan menggunakan LLIN dibandingkan dengan penduduk di pedesaan. Alasan penduduk kota enggan menggunakan LLIN adalah ukuran kelambu yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tempat tidur mereka, bentuk/modelnya yang tidak menarik, sulit memasangnya karena pada umumnya tempat tidur mereka tidak mempunyai alat untuk memasangkan kelambu, serta mereka pada umumnya lebih senang menggunakan alat proteksi nyamuk lain seperti anti nyamuk bakar, semprot dan elektrik.
Gambar 5 Jumlah anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN.
Dari Gambar 5 tampak bahwa secara umum pada setiap survei, persentase terbesar (sekitar 33,1% - 38,9%) adalah sebanyak 3 orang dalam satu keluarga yang tidur menggunakan LLIN. Hal yang menarik juga adalah persentase keluarga yang tidak ada satupun orang yang tidur menggunakan LLIN dalam keluarga tersebut juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 10,8% sampai 32,7%.
Tingkat Pemakaian LLIN pada Kelompok Rentan
Balita dan ibu hamil merupakan kelompok yang rentan terhadap malaria. Malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia, bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi lahir prematur, kematian ibu, keguguran dan kematian pada saat lahir (Brabin 1983; Luxemburger et al. 2001; Guyatt et al. 2004; Wort et al. 2006; Gamble et al. 2009). Adapun dampaknya pada balita adalah dapat menyebabkan anemia, cerebral malaria dan menyebabkan kematian (Newton 1996; Lines 1997; Fischer 2002). Oleh karena itu maka pencegahan penularan malaria pada ibu hamil dan balita merupakan prioritas yang utama.
10.8
32.7
18.9
24.5
5.7
2.8 3.8 2.5
23.4 14.5 21.1 16.5 38.9 33.1 34.4 35.4 15.7 12.6 16.6 15.6 4.5
3.2 4.2 3.9
0.9 0.9 0.9 0.9
0.2 0.2 0.50.2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Survei I Survei II Survei III Survei IV
Gambar 6 Distribusi balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN.
Gambar 6 menyajikan distribusi balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN di Kabupaten Bangka. Dari Gambar 6 tersebut terlihat bahwa tidak semua balita dan ibu hamil tidur menggunakan LLIN. Persentase balita yang tidur menggunakan LLIN berkisar antara 63% sampai 76%. Adapun untuk ibu hamil persentasenya lebih rendah, yaitu 36% sampai 54%. Alasan tidak menggunakan LLIN ketika tidur pada balita yang paling banyak adalah karena ketakutan orang tua terhadap kandungan insektisida yang terkandung dalam LLIN akan meracuni anak mereka. Alasan lainnya adalah sudah menggunakan alat proteksi terhadap nyamuk yang lain. Adapun alasan yang paling umum pada ibu hamil yang tidak menggunakan LLIN pada saat tidur adalah karena panas jika tidur menggunakan kelambu.
Tingkat Penggunaan LLIN di Daerah Perlakuan dan Kontrol
Distribusi jumlah anggota keluarga serta balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9.
75.8
63.1
75.1
69.8
53.6
36.0
50.0 51.0
0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0%
I II III IV
P
er
sen
ta
se (
%
)
Survei
Gambar 7 Distribusi anggota keluarga yang menggunakan LLINdi daerah perlakuan dan kontrol.
Dari Gambar 7 tampak bahwa distribusi persentase anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN hampir sama, baik di daerah perlakuan maupun kontrol. Dari hasil survei tampak bahwa kurang dari 70% anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN di Kabupaten Bangka.
Adapun persentase balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol disajikan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Dari gambar tersebut tampak bahwa persentase balita yang tidur menggunakan LLIN hampir sama besarnya, baik di daerah perlakuan maupun kontrol. Adapun untuk persentase ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN, di daerah perlakuan lebih kecil persentasenya dibandingkan dengan daerah kontrol. Kecuali pada survei ke-2, persentasenya lebih besar di daerah perlakuan dibandingkan dengan daerah kontrol.
60.8
46.2
55.9 53.7
54 54.3
65.1
58.4
0 10 20 30 40 50 60 70
I II III IV
P
er
sen
ta
se (
%
)
Survei
Gambar 8 Persentase balita yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol.
Gambar 9 Persentase ibu hamil yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol.
Uji statistika untuk membandingkan tingkat penggunaan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol adalah dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) untuk sebaran binomial.
75.9 61.5 71.2 69.8 75.6 65.2 79.7 70.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
I II III IV
P er sen ta se ( % ) Survei
Daerah Perlakuan Daerah Kontrol
42.9 41.7 33.3 44.4 57.1 21.4 66.7 64.3 0 10 20 30 40 50 60 70 80
I II III IV
P er sen ta se ( % ) Survei
Faktor-faktor yang diperhitungkan kedalam model selain perlakuan pemanasan adalah tingkat prevalensi malaria di wilayah kerja puskesmas, yaitu terbagi atas 3 kategori: rendah, sedang dan tinggi. Faktor tingkat prevalensi malaria ini dipertimbangkan sebagai faktor stratifikasi pada saat pemilihan daerah perlakuan dan kontrol pada awal studi. Faktor lainnya adalah periode survei, yang terdiri dari 4 periode survei. Hasil uji statistika disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pemakaian LLIN di daerah perlakuan dan kontrol
Peubah
Koefisien Regresi dan odds
ratio
Selang Kepercayan 95%
Nilai P Batas Bawah Batas Atas
Perlakuan vs kontrol -0,0726 0,1043 0,1318 0,4863
0,930 1,110 1,141
Prevalensi rendah vs tinggi 1,5247 0,177 1,8717 <0,0001*
4,594 1,194 6,499
Prevalensi sedang vs tinggi 1,1567 0,1241 1,3999 <0,0001*
3,179 1,132 4,055
Survei I vs IV 0,6212 0,1581 0,9311 <0,0001*
1,861 1,171 2,537
Survei II vs IV -0,4302 0,1338 -0,168 0,0013*
0,650 1,143 0,845
Survei III vs IV 0,1758 0,1405 0,4511 0,2108
1,192 1,151 1,570
* Menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05
Daerah yang memiliki prevalensi tinggi di Kabupaten Bangka adalah daerah pantai, yang umumnya adalah daerah perkotaan. Adapun daerah-daerah yang memiliki prevalensi rendah pada umumnya adalah daerah-daerah perkebunan, yang pada umumnya merupakan daerah pedesaan. Penduduk perkotaan pada umumnya enggan menggunakan LLIN dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Masyarakat perkotaan enggan menggunakan LLIN karena ukuran LLIN yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tempat tidur mereka, tidak cocok dengan model tempat tidur, sulit memasangnya, dan model LLIN yang kurang menarik.
Kesadaran masyarakat dalam menggunakan LLIN meningkat seiring dengan periode waktu. Hal itu terlihat dengan adanya peningkatan penggunaan LLIN dengan bertambahnya periode survei. Dari Tabel 4 terlihat bahwa koefisien regresi pada survei II dibandingkan dengan survei IV bernilai negatif yang berarti bahwa tingkat penggunaan LLIN pada survei II lebih kecil dibandingkan dengan survei IV.
Pencucian LLIN
Tabel 5 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN di daerah perlakuan dan kontrol
Jumlah kelambu
dicuci
Survei I Survei II Survei III Survei IV
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
0 176 161 87 82 61 44 37 36
62,4% 64,9% 32,2% 35,7% 22,4% 18,6% 13,9% 15,5% 1 85 78 162 128 180 159 197 170
30,1% 31,5% 60,0% 55,7% 66,2% 67,1% 74,1% 73,3%
2 19 6 19 18 31 32 32 21
6,7% 2,4% 7,0% 7,8% 11,4% 13,5% 12,0% 9,1%
3 2 3 2 2 0 2 0 3
0,7% 1,2% 0,7% 0,9% 0,0% 0,8% 0,0% 1,3%
4 0 0 0 0 0 0 0 2
0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,9% Total keluarga
yang mencuci LLIN
106 87 183 148 211 193 229 196
37,6% 35,1% 67,8% 64,3% 77,6% 81,4% 86,1% 84,5% Total
keseluruhan 282 248 270 230 272 237 266 232
Dari Tabel 5 tampak bahwa persentase keluarga yang mencuci LLIN menunjukkan nilai yang semakin meningkat dari survei I sampai survei IV. Di wilayah perlakuan persentase keluarga yang mencuci LLIN pada survei I adalah sebesar 37,6 %, dan terus meningkat sampai 86,1% pada survei IV. Demikian juga di daerah kontrol, persentase keluarga yang mencuci LLIN adalah 35,1% pada survei I, dan 84,5% pada survei IV. Hal itu menunjukkan hasil kerja keras yang baik dari para petugas dinas kesehatan, puskesmas dan para kader dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
Tabel 6 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol
Jumlah kelambu dicuci teratur
Survei I Survei II Survei III Survei IV
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
0 253 217 184 159 159 118 107 110
89,7% 87,5% 67,0% 69,1% 58,3% 49,8% 40,2% 44,5%
1 23 26 75 64 102 87 137 107
8,2% 10,5% 28,7% 27,8% 37,6% 36,7% 51,5% 48,6%
2 5 4 9 6 11 31 22 12
1,8% 1,6% 3,4% 2,6% 4,1% 13,1% 8,3% 5,5%
3 1 1 2 1 0 1 0 1
0,4% 0,4% 0,8% 0,4% 0,0% 0,4% 0,0% 0,5%
4 0 0 0 0 0 0 0 2
0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,9% Total keluarga
yang mencuci LLIN teratur
29 31 86 71 113 119 159 122
10.3% 12.5% 31.9% 30.9% 41.5% 50.2% 59.8% 52.6%
Total 282 248 270 230 272 237 266 232
Tabel 7 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN di daerah perlakuan dan kontrol
Peubah
Koefisien Regresi dan Odds
Ratio
Selang Kepercayan 95%
Nilai P Batas Bawah Batas Atas
Perlakuan vs kontrol 0,0159 -0,2169 0,2486 0,8938
1,016 0,805 1,282
Prevalensi rendah vs tinggi 0,3842 0,0831 0,6854 0,0124*
1,468 1,087 1,985
Prevalensi sedang vs tinggi 0,596 0,3309 0,8612 <0,0001*
1,815 1,392 2,366
Survei I vs IV -3,4515 -3,9014 -3,0016 <0,0001*
0,032 0,020 0,050
Survei II vs IV -1,7414 -2,2107 -1,2722 <0,0001*
0,175 0,110 0,280
Survei III vs IV -1,2433 -1,7209 -0,7658 <0,0001*
0,288 0,179 0,465
* Menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05
[image:50.595.97.460.140.379.2]Pada periode survei, terlihat adanya peningkatan dalam pencucian kelambu dengan bertambahnya periode survei. Survei I menunjukkan tingkat pencucian kelambunya 0,03 (SK 95%; 0,02-0,05) kali dibandingkan dengan survei IV, survei II 0,18 (SK 95%; 0,11-0,28) kali dibandingkan dengan survei IV, dan survei III 0,29 (SK 95%; 0,18-0,46) kali dibandingkan dengan survei IV, atau dengan kata lain Survei IV menunjukkan tingkat pencucian kelambunya 33,3 (SK 95%; 20 - 50) kali dibandingkan dengan survei I; 5,6 (SK 95%; 3,6 – 9,1) kali dibandingkan dengan survei II; dan survei 3,4 (SK 95%; 2.2 – 5.6) kali dibandingkan dengan survei III.
Tabel 8 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol
Peubah
Koefisien Regresi dan Odds
ratio
Selang Kepercayan 95%
Nilai P Batas Bawah Batas Atas
Perlakuan vs kontrol 0,0001 -0,2263 0,2265 0,9992
1,000 0,797 1,254
Prevalensi rendah vs tinggi 0,509 0,2099 0,8081 0,0009*
1,664 1,234 2,244
Prevalensi sedang vs tinggi 1,1408 0,8779 1,4037 <0,0001*
3,129 2,406 4,070
Survei I vs IV -1,6458 -2,043 -1,2486 <0,0001*
0,193 0,130 0,287
Survei II vs IV -0,8238 -1,1215 -0,5261 <0,0001*
0,439 0,326 0,591
Survei III vs IV -0,399 -0,6798 -0,1181 0,0054*
0,671 0,507 0,889
* Menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05
Dari Tabel 8 tampak bahwa pada tingkat pencucian secara teratur tidak ada perbedaan antara daerah perlakuan maupun kontrol. Pada tingkat pencucian secara teratur terlihat adanya pengaruh tingkat prevalensi malaria terhadap tingkat pencucian. Keluarga yang tinggal di daerah dengan prevalensi malaria rendah memiliki tingkat pencucian LLIN secara teratur e0,5090 atau 1,66 kali lebih besar dengan selang kepercayaan (SK) 95% (1,23-2,24) dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Adapun daerah dengan prevalensi malaria sedang memiliki tingkat pencucian LLIN 3,13 (SK 95%; 2,41-4,07) kali lebih besar dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi.
dibandingkan dengan survei I, sebesar 2,3 (SK 95%; 1,7 – 3,0) kali dibandingkan dengan survei II, dan 1,1 (SK 95%; 1,5 - 2,0) kali dibandingkan dengan survei III. Pemanasan LLIN
[image:52.595.85.485.120.826.2]Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan LLIN dalam meningkatkan aktivitas biologiknya setelah pencucian. Untuk itu maka seluruh keluarga yang memiliki kelambu di daerah perlakuan diberi sosialisasi untuk memanaskan LLIN setelah dicuci dan diangin-angin sebentar (sampai airnya turun). Pemanasan kelambu dilakukan dengan cara memasukkan kelambu yang telah dicuci ke dalam pelastik hitam dan menjemurnya di bawah terik matahari selama 4-6 jam. Wilayah kerja puskesmas yang merupakan daerah perlakuan adalah Puskesmas Sungai Liat dan Puskesmas Sinar Baru di Kecamatan Sungai Liat, Puskesmas Bakam di Kecamatan Bakam, Puskesmas Petaling di Kecamatan Mendo Barat, Puskesmas Puding Besar di Kecamatan Puding Besar, dan Puskesmas Gunung Muda di Kecamatan Belinyu. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pemanasan LLIN maka dilakukan survei setiap tiga bulan sekali.
Tabel 9 Jumlah Keluarga yang Melakukan Pemanasan LLIN Jumlah
kelambu dipanaskan
Survei I Survei II Survei III Survei IV
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
0 282 248 131 230 123 237 66 231 100,0% 100,0% 46,7% 100,0% 45,0% 100,0% 24,8% 99,5%
1 0 0 123 0 130 0 170 1
0,0% 0,0% 47,1% 0,0% 48,0% 0,0% 63,9% 0,5%
2 0 0 15 0 19 0 30 0
0,0% 0,0% 5,7% 0,0% 7,0% 0,0% 11,3% 0,0%
3 0 0 1 0 0 0 0 0
0,0% 0,0% 0,4% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
Total keluarga yang memanaskan
LLIN
0 0 139 0 149 0 200 1
0,0% 0,0% 51,5% 0,0% 54,8% 0,0% 75,2% 0,4%
Total 282 248 270 230 272 237 266 232
Hasil yang sama juga tampak pada peubah pemanasan secara teratur setiap mencuci kelambu. Pada Tabel 10 terlihat bahwa tingkat partisipasinya juga menunjukkan peningkatan. Di akhir survei terdapat hampir 60% masyarakat di daerah perlakuan yang memanaskan LLIN secara teratur.
Tabel 10 Jumlah Keluarga yang Melakukan Pemanasan LLIN Secara Teratur
Jumlah kelambu dipanaskan
teratur
Survei I Survei II Survei III Survei IV
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
0 282 248 181 230 172 237 108 231 100,0% 100,0% 65,9% 100,0% 63,1% 100,0% 40,6% 99,5%
1 0 0 79 0 92 0 136 1
0,0% 0,0% 30,3% 0,0% 33,9% 0,0% 51,1% 0,5%
2 0 0 9 0 8 0 22 0
0,0% 0,0% 3,4% 0,0% 3,0% 0,0% 8,3% 0,0%
3 0 0 1 0 0 0 0 0
0,0% 0,0% 0,4% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% Total keluarga yang
memanaskan LLIN teratur
0 0 89 0 99 0 158 1
0,0% 0,0% 33,0% 0,0% 36,5% 0,0% 59,4% 0,4%
Total 282 248 270 230 271 237 266 232
PEMBAHASAN
petugas puskesmas dan para kader bekerjasama dengan kepala daerah setempat, agar dapat mengambil kembali LLIN yang tidak dipakai dan menyalurkannya kepada keluarga yang memerlukan.
Meskipun kepemilikannya sudah cukup baik namun tingkat pemakaian LLIN masih kurang memuaskan. Dari hasil survei tampak bahwa persentase keluarga yang menggunakan minimal 1 LLIN yang dimilikinya adalah berkisar antara 67,3% - 81,1% (Gambar 5, dengan mengabaikan survei I). Dari persentase tersebut, tidak seluruh anggota keluarga tidur menggunakan LLIN. Dari Gambar 7 terlihat bahwa tingkat pemakaiannya secara umum dari keseluruhan penduduk masih sangat rendah, yaitu berkisar antara 46.2% sampai 65.1%. Persentase penggunaan LLIN yang rendah secara masal mengurangi tingkat proteksi LLIN tersebut terhadap malaria (Maxwell et al. 2002;