SKRIPSI
Disusun Oleh : Rizki Fajar Audi
20120210056
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
ii SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk memenuhi sebagai syarat memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Disusun Oleh : Rizki Fajar Audi
20120210056
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
iv
Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya (Ali Bin abi Thalib)
Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia menyelesaikannya dengan baik (HR. Thabrani)
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukai
v
kemudahan, sehingga saya dapat menyelesaikan karya kecilku ini.
Semoga karya ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu yang
seluas samudra.
Dengan penuh kebahagiaan, skripsi ini saya persembahkan untuk
Kedua orang tua, dan kakak, ibu yang tiada hentinya mendoakan dan memberi semangat, bapak yang rela membantu
angkat-angkat jerami padi sampai nyacah2 dan membantu membuat
kompos.
Kedua dosen pembimbingku yang dengan sabar selalu memberikan arahan dan menyempatkan waktu dalam membimbing saya.
Gerryn Renaldi (InsyaAllah) calon pemimpinku yang selalu memberi motivasi dan rela kesana-kemari mencari daun gamal
demi skripsi ini.
Teman dekat (sahabat) wiwid, ela, dyah, nophii, cirul, wheny, rubii, dan usfii yang selalu memberikan motivasi, temen diskusi,
rela bolak-balik samas, pokoknya selalu membantu dari awal
sampai akhir (suka-duka bersama).
Teman-teman Agroteknologi angkatan 2012 yang selalu memberikan dukungan
vi
D. Daun Gamal (Gliricidia sepium) ... 12
E. Blotong ... 14
F. Budidaya Jagung ... 15
G. Hipotesis ... 16
III. TATA CARA PENELITIAN ... 17
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
A. Pertumbuhan Tanaman ... 24
1. Tinggi tanaman... 24
vii
viii
Tabel 2. Hasil rerata diameter batang ... 27
Tabel 3. Hasil rerata jumlah daun ... 29
Tabel 4. Hasil rerata berat segar tanaman ... 32
Tabel 5. Hasil uji jarak berganda Duncan 5% terhadap berat kering tanaman ... 34
ix
x
Lampiran 1. Lay Out Penelitian (Rancangan Acak Kelompok Lengkap) ... 44
Lampiran 2. Perhitungan Kebutuhan Pupuk ... 45
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam ... 47
Lampiran 4. Hasil Uji Pupuk Kompos ... 50
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ... 51
i ABSTRACT
The research, entitled The Effect of Various Sources of Organic Matter to Increase The Growth And Yield of Corn In Samas Coastal Land was conducted from December up to April 2016 in Samas coastal land, Bantul, Yogyakarta.
The research was arranged in Randomized Completely Block Design (RCBD) consisting of 3 treatments. The treatments were:
P1: 6,504 tons/ hectare rice straw compost P2: 2,395 tons/hectare gamal leaves compost P3: 11,428 tons/hectare blotong compost.
Each treatment was replicated 4 times and consisted of 5 samples per replication.
The results showed that the application of rice straw compost with dose of 6,504 tons per hectare can increase vegetative growth of corn and tends increase corn yield than the other treatments.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman pangan merupakan komoditi penting dan strategis. Salah satu
komoditi pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat adalah jagung.
Jagung memiliki arti penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka
perbaikan gizi masyarakat, karena jagung merupakan salah satu sumber
karbohidrat.
Kebutuhan jagung di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun
seiring dengan pertumbuhan penduduk. Luas panen jagung pada tahun 2013
seluas 3.821.504 hektar dengan produksi sebesar 18.511.853 ton (BPS, 2014).
Jumlah tersebut untuk mencukupi kebutuhan jagung domestik untuk pakan dan
industri pakan sekitar 57%, sisanya sekitar 34% untuk pangan, dan 9% untuk
kebutuhan industri lainnya (M. Syahril, 2009). Berdasarkan data tersebut maka
Indonesia perlu meningkatkan produksi dalam negeri untuk dapat memenuhi
kebutuhan jagung dalam dan luar negeri.
Saat ini lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia mengalami
penyempitan akibat konversi lahan menjadi lahan nonpertanian seperti
pemukiman, industri, transportasi, dan lain sebagainya. Dalam 5 tahun terakhir
luas tanam jagung nasional mengalami penyusutan sebesar 180.220 hektar dari
tahun 2008 sampai 2013 (BPS, 2014). Hal tersebut dapat menjadi dasar
lahan pasir pantai, salah satunya adalah lahan pasir pantai Samas, Bantul,
Yogyakarta.
Lahan pasir pantai yang terdapat di daerah Samas terhampar di sepanjang
dataran pantai membentuk barisan gumuk pasir (sand dunes). Lahan pasir memiliki
produktivitas rendah. Produktivitas lahan pasir pantai yang rendah disebabkan oleh
faktor pembatas yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air (retensi)
rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat rendah
dan efisiensi penggunaan air rendah (Bambang Djatmo kertonegoro, 2001;
Al-Omran, et al., 2004).
Dasar pengelolaan lahan marginal pada umumnya dimulai dari faktor
pembatas yang dimilikinya. Untuk lahan pasir pantai, masalah yang pertama kali
harus diatasi adalah strukturnya yang berbutir tunggal, sehingga daya simpan
lengasnya rendah yang mengakibatkan ketersediaan unsur hara yang diserap tanaman
juga rendah. Pemberian bahan organik ke dalam tanah merupakan praktek yang
paling dianjurkan, dan biasanya diberikan dalam takaran yang melebihi anjuran pada
umumnya. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dalam jumlah 30 – 40 ton/hektar
dapat diambilkan dari berbagai sumber bahan organik (Gunawan Budiyanto, 2014).
Salah satu sumber bahan organik berasal dari limbah pertanian. Limbah
pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian pucuk, batang
pertanian dapat dimanfaatkan. Pada saat ini pemanfaatan limbah pertanian oleh petani
masih tergolong rendah, yaitu hanya sebagai pakan ternak (Fajar Sriyani, 2012).
Melihat kandungan limbah pertanian merupakan unsur yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman serta pemanfaatan limbah pertanian yang belum optimal,
limbah pertanian berpeluang untuk dijadikan sumber bahan organik.
Bahan organik merupakan salah satu pembenah tanah yang telah dirasakan
manfaatnya dalam perbaikan sifat – sifat tanah baik sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Secara fisik memperbaiki struktur tanah, menentukan tingkat perkembangan
struktur tanah dan berperan pada pembentukan agregat tanah, meningkatkan daya
simpan lengas karena bahan organik mempunyai kapasitas menyimpan lengas yang
tinggi (Tate, 1987 dalam Prapto Yudono Rajiman dkk., 2008). Dengan demikian
lengas tanah terawetkan yang berarti lengas tidak mudah hilang dari dalam tanah.
Demolon dan Henin (1932) dalam Yogi Sugito dkk. (1995) menyatakan bahwa bahan
organik koloidal lebih efektif daripada lempung sebagai penyebab pembentukan
agregat yang stabil dengan pasir.
Telah banyak penelitian pemanfaatan bahan organik untuk memperbaiki tanah
pasir pantai, hasil penelitian Prapto Yudono Rajiman dkk. (2008) menunjukkan
bahwa dengan bahan organik dan limbah karbit 20 ton per hektar di tanah pasir pantai
nyata meningkatkan jumlah fraksi lempung, debu, porositas, kadar lengas,
menurunkan BV, BJ dan meningkatkan berat segar, berat kering, berat kering oven
tersebut mempunyai kemampuan yang baik dan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan retensi air tanah pasir pantai Samas, Bantul, Yogyakarta.
B. Perumusan Masalah
Lahan pasir pantai yang terdapat di daerah Samas memiliki produktivitas
rendah. Produktivitas lahan pasir pantai yang rendah disebabkan oleh faktor pembatas
yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air (retensi) rendah.
Permasalahan tersebut, diperlukan teknologi pengelolaan air untuk meningkatkan
retensi air. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan
menambahkan bahan organik dengan takaran tertentu. Dengan demikian
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sumber bahan organik apa
yang dapat meningkatkan retensi air tanah pasir pantai Samas Bantul Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan sumber bahan organik
yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung di lahan pasir
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lahan Pasir Pantai
Di sebagian lahan pantai yang ada di Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), terhampar memanjang dari pantai Parang Endok di Kabupaten Bantul
sampai Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo. Bahan asal lahan pantai ini di
dominasi oleh fraksi pasir, dan dikenal sebagai lahan pasir pantai. Bahan baku
lahan ini berasal dari deflasi abu vulkanik dan materi pasir yang dibawa oleh
aliran sungai-sungai yang membelah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bermuara
di laut selatan. Setelah diendapkan di pinggir pantai, dengan bantuan gelombang
laut Selatan yang terkenal besar, materi pasir ini disebarkan di sepanjang pantai –
pantainya. Di bagian Timur yang berbatasan dengan kabupaten Dati II Gunung
Kidul, pasir pantai ini disebar luaskan ke arah darat oleh hempasan angin yang
membentur tebing kapur disisi Timur Pantai Parang Endok. Proses ini
mengakibatkan di kawasan Pantai Parang Endok sampai Parang Kusumo, banyak
terdapat gumuk-gumuk pasir dan di bagian lembahnya sering dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian (Gunawan Budiyanto, 2014).
Karakteristik lahan gumuk pasir wilayah ini adalah tanah bertekstur pasir,
struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya
rendah, evaporasi tinggi dan tiupan angin laut kencang. Berdasarkan kriteria
CSR/FAO 1983 kesesuaian aktual lahan pasir Pantai Selatan DIY termasuk kelas
Tidak Sesuai atau Sesuai Marginal untuk komoditi tanaman pangan dan sayuran.
kecenderungan perbaikan hasil dari perlakuan-perlakuan yang dilakukan terhadap
tanah meskipun belum mantap (A. M. Sudihardjo, 2000).
Kesuburan tanah yang dimiliki oleh tanah pasiran rendah karena temperatur
dan infiltrasi yang tinggi memungkinkan tingkat retensi air tanah pasir pantai menjadi
rendah. Selain itu, stabilitas agregat dan kandungan liat tanah pasiran rendah sehingga
pada saat hujan, air dan hara akan mudah hilang melalui proses pergerakan air ke
bawah (Gunawan Budiyanto, 2009). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Partoyo (2005) menunjukkan bahwa potensi kesuburan fisik lahan pasir pantai Samas
cukup rendah, kadar air (0,32%), fraksi pasir (93%), fraksi debu (6,10%), fraksi liat
(0,54%), bobot isi (2,97 g/cm3), bobot volume (1,93 g/cm3), porositas tanah total
(35,07%). Potensi kimianya juga rendah, hal tersebut ditunjukkan dari hasil
pengukuran kadar C-organik (0,29%) dan N-total (0,043%), P-tersedia (4,84 ppm),
K-tersedia (2,23 ppm), N-tersedia (0,020%) dan pH H2O (7,01).
B. Bahan Organik 1. Sumber Bahan Organik
Bahan organik tanah merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur
ulang, dirombak oleh mikroorganisme menjadi unsur yang dapat digunakan oleh
tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik merupakan penimbunan
sisa-sisa tanaman dan binatang yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi
Sumber primer dari bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar,
batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui
proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan
organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa
polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan-bahan pektin dan lignin.
Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan
organik karena merupakan unsur yang paling penting dalam sel mikrobia yang
terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan
mengalami dekomposisi dan akan terangkut di lapisan bawah serta diinkorporasikan
dengan tanah (Elisa, 2013).
Sumber sekunder dari bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu
harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbang pula
bahan organik (Elisa, 2013).
Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini
tergantung dari beberapa hal, yaitu tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, mikroba
tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan penggelolaan tanah. Komposisi
atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada
umumnya jaringan binatang akan lebih cepat hancur daripada jaringan tumbuhan.
Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan
rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein
10%, lignin 10-30%, dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan, unsur karbon
masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh unsur hara
yang diserap dan diperlukan oleh tanaman kecuali C, H, dan O (Elisa, 2013).
2. Peran Bahan Organik Dalam Memperbaiki Sifat Fisika Tanah
a. Memperbaiki struktur tanah
Bahan organik dapat berperan sebagai perekat butiran-butiran tanah,
sehingga butiran tanah bersifat tidak mudah hancur. Struktur tanah yang kaya
bahan organik juga akan menjadi lebih berpori (Happy Muyani, 2014).
b. Menjaga kelembaban tanah
Bahan organik dapat menahan (menyimpan) air hingga 20 kali beratnya.
Daya serapnya terhadap air dan hara dapat mencapai 10-1.000 kali lebih besar
dibandingkan mineral tanah dan sebagai akibatnya, bahan organik tanah selalu
dihubungkan dengan kandungan air dalam tanah (Soemarno, 2013 dalam Happy
Mulyani, 2014).
c. Mengurangi fluktuasi temperatur tanah
Semakin tinggi bahan organik tanah, semakin gelap pula warna tanah.
Kemampuan penyerapan energi sinar matahari yang dimiliki pun menjadi
semakin tinggi. Tanah-tanah yang banyak mengandung bahan organik mampu
mengabsorbsi radiasi sinar matahari yang masuk. Tingginya daya absorbsi panas
dan rendahnya daya hantar panas bahan organik menyebabkan keberadaannya
3. Peran Bahan Organik Dalam Memperbaiki Sifat Kimia Tanah
a. Meningkatkan pH tanah
Proses dekomposisi bahan organik akan menghasilkan gugus karboksil
(RCOOH). Keberadaan gugus hidroksida (OH) akan berkontribusi sebesar 50%
dalam masalah kesuburan tanah. Tanah berkadar organik tinggi juga akan
cenderung mempunyai pH yang tinggi. Pada pH netral, semua unsur hara makro
menjadi mudah larut dalam air sehingga lebih tersedia untuk diserap akar
tanaman. Kemungkinan terjadinya toksisitas unsur hara mikro juga dapat ditekan
dengan ketersediaan unsur hara mikro pada kondisi pH netral (Happy Mulyani,
2014).
b. Meningkatkan ketersediaan unsur hara
Unsur hara mudah diserap akar tanaman yang mengandung bahan organik
berkadar tinggi. Peningkatan hara tersedia dapat terjadi melalui suatu proses
mineralisasi bagian bahan organik yang mudah terurai (Happy Mulyani, 2014).
c. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah
Peningkatan kandungan bahan organik tanah akan menyebabkan nilai
KTK tanah menjadi lebih tinggi. Gugus karboksil dalam bahan organik akan
mengikat kation-kation. Sekitar 20-70% KTK tanah ditentukan oleh keberadaan
bahan organik tanah. Koloid organik (humus) mempunyai daya jerap lebih besar
dibandingkan liat. Nilai KTK nya dapat mencapai 30 kali lebih besar daripada
d. Bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa kompleks sehingga dapat
mengurangi sifat racun logam berat.
Bahan organik memiliki peran aktif terhadap pengikatan logam.
Pemberian bahan organik dalam jangka panjang dapat menurunkan kadar logam
berat, seperti Al, Fe, dan Mn (Kasno, 2009). Hal tersebut didukung (Happy
Mulyami, 2014) yang menyatakan bahwa jika bahan organik dalam tanah makin
tinggi, kadar logam berat seperti Cu, Zn, dan Fe menjadi makin rendah.
Penambahan dosis pupuk organik juga tercatat dapat semakin menurunkan
akumulasi residu Pb (Soemarno, 2013 dalam Happy Mulyani, 2014).
e. Mengikat unsur-unsur penyebab salinitas sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan unsur-unsur hara.
Akumulasi garam di daerah perakaran tanaman dapat mengakibatkan
tanaman menjadi layu karena tidak mampu lagi menyerap air tanah di daerah
perakaran. Pupuk organik dengan kandungan bahan organik tanah 3-4,5% dapat
menurunkan salinitas tanah (Sumarsono dkk., 2005).
4. Fungsi Biologi Bahan Organik
Keberadaan bahan organik tanah akan memicu pertumbuhan mikroorganisme
yang berperan penting dalam peningkatan kesuburan tanah. Aplikasi penambahan
bahan organik secara kontinyu dapat menghasilkan peningkatan aktivitas
mikroorganisme dalam membebaskan hara yang terkandung di dalamnya (Kemas Ali
Hanafiah, 2013). Hal tersebut dikarenakan bahan organik merupakan sumber energi,
sebesar 4% akan mempunyai 170-200 juta kilo kalori energi potensial setiap hektar
lapisan olah atau setara dengan energi yang dapat dihasilkan oleh 20-25 ton batu bara
(Kemas Ali Hanafiah, 2013). Nilai energi tiap komponen organik, yaitu Glukosa 19
kJ/g, lipid 39 kJ/g, dan protein 23 kJ/g. selain itu keberadaan bahan organik akan
menyebabkan temperatur dalam tanah menjadi lebih stabil dan kelembaban tanah
tinggi sehingga organisme dalam tanah akan hidup (Happy Mulyani, 2014).
C. Jerami Padi
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai
penambah unsur hara apabila dikembalikan ke dalam tanah. Sampai saat ini,
penanganan limbah jerami padi oleh petani sebagian besar dilakukan dengan cara
dibakar dan abunya digunakan sebagai pupuk. Penanganan limbah dengan cara
dibakar mengakibatkan beberapa unsur hara seperti C dan S menjadi hilang dan
apabila dilakukan secara terus-menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan sekitarnya.
Nilai jerami padi sebagai pupuk umumnya terlupakan. Pembakaran jerami
merupakan kegiatan yang umum dilakukan di banyak negara, disebabkan sulitnya
mencampur jerami dalam jumlah besar ke dalam tanah. Jerami padi memiliki dinding
sel yang terdiri dari 39.7 % selulosa dalam berat kering, 25.2% hemiselulosa dan
4.8% lignin. Pada sekam padi mengandung mineral silika (SiO2) sebesar 23.96% dan
pada bagian jerami mengandung 4-9% silika (Purwanto, 1988)
Menurut Purwanto (1988) jerami padi adalah semua bahan hijauan padi selain
0,6% N, 0,1% P, 0,1% S, 1,5% K, 5% Si dan 40% C (Ponammperuma, 1984).
Kompos Jerami padi merupakan sumber nutrisi makro yang baik bagi tanaman.
Jerami padi sebanyak 5 ton mengandung sekitar 2 ton Karbon, yang dilahan basah
dapat menjadi sumber tidak langsung unsur N. Faktor lain yang merupakan
keuntungan dari penggunaan jerami sebagai sumber pupuk organik adalah tersedia
langsung di lahan usaha tani. Ketersediaan jerami pada lahan sawah dalam sekali
tanaman bervariasi yaitu sekitar 2 – 10 ton setiap hektar. Berdasarkan perhitungan
dari berbagai sumber, berat jerami padi adalah 1,44 kali dari hasil panen GKG (gabah
kering giling).
D. Daun Gamal (Gliricidia sepium)
Tanaman famili leguminoceae merupakan jenis tanaman yang berpotensi
sebagai sumber hara tanaman dalam bentuk pupuk organik, termasuk Gamal
(Gliricidia sepium). Keunggulan tanaman ini dibandingkan jenis leguminoceae lain
yang berbentuk pohon yaitu tanaman yang mudah ditemukan di sekitar lahan pasir
pantai, mudah dibudidayakan, pertumbuhannya cepat, produksi biomasanya tinggi,
dan berpotensi sebagai tanaman konservasi khususnya dalam sistem budidaya lorong
(Alley cropping).
Selain itu sebagai jenis leguminoceae, gamal mempunyai kandungan nitrogen
yang cukup tinggi dengan C/N rendah, menyebabkan biomasa tanaman ini mudah
P sebesar 0,22%, K sebesar 2,65%, Ca sebesar 1,35% dan Mg sebesar 0,41%. Untuk
memperoleh karakteristik pupuk organik seperti yang dikemukakan di atas maka
lamanya dekomposisi daun gamal disamping teknik dekomposisi harus dapat
diperhitungkan secara lebih baik. Sebagai tindak lanjut dalam mengatasi
permasalahan ini, telah dilakukan percobaan menyangkut lama pengomposan
terhadap daun gamal dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman ( Bachrul
Ibrahim, 2001).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lahadassy dkk. (2007), menunjukan
bahwa pupuk organik padat daun gamal (POPDG) secara umum berpotensi
meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama tanaman sawi. Hasil terbaik yang
dapat diperoleh pada penggunaan POPDG terhadap tanaman sawi adalah 6 – 8
ton/hektar. Penggunaan POPDG dengan dosis lebih dari 8 ton/hektar, cenderung
mengurangi laju pertumbuhan vegetatif dan berat basah tanaman sawi. Adanya
kandungan senyawa-senyawa antinutrisi dalam daun gamal berpeluang membatasi
potensinya sebagai pupuk organik padat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lahadassy dkk. (2007), menunjukan
bahwa pupuk organik padat daun gamal (POPDG) secara umum berpotensi
meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama tanaman sawi. Pertumbuhan vegetatif
tanaman sawi berupa jumlah daun dan tinggi tanaman sawi yang optimal dicapai pada
E. Blotong
Blotong atau disebut “filtermud” adalah kotoran nira tebu dari proses
pembuatan gula yang disebut sebagai byproduct. Persentase blotong yang dihasilkan
dari tiap hektar pertanaman tebu yaitu sekitar 4-5%. Kotoran nira ini terdiri dari
kotoran yang dipisahkan dalam proses penggilingan tebu dan pemurnian gula.
Persentase kotoran nira ini cukup tinggi yaitu 9-18% dari tebu basah, dan sangat
cepat terdekomposisi menjadi kompos. Pada umumnya blotong ini diakumulasi di
lapangan terbuka di sekitar pabrik gula, sebelum dimanfaatkan untuk pertanian
(Lahuddin, 1996). Limbah pabrik tersebut dapat dimanfaatkan menjadi salah satu
alternatif solusi sebagai pupuk kompos dalam budidaya tanaman tebu di lahan kering
guna meningkatkan pertumbuhan dan hasil tebu itu sendiri.
Blotong adalah suatu hasil samping pengolahan tebu menjadi gula, suatu
bahan padat yang berwarna coklat kehitaman. Dibandingkan dengan kadar gula yang
dihasilkan, blotong memiliki berat relatif besar yaitu sekitar 2 sampai 4 % berat tebu
terolah. Sebagian besar bahan ini berasal dari batang tebu sehingga memiliki kadar
selulosa tinggi dan rasio C/N 12 – 40 tergantung dari tingkat dekomposisi yang
terjadi (Gunawan Budiyanto, 2014).
Bahan ini memiliki kandungan C-organik yang tinggi yang penting dalam
proses pembentukan humus tanah yang dapat memperbaiki struktur tanah,
meningkatkan kemampuan pengikatan air tanah-tanah pasir. Blotong yang dihasilkan
oleh Pabrik Gula Madukismo Bantul Yogyakarta memiliki kadar air 9,38%,
3,28%, asam fulvat 3,63% kapasitas penukar kation 37,32 me/100g, K-total 1,21%
dan K-tersedia 14,26 me/100g (Gunawan Budiyanto, 2014).
Gunawan Budiyanto, dkk. (1997) telah meneliti potensi penggunaan blotong
pada berbagai dosis (20 sampai 35 ton per hektar) guna mengatasi keterbatasan fisik
dan kimia lahan pasir pantai Trisik Kulon Progo DIY. Hasil analisis blotong
menunjukkan bahan ini memiliki peluang cukup baik untuk meningkatkan kualitas
lahan-lahan pasir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan dengan dosis
minimal 25 ton per hektar dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jagung yang diukur dari berat biomassa segar dan kering tanaman serta
kandungan kalium dalam jaringan tanaman.
F. Budidaya Jagung
Tanaman jagung termasuk dalam kerajaan Plantae, divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledone, bangsa Graminae, keluarga
Graminaceae, marga Zea, dan spesies Zea mays L (http: //id .wikipedia . org / wiki /
Jagung. Diakses pada 22 Maret 2015).
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari daratan rendah sampai di daerah
pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 meter di atas permukaan
laut. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 meter di atas permukaan laut
(dpl) merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung dan
ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan terus merata. Jenis
tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi),
latosol, grumusol, dan tanah berpasir. Tanaman jagung tumbuh dengan baik pada
tanah yang subur, gembur, dan kaya humus. Keasaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6-7,5 (Purwono dan Rudi, 2011).
Budidaya jagung meliputi beberapa tahapan antara lain yaitu penyiapan benih,
pengolahan tanah/persiapan media tanam, penanaman, pemeliharaan (penjarangan,
penyiangan dan pembubunan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit,
pengairan), dan panen. Pemupukan tanaman jagung menggunakan dosis anjuran yaitu
pupuk Urea 200-300 kg/hektar, SP-36 100-200 kg/hektar, dan KCl 50-100 kg/hektar
(Purwono dan Rudi, 2011).
G. Hipotesis
Perlakuan sumber bahan organik dari blotong dengan takaran 11,428
ton/hektar merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil
17
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan pasir pantai Samas, Bantul, Yogyakarta
dan analisis di Laboratorium Penelitian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember – April 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu lahan pasir pantai
Samas, jerami padi, daun gamal, blotong, dedak, kapur, EM4, gula jawa, benih
jagung hibrida Makmur 4, Urea, SP-36, KCl, dan air.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkul, sekop, bagor,
gunting, neraca analitik, meteran, oven, gelas ukur, jangka sorong, selang, ember.
C. Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan menggunakan metode percobaan faktor tunggal
yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan
perlakuan sumber bahan organik sebagai berikut:
P1: 6,504 ton per hektar kompos jerami padi
P2: 2,395 ton per hektar kompos daun gamal
P3: 11,428 ton per hektar kompos blotong
Masing – masing perlakuan P1, P2, dan P3 disetarakan dengan 20 ton
12 unit percobaan, setiap unit percobaan terdapat 5 sampel, sehingga diperoleh 60
satuan percobaaan (Lampiran 1).
D. Cara Penelitian 1. Pembuatan kompos
Proses pembuatan kompos dari jerami padi, daun gamal, dan blotong
dilaksanakan dengan mengomposkan bahan-bahan tersebut dengan kondisi kering.
Blotong diperoleh dari Pabrik Gula Madukismo Bantul Yogyakarta, sedangkan
jerami padi dan daun gamal diperoleh dari daerah sekitar lahan pasir pantai Samas.
Kemudian daun gamal dan jerami padi masing-masing dicacah, ditaburi dedak, kapur
dan disiram air yang telah dicampur EM4 dan gula. Masing-masing diaduk sampai
merata hingga keadaan air 60%, kemudian dimasukkan ke dalam karung dan diikat
lalu karung dilubangi. Setelah satu minggu, kompos diaduk dan dibalik secara merata
untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Selama
proses pengomposan terjadi peningkatan suhu, yang menandakan sedang terjadi
proses perombakan bahan organik oleh mikroba. Ciri-ciri kompos yang matang yaitu
berwarna coklat kehitaman, menjadi remah, tidak berbau, suhu tidak panas, dan
kering. Pengomposan ini berlangsung selama 4 minggu.
2. Pengaplikasian kompos pada budidaya jagung
a. Pengolahan lahan
Lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan tanah pasir pantai
Pengolahan lahan yaitu dengan membersihkan lahan dari rumput-rumput
kemudian digemburkan dengan cara mencangkul untuk membalikkan tanah dan
dikering anginkan selama seminggu. Setelah kondisi kering angin tercapai,
kemudian lahan dibuat petak-petak percobaan seluas 7 m2 (2 m x 3,5 m) dengan
jarak antar petak 50 cm. Setiap petak percobaan terdapat 28 tanaman dengan jarak
tanam 50 x 50 cm, 5 tanaman merupakan tanaman sampel yang diamati.
Kemudian setiap petak percobaan diberi kompos bahan organik dengan takaran
sesuai perlakuan (9,33 kg kompos jerami padi, 1,78 kg kompos daun gamal, dan
4,75 kg kompos blotong) dan pupuk 1/3 takaran pupuk Urea (58.24 gram), SP-36
(105 gram), dan KCl (52,5 gram). Kemudian diinkubasi selama 1 minggu. Selama
inkubasi kelembaban tanah harus tetap terjaga dengan cara diberi air sesuai
dengan kebutuhan tanaman jagung.
b. Persiapan benih
Benih yang digunakan pada penelitian ini yaitu biji jagung hibrida
Makmur 4.
c. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah tanah diinkubasi dengan cara menanam 2
biji jagung hibrida Makmur 4 kedalam setiap lubang tanam.
d. Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 1 minggu
setelah tanam (MST) dengan memilih 1 tanaman jagung dengan pertumbuhan
e. Penyiangan dan pembubunan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma disekitar tanaman
jagung dan penyiangan dilakukan sesuai dengan pertumbuhan gulma.
Pembubunan dilakukan saat tanaman mulai tumbuh tinggi yaitu 4 minggu setelah
tanaman (MST).
f. Pemupukan susulan
Pemupukan tanaman jagung menggunakan dosis anjuran yaitu pupuk Urea
250 kg/hektar (6,25 gram/tanaman), SP-36 150 kg/hektar (3,75 gram/tanaman),
dan KCl 75 kg/hektar (1,875 gram/tanaman). Pemberian pupuk dilakukan 3 kali
yaitu saat persiapan lahan atau pupuk dasar (1/3 dosis pupuk Urea, pupuk SP-36,
KCl, kompos sumber bahan organik seluruhnya), pupuk susulan I pada saat
tanaman berumur 4 MST (1/3 pupuk Urea), dan pupuk susulan II pada saat
tanaman berumur 8 MST (1/3 pupuk Urea). Pemupukan dilakukan dengan
membenamkan pupuk di zona perakaran.
g. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore dengan memberi air
menggunakan selang dan pompa.
h. Panen
Panen tanaman jagung hibrida Makmur 4 dilakukan pada tanaman
berumur 84 hari setelah tanam yang ditandai dengan tongkol atau klobot mulai
mengering, biji kering, keras dan mengkilat. Pemanenan dilakukan dengan cara
batang dan daun) dimasukan kedalam kantong kertas yang sudah diberi label dan
untuk selanjutnya dilakukan analisis data.
E. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali sejak
tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman dipanen. Pengukuran
dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang bawah hingga ujung
daun tertinggi menggunakan meteran.
2. Diameter batang (cm)
Pengukuran diameter batang dilakukan satu minggu sekali sejak tanaman
berumur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman dipanen. Pengukuran diameter
batang diukur pada bagian pangkal batang jagung menggunakan jangka sorong.
3. Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap satu minggu sekali sejak
tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman dipanen. Penghitungan
dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang membuka.
Pengukuran berat segar tanaman dilakukan setelah panen. Pengukuran
dilakukan dengan cara menggemburkan tanah di zona perakaran kemudian
mencabut tanaman tersebut dan membersihkannya dari tanah. Setelah tanaman
dibersihkan kemudian dilakukan penimbangan dengan neraca analitik.
5. Berat kering tanaman (g)
Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah panen dengan cara
tanaman yang telah ditimbang berat segarnya, dijemur pada terik sinar matahari
hingga kering. Tanaman yang telah dikeringkan kemudian dibungkus dengan
kertas dan dioven pada suhu 650C sampai beratnya konstan.
6. Berat tongkol berklobot (g)
Pengamatan dilakukan setelah panen pada masing-masing sampel
perlakuan dengan cara menimbang tongkol beserta klobotnya menggunakan
neraca analitik.
7. Berat tongkol tanpa klobot (g)
Pengamatan dilakukan setelah panen pada masing-masing sampel
perlakuan dengan cara menimbang tongkol yang sudah dibuang klobotnya
menggunakan neraca analitik.
8. Indeks panen
Pengamatan indeks panen dilakukan setelah panen dengan menimbang
berat tongkol berklobot dibagi dengan berat tongkol tanpa klobot.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya di sidik ragam pada
tingkat kesalahan 5 %. Apabila ada beda nyata pengaruh antar perlakuan yang
diujicobakan dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan pada tingkat
kesalahan 5%.
G. Jadual Penelitian
Kegiatan Desember Januari Februari Maret April 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Persiapan
Pengomposan Persiapan lahan
Pengaplikasian Pengamatan Analisis data dan
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati
dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari
lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata kepada parameter
tinggi tanaman. Hasil rerata tinggi tanaman dapat dilihat dalam tabel 1.
Tabel 1. Hasil rerata tinggi tanaman
Perlakuan Tinggi Tanaman
P1 (6,504 ton per hektar kompos jerami padi) 206,38 P2 (2,395 ton per hektar kompos daun gamal) 199,61 P3 (11,428 ton per hektar kompos blotong) 207,25
Pengaruh yang sama antar semua perlakuan kepada tinggi tanaman jagung
diduga dipengaruhi oleh ketersediaan air. Menurut F. Leiwakabessy (1988) yang
menyatakan bahwa pertambahan tinggi tanaman berbanding lurus dengan jumlah
air yang tersedia sampai batas tertentu. Besarnya air yang diserap oleh akar sangat
tergantung pada kandungan air tanah. Lebih lanjut Ritche (1980) menyatakan
bahwa proses yang sensitif terdapat kekurangan air adalah pembelahan sel. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa tanaman sangat peka terhadap defisit air karena
berhubungan dengan turgor, sehingga hilangnya turgiditas dapat menghentikan
pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan tanaman lebih kerdil.
Perlakuan 6,504 ton per hektar pupuk kompos jerami padi, 2,395 ton per
blotong dapat memperbaiki sifat-sifat tanah pasir pantai. Hal ini berarti
penambahan kompos jerami padi, kompos daun gamal, maupun kompos blotong
dapat meningkatkan daya ikat antar partikel tanah, sehingga membentuk agregat
yang lebih mantap. Agregat yang mantap akan membentuk ruang pori dengan
ukuran yang lebih kecil, pori ini kemudian berperan sebagai pemegang air,
sehingga meningkatkan lengas tanah. Hal ini sejalan dengan Sri Setyati Harjadi
(1993) yang menyatakan bahwa kecukupan air ini menyebabkan proses fisiologis
seperti pembelahan dan pembesaran sel dan lain sebagainya akan berjalan dengan
baik. Lebih lanjut Joedojono Wiroatmodjo dan Zulkifli (1988) yang menyatakan
bahwa bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga memacu
pertumbuhan akar sekaligus dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun,
berat basah, dan berat kering tanaman total sebesar 8,38%. Bahan organik dapat
memperbaiki sifat-sifat tanah pasir pantai, sehingga tanah tersebut dapat
menjamin ketersediaan lengas tanah untuk serapan hara pupuk.
Pengamatan tinggi tanaman dimulai pada minggu ke-1 setelah tanam
sampai panen (minggu ke-12 setelah tanam). Grafik pertumbuhan tinggi tanaman
Gambar 1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman setiap minggu
Berdasarkan grafik rerata tinggi tanaman diatas, tinggi tanaman jagung
terus mengalami kenaikan setiap minggunya. Pada minggu ke-5 memasuki
minggu ke-6, terjadi penambahan tinggi tanaman yang cepat. Hal ini sesuai
dengan Belfield dan Brown (2008) yang menyatakan tanaman jagung pada
minggu ke 5 sampai 7 merupakan fase paling kritis pada tanaman jagung. Batang
dan akar tumbuh dengan cepat dengan kebutuhan zat hara dan air cukup tinggi
karena pada minggu ke-5 pertumbuhan daun sudah sempurna. Pada minggu ke-7,
tanaman jagung mulai berbunga, hal ini menyebabkan pertumbuhan tinggi mulai
konstan.
2. Diameter batang
Diameter batang didefinisikan sebagai panjang garis antara dua buah titik
pada lingkaran di sekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu) batang.
Diameter batang adalah dimensi tanaman yang paling mudah diukur terutama
pada bagian bawah. Diameter batang diukur pada bagian bawah tanaman
menggunakan jangka sorong. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3B)
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata kepada parameter
diameter batang. Hasil rerata diameter batang dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 2. Hasil rerata diameter batang
Perlakuan Diameter Batang P1 (6,504 ton per hektar kompos jerami padi) 3,31 P2 (2,395 ton per hektar kompos daun gamal) 3,21 P3 (11,428 ton per hektar kompos blotong) 3,26
Pengaruh yang sama antar semua perlakuan yang diberikan pada tanaman
jagung berhubungan dengan ketersediaan air dan kebutuhan unsur hara tanaman
tersebut. Hal ini berdasarkan Retno dan Darminanti (2009) yang menyatakan
bahwa kandungan hara yang cukup didalam tanah akan menyebabkan
pertumbuhan vegetatif tanaman jagung menjadi baik. Perlakuan 6,504 ton per
hektar pupuk kompos jerami padi, 2,395 ton per hektar pupuk kompos daun
gamal, maupun 11,428 ton per hektar pupuk kompos blotong memberikan
pengaruh yang sama kepada parameter diameter batang. Hal ini diduga pemberian
bahan organik berupa kompos jerami padi, kompos daun gamal, maupun kompos
blotong dapat memperbaiki sifat-sifat tanah pasir pantai. Bahan organik mampu
meningkatkan daya ikat antar partikel tanah, sehingga membentuk agregat yang
lebih mantap. Agregat yang mantap akan membentuk ruang pori dengan ukuran
yang lebih kecil, pori ini kemudian berperan sebagai pemegang air, sehingga
meningkatkan lengas tanah. Meningkatnya lengas tanah menyebabkan air tidak
mudah lolos ke bawah keluar dari kompleks perakaran, sehingga mengakibatkan
terlindi karena air hujan, sehingga proses serapan hara berjalan dengan baik
(unsur hara diserap tanaman dalam bentuk larutan). Nitrogen yang cukup tersedia
bagi tanaman karena merupakan hara utama pada umumnya sangat diperlukan
tanaman karena mampu mendorong untuk pertumbuhan bagian-bagian vegetatif
tanaman seperti daun, batang, dan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Benyamin Lakitan (1996), bahwa nitrogen merupakan penyusun dari banyak
senyawa seperti asam amino yang diperlukan dalam pembentukan atau
pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti batang, daun, dan akar.
Pengamatan diameter batang dimulai pada minggu ke-1 setelah tanam
sampai panen (minggu ke-12 setelah tanam). Pengukuran diameter batang
tanaman jagung dilakukan pada bagian pangkal batang tanaman jagug
menggunakan jangka sorong. Pengamatan diameter batang dilakukan untuk
mengetahui laju pertumbuhan tanaman jagung. Grafik pertumbuhan diameter
batang selama 12 minggu dapat dilihat dalam gambar 2.
Gambar 2. Grafik pertumbuhan diameter batang setiap minggu
Berdasarkan grafik rerata diameter batang diatas, diameter batang tanaman
jagung terus mengalami kenaikan setiap minggunya. Pada minggu ke-7, tanaman
jagung mulai berbunga, hal ini menyebabkan penambahan diameter batang mulai
berkurang.
3. Jumlah daun
Daun merupakan sumber asimilat utama bagi kenaikan berat kering
(Goldsworth dan Fisher, 1996). Kegiatan pertumbuhan dan hasil tanaman
dipengaruhi oleh jumlah daun karena sebagai tempat kegiatan fotosintesis untuk
penghasil energi yang akan diperlukan untuk proses pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3C) menunjukkan bahwa pengaruh
perlakuan tidak berbeda nyata kepada parameter jumlah daun. Hasil rerata jumlah
daun dapat dilihat dalam tabel 3.
Tabel 3. Hasil rerata jumlah daun
Perlakuan Jumlah Daun
P1 (6,504 ton per hektar kompos jerami padi) 15,30 P2 (2,395 ton per hektar kompos daun gamal) 15,45 P3 (11,428 ton per hektar kompos blotong) 15,15
Perlakuan 6,504 ton per hektar pupuk kompos jerami padi, 2,395 ton per
hektar pupuk kompos daun gamal, maupun 11,428 ton per hektar pupuk kompos
blotong memberikan pengaruh yang sama kepada parameter jumlah daun. Hal ini
diduga pemberian bahan organik berupa kompos jerami padi, kompos daun
gamal, maupun kompos blotong dapat memperbaiki sifat-sifat tanah pasir pantai.
Bahan organik mampu meningkatkan daya ikat antar partikel tanah, sehingga
membentuk agregat yang lebih mantap. Agregat yang mantap akan membentuk
pemegang air, sehingga meningkatkan lengas tanah. Semakin besar lengas tanah
menunjukkan kemampuan tanah menahan air semakin besar.
Air merupakan salah satu faktor dari proses fotosintesis. Jika air yang
dibutuhkan tercukupi maka daun akan melakukan proses fotosintesis, sehingga
mengakibatkan pertumbuhan daun dan jumlah daun lebih meningkat. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Joedojono Wiroatmojo dan Zulkifli (1988) yang
menyatakan bahwa kebutuhan air yang cukup menyebabkan pembukaan stomata
dan meningkatkan penyerapan CO2 untuk fotosintesis, sehingga mengakibatkan
pertumbuhan dan jumlah daun meningkat. Menurut Hasan Basri Jumin (1989)
yang menyatakan bahwa dengan persediaan air yang melimpah, tanaman tidak
mengalami kesulitan dalam mendapatkan air, bahkan dalam keadaan air yang
berlebihan dalam tubuh tanaman, air tersebut akan lebih banyak ditransportasikan
untuk menjaga turgor yang berlebihan, yaitu dengan membentuk daun dalam
jumlah banyak. Lebih lanjut, Titiek Islami dan Wani Hadi Utomo (1995) yang
menyatakan bahwa kekurangan air pada tanaman akan berpengaruh terhadap
pembentukan daun, luas daun, dan jumlah daun. Selanjutnya, bahwa laju
pembentukan daun pada tanaman yang kebutuhan airnya terpenuhi adalah konstan
setiap saat bila dibandingkan dengan yang mengalami kekurangan air, sehingga
pembentukan daunnya lambat.
Selain dipengaruhi oleh ketersediaan air, jumlah daun juga dipengaruhi
oleh ketersediaan unsur hara Nitrogen (N). Adanya pengaruh perlakuan yang
hektar pupuk kompos jerami padi, 2,395 ton per hektar pupuk kompos daun
gamal, maupun 11,428 ton per hektar pupuk kompos blotong mampu membentuk
agregat tanah yang menjamin ketersediaan lengas untuk serapan hara Nitrogen.
Agregat yang terbentuk akan mengikat air yang menyebabkan air tidak mudah
lolos ke bawah keluar dari kompleks perakaran, sehingga mengakibatkan
pemupukan Nitrogen lebih efektif karena unsur hara Nitrogen tidak banyak
terlindi karena air hujan, sehingga proses serapan hara berjalan dengan baik
(unsur hara diserap tanaman dalam bentuk larutan). Unsur hara Nitrogen yang
diserap oleh tanaman kemudian berperan dalam meningkatkan klorofil pada daun.
Apabila klorofil meningkat juga akan meningkatkan laju fotosintesis yang
berpengaruh terhadap pembentukan jumlah daun pada tanaman jagung.
Pengamatan jumlah daun dimulai pada minggu ke-1 setelah tanam sampai
panen (minggu ke-12 setelah tanam). Pengamatan jumlah daun dilakukan untuk
mengetahui laju pertumbuhan tanaman jagung. Grafik pengamatan jumlah daun
selama 12 minggu dapat dilihat dalam gambar 3.
Gambar 3. Grafik pertumbuhan jumlah daun setiap minggu
Berdasarkan grafik rerata jumlah daun diatas, jumlah daun terus
mengalami kenaikan setiap minggunya. Pada minggu ke-7, tanaman jagung mulai
memasuki fase vegetatif maksimal, hal ini menyebabkan jumlah daun mulai
konstan.
4. Berat segar tanaman
Berat segar tanaman adalah berat tanaman pada saat masih hidup dan
ditimbang langsung setelah panen sebelum tanaman menjadi layu karena
kehilangan air (Benyamin Lakitan, 1996). Berdasarkan hasil sidik ragam 5%
(lampiran 3D) menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata
kepada parameter berat segar tanaman. Hasil rerata berat segar tanaman dapat
dilihat dalam tabel 4.
Tabel 4. Hasil rerata berat segar tanaman
Perlakuan Berat Segar Tanaman P1 (6,504 ton per hektar kompos jerami padi) 421.53
P2 (2,395 ton per hektar kompos daun gamal) 408.10 P3 (11,428 ton per hektar kompos blotong) 443.33
Tingginya berat segar tanaman dipengaruhi oleh kandungan air dalam
tanaman tersebut. Hasil asimilasi yang diproduksi oleh jaringan hijau
ditranslokasikan ke bagian tubuh tanaman untuk pertumbuhan, perkembangan
cadangan makanan, dan pengelolaan sel. Perlakuan 6,504 ton per hektar pupuk
kompos jerami padi, 2,395 ton per hektar pupuk kompos daun gamal, maupun
11,428 ton per hektar pupuk kompos blotong memberikan pengaruh yang sama
kepada parameter berat segar tanaman. Hal ini diduga pemberian bahan organik
berupa kompos jerami padi, kompos daun gamal, maupun kompos blotong dapat
daya ikat antar partikel tanah, sehingga membentuk agregat yang lebih mantap.
Agregat yang mantap akan membentuk ruang pori dengan ukuran yang lebih
kecil, pori ini kemudian berperan sebagai pemegang air, sehingga meningkatkan
lengas tanah.
Semakin besar lengas tanah menunjukkan ketersediaan air dalam tanah
semakin banyak. Kecukupan air ini menyebabkan proses fisiologis dan
metabolisme pada tanaman jagung berjalan dengan baik. Kebutuhan air yang
tercukupi menyebabkan metabolit untuk kelangsungan hidup tanaman juga cukup
tersedia. Hal ini berdasarkan Kadar Soetrisno (1996) yang menyatakan bahwa
transpirasi dan fotosintesis yang rendah terjadi pada kandungan air tanah yang
lebih sedikit. Rendahnya kedua aktivitas fisiologis tanaman ini tentunya berakibat
bagi pertumbuhan tanaman seperti penambahan tinggi dan berat segar tanaman.
5. Berat kering tanaman
Berat kering tanaman merupakan banyaknya penimbunan karbohidrat,
protein, dan bahan organik lain. Berat kering tanaman menggambarkan hasil akhir
dari proses fotosintesis berupa fotosintat pada tanaman yang sudah tidak
mengandung air. Besarnya berat kering tanaman dikarenakan proses fotosintesis
dari suatu tanaman tersebut meningkat, sehingga hasil fotosintesisnya tinggi pula.
Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3E) menunjukkan bahwa pengaruh
perlakuan yang berbeda nyata kepada parameter berat kering tanaman. Hasil uji
Tabel 5. Hasil uji jarak berganda Duncan 5% terhadap berat kering tanaman
Perlakuan Berat Kering Tanaman P1 (6,504 ton per hektar kompos jerami padi) 94.493a
P2 (2,395 ton per hektar kompos daun gamal) 63.788b P3 (11,428 ton per hektar kompos blotong) 62.078b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%.
Berdasarkan tabel hasil uji jarak berganda Duncan 5% terhadap berat
kering tanaman (tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan kompos jerami padi
6,504 ton per hektar mampu memberikan pengaruh berat kering tanaman jagung
yang lebih baik daripada perlakuan kompos daun gamal 2,395 ton per hektar dan
kompos blotong 11,428 ton per hektar. Adanya pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata kepada parameter berat kering tanaman diduga karena pada hasil uji di
laboratorium, kompos jerami padi menghasilkan C/N rasio yang lebih baik
daripada kompos daun gamal dan kompos blotong (lampiran 4).
C/N rasio yang terkandung di dalam kompos menggambarkan tingkat
kematangan dari kompos tersebut, semakin tinggi C/N rasio berarti kompos belum
terurai dengan sempurna atau dengan kata lain belum matang. Pada kompos
jerami padi, kompos daun gamal, dan kompos blotong C/N rasio berturut-turut
adalah 9,99, 4,28, dan 7.67 (lampiran 4) berarti kompos tersebut telah matang dan
sudah memenuhi standar Permentan dan SNI, yaitu kompos dikatakan matang bila
rasio C/N nya di bawah 20. Hasil C/N rasio kompos jerami padi dikatakan lebih
baik karena hampir mendekati 10, hal ini sejalan dengan L. Murbandono (1992)
yang menyatakan bahwa kompos yang baik adalah kompos yang memiliki C/N
rasio tanah adalah 10 – 12) memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh
tanaman.
Perlakuan kompos jerami padi 6,504 ton per hektar mampu memberikan
pengaruh berat kering tanaman jagung yang lebih baik daripada perlakuan
kompos daun gamal 2,395 ton per hektar maupun kompos blotong 11,428 ton per
hektar karena C/N rasio kompos jerami padi lebih tinggi daripada C/N rasio
kompos daun gamal dan kompos blotong. C/N rasio yang lebih tinggi
menyebabkan tanah mampu menyimpan air lebih lama. Proses dekomposisi
senyawa organik menjadi senyawa anorganik dilakukan oleh mikroorganisme.
Mikroorganisme akan memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan Nitrogen untuk sintesis N. C/N rasio yang tinggi berarti
mikroorganisme kekurangan Nitrogen untuk sintesis protein, sehingga
dekomposisi akan berjalan lambat. Dekomposisi yang berjalan lambat akan
mengakibatkan air yang terikat pada pori mikro tanah lebih lama, sehingga pada
perlakuan kompos jerami padi, air akan tersedia hingga tanaman jagung
memasuki masa vegetatif maksimal.
Air merupakan salah satu faktor dari proses fotosintesis. Jika air yang
dibutuhkan tercukupi maka daun akan melakukan proses fotosintesis. yang
mengakibatkan dapat meningkatkan berat kering tanaman. Adanya ketersediaan
air hingga masa vegetatif maksimal maka proses fotosintesis juga akan berjalan
lancar hingga masa vegetatif maksimal tanaman jagung, sehingga pada perlakuan
kompos jerami padi, fotosintat yang dihasilkan dari proses fotositesis lebih
Hal ini berdasarkan Kozlowsky (1991) yang menunjukkan bahwa secara umum
perbedaan biomassa dipengaruhi oleh besarnya produk fotosintesis yang
dihasilkan. yang mengakibatkan dapat meningkatkan berat kering tanaman.
B. Komponen Hasil Tanaman Jagung
Komponen hasil tanaman jagung meliputi berat tongkol berklobot, berat
tongkol tanpa klobot, dan indeks panen. Indeks panen merupakan perbandingan
berat tongkol berklobot dengan berat tongkol tanpa klobot. Indeks panen
menggambarkan efisiensi penggunaan hasil fotosintesis untuk kepentingan
manusia. Semakin tinggi indeks panen tanaman jagung menunjukkan bahwa
partisi fotosintat di tajuk banyak ditranslokasi ke bagian biji. Berdasarkan hasil
sidik ragam 5% (lampiran 3F, G, dan H) menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan
tidak berbeda nyata kepada parameter berat tongkol berklobot, berat tongkol tanpa
klobot, maupun indeks. Hasil rerata berat tongkol berklobot, berat tongkol tanpa
klobot, dan indeks panen dapat dilihat dalam tabel 6.
Tabel 6. Hasil rerata berat tongkol berklobot, berat tongkol tanpa klobot, dan
P1 (6,504 ton per hektar kompos jerami padi)
244,26 200,35 0,82
P2 (2,395 ton per hektar kompos daun gamal)
237,99 182,57 0,77
P3 (11,428 ton per hektar kompos blotong)
Perlakuan 6,504 ton per hektar pupuk kompos jerami padi, 2,395 ton per
hektar pupuk kompos daun gamal, maupun 11,428 ton per hektar pupuk kompos
blotong memberikan pengaruh yang sama kepada parameter berat tongkol
berklobot, berat tongkol tanpa klobot, maupun indeks panen tanaman jagung.
Adanya pengaruh yang sama diduga karena C/N rasio yang dari kompos jerami
padi, kompos daun gamal, maupun kompos blotong. Pada kompos jerami padi,
kompos daun gamal, dan kompos blotong C/N rasio berturut-turut adalah 9,99,
4,28, dan 7.67 (lampiran 4) berarti kompos tersebut telah matang dan sudah
memenuhi standar Permentan dan SNI, yaitu kompos dikatakan matang bila rasio
C/N nya di bawah 20. Kompos yang telah matang berarti dapat dikatakan memilki
C/N rasio yang rendah. C/N rasio yang rendah menandakan dekomposisi bahan
organik berlangsung cepat. Mikroorganisme mendapat cukup karbon (C) untuk
energi dan Nitrogen untuk sintesis protein, sehingga aktivitas mikroorganisme
meningkat. Aktivitas mikroorganisme ini membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara yang dibutuhkan pada fase generatif. Mikroorganisme tersebut akan
menguraikan senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang tersedia bagi
tanaman dan dapat diserap oleh tanaman.
Selain itu adanya pengaruh yang sama antara perlakuan kepada parameter
berat tongkol berklobot, berat tongkol tanpa klobot, maupun indeks panen
tanaman jagung diduga karena dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara P dan K.
Perlakuan 6,504 ton per hektar pupuk kompos jerami padi, 2,395 ton per hektar
pupuk kompos daun gamal, maupun 11,428 ton per hektar pupuk kompos blotong
serapan hara P dan K. Agregat yang terbentuk akan mengikat air yang
menyebabkan air tidak mudah lolos ke bawah keluar dari kompleks perakaran,
sehingga mengakibatkan pemupukan P dan K lebih efektif karena unsur hara P
dan K tidak banyak terlindi karena air hujan, sehingga proses serapan hara
berjalan dengan baik (unsur hara diserap tanaman dalam bentuk larutan). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Rismunandar (1992), bahwa dengan cukupnya
kebutuhan hara tanaman baik unsur makro maupun mikro, maka pertumbuhan dan
produktifitas tanaman akan berjalan lancar. Novriani (2010), menambahkan
bahwa P pada masa generatif dialokasikan pada proses pembentukan biji atau
buah tanaman. Lebih lanjut Mapegau (2010), menyatakan bahwa P berfungsi
sebagai sumber energi dalam berbagai reaksi metabolisme tanaman berperan
penting dalam peningkatan hasil serta memberikan banyak fotosintat yang
didistribusikan ke dalam biji sehingga hasil biji tanaman jagung meningkat.
karena di antara fungsi fosfor yang dikemukakan Mulat Isnaini (2006) dapat
mempercepat pembentukan buah dan biji serta meningkatkan produksi. Ukuran
buah dan kualitas buah pada fase generatif akan dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur K, sedangkan P berperan dalam pembentukan buah dan bunga (Novizan,
39
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat, maka dapat disimpulkan
bahwa aplikasi kompos jerami padi dengan takaran 6,504 ton per hektar dapat
meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung dan cenderung
meningkatkan hasil tanaman jagung daripada aplikasi kompos daun gamal dengan
takaran 2,395 ton per hektar dan kompos blotong dengan takaran 11,428 di lahan
pasir pantai Samas.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan kompos jerami
padi, kompos daun gamal, dan kompos blotong dengan berbagai takaran yang
lebih luas dalam budidaya jagung di tanah pasir pantai Samas.
2. Aplikasi kompos jerami padi dengan takaran 6,504 ton per hektar pada
tanaman jagung di tanah pasir pantai Samas merupakan perlakuan yang
1
A. M. Sudihardjo. 2000. Teknologi Perbaikan Tanah Subordo Psaments Dalam Upaya Rekayasa Budidaya Tanaman Sayuran Di Lahan Beting Pasir. Prosiding Seminar Teknologi Pertanian Untuk Mendukung Agribisnis Dalam Pengembangan Ekonomi Wilayah Dan Ketahanan Pangan. Yogyakarta.
Bachrul Ibrahim. 2001. Integrasi Jenis Tanaman Pohon Leguminosa Dalam Sistem Budidaya Pangan Lahan Kering dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Tanah, Erosi dan Produktivitas Lahan.Disertasi.Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Bambang Djatmo Kertonegoro. 2001. Gumuk Pasir Pantai Di D.I. Yogyakarta : Potensi dan Pemanfaatannya untuk Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Seminar NasionalPemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Universitas Wangsa Manggala pada tanggal 02 Oktober 2001.h46-54.
Belfield, Stephanie & Brown, Christine. 2008. Field Crop Manual: Maize (A Guide to Upland Production in Cambodia). Canberra.
Benyamin Lakitan. 1996. Fisiologi Tumbuahan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Elisa. 2013. Bahan Organik. http://elisa1. ugm. ac. id/ files / cahyonoagus / hDxa1zE / tugas % 20ith % 20kul.doc. Akses 22 Maret 2015.
Fajar Sriyani. 2012. Pengertian Limbah Pertanian. http://spoilerin. blogspot. Com / 2012 / 03 / pengertian-limbah-pertanian.html. Diakses 7 Mei 2015.
F. Leiwakabessy. 1988. Bahan Kuliah Kesuburan Tanah Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
2
Goldsworth dan Fisher. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropis. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Happy Mulyani. 2014. Optimalisasi Perancangan Model Pengomposan.CV Trans Info Media. Jakarta. 314 h.
Hasan Basri Jumin. 1989. Ekologi Tanaman, Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Press. Jakarta.
Joedojono Wiroatmodjo dan Zulkifli. 1988. Penggunaan Herbisida Dan Pembenah Tanah (Soil Conditioner) Pada Budidaya Olah Minimum Untuk Tanaman Nilam (Pogestemon cablin Benth). Fakultas Pertanian Institut Bogor. Bogor.
Kadar Soetrisno. 1996. Pengaruh Kandungan Air Tanah terhadap Pertumbuhan Anakan Jabon (Anthocephalus cadamba Miq). Universitas Mulawarman. Pelembang.
Kasno. 2009. Jenis Dan Sifat Pupuk Anorganik. Balai Penelitian Tanah. Bank Pengetahuan Padi Indonesia.
Kemas Ali Hanfiah. 2013. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. PT. Grafindo. Jakarta.
Kozlowsky, T. T. 1991. Water Deficit And Plant Grouth Vol. VI. Woody Plant
Lahuddin. 1996. Pengaruh Kompos Blotong Terhadap Beberapa Sifat Fisik dan Kandungan Unsur Hara Tanah Serta Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Penelitian Pertanian 1 : 13-18.
3
Jagung (Zea mays L.) Hasil Persilangan Resiprokal Generasi F1. http://repository.usu.ac.id/bitsstream/123456789/19399/5/Chapter%201.pdf. Diakses 22 Maret 2015.
Mulat Isnaini. 2006. Pertanian Organik, Untuk Keuntungan Ekonomi dan Kelestarian Bumi. Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Novizan. 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Tangerang.
Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) Pada Budidaya Jagung. Jurnal agronobis, vol. 2. Hal 42 – 49.
Partoyo. 2005. Analisis Indeks Kualitas Tanah Pertanian di Lahan Pasir Pantai Samas Yogyakarta. Ilmu pertanian Vol. 12 No. 2, 2005 : 140 – 151.
Ponnamperuma. 1984. Sraw as a Source of Nutrients for Wetland Rice. P 117-136. In Organic Matter and Rice.IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.
Prapto Yudono Rajiman, Endang Sulistyaningsih, dan Eko Hamdin. 2008. Pengaruh Pembenah Tanah Terhadap Sifat Tanah Dan Hasil bawang Merah Pada Lahan Pasir Pantai Bugel Kabupaten Kulon Progo. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Purwanto. 1988. Sistem Pangan dan Gizi.Suspenda.Yogyakarta. 172 h.
Purwono dan Rudi Hartono. 2011. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 h.
Retno dan Darminanti S. 2009. Pengaruh Dosis Kompos Dengan Stimulator Tricoderma Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L.).Varietas pioner – 11 Pada Lahan Kering. Jurnal BIOMA. Vol . 11. No 2. Hal 69 -75.
Rismunandar. 1992. Tanah dan Seluk-beluknya Bagi Pertanian. Sinar Baru. Bandung.
Ritche, J. T. 1980. Climate and Soil Water, In Moving Up The Yield Curve. Advace and Obstacle, Spec. Publ. No. 39. P: 1-23.
4 IKIP Semarang Press. Semarang.
44
Blok 1
Perlakuan 1 Perlakuan 3 Perlakuan 2
P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2
P1 P1.1 P1 P1.3 P1 P1.5 P1 P3 P3.1 P3 P3.3 P3 P3.5 P3 P2 P2.1 P2 P2.3 P2 P2.5 P2
P1 P1 P1.2 P1 P1.4 P1 P1 P3 P3 P3.2 P3 P3.4 P3 P3 P2 P2 P2.2 P2 P2.4 P2 P2
P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2
Blok 2
Perlakuan 3 Perlakuan 1 Perlakuan 2
P3 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2
P3 P3.1 P3 P3.3 P3 P3.5 P3 P1 P1.1 P1 P1.3 P1 P1.5 P1 P2 P2.1 P2 P2.3 P2 P2.5 P2
P3 P3 P3.2 P3 P3.4 P3 P3 P1 P1 P1.2 P1 P1.4 P1 P1 P2 P2 P2.2 P2 P2.4 P2 P2
P3 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2
Blok 3
Perlakuan 2 Perlakuan 1 Perlakuan 3
P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P3
P2 P2.1 P2 P2.3 P2 P2.5 P2 P1 P1.1 P1 P1.3 P1 P1.5 P1 P3 P3.1 P3 P3.3 P3 P3.5 P3
P2 P2 P2.2 P2 P2.4 P2 P2 P1 P1 P1.2 P1 P1.4 P1 P1 P3 P3 P3.2 P3 P3.4 P3 P3
P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P3
Blok 4
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P2 P3 P3 P3 P3 P3 P3 P3
P1 P1.1 P1 P1.3 P1 P1.5 P1 P2 P2.1 P2 P2.3 P2 P2.5 P2 P3 P3.1 P3 P3.3 P3 P3.5 P3
P1 P1 P1.2 P1 P1.4 P1 P1 P2 P2 P2.2 P2 P2.4 P2 P2 P3 P3 P3.2 P3 P3.4 P3 P3
45
10.000 m
Jumlah tanaman per hektar = --- x = 40.000 tanaman 0,25 m2
Kebutuhan pupuk kandang sapi = 20 ton/hektar (0,4% N) 0,4
Kebutuhan N = --- x 20.000 kg = 80 kg N/hektar 100
Kandungan N kompos jerami padi adalah 0,6% 100
Kebutuhan kompos jerami padi = --- x 80 kg = 13.333,33kg/hektar 0,6
= 13,33 ton/hektar
7 m2
Kebutuhan per petak = --- x 13.333,33kg/hektar = 9,33 kg 10.000 m2
Kandungan N kompos daun gamal adalah 3,15% 100
Kebutuhan kompos daun gamal = --- x 80 kg = 2.539,68kg/hektar 3,15
= 2,54 ton/hektar 7 m2
Kebutuhan per petak = --- x 2.539,68kg/hektar = 1,78 kg 10.000 m2
Kandungan N kompos blotong adalah 1,18% 100
Kebutuhan kompos blotong = --- x 80 kg = 6.779,66 kg/hektar 1,18
= 6,78 ton/hektar 7 m2
46
100
--- x 80 kg = 6,504 ton/hektar 1,23
Hasil uji kandungan N kompos daun gamal adalah 3.34% Kebutuhan Kompos Daun Gamal =
100
--- x 80 kg = 2,395 ton/hektar 3,34
Hasil uji kandungan N kompos blotong adalah 0,70% Kebutuhan Kompos Blotong =
100
--- x 80 kg = 11,428 ton/hektar 0,70
c. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Anorganik
250.000 g
Kebutuhan Urea per tanaman = --- = 6,25 g 40.000
Pemberian 1/3 bagian = 2,08 g
150.000 g
Kebutuhan SP-36 per tanaman = --- = 3,75 g 40.000
75.000 g
47
Ragam Kuadrat Tengah
Model 2 139,945867 69,972933 0,38 0,6934 ns Error 9 1650,781700 183,420189
Total 11 1790,727567
Keterangan : ns (tidak berbeda nyata pada taraf 5% s (berbeda nyata pada taraf 5%)
Keterangan : ns (tidak berbeda nyata pada taraf 5% s (berbeda nyata pada taraf 5%)
48
Model 2 2528.63022 1264.31511 0.69 0.5240 ns Error 9 16373.01665 1819.22407
Total 11 18901.64687
Keterangan : ns (tidak berbeda nyata pada taraf 5% s (berbeda nyata pada taraf 5%)
Keterangan : ns (tidak berbeda nyata pada taraf 5% s (berbeda nyata pada taraf 5%)