ABSTRAK
ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI PADI (Oryza sativa)
DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU
Oleh
Made Indra Murdani
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) tingkat pendapatan rumah tangga petani padi (2) tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi dan (3) tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Yogyakarta Kecamatan
Gadingrejo Kabupaten Pringsewu dengan metode acak sederhana (simple random
sampling). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2014. Responden dalam penelitian ini adalah 68 petani padi. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha tani padi memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan rumah tangga petani padi, selanjutnya diikuti oleh pendapatan dari usahatani non-padi dan pendapatan dari luar usahatani. Proporsi pengeluaran rumah tangga petani padi masih didominasi oleh pengeluaran makanan, oleh karena itu kondisi kesejahteraan rumah tangga petani masih relatif rendah, walaupun demikian jika menggunakan kriteria pengeluaran setara beras (Sajogyo, 2007) maka tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padidi Desa Yogyakarta Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu sudah masuk ke dalam kategori hidup layak.
ABSTRACT
INCOME AND WELFARE OF PADDY (Oryza sativa) FARMER HOUSEHOLDS IN GADINGREJO SUBDISTRICT
PRINGSEWU REGENCY
By
Made Indra Murdani
The purposes of this research were to analyze income, expenditure, and welfare level of paddy farmer households. This research was conducted in Yogyakarta Village of
Gadingrejo Subdistrict Pringsewu Regency in June – July 2014. Respondents in this
study were 68 paddy farmers chosen randomly. The methods of data analysis used in this study were quantitative and qualitative descriptive analysis. The results showed that the paddy farming was the most contributor of paddy farmer household income in Yogyakarta Village, then followed by income from farming other than paddy and from outside of farming. Expenditure of paddy farmer households in Yogyakarta Village was dominated by expenditure for food, so that their welfare was still in a low category. Basedon the criteria of Sajogyo (2007) paddy farmer households in Yogyakarta Village of Gadingrejo Subdistrict Pringsewu Regency were categorized in a prosperous category.
ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI PADI (Oryza sativa)
DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU
Oleh
MADE INDRA MURDANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Mei 1988 di Sumber Agung, Kabupaten
Lampung Selatan. Merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Wayan Muke dan Ibu Supini.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Negeri Karyatani,
Labuhan Maringgai, Lampung Timur pada tahun 2000, pendidikan sekolah
lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Way Jepara, Lampung Timur pada
tahun 2003, pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 3 Bandar
Lampung pada tahun 2006, dan pendidikan tinggi Program Diploma 3 (D3)
Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Agribisnis di Politeknik Negeri Lampung,
Bandar Lampung pada Tahun 2009. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan
Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Lampung angkatan 2007 melalui jalur
alih program pada Tahun 2011.
Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di
Kelurahan Keteguhan, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung.
Penulis melaksanakan penelitian pada Tahun 2014 di Desa Yogyakarta,
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang
Hyang Widhi Wasa) yang telah memberikan segala kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis
Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Padi (Oryza sativa) di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu” ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta Bapak Wayan Muke dan Mamak Supini,
satu-satunya saudara serahimku Wayan Sastra Wirawan, Mba Wayan, si kecil
Dewa, dan Dadong, atas segala bantuan, dukungan, limpahan kasih sayang,
perhatian, do’a, dan semangat yang diberikan selama ini;
2. Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M.S., sebagai Dosen Pembimbing Pertama, atas
segala bimbingan, nasihat, saran, dan arahan yang dengan begitu sabar
diberikan selama proses penyelesaian skripsi;
3. Novi Rosanti, S.P., M.E.P., sebagai Dosen Pembimbing Kedua yang telah
memberikan bimbingan, saran, masukan, dan arahan selama proses
Skripsi, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan
selama perbaikan penulisan skripsi ini;
5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Petanian
Universitas Lampung;
6. Ir. Begem Viantimala, M.S., selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dari
awal hingga akhir penulis menuntut ilmu;
7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Mba
Ayi, Mba Iin, Mas Kardi, Mas Bukhari, dan Mas Boim) atas semua bantuan
yang telah diberikan;
8. Yuni Hartono, S.P., selaku Ketua BP3K Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten
Pringsewu, atas izin dan bantuan yang diberikan selama proses penelitian ini
dilaksanakan;
9. Novi Mirna Astuti, atas pengertian, semangat, do’a, dan segala bantuan yang
diberikan selama penulisan skripsi ini;
10. Prajanti Anuka Dewi dan Tri Naftaliasari, atas segala nasihat, kritik, dan
semangat persahabatan kita selama ini;
11. Sahabat-sahabat seperjuanganku: Angga, Putri, Danang, Yasin, Fitri, Aras,
Randy, Arum, Dini, dan Adit, yang senantiasa memberikan bantuan,
pengertian, dorongan, do’a, dan semangat kebersamaan bagi penulis yang
telah memberikan saran, motivasi, bantuan, dan do’a kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
13. Juga bagi semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini
namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan terbaik atas segala bantuan
yang telah diberikan dan senantiasa melimpahkan anugerah kepada kita semua.
Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat yang sebaik-baiknya bagi
semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mohon maaf jika terdapat
kesalahan dan kepada Tuhan penulis mohon ampun.
Bandarlampung, Desember 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12
A. Tinjauan Pustaka ... 12
1. Tinjauan agronomis tanaman padi ... 12
2. Teknik budidaya padi ... 14
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 42
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 44
D. Metode Analisis Data ... 44
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 48
A. Keadaan Umum Kabupaten Pringsewu ... 48
2. Keadaan topografi dan iklim ... 49
2. Tingkat pendidikan petani responden ... 56
3. Mata pencaharian petani responden ... 58
4. Pengalaman berusahatani ... 59
5. Jumlah tanggungan keluarga ... 61
6. Kepemilikan dan luas lahan yang diusahakan petani ... 62
B. Usahatani Padi di Daerah Penelitian ... 63
D. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 75
1. Produksi usahatani padi ... 75
2. Pendapatan usahatani padi ... 77
3. Pendapatan usahatani pekarangan ... 81
4. Pendapatan usahatani tegalan/ladang ... 83
5. Pendapatan diluar usahatani ... 84
6. Total pendapatan rumah tangga ... 86
E. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Petani ... 87
1. Pengeluaran rumah tangga ... 87
2. Analisis kesejahteraan rumah tangga berdasarkan kriteria Sajogyo (2007)/pendekatan pengeluaran rumah tangga ... 95
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ... 98
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung Tahun 2012 ... 2
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
menurut lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung Tahun 2012 ... 3
3. Luas panen, produksi, dan pertumbuhan produksi padi di Indonesia
(2008 – 2012) ... 5
4. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut kecamatan di
Kabupaten Pringsewu Tahun 2012 ... 6
5. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut desa di Kecamatan
Gadingrejo Tahun 2012 ... 7
6. Kelompok tani, jumlah anggota kelompok tani, luas panen, dan
produksi padi di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten
Pringsewu Tahun 2012 ... 42
7. Sebaran sampel penelitian per kelompok tani di Desa Yogyakarta,
Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 44
8. Sebaran penduduk Kabupaten Pringsewu berdasarkan kelompok umur
Tahun 2012 ... 50
9. Sarana dan Prasarana Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo,
Kabupaten Pringsewu, Tahun 2012 ... 52
10. Sebaran petani padi responden berdasarkan kelompok umur di Desa
Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 56
11. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa
Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 57
12. Sebaran petani responden berdasarkan mata pencaharian tambahan
13. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani di
Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 60
14. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 61
15. Sebaran luas lahan garapan petani padi responden di Desa Yogyakarta,
Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 63
16. Rata-rata penggunaan benih padi per usahatani dan per hektar pada
MT I dan MT II di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,
Tahun 2013 ... 66
17. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani padi responden per usaha
tani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,
Tahun 2013 ... 68
18. Sebaran petani padi responden berdasarkan jenis pestisida yang
digunakan di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,
Tahun 2013 ... 71
19. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi responden per
usahatani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten
Pringsewu, Tahun 2013 ... 73
20. Rata-rata nilai penyusutan peralatan untuk usahatani padi
per musim tanam dan per tahun di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 74
21. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani Padi pada
musim tanam I per usahatani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 78
22. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani Padi pada
musim tanam II per usahatani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 79
23. Rata-rata pendapatan petani padi pada lahan pekarangan per tahun di
Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 82
24. Rata-rata pendapatan petani padi pada lahan tegalan/ladang per tahun di
Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 83
25. Rata-rata pendapatan di luar usahatani per tahun petani padi di
Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 85
26. Rata-rata pendapatan total rumah tangga petani padi di Kecamatan
27. Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani padi per tahun di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, 2013 ... 88
28. Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun dan kriteria kemiskinan
(Sajogyo) rumah tangga petani padi di Kecamatan Gadingrejo,
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Paradigma pemikiran analisis pendapatan usahatani padi
(Oryza sativa) di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 37
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam
menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak
diperlukannya pengembangan sektor tersebut demi terjaganya kesinambungan dan
stabilitas perekonomian. Pertanian merupakan hal yang substansial dalam
pembangunan, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia bahan
mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan penyumbang devisa bagi
negara. Maka adalah hal yang sangat wajar apabila bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang sedang membangun selalu meletakkan pembangunan sektor
pertanian sebagai prioritas utama dalam pembangunan, khususnya dalam
pembangunan perekonomian nasional.
Sampai saat ini, prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada
pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian.
Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna
memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan
ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan
Sektor pertanian juga menjadi sektor andalan terpenting dalam pembangunan
perekonomian di Provinsi Lampung. Data Badan Pusat Statistik Provinsi
Lampung (2013) menyebutkan, sektor pertanian merupakan sektor terbesar
penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung dari
sisi lapangan usaha, yaitu memasok sekitar 35,92% yang kemudian disusul oleh
sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu 15,86%. Sektor lain yang
menempati urutan ke tiga sampai urutan ke sembilan sebagai kontributor Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung adalah sektor pengolahan
sebesar 15,55%, sektor pengangkutan dan telekomunikasi sebesar 11,53%, sektor
jasa sebesar 9,10%, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar
6,15%, sektor bangunan 3,35%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar
1,96%, dan yang terakhir adalah sektor usaha listrik, gas, dan air bersih sebesar
0,54%. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung Tahun 2012 dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung Tahun 2012
No. Lapangan Usaha Tahun 2012 Persentase
(Juta Rupiah) %
1 Pertanian 51.927.562 35,92
2 Industri Pengolahan 22.481.435 15,55
3 Perdagangan, hotel, dan Restoran 22.930.103 15,86
4 Pengangkutan dan telekomunikasi 16.676.478 11,53
5 Jasa-jasa 13.168.600 9,10
6 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 8.892.445 6,15
7 Bangunan 4.855.562 3,35
8 Pertambangan dan penggalian 2.840.577 1,96
9 Listrik, gas, dan air bersih 788.597 0,54
Total 144.561.358 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang paling besar
menyumbangkan pemasukan bagi pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.
Sektor pertanian tersebut kemudian terbagi lagi menjadi lima subsektor penting,
yaitu subsektor tanaman bahan pangan dengan kontribusinya terhadap Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung sebesar 50,76%, subsektor
perikanan sebesar 20,51%, subsektor tanaman perkebunan sebesar 16,43%,
subsektor peternakan sebesar 10,96%, dan subsektor kehutanan sebesar 1,30%.
Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut
lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung Tahun 2012 dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung Tahun 2012
No Lapangan Usaha Pertanian Tahun 2010 Persentase
(Juta Rupiah) (%)
1 Tanaman bahan makanan 26.361.982 50,76
2 Perikanan 10.654.291 20,51
3 Tanaman perkebunan 8.536.112 16,43
4 Peternakan 5.695.564 10,96
5 Kehutanan 679.613 1,30
Total 51.927.562 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013
Salah satu komoditas penting sektor pertanian pada subsektor tanaman bahan
makanan adalah padi. Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam
peradaban manusia, merupakan jenis tanaman pangan yang cukup banyak
dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan di Indonesia, khususnya Lampung.
Produksi padi di Provinsi Lampung pada Tahun 2012 menempati urutan kedua
Ubi kayu menjadi penyumbang produksi pangan terbesar di Provinsi Lampung,
yaitu sebesar 8.387.351 ton, yang kemudian disusul oleh jagung sebagai
komoditas tanaman pangan dengan produksi terbesar ketiga yaitu sebesar
1.760.275 ton (Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013).
Produksi padi di Provinsi Lampung memang menempati urutan kedua setelah ubi
kayu, namun pada kenyataannya, padi tetap merupakan sumber bahan pangan
pokok bagi sebagian besar masyarakatnya. Menilik perkembangannya secara
global, tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia pada Tahun 2011 mencapai
139 Kg per kapita per tahun lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand
yang hanya berkisar 65 Kg sampai 70 Kg per kapita per tahun (Gultom, 2011).
Selama selang Tahun 2008 sampai Tahun 2012, produksi padi Indonesia terendah
yaitu pada Tahun 2008 sebesar 59,80 juta ton, meningkat sekitar 4,70% dari tahun
sebelumnya. Tingkat produksi tertinggi diraih pada Tahun 2012 sebesar 69,05
juta ton, namun tingkat pertumbuhan tertinggi yaitu pada Tahun 2009 sebesar
6,74% dengan produksi sebesar 64,39 juta ton. Tingkat pertumbuhan terendah
berada pada Tahun 2011 yang mengalami penurunan hingga 1,06% dari tahun
sebelumnya, atau hanya mencapai produksi sekitar 65,75 juta ton yang dari
sebelumnya pada Tahun 2010 mencapai 66,46 juta ton. Hal ini disebabkan karena
terjadi penurunan jumlah luasan panen sekitar 0,05 juta ha lahan panen atau
sekitar 0,37% dari luasan panen pada tahun sebelumnya. Data luas panen,
produksi, dan tingkat pertumbuhan produksi padi di Indonesia (2009 – 2012)
Tabel 3. Luas panen, produksi, dan pertumbuhan produksi padi di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2013
Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra pemasok padi di Indonesia.
Hampir disemua wilayah kabupatennya memiliki potensi sebagai penghasil padi,
dan salah satunya adalah Kabupaten Pringsewu. Sebagian besar penduduknya
masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian hidup. Selain untuk
dikonsumsi sendiri, hasil pertanian khususnya padi, mereka jual sebagai sumber
pendapatan. Jumlah luas lahan panen padi pada masing-masing daerah di
Kabupaten Pringsewu juga beragam. Kecamatan Gadingrejo, menjadi daerah
penghasil padi terluas diantara kecamatan-kecamatan lainnya. Luas panen padi di
Kecamatan Gadingrejo mencapai 3.758 ha dengan produksi sebesar 18.936 ton
selama Tahun 2012. Daerah penghasil padi terluas kedua setelah Kecamatan
Gadingrejo adalah Kecamatan Pardasuka dengan luas panen mencapai 3.350 ha
dan jumlah produksi sebesar 16.880 ton yang kemudian disusul Kecamatan
Ambarawa dengan luas panen sebesar 3.102 ha dengan produksi mencapai 15.631
ton (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu, 2013).
Sebagian besar daerah tersebut adalah daerah sentra pertanian padi dan
merupakan tulang punggung dalam peranannya menjaga ketersediaan bahan
khususnya. Data luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut kecamatan
di Kabupaten Pringsewu Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut kecamatan di Kabupaten Pringsewu Tahun 2012
No. Kecamatan Luas Panen
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu, 2013
Berdasarkan data pada Tabel 4 di atas, Kecamatan Gadingrejo merupakan
kecamatan yang memiliki luas lahan dan jumlah produksi padi terbesar diantara
kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Pringsewu. Terdapat 15
desa di Kecamatan Gadingrejo, yang masing-masing memiliki potensi sebagai
sentra penghasil komoditas padi untuk kecamatan tersebut. Berdasarkan data
Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan
Gadingrejo (2013), Desa Yogyakarta adalah yang memiliki luas panen tebesar
yaitu 485,25 ha dengan produksi 2.435,12 ton. Desa Wonodadi menjadi desa
kedua terluas dengan luas panen 359,5 dan produksi mencapai 1.811,88 ton,
kemudian disusul desa-desa lainnya. Data luas panen, produksi, dan produktivitas
Tabel 5. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut desa di Kecamatan
Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, 2013
Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan
produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat,
peningkatan taraf hidup petani, perluasan lapangan kerja, bahkan jika
memungkinkan juga bertujuan untuk memperluas pasar produk pertanian, baik di
dalam maupun di luar negeri. Kemampuan sektor pertanian untuk memberikan
kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
rumah tangga petani tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus
yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri. Dengan demikian, tingkat pendapatan
usahatani, disamping merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga
petani, juga muncul sebagai salah satu faktor penting yang mengkondisikan
Petani di Indonesia umumnya menguasai lahan yang relatif sempit, sehingga
pendapatan dari usahatani saja sering tidak mencukupi kebutuhan dasar rumah
tangga, dimana hal ini merupakan tolok ukur awal guna menilai tingkat
kesejahteraan rumah tangga petani itu sendiri. Penguasaan lahan yang sempit ini
biasanya terjadi sebagai akibat adanya budaya pewarisan lahan dari orangtua
kepada para ahli warisnya, sehingga lahan menjadi terbagi-bagi berdasarkan
jumlah keturunan sebagai ahli waris, dan akan terjadi seterusnya pada generasi
berikutnya. Selain itu, sifat pertanian yang musiman dan terbatasnya pendapatan
dari sektor pertanian menyebabkan rumah tangga di pedesaan mencari pekerjaan
di luar sektor pertanian. Fenomena ini dipandang sebagai suatu transformasi
struktural perekonomian rumah tangga di pedesaan (Mubyarto, 1989).
Mayoritas masyarakat di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten
Pringsewu mengusahakan tanaman padi sebagai tanaman utama, sehingga
menjadi faktor utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah
tangga petani padi. Pendapatan maksimal usahatani padi merupakan tujuan utama
petani dalam melakukan kegiatan produksi. Hasil pendapatan sebagian
dipergunakan kembali untuk modal usahatani dan sebagian dipergunakan untuk
biaya hidup dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
Upaya peningkatan pendapatan petani secara nyata tidak selalu diikuti dengan
peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani juga tergantung
pada faktor-faktor non-finansial seperti faktor sosial budaya. Kesejahteraan
adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki
pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang
menggambarkan kepuasan seseorang karena mengkonsumsi pendapatan yang
diperoleh. Pengukuran kesejahteraan dapat ditentukan berdasarkan kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan
yang bersifat kebendaan lainnya (Sukirno, 2005).
Keberhasilan upaya peningkatan pendapatan petani tersebut juga tidak terlepas
dari peran pemerintah dalam hal pendampingan melalui kegiatan penyuluhan
untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan petani, distribusi pupuk
bersubsidi, dan lain sebagainya. Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang
terdiri dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier dapat ditentukan oleh tingkat
pendapatan rumah tangga tersebut. Usahatani padi di Kecamatan Gadingrejo
sangat penting dan strategis, sehingga tingkat pendapatan dan pola konsumsi
petani padi di Kecamatan Gadingrejo merupakan cerminan tingkat kesejahteraan
rumah tangga petani padi tersebut. Kecukupan pendapatan dapat dilihat dari
tingkat kebutuhan minimum yang dihitung dari kebutuhan tiap tahun untuk
mengkonsumsi makanan, minuman, bahan bakar, perumahan, alat-alat dapur,
pakaian, dan kebutuhan lainnya.
Berangkat dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan mengenai pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani padi. Maka dari itu, penulis memilih judul “Analisis Pendapatan dan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pendapatan rumah tangga petani padi di Kecamatan
Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu?
2. Bagaimana tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi di Kecamatan
Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu?
3. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi di Kecamatan
Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat pendapatan rumah tangga petani padi di Kecamatan
Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.
2. Menganalisis tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi di Kecamatan
Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.
3. Menganalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi di Kecamatan
Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Petani, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan usahanya agar
2. Pemerintah, sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan dengan masalah
pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup petani.
3. Peneliti lain, sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Agronomis Tanaman Padi a) Sejarah dan klasifikasi tanaman padi
Padi termasuk ke dalam suku padi-padian atau Poaceae (Sinonim Graminae
atau Glumiflorae). Padi tersebar luas diseluruh dunia dan tumbuh di hampir
semua bagian dunia yang mempunyai cukup air dan suhu udara yang cukup
hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli
menduga, bahwa tanaman padi merupakan hasil evolusi dari tanaman
moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini diperkuat berdasarkan pada
adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan disejumlah
tempat di Pulau Kalimantan).
Padi merupakan bagian penting dalam sejarah budaya masyarakat Asia
Tenggara dan Asia Timur. Teknik budidayanya pun beragam, mulai dari
membutuhkan lahan basah, hingga yang mudah hidup di lahan kering.
Tanaman yang memiliki nama botani Oryza sativa ini memiliki dua tipe
hidup, yaitu tipe padi kering yang tumbuh di dataran tinggi dan padi yang
Kebutuhan padi yang tinggi terhadap air pada sebagian tahap kehidupannya,
dan adanya pembuluh khusus dibagian akar padi yang berfungsi untuk
mengalirkan oksigen ke bagian akar. Terdapat dua spesies padi yang
dibudidayakan manusia, yaitu Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu
sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan Tibet/Tiongkok), dan
Oryza glaberrima yang berasal dari hulu Sungai Niger, Afrika Barat
(Kanisius, 2005).
Padi mempunyai perbedaan karakteristik pada setiap varietas yang dimiliki.
Perbedaan-perbedaan yang muncul antara varietas-varietas tersebut
disebabkan oleh perbedaan dalam sifat bawaan varietas. Namun, diantara
ribuan varietas tanaman padi itu terdapat beberapa kesamaan sifat yang
dimiliki. Berdasarkan kesamaan sifat ini, maka varietas-varietas padi dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni golongan Indica dan
golongan Japonica. Golongan Indica merupakan golongan padi yang
banyak tersebar di negara-negara tropis seperti asia kecuali negara Korea
dan Jepang. Sedangkan golongan Japonica atau Sub-Japonica (
Indo-Japonica) merupakan golongan padi yang tumbuh di negara Jepang , Korea
dan Benua Eropa.
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyita
Sub division : Angiospermae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza, spp.
b)Syarat tumbuh tanaman padi
Padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan
atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki
per tahun sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan
tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi
berkisar antara 0 -1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman
padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung
dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang
cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan
atasnya antara 18 – 22 cm dengan PH antara 4 -7 (Triyono dalam Nuriavita,
2010).
2. Teknis Budidaya Tanaman Padi a) Persemaian benih
Budidaya padi sawah dilakukan dengan persemaian dimana tempat
persemaian harus berdekatan agar memudahkan penanaman. Persemaian
dilakukan 21-25 hari sebelum tanam. Benih yang digunakan tiap hektarnya
adalah 25-40 kg tergantung jenis varietasnya. Pengolohan tanah dilakukan
pembajakan dan penggaruan. Setelah pengolohan lahan selesai bibit siap
ditanam dengan kedalaman 3-4 cm dan tiap lubang terdiri dari 2-3 bibit.
b)Pemupukan
Pemupukan diperlukan untuk menambah unsur hara. Pupuk yang
digunakan oleh petani yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk anorganik
yang digunakan adalah urea, TSP, dan KCL sedangkan pupuk organik yang
digunakan terdiri kotoran hewan dan sisa tanaman. Pemberian pupuk
dilakukan sebanyak 2-3 kali. Pemberian pupuk pertama dilakukan pada saat
padi berumur 2-4 minggu dan selanjutnya pada saat berumur 6-8 minggu.
c) Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan setelah dilihat terdapat
gulma dilahan padi.
d)Pengairan
Pengairan dilakukan secara rutin pada masa pertumbuhan, pembentukan
anakkan, pembungaan dan masa pembentukan biji (bunting). Pada saat
kritis sebelum bunting pengeringan dilakukan sesaat bertujuan untuk
menyeragamkan pemasakan biji dan mempercepat pemasakan biji.
e) Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit sesuai dengan penerapan pengendalian
hama terpadu yang telah dijalankan oleh petani setempat. Hama yang sering
meyerang lahan padi adalah golongan insects (serangga), dikendalikan
seperti hama tikus (Rattus spp), dikendalikan dengan menggunakan
rodentisida. Golongan aves/burung (Lonchura spp), dikendalikan dengan
menggunakan avisida. Golongan nematoda/keong, dikendalikan dengan
menggunakan nematisida. Golongan fungi (jamur) yaitu penyakit
kresek/hawar daun (disebarkan oleh bakteri: Xanthomonas sp), dikendalikan
dengan menggunakan fungisida. Golongan virus yang dikendalikan dengan
menggunakan virosida, dan golongan gulma/tumbuhan pengganggu
dikendalikan dengan menggunakan herbisida. Masing-masing
penggunaannya disesuaikan dengan teknik budidayanya, baik itu teknik
budidaya organik, maupun budidaya secara anorganik.
f) Panen
Panen dilakukan setelah 90-105 hari dengan ciri-ciri bulir padi telah
menguning dan merunduk, dan bial bulir ditekan terasa keras dan berisi.
Keberhasilan budidaya padi di atas sangat dipengaruhi faktor iklim,
ketersediaan air yang cukup, dan kondisi serangan hama dan penyakit.
3. Konsep Usahatani
Soekartawi (2002) berpendapat bahwa usahatani tidak dapat diartikan sebagai
perusahaan, tetapi hanya sebagai cara hidup (way of life) karena pada
kenyataannya kehidupan pertanian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan rumah
tangga petani. Ilmu usahatani menurut Soekartawi (2002) adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
efektif dan efesien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
memperoleh dan memadukan sumberdaya seperti lahan, tenaga kerja, modal,
waktu dan pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya.
Usahatani dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seorang
mengusahakan serta mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya atau
diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,
mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi seefektif dan
seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal
mungkin. Usahatani juga dapat dikatakan sebagai organisasi alam, tenaga kerja,
modal, dan pengelolaan modal yang ditunjukkan kepada produksi di lapangan
pertanian (Hernanto, 2005)
Hernanto (2005) beranggapan bahwa keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas
dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seperti faktor intern dan
ekstern. Faktor intern atau faktor dalam usahatani meliputi petani pengelola,
tanah usahatani, tenaga kerja tingkat teknologi, kemampuan petani
mengalokasikan penerimaan keluarga dan dan jumlah keluarga petani; sedangkan
faktor ekstern atau yang sering disebut dengan faktor luar usahatani meliputi
ketersediaan sarana angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut
pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani.
Soekartawi (2002) menyatakan bahwa usahatani memiliki empat unsur pokok
a. Lahan pertanian
Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan dalam
usahatani baik sawah, tegal, maupun pekarangan. Tanah pertanian cenderung
lebih luas daripada lahan pertanian, karena tanah pertanian adalah total tanah baik
sebagai lahan pertanian maupun berupa tanah yang belum tentu diusahakan. Luas
lahan memiliki satuan hektar, namun ukuran lahan yang lebih akrab di petani
adalah ru, bata, jengkal, patok, bahu, dan sebagainya. Ukuran-ukuran ini perlu
diketahui dalam mentransformasikan luas lahan ke dalam ukuran sebenarnya
yakni hektar. Status lahan dapat dibagi ke dalam 3 bagian berikut; lahan sendiri,
lahan sewa, dan lahan sakap (bagi hasil). Disamping ukuran luas lahan, ukuran
nilai tambah juga perlu diperhatikan. Menurut Soekartawi (2002), nilai tambah
tanah akan berubah karena beberapa hal, seperti tingkat kesuburan tanah, lokasi,
topografi, status lahan, dan faktor lingkungan.
b. Tenaga kerja
Faktor produksi tenaga kerja yang penting diperhatikan adalah ketersediaan,
kualitas, dan macam kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan
dengan kebutuhan sehingga jumlahnya optimal. Kualitas tenaga kerja berkaitan
dengan spesialisasi seorang tenaga kerja dalam suatu pekerjaan. Kualitas tenaga
kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dala proses produksi pertanian.
Tenaga kerja laki-laki memiliki spesialisasi dalam pengolahan tanah, dan tenaga
kerja wanita dalam menanam. Tenaga kerja dapat berupa musiman (buruh),
ataupun tetap (karyawan). Di samping itu jenis tenaga kerja ada dua macam
antara lain: manusia, dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak;
dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai
ukuran baku, yakni: 1 pria= 1 hari kerja pria (HKP), 1 wanita= 0,7 HKP, 1 anak=
0,5 HKP, 1 ternak= 2 HKP. Jumlah tenaga kerja juga sering dikaitkan dengan
upah tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal,
seperti mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin, kualitas
tenaga kerja, lama waktu bekerja, tenaga kerja bukan manusia (mesin dan ternak).
Nilai tenaga kerja traktor akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga
kerja manusia (Soekartawi, 2002)
c. Modal
Modal adalah modal ekonomi yang dibutuhkan dalam seluruh aktivitas bisnis
yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sumber modal dapat
diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah, warisan, kontrak, dan
sewa. Modal dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu modal tetap dan modal
tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
yang tidak habis digunakan dalam satu kali produksi, misalnya tanah, bangunan,
dan mesin-mesin. Sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya
yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses
produksi, misalnya biaya yang keluar untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan,
dan membayar tenaga kerja. Menurut Soekartawi (2002) besar kecilnya modal
usahatani dipengaruhi oleh skala usaha, macam komoditas, dan tersedianya kredit.
d. Pengelolaan dan manajemen
Hernanto (2005) mendefenisikan pengelolaan usahatani sebagai kemampuan
produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan
produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengelola dapat berhasil jika
memahami prinsip teknik dan prinsip ekonomis. Prinsip teknik meliputi; perilaku
cabang usaha yang diputuskan, perkembangan teknologi, tingkat teknologi yang
dikuasai, daya dukung faktor yang dikuasai, cara budidaya dan alternatif cara lain
berdasarkan pengalaman orang lain.
Sedangkan prinsip ekonomis meliputi penentuan perkembangan harga, kombinasi
cabang usaha, tataniaga hasil, pembinaan usahatani, penggolongan modal, dan
pendapatan, serta ukuran-ukuran yang lazim dipergunakan lainnya. Manajemen
diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta
pengevaluasian suatu proses produksi. Faktor manajemen menurut Soekartawi
(2002) banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti tingkat pendidikan,
tingkat keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam komoditas.
4. Pendapatan Usahatani
Pendapatan menurut Sumarwan (2004) diartikan sebagai imbalan yang diterima
oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan sebagai balas saja
dan kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan
pengelolaan. Sedangkan definisi pendapatan menurut Soekartawi (2002) adalah
selisih antara penerimaan dan semua biaya. Dua tujuan utama analisis pendapatan
yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan
Menurut Suratiyah (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
pendapatan sangat kompleks, namun demikian faktor tersebut dapat dibagi ke
dalam dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
yang akan mempengaruhi pendapatan dan juga biaya adalah antara lain umur
petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, jumlah tenaga
kerja, luas lahan, dan modal, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi
adalah ketersediaan dan harga input, permintaan dan harga jual. Analisis
pendapatan usahatani memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan
pengeluaran. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan
usahatani, antara lain sebagai berikut:
a. Pendapatan tunai (farm net cash flow)
Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh
adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan
selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani.
Perhitungan pendapatan usahatani menggambarkan jumlah uang tunai yang
dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga
(Soekartawi, 2002).
b. Pendapatan kotor (gross farm income)
Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan kotor (gross return)
merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam
usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (value
of production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual
yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan
kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan
produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan
usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan
pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk
uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan
dalam bentuk benda (Soekartawi, 2002).
c. Pendapatan bersih (net farm income)
Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani
dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan
faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan
ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan
membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan
untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang
merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga
pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan (Soekartawi, 2002).
Disamping perhitungan pendapatan usahatani, diperlukan juga perhitungan
terhadap pendapatan rumah tangga khususnya pendapatan tunai. Pendapatan
tunai rumah tangga (household net cash income) adalah kelebihan uang tunai
usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja
yang diperoleh dari luar usahatani atau sebagai uang tunai yang tersedia bagi
keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada kaitannya dengan
tunai diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani seperti
makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Sehingga, kemiskinan
dalam suatu rumah tangga dapat digambarkan oleh pendapatan tunai rumah
tangga yang rendah. Secara sistematis analisis pendapatan atau keuntungan
dirumuskan sebagai berikut.
π = Ypy - ∑ Xi Pxi - BTT
Keterangan : π = Keuntungan
Y = Produksi
Py = Harga Produksi
Xi = Faktor Produksi, i = 1, 2, 3, 4...,n
Pxi = Harga Faktor Produksi
BTT = Biaya Tetap Total
5. Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani menurut Hernanto (2005) adalah nilai produksi yang
diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara
jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut.
Soekartawi(2002) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian
antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua
produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani
untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani
adalah (1) penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai
nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 2002).
Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk
Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani
seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) penerimaan tunai luar usahatani,
yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah
yang diperoleh dari luar usahatani, dan (3) penerimaan kotor usahatani (gross
return), yang didefenisikan sebagai penerimaan dalam jangka waktu (biasanya
satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual
(tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, dan ternak). Penerimaan
kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.
6. Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran usahatani meliputi, pengeluaran tunai (farm payment), pengeluaran
tidak tunai biaya tetap (fixed cost), dan biaya variabel (variabel cost). Pengeluaran
tunai atau biaya tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai ataupun kredit,
sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan ialah pengeluaran
berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan
benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin–mesin maka nilai
penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan kedalam biaya pengeluaran tidak
tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal
dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.
Pengeluaran tidak tetap (variable cost) dapat didefinisikan sebagai biaya yang
selalu berubah dan besar kecilnya biaya dipengaruhi oleh jumlah produksi,
sedangkan pengeluaran tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif
diproduksi seperti; pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan,
iuran irigasi, bangunan pertanian, pemeliharaan ternak, pemeliharaan pompa air,
traktor dan lain sebagainya.
Tenaga kerja keluarga dapat digolongkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya
imbangan alam penggunannya, atau tidak ada penawaran untuk itu terutama untuk
usahatani maupun di luar uasahatani. Biaya-biaya yang tergolong pada biaya
variabel adalah biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit,
buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang
berup kontrak maupun upah harian dan sewa tanah (Hernanto, 2005).
Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman
pokok, dan tidak pula mencakup yang berbentuk benda. Menurut Hernanto
(2005) biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air, dan pajak tanah, biaya tunai
untuk biaya variabel dapat berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk,
obat-obatan, dan tenaga luar keluarga, biaya tidak tunai dari biaya tetap meliputi biaya
untuk tenaga keluarga, dan biaya tidak tunai dari biaya variabel adalah biaya
panen, pengolahan tanah dari keluarga, dan pupuk kandang yang dipakai.
Penjumlahan antara biaya tetap dan biaya vaiabel menghasilkan biaya total atau
pengeluaran total (total farm expenses). Pengeluaran total usahatani adalah nilai
semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi
7. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)
Analisis efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur dengan menggunakan
análisis penerimaan dan biaya yang didasarkan pada perhitungan secara finansial.
Pendapatan usahatani yang besar tidak menggambarkan bahwa usahatani tersebut
efisien. Suatu usahatani dapat dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi
penerimaan yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan hingga mencapai
perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan
menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio) yang didasari
pada perhitungan secara finansial.
Analisis R/C rasio menunjukan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan
diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
usahatani tersebut. Semakin besar nilai R/C Rasio maka semakin besar pula
penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan efisien jika R/C rasio > 1, yang artinya
setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau disebut
menguntungkan. Sebaliknya dikatakan tidak efisien jika R/C rasio lebih kecil dari
satu atau dengan kata lain setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya
atau kegiatan usaha disebut merugikan, dan kegiatan usahatani yang memiliki
R/C = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal. Nilai
perbandingan antara penerimaan dengan biaya dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan: R/C = Nisbah antar penerimaan dengan biaya NPT = Nilai produk total
BT = Biaya total yang dikeluarkan
8. Teori Kesejahteraan
Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah
tingkat pendapatan petani. Upaya peningkatan pendapatan petani secara otomatis
tidak selalu diikuti peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani
juga tergantung pada faktor-faktor non-finansial seperti faktor sosial budaya.
Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang
memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai
yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan.
Kesejahteraan menggambarkan kepuasan seseorang karena mengkonsumsi
pendapatan yang diperoleh. Pengukuran kesejahteraan dapat dilakukan terhadap
kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan
kebutuhan yang bersifat kebendaan lainnya (Sukirno, 2005).
Peningkatan kesejahteraan petani tidak saja dipengaruhi faktor-faktor terkait
dengan pertanian tetapi juga faktor-faktor non-pertanian. Peningkatan
kesejahteraan petani memiliki beberapa dimensi baik dari sisi produktivitas
usahatani maupun dari sisi kerjasama lintas sektoral dan daerah. Berdasarkan
capaian dan permasalahan yang telah dihadapi serta arah pembangunan yang akan
datang, revitalisasi pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani menghadapi
beberapa tantangan yang fundamental mulai dari optimalisasi lahan, sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, ketersediaan infrastruktur, pupuk dan bibit sebagai
permodalan hingga tataniaga pertanian yang lebih baik serta berpihak pada
pertanian dan petani ( BAPPENAS, 2010).
Indikator Keluarga Sejahterapada dasarnya berawal dari pokok pikiran yang
terkandung di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa
kesejahteraan merupakan variabel gabungan yang terdiri dari berbagai indikator.
Karena indikator yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada
umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat
kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan
intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi,
juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional
dapat dipahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa. Menurut BKKBN (1996),
konsep kesejahteraan yang mengacu pada UU No. 10 pasal 1 ayat 11 Tahun 1992,
menyebutkan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spirituil dan
materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan
yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan
masyarakat serta lingkungan.
Menurut BKKBN ada beberapa tahapan keluarga sejahtera, yaitu :
a. Keluarga Pra Sejahtera (PS)
Yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan,
b. Keluarga Sejahtera I
Yaitu keluarga-keluarga yang baru dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologisnya (socio psychological needs), seperti kebutuhan akan agama
atau ibadah, kualitas makanan, pakaian, papan, penghasilan, pendidikan,
kesehatan dan keluarga berencana.
c. Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan
dasar dan kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat
memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya (developmental
needs), seperti kebutuhan untuk peningkatan pengetahuan agama, interaksi
dengan anggota keluarga dan lingkungannya, serta akses kebutuhan
memperoleh informasi.
d. Keluarga Sejahtera III
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun
belum dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, seperti memberikan
sumbangan (kontribusi) secara teratur kepada masyarakat, dalam bentuk
material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, serta
berperan serta secara aktif, seperti menjadi pengurus lembaga
kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian,
e. Keluarga Sejahtera III Plus
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya,
yaitu kebutuhan dasar, sosial psikologis, pengembangan serta aktualisasi
diri, terutama dalam memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan
bagi masyarakat.
Dalam mengukur tingkat kesejahteraan keluarga, Sajogyo (1997) menggunakan
kriteria batas garis kemiskinan berdasarkan satuan kilogram beras ekuivalen.
Garis kemiskinan dihitung dengan cara mengalikan jumlah konsumsi beras
(Kg/kapita) dengan harga beras pada saat yang bersangkutan dan rata-rata anggota
tiap keluarga adalah 2 orang. Pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani dilakukan dengan cara menghitung kebutuhan harian, mingguan, dan
bulanan. Total pengeluaran rumah tangga dapat diformulasikan sebagai berikut :
Ct = Ca + Cb + Cn
Keterangan : Ct = Total pengeluran rumah tangga
Ca = Pengeluaran untuk pangan
Cb = Pengeluaran untuk non pangan
Cb = C1 + C2 + C3 + C4 + C5 + C6 + C7 + …. + Cn
Dimana: C1 = Pengeluaran untuk bahan bakar
C2 = Pengeluaran untuk aneka barang/jasa
C3 = Pengeluaran untuk pendidikan
C4 = Pengeluaran untuk kesehatan
C5 = Pengeluaran untuk listrik
C6 = pengeluaran untuk renovasi rumah
C7 = Pengeluaran untuk telepon
Cn = Pengeluaran lainnya
Pengeluaran rumah tangga per kapita per tahun adalah total pengeluaran rumah
dibagi jumlah tanggungan rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga/kapita per
tahun ini kemudian dikonversikan ke dalam ukuran setara beras per kilogram
untuk mengukur tingakt kemiskinan rumah tangga petani (Sajogyo, 1997). Secara
matematis tingkat pengeluaran per kapita per tahun pada rumah tangga petani dan
tingkat pengeluaran per kapita per tahun setara beras dapat dirumuskan :
Pendapatan/Kapita Keluarga/th (Rp) = Pengeluaran RT/tahun (Rp)
Jumlah tanggungan keluarga
Pengeluaran RT/Kapita/Setara beras (Kg) = Pengeluaran/kapita RT/tahun (Rp) Harga beras (Rp/Kg)
Sajogyo menyusun garis kemiskinan lebih dari satu agar kian tajam mengukur
kemajuan golongan bawah. Dirumuskannya garis paling miskin, miskin sekali,
miskin, nyaris miskin, cukup, dan rumah tangga hidup layak. Berdasarkan nilai tukar
beras, dibedakan pula garis kemiskinan yaitu sebagai berikut:
1) Rumah tangga paling miskin: < 180 Kg setara beras per kapita per tahun
2) Rumah tangga miskin sekali: 181 – 240 Kg setara beras per kapita per tahun,
3) Rumah tangga miskin: 241 - 320 Kg setara beras per kapita per tahun,
4) Rumah tangga nyaris miskin: 321 - 480 Kg setara beras per kapita per tahun,
5) Rumah tangga cukup: 481 – 960 Kg setara beras per kapita per tahun,
6) Rumah tangga hidup layak: > 960 Kg setara beras per kapita per tahun
9. Kajian Penelitian Terdahulu
Lumintang (2013) melakukan penelitian mengenai Analisis pendapatan petani
menunjukkan bahwa besar kecilnya pendapatan usahatani padi sawah yang
diterima oleh penduduk di desa di pengaruhi oleh penerimaan dan biaya produksi.
Jika produksi dan harga jual padi sawah semakin tinggi maka akan meningkatkan
penerimaan. Apabila biaya produksi lebih tinggi dari penerimaan maka akan
menyebabkan kerugian usaha para petani.
Supartana (2013) melakukan penelitian mengenai Analisis pendapatan dan
kelayakan usahatani padi sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan
Balinggi Kecamatan Parigi Moutong. Hasil penelitiannya adalah bahwa (a)
Pendapatan rata-rata yang diperoleh responden petani padi sawah di Subak
Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong sebesar
Rp 5.324.469,83 per unit usahatani (1,3 ha)/MT atau Rp 4.209.067,06 /ha/MT. (b)
Usahatani padi sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi
Kabupaten Parigi Moutong layak diusahakan dengan nilai R/C = 1,42
menujukkan bahwa R/C >1, usahatani menguntungkan. (c) Subak Baturiti
merupakan organisasi petani pemakai air. Perkembangan Subak Baturiti di Desa
Balinggi Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong berjalan dengan baik
dan harmonis dalam kegiatan usahatani.
Laila (2012) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani padi
(Oryza sativa L.) benih varietas ciherang yang bersertifikat dan tidak bersertifikat
di Kecamatan Labuan Amas Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Penelitiannya menunjukkan Bahwa biaya total eksplisit rata-rata petani yang
menggunakan benih padi bersertifikat adalah Rp 5.046.252, biaya total rata-rata
(biaya eksplisit + biaya implsit) adalah Rp. 6.796.307/ha per satu kali musim
tanam, sedangkan petani yang menggunakan benih padi tidak bersertifikat biaya
total eksplisit rata-rata petani responden Rp 4.926.835 biaya total rata-rata implisit
responden Rp 1.590.113 sehingga didapat total biaya rata-rata responden (biaya
eksplisit + biaya implsit) adalah Rp 6.516.947/ha per satu kali musim tanam.
Petani yang menggunakan benih padi bersertifikat pendapatan total rata-rata yang
diperoleh petani responden Rp 5.842.648/ha per satu kali musim tanam dan petani
yang menggunakan benih padi tidak bersertifikat pendapatan total rata-rata yang
diperoleh responden Rp 2.768.545/ha per satu kali musim tanam. Hal ini
menunjukkan bahwa petani dengan penggunaan benih padi bersertifikat memiliki
pendapatan yang lebih besar dibanding petani yang menggunakan benih padi tidak
bersertifikat.
Wibowo (2012) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi alokatif
faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi (Oryza sativa L.) di Desa
Sambirejo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada usahatani padi di Desa Sambirejo,
Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun adalah variabel benih dan tenaga kerja.
Penggunaan benih dan tenaga kerja belum efisien secara alokatif. Rata-rata total
penerimaan petani padi di daerah penelitian sebesar Rp 28.779.232 dan rata-rata
total biaya sebesar Rp 9.545.414. Sehingga diperoleh nilai R/C rasio atas biaya
total sebesar 3,01 yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,01. Hal ini menunjukkan bahwa
Arianti (2010) melakukan penelitian mengenai analisis produksi dan pendapatan
usahatani padi pada daerah sentra dan non-sentra di kabupaten lebong. Penelitian
ini menunjukkan bahwa faktor- faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap
produksi usahatani padi pada daerah sentra yaitu jumlah penggunaan tenaga kerja
luar keluarga, sedangkan pada daerah non-sentra adalah jumlah penggunaan
tenaga kerja dalam keluarga dan jumlah penggunaan tenaga kerja luar keluarga,
dan rata-rata pendapatan usahatani padi pada daerah sentra di Kabupaten Lebong
adalah sebesar Rp 6.951.169,83/Ut/Mt dan rata-rata pendapatan usahatani padi
pada daerah non-sentra di Kabupaten Lebong adalah sebesar Rp
1.657.611,41/Ut/Mt.
Laksmi (2012) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi usahatani padi
sawah (studi kasus di subak guama, kecamatan marga, kabupaten tabanan).
Penelitiannya menunjukkan bahwa hasil analisis efisiensi penggunaan input
usahatani padi sawah di Subak Guama, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan
pada satu musim tanam dari bulan Maret-Juni 2011 menunjukkan bahwa input
pupuk Urea, pupuk NPK (Phosnka dan Pelangi), pupuk organik dan tenaga kerja
sudah efisien, sedangkan secara ekonomis penggunaan pestisida tidak efisien,
maka perlu mengurangi jumlah penggunaan secara tepat jenis, dosis, waktu dan
cara pemberian sehingga menghasilkan produksi padi yang optimal dan petani
memperoleh keuntungan yang maksimum. Keuntungan yang diproleh petani
Subak Guama pada satu musim tanam (Maret-Juni 2011) sebesar Rp
B. Kerangka Pemikiran
Sektor pertanian merupakan aspek fundamental dalam pembangunan
perekonomian di Indonesia. Terlebih lagi pada subsektor pertanian tanaman
pangan, mengingat komoditas yang dihasilkannya merupakan sumber pokok bagi
terpenuhinya bahan pangan bagi masyarakat luas. Bahan pangan yang dihasilkan,
tentu tidak hanya diprioritaskan pada bagaimana mencapai kuantitas maksimal,
tetapi juga harus memprioritaskan pada segi perolehan pendapatan bagi petani
untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Produksi merupakan suatu proses pengeluaran usahatani (padi) secara keseluruhan
atau proses pengeluaran hasil. Indikator yang penting untuk mengukur tingkat
hidup rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga. Umumnya pendapatan
rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber saja, tetapi berasal dari
dua atau lebih sumber pendapatan, yaitu dari sektor usahatani padi, usahatani
non-padi dan non usahatani. Pendapatan yang diterima oleh rumah tangga petani
bergantung pada produksi usahataninya. Dalam melakukan usahatani padi, petani
juga memperhitungkan biaya yang dikeluarkan atau biaya produksi selama satu
musim tanam, seperti biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya irigasi, dan
biaya tenaga kerja.
Penduduk di daerah pedesaan pada umumnya lebih banyak hidup dan berusaha di
sektor pertanian, namun pada penduduk tidak hanya mengandalkan pendapatan
dari hasil pertanian yaitu usahatani sawah (padi) saja, namun ada juga pendapatan
dari usahatani pada lahan pekarangan seperti hewan ternak, tanaman buah-buahan,
usahatani kolam, dan menjadi buruh tani. Tambahan penghasilan lainnya di luar
pertanian seperti PNS, tukang, berdagang, dan lain-lain sehingga sumber
pendapatan rumah tangga petani padi lebih beragam. Meningkatnya pendapatan
dalam suatu rumah tangga, maka sebuah rumah tangga dapat memenuhi
kebutuhan makanan dan non-makanan. Konsumsi merupakan salah satu kegiatan
ekonomi rumah tangga dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan barang dan
jasa. Konsumsi seringkali dijadikan salah satu indikator kesejahteraan keluarga.
Makin besar pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi
tahap kesejahteraan keluarga tersebut.
Hidup dengan sejahtera adalah suatu hal yang sangat didambakan oleh setiap
keluarga, oleh karena itu setiap keluarga selalu berusaha agar kesejahteraannya
meningkat dari waktu ke waktu. Kesejahteraan memberi rasa aman dan tenang,
sehingga seseorang mampu bekerja lebih produktif. Pencapaian tingkat sejahtera
akan selalu berbeda dan bervariasi bagi setiap rumah tangga, tergantung pada
potensi ekonomi masing-masing rumah tangga. Tingkat pengeluaran rumah
tangga berbeda satu sama lain didasarkan pada golongan tingkat pendapatan,
jumlah anggota keluarga, status sosial dan prinsip pangan. Tingkat pengeluaran
rumah tangga merupakan dasar untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah
tangga petani padi berdasarkan kriteria kemiskinan Sajogyo. Petani padi dalam
melakukan usahataninya, tentunya mengharapkan bahwa setiap rupiah yang
dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan yang tinggi, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan mengharapkan peningkatan
kesejahteraan. Untuk memperjelas kerangka pemikiran ini, dapat dilihat pada
Gambar 1. Paradigma pemikiran analisis pendapatan dan tingkat kesejahteraaan
rumah tangga petani padi (Oryza sativa) di Kecamatan Gadingrejo
Kabupaten Pringsewu tangga petani padi
(Sajogyo, 1997) Pendapatan
III. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Metode
survey adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan dengan
pengamatan langsung terhadap suatu gejala dalam populasi besar atau kecil
dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan sebagai instrumen
utama untuk mengumpulkan data.
Sebelum melakukan penelitian, perlu diketahui beberapa hal diantaranya yaitu:
batasan operasional variabel penelitian, lokasi dan waktu pengumpulan data
penelitian, penentuan sampel dan jumlah sampel penelitian, serta metode yang
digunakan untuk menganalisis data. Hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.
A. Batasan Operasional Variabel
Batasan operasional variabel merupakan pengertian dan petunjuk mengenai
variabel-variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang
berhubungan dengan tujuan penelitian. Adapun batasan operasional dari
variabel-variabel dan aspek-aspek yang berkaitan dalam penelitian ini dapat dijabarkan
Petani adalah individu atau sekelompok orang yang melakukan usaha guna
memenuhi kebutuhan sebagian atau secara keseluruhan hidupnya dalam bidang
pertanian.
Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan
memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan
maupun sawah pasang surut, diukur dalam satuan hektar (ha).
Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh
bangunan fisik dan umumnya tinggal bersama serta kepengurusan kebutuhan
sehari-hari dikelola secara bersama-sama.
Usahatani adalah suatu proses atau aktivitas produksi Pertanian dengan
mengkombinasikan berbagai faktor sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal
sesuai dengan kondisi lingkungan untuk mencapai pendapatan maksimal.
Penerimaan adalah nilai hasil yang diterima petani yang dihitung dengan
mengalikan jumlah produksi padi dengan harga produksi di tingkat petani
produsen yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Pendapatan usahatani adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah dikurangi
biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, dalam hal ini biaya pembelian
pupuk, bibit, upah, tenaga kerja, sewa lahan, pajak lahan, dan biaya penyusutan
alat-alat pertanian per musim tanam diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).
Usaha non pertanian adalah usaha di luar bidang pertanian yang dilakukan oleh
anggota keluarga untuk menambah pendapatan keluarga, biasanya dilakukan oleh